Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENGOLAHAN AGROINDUSTRI “KAKAO”

MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN AGROINDUSTRI

Dosen Pengampu:

Dr. Ir. Herlina, M.P

Disusun Oleh

Kelompok 3 :

Juliesa Arsyi Safillah 191710301002


Ebia Paray Salman B 191710301014
Satriya Dwi Soekarno 191710301018
Siti Sri Puspitasari 191710301020

TIP B -2019

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayang, Kami Panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas laporan tentang identifikasi teknologi pengolahan produk dari
kakao, mata kuliah teknologi pengolahan agroindustri.
Laporan ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak dan sumber-sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi bagi para pembaca.

Jember, 10 September 2021

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kakao adalah (Theobroma cacao L.) salah satu hasil perkebunan terbaik di
indonesia yang memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian nasional,
karena perkebunan kakao mampu menyediakan lapangan pekerjaan, sumber
pendapatan dan salah satu penyumbang devisa negara terbesar dibidang
perkebunan. Kakao merupakan salah satu bahan baku pembuatan coklat, coklat
dengan kandungan kakao (biji coklat) lebih dari 70% memiliki manfaat untuk
kesehatan, karena coklat kaya akan kandungan antioksidan yaitu fenol dan
flavonoid. Dengan adanya antioksidan, akan mampu untuk menangkap radikal
bebas dalam tubuh. Besarnya kandungan antioksidan ini bahkan 3 kali lebih banyak
dari teh hijau, minuman yang selama ini sering dianggap sebagai sumber
antioksidan. Dengan adanya antioksidan, membuat coklat menjadi salah satu
minuman kesehatan. Fenol, sebagai antioksidan mampu mengurangi kolesterol
pada darah sehingga dapat mengurangi risiko terkena serangan jantung juga
berguna untuk mencegah timbulnya kanker dalam tubuh, mencegah terjadinya
stroke dan darah tinggi (BPTP Sulawesi Tenggara, 2011).

Konsumsi kakao cenderung meningkat tiap tahun, terutama di negara-


negara maju. Negara konsumen kakao terbesar adalah negara Eropa, yaitu sebanyak
42,1%. Permintaan kakao berasal dari Belanda, Amerika Serikat, dan Jerman.
Kebutuhan kakao dalam negeri masih dianggap sedikit, hanya sekitar 250 ribu ton
per tahun, dan produksi kakao Indonesia mencapai 445 ribu ton per tahun. Produksi
diekspor dalam bentuk biji sebanyak 365 ribu ton, selebihnya diolah dalam negeri.
Pada tahun 2006, ekspor kakao adalah 80.991 ton. Volume dan nilai impor biji
kakao dan kakao olahan Indonesia tahun 2006 adalah 26.412 ton. Meningkatnya
konsumsi dan permintaan akan kakao sedangkan produksi kakao Indonesia
cenderung mengandalkan perkembangan luas areal. Perlu adanya solusi yang lebih
efisien dalam mengatasi peningkatan konsumsi tersebut. Salah satunya dengan
meningkat kan produksi kakao dalam negeri tanpa harus meningkatkan luas areal
secara terus menerus (Tumpal dkk, 2010).Pada analisa penelitian ini membahas
mengenai tanaman perkebunan yaitu kakao , dari definisi ,jenis juga pengolahan
pangan dan non pangan produk berbahan baku kakao.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari analisa tanaman perkebunan (kakao) yaitu :


1. Untuk memahami mengenai jenis tanaman perkebunan kakao,
2. Mengetahui produk olahan pangan dan non pangan berbahan baku kakao.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kakao

Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao
oleh Linnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di
bagian hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan
teduh (Spillane, 1995). Sistematika tanaman kakao secara lengkap adalah sebagai
berikut.

Divisi: Spermatophyta

Subdivisi: Angiospermae

Kelas: Dicotyledoneae

Bangsa: Malvales

Famili: Sterculiaceae

Genus: Theobroma

Spesies: Theobroma cacao, L.(Poedjiwidodo, 1996).

Kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan satu-satunya spesies diantara 22


jenis dalam genus Theobroma yang diusahakan secara komersial. Tanaman ini
diperkirakan berasal dari lembah Amazon di Benua Amerika yang mempunyai
iklim tropis. Sunanto (1994) mengatakan bahwa sesungguhnya terdapat banyak
jenis tanaman kakao, namun jenis yang paling banyak ditanam untuk produksi
cokelat secara besar-besaran hanya tiga jenis, yaitu:

1. Jenis Criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika
Selatan. Jenis ini menghasikan biji kakao yang mutunya sangat baik dan
dikenal sebagai kakao mulia. Jenis kakao ini terutama untuk blending dan
banyak dibutuhkan oleh pabrik-pabrik sebagai bahan pembuatan produk
cokelat yang bermutu tinggi. Saat ini bahan tanam kakao mulia banyak
digunakan karena produksinya tinggi serta cepat sekali mengalami fase
generative.
2. Jenis Forastero, banyak diusahakan diberbagai negara produsen cokelat dan
menghasilkan cokelat yang mutunya sedang atau bulk cacao, atau dikenal
juga sebagai ordinary cacao. Jenis Forastero sering juga disebut sebagai
kakao lindak. Kakao lindak memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih
baik, relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
3. Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hibrida dari jenis Criollo dan
Forastero secara alami, sehingga kakao ini sangat heterogen. Kakao jenis
Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cacao dan ada yang
termasuk bulk cacao. Jenis Trinitario antara lain hybride Djati Runggo (DR)
dan Uppertimazone Hybride (kakao lindak).

Kakao ini memiliki keunggulan pertumbuhannya cepat, berbuah setelah


berumur 2 tahun, masa panen sepanjang tahun, tahan terhadap penyakit VSD
(Vascular streak dieback) serta aspek agronominya mudah.Menurut Hatmi dan
Rustijarno (2012) dalam pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian,
pengolahan biji kakao menurut melalui beberapa tahap sebagai berikut :

1. Panen

Panen adalah proses awal penentuan kualitas biji kakao kering. Buah kakao
yang belum siap panen akan memberikan rendemen dan kualitas biji yang
rendah. Kematangan buah kakao ditandai dengan adanya perubahan warna kulit
kakao mencapai dua pertiganya dan apabila buah kakao digoyangkan, maka
akan terdengar biji kakao terkoyak.

2. Sortasi buah kakao

Sortasi buah kakao disebut juga sortasi basah atau sortasi kebun. Sortasi ini
dilakukan sebelum pemecahan buah dan pengambilan biji dari dalam buah.
Sortasi ini bertujuan untuk menseleksi atau memisahkan buah kakao menjadi
dua kelompok besar yaitu buah yang sehat dan masak optimal dengan yang
tidak atau kurang sehat dan belum masak optimal (seperti: diserang ulat buah,
salah petik, dimakan tupai, dsb).

3. Pemeraman/penyimpanan buah kakao

Petani sering melakukan proses ini untuk menunggu terpenuhinya kapasitas


wadah fermentasi. Tetapi tidak diketahui oleh petani bahwa biji kakao yang
terdapat didalam buah terus mengalami proses hidup. Waktu penyimpanan yang
terlalu lama menyebabkan biji kakao berkecambah. Hal ini secara otomatis akan
menurunkan kualitas dan tidak terpenuhinya persyaratan SNI biji kakao .

4. Pemecahan buah kakao

Pemecahan buah kakao bertujuan untuk mengambil biji dari dalam buah.
Alat pemecahan buah kakao disarankan menggunakan kayu atau bahan yang
tidak terbuat dari besi dan bersisi tumpul. Hal ini untuk menghindari luka pada
biji kakao yang menyebabkan kualitas biji kakao kering turun. Luka biji kakao
yang disebabkan oleh besi dan benda tajam mengakibatkan biji kakao segar
berwarna coklat hitam. Ini dikarenakan sifat besi sebagai katalisator apabila
kontak dengan senyawa polifenol pada biji kakao.

5. Sortasi biji kakao basah

Proses seleksi atau pemilahan biji kakao sangat menentukan input sebelum
proses pemeraman atau fermentasi. Input yang baik akan memberikan hasil dan
kualitas yang baik dan persentase rendemen yang tinggi.

6. Fermentasi biji kakao

Fermentasi biji kakao pada dasarnya bertujuan untuk menghancurkan pulp


dan sebagai bentuk usaha agar terjadi reaksi kimia dan biokimia didalam keping
biji. Penghancuran pulp ini memiliki peran agar keping biji kakao menjadi lebih
bersih dan cepat kering, sedangkan reaksi kimia dan biokimia ini mememiliki
peran membentuk prekursor senyawa aroma dan warna pada kakao.
7. Perendaman dan Pencucian

Kegiatan perendaman bertujuan untuk menghentikan aktivitas fermentasi,


dapat mengurangi kadar asam asetat yang terdapat dalam biji dan menaikkan
persentase biji bulat. Perendaman sebaiknya dilakukan selama 2-3 jam, lebih
dari itu tidak memberikan perbedaan yang nyata. Sedangkan pencucian
bertujuan untuk menghilangkan sisa pulp yang masih menempel, sehingga
meminimalisir serangan jamur dan hama pada biji kakao kering selama
penyimpanan dan memperbaiki warna dan kenampakan biji kering menjadi
lebih bersih .

8. Pengeringan

Teknik pengeringan biji kakao ada 3, yaitu: 1) pengeringan dengan sinar


matahari, 2) menggunakan alat pengering dan 3) perpaduan keduanya.
Pengeringan yang biasa dilakukan oleh petani selama ini adalah menggunakan
sinar matahari. Pengeringan menggunakan sinar matahari memiliki sisi positif
dannegatif. Sisi positifnya, akan diperoleh warna biji kakao coklat kemerahan
dan tampak lebih cemerlang. Warna dan kenampakan yang demikian inilah
yang diharapkan dari biji kakao kering, sehingga pengeringan dibawah sinar
matahari lebih disarankan untuk biji kakao. Namun demikian, pengeringan sinar
matahari memiliki kendala disebabkan kondisi cuaca terutama saat hujan .

9. Tempering, Sortasi dan Grading biji kakao kering

Sebelum dikemas, biji kakao yang telah kering dan mencapai kadar air yang
ditetapkan, maka biji kakao perlu didiamkan/dihampar (tempering) untuk
menetralkan suhu didalam biji dengan suhu ruangan selama semalam atau
menyesuaikan dengan kelembaban relatif udara sekitar. Kemudian dilakukan
seleksi dan pengkelasan biji kakao yang baik dengan yang kurang baik sesuai
dengan ukuran dan tampilan visualnya. Pengkelasan mutu biji kakao ini telah
diatur di dalam SNI biji kakao 2323-2008.
10. Pengemasan dan Penyimpanan
Pengemasan biji kakao sebaiknya dilakukan setelah biji dingin dengan
menggunakan plastik PP (Poly Prophylene) dengan tebal 0,8 mm atau dapat
menggunakan karung goni/bagor yang bersih. Kemasan ditutup rapat untuk
menjaga kontaminasi dari serangga dan kotoran serta untuk mempertahankan
kadar air biji kakao. Biji kakao yang telah difermentasi dan dikeringkan hingga
kadar air < 7,5%, biasanya mengalami penyimpanan selama 9 sampai 12 bulan
di wilayah tropic .
2.2 Varietas kategori dan pemeliharaan tanaman kakao
1. Varietas
a. Criolo (Fine cocoa atau kakao mulia)

Jenis varietas Criolo mendominasi pasar kakao hingga pertengahan abad


18, akan tetapi sat ini hanya beberapa saja pohon Criolo yang masih ada.

b. Forastero

Varietas ini merpuakan kelompok varietas terbesar yang diolah dan


ditanamai.

c. Trinitario / hibrida merupakan hasil persilangan antara jenis


Forastero dan Crilio
2. Katagori Kakao

Dalam komoditas perdagangan kakao dunia dibagi menjadi dua kategori


besar biji kako.

a. Kakao Mulia (Fine Cocoa) Secara umum, kakao mulia diproduksi


dari varietas Criolo.
b. Kakao Curah (Bulk or Ordinary Cacao) Kakao curah berasal dari
jenis Forastero.
3. Pemeliharaan Tanaman Kakao
a. Pemangkasan

Pemangkasan pohon pelindung dilakukan agar dapat berfungsi


untuk jangka waktu yang lama. Pemangkasan dilakukan terhadap
cabang-cabang yang tumbuh rendah dan lemah. Pohon dipangkas
sehingga cabang terendah akan berjarak lebih dari 1 m dari tajuk
tanaman kakao. Pemangkasan ini merupakan usaha untuk meningkatkan
produksi dan mempertahankan umur ekonomis tanaman. Dengan
pemangkasan maka akan mencegah serangan hama dan penyakit,
membentuk tajuk pohon, memelihara tanaman dan memacu produksi.

b. Penyiangan

Tujuannya adalah untuk mencegah persaingan dalam penyerapan air


dan unsur hara serta mencegah hama dan penyakit. Penyiangan harus
dilakukan secara rutin, minimal satu bulan sekali dengan menggunakan
cangkul, koret atau dicabut dengan tangan.

c. Pemupukan

Pemupukan dilakukan setelah tanaman kakao berumur dua bulan di


lapangan. Pemupukan pada tanaman yang belum menghasilkan
dilakukan dengan cara menaburkan pupuk secara merata dengan jarak
15 cm – 50 cm (untuk umur 2 – 10 bulan) dan 50 cm – 75 cm (untuk
umur 14 – 20 bulan) dari batang utama. Sedang untuk tanaman yang
menghasilkan, penaburan pupuk dilakukan pada jarak 50 cm – 75 cm
dari batang utama. Penaburan pupuk dilakukan dalam alur sedalam 10
cm.

d. Penyiraman

Penyiraman tanaman kakao yang tumbuh dengan kondisi tanah yang


baik dan memiliki pohon pelindung tidak memerlukan banyak air. Air
yang berlebihan akan menyebabkan kondisi tanah menjadi sangat
lembab. Penyiraman dilakukan pada tanaman muda, terutama tanaman
yang tidak memiliki pohon pelindung.

e. Pemberantasan Hama dan Penyakit

Pemberantasan hama dilakukan dengan penyemprotan pestisida


dalam dua tahap. Pertama, bertujuan untuk mencegahsebelum diketahui
ada hama yang menyerang. Kadar dan jenis pestisida disesuaikan. Tahap
yang kedua adalah usaha pemberantasan hama, dimana jenis dan kadar
pestisida yang digunakan ditingkatkan. Contoh pestisida yang
digunakan: Deltametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin (Metador 25 EC) dan
lain-lain.

Hama yang sering menyerang tanaman kakao antara lain belalang


(Valanga Nigricornis), ulat jengkal (Hypsidra talaka Walker), kutu putih
(Planoccos lilaci), penghisap buah (Helopeltis sp.), dan penggerek
batang (Zeuzera sp.). Insektisida yang sering digunakan untuk
pemberantasan belalang, ulat jengkal, dan kutu putih antara lain adalah
Decis, Cupraycide, Lebaycide, Coesar dan Atabron. Penghisap buah
dapat diberantas dengan Lebaycide, Cupraycide dan Decis.

Penyakit yang sering ditemukan dalam budidaya kakao, yaitu


penyakit jamur upas dan jamur akar. Penyakit tersebut disebabkan oleh
jamur Oncobasidium thebromae. Selain itu juga sering dijumpai
penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Phytoptera sp.

2.3 Syarat Pertumbuhan Kakao

Habitat alam tanaman kakao berada di hutan beriklim tropis. Kakao


merupakan tanaman tropis yang suka akan naungan (Shade Loving Plant) dengan
potensi hasil bervariasi 50-120 buah/pohon/tahun. Varietas yang umum terdiri atas
: Criolo, Forastero, dan Trinitario (hibrida) yang merupakan hasil persilangan
Criolo dan Forastero. Forastero lebih sesuai di dataran rendah, sedangkan Criolo
dapat ditanam sampai dengan dataran agak tinggi. Criolo terdiri atas kultivar South
American Criolos dan Central American Criolos, sedangkan Forastero terdiri atas
kultivar Lower Amazone Hybrid (LAH) dan Upper Amazone Hybrid (UAH). UAH
mempunyai karakter produksi tinggi, cepat mengalami fase generatif/berbuah
setelah umur 2 tahun, tahan penyakit VSD (Vascular Streak Dieback), masa panen
sepanjang tahun dan fermentasinya hanya 6 hari.

1. Tanah/Lahan
a. Tinggi tempat tanaman Kakao dapat tumbuh sampai ketinggian
tempat maksimum 1200 mdpl, ketinggian tempat optimum adalah 1-
600 mdpl.
b. Topografi kemiringan lereng maksimum 40°C.
c. Hidrologi Tanaman kakao sangat sensitif bila kekurangan air,
sehingga tanahnya harus memiliki penyimpanan/ketersediaan air
maupun saluran (drainase) yang baik.
d. Sifat fisik tanah Solum > 90 cm tanpa ada lapisan padas, Tekstur
lempung liat berpasir komposisi pasir 50%, debu 10 - 20%, liat 30 -
40%. Konsistensi gembur sampai agak teguh dengan permeabilitas
sedang sampai baik, kedalaman air tanah minimal 3 m. Kakao
memerlukan tanah dengan struktur kasar yang berguna untuk
memberi ruang agar akar dapat menyerap nutrisi yang diperlukan
sehingga perkembangan sistem akar dapat optimal.
e. Sifat kimia tanah Sifat kimia dari tanah bagian atas merupakan hal
yang paling penting karena akar-akar akan menyerap nutrisi.
Kemasaman tanah (pH) optimum 6.0—6.75, Kakao tidak tahan
terhadap kejenuhan Al tinggi, Kejenuhan basa minimum 35%, kalsit
(CaCO3) dan gips (CaSO2) masing-masing tidak boleh lebih dari
1% dan 0.5%, KTK top soil: 12 me/100 g, KTK sub soil: 5 me/100
g, KTK Mg:20 me/100 g, dan kandungan bahan organik > 3%.
f. Letak Lintang : 200 LU - 200 LS g. Jenis tanah sesuai pada tanah
regosol, sedangkan tanah latosol kurang baik.
2. Iklim
a. Curah hujan Curah hujan merupakan unsur iklim terpenting.
Pepohonan sangat sensitif terhadap kadar air. Curah hujan yang
dibutuhkan harus tinggi dan terdistribusi dengan baik sepanjang
tahun. Tingkat curah hujan yang baik per tahun berkisar antara 1500
mm – 2500 mm. Curah hujan saat musim kemarau sebaiknya lebih
kurang dari 100 mm per bulan dan tidak lebih dari tiga bulan.
b. Temperatur Temperatur maksimum 300 -320 C, minimum 180 -210
C, dan temperatur optimum 26.60 C.
c. Sinar matahari intensitas 75% dari cahaya penuh pada tanaman
dewasa, 50% pada tanaman muda, dan 25% di pembibitan.
d. Kelembaban > 80% e. Kecepatan angin ideal 2-5 m/detik akan
sangat membantu dalam penyerbukan.
3. Perkembangbiakan

Tanaman kakao dikembangkan dari bibit. Bibit akan bekecambah dan


memproduksi tanaman yang baik jika diambil dari pot tidak lebih dari 5 hari.

a. Stek
Pohon dipotong antara 2 atau 5 daun dan 1 atau 2 pucuk. Dedaun
dipotong setengah dan potongan tadi ditanam di pot dengan ditutupi
lembaran polythene hingga akar mulai tumbuh.
b. Penyilangan
Pucuk dipotong dari pohon dan ditempel dibawah kulit kayu di
pohon lain. Potongan tadi kemudian diikat dengan tali rapia dan
plester lilin yang terbuat dari plastik bening untuk mencegah
hilangnya kelembaban. Bila pucuk mulai tumbuh maka pohon tua
yang terletak diatas harus dipotong.
c. Cangkok
Kulit kayu diambil potongannya kemudian ditutupi dengan serbuk
kayu dan sehelai polythene. Area tadi akan memproduksi akarakar
dan batang dapat dipotong untuk kemudian ditanam.
4. Panen

Buah kakao dapat dipanen apabila terjadi perubahan warna kulit pada
buah yang telah matang. Sejak fase pembuahan sampai menjadi buah dan
matang, kakao memerlukan waktu sekitar 5 bulan. Buah matang dicirikan
oleh perubahan warna kulit buah dan biji yang lepas dari kulit bagian dalam.
Bila buah diguncang, biji biasanya berbunyi. Keterlambatan waktu panen
akan berakibat pada berkecambahnya biji di dalam.

Terdapat tiga perubahan warna kulit pada buah kakao yang menjadi
kriteria kelas kematangan buah di kebun-kebun yang mengusahakan kakao.
Secara umum kriteria tersebut tersaji pada Tabel.

Tabel-1:Perubahan Warna dan Pengelompokan Kelas Kematangan


Buah (Sumber : Tumpal H.S. Siregar,dkk.,2003).

Perubahan Warna Bagian Kulit Buah yang Kelas Kematangan


Mengalami Perubahan Warna Buah
Kuning Pada alur buah C
Kuning Pada alur buah dan punggung B
alur buah
Kuning Pada seluruh permukaan buah A
Kuning tua Pada seluruh permukaan buah A+

2.4 Tanaman Kakao

Tanaman kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk


pohon,di alam dapat mencapai ketinggian 10 m. Meskipun demikian, dalam
pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5 m, tetapi dengan tajuk
menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabang
produktif. Tanaman kakao tumbuh di daerah tropika basah, memiliki akar tunggang
dan berbatang lurus. Tanaman kakao bersifat Cauliflorous yaitu bunga
tumbuhlangsung dari batang ataupun cabang-cabang. Bunga sempurna berukuran
kecil (diameter maksimum 3 cm), tunggal, namun nampak terangkai karena muncul
darisatu titik tunas. Bunga berwarna putih kemerah-merahan dan tidak berbau.
Kakao secara umum adalah tumbuhan menyerbuk silang dan memiliki system
inkompatibilitas sendiri. Walaupun demikian, beberapa varietas kakao mampu
melakukan penyerbukan sendiri dan menghasilkan jenis komoditi dengan nilai jual
yang lebih tinggi. Buah tumbuh dari bunga yang diserbuki. Ukuran buah jauh lebih
besar dari bunganya, dan berbentuk bulat hingga memanjang. Buah terdiri dari 5
daun buah dan memiliki ruang dan di dalamnya terdapat biji. Warna buah berubah-
ubah. Sewaktu muda berwarna hijau hingga ungu. Apabila masak kulit luar buah
biasanya berwarna kuning (Muljana, 2001).

Kakao merupakan tanaman perkebunan, Secara umum tanaman


kakaodikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu Forastero, Criollo, dan Trinitario
yangmerupakan hasil persilangan antara Forastero dengan Criollo. Varietas
kakaohibrida adalah varietas kakao Trinitario yang memiliki kemampuan produksi
lebihtinggi daripada varietas Criollo dan Forastero (Surti, 2012).

1. Sistematika dan Botani Tanaman

Tanaman kakao (Theobroma cacao, L.) termasuk famili


Sterculiaceae.Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan. Pada tahun 1560
di Sulawesi Utara telah diperkenalkan tanaman kakao yang berasal dari
Filipina. Terdapat banyak jenis kakao, namun yang paling banyak ditanam
untuk produksi kakao secara besar-besaran hanya tiga jenis yaitu varietas
Criollo, varietas Forastero, varietas Trinitario (hibrida) yang merupakan
hasil persilangan Criolo dan Forastero (Sunanta, 1992).

Dari ketiga jenis tersebut, varietas Trinitario paling banyak


dikembangkandi Indonesia. Varietas Trinitario ini antara lain adalah
Hibrida Djati Runggo danUppertimazone hybride (Kakao Lindak). Kakao
lindak ini memiliki keunggulanantara lain:

1. Pertumbuhannya cepat,
2. Berbuah setelah dua tahun,
3. Bentuk buah panjang,
4. Sebagian besar buahnya berwarna hijau,
5. Mas panen sepanjang tahun, dan
6. Tahan terhadap penyakit VSD (Vascular Steak Dieback) (Sunanta,
1992).

Menurut Tjitrosoepomo (1993), sistematika tanaman kakao adalah


sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta

Sub division : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Sub kelas : Apetalae

Ordo : Malvales

Famili : Sterculiaceae

Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao, L.

2. Morfologi Tanaman

Tanaman ini pada garis besarnya dapat dibagi atas dua bagian, yaitu
bagianvegetatif yang meliputi akar, batang serta daun dan bagian generatif
yangmeliputi bunga, buah dan biji (Lukito, 2010).

a. Akar

Kakao adalah tanaman dengan surface root feeder, artinya


sebagianakar lateralnya (mendatar) berkembang dekat
permukaan tanah, yaitu padakedalaman tanah 0-30 cm. Akar
lateral tumbuh pada kedalaman 0-10 cm,26% pada kedalaman
11-20 cm, 14 % pada kedalaman 21-30 cm, danhanya 4%
tumbuh pada kedalaman lebih dari 30 cm dari permukaan
tanah.Jangkauan jelajah akar lateral dinyatakan jauh di luar
proyeksi tajukujungnya membentuk cabang-cabang kecil yang
susunannya rumit (Lukito, 2010).

Dan Akar kakao adalah akar tunggang. Pertumbuhan akar


kakao bisa sampai 8 m ke arah samping dan 15 m ke arah bawah.
Kakao yang diperbanyak secara vegetatif pada awal
penumbuhannya tidak menumbuhkan akar tunggang, melainkan
akar-akar serabut yang banyak jumlahnya. Setelah dewasa
tanaman tersebut menumbuhkan dua akar yang menyerupai akar
tunggang (Siregar, 1989).

b. Batang

Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan


naungan pohon-pohon yang tinggi, curah hujan yang tinggi, suhu
sepanjang tahun relatif sama, serta kelembapan tinggi relatif
tetap. Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai
dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke
atas disebut dengan tunas ortrotopatau tunas air, sedangkan tunas
yang pertumbuhannya ke sampingdisebut dengan plagiotrop
(Lukito, 2010).

Tanaman kakao asal biji, setelah mencapai tinggi 0,9-1,5


meter akan berhenti tumbuh dan membentuk jorket. Jorket
adalah tempat percabangan dari pola dari percabangan ortrotop
ke plagiotrop dan khashanya pada tanaman kakao, dari ujung
perhentian tersebut selanjutnyatumbuh 3-6 cabang yang arah
pertumbuhaannya condong ke samping membentuk sudut 0-60
0 dengan arah horizontal. Cabang-cabang itu disebut dengan
cabang primer (cabang plagiotrop). Pada cabang primer tersebut
kemudian tumbuh cabang-cabang lateral, sehingga tanaman
membentuk tajuk yang rimbun (Lukito, 2010).
Kakao dapat tumbuh sampai ketinggian 8-10 meter dari
pangkal batangnya pada permukaan tanah. Tanaman kakao
punya kecenderungan tumbuh lebih pendek bila ditanam tanpa
pohon pelindung. Diawal pertumbuhannya tanaman kakao yang
diperbanyak melalui biji akan menumbuhkan batang utama
sebelum menumbuhkan cabang-cabang primer (Siregar, 1989).

c. Daun

Warna daun pada tanaman kakao muda sangat beragam,


tergantungdari jenis tanaman yaitu mulai hijau pucat, kemerah-
merahan sampai pada merah tua. Daun-daun muda ini dilindungi
oleh stipula pada dasar tangkainya dan akan gugur sendirinya
setelah daun-daun menjadi dewasa (Heddy, 1990).

Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao juga


bersifatdimorfisme. Pada tunas ortrotop, tangkai daunnya
panjang, yaitu 7,5-10 cm sedangkan pada tunas plagiotrop
panjang tangkai daunnya hanyasekitar 2,5 cm. Tangkai daun
bentuknya selinder dan bersisik halus, bergantung pada tipenya.
Salah satu sifat khusus daun kakao yaitu ada dua persendian
(articulation) yang terletak di pangkal dan ujung tangkai daun.
Dengan persendian ini dilaporkan daun mampu membuat
gerakan untuk menyesuaikan dengan arah datangnya sinar
matahari (Lukito, 2010).

d. Bunga

Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh


dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang.
Tempattumbuh bunga tersebut semakin lama semakin membesar
dan menebalatau biasa disebut dengan bantalan bunga (Lukito,
2010).
Bunga kakao akan terbentuk sepanjang tahun, jika
pertumbuhannya bagus dapat menghasilkan 6.000 bunga,
bahkan beberapa jenis dapatmencapai 10.000 bunga. Bunga
kakao berwarna putih agak kemerah-merahan dan tidak berbau
(Heddy, 1990).Tanaman kakao dapat dibedakan menjadi dua
golongan, sebagai berikut :

1. Bersifat self fertile atau self compatible, yaitu


tanaman kakao yang bunganya dapat dibuahi oleh
tepung bunga-bunga dari tanaman itusendiri maupun
tanaman self sterile lainnya. Misalnya jenis kakaoDR
2 dan DR 3.
2. Bersifat self sterile atau incompatible, yaitu tanaman
kakao yang bunganya hanya dapat dibuahi oleh
tepung sari dari bunga-bungaklon lain misalnya jenis
DR 1. Dengan demikian, apabila akan menanam
kakao hendaknyadiperhatikan jenis pohonnya. Akan
lebih baik jika kita menanam jeniscampuran
sehingga akan mempermudah persilangannya
(Pracaya, 2011).
e. Buah

Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya


hanya adadua warna. Buah ketika muda berwarna hijau atau hjau
agak putih jikasudah masak akan berwarna kuning. Ada juga,
buah yang ketika muda berwarna merah, setelah masak berwarna
jinggga (orange). Buah akanmasak setelah berumur enam bulan.
Saat itu, ukurannya beragam, dari panjang 10 hingga 30 cm,
bergantung pada kultivar dan faktor-faktorlingkungan selama
perkembangan buah (Lukito, 2010).

Kerusakan buah lebih banyak terjadi pada kulit buah yang


kasardibandingkan dengan kulit buah yang halus. Tampaknya
struktur permukaan kulit buah kakao yang halus kurang disukai
oleh PBK (Penggerek Buah Kakao) untuk meletakkan telur.
Adanya perbedaantersebut memengaruhi aktivitas PBK dalam
merusak buah (Limbongan,2012). Pertumbuhan buah
maksimum lebih kurang 143 hari, kemudianmenunjukan tanda-
tanda kemasakan setelah 170 hari. Buah kakao berisiantara 20-
30 biji (Heddy, 1990).
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Produk Pangan


3.1.1 Coklat Bubuk (Cocoa Powder)

Gambar 1. Bubuk Cokelat

Coklat bubuk atau cocoa powder terbuat dari bungkil/ampas biji coklat yang
telah dipisahkan lemak coklatnya. Bungkil ini dikeringkan dan digiling halus
sehingga terbentuk tepung coklat. Coklat bubuk ada 2 jenis, yang pertama melalui
proses natural dan yang kedua melalui proses dutch. Cocoa natural sedikit asam,
sedangkan cocoa dutch warnanya lebih gelap dan coklatnya lebih lembut. Cocoa
proses dutch lebih disukai untuk membuat coklat panas karena aromanya lebih
lembut. Kebanyakan coklat bubuk yang dijual dipasaran adalah jenis cocoa natural.
Coklat bubuk natural dibuat dari bubur coklat atau balok coklat pahit, dengan
menghilangkan sebagian besar lemaknya hingga tinggal 18-23%. Coklat jenis ini
berbentuk tepung, mengandung sedikit lemak, dan rasanya pahit. Banyak sekali
yang menggunakan coklat bubuk jenis ini sebagai bahan campuran untuk membuat
kue.
Diagram Alir Pembuatan Cokelat Bubuk :

3.1.1.1 Pembuatan Cokelat dengan Proses Dutch

Cokelat proses dutch , atau cokelat Dutched, adalah cokelat yang sudah
diberi perlakuan dengan menambahkan larutan alkali untuk memodifikasi warna
dan memberikan rasa lebih ringan dibandingkan dengan "cokelat natural"
diekstraksi dengan proses Broma. Ini menjadi dasar untuk banyak coklat modern,
dan digunakan dalam es krim, cokelat panas, dan pembuatan kue. Pra Rencana
Pabrik Pengolahan Biji Kakao Menjadi Cokelat Bubuk Dan Lemak Cokelat.

a. Keuntungan Proses Dutch


1. Menurunkan Keasaman.
Kakao proses dutch memilik pH netral dan tidak asam seperti
cokelat natural,
2. Meningkatkan Kelarutan,
3. Meningkatkan warna
Proses ditching warnanya lebih gelap
4. Melembutkan rasa
Cokelat Dutch memiliki rasa lebih ringan dan lebih halus
dibandingkan dengan cokelat biasa sementara "natural" cokelat
lebih pahit. Cokelatnya lebih lembut. Cocoa Proses dutch lebih
disukai untuk membuat cokelat panas karena aromanya lembut.
b. Kerugian Proses Dutch
1. Cokelat proses Dutch tidak dapat digunakan dalam resep yang
menggunakan baking soda sebagai ragi yang hanya mengandalkan
pada keasaman kakao untuk mengaktifkannya, melainkan justru
bisa digunakan dalam resep yang menggunakan baking powder
untuk peragian.
2. Dibandingkan dengan proses lainnya, cokelat dengan proses dutch
mengandung kadar flavonol (antioksidan) yang lebih rendah.
3.1.1.2 Pembuatan Coklat dengan Proses Konvensional (Natural)

Cokelat (cocoa) natural dibuat dari bubuk cokelat atau balok cokelat pahit,
dengan menghilangkan sebagian besar lemaknya hingga tinggal 18-23%. Bahkan
kini sudah ada pula produk cocoa bebas lemak, dan rasanya pahit. Cukup banyak
jenis kue yang diolah dengan campuran cokelat jenis ini. Kebanyakan merek
cokelat di pasaran adalah cocoa natural.

a. Keuntungan Proses Konvensional:


1. Cokelat proses konvensional dapat digunakan dalam resep yang
menggunakan baking soda sebagai ragi yang hanya mengandalkan
pada keasaman kakao untuk mengaktifkannya.
2. Cokelat dengan proses konvensional mengandung kadar flavonol
(antioksidan) yang lebih tinggi.
b. Kerugian Proses Konvensional:
1. Memiliki kadar asam (oH) yang tinggi,
2. Memiliki warna yang lebih terang, dan
3. Memiliki rasa yang cenderung pahit dan aroma yang kasar.
3.1.1.3 Uraian Proses
1. Pembersihan (Cleaning)
Proses pembersihan dilakukan sebelum proses pengolahan biji cokelat
yang bertujuan untuk menghilangkan bahan asing seperti kulit, pecahan
biji, biji kopong dan sebagainya.
2. Alkalisasi (alkalization)
Umumnya cocoa liquor yang akan digunakan dalam pembuatan bubuk
cokelat atau cocoa powder di-alkalisasi terlebih dahulu. Adapun proses
alkalisasi ini telah dikembangkan di Belanda sejak abad 19 sehingga
alkalisasi dikenal juga dengan istilah Dutching Process. Alasan untuk
melakukan proses ini adalah untuk meninimalkan terjadinya aglomerasi
pada saat cokelat bubuk dilarutkan dengan susu atau air. Proses
alkallisasi mempengaruhi dua aspek dalam cokelat yaitu flavor dan
warna (Beckett, 1994).
Menurut Manifie (1999) ada 4 macam cara alkalisasi, yaitu:
1. Alkalisasi biji kakao (whole beans).
2. Alkalisai keping biji (nib).
3. Alkalisasi bubur cokelat/ liquor.
4. Alkalisasi bungkil cokelat/ cocoa cake.

3. Penyaringan (Roasting)

Penyangraian merupakan tahapan utama yang harus dilakukan dalam


proses produksi bubuk kakao maupun pasta cokelat. (Jinap et al, 1998).
Metode roasting ada 3 macam yaitu whole bean roasting, nib roasting, dan
liquor roasting. Whole bean roasting adalah dilakukannya penyangraian
setelah biji kakao dibersihkan. Sedangkan pada nib roasting penyangraian
dilakukan setelah biji kakao di-winnowing dan menjadi nib. Dan liquor
roasting adalah metode penyangraian setelah biji di winnowing dan
dipastakan (di-grinding) sehingga menjadi liquor. Biasanya temperatur
yang digunakan untuk penyangraian antara 1100C sampai 1400C dan kadar
air berkurang hingga 2%. Proses penyangraian total lamanya antara 45
menit dan 1 jam. Setelah penyangraian, produk biasanya didinginkan pada
pendingin eksternal. Perlakuan suhu tinggi selama roasting diiringi dengan
semakin berkurangnya kelembaban pada biji kakao mengakibatkan
terbunuhnya mikroba kontaminan seperti Salmonella yang mungkin
terkontaminasi pada biji kakao selama pengeringan tanah/di tempat terbuka
(Beckett, 1994).

4. Pengelupasan biji

Komponen biji kakao yang berguna untuk bahan pangan adalah daging
biji (nib), sedangkan kulit biji merupakan limbah yanng saat ini banyak
dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak (Mulato, dkk, 2005). Sebab,
adanya shell atau kulit yang terikut dalam produk cokelat akan memberikan
flavor inferior (Beckett, 1994). Oleh karena itu kulit biji perlu dikupas
sehingga terpisah antara kulit dengan daging biji kakao (nib kakao).

5. Pengepresan

Lemak kakao dikeluarkan dari biji kakao dengan cara dikempa atau di-
press. Karena tekanan hidrolik, lemak akan terpisah dari pusat dan keluar
dari saringan lewat dinding tabung dalam fase cair berwarna putih
kekuningan dan mempunyai bau khas cokelat.

6. Pengayakan

Bubuk cokelat dihasilakan dari bungkil yang merupakan residu dari


pengempaan nib cokelat. Namun untuk mengubah bungkil menjadi bubuk
cokelat ada tahapan-tahapan proses yang harus dilalui. Salah satunya adalah
tahap pengayakan.

Bubuk cokelat yang telah halus diayak untuk memeperoleh ukuran


partikel yang seragam dengan menggunkan mesin pengayak tipe getar.
Bubuk yang masih kasar (tertinggal di atas ayakan) digiling lagi sampai
halus yang lolos ayakan merupakn produk yang siap jual (Mulato, dkk,
2005).
3.1.1.4 Tabel Sifat Fisik Bubuk Coklat

Nilai gizi per 100 gram (3,5 0z)


Energi 954 kJ (228 kkal)
Karbohidrat 57,90 g
Lemak 13,70 g
Protein 19,60 g
Air 3,00 g
Kalsium 128 mg (13%)
Besi 13,86 mg (107 %)
Magnesium 499 mg (141 %)
Mangan 3,837 mg (183 %)
Fosfor 734 mg (105 %)
Kalium 1524 mg (32 %)
Sodium 21 mg (1 %)
Seng 6,81 mg (72 %)
(Romalawati, 2012)

3.1.1.5 Tabel Perbandingan Proses Dutch dengan Proses Konvensial

Nama Proses
Parameter
Proses Dutch Proses Konvensional

Bahan baku Biji cokelat Biji cokelat

Kondisi Operasi :

 Suhu penyangraian 98 - 110oC 98 - 110oC

 Waktu penyangraian 10 – 35 menit


10 – 35 menit
 Suhu alkalisasi 75 - 100 oC

 Konsentrasi larutan alkali 2 – 2,5 % -

 Bahan alkalisasi Air dan potasium


karbonat -

 Tekanan press lemak 400 – 500 bar


-
90 – 100 oC
 Suhu press lemak

Produk yang dihasilkan :

Rasa lebih ringan, 400 – 500 bar


 Rasa

halus dan lebih 90 – 100 oC

lembut. Aromanya
 Aroma
lembut Rasanya cenderung
 Warna pahit.
Lebih gelap
Aromanya kasar
 pH (kadar keasaman)
Rendah (6,5 – 8,1)
Lebih terang
Tinggi (5,2 – 5,9)
(Romalawati, 2012)

3.1.2 Lemak Coklat (Cacao Powder)

Gambar 2. Lemak Coklat

Merupakan lemak padat dengan titik leleh 32-35oC, berwarna kuning terang
yang diperoleh dari biji kakao atau Theobroma Cacao. Cocoa butter bersifat keras
dan rapuh di bawah suhu ruang, tetapi ketika dimakan cocoa butter meleleh
sempurna di mulut dengan tekstur yang lembut. Oleh karena itu, dalam industri
konfeksioneri, terutama produk-produk berbasis coklat, cocoa butter merupakan
bahan baku penting yang berkontribusi terhadap sifat-sifat tekstural dan sensori
produk. (Sokopitojo, 2008).

Penggunaan cocoa butter dalam produksi cokelat mengalami beberapa


permasalahan diantaranya adalah suplai biji kakao sebagai sumber cocoa butter
yang tidak menentu, variabilitas dan kualitas yang kurang memadai pada
pengolahan cocoa butter, serta harga yang relatif mahal dan berfluktuasi
dibandingkan dengan lemak lainnya. Sementara di lain pihak permintaan dunia
terhadap produk makanan dari coklat meningkat. Oleh karena itu, berbagai upaya
dilakukan untuk mengembangkan specialty fats sebagai altematif penggunaan
cocoa butter, salah satunya adalah cocoa butter substitute (CBS).

3.1.2.1 Uraian Proses


a. Pembersihan (Cleaning)

Proses pembersihan dilakukan sebelum proses pengolahan biji cokelat yang


bertujuan untuk menghilangkan bahan asing seperti kulit, pecahan biji, biji
kopong dan sebagainya.

b. Alkalisasi (Alkalization)

Umumnya cocoa liquor yang akan digunakan dalam pembuatan


bubuk cokelat atau cocoa powder di-alkalisasi terlebih dahulu. Adapun proses
alkalisasi ini telah dikembangkan di Belanda sejak abad 19 sehingga alkalisasi
dikenal juga dengan istilah Dutching Process. Alasan untuk melakukan proses
ini adalah untuk meninimalkan terjadinya aglomerasi pada saat cokelat bubuk
dilarutkan dengan susu atau air. Proses alkallisasi mempengaruhi dua aspek
dalam cokelat yaitu flavor dan warna (Beckett, 1994).

c. Penyaringan

Penyangraian merupakan tahapan utama yang harus dilakukan dalam proses


produksi bubuk kakao maupun pasta cokelat. (Jinap et al, 1998) . Metode
roasting ada 3 macam yaitu whole bean roasting, nib roasting, dan liquor
roasting. Whole bean roasting adalah dilakukannya penyangraian setelah biji
kakao dibersihkan. Sedangkan pada nib roasting penyangraian dilakukan
setelah biji kakao di-winnowing dan menjadi nib. Dan liquor roasting adalah
metode penyangraian setelah biji di winnowing dan dipastakan (di-grinding)
sehingga menjadi liquor. Biasanya temperatur yang digunakan untuk
penyangraian antara 1100C sampai 1400C dan kadar air berkurang hingga 2%.
Proses penyangraian total lamanya antara 45 menit dan 1 jam. Setelah
penyangraian, produk biasanya didinginkan pada pendingin eksternal.
Perlakuan suhu tinggi selama roasting diiringi dengan semakin berkurangnya
kelembaban pada biji kakao mengakibatkan terbunuhnya mikroba kontaminan
seperti Salmonella yang mungkin terkontaminasi pada biji kakao selama
pengeringan tanah/di tempat terbuka (Beckett, 1994).

d. Pengelupasan Biji (Winnowing)


Komponen biji kakao yang berguna untuk bahan pangan adalah daging biji
(nib), sedangkan kulit biji merupakan limbah yanng saat ini banyak
dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak (Mulato, dkk, 2005). Sebab,
adanya shell atau kulit yang terikut dalam produk cokelat akan memberikan
flavor inferior (Beckett, 1994). Oleh karena itu kulit biji perlu dikupas
sehingga terpisah antara kulit dengan daging biji kakao (nib kakao).
e. Pengepresan
Lemak kakao dikeluarkan dari biji kakao dengan cara dikempa atau di-
press. Karena tekanan hidrolik, lemak akan terpisah dari pusat dan keluar
dari saringan lewat dinding tabung dalam fase cair berwarna putih
kekuningan dan mempunyai bau khas cokelat.
3.1.3 Pasta Coklat

Gambar 3. Pasta Coklat

Pasta cokelat dikenal sebagai chocolate paste atau chocolate mass yang
merupakan produk sekunder berbahan baku biji kakao. Pasta cokelat atau cocoa
mass dibuat dari daging biji kakao kering (nib) melalui beberapa tahapan proses
pelumatan untuk mengubah biji kakao kering menjadi bentuk pasta. Hasil penelitian
Suprapti et al (2011) menunjukkan bahwa penyangraian sangat berpengaruh
terhadap kandungan polifenol pasta kakao non fermentasi. Semakin tinggi suhu
penyangraian, semakin rendah kadar polifenol pasta kakao yang dihasilkan.

3.1.3.1 Proses Pembuatan

a. Penyangraian

Proses penyangraian biji coklat dilakukan pada suhu maksimal 150oC,


selama 10 – 35 menit, tergantung dari tujuan akhir penggunaan biji. Biji
yang akan diolah menjadi coklat (chocolate), membutuhkan proses sangrai
yang lebih intensif dibandingkan dengan biji yang akan diolah untuk
menjadi coklat bubuk (cocoa powder). Apapun metode penyangraian yang
dipilih, proses tidak boleh menghanguskan kulit karena akan merusak
flavor. Selama proses penyangraian, kadar air biji turun menjadi sekitar 2%
dan terjadi pembentukan flavor coklat. Biji akan berwarna lebih gelap
dengan tekstur yang lebih rapuh dan kulit menjadi lebih mudah dipisah dari
daging biji (nib). Penyangraian juga akan mempermudah proses ekstraksi
lemak. Selain itu, panas selama penyangraian juga berperan untuk
membunuh kontaminan yang mungkin terikut dari tahapan sebelumnya.
Kemudian secepatnya didinginkan untuk mencegah pemanasan yang
berlebihan.

b. Pengayakan (Winnowing)

Selesai dipanggang, biji kakao masuk ke proses pemisahan cangkang


dan inti biji (nibs) dengan cara diayak menggunakan winnowing
machine. Seringkali cangkang yang sudah dalam keadaan setengah hancur
itu akan terpisah dengan sendirinya dalam proses pengayakan. Sesudahnya
akan melewati proses alkalisasi untuk mengembangkan rasa dan warna.
Biasanya menggunakan kalium karbonat.

c. Penggilingan (Broyage)

Biji selanjutnya dihancurkan dan dipisahkan dari kulit ari dan


lembaganya dengan menggunakan teknik hembusan udara (menampi secara
mekanis). Keberadaan kulit ari dan lembaga tidak diinginkan karena akan
merusak flavor dan karakteristik produk olahan coklat. Proses ini dilakukan
secara bertingkat sebanyak 2 – 3 tahap untuk memperoleh pasta coklat
(cocoa liquor atau yaitu partikel tersuspensi dalam cocoa butter) dengan
tingkat kehalusan tertentu.

d. Pengadukan (Stiring)

Cairan cokelat kental yang berbentuk pasta ini lalu diberi gula, susu atau
bahan pencampur lainnya untuk menambah cita rasa cokelat lalu cocoa
liquor akan diekstrak untuk mendapatkan kakao bermassa padat (cocoa
presscake) dan lemak coklat (cocoa butter).

e. Tempering

Proses terakhir adalah tempering. Proses ini merupakan tahap


pengolahan cokelat yang membedakan jenis cokelat berdasarkan
pengolahan susu. Cokelat akan melewati proses pemanasan, pendinginan
lalu dipanaskan kembali demi mencegah perubahan warna dan lemak coklat
di dalam produk. Setelah seluruh proses selesai, cokelat dimasukkan ke
dalam cetakan dan didinginkan di ruangan pendingin.
3.2 Produksi Non Pangan
3.2.1 Sabun Kakao

Gambar 4. Sabun mandi Kakao


Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao
oleh Linnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di
bagian hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan
teduh (Spillane, 1995).
Buah kakao tidak asing lagi bagi masyarakat, Pohon bernama
ilmiah Theobroma cacao L. itu menghasilkan buah yang diolah menjadi coklat
batangan maupun coklat serbuk untuk minuman. Selain itu buah coklat juga dapat
diolah menjadi sabun mandi.
3.2.1.1 Proses pembuatan Sabun Kakao
Berikut merupakan cara pembuatan sabun kakao

Bahan yang digunakan

a. Soda Api (NaOH 180gram)


b. Minyak Sawit 800 mililiter
c. Minyak zaitun 200 mililiter
d. Bubuk kakao
e. Essence coklat secukupnya
f. Aquades (air suling) 500 mililiter

Adapun Alat yang digunakan yaitu:

a. Wadah tahan panas (gelas pirex, stainless steel)


b. Baskon (stainless steel, plastic polipropilen)
c. Belnder atau mixer
d. Cetakan (stenlees steel, plastic polipropilen)
e. Sendok plastic atau kayu yang kuat

Proses Pembuatannya dibagi menjadi 2, yaitu proses pembuatan larutan soda api
dan proses pembuatan sabun kakao.

a. Proses pembuatan Larutan Soda Api


pertama kali buat larutan soda api. Gunakan baju lengan panjang, kaca mata
pelindung, masker, dan sarung tangan lateks. Larutan soda api (NaOH)
dapat mengakibatkan kebutaan apabila terkena mata dan menyebabkan rasa
terbakar apabila terkena kulit sehingga diperlukan kehatian-hatian dalam
pembuatan maupun penggunaannya. Lakukan di tempat terbuka atau di
tempat yang bersirklasi udara baik. Jangan menghirup udara dari larutan ini.
Masukkan air ke dalam wadah tahan panas yang terbuat dari stainless steel
atau plastic polipropilen. Lalu masukkan soda api sedikit demi sedikit
sambil diaduk dengan hati-hati sampai semuanya larut. Simpan di tempat
yang aman untuk didinginkan sampai suhu kamar
b. Proses Pembuatan Sabun Kakao
Proses selanjutnya adalah membuat sabun batang dari kakao. Awalnya
membuat pasta kakao. Caranya dengan mencampurkan bubuk kakao dengan
air suling secukupnya sampai teksturnya seperti pasta. Lalu masukkan
minyak sawit, minyak zaitun, dan pasta kakao ke dalam baskom yang
terbuat dari stainless steel atau plastic polipropilen. Tambahkan larutan soda
api sedikit demi sedikit sambil diaduk menggunakan mixer. Pengadukan
dilakukan sampai terjadi trace kemudian tambahkan essence cokelat. Aduk
kembali hingga homogen. Trace adalah kondisi dimana larutan sabun sudah
mengental. Cara mengetahui apakah sudah terjadi trace adalah dengan
ditekan menggunakan sendok, apabila bekas sendok tidak kembali berarti
sudah terjadi trace. Larutan dituang ke dalam cetakan yang terbuat dari
stainless steel atau plastic polipropilen, tutup menggunakan kain dan
didiamkan selama 3 hari untuk menetralkan alkali. Setelah itu sabun
dikeluarkan dari cetakan dan letakkan pada tempat kering selama 4 – 6
minggu. Sabun siap digunakan.
3.2.2 Masker Gel Kulit Buah Kakao

Gambar 5. Masker Gel kulit Buah Kakao

Kulit buah kakao belum dimanfaatkan secara optimal bahkan sebagian besar
masih merupakan limbah perkebunan kakao karena hanya dikumpulkan pada
lubang kemudian ditimbun. Limbah tersebut menjadi suatu masalah yang serius
yaitu menimbulkan penyakit inokulum yang signifikan bila digunakan sebagai
pupuk kompos pada tanaman dan bersifat toksik bila digunakan sebagai pakan
ternak. Untuk itu perlu dicari cara pemanfaatan kulit buah kakao yang lebih efisien
dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Puslitkoka, 2005).

Masker bermanfaat untuk mencerahkan kulit wajah, mengecilkan pori-pori,


mengurangi kadar minyak pada kulit berminyak dan mengurangi jerawat serta
menyamarkan noda hitam pada kulit wajah. Berdasarkan uraian diatas, peneliti
tertarik untuk memformulasikan kandungan antioksidan dalam kulit buah kakao
sebagai bahan aktif pada sediaan masker wajah karena tanaman kakao mengandung
senyawa antioksidan dan antiradikal yang telah diuji secara in vitro. Beberapa dari
senyawa fenolik tersebut yaitu katekin, epikatekin, antosianidin, proantosianidin,
asam fenolik, dan beberapa flavonoid lainnya (Arlorio, 2005).

3.2.2.1 Proses Pembuatan Masker Gel Kulit Kakao

Berikut merupakan cara pembuatan makser gel kulit kakao (Ufla dkk, 2019)

Adapun alat yang digunakan yaitu:

a. Timbangan analitik
b. Gelas ukur
c. Batang pengaduk
d. Corong
e. Erlenmeyer
f. Spatula
g. Kaca arloji
h. Cawan penguap
i. Spektofotometer UV-Vis
j. Rotary evaporator
k. pH meter

Adapun bahan yang diperlukan yaitu:

a. aquades
b. aseton
c. etanol
d. DPPH (1,1- Diphenyl-2 PicriHidrazyl)
e. Ekstrak kulit kakao
f. Metil paraben
g. Propil paraben
h. Propilen glikol
i. Gliserin
j. CMC

3.2.1.2 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakanyaitu kulit buah kakao yang telah masak dipetik dari
perkebunan di Kabupaten Lampung Timur ProvinsiLampung, kemudian dipotong
secara melintang dan dikeluarkan bijinya menggunakan tangan. Selanjutnya kulit
buah kakaodipotong-potong kecil, lalu diangin-anginkan hingga keringsempurna,
ditimbang bobotnyasebanyak 800 gram kemudian diekstraksi dengan cara maserasi
menggunakan pelarut aseton. Setelah itu masing-masing disaring, kemudian
dirotarievaporator sampai diperolehekstrak kental.

3.2.1.3 Pembuatan Larutan Vitamin C

Vitamin C ditimbangsebanyak 0,01 g kemudiandiencerkan dengan etanol


dalam labu ukur 100 ml untuk didapatkankonsentrasi larutan vitamin Cdalam
100 µg/mL. Dari konsentrasi 100 ppm kemudian diencerkan untuk didapatkan
seri konsentrasi (0,625., 1,25., 2,5., 5., 10 µg/mL).
3.2.1.3 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Kakao

Ekstrak pekat kulit buah kakao ditimbang sebanyak 0,01 g kemudian


dilarutkan etanol dalam labu ukur 100 ml untuk membuat larutan induk 100 µg/mL.
Larutan induk 100 µg/mL tersebut kemudian diencerkan menjadibeberapa seri
konsentrasi (5, 10, 15, 20, 25 µg/mL). Sebanyak 2,0 ml larutan DPPH 0,1 mM
kemudian di inkubasi pada suhu 370C selama 30 menit. Serapan diukur pada
panjang gelombang maksimum. Hasil serapan larutan uji dibandingkan dengan
hasil serapanVitamin C sebagai kontrol positif.
3.2.1.4 Formulasi Sediaan Masker Gel Esktrak Kulit Kakao

Bahan Konsentrasi Fungsi


(%)

sampel 1 Zat aktif

CMC 1 viskositas

Propilenglikol 15 Humektan

Gliserin 10 Humektan

Metil paraben 0, 2 Pengawet

Propil Paraben 0,1 Pengawet

Etanol 15 Pelarut

Aquades Add 100 Pelarut

Proses Pembuatan:

1. Pembuatan ekstrak kental kulit kakao


2. Lalu ekstrak dilarutkan dalam etanol sedikit demi sedikit hingga ekstrak
larut sempurna.
3. Kemudian CMC dikembangkan dalam aquades hingga mengembang
(wadah A),
4. larutkan metil paraben dan propil paraben ke dalam propilenglikol dan
gliserin (wadah B).
5. Campurkan wadah A, dan wadah B secara berturut-turut kedalam wadah
A lalu diaduk hingga homogen.
6. Tambahkan ekstrak yang telah dilarutkan dalam etanol sedikit demi sedikit,
lalu aduk hingga homogen,
7. Kemudian tambahkan aquades Add 100 dan aduk kembali hingga homogen.
Formulasi gel masker ekstrak kulit buah kakao menggunakan eksipien
diantaranya CMC, propilenglikol, metil paraben, propil paraben, etanol, gliserin.
CMC berfungsi sebangai peningkat gelling agent, propilenglikol berfungsi sebagai
humektan, metil paraben dan propil paraben berfungsi sebangai pengawet untuk
menghindari timbulnya mikroba. Sementara itu etanol digunakan sebagai pelarut
zat aktif dan dapat mempercepat waktu kering gel. Formulasi gel masker ekstrak
kulit buah kakao menggunakan eksipien diantaranya CMC, propilenglikol, metil
paraben, propil paraben, etanol, gliserin. CMC berfungsi sebangai peningkat gelling
agent, propilenglikol berfungsi sebagai humektan, metil paraben dan propil paraben
berfungsi sebangai pengawet untuk menghindari timbulnya mikroba. Sementara itu
etanol digunakan sebagai pelarut zat aktif dan dapat mempercepat waktu kering gel.

Tabel Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Kakao dan


Vitamin C dengan Metode DPPH

Sampel Konsentrasi Rata-rata Nilai IC50 Keterangan


uji (µg/mL) %inhibisi (µg/mL)
(%)
Ekstrak 25 78,12
Kulit 20 67,2
Buah 15 48,43 15,46 Sangat Kuat
kakao
10 37,5
5 18,74
0
10 83,32
5 45,45
Vitamin C 2,5 21,21 5,07 Sangat Kuat
1,25 12,12
0,625 7,57
0
Tabel Hasil Uji Organoleptik Sediaan Masker Gel Ekstrak Kulia Buah
Kakao

Parameter organoleptic Hasil pengamatan


Bau Aroma etanol
Warna Coklat jernih
Konsistensi Kental halus
Homogenitas Homogen

Tabel Hasil Evaluasi Fisika Sediaan Masker Gel Ekstrak Kulit Kakao

Parameter Standar Hasil pengamatan


Uji pH 4,5 – 6,5 5
Uji Daya Sebar 5 -7 cm 7,8 cm dan 8,3 cm.
Uji Waktu Kering 15 -30 menit 28 menit
Uji Cycling Test - Tidak berubah setelah diamati selam
masing-masing 3 siklus pada suhu 40C dan
suhu 400C

3.2.3 Krim Wajah Kakao

Gambar 6. Krim Wajah Kakao


Krim adalah produk kosmetik yang mudah dan praktis penggunaannya dan
didefinisikan sebagai sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Umumnya
produk krim terbentuk dari minyak yang dimasukkan ke dalam air pada fase minyak
dan humektan yang lebih banyak dari produk lotion. Krim terdiri dari 15% - 40%
fase minyak dan 5% - 15% fase humektan, dengan karakteristik penampakannya
hampir sama dengan produk lotion (Windarwati, 2011). Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi menyebabkan berbagaiprodusen krim muka membuat
inovasi untuk menambahkan zat lain yang bermanfaat bagi kesehatan wajah.
Penambahan bahan aktif tertentu pada krim muka dapat mengurangi jumlah kerutan
pada kulit muka dan bintik hitam atau flek serta melindungi kulit wajah dari paparan
sinar matahari.

Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kakao
kering yang tidak difermentasi dari buah kakao yang diperoleh dari Kabupaten
Luwu Provinsi Sulawesi Selatan; madu lebah diperoleh dari tempat penangkaran
lebah di Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara.

 Bahan ingredient untuk krim wajah meliputi :


- Ekstrak metanol biji kakao non fermentasi
- Madu lebah
- Lemak kakao,
- Minyak zaitun,
- Asam stearat, c
- Cetyl alkohol,
- Propilen glikol
- Gliserin,
- Metil paraben
- Aquadest bidestilat
- Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi bahan aktif dari biji
kakao non fermentasi, yaitu n-heksan (teknis) dan metanol p.a.
 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
- Tempat penjemuran biji kakao non fermentasi
- Rotary evaporator
- Corneometer CM 825
- Waterbath, corong kaca (pyrex),
- Kertas saring whatman no 41,
- Timbangan digital (sartorius),
- Cawan petri
- Gelas ukur 1500 ml (pyrex),
- Erlen meyer 250 ml,
- Gelas piala 250 ml
- Panci stainles stell
- Mixer
3.2.3.1 Proses Pembuatan Krim Wajah

Proses pembuatan krim wajah diawali dengan melakukan penimbangan


bahan-bahan yang akan digunakan pada pembuatan krim wajah. Pada proses
pembuatan krim wajah, formula dasar yang digunakan adalah modifikasi dari
formula dan proses pembuatan produk krim Sartini (2013) dan Hasni Hasan (2008),
dibagi ke dalam dua fase yaitu fase minyak dan fase air dengan tipe fase minyak
yang dituang ke dalam fase air (m/a).Formulasi krim wajah disajikan pada Tabel.
Fase minyak terdiri dari gliserin 1,95%; lemak kakao 2,925%; minyak
zaitun 0,585%; asam stearate 1,95%; cetil alcohol 0,977%; dan propil paraben
0,02%. Fase air terdiri dari metil paraben 0,176%; propilen glikol 4,875%; aquadest
82,41%.Fase minyak dan fase air merupakan variable tetap (konstan), sedangkan
komponen aktif yang terdiri dari dari ekstrak methanol biji kakao non fermentasi
dan madu lebah adalah variable tidak tetap (perubah).

Konsentrasi ekstrak methanol biji kakao non fermentasi : madu lebah pada
formula krim A adalah 2,34%: 1,56% dan pada formula krim B adalah ekstrak
methanol biji kakao non fermentasi: madu lebah adalah 1,56% : 2,34%. Bahan-
bahan fase minyak dilebur di atas penangas air (waterbath) hingga suhu mencapai
70o C. Saat mencapai suhu 70o C ditambahkan propil paraben dan tetap berada
dalam waterbath dengan suhu konstan 70o C.Pada waterbath yang lain dipanaskan
bahan-bahan fase air hingga mencapai suhu 70o C. Saat mencapai suhu 70o C
ditambahkan propilen glikol dan metil paraben dengan tetap mempertahankan suhu
70o C. Krim wajah dibuat dengan cara bahan-bahan fase minyak dituangkan sedikit
demi sedikit ke dalam bahan-bahan fase air sambil diaduk dengan mixerdengan
tetap mempertahankan suhu waterbath 70o C.
Setelah bahan-bahan fase minyak seluruhnya telah dituang ke dalam fase air
dilanjutkan dengan menambahkan novemmer sebagai jembatan antara fase minyak
dengan fase air. Pada saat novemmer telah ditambahkan, penangas air (waterbath)
dimatikan, dan tetap terus di mixer. Pada saat mencapai suhu 45o C ditambahkan
komponen aktif (ekstrak methanol biji kakao non fermentasi dan madu lebah) serta
parfum dan tetap terus di mixer hingga dihasilkan produk krim wajah.
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapat dari dilakukannya identifikasi produk


agroindustri dari buah kakao adalah, komoditas buah kakao di Indonesia sangat
besar, banyak jenis dari buah kakao. Produk pangan yang dapat dihasilkand ari
kakao adalah Bubuk Coklat, Pasta Coklat, Lemak Coklat. Adapun produk non
pangan yang dapat dihasilkan dari kakao berupa Sabun Mandi Buah Kakao, Makser
Gel Buah Kakao, Krim Wajah buah Kakao.

4.2 Saran

Adapun saran yang didapat dari dilaksanakannya identifikasi produk


agroindustry “kakao” adalah para praktikan lebih memperhatikan materi, lebih
memahami materi, dan mengamati materi yang telah diberikan. Hal tersebut
bertujuan agar mahasiswa dapat mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA

Arlorio, M., et al. (2005). Antioxidant and BiologicalActivity of Phenolic Pigments


from Theobroma Cacao L. Hulls Extracted withSupercritical CO2. Food
Research Int., 38, pp:1009- 1014.
Beckett, S.T. (editor). 1994. Industrial Chocolate Manufacture and Use 2nd edition.
Blackie Academic and Professional, an imprint of Chapman & Hall. India.
BPTP Sulawesi Tenggara. 2011. Manfaat Biji Kakao Untuk Kesehatan.
sultra.litbang.deptan.go.id.
Departemen Perindustrian, gambaran sekilas industri kakao. Sekertariat jenderal
2007.

Hasni Hasan, N., 2008. Pembuatan Alas Bedak Rose (Tidak Dipublikasikan)
Laboratorium Terpadu Program Profesi Apoteker. Fakultas Farmasi Unhas,
Makassar.

Hatmi, R. U. dan Rustijarno, S. 2012. Teknologi Pengolahan Biji Kakao Menuju


SNI Biji Kakao 01-2323-2008. Yogyakarta: Kementerian Pertanian.

Heddy, S. 1990. Budidaya Tanaman Kakao. Angkasa. Bandung.

Jinap, S.; W.I. Wan Rosli; A.R. Russly & L.M. Nurdin (1998). Effect of roasting
time and temperature on volatile components profile during nib roasting of
cocoa beans (Theobroma cacao). Journal of the Science and Food
Agriculture, 77, 441– 448.
Jinap, S., P.S. Dimick, and R. Hollender. 1998. Flavour Evaluation of Chocolate
Formulated from Cocoa Beans from Different Countries. Food Control Vol.
6(2): 105-110
Lukito, A.M., Y. Mulyono, I. Tetty, Hadi dan R. Nofiandi. 2010. BudidayaKakao.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jakarta.

Minifie, B.W. 1999. Chocolate, Cocoa, and Confectionery: Science and


Technology 3rd Edition. Van Nostrand Reinhold. New York.

Muljana, W. 2001. Bercocok Tanam Cokelat. CV Aneka Ilmu. Semarang.


Mulato, S., Widyotomo, S. dan Suharyanto. 2005. Pengolahan Produk Primer dan
Sekunder Kako. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Jember.
Nuraeni, L., S. Riyadi, H. S. T. Siregar. 2003. Budidaya Pengolahan DanPemasaran
Cokelat. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Poedjiwidodo, M. S., 1996. Sambung Samping Kakao. Jawa Tengah: Trubus


Agriwidya.

Poedjiwidodo, Y. 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus Agriwidya.


Puslitkoka, 2005. Panduan Lengkapbudidaya Kakao. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Romalawati,M.2012. Pabrik Pengolahan Biji Kakao Menjadi Cokelat Bubuk
(Cocoa Powder) dan Lemak Cokelat (Cocoa Butter). Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran”Jawa Tumur
Sartini. 2013. Pemanfaatan Kakao Sebagai Sumber Bahan Aktif Pembantu Sediaan
Farmasi (Obat dan Kosmetika) dan Suplemen Makanan. Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Industri Kakao dan Hasil Perkebunan Lainnya. Balai
Besar Industri Hasil Perkebunan Kementerian Perindustrian
Sidabutar, S.V., B. Siagian, dan Meiriani. 2013. Respons pertumbuhan bibit
kakao(Theobroma cacao L) terhadap pemberian abu janjang kelapa sawit
dan pupuk urea pada media pembibitan. Jurnal Online Agroteknologi, 1(4)
Siregar dan T.H. Sarif. 1989 Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Coklat.Penebar
Swadaya.
Sokopitojo, S. 2008. Aplikasi CBE dalam Industri Snack Berbasis Cokelat. Food
Review Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang.
Spillane, J. 1995. Komoditi Kakao, Peranan Dalam Perekonomian Indonesia.
Yogyakarta: Kanisius.
Sunanto, H. 1994. Budidaya Kemiri Komoditas Ekspor. Yogyakarta: Kanisius.
Sunanta, H. 1992. Budidaya, Pengelolaan Hasil dan Aspek Ekonomi Cokelat.Aksi
Agrari Kanisius. Yogyakarta.
Suprapti, et al. 2011. Pembuatan Makanan Kesehatan Dari Pasta Cokelat Non
Fermentasi Kaya Polifenol. Laporan Penelitian Balai Besar Industri Hasil
Perkebunan, Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri,
Kementrian Perindustrian.
Surti, K. 2012. Pemanfaatan marka molekuler untuk mendukung perakitankultivar
unggul kakao (Theobroma Cacao L.). Skripsi. Program Studi Agronomi.
Institut Pertanian Bogor.
Tjitrosoepomo, G. 1993. Taksonomi Tumbuhan. UGM Press. Yogyakarta.
Tumpal. H.S, dkk. 2010. Budidaya Pengolahan Cokelat. Jakarta: Penebar Swadaya.
Ulfa ,A,M , Chusniasih D, dan Dinda B,A.2019.Pemanfaatan Potensi Antioksidan
dari Limbah Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) Dalam Sediaan
Masker Gel. Jurnal Farmasi Malahayati Vol 2 No 1
Waluyo, K. 2010. Budidaya Coklat. Epsilon Grup. Buahbatu. Bandung.
Windarwati, S. 2011. Pemanfaatan Fraksi Aktif Ekstrak Tanaman Jarak Pagar
Sebagai Zat Antimikroba dan antioksidan Dalam Sediaan Kosmetik. Tesis.
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai