Anda di halaman 1dari 61

PENGARUH SUHU DAN PENGADUKAN TERHADAP

REAKSI POLIMERISASI ETHYLEN BISTEARAMIDE (EBS)

TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana (S1) Pada Jurusan
Teknik Kimia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Diajukan oleh :
Fitrian 3335082710
Mona Anggraini 3335082728

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
CILEGON - BANTEN
2014
TUGAS AKHIR
PENGARUII SUHU DAI{ PENGADT]KAI{ TERIIADAP
REAKSI POLIMERISASI ETIIYLEI\TE BIS STEARAMIDE

Dipersiapkan dan disusun oleh :


Fitrian (33s082710)
Mona Anggraini (33ss082728)
Telah Disetujui oleh Dosen Pembimbing dan Telah Dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada Tanggal: 9 Juni 2014
Telah diperiksa dan disetujui

I)osen Pembimbing I Dosen Pembimbing II


4
ffi
Heri Herivanto..ST.M.Ens
W
Widva Ernavati IC.S.SI..IVI.SI
NIP. 19751022200501 1002 NIP. 19791013200912001

fr
I)osen Penguji I Dosen Penguji II Dosen Penguji Itr


Rudi Hartono.,ST..MT
llIP. 197602062001 12 1001
M
Marta Pramudhita..ST..MT
nrP.19761 1312009122001
Jayanudin..ST..M.Eng
l\rP. 1 97808 I 1200s0 r 1003

Tugas Akhir Ini Telah Diterima Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Teknik
Prfrr Tanggal : IS Juti 2014

10012008011007
ABSTRAK

Ethylene Bi- Stearamide ( EBS ) merupakan senyawa biopolimer yang terbentuk


melalui proses polimerisasi antara asam stearat dan ethylendiamine. EBS dapat
digunakan sebagai pelumas internal dan eksternal untuk plastisitas termal dan plastik
termoset, seperti ABS, PS, AS, dan PVC, serta PE, PP, PVAC, selulosa, acctate,
nylon, pheonolic resin. EBS merupakan produk polimer berbasis turunan kelapa
sawit. Karena bahan baku utama EBS adalah asam stearat yang merupakan produk
turunan dari kelapa sawit. Selain itu EBS dapat digunakan dalam logam bubuk,
pengubah aspal, karet, perekat, dan pelapis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui temperatur operasi dan pengadukan optimum, sehingga dapat
menghasilkan produk EBS yang sesuai dengan SNI. Parameter uji yang diamati
adalah angka asam, dan spektrofotometer infra merah sesudah dilakukan reaksi.
Terdapat tiga tahapan proses, yaitu proses pengumpanan ethylendiamine, proses
polimerisasi EBS serta proses pencucian produk EBS yang dihasilkan. Reaktor yang
digunakan adalah reaktor polimer untuk tahap pertama proses polimerisasi, yaitu
dengan mereaksikan antara asam stearamide dan ethylendiamine pada suhu 150 -
180oC selama 4 jam. Pengambilan sampel dilakukan setiap 30 menit selama 2,5 jam
untuk dianalisa bilangan asam dan dilakukan proses pencucian menggunakan pelarut
etanol selama 5 menit proses pencucian kemudian dilakukan proses analisa
spektrofotometer infra merah menggunakan metode FTIR. Kondisi optimum
menghasilkan produk EBS yang sesuai dengan SNI adalah pada suhu 180 oC dan
kecepatan pengadukan 700 rpm. Kondisi ini dicapai dalam waktu 360 menit sehingga
menghasilkan produk EBS dengan bilangan asam 1,197 gr NaOH/gr EBS, dan
spektrofotometer infra merah menunjukkan adanya gugus amida di dalam produk
EBS yang dihasilkan. Berdasarkan FTIR, produk EBS yang dihasilkan memiliki
kemiripan yang tinggi dengan EBS standar yang beredar di pasaran. .

Kata kunci : Ethylene Bis Stearamide, Angka asam, Spektrofotometer infra merah

iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan nikmat-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “Pengaruh Suhu Dan
Pengadukan Terhadap Reaksi Polimerisasi Ethylen Bistearamid”.
Laporan penelitian ini tidak akan tersusun dengan baik tanpa izin Tuhan
YME kemudian dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terimakasih khusus kepada:
1. Bapak Heri Heriyanto,ST.M.Eng., selaku dosen pembimbing satu, atas
segala bantuan, bimbingan, saran, serta waktu yang diberikan selama ini.
2. Ibu Widya Ernayati K,S.SI.M.Si., selaku dosen pembimbing dua, atas
segala bantuan, bimbingan, saran, serta waktu yang diberikan selama ini.
3. Ibu Dhena Ria Barleany,S.ST.M.Eng., selaku koordinator penelitian dan
tugas akhir Jurusan Teknik Kimia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Bapak Dr-Ing Anton Irawan,ST.MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
5. Bapak Jayanudin,ST.M.Eng., selaku dosen penguji, atas segala bantuan,
bimbingan, saran, serta waktu yang diberikan selama ini.
6. Bapak Rudi Hartono,ST.MT., selaku dosen penguji, atas segala bantuan,
bimbingan, saran, serta waktu yang diberikan selama ini.
7. Ibu Marta Pramuditha,ST.MT., selaku dosen pembimbing satu, atas segala
bantuan, bimbingan, saran, serta waktu yang diberikan selama ini.
8. Bapak Drs. Erizal, selaku Kepala Laboratorium BATAN
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak
terdapat kekurangan, penyusun mengharapkan saran kritik yang membangun
untuk memperbaiki dimasa akan datang. Akhir kata, penulis berharap agar laporan
tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya. Cilegon, Juli 2014

Penulis

iv
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL LAPORAN TUGAS AKHIR...................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
ABSTRAK….........................................................................................................iii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
DAFTAR ISI..........................................................................................................v
DAFTAR TABEL…...........................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................viii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………….2
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………….…….2
1.4 Ruang Lingkup ....………………………………………………………….…2
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Ethylene Bistearamide (EBS) ……………………...…………………………3
2.2 Asam Stearat………………………………………………………………….5
2.3 Ethylenediamin……………………………………………………………......7
2.4 Asam Karboksilat……………………………………………………………..7
2.5 Anhidrida Asam……………………………………………………………….7
2.6 Amina………………………………………………………………………….8
2.7 Reaksi Anhidrida Asam dengan Amina Primer……………………………….8
2.8 Polimer………………………………………………………………………...9
2.8.1 Definisi Polimer………………………………………………………....9
2.8.2 Derajat Polimerisasi………………………...……………………....….11
2.8.3 Klasifikasi Polimer…………………………………………………......11
2.8.3.1 Berdasarkan Asalnya……………………………....…………..11
2.8.3.2 Berdasarkan Jenis Monomer……………………………….…..12
2.8.3.3 Berdasarkan Sifat Terhadap Panas……………………..……...13
2.9 Hubungan Pengaruh Suhu dan Kecepatan Pengadukan Terhadap Nilai Angka
Asam EBS …………………………………………………………………...14
2.10 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Polimerisasi………………..15

v
2.11 Spektrofotometer FTIR……………………………………………………..17
BAB III Metodologi Percobaan
3.1 Tahapan Penelitian…………………………………………………………...20
3.2 Prosedur Penelitian..…………………………………….…………………...22
3.3 Alat dan Bahan..……………………………………………………..............23
3.3.1 Alat yang Digunakan..............................................................................23
3.3.2 Bahan yang Digunakan...........................................................................23
3.4 Gambar Alat...................................................................................................23
3.5 Variabel Penelitian.………………………………………….….....................23
3.5.1 Variabel Tetap.........................................................................................23
3.5.2 Variabel Berubah....................................................................................24
3.6 Metode Pengumpulan dan Analisa Data.......…………...…………………..24
BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Perubahan Kecepatan Pengadukan pada Proses Pembuatan EBS…….25
4.2 Profil Perubahan Suhu pada Proses Pembuatan EBS………………………..27
4.3 Hasil Analisa Spektrofotometer Infra Merah………………………………...28
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Spesifikasi Kualitas Produk EBS…………………………………..4


Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak Kelapa Sawit…………………………….6
Tabel 4.1 Hasil Analisa FTIR………………………………………………..30

vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 1 Produk Ethylene Bis Stearamide………………………......................……4


Gambar 2 Mekanisme Reaksi Pembentukan EBS………………………………...5
Gambar 3 Struktur Molekul EBS………………………………………..………..6
a. Satu dimensi……………………………………………………...6
b. Tiga dimensi……………………………………………………...6
Gambar 4 Diagram Alir Proses Polimerisasi EBS…………………………….…20

Gambar 5 Diagram Alir Proses Analisa Bilangan Asam………………………...21

Gambar 6 Diagram Alir Proses Pencucian EBS…………………………………21

Gambar 7 Rangkaian Alat Pembuatan EBS……………………………………...23


Gambar 8 Profil Perubahan Kecepatan Pengadukan Terhadap Nilai Angka Asam
EBS pada T=150 0C dan pengadukan (750;800) rpm……………25
Gambar 9 Profil Perubahan Kecepatan Pengadukan Terhadap Nilai Angka Asam
EBS pada T=160 0C dan pengadukan (700;750;800) rpm……….26
Gambar 10 Profil Perubahan Kecepatan Pengadukan Terhadap Nilai Angka Asam
EBS pada T=170 0C dan pengadukan (700;750;800) rpm……….26
Gambar 11 Profil Perubahan Suhu Operasi Terhadap Nilai Angka Asam EBS
pada 700 rpm dan pengadukan (160;170;180) C………………...27
Gambar 12 Profil Perubahan Suhu Operasi Terhadap Nilai Angka Asam EBS
pada 750 rpm dan pengadukan (150;160;170) C………………..27
Gambar 13 Profil Perubahan Suhu Operasi Terhadap Nilai Angka Asam EBS
pada 800 rpm dan pengadukan (150;160;170) C……………….28
Gambar 14 Spektrofotometer EBS di pasaran………………………………….29
Gambar 15 Spektrofotometer EBS produk pada suhu T=180 0C; 700 rpm…….29

viii
viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Biomaterial adalah segala macam bahan atau material yang berasal dari
makhluk hidup atau dibuat dari bahan yang berasal dari makhluk hidup.Berdasar
pengertian ini berarti biomaterial dapat berupa bahan organik, anorganik, bahan
alam atau bahan sintetis.
Asam stearat merupakan biomaterial yang diperoleh dari hasil hidrogenasi
minyak nabati yang dihasilkan dari kelapa sawit. Reaksi antara asamdigunakan
sebagai pelumas dalam industri pembuatan plastik.
Kebutuhan EBS terus meningkat seiring dengan meningkatnya produk-
produk plastik. Kebutuhan EBS sebagai pelumas plastik sebesar 0,1% - 1%. Data
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan angka konsumsi plastik
nasional per kapita sudah mencapai 10 kg. Data sensus penduduk pada tanggal
31 Desember 2010 mencapai 237.641.326jiwa (Badan Pusat Statistik 2010). Ini
berarti kebutuhan plastik Indonesia mencapai 2.376.413,260 Ton, sedangkan
kebutuhan EBS sebesar 23.764,1 Ton. Sementara Indonesia masih mengimpor
untuk mencukupi kebutuhan EBS. Hal ini merupakan potensi usaha untuk
mendirikan dan mengembangkan produk EBS.
Produk EBS dapat dibuat dengan cara mereaksikan asam stearat dan etilen
diamin dengan kondisi operasi yang beragam. Beberapa penelitian mengenai
proses pembuatan EBS yang telah banyak dilakukan. Freedman, dkk, suhu
alkoholisis minyak nabati pada umumnya mendekati titik didih alcohol, tetapi dari
hasil penalitian diketahui bahwa reaksi sudah dapat terjadi pada suhu
kamar.Prounitzdkk., 1999, pada reaksi alkoholisis, reaktan – reaktan pada
awalnya membentuk suatu system cairan 2 phasa yaitu gliserol dan minyak.
Pengadukan bertujuan untuk menambah jumlah tumbukan antara molekul –
molekul reaktan, sehingga kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar.
Sayyadnejjad, dkk, 2010, membuat EBS dengan cara mereaksikan etilendiamin
dan asam stearat dalam keadaan refluks. Refluks ini digunakan untuk mencegah
2

etilendiamin menguap. Selain itu, kondisi reactor dijaga dari udara luar yang akan
menyebabkan teroksidasinya etilendiamin oleh oksigen.

1.2 Rumusan Masalah


Percobaan pendahuluan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa produk
EBS yang dihasilkan masih berwarna kuning dan memiliki bilangan asam yang
tinggi, sehingga belum masuk spesifikasi SNI. Warna kuning ini dapat
menyebabkan kusamnya warna pada plastic jika dijadikan sebagai bahan adiktif.
Warna kuning pada EBS dapat disebabkan oleh berbagai factor diantaranya suhu
reaksi, transfer massa yang belum optimal dan gangguan dari lingkungan seperti
udara. Asep Nanang, dkk, membuat EBS dengan melakukan variasi suhu dan
konsentrasi reaktan, pada suhu 150 0C dengan perbandingan konsentrasi reaktan
asam stearate dan etilendiamin yaitu 11 : 1 dan waktu reaksi selama 120 menit
menghasilkan bilangan asam sebesar 5,61 mg KOH/gr EBS dan spectra infra
merah menunjukkan adanya gugus amida didalam produk EBS yang sudah dibuat
namun berdasarkan FTIR, kemurnian dari produk EBS yang dihasilkan masih
rendah dan berwarna kuning. Dengan mengetahui faktor – faktor yang terlibat,
diharapkan pada penelitian ini diketahui proses terbaik yang dapat dilakukan
untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi SNI. Penelitian ini
akan difokuskan pada variasi suhu dan kecepatan pengadukan.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian pembuatan EBS ini adalah menentukan suhu reaksi
dan kecepatan pengadukan yang tepat untuk pembuatan EBS yang dapat
memenuhi spesifikasi SNI.
3

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Bahan baku utama yang digunakan yaitu asam stearate teknis dan
etilendiamin teknis. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah bilangan
asam, dan spektrofotometer infra merah. Kondisi operasi penelitian dilakukan
pada tekanan atmosferik, suhu 150 – 180 oC dan kecepatan pengadukan 700, 750,
dan 800 rpm................................................................................................................
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Plastik telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern


selama beberapa dekade. Dari alat rumah tangga hingga suku cadang mobil,
plastik telah menyediakan bahan terjangkau namun kuat untuk berbagai peralatan
yang digunakan manusia.
Plastik adalah salah satu bentuk polimer yang terdiri dari rantai panjang
atau rangkaian molekul yang lebih kecil yang dikenal sebagai monomer.
Monomer tersusun dari atom yang biasanya diambil dari bahan alami atau organik
dan sering diklasifikasikan sebagai petrokimia.
Polimer dibuat dengan merangkaikan rantai monomer yang dapat
dilakukan dengan metode thermosetting dan thermoplastic. Pada metode
thermosetting, monomer cair dituangkan ke dalam cetakan dan dibiarkan dingin.
Pemanfaatan EBS ini digunakan sebagai pelumas internal dan eksternal
untuk plastisitas termal dan plastik termoset, seperti ABS, PS, AS, dan PVC serta
PE, PP, PVAC, selulosa, accetate, nylon, pheonolic resin. Ethylen Bis Stearamide
(EBS) merupakan produk polimer berbasis turunan kelapa sawit. Karena bahan
baku EBS adalah asam stearat yang merupakan produk turunan dari kelapa sawit.
Selain itu EBS dapat digunakan dalam logam bubuk, pengubah aspal, karet,
perekat, dan pelapis.

2.1 Ethylene Bi - Stearamida (EBS)


Senyawa ini memiliki karakter berbentuk renyah, berwarna putih dan titik
leleh tinggi. Serta sulit larut, stabil terhadap asam, alkali, dan air. EBS merupakan
padatan yang sangat hydropobiowaxy. EBS banyak digunakan sebagai pelumas
internal dan eksternal dalam plastic. Penggunaan EBS dalam plastik adalah akan
menyediakan gloss, slip, dan printability. Penggunaan EBS dalam kertas adalah
sebagai pengganti langsung silica hidrofobik.
5

EBS merupakan produk polimerisasi antara monomer stearat dan


ethylendiamin. Reaksi berlangsung pada suhu 150 – 180 0C selama 6,5 jam.
Tahapan proses pembuatan EBS adalah sebagai berikut:
1. Pelelehan asam stearat
2. Pengumpanan etilen diamin
3. Reaksi polimerisasi
4. Proses pencucian produk
5. Analisa produk EBS
Spesifikasi kualitas produk EBS menurut SNI adalah sebagai yang tercantum
pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.1 SpesifikasiKualitasProduk EBS
Kualitas Keterangan

1 Acid Value Max 10

2 Iodine Value 1–3

3 Amine Value Max 2

4 Volatile Component Max 1%

5 TitikLeleh 130 – 150

6 Warna Putih

( Standar Nasional Indonesia, 2012 )

Gambar 1 Produk Ethylene Bis Stearamide


Rumus struktur EBS adalah sebagai berikut:
O O
H35C17 C NH CH2 NH C C17N35 ………..(1)
6

O
NH2
RCOH + H2N

R C OH
NH2
H N

O O
NH2
R C OH2 R C NH
NH2
NH
O
O
NH2 HO C R
R C NH
O

OH C R
O
NH2
R C HN

O
NH
R C NH

OH2 C R

O
O
NH C R
R C NH

( Heri dan Widya, 2013)

Gambar 2. Mekanisme Raksi Pembentukan EBS


Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa dua molekul asam stearat dapat
bereaksi dengan satu molekul etilendiamin membentuk satu molekul EBS dan dua
molekul air.

2.2 Asam Stearat


Asam stearat, atau asam oktadekanoat, adalah asam lemak jenuh yang
mudah diperoleh dari lemak hewani serta minyak masak. Wujudnya padat pada
suhu ruang, dengan rumus kimia CH3(CH2)16COOH. Kata stearat berasal dari
bahasa Yunani stear, yang berarti "lemak padat" .
Asam stearat diproses dengan memperlakukan lemak hewan dengan air
pada suhu dan tekanan tinggi. Asam ini dapat pula diperoleh dari hidrogenasi
minyak nabati. Dalam bidang industri asam stearat dipakai sebagai bahan
pembuatan lilin, sabun, plastik, kosmetika, dan untuk melunakkan karet. Titik
7

lebur asam stearat 69.6 °C dan titik didihnya 361 °C. Reduksi asam stearat
menghasilkan stearil alkohol. Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan
hablur; putih atau kuning pucat; mirip lemak lilin. Sangat sedikit larut dalam air;
larut dalam alkohol; benzena kloroform; aseton; karbon tetraklorida; karbon
disulfida; amil asetat dan toluen (Merck, 1976).
Asam stearat merupakan senyawa lemak nabati. Kandungan asam stearat
pada kelapa sawit sebesar 3,6 – 4,7 %. Asam stearat mempunyai potensi untuk
bahan baku pembuatan surfaktan nonionic. Melalui proses esterifikasi antara asam
stearat dan gliserol akan diperoleh gliserol monostearat yang merupakan surfaktan
nonionic yang banyak digunakan pada shampoo dan cream.
Sifat – sifat fisik asam stearat antara lain:
1. Zat padat keras dan mengkilap; putih atau kuning pucat; mirip lemak
lilin
2. Titik lebur 70 oC
3. Titik didih 361 oC
4. Kelarutan sangat sedikit larut dalam air; larut dalam alkohol; benzene;
kloroform; aseton; karbon tetraklorida; amil asetat dan toluene
( Merck,1976)
Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak Kelapa Sawit
AsamLemak Jumlah (%)

Asam Kaprilat -

Asam Kaproat -

Asam Miristat 1,1 – 2,5

Asam Palmitat 40 – 46

Asam Stearat 3,6 – 4,7

Asam Oleat 30 – 45

Asam Laurat -

Linoleat 7 – 11
8

(a)

(b)

Gambar 3 Struktur Molekul EBS (a) satu dimensi; (b) tiga dimensi
2.3 Etilendiamin
Etilendiamin merupakan suatu senyawa kimia yang mempunyai rumus
kimia C2H4(NH2)2 mempunyai warna seperti amoniak dan bersifat dasar seperti
amine. Senyawa ini dapat berkontakkan dengan kelembaban udara. Senyawa ini
banyak digunakan dalam kimia sintetis dengan jumlah penggunanaan sebanyak
500 juta kg pada tahun 1998. Senyawa ini terbentuk dari 1,2-dichloroethane dan
amonia pada suhu dibawah 1800C.

Etilendiamin digunakan dalam jumlah besar pada industry kimia. Salah


satu fungsinya adalah sebagi cairan pencegah karat pada logam, dan dapat juga
digunakan sebagai insektisida serangga. Pada kecelakaan ringan, senyawa ini akan
menyebabkan iritasi pada kulit, walaupun senyawa ini digunakan sebagai bahan
baku dari industry krim kulit apabila terkena kulit pada konsentrasi diatas ambang
batas penggunaan maka akan menyebabkan iritasi kulit. Apabila tertelan maka
akan terbuang memalui urin, dan cara penanganannya adalah dengan meminum
air putih

2.4 Asam karboksilat


Asam organik adalah senyawa organik yang mempunyai derajat keasaman.
Asam organik yang paling umum adalah asam alkanoat (asam karboksilat) yang
memiliki derajat keasaman dengan gugus karboksil (–COOH) yang terbentuk
9

melalui perpaduan antara gugus karbonil dengan gugus hidroksil yang terpaut
dalam satu karbon. Turunan asam karboksilat yaitu ester, anhidrida asam
karboksilat, dan amida. Amida adalah turunan asam karboksilat, dimana gugus -
OH diganti dengan -NH2 atau amoniak, dimana 1 H diganti dengan asli.
Reaksi pada amida yaitu hidrolisis amida dimana Amida sangat kuat/tahan
terhadap hidrolisis. Tetapi dengan adanya asam atau basa pekat, hidrolisis dapat
terjadi menghasilkan asam karboksilat.

2.5 Anhidrida asam


Asam karboksilat seperti asam etanoat memiliki struktur sebagai berikut:
O

CH2-C
OH
Asam etanoat
Jika dua molekul asam etanoat dan menghilangkan sebuah molekul air
diantara kedua molekul tersebut (lihat gambar berikut) maka akan diperoleh
anhidrida asam, yakni anhidrida etanoat (nama lama : anhidrida asetat)

2.6 Amina
Amina merupakan senyawa organik dan gugus fungsional yang isinya
terdiri dari senyawa nitrogen atom dengan pasangan sendiri. Amina merupakan
senyawa organik yang mengandung atom-atom nitrogen trivalen, yang terikat
pada satu atom karbon atau lebih. Semua senyawa amina bersifat basa lemah.
Jenis-jenis amina :
10

Amina primer (1o) Amina sekunder (2o) Amina tersier (3o)


Amina primer dan amina sekunder dapat bereaksi dengan anhidrida asam
menghasilkan amida. Antar molekul amina primer/sekunder terdapat ikatan
hidrogen.Pada reaksi ini yang umum digunakanadalah anhidrida asam asetat.

2.7 Reaksi anhidrida asam dengan amina primer


Persamaan awalnya adalah sebagai berikut:

Pada reaksi ini, produk pertama disebut sebagai amida yang tersubstitusi-
N. Senyawa ini adalah N-metiletanamida. "N" menunjukkan bahwa substitusi
terjadi pada atom nitrogen, dan bukan pada unsur lain dalam molekul tersebut.
Persamaannya biasa dituliskan sebagai berikut:
(CH3CO)2O + CH3NH2 CH3CONHCH3 + CH3COOH
N-metiletanamida
Jika amonia adalah basa dan membentuk sebuah garam dengan asam
etanoat, maka metilamin yang berlebih juga akan mengalami hal yang sama.
Reaksinya sebagai berikut:
CH3COOH + CH3NH2 CH3COO- +NH3CH3
metilamonium etanoat
Garam yang terbentuk disebut metilamonium etanoat. Garam ini sama
persis seperti amonium etanoat, kecuali bahwa salah satu hidrogen telah
digantikan oleh sebuah gugus metil.
11

Kedua persamaan reaksi di atas bisa digabungkan menjadi satu persamaan


lengkap, yaitu:
(CH3CO)2O + 2CH3NH2 CH3CONHCH3 + CH3COO- +NH3CH3
( Fessenden, 1999 )

2.8 Polimer
2.8.1 Definisi Polimer
Polimer adalah salah satu bahan rekayasa bukan logam yang penting.
Saat ini bahan polimer telah banyak digunakan sebagai bahan substitusi untuk
logam terutama karena sifat – sifatnya yang ringan, tahan korosi dan kimia,
serta murah, khususnya untuk aplikasi – aplikasi pada temperatur rendah. Hal
lain yang banyak menjadi pertimbangan adalah daya hantar listrik dan panas
yang rendah, kemampuan untuk meredam kebisingan, warna dantingkat
transparansi yang bervariasi, sesuai dengan dedain dan manufaktur.
Istilah polimer digunakan untuk menggambarkan bentuk molekul
raksasa atau rantai yang sangat panjang yang terdiri dari unit – unit terkecil
yang berulang – ulang atau mer atau merossebagai blok penyusunnya.
Molekul – molekul (tunggal) penyusun polimer dikenal dengan istilah
monomer. Polimer polietilen, misalnya adalah salah satu jenis bahan polimer
dengan rantai linear yang sangat panjang yang tersusun atas unit – unit terkecil
yang berulang yang berasal dari monomer molekul etilen. Monomer memiliki
ikatan kovalen tak jenuh (ikatan ganda) sedangkan pada mer ikatan tersebut
aktif atau ikatan kovalen terbuka dengan elektron tak berpasangan.
Proses pembentukkan rantai molekul raksasa polimer dari unit – unit
molekul terkecilnya melibatkan reaksi yang kompleks. Proses polimerisasi
tersebut secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis reaksi, yaitu:
1) Polimerisasi adisi
Polimerisasi adisi adalah yang terjadi pada pembentukkan makro
molekul polietilen dari molekul – molekul etilen, berlangsung
secara cepat tanpa produk samping sehingga sering disebut dengan
12

pertumbuhan rantai. Reaksi polimerisasi adisi dibagi menjadi tiga


tahapan, yaitu:
1) Tahap inisiasi didahului dengan proses aktivasi, dimana
terjadi penarikan H+dari gugus carboxyl, sehingga
terbentuk gugus aktif.
2) Tahap propagasi adalah kelanjutan dari tahap inisiasi
dimana gugus aktif menempel pada gugus pereaktan tidak
aktif sehingga terjadi perpindahan gugus aktif.
3) Tahap terminasi adalah tahapan terakhir polimerisasi
dimana terjadi penghentian reaksi dengan penarikan etilen
glikol.

2) Polimerisasi Kondensasi
Polimerisasi kondensasi adalah yang terjadi pada pembentukkan
bakelit dari dua buah mer yang berbeda, berlangsung tahap demi
tahap dengan menghasilkan produk samoing, misalnya air yang
dikondensasikan keluar.

2.8.2 Derajat Polimerisasi


Hubungan antara jumlah rata – rata derajat polimerisasi dengan
konversi dinyatakan oleh persamaaan Carothers. Ketika reaksi terjadi jumlah
molekul berkurang karena panjang rata – rata tiap molekul bertambah. Jika
jumlah molekul mula – mula adalah N0 dan jumlah molekul pada waktu t
adalah N kemudian jumlah gugus COOH atau OH yang bereaksi adalah ( N –
N0 ) sehingga konversi reaksi dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

jumlah gugus yang telah bereaksi


=
jumlah gugus mula − mula
( – )
= atau = ………………(2)
13

Karena polimerisasi terjadi maka total molekul berkurang dan panjang


rata – rata yang akan terbentuk akan lebih besar. Jumlah rata – rata derajat
polimerisasi adalah:
jumlah molekul mula − mula
=
jumlah molekul setelah waktu t

= …………… (3)

Kombinasi persamaaan (2) dan (3) menghasilkan persamaan Carothers


( Stevens, 1989 )

2.8.3 Klasifikasi Polimer


2.8.3.1 Berdasarkan Asalnya
1) Polimer Alam
Polimer alam juga dikenal sebgai biopolimer. Biopolimer adalah
polimer yang terdapat di alam dan berasal dari makhluk hidup. Sifat-sifat
polimer alam kurang menguntungkan. Contohnya, karet alam kadang-
kadang cepat rusak, tidak elastis, dan berombak. Hal tersebut dapat terjadi
karena karet alam tidak tahan terhadap minyak bensin atau minyak tanah
serta lama terbuka di udara. Contoh lain, sutera dan wol merupakan
senyawa protein bahan makanan bakteri, sehingga wol dan sutera cepat
rusak. Umumnya polimer alam mempunyai sifat hidrofilik (suka air),
sukar dilebur dan sukar dicetak, sehingga sangat sukar mengembangkan
fungsi polimer alam untuk tujuan-tujuan yang lebih luas dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari. Senyawa penyusun monomernya adalah glukosa,
asam amino, dan asam nukleat. Komposisi kimia secara teratur dan berurut
dinamakan struktur utama polimer.
2) Polimer Sintesis
Polimer sintesis atau polimer buatan adalah polimer yang tidak
terdapat di alam dan harus dibuat oleh manusia. Sampai saat ini, para ahli
kimia polimer telah melakukan penelitian struktur molekul alam guna
mengembangkan polimer sintesisnya. Dari hasil penelitian tersebut
14

dihasilkan polimer sintesis yang dapat dirancang sifat-sifatnya, seperti


tinggi rendahnya titik lebur, kelenturan dan kekerasannya, serta
ketahanannya terhadap zat kimia. Tujuannya, agar diperoleh polimer
sintesis yang penggunaannya sesuai yang diharapkan. Polimer sintesis
yang telah dikembangkan guna kepentingan komersil, misalnya
pembentukan serat untuk benang kain dan produksi ban yang
elastisterhadap jalan raya. Ahli kimia saat ini sudah berhasil
mengembangkan beratus-ratus jenis polimer sintesis untuk tujuan yang
lebih luas.

2.8.3.2 Berdasarkan Jenis Monomer


Berdasarkan jenis monomernya, polimer dapat terdiri atas
homopolimer dan kopolimer.
1) Homopolimer
Homopolimer adalah polimer yang monomernya sejenis.
Contohnya, selulosa dan protein.(-P-P-P-P-P-P-P-P-)n Pada polimer adisi
homopolimer, ikatan rangkapnya terbuka lalu berikatan membentuk
polimer yang berikatan tunggal.
2) Kopolimer
Kopolimer atau disebut juga heteropolimer adalah polimer yang
monomernya tidak sejenis. Contoh dakron, nilon-66, melamin (fenol
formaldehida). Proses pembentukan polimer berlangsung dengan suhu dan
tekanan tinggi atau dibantu dengan katalis, namun tanpa katalis strukyur
molekul yang terbentuk tidak beraturan. Jadi, fungsi katalis adalah untuk
mengendalikan proses pembentukan striktur molekul polimer agar lebih
teratur sehingga sifat-sifat polimer yang diperoleh sesuai dengan yang
diharapkan. Contoh struktur rantai molekul polimer tidak beraturan produk
(polimerisasi tanpa katalis) adalah (-P-S-S-P-P-S-S-S-P-S-P-)n Kopolimer
tidak beraturan
15

Pada proses pembentukan polimer yang digunakan katalis, struktur


molekul yang terbentuk akan beraturan. Contoh struktur rantai molekul
polimer teratur (produk polimerisasi dengan katalis) adalah sebagai berikut
Sistem blok :
(-P-P-P-S-S-S-P-P-P-S-S-S-)n Kopolimer blok
Sistem berseling :
(-P-S-P-S-P-S-P-S-P-S-P-S-P-) Kopolimer berseling

2.8.3.3 Berdasarkan sifat terhadap panas


Berdasarkan sifatnya terhadap panas, polimer dapat dibedakan atas
polimer termoplas (tidak tahan panas, seperti plastik) dan polimer
termosting (tahan panas, seperti melamin).
1) Polimer termoplas
Polimer termoplas adalah polimer yang tidak tahan panas. Polimer
tersebut apabila dipanaskan akan meleleh (melunak), dan dapat dilebur
untuk dicetak kembali (didaur ulang). Contohnya polietilene,
polipropilena, dan PVC
2) Polimer termosting
Polimer termosting adalah polimer yang tahan panas. Polimer
tersebut apabila dipanaskan tidak akan meleleh (sukar melunak), dan sukar
didaur ulang. Contohnya melamin dan bakelit.

2.9 Hubungan Pengaruh Suhu dan Kecepatan Pengadukan Terhadap Nilai


Angka Asam
Angka asam adalah jumlah milligram NaOH (Natrium Hidroksida)
yang dibutuhkan untuk menetralkan asam – asam lemak bebas dari satu
gram minyak atau lemak. Angka asam dipergunakan untuk mengukur
jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam lemak dan minyak dan
biasanya dihubungkan dengan telah terjadinya hidrolisis minyak.
( Yusuf, 2012)
16

Angka asam yang besar menunjukkan proses hidrolisis asam lemak


bebas yang tidak optimum. Berdasarkan spesifikasi SNI, 2012 telah
ditetapkan kandungan angka asam pada EBS, yaitu dengan nilai
maksimum 10 mg NaOH/gr EBS. Tingginya angka asam pada EBS
menunjukkan kurang optimumnya reaksi hidrolisis antara asam stearat dan
etilendiamin. Fungsi variasi kecepatan pengadukan dan suhu diharapkan
dapat meningkatkan performa reaksi antara asam stearat dan etilendiamin.
Variasi kecepatan pengadukan berpengaruh pada proses transfer
massa antara asam stearat dan etilendiamin. Di dalam reaktor polimerisasi
EBS terdiri dari dua reaktan dengan fasa yang berbeda, yaitu asam stearat
yang bersifat seperti minyak atau lemak dan etilendiamin yang berupa
cairan. Pada dasarnya fasa cairan dan minyak sangat susah untuk
direaksikan, dengan adanya perlakuan pengadukan diharapkan membantu
kedua reaktan untuk bereaksi. Angka asam yang dihasilkan menunjukkan
optimalnya proses hidrolisa antara asam stearat dan etilendiamin.
Sedangkan pengaruh perlakuan suhu pada proses hidrolisis asam
stearat dan etilendiamin adalah semakin tingginya suhu diharapkan dapat
meningkatkan performa reaksi antara asam stearat dan etilendiamin. suhu
yang tinggi akan meningkatkan energy aktivasi reaktan. Hal ini
mengakibatkan semakin banyaknya tumbukan antar molekul yang
menghasilkan reaksi. Reaksi yang terjadi akan berpengaruh pada proses
hidrolisis antara asam stearat dan etilendiamin. Semakin optimal proses
yang terjadi, maka nilai angka asam yang didapat kecil.

2.10 Faktor – faktor yang mempengaruhi reaksi polimerisasi


a) Suhu
Kecepatan reaksi meningkat dengan kenaikan suhu reaksi. Makin
tinggi suhu reaksi, energy yang dimiliki oleh molekul – molekul reaktan
bertambah besar sampai melebihi energy aktivasi. Hal ini mengakibatkan
semakin banyaknya tumbukan antar molekul yang menghasilkan reaksi.
17

Menurut Arrhenius, hubungan antara konstanta kecepatan reaksi dengan


suhu mengikuti persamaan eksponensial:
k = A exp(− ) (4)

Dimana: k = konstantakecepatanreaksi( t-1)


A = faktortumbukan( t-1 )
Exp = eksponen
Ea = energiaktivasi( cal/g mol )
R = konstanta gas ideal ( J.K-1.mol-1 )
T = temperatur absolute ( K )
( Levenspiel, 1972 )
. Kenaikan suhu dibatasi oleh sifat-sifat fisis zat-zat yang ada dalam
sistem. Menurut Freedman, dkk., (1984), suhu alkoholisis minyak nabati
pada umumnya mendekati titik didih alkohol, tetapi dari hasil penelitian
diketahui bahwa reaksi sudah dapat terjadi pada suhu kamar. Etanolisis
minyak kacang diteliti oleh Feuge dan Gros (Swern, 1982) yang
menyatakan bahwa suhu optimal sekitar 500C, sedangkan menurut Kirk
dan Othmer (1950), Etanolisis dengan katalisator basa, reaksi dapat terjadi
pada suhu kamar atau lebih rendah. Dan jika dipakai katalisator asam,
suhu reaksi mendekati 1000C.
b) Perbandingan reaktan
Penggunaan salah satu reaktan berlebihan pada reaksi bolak-balik
dapat menggeser kesetimbangan ke kanan. Rasio molar antara asam dan
alkohol yang disarankan pada reaksi esterifikasi adalah 1:1 sampai dengan
1:15, dan lebih baik pada kisaran 1:2 sampai dengan 1:10
(Lundquist,1995). Yadav dan Thathagar (2002) mereaksikan asam maleat
dengan etanol, dengan perbandingan mol antara asam maleat dan etanol
adalah 1:3, 1:5, 1:10, 1:15. Didapatkan hasil bahwa semakin besar rasio
molar reaktan, semakin besar konversi yang dicapai. Pengaruh
perbandingan reaktan dipelajari pula oleh Bendiyasa dan Lumbanraja
(2003), dalam sintesis etil formiat dari asam formiat dan etanol dengan
18

rasio mol formiat dan etanol sebesar 1:6,31. Pada penelitian ini diperoleh
konversi maksimum sebesar 75,81% dalam waktu 2 jam. Altiokka dan
Citak (2003) memaparkan bahwa kecepatan reaksi awal akan meningkat
secar linier dengan meningkatnya rasio alkohol terhadap asam, pada
konsentrasi alkohol rendah. Tetapi pada konsentrasi alkohol tinggi,
penambahan alkohol tidak berpengaruh terhadap kecepatan reaksi.
Perbandingan jumlah mol berpengaruh terhadap kecepatan reaksi
pembentukan rantai. Semakin tinggi kandungan gliserol (gugus OH-) akan
menyebabkan reaksi semakin cepat. Pada polimerisasi ini, untuk
menggeser reaksi ke kanan maka air harus diambil. Untuk tujuan tersebut
reaksi dijalankan dalam keadaan vakum. Kondisi vakum berfungsi untuk
mengusir H2O dari sistem sehingga produk samping air dianggap menguap
sempurna (Sandler, 1994).
c) Waktu
Pada umumnya konversi reaksiakan meningkat sebagai fungsi
waktu sampai dicapai keadaan setimbang. Semakin lama waktu reaksi,
kesempatan molekul – molekul untuk saling bertumbukan juga semakin
besar. Reaksi alkoholisis antara gliserol dan trigliserida termasuk reaksi
lambat, sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai
konversi yang tinggi. Umumnya konversi minyak metil ester mencapai
98% setelah reaksi berjalan 1 jam (Freedman, dkk., 1984; Swern, 1982)
d) Kecepatan pengadukan
Pada reaksi alkoholisis, reaktan-reaktan awalnya membentuk suatu
sistem cairan 2 phasa yaitu gliserol dan minyak. Pengadukan bertujuan
untuk menambah jumlah tumbukan antara molekul-molekul reaktan,
sehingga kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar (Prousnitz dkk.,
1999). Ditinjau dari sisi transfer massa, kecepatan pengadukan sangat
penting untuk menurunkan hambatan transfer massa. Koefisien transfer
massa (kc) didefinisikan sebagai rasio antara difusivitas (DAB) terhadap
tebal lapisan film(  ). Berdasarkan definisi tersebut, terlihat bahwa
berkurangnya tebal lapisan film cairan akan memperbesar nilai koefisien
19

transfer massa. Dalam hal ini, pengadukan berfungsi untuk menambah


derajat turbulensi cairan sehingga mengurangi tebal lapisan cairan (Fogler,
1999). Makin besar kecepatan pengadukan, maka jumlah tumbukan antara
molekul-molekul zat pereaksi makin bertambah, sehingga faktor frekuensi
juga makin besar. Faktor tumbukan dapat juga diperbesar dengan
penggelembungan gas inert ke dalam reaktor (Groggins, 1958). Rochmadi
(1983) memakai penggelembungan gas N2 pada reaksi poliesterifikasi
asam suksinat dan asam maleat dengan dietilen glikol. Pada esterifikasi
asam oksalat dengan etanol dipakai kecepatan pengadukkan 300 putaran
permenit dan dijaga tetap selama proses berlangsung. (Agra 1975).

2.11 Spektrofotometer FTIR


Spektrofotometer infra red atau infra merah merupakan metode yang
mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada
daerah panjang gelombang 0,75 – 1,000 µm atau pada bilangan gelombang 13.000
– 10 cm -1. Radiasi elektromagnetik dikemukakan pertama kali oleh James Clark
Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya secara fisis merupakan gelombang
elektromagnetik, artinya mempunyai vektor listrik dan vektor magnetik yang
keduanya saling tegak lurus dengan arah hambatan.
Saat ini telah dikenal berbagai macam gelombang elektromagnetik dengan
rentang panjang gelombang tertentu. Spektrum elektromagnetik merupakan
kumpulan spektrum dari berbagai panjang gelombang. Berdasarkan pembagian
daerah panjang gelombang elektromagnetik, sinar infra merah dapat dibagi
menjadi tiga daerah, yaitu:
1. Daerah infra merah dekat
2. Daerah infra merah pertengahan
3. Daerah infra merah jauh
Dari pembagian daerah spektrum elektromagnetik, daerah panjang
gelombang yang telah digunakan oleh alat spektrofotometer infra merah adalah
pada daerah infra merah pertengahan, yaitu pada panjang gelombang 2,5 – 50 µm
atau pada bilangan panjang gelombang 4.000 – 200 cm-1. Satuan yang sering
20

digunakan dalam spektrofotometri infra merah adalah Bilangan Gelombang yang


biasa disebut dengan kaiser.
A. Daerah Spektrum Infra Merah
Para ahli telah memetakan ribuan spektrum infra merah dan
menentukan panjang gelombang absorbsi masing – masing gugus fungsi.
Vibrasi suatu gugus spesifik pada bilangan gelombang tertentu. Vibrasi
bengkokan C – H dari metilena dalam cincin siklo pentana berada pada
daerah bilangan gelombang 1455 cm-1. Artinya jika suatu senyawa
spektrum senyawa X menunjukkan pita absorsi pada bilangan gelombang
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa senyawa X tersebut mengandung
gugus siklopentana.
B. Daerah Identifikasi
Vibrasi yang digunakan untuk identifikasi adalah vibrasi
bengkokan, khususnya goyangan ( rocking ), yaitu berada di daerah
bilangan gelombang 2000 – 400 cm-1. Karena di daerah antara 2000 – 400
cm-1 merupakan daerah yang menunjukkan absorbsi yang disebabkan oleh
vibrasi regangan. Sedangkan daerah antara 2000 – 400 cm-1 seringkali
sangat rumit, karena vibrasi regangan maupun bengkokan mengakibatkan
absorbsi pada daerah tersebut.
Dalam daerah 2000 – 400 cm-1 tiap senyawa organik mempunyai
absorsi yang sangat unik, sehingga daerah tersebut sering disebut sebagai
daerah sidik jari. Meskipin pada daerah 2000 – 400 cm-1 menunjukkan
absorbsi yang sama, pada daerah 2000 – 400 cm-1 juga menunjukkan pola
yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa dua senyawa adalah sama.
C. Mekanisme Kerja Alat Spektrofotometer FTIR
Sistem optik spektrofotometer FTIR dilengkapi dengan cermin
yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Dengan demikian radiasi
infra merah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju
cermin yang bergerak ( M ) dan jarak cermin yang diam ( F ). Perbedaan
jarak yang ditempuh adalah dua yang selanjutnya disebut sebagai retardasi
21

(δ). Hubungan antara intensitas radiasi IR yang diterima detektor terhadap


retardasi disebut sebagai interferogram. Sedangkan optik dari
spektrofotometer FTIR yang didasarkan atas bekerjanya interfotometer
disebut sebagai sistem optik Fourier Transform Infra Red.
Kelebihan dari FTIR adalah:
1. Respon lebih cepat atau lebih sensitif
2. Sinar mengalami perubahan dulu baru masuk ke sampel
3. Lebih bagus dari spektrofotometer IR deispersive
4. Sinar radiasi infra merah tidak mengganggu dan tidak terganggu
5. Menggunakan monokromator pyroelectric transducer
Instrumentasi spektrofotometer infra merah mirip dengan instrumentasi
spektrofotometer UV – Vis. Perbedaannya adalah sampel berhadapan langsung
dengan sumber radiasi. Secara berurutan, komponen utama dari spektrofotometer
infra merah adalah sebagai berikut:
1. Sumber radiasi
2. Sampel kontemporer
3. Monokromator
4. Detektor
5. Amplifier atau penguat
6. Recorder atau read out

(Asep dan Noviantoro, 2013)


BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Dasar Fakultas Teknik,


Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Cilegon Banten.
3.1 Tahapan Penelitian
A. Proses Polimerisasi EBS

Pengumpanan dan pelelehan


Asam stearat
asam stearat T=1400C
100 g

EDA Penambahan EDA dan


10 ml dibiarkan selama t=4 jam

Variasi suhu dan Reaksi polimerisasi T =150 –


kecepatan 1800C, t= 6,5 jam dan
pengadukan larutan kecepatan pengadukan 700-
800 rpm

Analisa sampel

Gambar 4 Diagram Alir Proses Polimerisasi EBS


23

B. Analisa Bilangan Asam

0,5 g sampel Labu 10 ml pelarut


dihaluskan Erlenmeyer 50 etanol murni
ml

Dipanaskan hingga
mendidih dan dikocok

Ditambahkan indicator
pp sebanyak 2 – 3 tetes

Dititrasi menggunakan
larutan NaOH 0,05 M

Gambar 5 Diagram Alir Proses Analisa Bilangan Asam

C. Proses Pencucian EBS


Labu Erlenmeyer 10 ml pelarut
2 g sampel
50 ml etanol murni

Dipanaskan
sampai mendidih
dan dikocok

Disaring menggunakan
penyaring vakum dan
kertas saring

Filtrat yang tertampung


pada kertas saring
dikeringkan T=100
0
C,t=15 menit

Gambar 6 Diagram Alir Proses Pencucian EBS


24

3.2 Prosedur Penelitian

A. Proses Polimerisasi EBS


Menimbang asam stearat sebanyak 100 gram kemudian dimasukan
kedalam reaktor. Kemudian dipanaskan hingga 140 0C untuk melelehkan
asam stearat. Setelah asam stearat larut lanjutkan pemasangan katalis
berupa lembaran seng pada pengaduk agitator. Setelah itu etilendiamin
(EDA) diumpankan ke dalam reaktor.
Reaksi antara EDA dan asam stearat dijaga pada suhu 160 0C
selama 6,5 jam setelah pengumpanan EDA selesai. Reaksi tidak boleh
melebihi suhu maksimal 180 0C dan kecepatan pengadukan divariasikan
antara 700 – 800 rpm. Kemudian lakukan analisis produk : bilangan asam,
dan proses pencucian produk.
B. Analisa Bilangan Asam
Sebanyak 0,5 gram sampel produk dihaluskan dengan
menggunakan lumpang porselen dan dimasukan ke dalam erlenmeyer 50
mL. Tambahkan 10 mL pelarut etanol murni dan panaskan hingga
mendidih hingga sebagian EBS larut pada etanol dan 3 tetes indikator
fenolftalin ke dalam erlenmeyer. Kocok hingga tercampur sempurna.
Dalam keadaan teraduk kuat, titrasi larutan sampel dengan larutan
NaOH dalam alkohol dengan konsentrasi 0,05N hingga berwarna merah
jambu. Warna merah jambu ini harus bertahan paling tidak 15 detik. Catat
volume titran yang dibutuhkan.
C. Proses Pencucian Produk EBS
Sebanyak 2 gram sampel produk dihaluskan dengan menggunakan
lumpang poselen dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer 50 mL.
Tambahkan 10 mL pelarut etanol murni dan panaskan hingga mendidih.
Kocok hingga tercampur sempurna.
Dalam keadaaan hangat, saring campuran sampel dengan
menggunakan penyaring vakum dan kertas saring hingga didapatkan filtrat
EBS pada kertas kering dan dikeringkan menggunakan oven dengan
T=1000C selama t=15 menit.
25

3.3. Alat dan Bahan


3.3.1 Alat yang digunakan
Alat yang digunakan 1 buah Reaktor 250 mL, 1 buah agitator
digital, 1 buah termometer, 1 buah jaket pemanas, 6 buah Erlenmeyer 50
mL, 1 buah lumpang porselen, 1 buah buret 25 mL, 1 set penyaring
vakum, kondensor bubble pipe.

3.3.2 Bahan yang digunakan


Bahan yang digunakan 900 gram asam stearat teknis, 25 gram
NaOH, 90 mL ethylene diamine (teknis), 2 Liter ethanol pro analis,
Indikator phenophtalein.

3.4 GambarAlat

Gambar 7 Rangkaian Alat Pembuatan EBS


Keterangan Gambar :
1. Reaktor,
2.Termometer,
3. Agitator,
4.Motor pangaduk,
5.Kondensor,
6.Jaket pemanas
3.5 Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel Tetap
Variabel tetap dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Volume reaktan sebesar 100 ml.
26

3.5.2 Variabel Berubah


Variabel berubah dalam penelitian ini adalah kecepatan
pengadukkan dan konsentrasi katalis
 Pengadukan (700; 750; 800) rpm
 Suhu (160;170;180) oC

3.6 Metode pengumpulan dan Analisis data


1. Bilangan Asam
Metode analisis yang digunakan adalah titrimetri. Angka asam adalah
banyaknya miligram NaOH yang dibutuhkan untuk mengetahui jumlah
angka asam dalam gram produk yang akan diuji
2. Spektrofotometer Infra Red (FTIR)
Gugus amida dari senyawaan produk Ethylenebisstearamide dianalisa
dan dibandingkan terhadap standar yang dijual dipasaran.
BAB IV
HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

Pembuatan etilen bi-stearamide telah dilakukan di Laboratorium Kimia


Dasar Jurusan Teknik Kimia FT-UNTIRTA. Adapun hasil dan pembahasan yang
akan dipaparkan yaitu adalah pengaruh suhu dan kecepatan pengadukan terhadap
angka asam dan spectra infra merah produk Ethylene BisStearamide.
Semakin tinggi suhu reaksi dan kecepatan pengadukan akan menghasilkan
nilai bilangan angka asam yang semakin kecil. Pengurangan nilai angka asam
akan membuktikan bahwa asam stearate telah bereaksi dengan etilen diamin dan
menghasilkan suatu produk polimer yang disebut dengan EBS ( Etilen Bi-
stearamid ), diharapkan angka asam pada EBS produk tidak lebih dari 10 gr
NaOH / gr EBS. Nilai ini merujuk pada spesifikasi angka asam EBS berdasarkan
Standar Nasional Indonesia. Lebih jelasnya pengaruh perubahan suhu dan
kecepatan pengadukan dapat dilihat pada Gambar 8 – 13.

4.1 Profil Perubahan Kecepatan pengadukan Pada Proses Pembuatan


Ethylene Bis Stearamide

Perubahan profil suhu pada proses pembuatan Ethylene Bis Stearamide


yang berbeda dapat terlihat pada Gambar 8 – 10 .

7
6
5
4
150,750
angka asam

3
150,800
2
1
0
240 270 300 330 360

Gambar 8 Profil Perubahan Kecepatan Pengadukan Terhadap Nilai Angka Asam


EBS pada T=150 0C dan pengadukan (750;800) rpm
28

10

8
angka asam

6 160,700

4 160,750
160,800
2

0
240 270 300 330 360

Gambar 9 Profil Perubahan Kecepatan Pengadukan Terhadap Nilai Angka Asam


EBS pada T=160 0C dan pengadukan (700;750;800) rpm

7
6
5
angka asam

4 170,700
3 170,750
2 170,800
1
0
240 270 300 330 360

Gambar 10 Profil Perubahan Kecepatan Pengadukan Terhadap Nilai Angka


Asam EBS pada T=170 0C dan pengadukan (700;750;800) rpm

Dalam penelitian ini, proses pembuatan Ethylene Bis Stearamide


dilakukan selama 6,5 jam dan pengambilan sampel dilakukan setiap 30 menit
pada menit ke-240 setelah kurang lebih 4 jam proses polimerisasi. Proses
pembuatan Ethylene Bis Stearamide dengan lama waktu 6,5 jam dihitung ketika
temperatur di dalam reaktor sudah tercapai.
Dari Gambar 8 – 10 diatas dapat dilihat bahwa kecepatan pengadukan di
dalam reaktor berpengaruh terhadap produk Ethylene Bis Stearamide yang
dihasilkan. Semakin tinggi kecepatan pengadukan di dalam reaktor, maka akan
semakin kecil angka asam yang dihasilkan.
29

Hal ini dapat disebabkan oleh karena jika kecepatan pengadukan dinaikkan,
maka jumlah tumbukan antara molekul-molekul reaktan semakin sering sehingga
kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar. Transfer massa yang besar terlihat
dari fase reaktan di dalam reaktor yang semakin seragam, reaktor EBS termasuk
kedalam reaktor heterogen karena perbedaan fasa antara EDA yang berupa cairan
dan asam stearat yang berupa minyak atau lipid. Pada dasarnya minyak dan cairan
akan membentuk dua lapisan fasa yang dibatasi oleh lapisan pemisah, proses
pengadukan di dalam reaktor diharapkan bisa merubah fasa reaktan menjadi
homogen. Fasa homogen memudahkan reaktan untuk bereaksi dan menyebabkan
reaksi terjadi dengan sempurna.

4.2 Profil Perubahan Suhu Pada Proses Pembuatan Ethylene Bis Stearamide

Perubahan profil suhu pada proses pembuatan Ethylene Bis Stearamide


yang berbeda dapat terlihat pada Gambar 11 – 13.

6
angka asam

4 700,160

2 700,170
700,180
0
240 270 300 330 360

Gambar 11 Profil Perubahan Suhu Operasi Terhadap Nilai Angka Asam EBS
pada 700 rpm dan pengadukan (160;170;180) C

10
angka asam

750,150
5
750,160
750,170
0
240 270 300 330 360

Gambar 12 Profil Perubahan Suhu Operasi Terhadap Nilai Angka Asam EBS
pada 750 rpm dan pengadukan (150;160;170) C
30

angka asam 4 800,150


800,160
2
800,170
0
240 270 300 330 360

Gambar 13 Profil Perubahan Suhu Operasi Terhadap Nilai Angka Asam EBS
pada 800 rpm dan pengadukan (150;160;170) C

Dalam penelitian ini, proses pembuatan Ethylene Bis Stearamide


dilakukan selama 6,5 jam dan pengambilan sampel dilakukan setiap 30 menit
pada menit ke-240 setelah kurang lebih 4 jam proses polimerisasi. Proses
pembuatan Ethylene Bis Stearamide dengan lama waktu 6,5 jam dihitung ketika
temperatur didalam reaktor sudah tercapai.
Dari Gambar 11 – 13 dapat dilihat bahwa suhu didalam reaktor
berpengaruh terhadap produk Ethylene Bis Stearamide yang dihasilkan. Semakin
tinggi suhu di dalam reaktor, maka akan semakin kecil angka asam yang
dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari analisa bilangan asam.
Hal ini dapat disebabkan oleh karena jika suhu dinaikkan, maka energi
kinetik molekul-molekul zat yang bereaksi akan bertambah, sehingga
partikel semakin aktif bergerak. Dengan demikian tumbukan yang terjadi semakin
sering, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin besar.

4.3 Hasil Analisa Spektrofotometer Infra Merah


Analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa gugus fungsi
dengan menggunakan spektrofotometri FTIR ( Fourier Transform Infra Red ).
Perbandingan spektrum FTIR EBS produk dan EBS standar pasaran dapat dilihat
pada Gambar 14 dan Gambar 15.
31

120

%T

100

80

60

40

20

4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
B 1/cm

Gambar 14 Spektrofotometer EBS di pasaran

90

%T

75

60
1121.65

948.05

45
3083.34

1256.68

30
1461.14
1557.59
2851.88

1634.74
3298.42

15
2917.46

0
4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
EBS-1 1/cm

Gambar 15 Spektrofotometer EBS produk pada suhu T=180 0C; 700 rpm

Berdasarkan perbandingan kedua profil spektrum FTIR EBS standard dan


EBS produk memiliki kemiripan yang tinggi. Oleh karena itu, EBS produk pada
penelitian ini sesuai dengan kualitas EBS yang beredar di pasaran. Secara rinci
hasil identifikasi spektrum FTIR EBS produk dan EBS standar dapat dilihat pada
Tabel 4.1
32

Tabel 4.1 Hasil Analisa FTIR


Bilangan Gelombang ( cm -1 )
NH
Kondisi Reaksi NH Amida C=O C-H Sekunder
Sampel 666 –
EBS 2950 - 3300 1600 - 1800 1515 - 1570 800
Pasaran 3300 1650 1557 748
1 150 0C,750 rpm 3298 1650 1557 700
2 150 0C,800 rpm 3300 1638 1523 570
3 160 0C, 700 rpm 3298 1634 1557 745
4 160 0C, 750 rpm 3298 1633 1557 745
5 160 0C, 800 rpm 3298 1637 1557 747
6 170 0C, 700 rpm 3299 1635 1557 745
7 170 0C, 750 rpm 3299 1634 1558 748
8 170 0C, 800 rpm 3299 1637 1560 750
9 180 0C, 700 rpm 3300 1635 1557 748

Gugus – gugus fungsi karakteristik EBS antara lain adalah gugus N – H, C


= O, C – H, N - H sekunder. Panjang gelombang NH amida berada di antara
kisaran 2950 – 3300 cm-1, C = O berada pada kisaran 1600 – 1800 cm-1, C – H
berada pada kisaran 1515 – 1570 cm-1, NH sekunder berada di antara kisaran 666
– 800 cm-1. EBS produk maupun EBS pasaran memiliki panjang gelombang yang
termasuk dalam kisaran panjang gelombang standar khas senyawa amida.
Berdasarkan Tabel 4.1, puncak – puncak serapan gugus – gugus fungsi tersebut
muncul pada kisaran panjang gelombang yang telah ditentukan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
kondisi optimum untuk menghasilkan produk EBS yang sesuai dengan SNI,
adalah pada suhu 180 0C dan kecepatan pengadukan 700 rpm.
5.2 Saran
Beradasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis dan hasil kesimpulan
yang telah ditarik, maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Suhu polimerisasi diharapkan tidak terlalu tinggi, sehingga asam
stearat tidak gosong atau berubah warna karena panas berlebih
2. Pengadukan diharapkan lebih merata sehingga transfer massa yang
terjadi lebih optimal
DAFTAR PUSTAKA

Altiokka,M.R., dan Citak, A.,2003,”Kinetics Study of Esterification of Acetic


Acid with Isobutanol in the Presence of Amberlite Catalyst, Applied
Catalyst A: General,239, 141 – 148.
Agra, I., dan Warnijati, S., 1975, “Esterifikasi Asam Oksalat dengan Etanol”,
Forum Teknik, 5-16
Bendiyasa, I.M., dan Lumbanraja, E., 2003,”Kinetika Pembentukan Etilformiat
dari Asam Formiat dan Etanol Memakai Katalis Zeolite”, Media Teknik,I,
31-39
Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S.,1999, “Kimia Organik”, jilid 2., ed.3, 83,
Erlangga, Jakarta
Fogler, H,S., 1999,”Element of Chemical Reaction Engineering”, 3rd ed., pp 699-
785, Prentice- Hall International, Inc., New Jersey
Freedman, B., Pryde, EH., and Mounts, T,L., 1984,”Variables Affecting the
Yields of Fatty Esters from Transesterified Vegetable Oils”, JAOCS, 61,
1838-1642
Groggins, P.H., 1958, “Unit Processes inOrganic Synthesis”, pp.699, McGraw
Hill, Inc., New York
Kirk, R.E dan Othmer, D. F.1950,”Encyclopedia of Chemical Technology, vol 3.
New York: The Inter Science Encyclopedia.
Levenspiel, O., 1972,”Chemical Reaction Engineering, 2ed., John Willey and
Sons, NewYork.
Lundquist, E,G., 1995,”Catalyzed Esterification Process”, U,S Patents 5,426,199
Merck, 1976
Nanang Hermawan, Asep., dan Noviantoro., 2013,”Pembuatan Biomaterial
Ethylene Bistearamide dari Etilendiamin dan Asam Stearat Sebagai Pelumas
Dalam Pembuatan Plastik”, Banten : FT. UNTIRTA
Praunitz, J. M., Lichtenthaler R, N.,Azevedo E. G.,1999,”Molecular
Thermodynamics of Fluid Phase Equilibria,3th edition,Prentice Hall.
Sandler,S.R.,1994,Polymer Syntheses, Vol. nd,pp.157-187, Academic Press, Inc.,
California
Standar Nasional Indonesia, 2012
Stevens, M.P., 1989,”Polymer Chemistry : An Introduction, 2nd ed., Oxford
University Press,Inc
Swern, D., 1982. Bailey Industrial Oil and Fat Products, 4th vol 2., John Willey
and Sons. New York.
Yadav, G,D., and Thathagar, M,B., 2002, “Esterification of Maleic Acid with
Etanol over Cation-Exchange Resin Catalysts”, React,
Funct.Polym.,52,99-110
Yusuf, M. R., 2012,”Pengaruh Bilangan Asam Terhadap Hidrolisa Minyak
Kelapa Sawit. Sumatera Utara: FT.USU
LAMPIRAN

Gambar a

Gambar b Gambar c

Ket :

a. Proses pelelehan asam stearat


b. Asam stearat yang telah meleleh dan ditambahkan EDA
c. Proses polimerisasi EBS pada suhu 150 – 180 0C
Gambar d Gambar e

Ket :

d. Sampel EBS yang sudah dihaluskan dan dilarutkan dengan etanol sebelum analisa angka
asam
e. Hasil analisa bilangan asam dengan metode titrasi asam basa

Gambar f Gambar g
Gambar h Gambar i

Gambar j Gambar k

Gambar l Gambar m
Gambar n

Ket :

f. EBS pada suhu 150 0C dan kecepatan pengadukaan 800 rpm


g. EBS pada suhu 150 0C dan kecepatan pengadukaan 750 rpm
h. EBS pada suhu 160 0C dan kecepatan pengadukaan 700 rpm
i. EBS pada suhu 160 0C dan kecepatan pengadukaan 750 rpm
j. EBS pada suhu 160 0C dan kecepatan pengadukaan 800 rpm
k. EBS pada suhu 170 0C dan kecepatan pengadukaan 700 rpm
l. EBS pada suhu 170 0C dan kecepatan pengadukaan 750 rpm
m. EBS pada suhu 170 0C dan kecepatan pengadukaan 800 rpm
n. EBS pada suhu 180 0C dan kecepatan pengadukaan 700 rpm
90

%T

75

60

1121.65

948.05
45

3083.34

1256.68
30

1461.14
1557.59
2851.88

1634.74
3298.42

15

2917.46
0
4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
EBS-1 1/cm

Gambar o

75

%T

60

1067.65
45

1122.62
30
3085.27

15

1256.68
1462.11
1557.59
3301.31

1638.60
2921.32

4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
EBS-2 1/cm

Gambar p

Gambar q
105

%T

90

75

1122.62
60

45

1387.84
3085.27

1252.82
30

1458.25
1557.59
1633.78
3298.42

15 2916.49

4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
EBS-4 1/cm

Gambar r
105

%T

90

75

60

1116.83
45

1382.06
3071.77

1253.78
30

1424.49
1468.86
1556.62
1637.64
3298.42

15
2917.46

4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
EBS-5 1/cm

Gambar s

100

%T

80
1069.57

60
1122.62

40
3085.27

1381.09

1254.75
1463.07
1557.59

20
1635.71
3299.38

2918.42

0
4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
EBS-6 1/cm

Gambar t
90

%T

75

60

1068.61
45

1122.62
30
3084.31

1381.09

1254.75
1463.07
15

1557.59
1634.74
3299.38

2919.39

4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
EBS-7 1/cm

Gambar u

90

%T

75

60

45

1119.73
30
3077.56

1382.06

1254.75
15
1466.93
1637.64

1557.59
3299.38

2920.35

0
4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
EBS-8 1/cm

Gambar v
125

%T

100

75
1068.61

50
1122.62

25
3084.31

1382.06

1254.75
1462.11
1557.59
1635.71
3300.35

2919.39

4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
EBS-9 1/cm

Gambar w

Ket :

o. Spektrofotometer EBS 1500C dan pengadukan 750 rpm


p. Spektrofotometer EBS 1500C dan pengadukan 800 rpm
q. Spektrofotometer EBS 1600C dan pengadukan 700 rpm
r. Spektrofotometer EBS 1600C dan pengadukan 750 rpm
s. Spektrofotometer EBS 1600C dan pengadukan 800 rpm
t. Spektrofotometer EBS 1700C dan pengadukan 700 rpm
u. Spektrofotometer EBS 1700C dan pengadukan 750 rpm
v. Spektrofotometer EBS 1700C dan pengadukan 800 rpm
w. Spektrofotometer EBS 1800C dan pengadukan 700 rpm

120

%T

100

80

60

40

20

4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
B 1/cm

Gambar x
90

%T

75

60

45

30

15

4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
A 1/cm

Gambar y

Ket :

x. Spektrofotometer EBS standar pasaran berbentuk pellet


y. Spektrofotometer EBS standar pasaran berbentuk bubuk
TABEL 4 HASIL ANALISA PRODUK EBS

Bilangan Asam menit ke-


Asam Stearat EDA Suhu (mg NaOH/ g sampel)
(gram) (gram) pengadukan (◦C) 240 270 300 330 360
100 700 5.187 4.788 3.99 2.793 1.995
100 750 7.98 6.783 6.584 5.586 5.187
100 800 160 2.993 2.893 2.773 2.594 1.796
100 700 5.187 3.791 2.993 2.195 1.995
100 750 5.786 2.793 2.394 1.796 1.397
100 800 170 4.389 2.993 2.793 2.394 1.796
100 700 180 3.791 2.594 1.995 1.596 1.197
100 750 5.985 3.591 3.192 2.394 1.995
100 10 800 150 4.988 3.99 2.594 1.995 1.796

,
Angka Asam = mg NaOH/g sampel

Keterangan :
V = volume titran (ml)
N = normalitas titran (N)
m = berat sampel (gram)
BLANGKO PERCOBAAN

Tanggal : 26 Februari 2014


Kondisi operasi:
Temperature: 160 0C
Kecepatan pengadukan: 750 rpm
T Massa sampel Pelarut V NaOH (ml) Angka asam (mg
(min) (g) (ml) NaOH/gr EBS)
240 0,5 5 1,5 5,985
270 0,5 5 0,9 3,591
300 0,5 5 0,8 3,192
330 0,5 5 0,6 2,394
360 0,5 5 0,6 1,995

Tanggal : 28 Februari 2014


Kondisi operasi:
Temperature: 150 0C
Kecepatan pengadukan: 800 rpm
T Massa sampel Pelarut V NaOH (ml) Angka asam (mg
(min) (g) (ml) NaOH/gr EBS)
240 0,5 5 1,25 4,998
270 0,5 5 1 3,99
300 0,5 5 0,65 2,594
330 0,5 5 0,5 1,995
360 0,5 5 0,45 1,796
Tanggal : 3 Maret 2014
Kondisi operasi:
Temperature: 160 0C
Kecepatan pengadukan: 700 rpm
T Massa sampel Pelarut V NaOH (ml) Angka asam (mg
(min) (g) (ml) NaOH/gr EBS)
240 0,5 5 0,13 5,187
270 0,5 5 0,12 4,788
300 0,5 5 0,1 3,99
330 0,5 5 0,07 2,793
360 0,5 5 0,05 1,995

Tanggal : 5 Maret 2014


Kondisi operasi:
Temperature: 160 0C
Kecepatan pengadukan: 750 rpm
T Massa sampel Pelarut V NaOH (ml) Angka asam (mg
(min) (g) (ml) NaOH/gr EBS)
240 0,5 5 2 7,98
270 0,5 5 1,7 6,783
300 0,5 5 1,65 6,584
330 0,5 5 1,4 5,586
360 0,5 5 1,3 5,187
Tanggal : 7 Maret 2014
Kondisi operasi:
Temperature: 160 0C
Kecepatan pengadukan: 800 rpm
T Massa sampel Pelarut V NaOH (ml) Angka asam (mg
(min) (g) (ml) NaOH/gr EBS)
240 0,5 5 0,75 2,993
270 0,5 5 0,725 2,893
300 0,5 5 0,695 2,773
330 0,5 5 0,65 2,594
360 0,5 5 0,45 1,796

Tanggal : 10 Maret 2014


Kondisi operasi:
Temperature: 170 0C
Kecepatan pengadukan: 700 rpm
T Massa sampel Pelarut V NaOH (ml) Angka asam (mg
(min) (g) (ml) NaOH/gr EBS)
240 0,5 5 1,3 5,187
270 0,5 5 0,95 3,791
300 0,5 5 0,75 2,993
330 0,5 5 0,55 2,195
360 0,5 5 0,5 1,995
Tanggal : 12 Maret 2014
Kondisi operasi:
Temperature: 170 0C
Kecepatan pengadukan: 750 rpm
T Massa sampel Pelarut V NaOH (ml) Angka asam (mg
(min) (g) (ml) NaOH/gr EBS)
240 0,5 5 1,45 5,786
270 0,5 5 0,7 2,793
300 0,5 5 0,6 2,394
330 0,5 5 0,45 1,796
360 0,5 5 0,35 1,397

Tanggal : 14 Maret 2014


Kondisi operasi:
Temperature: 170 0C
Kecepatan pengadukan: 800 rpm
T Massa sampel Pelarut V NaOH (ml) Angka asam (mg
(min) (g) (ml) NaOH/gr EBS)
240 0,5 5 1,1 4,389
270 0,5 5 0,75 2,995
300 0,5 5 0,7 2,793
330 0,5 5 0,6 2,394
360 0,5 5 0,45 1,796
Tanggal : 19 Maret 2014
Kondisi operasi:
Temperature: 180 0C
Kecepatan pengadukan: 700 rpm
T Massa sampel Pelarut V NaOH (ml) Angka asam (mg
(min) (g) (ml) NaOH/gr EBS)
240 0,5 5 0,95 3,791
270 0,5 5 0,65 2,594
300 0,5 5 0,5 1,995
330 0,5 5 0,4 1,596
360 0,5 5 0,3 1,197

Anda mungkin juga menyukai