LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
perguruan tinggi yang ideal perlu dikaji hakekat pengajaran Bahasa Inggris di
tinggi. Hakekat EAP, isinya dan bagaimana mengajarkannya adalah kajian sentral
dalam hal ini. EAP di perguruan tinggi idealnya disampaikan dengan model CBI,
dan di antara berbagai jenis CBI yang ada, pengajaran Bahasa berbasis tema
Pembahasan tentang theme-based teaching dan CBI tidak akan dapat terlepas dari
induk dari berbagai model pengajaran yang menjadi mainstream pada saat ini.
pengembangan materi ajar, implementasi dan evaluasinya akan dibahas pula pada
21
1. Bahasa Inggris di Perguruan Tinggi
dengan nama Bahasa Inggris Akademik atau English for Academic Purposes,
a. Pengertian EAP
Bahasa Inggris sebagai bahasa asing dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Bahasa
Inggris Umum (General English-GE) dan Bahasa Inggris untuk tujuan khusus
dua, yaitu Bahasa Inggris untuk kepentingan belajar (English for Academic
EAP umumnya sama, yaitu untuk mempersiapkan mahasiswa bukan penutur asli
Bahasa Inggris dan keterampilan belajar agar dapat berhasil dalam belajar di
akademik pada bidang-bidang ilmu tertentu yang menjadi kajian dari mahasiswa
yang bersangkutan. Bahasa Inggris yang diajarkan berupa teks akademik yang
diambil dari literatur dan jurnal-jurnal ilmiah bidang tertentu, misalnya bidang
22
perkembangan berikutnya, EAP tidak hanya berfokus pada teks akademik,
kuliah, berpartisipasi dalam seminar dan tutorial, membaca buku teks, artikel,
menjadi dua, yaitu EGAP (English for General Academic Purposes) dan ESAP
(English for Specific Academic Purposes). EGAP adalah bahasa Inggris yang
digunakan oleh semua mahasiswa dari berbagai macam bidang studi dalam
muncullah dua pendekatan dalam EAP, yaitu pendekatan EGAP dan ESAP.
dianggap sama pada semua bidang studi. Dudley-Evans dan St. John (1998:4)
tutorial, membaca buku teks, artikel dan bahan lain, menulis esai, jawaban soal
ujian, laporan dan disertasi. Pendekatan ini memasukkan kegiatan Bahasa Inggris
Gagasan ini didukung oleh Hutchison and Waters (1987), Blue (1988), dan Spack
23
(1988) yang disitir Hyland (2006) yang menyatakan bahwa fokus pengajaran EAP
adalah siswa dan proses belajar, dan bukan pada target texts. Sebaliknya,
pendekatan ESAP lebih berfokus pada pengajaran keterampilan dan bahasa yang
Dudley-Evans dan St. John (1988) yang menyatakan bahwa guru harus membantu
(Hyland, 2006).
pendekatan EAP, yaitu Study skills, EGAP, dan ESAP. Pendekatan study skill
meliputi: menemukan gagasan utama sebuah teks, membedakan antara fakta dan
pendapat, menebak makna kata sesuai konteks, membuat catatan kuliah, membuat
yang ditandai dengan 10 ciri bahasa akademik yaitu: “...the need to be explicit, to
organize texts deductively, with topic and argument indicated in the introduction,
24
ESAP berfokus pada pengembangan kemampuan mahasiswa untuk dapat
Pilihan antara EGAP atau ESAP, menurut Brick (2012), lebih banyak
ditentukan oleh bidang studi atau profesi yang diambil mahasiswa. Untuk bidang-
bidang studi yang lebih umum seperti bidang pendidikan, ilmu alam, ilmu sosial,
dan kebudayaan, EGAP lebih cenderung dipilih, sedangkan untuk bidang profesi
konteks UNY, EGAP dengan study skill nampaknya lebih masuk akal karena
program studi yang ada di UNY bersifat lebih umum. Selain itu EGAP dapat
diajarkan oleh dosen-dosen Bahasa Inggris yang diambil dari Jurusan Pendidikan
Bahasa Inggris sesuai dengan kondisi yang selama ini telah berlangsung.
b. Cakupan EAP
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa EAP adalah salah satu cabang dari
kebutuhan. Oleh karenanya analisis kebutuhan adalah langkah awal yang harus
untuk EAP telah banyak dilakukan oleh para ahli, seperti misalnya Richards
(2001), Nation (2012), dan juga Chaudron (2006). Menurut Nation (2012)
25
Tabel 1.Keterampilan yang tercakup dalam EAP
study skills. Ini artinya dalam EAP selain belajar Bahasa Inggris, mahasiswa pada
dasarnya juga belajar study skills. Study skills perlu diajarkan kepada mahasiswa
dan menurut Nation (2012), study skills ini masuk dalam pengajaran EAP.
Selain masuk dalam EAP, study skills dapat pula diajarkan tersendiri
perguruan tinggi terkenal, dan bisa juga diintegrasikan pada pengajaran konten
(Rasanen, 2009). Study skills perlu dilatihkan kepada mahasiswa baru karena
26
(Rasanen, 2009). Pendapat ini diperkuat oleh Shahidi, Dowlatkhah, Avan,
skills mahasiswa baru masih sangat rendah sehingga keterampilan ini perlu
Perlunya mengajarkan study skills secara eksplisit ini juga didukung oleh
Barzegar (2011), Pepe (2012) dan Bulent, Hakan, dan Aydin (2015). Hassanbeigi
dkk. menemukan bahwa study skills berperan sangat penting dalam meningkatkan
linier antara study skills dan indeks prestasi mahasiswa. Demikian juga halnya
dengan Bulent dkk. (2015) yang menemukan adanya korelasi positif antara study
tutorial, kerja proyek, praktikum, belajar mandiri, dan saat ujian. Dengan
bagan berikut.
27
Setting Lecture Seminar Tutorial Group Practical Private Exams
Instrumenta project sessions Studies
lity
Spoken Listening for general understanding plus Listening to
Receptive specific points to remember instructions
Following instruction,
understding explanation
Spoken Asking for clarification or further information Asking for
Productive clarification
Oral presentationMaking
or
Discussion suggestions,
information
discussion
Written Reading handouts, boards, OHP Reading Reading
Receptive intensive and
Following instructions
ly for understandi
main ng
informati examination
on, for questions
specific
informati
on,
library
skills
Written Note taking Writing Writing
Productive essays, examination
Writing Writing reports,
reports answer
reports, support of work
instruct
ion
Dari apa yang diungkapkan Nation dan Gillett dapat ditarik kesimpulan
reading dan writing) yang dikaitkan dengan keterampilan belajar pada seting
yang diajukan Nation perlu mendapat perhatian yaitu yang terkait dengan
kosakata. Penggunaan komputer dan Internet telah menjadi bagian tak terpisahkan
28
dalam pembelajaran di perguruan tinggi, dan olah karenanya, EAP perlu
diperlukan penguasaan kosakata paling tidak 5000 word families dan akan lebih
baik lagi jika mencapai 8000 word families, ditambah dengan kosakata
cukup berat dan dalam waktu yang cukup lama. Sebagai contoh adalah Kurikulum
Nasional EAP yang dikembangkan oleh Negara Israel. Kurikulum Nasional EAP
di Israel didisain untuk seluruh perguruan tinggi yang mendidik calon guru di
negara tersebut. Program EAP dibagi menjadi enam tingkat, yang masing-masing
29
berbobot 24 SKS, yang terbagi ke dalam 6 semester. Sedangkan Gillett (1989)
untuk menguasainya. Dari sini nampak jelas bahwa kemampuan Bahasa Inggris
amat sulit untuk dapat diraih hanya dengan 2 SKS. Kemampuan ini memerlukan
keras dari dosen dan mahasiswa dan dalam waktu yang cukup lama.
Sinem ini didisain untuk konteks negara Turki. Untuk mencapai kemampuan
3 mata kuliah Bahasa Inggris umum, kelompok kedua terdiri dari 4 matakuliah
ESP (EGAP, ESAP 1, ESAP 2, dan EOP), dan level tertinggi adalah program
CALLA, di mana mahasiswa dilatih untuk menulis artikel ilmiah dalam Bahasa
Inggris.
sebelumnya, mata kuliah Bahasa Inggris MKU yang ada di perguruan tinggi di
30
Indonesia hanyalah salah satu bagian dari serangkaian perkuliaan EAP yang ada
salah satu mata kuliah ESP level pertama, yaitu perkuliahan dasar dalam
sesungguhnya masih diperlukan matakuliah EAP dengan level yang lebih tinggi.
Melihat cakupan EAP yang begitu luas, yang meliputi empat keterampilan
belajar, serta tingginya tuntutan usaha dan banyaknya waktu untuk menguasai
fokus tertentu perlu dipilih agar tujuan program pembelajaran dapat direalisasikan
melalui waktu, usaha, dan fasilitas yang tersedia. Grabe dan Stoller (2011)
Mahasiswa dituntut untuk mampu membaca dengan baik karena dalam konteks
membawa mahasiswa untuk belajar lebih lanjut. Selain itu, membaca juga mampu
31
serius dalam pembelajaran EAP, dan membaca dapat menjadi dasar dan fokus
pembelajaran EAP.
32
Menempatkan membaca sebagai keterampilan utama dalam pembelajaran
Bahasa Inggris mendapatkan banyak dukungan dari para pakar, antara lain
Harmer (2004), Hirvela (2004), Carson (1993), Evans, Hartshorn, dan Anderson
demensi yaitu demensi mikro, makro, dan meso. Pada dimensi mikro, membaca
utama yang dimaksud oleh para ahli pembelajaran membaca pada awal
secara umum, kemampuan ini hanyalah salah satu dari the micro skills of reading.
Membaca tidak sekedar dapat melafalkan tulisan melainkan juga harus memahami
Dalam dimensi makro, membaca berarti memahami makna dari apa yang
dibaca. Apa yang dibaca dalam konteks makro dapat berupa fenomena alam,
yang ada. Makna membaca dalam dimensi ini sangat luas sehingga membaca
tidak selalu terkait dengan teks tulis atau cetak. Kemampuan membaca dalam
33
Hakekat membaca secara mikro dan makro, jika dipandang sebagai hal
yang terpisah, memiliki makna yang terlalu ekstrim. Dalam perspektif mikro,
itu, melainkan selalu berhubungan dengan pesan tertulis dalam bentuk teks
bahasa, sehingga hakekat micro tidak sesuai dengan hakekat membaca itu sendiri.
inilah yang dimaksud dengan mezzo reading atau general reading. Menurutnya,
pada hakekat meso, reading berarti upaya memaknai informasi visual (teks) yang
eksplisit dan selalu terkait dengan upaya menafsirkan makna dari apa yang
tersurat dalam teks. Prioritas membaca adalah pemahaman isi bacaan tanpa
bahasa pertama dan bahasa ke dua/asing. Pada bahasa pertama, seorang anak yang
belajar membaca telah membawa kemampuan berbahasa lisan. Dia telah memiliki
yang dia lafalkan dari tulisan yang dibacanya telah dia ketahui maknanya karena
34
Tidak demikian halnya dengan belajar membaca pada bahasa asing.
bahasa asing tersebut. Seseorang yang sedang mulai belajar Bahasa asing belum
membaca dalam Bahasa asing terkait dengan dua hal, yaitu masalah penguasaan
Masalah penguasaan bahasa meliputi penguasaan kosa kata dan grammar yang
dengan bagian lainnya, memahami isi teks secara keseluruhan, atau menangkap
pesan moralnya. Dalam belajar membaca Bahasa asing kesulitan lebih banyak
disebabkan oleh faktor bahasa, yaitu karena kosa kata dan grammar belum
(Sugirin, 2013; Grabe & Stoller, 2011). Pendekatan bottom-up adalah proses
membaca yang dimulai dari huruf, morfim dan kata. Selanjutnya makna diperoleh
dengan menghubungkan satuan Bahasa yang lebih tinggi tingkatannya dari frase,
dalam membaca teks-teks tentang bidang yang belum kita kenal sehingga
yang tertulis. Pendekatan ini juga dikenal dengan nama Outside-in model
35
(Combourne, 1979) atau data-driven model (Silbersten, 1994) karena
pembentukan makna sangat tergantung pada informasi pada teks atau data di luar
model adalah proses pemahaman teks yang berawal dari apa yang telah diketahui
(yang tersimpan di otak) pembaca untuk memperkirakan isi teks yang dibaca,
dan struktur retorika serta pengetahuan pribadi di luar yang tersurat untuk
menafsirkan makna teks yang sesuai dengan konteksnya. Di sini pentingnya peran
memaknai teks. Pembaca menebak makna kata dengan dasar pengetahuan tentang
top-down ini lebih mengandalkan pengetahuan atau konsep yang telah dimiliki
harus dipandang dari dua arah, yaitu yang melibatkan proses tingkat tinggi seperti
36
pengetahuan/pengalaman yang telah dimiliki, dan juga pencermatan teks itu
sendiri.
yaitu: (1) membaca untuk menemukan informasi sederhana, (2) membaca untuk
menemukan fakta dengan cepat, (3) membaca untuk belajar dari teks, (4)
membaca untuk menyatukan informasi, (5) membaca untuk menulis, (6) membaca
sangat penting dalam konteks akademik. Dalam konteks ini, membaca berperan
sangat signifikan karena merupakan sumber input utama bagi siswa untuk belajar
lebih lanjut, baik terkait dengan belajar bahasa maupun isi atau informasinya.
Selain itu, membaca juga mampu menumbuhkan minat dan motivasi bagi siswa
37
2) Prinsip-prinsip Pembelajaran Membaca Akademik
diketahui hal-hal yang harus dikuasai siswa agar dapat membaca dengan baik.
Grabe dan Stoller (2011: 130) menyatakan bahwa untuk dapat membaca dengan
38
Pembelajaran bahasa perlu memperhatikan kemampuan-kemampuan ini
sebagai berikut:
39
(7) mengintegrasikan tujuan memahami isi bacaan (pelajaran) dengan
tujuan belajar bahasa.
dikaji, antara lain oleh Shen (2015). Melalui action research, dia menemukan
kebutuhan kemudian menyediakan apa yang diperlukan siswa. Guru juga perlu
memilih materi yang tidak terlalu sulit, sesuaikan dengan tingkat kemampuan
terkait topik dan istilah-istilah baru yang akan muncul pada teks. Strategi
membaca yang telah dipelajari siswa perlu diterapkan untuk membaca teks-teks
Di sisi lain, EAP dapat pula diartikan sebagai salah satu pendekatan
pembelajaran bahasa berbasis isi (CBI- content based Instruction) yang ada di
konteks perguruan tinggi (Stoller dan Grabe, 1997). Sedangkan dalam peta
Brinton dan Snow (2017) mengatakan, “At the heart of CBI is the
adalah:
40
. . . an umbrella term for a multifaceted approach to SFL teaching
that differs in terms of factors such as educational setting, program
objectives, and target population but shares a common point of
departure—the integration of language teaching aims with content
instruction. (p. 439)
Wesche dan Skehan (2002: 220) menyatakan: “Content-based language
language being learned with little or no direct or explicit effort to teaching the
language itself separately from the content being taught.” Davis (2003)
simultaneously teaches the language required for school learning and promotes
thinking skills.” Nation dan Webb (2012: 631) menyatakan bahwa “CBI involves
tentang CBI, Crandall (2012: 149) menyitir definisi yang dikemukakan oleh
bahasa melalui belajar isi mata pelajaran atau topik tertentu, dan bukan berfokus
41
tertentu yang mengintegrasikan beberapa bidang studi misalnya tentang
lingkungan hidup yang mengintegrasikan bidang IPA dan IPS, atau dapat pula
Pembelajaran berbasis isi (CBI) muncul dengan berbagai nama dan dalam
Learning). Di tempat lain dikenal dengan nama Language Across the Curriculum
Sekolah Dasar, CBI di kenal dengan istilah The whole Language Teaching, dan
Terkait dengan nama-nama CBI yang berbeda-beda ini, Stoller dan Grabe
delapan pendekatan dalam CBI, yaitu 1) CAL (Center for Applied Linguistics)
42
Approach (CALLA), dan 8). the whole language approach. Stoller dan Grabe
Adjunct models, content yang diajarkan sudah pasti, yaitu bidang studi yang
43
pembelajaran bidang studi dengan memanfaatkan bahasa asing atau
Pendekatan ini menyatakan bahwa semua content disusun berdasar atas enam
secara lebih khusus, sedangkan tiga jenis yang kedua (klasifikasi, prinsip-
Emphasis
44
Dengan mengacu teori linguistik fungsionalnya Halliday, pendekatan ini
(genre) dengan memperhatikan secara khusus content atau isi teks yang
diajarkan.
pembelajaran.
pendekatan ini, pembelajaran berpusat pada unit tematik atau siklus tema
pelajaran seperti IPS, IPA, seni, matematika, dan lain-lain. Pendekatan ini
pelajaran. Unit tematik dikembangkan dengan cara memilih tema yang sesuai,
45
memilih topik-topik dari tema yang dipilih, mengkaitkan topik-topik yang
sama lain, namun demikian, mereka memiliki ciri dasar yang sama sebagai CBI,
Selain klasifikasi yang diajukan oleh Stoller dan Grabe, Met (1999) yang
bahasa.Oleh karenanya, pengajaran bahasa asing berbasis isi (CBI) muncul dalam
46
Model yang paling menekankan pada isi pelajaran, yang dikenal dengan
istilah strong version of CBI, adalah program imersi total, kemudian diikuti oleh
imersi parsial dan baru kemudian sheltered model, sedangkan yang lebih banyak
berfokus pada bahasa (weak version of CBI) adalah the theme based model
karena model ini sangat dekat dengan kelas bahasa biasa yang sering
Model Imersi yang merupakan strong version of CBI pertama kali muncul
pada tahun 1965 di Montreal Canada, namun sekarang sudah banyak ditemukan di
seluruh Canada dan beberapa wilayah di Amerika Serikat dan negara-negara lain
seperti Hungaria, Spanyol, dan Finlandia (Johnson & Swain (1997) dalam Snow
ilmu alam, ilmu sosial maupun pelajaran-pelajaran yang lain. Program imersi
banyak ditemukan pada pendidikan tingkat dasar, sedangkan model yang lain,
seperti sheltered model dan adjunct model banyak ditemukan pada pendidikan
siswa (bukan native speaker) dipisahkan dari siswa native speaker agar mereka
dapat memahami isi pelajaran dengan lebih baik. Mereka diajar oleh pengajar ahli
47
bidang studi dengan menggunakan bahan dan strategi khusus agar isi dapat lebih
Adjunct model adalah pengajaran bahasa berbasis isi di mana siswa pada
waktu yang bersamaan menempuh kelas bidang studi dan kelas bahasa. Model ini
biasa ditemukan di perguruan tinggi di mana pertautan antara kelas bahasa dan
kelas bidang studi dapat dimungkinkan. Ciri utama dari model ini adalah adanya
koordinasi antara tujuan dan kegiatan kelas bahasa dan kelas bidang studi di mana
kebutuhan siswa pada kelas bidang studi menentukan kegiatan pada kelas bahasa.
Apa yang dilakukan siswa pada klas bahasa ditujukan untuk membantu
ini lebih berfokus pada bahasa dari pada isi. Model ini menggunakan tema atau
topik tertentu sebagai isi pembelajaran bahasa dan berdasar tema ini pula guru
terdapat banyak mahasiswa yang berasal dari beragam bidang studi, sehingga
mahasiswa.
Jika klasifikasi model CBI yang diajukan Met ini dibandingkan dengan
klasifikasi Stoler dan Grabe akan nampak bahwa tiga model Met yang disebut
pendekatan EAP yang diajukan Stoler dan Grabe. Dengan demikian dapat
48
disimpulkan bahwa pengajaran bahasa berbasis tema adalah model pembelajaran
bahasa berbasis isi yang lebih berfokus pada bahasa dari pada konten, dan jika
berada pada konteks perguruan tinggi, merupakan salah satu model pembelajaran
EAP atau bahasa Inggris untuk kepentingan akademik yang dapat diselenggarakan
pada konteks di mana bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa asing, dapat
diikuti oleh mahasiswa dengan kemampuan bahasa Inggris yang masih rendah,
dan dapat diajarkan oleh pengajar bahasa, dan bukan ahli materi.
mendapat banyak dukungan dari berbagai macam teori. Stoller dan Grabe (1997:
5) menyatakan bahwa CBI telah mendapat banyak dukungan dari berbagai macam
teori yang didukung dengan hasil penelitian, mulai dari teori pemerolehan bahasa,
teori belajar, teori pelatihan bahasa, sampai pada dampak dari penggunaan CBI
prinsip belajar bahwa orang dapat belajar bahasa asing dengan baik jika mereka
sekedar untuk belajar bahasa itu sendiri. Dengan CBI siswa belajar untuk
itu, belajar bahasa asing akan berhasil jika informasi yang diperoleh dengan
tujuan belajar lebih lanjut. Untuk itu, isi materi ajar sangat signifikan sebagai
49
dasar pembelajaran bahasa. Siswa akan belajar dengan baik jika apa yang
dipelajari sesuai dengan kebutuhannya. Teori belajar lain yang juga diangkat
dalam CBI adalah bahwa siswa akan belajar dengan baik jika pengajaran
berdasarkan pada apa yang sudah diketahui siswa (Richards & Rogers, 2001: 207-
211).
Teori bahasa yang mendasari CBI adalah bahwa bahasa adalah teks dan
discourse, bukan terbatas pada tingkat kalimat saja, karena pembelajaran dalam
CBI berfokus pada bahasa untuk menyampaikan makna dan informasi melalui
dalam CBI siswa sering terlibat dalam kegiatan yang melibatkan beberapa
bahasa target dan dosen memberikan feedback yang berguna, (3) bagaimana
tingkat otentisitas dan urutan penyajian, dan (4) mencari strategi untuk membawa
50
dengan menggunakan pendekatan yang mampu menumbuhkan kemampuan
“CBI uses the content, learning objectives and activities from the school
curriculum as the vehicle for teaching language skills, and it has been shown to
literacy (Leaver & Stryker, 1989; Met, 1991; Snow & Brinton, 1997; Stoller,
Penggunaan teks otentik dalam CBI, yaitu teks yang diambil dari mata
pelajaran lain, dapat menghadirkan konteks yang nyata, bermakna, dan efektif
dalam pembelajaran bahasa. Guru dapat menggunakan teks otentik baik tertulis
Pemberian konteks yang nyata sangat penting dalam proses pembelajaran bahasa
Lebih lanjut Shrum dan Glisan (2010: 88) menambahkan bahwa selain
memberikan konteks yang nyata untuk pembelajaran bahasa, isi atau topik
51
mahasiswa. Dengan CBI mahasiswa akan berkesempatan mengembangkan
akademik lebih lanjut. Terlebih lagi jika pembelajaran dengan CBI ini dirancang
meliputi:
berbasis isi (CBI), Theme-based model termasuk dalam weak version of CBI,
artinya model ini lebih berfokus pada bahasa dari pada isi. Model ini
menggunakan tema atau topik tertentu sebagai isi pembelajaran bahasa dan
berdasarkan tema ini pula guru menentukan kegiatan pembelajaran bahasa. Theme
52
based model banyak digunakan dalam pengajaran Bahasa Inggris di perguruan
tinggi (EAP) di mana terdapat banyak mahasiswa yang berasal dari beragam
Indonesia (UNY), dan kelas Bahasa Inggris dengan theme based model umumnya
memiliki ciri-ciri yang serupa dengan CBI, yaitu pengajaran bahasa dirancang
untuk membahas isi atau tema tertentu. Pengajaran berbasis tema juga memiliki
yaitu bahwa model ini mengajarkan language use dalam konteks yang jelas,
dengan berfokus pada berbagai aspek dari topik-topik atau tema-tema tertentu,
ketahui dengan yang sedang mereka pelajari, dan mampu menyediakan beragam
aktivitas terkait tema yang memungkinkan siswa belajar berbagai hal, tanpa
berbasis tema berisi berbagai macam kegiatan yang terkait satu sama lain sekitar
tema yang sedang dibahas dan dapat diselenggarakan dengan berbagai cara.
53
Pertama, pengajaran bahasa diintegrasikan dengan mata pelajaran lain. Model ini
mirip dengan sheltered-model of CBI. Model kedua adalah kelas bahasa yang
menggunakan isi atau materi dari pelajaran lain. Model ini paling banyak
digunakan oleh kelas-kelas bahasa yang ingin mengajarkan bahasa dengan lebih
bermakna. Model ketiga, adalah model the whole language class, dimana semua
mata pelajaran diajarkan dengan menggunakan bahasa target. Model ketiga ini
mirip dengan model imersi dalam CBI. Model yang lain disebut dengan activity-
sehingga guru dituntut untuk merancangnya sejak awal (Cameron, 2001: 185).
menentukan tema. Pada tahap ini, siswa perlu dilibatkan sehingga tema dan topik
yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Melibatkan siswa dalam
siswa dilibatkan dalam proses pemilihan tema dan cara mereka belajar. Dengan
cara ini juga, model pembelajaran sepanjang hidup mampu dibawa ke dalam
konteks sekolah.
untuk masing-masing kegiatan. Pada tahap ini guru perlu melibatkan guru-guru
54
lain dan melakukan brainstorming untuk mendapatkan ide-ide yang lebih lengkap
dan variatif. Selanjutnya, ide-ide ini diletakkan dalam skema atau web. Dengan
cara ini, gagasan-gagasan dapat dikumpulkan tidak secara linier, sehingga tema
4). Dalam proses pembelajaran, guru lebih berperan sebagai komentator dan
pemberi masukan. Selain itu, guru juga dituntut untuk mengendalikan jalannya
pembelajaran dan perilaku siswa. Guru juga harus siap dengan segala
fleksibel dan mampu menghandel kelas jika muncul butir-butir bahasa dalam
Pembelajaran bahasa berbasis tema yang merupakan bagian dari CBI dan
berbasis tema dinyatakan lebih fleksibel dalam banyak hal (Davis, 2003; Nunan,
2004).
55
5. Pengajaran Bahasa Berbasis Tema dengan Pendekatan 6T
pendekatan dan model, CBI memiliki dasar yang sama, yaitu semuanya berbasis
tema (isi). Berdasarkan persamaan dari berbagai model CBI tersebut, mereka
menawarkan model pembelajaran berbasis tema yang mereka sebut ‘The six T’s
Pendekatan 6T dalam CBI yang diusulkan Stoller dan Grabe (1997) terdiri
Tasks, and Transition. Tema adalah gagasan utama yang mencakup semua unit
pelajaran utama. Tema ini dipilih berdasarkan kebutuhan dan minat siswa, misi
sumber isi materi ajar. Topik adalah subunit dari isi materi yang membahas aspek
khusus dari tema. Thread adalah penghubung antar tema yang berbeda-beda. Task
(tugas) adalah unit dasar pengajaran dimana tema, topik dan T lain direalisasikan
direncanakan secara khusus untuk memberikan benang merah antar topik dalam
satu tema dan antar tugas dalam satu topik (Stoller & Grabe, 1997 dalam Snow
2001).
a. Tema
kompetensi yang diharapkan dari matakuliah Bahasa Inggris. Jika kebutuhan dan
56
harapan ini sudah ditetapkan, enam komponen dalam model ini baru dapat
yang lain dan perlu ditetapkan dengan analisis kebutuhan yang layak. Dengan
kebutuhan.
rekomendasi dari pakar, observasi lingkungan, atau dengan survei yang dapat
kebutuhan ini perlu divalidasi dengan kebutuhan nyata di lapangan, yaitu dengan
Sesuai konteks, Bahasa Inggris yang dikembangkan ini adalah mata kuliah
manusia seutuhnya sebagai warga Negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan
YME, berbudi luhur, dan berkarakter, sehat jasmani dan rohani. Dengan demikian
tema-tema yang diusung juga terkait dengan MKU, misalnya tentang keagamaan,
berbagai fakultas yang terdiri dari beragam bidang studi, tema-tema yang dipilih
juga perlu mewakili bidangstudi yang berbeda-beda pula. Oleh karenanya, tema
57
hidup dapat dibahas melalui berbagai macam perspektif, seperti dampak sosialnya
b.Topik
aspek dari tema secara spesifik.Topik dipilih sesuai dengan minat mahasiswa,
sama dapat berkembang ke arah yang berbeda tergantung pada topik-topik yang
dipilih. Di sini peran dosen sangat menentukan arah kemana tema tersebut akan
dibawa dengan memilih topik-topik yang mereka sukai. Misalnya untuk tema
Dengan tema yang sama yang terkait dengan MKU, dosen dapat memilih
topik yang berbeda disesuaikan dengan program studi di mana dia mengajar,
58
sehingga isi pembelajaran menjadi lebih sesuai dengan minat mahasiswa yang
c. Texts.
Teks dapat diartikan sebagai sumber isi pembelajaran. Teks ini dapat
berupa teks tulis maupun lisan yang menjadi dasar perencanaan unit-unit dari
tema yang diangkat. Pemilihan teks ditentukan oleh pertimbangan primer yaitu
teks, koherensi, kaitan dengan bahan lain, accessibility, availability, dan harga.
dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu TALO, TAVI, dan TASP. TALO adalah
singkatan dari Texts As a Linguistics Object. Teks jenis ini dipilih untuk
kepentingan kegiatan kebahasaan terkait dengan grammar atau kosa kata. Jenis ini
berkomunikasi yang antara lain untuk mencari informasi. TASP adalah Texts As a
Springboard for Production. Teks jenis ini biasanya digunakan sebagai input
proses pembelajaran atau sebagai teks model yang kemudian digunakan untuk
Stoller dan Grabe (1997) menyatakan bahwa jenis teks yang digunakan
dalam proses pembelajaran dapat meliputi berbagai jenis sebagai mana terangkum
dalam table 3.
59
Tabel 3. Jenis teks dalam Theme-based Instruction
kegiatan yang akan mengarah ke teks-teks yang lain. Misalnya, teks tulis yang
berisi paparan tentang penduduk Indonesia yang harus dibaca dan dipahami
gambar sebagai alat peraga. Kemudian dapat dilengkapi dengan lembar kerja
laporan dan menyajikannya secara lisan di depan kelas. Dengan cara ini 5
d. Threads
kurikulum secara lebih luas. Thread melingkupi, namun tidak secara langsung
terikat dengan gagasan pokok dari tema-tema yang ada. Threads berupa konsep-
60
konsep abstrak, seperti misanya nilai-nilai kemanusiaan (tanggung jawab, etika
moral, kesadaran, dan sebagainya) yang dapat menjadi penghubung alami antar
tema, menyediakan review dan pengulangan isi dan butir bahasa yang penting,
jembatan penghubung antar tema yang nampaknya tidak terkait satu sama lain,
e. Task (tugas)
Task adalah unit dasar (terkecil) dari pengajaran dan melalui task inilah
pembelajaran ( isi, bahasa, dan strategi belajar) ke dalam kegiatan kelas, misalnya
61
Dalam model pembelajaran ini, task dirancang sesuai dengan teks yang sedang
pembelajaran. Task-task utama diatur dan diurutkan di dalam satu tema, atau
dalam tema-tema yang lain untuk mencapai tujuan pembelajaran secara umum.
Task-task yang digunakan juga didaur ulang dengan kompleksitas yang lebih
tinggi saat mahasiswa pindah dari satu tema ke tema yang lain. Merancang
dalam satu tema, lebih diutamakan, karena kegiatan seperti ini memerlukan
diabaikan, karena tugas seperti ini memberikan kemampuan dasar dan karena
sehingga lebih memotivasi. Berikut adalah contoh task untuk kegiatan membaca.
62
Tabel 5. Sequenced Activities in a reading Instruction
Tahapan Tasks/activity
reading
Pre-reading 1. Previewing the text (by examining distinguishing features
Instruction of the text such as the title, subheadings, illustrations and
captions, and sections) to determine (or at least
hypothesize) the general topic of the reading, relevant
vocabulary, and possible challenges.
2. Skimming the text or portions of the text (e.g. the first
andthe last paragraph) to decide the main ideas of the text.
3. Answering questions about information in the text or
formulating questions for which students want answers.
4. Exploring key vocabulary
5. Reflecting on or reviewing information from previously
read text in light of the topic of the new text.
During-reading 1. Outlining or summarizing key ideas in a difficult sections
instruction 2. examining emotions and attitudes of key characters
3. Determining sources of difficulty and seeking
clarification
4. Looking for answers to questions posed during pre-
readingactivities.
5. Writing down prediction of what will come next.
Post-reading 1. Completing a graphic organizer (e.g. table, chart,
Instruction grid)based on text information
2. Expanding or changing a semantic map created earlier
3. Listening to a lecture and comparing information from
thetext and the lecture
4. Ranking the importance of information on the text based
on a set of sentences provided
5. Answering questions that demonstrate comprehension of
the text, requirethe application of text material, demand a
criticalstance on text information, or oblige students to
connect text information to personal experiences
andopinions
f. Transition
koherensi antar topik dan antar tasks dalam satu topik. Transisi memberikan
penghubung antar topik dan pengantar yang membangun untuk task berikutnya.
63
Ada dua jenis transisi yang efektif, yaitu transisi topik dan transisi task. Berikut
pengajaran berbasis isi secara koherens. Dengan model ini, tema menjadi sumber
utama perencanaan program. Berbagai macam teks yang menarik dan relevan
akan mengarah ke pemilihan topik. Satu set topik yang keherens diharapkan
semakin menarik minat mahasiswa dalam belajar. Keterkaitan antar topik perlu
informasi /isi pelajaran, butir bahasa, dan strategi belajar yang ada dalam teks
terkait tema yang diangkat sesuai dengan kebutuhan siswa. Transisi dan threads
64
Model pembelajaran bahasa asing berbasis tema 6T yang juga merupakan
yang diwujudkan dalam theme, text dan topic, sebagai dasar perencanaan program
mahasiswa untuk mempelajari butir-butir bahasa dan strategi belajar yang relevan,
dan juga kesempatan untuk menggunakan bahasa dan isi untuk kegiatan
Threads
Transition
65
pemelajaran (Madya, 2013: 47). Dengan demikian, pembelajaran Bahasa Inggris
belajar Bahasa Inggris. Untuk mengkaji konsep ini perlu diuraikan apakah Bahasa
Inggris itu, apa yang diajarkan dan apa yang dipelajari di kelas-kelas bahasa
Inggris, dan bagaimana seseorang belajar bahasa serta bagaimana guru dapat
membantu siswa mempelajari bahasa Inggris. Konsep tentang bahasa dan cara
mengajarkannya sehingga siswa dapat belajar bahasa dengan baik telah dikaji oleh
banyak pakar dan konsep ini telah berkembang dari waktu ke waktu.
pengajaran bahasa dikelompokkan menjadi tiga era besar, yaitu era prametode, era
metode, dan era pascametode (Stern, 1983; Brown, 2006; Madya, 2013). Dalam
era metode, muncul berbagai macam metode pembelajaran bahasa, yang pada
bagaimana orang mesti belajar bahasa, kegiatan pembelajaran apa saja yang
paling membantu orang dalam belajar bahasa, dan peran guru serta siswa dalam
about the goals of language teaching, how learners learn a language, the kinds of
66
classroom activities that best facilitate learning, and the roles of teachers and
(Stern, 1983; Brown, 2006; Madya, 2013) memandang bahasa sebagai sistem
tatabahasa dan kosakata (Richards & Rogers 1986). Belajar bahasa berarti belajar
untuk mengungkapkan makna (Halliday 1973, 1975). Tujuan orang belajar bahasa
hendaknya dikaitkan satu sama lainnya (Widdowson, 1978 dalam Madya 2013:
47). Yang harus dikuasai oleh orang yang belajar bahasa adalah kemampuan
berbahasa sebagai alat komunikasi yang oleh Bahman (1990: 41) dinamakan
kompetensi komunikatif.
a. Kompetensi Komunikatif
terdiri dari tiga komponen yaitu language competence, strategic competence, dan
67
menerapkan komponen-komponen language competence dalam penggunaan
terjadi dalam kegiatan berbahasa yang sesungguhnya yang dapat diamati sebagai
gejala fisik. Hubungan antara ketiga komponen CLA tersebut dapat digambarkan
LANGUAGE COMPETENCE
KNOWLEDGE STRUCTURES
Knowledge of the world Knowledge of language
STRATEGIC COMPETENCE
PSYCHOPHYSIOLOGICAL
MECHANISMS
CONTEXT OF SITUATION
68
Sejalan dengan Bahman, Madya (2013: 49-50) menyatakan bahwa tujuan
Masih ada dua komponen lain yang diperlukan agar seseorang dapat
kemampuan pragmatik
69
Selanjutnya, Madya (2013: 52-53) menambahkan bahwa selain Bahman
kehidupan nyata yang sangat beragam dalam berbagai aspek. Dalam model yang
berbeda tersebut ada unsur yang sejak awal telah ada, sedangkan unsur lain
berbagai model kompetensi komunikatif yang ada, dapat dilihat bahwa semua
mengombinasikan struktur bahasa ke dalam berbagai jenis teks yang kohesif), dan
komunikasi.
70
b. Asumsi Pembelajaran Komunikatif
sepuluh asumsi inti seperti yang dinyatakan oleh Richards (2006: 23) yang juga
71
c. Fitur Utama Pembelajaran Komunikatif
72
3) Beri toleransi kepada kesalahan-kesalahan siswa karena kesalahan-
kesalahan itu menunjukkan bahwa siswa membangun kompetensi
komunikatifnya.
4) Beri kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keakuratan dan
kelancaran mereka.
5) Kaitkan berbagai keterampilan seperti berbicara, membaca, dan
mendengarkan karena keterampilan-keterampilan digunakan secara
berkaitan dalam kehidupan nyata.
6) Biarkan siswa menemukan sendiri aturan-aturan tata bahasa.
Selain Richards, pakar lain Morrow (1981) mengajukan lima prinsip
meliputi:
lafal, kosakata, frasa, ungkapan) dan fungsinya, dan bertujuan untuk membantu
73
untuk menggunakan bentuk-bentuk bahasa yang telah dipelajari dalam kegiatan
Komunikatif
mempelajarinya.
74
4) Fokus pada makna. Makna dipandang sebagai kekuatan pendorong
kehidupan siswa.
belajar siswa.
pembelajaran.
75
g. Prinsip-prinsip Pembelajaran Bahasa Komunikatif
asing. Banyak pakar telah mengajukan pandangannya, antara lain Nation dan
dikelompokkan menjadi 3, yaitu 1) isi dan urutan bahan, 2) format dan penyajian,
meliputi:
tertentu.
76
c) The anticipation of reward. Guru harus mampu menciptakan aktivitas
kebutuhannya.
tertentu agar siswa mampu membuka diri untuk dapat menerima bahasa
lain.
pembelajaran akan menimbulkan rasa percaya diri pada diri siswa, dan
rasa percaya diri ini yang kemudian akan membawa keberhasilan pada
system budaya yang kompleks yang mencakup nilai sikap, cara berfikir,
77
perasaan dan cara berperilaku. Budaya akademik perlu diajarkan dalam
pengajaran EAP.
nyata.
Nation dan Macalister ini sangat dekat dengan strategi makro yang diusulkan
oleh setiap guru (Madya, 2013: 129). Strategi makro dalam pembelajaran bahasa
78
yang diajukan oleh Kumaravadivelu (2003) kemudian diusung menjadi prinsip-
siswa.
data bahasa yang memadai agar siswa dapat menemukan sendiri dan
79
membuat inferensi tentang aturan-aturan bahasa dan fungsi yang
digunakan.
yang jelas.
sebagai berikut:
80
a) Tujuan belajar bahasa Inggris adalah untuk mencapai kemampuan
81
d) Materi dan tugas-tugas pembelajaran dipilih dengan memperhatikan
e) Dengan materi dan tugas belajar yang sudah dirancang dengan cermat,
back dari guru (Nation & Macalister, 2010) yang kemudian akan
82
h) Siswa berada dalam lingkungan sosial tertentu. Apa yang dipelajari
2006).
berbahasa ibu dan bahasa kedua. Bahasa yang telah dikuasai siswa
yang oleh Richards (2006: 27) dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu
kelompok yang berorientasi pada proses, dan yang berorientasi pada produk.
83
(Text/Genre-based Instruction) dan pembelajaran berbasis kompetensi
(Competency-based Instruction).
teks yang terdiri dari segala komponennya, baik yang terkait dengan bentuk,
menyeluruh dan sangat ideal secara teori ini bukannya tanpa kendala dalam
kendala yang dihadapi guru Bahasa Inggris di Korea dan di China dalam
guru. Belajar adalah mendengarkan dan bukan bicara. Orang-orang timur tidak
yang berfokus pada ujian tulis. Target siswa dalam belajar apapun, termasuk
Bahasa Inggris, adalah mendapatkan skor tinggi, karena skor tinggi ini adalah
84
masa depan mereka. Tugas guru adalah membantu mereka dalam mencapai
tujuan, sehingga pengajaran lebih berfokus pada cara mengerjakan soal ujian dan
metode mengajar yang dirasa paling tepat adalah grammar translation method,
dan bukan CLT. Itulah suara guru dan siswa di Korea dan China yang tentunya
temannya. Dengan demikian orang tidak akan belajar secara sendirian, melainkan
berfokus pada makna. Fokus pada makna dapat dicapai manakala pembelajaran
(model yang berfokus pada hasil belajar), ataupun, Task-based Teaching dan
7. Kemandirian Belajar
menempatkan otonomi pelajar sebagai hal yang sentral. Pelajar memiliki otonomi
lebih besar untuk menentukan sendiri apa yang akan mereka pelajari, dan
85
pembelajaran bahasa asing yang diusulkan oleh banyak pakar, antara lain Nation
dan Macalister (2010), Kumaravadivelu (2006), dan Brown (2002). Nation dan
bagaimana memonitor dan menjadi sadar akan usaha belajarnya sehingga mereka
menjadi pemelajar yang efektif dan mandiri. Brown (2002: 12) menyatakan
Untuk mencapai automaticity, pemelajar harus diajarkan strategi belajar. Hal ini
adalah buah dari waktu dan usahanya sendiri. Oleh karenanya kemandirian belajar
86
1) Teknis, yang berfokus pada keterampilan dan strategi belajar:
belajarnya sendiri.
responsibility for their learning, share in the setting of learning goals, take
their learning and evaluate its effectiveness.” Pembelajar bahasa yang mandiri
paham apa tujuan belajarnya, mampu bertanggung jawab untuk usaha belajarnya,
berusaha mencapai tujuan belajar yang sudah ditetapkan, memiliki prakarsa untuk
belajarnya, dan kemandirian ini menyangkut paling tidak lima hal, yaitu, 1) situasi
87
kapasitas bawaan sejak lahir, 4) penerapan latihan bertanggung jawab bagi
mandiri, yaitu:
sendiri,
5) punya perhatian yang cukup baik terhadap bentuk maupun makna dalam
benar, dan
7) memiliki toleransi dan mau membuka diri untuk menerima bahasa target.
88
autonomus learner ini seseorang memiliki tujuan dalam belajar dan memiliki cara
itu dibangun (constructed), dan bukan dipelajari atau ditemukan. Bahkan teori ini
isu-isu kekuasaan dan idiologi, dan dipandang sebagai proses interaksi di dalam
masyarakat yang dapat membawa perubahan sosial. Bentuk bahasa terkait erat
dengan makna sosial, dan demikian pula sebaliknya, makna sosial terkait erat
dengan bentuk bahasa. Berdasarkan teori ini, learner autonomy lebih diwarnai
89
oleh nuansa sosial dan politik. Ketika pemelajar menjadi lebih sadar terhadap
hal ini disebabkan oleh (1) kurangnya pelatihan belajar mandiri oleh guru, (2) Ada
mengubah pola tingkah laku. Untuk membantu siswa menuju kemandirian belajar,
ada beberapa hal yang perlu diupayakan, antara lain: (1) dengan pemodelan oleh
kemandirian belajar. Guru sendiri harus mandiri karena kemandirian guru akan
berimbas ke siswa. Guru yang mandiri akan mampu membuat siswa mandiri.
belajar dengan menciptakan situasi dan kondisi dan melatihkan strategi belajar
90
kepada siswa. (Johnson, Pardesi & Paine, 1990, sebagaimana dikutip
Thanasoulas, 2000: 7)
mahasiswa adalah tatkala mereka melakukan riset, dan yang paling sedikit
banyak belajar mandiri, guru juga perlu menyediakan fasilitas atau wadah yang
program e-learning, daftar websites yang perlu diakses siswa juga diperlukan.
tindakan tertentu yang diambil oleh pemelajar agar belajar menjadi lebih mudah,
lebih cepat, lebih menyenangkan, lebih self-directed, lebih efektif, dan lebih
mudah ditransfer ke situasi yang baru. Menurutnya, definisi yang kedua lebih
91
kaya dan lebih mencerminkan konsep yang dimaksud. Oxford (1990)
mengklasifikasi strategi belajar Bahasa menjadi dua kategori besar, yaitu strategi
langsung dan tidak langsung. Strategi belajar langsung terdiri dari tiga, yaitu
belajar tidak langsung terdiri dari tiga, yaitu metacognitive strategies, affective
maupun tidak langsung terbagi lagi menjadi beberapa strategi yang lebih spesifik,
92
Tabel 8. Klasifikasi Strategi Belajar Bahasa Tidak Langsung Menurut Oxford
(1990)
93
Di antara sekian banyak strategi belajar dalam klasifikasi Oxford, Turner
kemandirian belajar siswa, yaitu: (1) sediakan checklist strategi belajar yang perlu
diisi oleh siswa, (2) Sediakan deskripsi dan manfaat dari masing-masing strategi
belajar, (3) terapkan pembelajaran dengan model CBI, dan (4) pindahkan
Dari paparan Turner ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model
pembelajaran CBI adalah salah satu cara untuk meningkatkan kemandirian belajar
mahasiswa.
belajar siswa dapat berkembang by design not by chance. Guru dapat membantu
melatihkan strategi belajar yang diperlukan siswa, dan melatih siswa untuk dapat
94
kemandirian belajarnya jika dia mampu merancang, memonitor, menerapkan, dan
nyata antar siswa dengan menggunakan input bahasa yang bermakna dan
rasa percaya diri, perseverance diperlukan siswa dalam melibatkan diri secara
lebih baik, yang merupakan dua kualitas yang diperlukan dalam mencapai
teknik kata kunci, sangat berguna dalam memahami dan mengingat kembali
informasi baru, yang merupakan fungsi penting dalam proses mencapai kemahiran
mengarahkan siswa menjadi pemelajar yang mandiri dan kemandirian belajar ini
95
encourage greater overall self-direction for learners. Self direction is particularly
important for language learners, because they will not always have the teacher
around to guide them as they use the language outside the classroom. Moreover,
(Oxford, 1990: 10). Strategi belajar yang dikuasai siswa dapat mengarahkan
mereka pada kemandirian belajar. Kemandirian ini sangat penting karena guru
tidak selalu ada di dekat mereka. Dengan kemandirian belajar siswa akan tetap
kelas.
meliputi: penciptaan hubungan yang kuat antara guru dan siswa, penciptaan
tersedianya sumber dan sarana belajar yang melimpah. Faktor internal meliputi
bagaimana cara belajar, dan keterampilan afektif terkait dengan perasaan dan
emosi
oleh Meyer, Haywood, Sachdev, dan Faraday (2008) dan mereka menemukan
96
kelemahan dirinya sehingga mereka bisa mengelola kekurangan-kekurangan itu,
yang tidak dapat diabaikan. Conole dalam Levy (2012: 279) dalam penelitiannya
terhadap dua siswa yang belajar bahasa menemukan bahwa mereka telah
menggunakan lebih dari 30 jenis teknologi yang berbeda baik untuk belajar
mengartikan istilah teknologi sebagai segala objek yang dapat dilihat dan disentuh
linguascope dan web site lain yang dirancang untuk pembelajaran Bahasa) dan 5)
teknologi telah membawa dampak yang signifikan dalam segala aspek kehidupan
pesat dan begitu beragam jenisnya memberikan tantangan yang cukup berat bagi
97
guru, karena guru dituntut untuk mengubah sikapnya terhadap proses pendidikan.
Guru dituntut untuk lebih bersikap terbuka, bersedia belajar hal baru,dan bersedia
hubungan antara guru dan murid dan oleh karenanya guru perlu dipersiapkan
berteknologi,
f. Teknologi menawarkan sumber dan buku ajar yang melimpah bagi guru.
kelas.
98
i. Menggunakan berbagai alat ICT memungkinkan pembelajar Bahasa
berbahasa.
peran baru. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi. Sumber
siswa dapat belajar lebih mudah dan lebih efektif. Agar teknologi dapat
secara cermat yaitu: 1) teacher’s beliefs about the nature of language and
language learning, yaitu aspek bahasa apa saja yang penting dan harus diajarkan
kepada siswa. Tahap ini adalah penentuan isi pembelajaran; 2) the pedagogical
menggunakan CBI, TBLT, atau yang lain; dan 3) the choice of technologies to
support the learning tasks, karena setiap teknologi memiliki keunggulan dan
secara seimbang dengan memasukkan berbagai macam aspek bahasa yang saling
99
Pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran memunculkan istilah CALL
CD-ROMs, dan alat-alat komunikasi lain seperti hand-phones, atau MP3 players
learning dalam pembelajaran, terdapat beberapa istilah yang satu dengan lainnya
learning, online learning, dan blended learning. Distance learning dan open
yang sebagian dilakukan secara tatap muka offline dan sebagian lagi dengan
pembelajaran diajukan oleh Dudeney dan Hockly (2008: 138-139), yaitu: (1) A
100 percent online language learning course, (2) A blended language learning
materials. Menurutnya, pada umumnya guru yang memiliki minat pribadi untuk
bagian dari kebijakan atau mandat dari lembaga atau pemerintah. Model ke 3 juga
sangat mungkin diterapkan dalam kontek di mana akses internet dan benwidth
100
Banchari (2006: 35) menyatakan bahwa pengembangan materi ajar untuk
CALL merupakan kerja kolaboratif dari ahli pembelajaran bahasa, ahli program
komputer, dan ahli grafis. Aspek pedagogis harus menjadi pertimbangan utama,
dan karenanya dalam mendisain materi ajar dengan komputer dapat dilakukan
pelajaran tatap muka dan pengajarannya menjadi lebih efisien dan efektif. Selain
dapat mengatasi kurangnya exposure terhadap Bahasa target, kurang latihan dan
101
lain, karakteristik siswa, karakteristik guru, disain pengajaran, dukungan fasilitas,
tenggara, masih sebatas pada asycronious model. Syncronious model tidak mudah
kondisi seperti ini siswa-siswa yang dia teliti lebih memilih kegiatan pembelajaran
tatap muka dari pada pembelajaran online. Menurut siswa-siswa yang dia teliti,
pembelajaran tatap muka lebih berharga dari pada pembelajaran on-line, dalam
artian lebih memotivasi, lebih menyenangkan, lebih membuat paham, dan juga
interaksi antara guru-siswa dan siswa dengan siswa lainnya lebih berharga dan
bermakna.
sebagai proses menentukan pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap apa yang
harus dipelajari siswa di sekolah, pengalaman belajar apa yang harus diberikan
untuk mencapai hasil yang diinginkan, dan bagaimana proses belajar mengajar di
kelas dapat direncanakan, diukur, dan dievaluasi (Richards, 2001: 2). Seel (2008:
132) menyatakan bahwa isu pokok dalam pengembangan kurikulum adalah untuk
102
menentukan isi dan metode pembelajaran yang relevan untuk menjawab tantangan
media) yang diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan formasi yang dapat
didayagunakan.
proses yang saling terkait yang berfokus pada merancang, merevisi, menerapkan,
program.
Seel (2008: 138) mengatakan bahwa program harus didisain dengan benar.
rancangan secara keseluruhan. Disain program yang dirancang dengan baik akan
memberikan peta bagi seluruh peserta pendidikan (guru, siswa, orang tua) dalam
struktural (Structural unity). “Conceptual integrity means that all concept must be
103
semantically related to each other in ways that assure integrity throughout the
pengetahuan dari berbagai bidang kajian linguistik terapan, seperti kajian teori
pengembangan bahan ajar. Komponen dari disain kurikulum bahasa terdiri dari
bahasa, 4) tujuan, 5) isi dan urutan bahan ajar, 6) menemukan format dalam
Dari pendapat Nation dan Macalister (2010) dan Richards (2001) dapat
diawalai dengan analisis lingkungan atau situasi dan analisis kebutuhan, kemudian
104
pembelajaran atau silabus, memilih dan menyiapkan bahan ajar,
1) Analisis Lingkungan
& Macalister, 2010: 2), situation analysis atau constraints analysis (Richards
hal, yaitu hal-hal yang terkait dengan situasi proses belajar dan mengajar (alokasi
waktu, fasilitas, dan sumber belajar yang tersedia), terkait dengan guru
dengan siswa pada umurnya, seperti misalnya, apa yang sudah mereka ketahui,
untuk apa mereka belajar bahasa Inggris, apakah mereka menyukai cara belajar
tertentu.
gambaran tentang institusi, guru, siswa, sumber belajar yang tersedia, dan
2) Analisis Kebutuhan
tujuan dan isi pembelajaran (Nation & Macalister 2010: 24). Kebutuhan dapat
dikelompokkan menjadi target needs dan learning needs (Hutchinson & Waters,
105
1987). Target needs adalah kemampuan apa yang diperlukan siswa dalam situasi
target. Target needs dapat dikelompokkan menjadi necessities, lacks, dan wants.
berfungsi dengan baik. Lacks adalah apa yang belum mereka kuasai, sedangkan
wants adalah apa yang mereka ingin pelajari. Learning needs adalah kebutuhan
belajar atau apa yang harus dilakukan siswa untuk dapat belajar.
untuk berkomunikasi lisan maupun tulis baik reseptif maupun produktif. Artinya
kegiatan praktik, belajar mandiri, dan mengerjakan soal ujian. Learning needs
adalah apa yang perlu dilakukan siswa untuk dapat belajar (Nation & Macalister
2010: 24). Menurut Hyland (2006) dan Brick (2012) mahasiswa memerlukan
menguasai kosa kata, grammar, sistem tatatulis Bahasa Inggris untuk dapat
catatan, meringkas isi bacaan, membuat slide, dan melakukan presentasi atau
perguruan tinggi, yaitu: (1) untuk dapat membaca publikasi dalam Bahasa Inggris,
106
mendapatkan pekerjaan, (4) meningkatkan taraf kehidupan, dan (5) meningkatkan
hasil belajar.
Berbagai macam tujuan belajar Bahasa Inggris ini tentu tidak semuanya
dapat dicapai dalam satu perkuliahan Bahasa Inggris.Untuk itu perlu dipilih tujuan
mana yang akan diangkat dalam model pembelajaran Bahasa Inggris yang akan
dikembangkan.
goals terdiri dari aims dan objectives. Aim adalah tujuan umum sedangkan
statement of specific changes a program seeks to bring about and results from an
lingkungan, analisis kebutuhan, dan filsafat belajar yang diikuti oleh perancang
107
Selanjutnya, Richards memberikan contoh-contoh tujuan umum program
tidak hanya sekedar menyebutkan aktivitas yang akan dilakukan siswa, melainkan
“Students will study listening skill”. Untuk menjadi aim yang baik harus
empat tujuan umum tergantung besar kecilnya atau lamanya program yang
menyebutkan apa yang akan dicapai dalam unit-unit yang lebih kecil, memberikan
yang dapat diamati. Oleh karenanya tujuan khusus yang baik perlu dirumuskan
108
dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah sebagai berikut: menjelaskan learning
berikut.
109
l. Making critical judgements.
pembelajaran, dan kedua istilah ini perlu dibedakan terlebih dahulu. Richards
(2017) menyatakan bahwa kurikulum lebih luas dari pada silabus karena
yang meliputi tujuan program dan isinya yang terdiri dari berbagai bidang atau
mata pelajaran, sedangkan silabus adalah rancangan cakupan isi dan urutan dari
kegiatan-kegiatan: (1) developing a course rationale, (2) describing entry and exit
levels, (3) choosing course content, (4) sequencing course content, (5) planning
the course content (syllabus and instructional blocks), (6) preparing the scope
and sequence plan. Keenam proses ini tidak selalu dilakukan secara linier, namun
terkadang berjalan bersamaan dan pada aspek-aspek tertentu terjadi revisi terus
110
tersebut. Deskripsi ini didasarkan pada beliefs, values, dan goals program
This course is designed for working adults who wish to improve their
communication skills in English in order to improve their employment
prospects. It teaches the basic communication skills needed to communicate
in a variety of different work settings. The course seeks to enable
participants to recognize their strengths and needs in language learning
and to give them the confidence to use English more effectively to achieve
their own goals. It also seeks to develop the participants’ skills in
independent learning outside of the classroom.
Describing the entry and exit levels. Untuk dapat mendisain program
pembelajaran Bahasa Inggris, perlu ditetapkan proficiency level yang ingin dituju.
dan advance. Tingkatan ini terlalu umum, sehingga perlu ditetapkan lebih spesifik
lagi, misalnya dengan mengacu ke skor TOEFL, IELTS, atau dengan tes khusus
untuk menetapkan tingkat kemampuan siswa. Kemampuan awal siswa ini juga
dapat dipakai dasar untuk merevisi tujuan pembelajaran yang mungkin terlalu
asumsi dasar tentang bahasa dan pembelajarannya yang digunakan oleh perancang
reflect the planners’ asumptions about the nature of language, language use, and
language learning, what the most essential elements or units of language are, and
how these can be organized as an affective basis for second language learning.”
111
Pendekatan khusus dalam penentuan isi pembelajaran ini ditentukan oleh
bidang studi yang dipelajari siswa, tingkat kemampuan bahasa siswa, pandangan
menuliskan gagasan awal yang masih kasar, diikuti dengan brainstorming dalam
gagasan ini dibandingkan satu sama lain dan dengan sumber-sumber lain sampai
mendapatkan gagasan yang jelas dan mendapatkan persetujuan dari tim. Dalam
proses ini tujuan program pembelajaran selalu diacu sehingga baik rumusan
tujuan maupun isi program pembelajaran selalu direvisi terus menerus.Isi atau
pertanyaan-pertanyaan seputar:
112
Determining the scope and content. Keputusan tentang isi program
terkait dengan penentuan scope dan sequence program. Scope menunjuk pada
pertanyaan (1) what range of content will be covered dan (2) to what extent
penentuan topik mana yang diberikan di awal, berikutnya dan sampai yang
terakhir.
bentuk dan urutan program pembelajaran sesuai dengan pendekatan yang diikuti.
Dalam proses ini kegiatan yang penting adalah memilih kerangka silabus yang
dan menjadi dasar dalam menentukan fokus dan isi pembelajaran. Ada banyak
situational, topical, functional, dan task based syllabus. Dalam memilih jenis
dipengaruhi oleh:
113
a) Knowledge and belief about the subject area. Silabus
pada umumnya,
pergi silih berganti ditentukan oleh tren saat itu baik di tingkat
model sylabus tertentu, antara lain competency based, task-based, text-based dan
content-based syllabus.
berdasarkan tema, topik, dan unit-unit isi lainnya. Dalam silabus jenis ini, isi atau
topik, dan bukan grammar, menjadi dasar atau starting point dalam penyusunan
selalu melibatkan isi atau topik dan grammar. Hanya starting pointnya yang
114
dikembangkan. An instructional block adalah a self-contained learning sequence
that has its own goals and objectives and that also reflects the ovelall objectives
for the course (Richards, 2001: 165). Penyusunan program ke dalam blok
pembelajaran. Blok pembelajaran bisa disajikan dalam bentuk lessons, unit dan
Lesson atau pelajaran adalah satu teaching block yang biasanya dapat
diselesaikan dalam satu atau dua kali pertemuan. Pelajaran ini memuat
Unit adalah teaching block yang biasanya lebih panjang dari pada satu
pelajaran (lesson) namun lebih pendek dari pada modul dan merupakan cara yang
paling banyak digunakan dalam mengatur isi program pembelajaran dan materi
ajar. Satu unit biasa berisi serangkaian pelajaran yang dirancang untuk membahas
satu fokus. Satu unit memberikan serangkaian aktivitas terstruktur yang mengarah
115
c) Coherensi: satu unit memeiliki satu bentuk kesatuan
keberhasilan pada siswa karena tujuan pembelajaran lebih dekat untuk dicapai dan
lebih khusus, namun perlu diperhatikan agar program tidak terlalu terkesan
terpisah-pisah
dua, yaitu teaching material dan learning material. Bahan ajar yang disusun
sebaiknya berupa learning material, yaitu berupa input bahasa yang akan
116
(2008: 4) menyitir pendapat dari Kreshen (1985), dan Maley (1994) dan
menyatakan bahwa pemerolehan bahasa pada siswa akan terjadi jika siswa
Bahasa dan mengusulkan kriteria materi yang dapat membantu siswa dalam
pengembangan materi ajar Bahasa Inggris dan dia menambahkan hal-hal lain
117
(2) Materi ajar harus memudahkan belajar siswa.
(3) Materi harus mampu membatu siswa mengembangkan rasapercaya
diri.
(4) Materi harus relavan dan berguna bagi siswa
(5) Materi menuntut dan memfasilitasi siswa untuk self-investment.
(6) Materi menyiapkan siswa memperoleh apa yang diajarkan.
(7) Materi meng-expose siswa pada penggunaan bahasa secara
otentik.
(8) Materi menarik perhatian siswa terhadap fitur kebahasaan dari
input teks.
(9) Materi memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan
bahasa target untuk tujuan komunikatif.
(10) Materi mempertimbangkan pengaruh positif dari pengajaran yang
tertunda
(11) Materi mempertimbangkan gaya belajar siswa.
(12) Materi mempertimbangkan perbedaan sikap afektif siswa.
(13) Materi memberikana silent period pada awal proses pembelajaran
(14) Materi memaksimalkan potensi belajar siswa dengan mendorong
keterlibatan intelektual, emosional dan estetika dengan aktivitas
yang menstimulasi otak kanan dan kiri.
(15) Materi tidak terlalu berfokus pada latihan terkontrol.
(16) Materi menyediakan kesempatan kepada siswa untuk
mendapatkan feed back hasil belajar.
(Maley, 2016: 16-17)
Selain mengajukan pandangannya sendiri, Tomlinson juga mensintesa
matari ajar hal-hal berikut harus diperhatikan. Hal-hal tersebut meliputi: teks
harus otentik, isi harus engaging, Bahasa harus natural, grammar diajarkan secara
118
induktif, kontekstual, praktis harus personal, keterampilan bahasa diintegrasikan,
control dan antara task-beased dan terkontrol, materi harus mengajarkan siswa
Maley (2014) mengusulkan kriteria sejenis tentang materi ajar yang efektif
yang meliputi:
(1) Materi ajar (texts and tasks) harus interesting, engaging, motivating
and involving.
(2) Bahasa yang digunakan harus bermakna, natural, dan bermanfaat.
(3) Harus ada progresi yang mulus dari langkah satu ke langkah berikutnya
dan selalu ada review untuk langkah-langkah sebelumnya.
(4) Bahasa yang diajarkan harus meliputi language functions yang
terbingkai dalam grammar (harus formulaic and rule-based); Lexis
harus theme-based sekaligus frequency-based, meliputi chunks dan juga
kata-kata lepas, disajikan baik bentuk maupun maknanya, yang
diajarkan baik secara explicit maupun implicit.
(5) Aktivitas Receptive skills harus meliputi reading dan listening untuk
pemahaman umum maupun detail beserta analisis teks. Cakupan materi
harus meliputi pengajaran sistematik mikro dan makro skills. Skills
harus terintegrasi, dan masukkan juga extensive reading and listening.
(6) Kegiatan pembelajaran productive skills harus communicative,
meaningful and student-centred. Writing activities harus mencakup
dimensi process dan produk. Kegiatan speaking harus mencakup sub-
skill khusus (turn-taking, turn beginning, dll.).
119
(7) Focus on form atau penjelasan grammar harus melibatkan siswa secara
aktif, disampaikan secara induktif, dengan cara discovery learning dan
deep-processing, jika mungkin.
(8) Latihan kebahasaan harus communicative, meaningful and student-
centred, mencakup accuracy- based dan juga fluency activities.
(9) Kegiatan pembelajaran harus beragam dan banyak pilihan untuk
menjamin flexibilitas bagi guru maupun siswa, sehingga mereka dapat
memilih sesui dengan kebutuhan.
(10) Silabus harus mencakup tujuan kebahasaan maunpun non-
kebahasaan (non-linguistic, misalnya pengembangan kekompakan
kelompok, pengajaran strategi belajar, pengembangan motivasi dan rasa
percaya diri siswa).
Sepuluh kriteria yang diajukan Hadfield (2014) ini dapat dijadikan
pedoman dalam menyusun materi ajar Bahasa Inggris sehingga tersusun materi
tersebut di atas diharapkan dapat menghasilkan materi ajar yang efektif. Untuk
pertanyaan-pertanyaan berikut.
120
(9) Do the activities provide opportunities to gain feedback on
effective use of English?
(10) Are the materials likely to sustain positive impact?
(Mol & Tin, 2008: 77)
Sepuluh kriteria penilain bahan ajar Bahasa Inggris ini dapat digunakan
yang efektif terwujud tidak hanya tergantung pada seberapa baik guru mengajar,
namun juga melalui penciptaan konteks dan lingkungan kerja yang memfasilitasi
faktor institusi, faktor guru, program pengajaran itu sendiri, dan siswa (Richards,
2001).
menyatakan bahwa evaluasi program dapat berfokus pada berbagai hal, antara
lain, disain kurikulum, silabus dan isi program, proses pembelajaran di kelas,
bahan ajar, guru atau pengajarnya, pelatihan guru, siswanya, progress siswa,
keputusan.
121
Richards (2017) menyatakan bahwa evaluasi dapat dilakukan ketika
program sedang bejalan untuk perbaikan program (evaluasi formatif), atau dapat
sumatif).
a) Apakah waktu yang tersedia cukup dan dapat dimanfaatkan dengan baik?
b) Apakah materi ajar dapat digunakan dengan baik, tidak terlalu sukar, tidak
terlalu mudah?
menyukainya?
122
Efektivitas program pembelajaran Bahasa Inggris dapat pula dilihat
khusus.
konsep-konsep sulit.
h) Memberikan model Bahasa target tulis dan lisan yang bagus untuk
diikuti.
123
c) Pembelajaran mengarah pada pencapaian hasil belajar yang bermakna.
bermakna.
seharusnya.
diterapkan sesuai dengan rencana dan dapat mencapai tujuan yang telah
124
Mengacu pada sintesis Li (2012) dan Richards dan Bohlke (2011) proses
pelajaran yang akan dicapai. (3) Menyajikan materi ajar baru secara bertahap yang
latihan sehingga siswa menjadi sangat aktif. (6) Memberikan banyak pertanyaan
untuk mengecek pemahaman siswa dan memperoleh respon dari semua siswa. (7)
Membimbing siswa pada latihan tahap awal. (8) Memberikan umpan balik dan
125
koreksi yang sistematis terhadap performansi siswa. (9) Memberikan pengajaran
dan (10) latihan secara eksplisit dan memonitornya pada jam pelajaran.
Sebagian besar atau bahkan hampir semua pengajaran yang dirancang oleh guru
pengajaran jelas, waktu digunakan secara efektif dan efisien, siswa aktif dalam
terdiri dari lima tahap, yaitu tahap orientasi, tahap presentasi, tahap latihan
terstruktur, tahap latihan terbimbing, dan tahap latihan mandiri, yang ditampilkan
126
Teacherprovides corrective feedback for errors
and reinforces correct practices.
Phase Four: Guided Students practice semi-independently.
Practice Teacher circulates, monitoring students
practice.
Teacher provides feedback through praise,
promps, and leave.
Phase Five: Independent Students practice independently at home or in
Practice class.
Feedback is delayed.
Independent practices occur several times over
an exended period.
(Joyce, Weil, & Calhoun, 2009: 375-276).
terbukti efektif dan mampu meningkatkan hasil belajar. Wenno (2014) dalam
sebagaimana diungkapkan oleh Joyce, Weil, dan Calhoun (2009: 76) “Models are
developed patterns that have been submitted to research and development. They
are the technical base for a vocation.” Dari pengertian dasar “model” ini, istilah-
127
istilah lain yang dibentuk dengan kata model (model pengajaran, model
ungkapan Joyce, Weil, dan Calhoun (2009: viii, dan 6), “Models of teaching are a
teachers who have beaten a path for us and hacked out some clearings where we
can start our own inquiries.” Model pengajaran adalah cara-cara atau langkah-
pengembangan. Model-model pengajaran ini dapat diikuti dan diteliti lebih lanjut.
pengajaran karena ketika guru mengajar adalah suatu upaya bagaimana membuat
siswa belajar. Dengan demikian model pembelajaran adalah pola baku bagaimana
environment, dan management system (Arends, 1997). Sejalan dengan hal tersebut
pembelajaran terdiri dari empat hal utama, yaitu focus, syntax, social system, dan
support system. Model pembelajaran harus memiliki elemen dasar tersebut, yaitu
harus memiliki tujuan yang jelas. Model juga menjelaskan bagaimana proses
pembelajaran dijalankan, dievaluasi, dan kondisi serta dukungan fasilitas apa saja
128
b. Langkah-langkah Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis
Tema
Terkait dengan model pengembangan program pembelajaran berbasis tema
dengan pendekatan 6T, Stoller dan Grabe (1997) menyatakan bahwa model
isi/pesan yang diwujudkan dalam tema, teks, dan topik merupakan dasar dalam
menentukan kegiatan belajar yang diwujudkan dalam tasks. Tasks ini mencakup
semua kegiatan belajar baik yang terkait dengan pemahaman isi, butir bahasa,
maupun strategi belajar. Berbagai topik dan tasks akan ditautkan melalui transisi,
5) Sequencing of content.
topik).
8) Menentukan transisi.
129
9) Menerapkan dalam pembelajaran (fine-tuning theme units while they
are being implemented. Plan will change and vary as teachers take
11. Revisi
Macalister (2010) yang meliputi: (1) analisis lingkungan (konteks), (2) analisis
tujuan, (5) Menentukan isi dan urutan bahan, (6) menentukan format penyajian,
(7) monitoring dan assessment, serta (8) evaluasi, dan yang diajukan Richards
sebagai berikut:
efektif)
6) Evaluasi program.
130
Jika dipadukan dengan model penelitian dan pengembangan yang diajukan
Dick dan Carey (1996) yang terdiri dari Analysis, Design, Development,
2) Tahap Perancangan, atau Design. Tahap ini meliputi penetapan tujuan, isi
kelas.
Indonesia, antara lain oleh Mustadi (2011), Solikhah (2015), Sundari dan
pengajaran Bahasa Inggris di UNY dengan sasaran Program Studi PGSD yang
program pengajaran yang dihasilkan lebih banyak berfokus pada grammar. Hal ini
131
dapat dilihat dari silabus yang dihasilkan, dengan topik pembahasan 90% tentang
Grammar.
untuk IAIN Surakarta dengan berdasar pada learning outcome. Learning outcome
yang dituju adalah agar mahasiswa dapat membaca dengan pemahaman teks-teks
dengan grammar dasar dan kosakata 1000 dan 2000 pertama, dan dapat
melalukan percakapan sehari-hari dengan grammar dan kosa kata yang telah
dipelajari. Barang kali learning outcome yang dituju ini sangat sesuai dengan
konteksnya namun masih sangat jauh jika untuk mengarah kepada EAP.
Inggris MKU untuk Sekolah Tinggi Seni di Bandung dengan model post-method
analisis lingkungan, guru dan siswa, dan guru berperan sebagai perancang
program, penyusun bahan ajar, pelaksana pengajaran yang pada akhirnya akan
dari model ini ialah tidak ada standar isi, proses, maupun hasil yang dapat
digunakan oleh guru lain karena semua ditentukan oleh guru yang bersangkutan
132
Dengan demikian pengajaran Bahasa Inggris Aini ini sebenarnya berbasis tema,
telah ada, model ke empat (Aini, 2008) yang paling dekat dengan model yang
terletak pada tema yang diusung dan fokus study skills yang menjadi target utama
dikelompokkan menjadi tiga: 1. Intensive English Program, yang terdiri dari tiga
tingkat, yaitu English for Beginners, English for Intermediate, dan Introduction to
CBI; 2. Content-based programs yang terdiri dari dua tingkatan, yaitu Theme-
penulisan laporan penelitian atau jurnal dalam Bahasa Inggris. Kelompok satu
dapat diasumsikan sebagai general English, kelompok dua, adalah ESP, yang
terdiri dari EAP level 1 (EGAP), EAP level 2 (ESAP 1), EAP level 3 (ESAP 2)
dan EOP. Kelompok 3 adalah EAP tertinggi, yaitu penulisan artikel jurnal dalam
Bahasa Inggris.
133
Jika dibandingkan dengan kurikulum Sinem, program pembelajaran
Bahasa Inggris yang dikembangkan dalam penelitian ini hanya sebagian kecil dari
tinggi, yaitu pada program perkuliahan kelompok dua level satu, yaitu theme-
besed courses atau EAP level 1 atau EGAP. Meskipun hanya bagian kecil dari
dikembangkan dalam penelitian ini lebih terfokus dan lebih detil, bukan hanya
oleh Broadaway (2012) di Jepang. Dia menerapkan CBI dalam pengajaran Bahasa
pelajaran yang berupa video-video presentasi tentang berbagai macam topik yang
dapat digunakan secara bebas oleh para pendidik di dalam kelas. Moodle
yang diberi tema “How we learn” yang terbagi menjadi 4 bagian, yaitu 1) Tedtalk
sebagai input teks, 2) Blended activities, yaitu kegiatan pembelajaran baik secara
dirancang untuk mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris tahun ke empat agar mereka
pendidikan secara global, sehingga forum diskusi menjadi bagian yang sangat
134
penting. Dia menemukan bahwa mengelola forum diskusi adalah bagian yang
sangat banyak memakan waktu, oleh karenanya jumlah peserta (mahasiswa) harus
pengajaran Bahasa Inggris dengan CBI dengan model theme based instruction
bagi mahasiswa tahun pertama, mampu mendorong mahasiswa untuk lebih aktif
dalam proses pembelajaran karena mereka lebih tertantang dan termotivasi untuk
Belajar Bahasa Inggris menjadi lebih bermakna dan kosakata menjadi lebih
ditentukan oleh variasi kegiatan pembelajaran, dan pemilihan materi yang sesuai.
135
Theme dan tasks harus sesuai dengan tingkat kemampuan bahasa siswa, sesuai
dengan minat dan keinginan siswa, dan relevan dengan kehidupan siswa.
yang sudah ada di Indonesia, penelitian ini memiliki persamaan konteks, namun
penelitian dengan model pembelajaran yang sama di luar negeri, penelitian ini
memiliki seting atau konteks yang berbeda. Seting yang berbeda menimbulkan
konsekwensi yang berbeda pula, baik terkait dengan kebijakan, orang-orang yang
terlibat, dan sumber-sumber belajar yang tersedia. Selain itu, seting yang berbeda
juga memberikan warna yang berbeda dalam segala aspek. Selain seting, substansi
sudah ada dan hanya efektif jika digunakan untuk kelas kecil, sebaliknya,
penelitian ini mengembangkan pembelajaran untuk kelas besar dan dengan bahan
136
C. Kerangka Pikir
akademik (EAP). EAP adalah salah satu cabang dari ESP, yaitu Bahasa Inggris
perguruan tinggi dan bahasa Inggris yang digunakan mahasiswa dalam kegiatan
(Hyland, 2006).
pertama dan utama yang harus dilakukan mahasiswa di Indonesia, dan kegiatan
dapat dikatakan mampu membaca jika dia mampu menangkap makna dari teks
tulis yang dibacanya (Sugirin, 2013; Grabe & Stoller, 2011). Untuk dapat
menangkap makna dari teks tulis yang dibaca, seseorang harus menguasai bahasa
137
kesempatan untuk membaca pemahaman, mengembangkan kesadaran akan
cermat. Siswa akan termotivasi untuk tetap membaca jika teks-teks sesuai dengan
minat dan kebutuhan mereka. Pemilihan teks sesuai dengan minat dan kebutuhan
pendekatan 6T, yang terdiri dari langkah-langkah penentuan theme, topics, texts,
threads, tasks, dan transition. Dengan model 6T akan dapat dikembangkan model
pembelajaran Bahasa Inggris yang utuh dan fleksibel (Stoller & Grabe, 1997).
Theme, text, topik dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan. Tasks atau kegiatan
dikembangkan berdasar pada text yang sedang diajarkan. Threads dipilih untuk
topic dan task yang akan mengarah pada tujuan akhir pembelajaran.
Pembelajaran Bahasa Inggris berbasis tema adalah model CBI yang sangat
fleksibel. Dia dapat diterapkan di tingkat pendidikan apa saja, di bidang keahlian
apa pun, untuk peserta pembelajaran dengan kemampuan bahasa seberapapun, dan
138
dapat diajarkan oleh pengajar bahasa tanpa harus sangat mahir di bidang studi
tertentu (Davis, 2003). Selain fleksibel, model ini juga motivating (Hernandez,
2012; Yang, 2009). Tema tertentu akan sangat menarik bagi mahasiswa program
studi tertentu, misalnya musik untuk mahasiswa program studi Seni Musik,
mereka belum menguasainya (Rasanen, 2009; Shahidi, dkk. 2014). Study skills
ini mengangkat tema study skills at university sebagai tema utama. Dengan
mengangkat tema ini, study skills diajarkan secara eksplisit melalui teks-teks
luar kelas. Dengan cara ini pula mahasiswa akan memperoleh pengetahuan
praktik membaca baik secara intensif di dalam kelas, maupun ekstensif di luar
139
pembelajaran seperti ini dinamakan model pembelajaran langsung atau direct
langsung juga terbukti mampu meningkatkan hasil belajar siswa (Wenno, 2014).
tinggi (Allan, 2010). Kemandirian belajar ini sangat penting untuk dilatihkan
dirinya sehingga mampu mengelola diri untuk mengatasinya (Meyer, dkk., 2008)
strategi belajar mandiri kepada siswa (Johnson, Pardesi, & Paine, 1990 dalam
belajar adalah riset dan kerja projek (Broad, 2006). Fasilitas yang dapat
140
mendorong kemandirian belajar adalah tersedianya sarana dan bahan ajar yang
dapat digunakan oleh mahasiswa untuk belajar mandiri, seperti perpustakaan dan
Elfurqaan, 2014). Selain itu, kemandirian belajar juga perlu diajarkan secara
mengangkat topik kemandirian belajar sebagai bagian dari tema study skills at
pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas, dengan modul dan blended
learning.
tema utama, dan yang di dalamnya termuat topik tentang kemandirian belajar, dan
belajar membaca secara intensif di dalam kelas dan secara ekstensif di luar kelas,
141
mereka. Dengan tiga keterampilan ini mereka akan meningkatkan learning
capacity mereka, yaitu mampu mempelajari bidang studi mereka dengan lebih
tema yang dikembangkan, yaitu berfokus pada Reading, berfokus pada study
kemandirian belajar.
makna dari teks yang dibacanya yang ditandai dengan pemahaman, penguasaan
142
Keterampilan belajar adalah pengetahuan dan keterampilan belajar di
keterampilan mengatur waktu dan diri untuk pengembangan diri, dan memiliki
terhadap potensi dan kelemahannya, dan memiliki keberanian untuk bertanya dan
•Independent learning
•Academic reading
Study Skills •Ethics in education
•Information skills
•Presentation skills
•Knowledge
Independent
Learning
•Skills
•Attitude
143
kerangka CBI, dan lebih khusus lagi, dengan model theme-based teaching
pendekatan 6T.
kelancaran berbahasa.
muka 16 kali yang dilengkapi dengan materi dan tugas-tugas baik mandiri
144
maupun kelompok secara online maupun offline. Pembelajaran di kelas
kontekstual.
yang sesungguhnya.
SKS (16 kali pertemuan), dan bahan ajar untuk belajar mandiri dalam
145
bentuk modul baik hard copy maupun soft copy yang di upload di Internet
mereka mendapatkan input berupa teks-teks baik yang mereka dengar maupun
146
sebagai input adalah teks akademik dengan tema-tema sesuai bidang studi mereka
agar mereka merasa bahwa apa yang mereka pelajari berguna dan sesuai dengan
kebutuhan dan minat mereka. Teks-teks yang dipilih adalah teks otentik sehingga
mahasiswa mendapatkan input teks yang tepat dan layak sesuai dengan
Tidak semua input yang diberikan kepada mahasiswa akan dapat diterima
dan menjadi pengetahuan baru bagi mereka. Hanya input yang comprehensible
saja yang akan menjadi pengetahuan baru (intake). Intake meliputi tiga hal, yaitu
Disain proses pembelajaran yang diadopsi dalam model ini adalah model
1. Pre-reading
2. While-reading
3. Post-reading
komunikasi, dan ini merupakan output dari kegiatan pembelajaran. Output yang
147
dihasilkan (content, language, dan learning strategy knowledge) akan senantiasa
keterampilan ini menjadi bagian dari kehidupan akademik mahasiswa, dan pada
148
mahasiswa sehingga mereka akan mampu belajar bidang ilmu mereka
dengan lebih baik. Hal ini dikarena mereka mampu membaca sumber-
sumber informasi dari Internet, buku-buku teks, artikel jurnal, sumber-
sumber belajar lainnya dalam Bahasa Inggris.
8. Meningkatnya kapasitas mahasiswa dengan penguasaan Bahasa Inggris
dan study skills at higher education akan meningkatkan hasil belajar
bidang studi mereka, dan meningkatkan daya saing mahasiswa di dunia
global.
D. Pertanyaan Penelitian
Inggris di UNY?
UNY?
149