Anda di halaman 1dari 10

Muh. Irfan Handeputra | http://mediaku.

org

Tugas UAS Pengantar Jurnalisme


Departemen Komunikasi S1 Reguler
Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia

“ZINE”
MANIFESTASI JURNALISME
MANDIRI IDEAL DALAM MEDIA
KOMUNIKASI SUB-BUDAYA

MUH. IRFAN HANDEPUTRA


NPM: 0905010557
Muh. Irfan Handeputra | http://mediaku.org

“Zine punya elemen Jurnalisme?” Mungkin banyak dari kita yang belum tahu apa
itu zine, bagaimana dan seperti apa bentuknya. Banyak orang hanya sekali melihat lalu
menganggap ini bentuk propaganda kiri, komunis, ateis dan lain-lain berbentuk cetak.
Sebenarnya Zine tidak seburuk dan sepicik stereotipe demikian, karena Zine pun isinya
berragam. Untuk mengetahui lebih lanjut, lebih baik kita sama-sama belajar tentang apa
itu Zine sesungguhnya dan berbagai alasan mengapa saya bisa berhipotesa kalau Zine
bisa dianggap sebagai media alternatif.

Pengenalan singkat tentang Zine.


Nama “Zine” diambil sebagai kependekan dari fanzine1 dan berasal dari potongan
huruf magazine (majalah). Zine biasanya merupakan sejenis media cetak atau fotokopian
(format hardcopy lebih mirip newsletter / bulletin kecil) yang diedarkan dalam jumlah
cetakan terbatas dengan ruang lingkup yang terbatas pula. Zine sendiri tujuan
publikasinya adalah sebagian besar untuk berbagi informasi dan ide-ide semata, sehingga
dijual murah (mungkin tepatnya balik modal si penulis zine) atau malah gratis.

Zine ini sebenarnya konsepnya mirip dengan majalah, hanya saja


pengorganisasiannya tidak harus ditulis secara professional, isi dan format tidak harus
selalu sama, tidak dikejar deadline dan mampu dilepas-edarkan kapanpun, dan jumlah
cetakan pun biasanya disesuaikan dengan isi kantong pembuatnya, yang biasanya dicetak
dengan sistem fotokopi. Topik yang mungkin termuat dalam satu zine pun sangat luas,
bisa beragam mulai dari isu sosial-politik, curhat pribadi, atau bahkan berisi materi seks
yang kurang lebih semuanya lebih sering ndihindari untuk diangkat oleh media-media
mainstream. Singkatnya, zine adalah media cetak dengan kebebasan penuh dalam
memproduksi maupun berkreasi.

Zine di Indonesia?

1
Fanzine = sejenis media yang dibuat secara bebas dan tidak harus menggunakan keahlian tertentu,
diciptakan oleh komunitas penggemar hal-hal yang biasanya tidak mudah ditemui di ruang masyarakat.
Contoh: fanzine berisi cara membuat Bong untuk kalangan pecinta ganja.
Muh. Irfan Handeputra | http://mediaku.org

Mungkin ada yang tekejut kalau ternyata Zine di indonesia muncul bersamaan dengan
masuknya budaya perlawanan (counter-culture) -yang ternyata berhasil menembus
barikade Orde Baru- ke Indonesia. Budaya perlawanan ini sendiri bermanifestasi dalam
bentuk musik dan juga ideologi yang dikandung didalamnya. Sebut saja yang paling
dikenal, musik punk rock. Seperti juga fenomena yang terjadi diluar negeri dahulu, saat
musik punk dibawa oleh trend, teknologi bernama internet, juga mahasiswa yang pulang
dari sekolah di negeri orang, budaya memproduksi Zine turut hadir dan berkembang
bersamaan dengan kemajuan pergerakan counterculture yang juga sering kita kenal
bernama underground atau “bawah tanah”.

Kehadiran Zine ini juga mampu mematahkan anggapan bahwa komunitas


underground di Indonesia hanya berisi orang-orang malas atau hanya bisa rusuh dan
mabuk-mabukan saja. Justru Zine bertema subkultur dan musik underground ini sebagian
besar dipopulerkan oleh kalangan kecil intelektual kampus yang berangkat dari
komunitas tersebut, yang pada kenyataannya merupakan generasi ‘rahasia’ yang sadar
sosial, sangat melek media, berdigdaya teknologi (umumnya mereka berkomunikasi
dengan komunitas underground luar dengan fasilitas internet untuk bertukar informasi)
dan paham serta kritis terhadap ilmu sosial (mau tahu hal yang lebih mengejutkan?
Banyak pioneer ‘senior’ gerakan Zine ini sekarang merupakan jurnalis dan beralmamater
di jurusan komunikasi. Contoh: Arian 13, vokalis Seringai, salah seorang pionir gerakan
underground dan Zine, kini bekerja di majalah Playboy edisi Indonesia).

Setelah melihat tulisan diatas pasti akan banyak yang mengeluh “wah, kalau
begitu Zine di Indonesia punya monopoli tema underground saja ya?”.Tidak juga. Isu-isu
sosial sangat banyak bermain sebagai isi Zine di Indonesia. Sebut saja isu-isu paling
terkenal serng diangkat di dunia zine, seperti misalnya: globalisasi, paham cinta
lingkungan, pembodohan media, penjajahan atas negara dunia ketiga, kritik-kritik
konsumtivisme, anarkisme dan marxism yang “sesungguhnya”, dan lain-lain.

Tapi, tidak semua Zine isinya se-“seram” diatas, loh! Ada juga Zine yang
membahas puisi, curhat, pertukaran opini, desain, komik, musik non-underground, gaya
hidup vegetarian, lesbian dan homoseks, dan masih banyak lagi topik yang bisa diambil.
Muh. Irfan Handeputra | http://mediaku.org

Yang pasti konteksnya tergantung pada kemauan penulis. Zine biasa di edarkan di
konser-konser & toko-toko kaset musik underground / indie, distro, lapak penjual kaset
impor bajakan sampai kepada sistem mailorder dan prabayar.

menurut Kudzokojek si Estehjeruk2:


ada tiga bentuk Zine:
1. zine yang seluruh isinya dibuat atau ditulis sendiri oleh editor atau sebelumnya belum
pernah dipublikasikan dimedia lain.
2. zine yang sebagian isinya dibuat sendiri dan sebagian lagi hasil mengambil artikel
dari sumber lain yang sudah ada sebelumnya.
3. zine yang seluruh isinya hasil dari mengumpulkan dari sumber lain.

Selain itu, masih menurut Kudzokojek si Estehjeruk, zine punya tiga kategori:
1. Zine dengan format foto kopian > bentuk yang paling banyak ditemukan, zine
digandakan dengan sistem fotokopi, dan biasanya dalam jumlah sangat terbatas
(contoh: Tiga Belas, Empathy Lies, Confusion). Catatan: Zine jenis ini yang paling
umum dan harganya paling terjangkau -malah seringkali gratis. Kelemahanya adalah
kualitas fotokopian seringkali buram
2. Zine dengan format stensilan > zine dicetak menggunakan alat cetak, biasanya
sampul berwarna tetapi isinya menggunakan stensil hitam putih, biasanya mempunyai
penyebaran yang lebih luas dibanding yang di fotokopi. (contoh: Fallen Angel,
Rettrovore). Catatan: ini Zine ‘kelas menengah’ yang penggarapannya lebih serius
dan harganya bisa lebih mahal dikit tapi punya kualitas lebih baik
3. Zine dengan format kertas yang lebih lux.> ini bentuk paling bergaya, biasanya full
colour dan menggunakan kertas yang lebih tebal. (contoh: Ripple, Trolley, Outmagz).
Catatan: Waw, inilah jenis Zine yang kualitasnya menandingi kualitas hardcopy
majalah-majalah mainsteam dengan isi yang tetap ideal dan sesuai dengan suara hati.
Jenis Zine ini yang paling mahal namun isinya ‘sesuai' dengan harga yang terbayar.

2
Di salin dari isi blog-nya di http://blog.boleh.com/estehjeruk
Muh. Irfan Handeputra | http://mediaku.org

Sebagai bekas seorang penulis Zine, Bibo van Dishko, seorang mahasiswa FISIP UI
jurusan komunikasi yang mau berbagi informasi tentang apa efek dan manfaat zine.

Efek & Manfaat (pukul rata) Zine (terhadap komunitas underground / subculture)
• Sebagai alat dan forum komunikasi, baik didalam komunitas tertentu / underground
maupun sesuai tujuannya untuk memperkenalkan hal yang “baru” kepada
pembacanya. Mengajak setiap orang dalam komunitas ini untuk “berbicara”.
• Melatih artikulasi ide-ide dan mengasah kreativitas penulis, membuat dari desain
sendiri, memberdayakan budaya one man - news station.
• Mendorong audience dan penulis menjadi prosumen3 dan aktif, berdikari mandiri
(Do-It-Yourself) dan menjadi tidak bergantung pada media massa.
• Mendorong terjadinya self-educating, membuka wawasan sosial dan pengetahuan.
• Mencegah pembodohan media dengan konsumtivisme-nya, menjadikan audience
menjadi “melek media” dan kritis atasnya lalu mendidik sekelilingnya dengan zine.
• Menjadikan audience bebas memilih dan menjadikan kayanya ide-ide dan opini yang
ada dan berkembang, sebagai opsi untuk memilih, bukan karena tidak ada pilihan lalu
diam seperti teori Spiral of Science4.
• tidak ada copyright dalam isi Zine. Komunitas Zine beragumen bahwa informasi itu
harusnya gratis disebarluaskan. Kita bebas memberitakan dan mencantumkan apa saja
yang mnurut kita berguna dan layak dibaca orang lain. Sehingga arus informasi lebih
luas. Namun, etika biasanya tetap dipertahankan yaitu dengan mencantumkan nama
sumber yang disalin.
• Semua konflik dan masalah yang misalnya timbul karena Zine ini (misalnya
mengenai isi dan andangan-pandangan) biasanya dijawab / di-balas juga dengan
menggunakan media Zine lagi. Melatih kelihaian preposisi kita dengan kekuatan
sendiri (tidak perlu ada yang konyol seperti proses tuntut menuntut ke pengadilan)

Meskipun kelihatanya “sempurna”, Zine juga punya kelemahan yaitu apabila dijadikan
alat propaganda kuat atas bermacam-macam hal akan lebih mudah diserap tanpa lebih
3
Prosumen: membeli barang untuk kemudian menciptakan / menghasilkan barang / jasa baru.
4
Teori ini menyebutkan bahwa terkadang kita harus menyembunyikan opini kita untuk patuh pada opini
yang dominan -> terbungkam
Muh. Irfan Handeputra | http://mediaku.org

pertimbangan, karena konsesus komunitas alternatif demikian seringkali berupa


kepercayaan berlebih kepada anggota komunitas dan kecurigaan penuh terhadap dunia
luar.

Zine punya unsur jurnalistik?


Yap, Zine juga punya makna sendiri sebagai bentuk berita cetak alternatif. Mengapa
disebut punya unsur jurnalistik? Hal itu bisa dilihat dari paparan kamus Oxford dan
Ensiklopedia jaringan nirkabel, bahwa Jurnalisme punya makna:

1. Perbuatan mengumpulkan, menulis, memperbaiki (editting), dan menghadirkan berita


maupun artikel berita, melalui media cetak, seperti koran ataupun majalah, juga
melalui media siar, seperti radio dan televisi.
2. Hal-hal materiil yang ditulis untuk dimasyarakatkan, dalam Koran dan majalah,
maupun media penyiaran
3. Karakteristik dari gaya menulis atas hal-hal yang ada, dalam Koran dan majalah, yang
terdiri dari presentasi langsung atas fakta-fakta maupun peristiwa dengan sedikit
usaha untuk menguraikan dan juga menafsirkannya.
4. Koran dan majalah.
5. Rangkaian pelatihan akademis untuk para pelajar yang mempelajari jurnalisme.
6. Kecenderungan minat terbaru, juga, daya tarik yang terkenal luas, dalam bentuk
materiil tertulis.

Perbandingan Zine “versus” media cetak mainstream


Saya akan coba membandingkan Zine dengan media cetak seperti koran dan majalah
melalui konteks Sembilan Elemen Jurnalisme milik Bill Kovach & Tom Rosenstiel:

1. Kewajiban pertama atas Jurnalisme: ketundukannya terhadap kebenaran.

Zine hampir selalu ingin menyuarakan nilai-nilai kebenaran hakiki yang seringkali
tertindas dan harus dibunuh oleh konsensus masyarakat tentang apa yang ‘sebaiknya’
benar dan salah, sementara media masih harus tunduk terhadap konsensus sosial dan
suara umum tersebut. Contoh: Zine akan membahas, misalnya anarkisme atau
marxisme dengan sudut pandang transparan mengenai nilai-nilainya dibandingkan
dengan media yang pasti akan langsung menyudutkan / menyalahkan karena
Muh. Irfan Handeputra | http://mediaku.org

masyarakat maunya begitu dan media malah seringkali cenderung hanya


menampilkan apa yang masyarakat mau, bukan apa yang mereka butuh.

2. Loyalitas utamanya: kepada warga masyarakat.

Zine lebih membela komunikasi kaum minoritas yang selama ini cenderung
dikesampingkan, dianggap tidak penting dan malah kadang dihantam media
mainstream karena ingin menyamakan persepsi dengan konsensus masyarakat.

3. Esensi Jurnalisme: kepatuhan pada pembuktian-pembuktian / verifikasi.

Sama seperti media, kadangkala Zine juga berisi rumor, namun kebanyakan isinya
adalah sejenis konsensus komunitas kultur alternatif yang global dan bisa didapat dari
internet maupun literatur-literatur yang ada.

4. Praktisinya harus mempertahankan kenetralannya dari hal-hal yang mereka


liput, sekalipun mereka setuju atas hal-hal tersebut.

Tidak ada isi media yang netral. Media juga membawa kepentingan pemilik modal
dan manajemen korporasi agar perusahaan tetap berlangsung aman. Zine yang bebas
dari orientasi mencari keuntungan mencoba menyuarakan berita dari sudut pandang
berbeda tanpa ada masalah berarti dengan apakah hal-hal yang dibahas, apakah akan
menjual atau tidak. Media mewakili kalangan mainstream, Zine mewakili minoritas.

5. Mengabdi sebagai pengawas kekuasaan (pemerintah) yang netral dan mandiri.

Kita bisa bandingkan bahwa isi Zine kadang bisa lebih kritis dan punya isu-isu yang
di media tidak akan dimuat karena takut berurusan dengan pembredelan dan hukum.

6. Menyediakan forum, baik itu untuk kritik, maupun hal-hal yang disetujui
bersama oleh masyarakat

Zine menyediakan forum untuk kalangan minoritas yang menurut teori komunikasi
massa menjadi spiral of silence karena harus menyesuaikan diri dengan kalangan
mayoritas
Muh. Irfan Handeputra | http://mediaku.org

7. Berusaha membuat hal-hal yang penting menjadi menarik dan relevan.

Sekali lagi, menarik atau relevannya suatu isu terkadang / sebagian besar merupakan
bagian dari agenda setting media5. Zine menampilkan isu yang meskipun bentuknya
feature news, namun penting dan bisa juga menarik, tergantung selera. Contoh:
(judul) “mengapa kita harus menolak WTO”, “Lesbi juga manusia”, dan lain lain.

8. Menjaga agar berita-berita yang diliput dan disajikan selalu luas, yakni meliputi
banyak hal, dan juga proporsional / sepadan.

Mengenai hal ini, Zine punya kedudukan setara majalah karena sama-sama punya
tema tertentu dan untuk pangsa tertentu. Mengenai penilaian tentang proporsional
atau tidak, kebanyakan tergantung konsensus sosial.

9. Praktisi Jurnalisme harus diperbolehkan untuk menggunakan hati nurani


mereka –dalam menjalankan tugasnya-.

Polemik ini berhasil dijawab oleh para penulis Zine. Karena Zine merupakan bentuk
media anarkis (dalam arti dan esensi sesungguhnya) yang menyuarakan kebebasan
berbicara, mereka tidak harus berurusan dengan hukum profesi, editor yang bias, dan
latar perusahaan untuk memberitakan tugas. Namun para penulis Zine masih tetap
memakai etika dalam menulis dan memberitakan banyak hal.

Mampukah Zine mengimbangi perkembangan jaman?


Tren di komunitas Zine sendiri kini telah berubah. Banyak para penulis Zine
menggunakan media internet sebagai pengganti media cetak, karena merasa dapat
menghemat waktu dan biaya. Zine dalam bentuk media internet ini biasa disebut
Webzine. Webzine memiliki format yang sama seperti Zine.

5
Teori Agenda Setting: Teori ini mencoba menggambarkan bahwa media seringkali berhasil
mempengaruhi hal apa yang harus dipikirkan masyarakat dalam jangka waktu lama, meskipun mereka
tidak selalu berhasil mempengaruhi sudut pandang masyarakat.
Muh. Irfan Handeputra | http://mediaku.org

Webzine di Indonesia mungkin bisa dikatakan “lekat” dengan Komunitas pergerakan


underground, yang sebagian merupakan orang-orang yang sadar berteknologi dan selalu
cepat menanggapi perubahan. Mereka merasa kancah maya bisa juga menjadi senjata
mereka untuk bertahan dan berbagi informasi juga kepada forum pergerakan
multinasional. Biasanya ada yang membuat format Zine dalam sebuah webpage gratis
berbasis .tk dan geocities, atau hanya sekedar layanan Blog gratis.

Bukan rahasia lagi bahwa Zine berbasis internet juga telah lama menjadi media utama
untuk kalangan intelektual muda yang ter-represi karena dimarginalkan atas dasar
ideologi mereka yang dianggap “salah”. Anarkisme, komunisme, globalisasi dan
konsumtivisme, front pembebasan binatang, feminisme dan liberal-pluralis adalah “nama
tengah” mereka. Webzine ini menjadi alternatif bagi mereka, melihat kultur Indonesia
masih terpuruk pada jaman kebodohan dimana ketakutan-ketakutan membuat
perkembangan informasi dan kebenaran realita ditindas sehingga mereka tidak bebas
berkarya, tidak seperti di negara-negara yang sudah membebaskan masyarakatnya
memilih.

Pada akhirnya, Zine pada perkembangannya dapat dikatakan mampu menjadi sebuah
kekuatan alternatif tersendiri yang mampu mengimbangi arus informasi mainstream yang
di kuasai media konvensional beserta segenap latar belakang serta konsep sosial
mayoritas ditambah dengan status quo orang-orang yang berkepentingan terhadap
kekuasaan.

Meskipun pengaruh dan manfaat dari Zine ini punya kecenderungan positif, namun
sepertinya zine hanya akan bisa diterima oleh masyarakat luas apabila paradigma berpikir
masyarakat telah berubah dan pluralitas bisa diterima sebagai suatu entitas realita yang
utuh, dibandingkan dengan penekanan pola represi dari arus masyarakat mayoritas
terhadap minoritas yang menjadikan Zine menjadi tersingkir dan dianggap tabu. Zine bisa
menjadi jawaban komunikasi yang kelihatan terputus dan kurang harmonis antara kaum
mayoritas dan minoritas itu sendiri, agar kaum mayoritas mau mencoba memahami isi
pikiran kaum minoritas dan mereka dapat memulai suatu konteks saling memahami dan
menghargai keberadaan masing-masing.
Muh. Irfan Handeputra | http://mediaku.org

Resensi::
http://en.wikipedia.org/wiki/Webzine
http://en.wikipedia.org/wiki/Zine
“Sembilan Elemen Jurnalisme” oleh Bill Kovach & Tom Rosenstiel
“Philosophy of Punk : More than noise” oleh Craig O’Hara

Pengalaman penulis sebagai seorang penggiat zine & pendukung paham anarkisme serta
libertarian

Contoh web”zine” dengan berbagai tema dan topik::


http://www.sayap-imaji.tk/
http://anarkia.blogdrive.com/
http://new-babylon.blogspot.com/
http://ladollyvita.blogdrive.com/
http://anarchoi.gudbug.com/
http://www.geocities.com/kolektifkontrakultura/
http://www.brontakzine.com/news.htm
www.totalfeedback.com
www.deathrockstar.tk

“Don’t Hate The Media… Be The Media…”


-Eric Reed Boucher a.k.a Jello Biafra

Anda mungkin juga menyukai