PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya alam, selain menyediakan barang dan jasa, juga menjadi
serta sebagai aset bangsa yang penting. Oleh karena itu, ketersediaan dan
and control), maka para ekonom lebih menyukai untuk diterapkannya sistem
lingkungan akan lebih senang dan memilih membayar pajak bila ia sangat
Atau produsen yang tak terlalu mencemari lingkungan akan memilih untuk
melengkapi.
B. Pembatasan Masalah
C. Tujuan Penulisan
mencakup kebijakan pajak dan susidi bagi perusahaan yang dapat mengurangi
yang dibuang sesuai dengan baku mutu yang ditentukan. Ini berarti
membayar nilai bersih limbah buangan yang diizinkan. Hal ini dapat
masyarakat modern sekarang ini mau tidak mau, harus pula dihadapkan
Sehingga untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara kedua hal tersebut
awal dan selama proses produksi dan bukan pada akhir proses produksi.
pemasangan alat pengolah limbah atau pemasangan alat penyaring debu dan
sebagai contoh, pemerintah dapat menerapkan pajak atas emisi dan bahan
bakar yang berasal dari fosil. Kebijakan ini dikenal sebagai pajak karbon
(carbon taxes). Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengurangi emisi
dan juga untuk mengurangi jumlah bahan bakar fosil yang digunakan
ongkos produksi.
Sejalan dengan hal tersebut, pajak atas bahan bakar fosil akan
sebagainya.
lingkungan.
produk ini dikenakan pada proyek yang merusak lingkungan, yaitu bila
tidak sepakat dengan prinsip tersebut dengan beberapa alasan tertentu yang
akan dibahas didepan. Professor A.C. SPigou adalah orang pertama yang
pajak tersebut harus dibayar oleh orang atau lembaga yang menimbulkan
titik manfaat sosial bersih yang optimal yaitu pada jumlah produksi Qs
yaitu pada saat pajak yang dikenakan persis sama dengan biaya kerusakan
barang atau produk sampai titik Qm. Namun demikian apabila biaya
karena itu, produksi akan berhenti pada titik Qs dan berakibat mengurangi
ditentukan lebih tinggi dari volume Ws, ini berarti produsen masih akan
dari pada biaya ekternal yang dipikul oleh masyarakat. Jadi, terlalu banyak
baku mutu limbah itu ditentukan lebih rendah daripada volume Ws yaitu
secara keseluruhan. Dengan penentuan baku mutu setinggi Wf, ini berarti
pencemaran setinggi Wp yang lebih tinggi dari pada bila produsen dikenai
pajak setinggi t. Ini berarti bahwa pengaturan langsung dengan baku mutu
akan barang tersebut dan beralih ke jenis produksi lain yang tidak merusak
faktor berikut :
tersebut.
polusi karbon dioksida diudara, harus lebih tinggi dari pada pajak yang
tidak sama.
pajak ke konsumen.
menjadi P1.
konsumen juga.
meningkat. Oleh karena itu, penganut paham ini merasa pantas jika
lainnya.
mencemari lingkungan.
E. Subsidi Lingkungan
Pigou (1877-1959).
masing membuang limbah sebanyak 500 ton per tahun ke sungai. EPA
menilai limbah itu terlalu banyak, dan berniat menguranginya. Ada dua
pajak. Mereka yakin penerapan pajak itu sama sekali tidak kalah
tertentu, EPA tinggal menghitung tingkat pajak yang paling tepat untuk
penurunan polusi yang akan terjadi. Namun EPA juga harus hati-hati,
karena pajaknya terlalu tinggi, polusi akan hilang, karena semua pabrik
menurunkan polusi.
jumlah yang sama, padahal penurunan sama rata, bukan merupakan cara
pabrik kertas akan segera mengurangi polusinya, karena hal itu lebih
murah dan lebih mudah dilakukan dari pada membayar pajak, sedangkan
pabrik baja, yang biaya penurunan polusinya lebih mahal, akan memilih
menetapkan harga atas hak berpolusi. Sama halnya dengan kerja pasar
ini.
dan kontrol tidak akan memberikan alasan atau insentif bagi pabrik-
maksimal (misalkan 300 ton per tahun), maka perusahaan itu tidak akan
membuang biaya lebih banyak agar polusinya dapat ditekan lebih rendah
semakin sedikit polusi yang mereka ciptakan, akan semakin sedikit pula
diperoleh pemerintah dari pajak tersebut. Pajak Pigovian tidak seperti itu
ton per tahun. Namun, hanya sehari setelah peraturan itu diumumkan,
pimpinan dua perusahaan, yang satu dari pabrik baja dan yang lain dari
Pabrik baja perlu menaikkan ambang polusinya 100 ton per tahun. Agar
oleh pemilik pabrik baja. Haruskan EPA mengizinkan kedua pabrik itu
mengakibatkan dampak eksternal apa pun, karena batas polusi total tidak
Logika yang sama yang berlaku untuk setiap transfer hak berpolusi
menciptakan sumber daya langka yang baru, yakni hak berpolusi. Pasar
dan berkembang, dan pada gilirannya, pasar ini akan tunduk pada
yang dihadapkan pada biaya yang sangat tinggi untuk berpolusi, pasti
akan aktif dipasar itu, karena bagi mereka, membeli hak berpolusi lebih
akan senang hati menjual haknya berpolusi karena hal itu akan
dibiarkan bekerja dengan bebas, maka alokasi akhirnya akan lebih efisien
dibanding alokasi awalnya, terlepas dari sebaik apa pun alokasi awal
tersebut.
dampak akhir dari kedua kebijakan ini akan sama saja. Dalam kedua
perusahaan yang sudah memiliki izin polusi tetap harus membayar dalam
akan mereka peroleh seandainya mereka menjual izin polusi itu dalam
berpolusi.
pasar polusi. Kedua panel yang terdapat pada gambar dibawah ini sama-
pajak Pigovian. Dalam kasus ini, kurva penawaran hak berpolusi bersifat
izin polusi terbatas. Dalam kasus ini, kurva penawaran hak berpolusi
EPA dapat mencapai sembarang titik pada kurva itu, dengan menetapkan
terbatas.Namun dalam beberapa hal, penjualan izin polusi bisa lebih baik
dari itu pada penerapan pajak Pigovian. Umpamakan saja EPA suatu
ketika ingin membatasi limbah yang dibuang di sungai tidak lebih dari
600 ton. Tetapi karena EPA tidak mengetahui kurva permintaan polusi,
maka ia tidak akan dapat memastikan berapa besar pajak yang harus
akan diperoleh dengan melelang izin polusi sebanyak 600 ton limbah.
Hasil lelang ini akan memberi pendapatan seperti halnya pajak Pigovian.
pembersih udara).
polusi udara, atau bagi pencarian sumber energy terbarukan. Subsidi ini
Indonesia
yang diambil dari dana yang dapat dikumpulkan negara, antara lain
Energi dan Sumber Daya Mineral, ternyata subsidi BBM dinikmati oleh
triliun.
subsidi BBM pasti akan membebani belanja APBN. Tidak hanya itu,
negatif lainnya yang tak kalah berat. BBM bersubsidi telah menimbulkan
A. Kesimpulan
B. Saran
pencemaran lingkungan.
lingkungan.
4. Perlu adanya ramalan yang tepat mengenai besarnya pajak yang harus
tersebut.
Simarmata, Dj.A. 1994. Ekonomi Publik & External LPFE Universitas Indonesia.
Cullis, John and Jones, Philip. 1992. Public Finance – Public Choice. Mc. Graw
Hills, New York.