Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PRESENTASI JURNAL

PENGARUH TERAPI BERMAIN MENDONGENG DENGAN


PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA ANAK
USIA PRA SEKOLAH AKIBAT HOSPITALISASI
DENGAN
PENGARUH TERAPI BERMAIN LILIN TERHADAP PENURUNAN
TINGKAT KECEMASAN PADA ANAK USIA PRASEKOLAH YANG
MENGALAMI HOSPITALISASI DI RSUD dr. SOEDARSO PONTIANAK

Disusun Oleh :
Kelompok B
Agnes Yudith Yobelta (2104043)
Anastasia Mampesi (2104046)
Briantoko Lilih Waluyo Utomo (2104049)
Cindi Stevani Anggelia (2104052)
Faniea Maawati (2104063)
Junivka Jelita (2104078)
Maria Leonita Maturbongs (2104085)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES BETHESDA YAKKUM
YOGYAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Presentasi Jurnal “Pengaruh Terapi Bermain Mendongeng Dengan


Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Pra Sekolah Akibat Hospitalisasi
Dengan Pengaruh Terapi Bermain Lilin Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan
Pada Anak Usia Prasekolah Yang Mengalami Hospitalisasi Di Rsud Dr. Soedarso
Pontianak” telah diteliti dan disetujui oleh Preceptor akademik Stikes Bethesda
Yakkum Yogyakarta.

Yogyakarta, 18 November 2021

Preceptor Akademik

(Ethic Palupi, S.Kep., Ns., MNS)


JURNAL UTAMA

Pengaruh Terapi Bermain Mendongeng Dengan Penurunan Tingkat Kecemasan


Pada Anak Usia Pra Sekolah Akibat Hospitalisasi

Pawiliyah1, Liza Marlenis2

JURNAL PEMBANDING

Pengaruh Terapi Bermain Lilin Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia
Prasekolah Yang Mengalami Hospitalisasi Di Rsud Dr. Soedarso Pontianak

Ikbal fradianto Parjo1, Ariyani Pradana Dewi2


PENGARUH TERAPI BERMAIN MENDONGENG DENGAN
PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA ANAK USIA PRA
SEKOLAH AKIBAT HOSPITALISASI

Pawiliyah1, Liza Marlenis2


Program Studi Ilmu Keperawatan, STIKES Tri Mandiri Sakti
Bengkulu1,2
Pawiliyah@yahoo.com1

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi bermain


mendongeng dengan penurunan tingkat kecemasan pada anak usia pra sekolah
akibat hospitalisasi di RSUD Dr. Sobirin Lubuklinggau. Desain penelitian
menggunakan rancangan pre eksperimen one group pre-pos test design. Hasil
penelitian didapatkan mean penurunan kecemasan 10,50, dengan hasil
Wilcoxon Test Asym 0,000 < 0,005. Simpulan dari penelitian ini terdapat
pengaruh terapi bermain mendongeng terhadap skor kecemasan anak usia pra
sekolah yang dirawat di RSUD Dr. Sobirin Lubuklinggau.

Kata Kunci: Kecemasan, Mendongeng, Perawatan Anak, Terapi Bermain

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of storytelling play therapy with a
decrease in anxiety levels in pre-school age children due to hospitalization in
Dr. Sobirin Lubuklinggau. The study design used a pre-experimental one group
pre-post test design. The results obtained mean a decrease in anxiety 10.50,
with the results of the Wilcoxon Test Asym 0,000 <0.005. The conclusion of this
study is the effect of storytelling play therapy on pre-school age anxiety scores
of children treated at RSUD Dr. Sobirin Lubuklinggau.

Keywords: Anxiety, Storytelling, Child Care, Play Therapy


PENGARUH TERAPI BERMAIN LILIN TERHADAP
PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA ANAK USIA
PRASEKOLAH YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RSUD
DR. SOEDARSO PONTIANAK

Ikbal fradianto Parjo*


Ariyani Pradana Dewi**

Abstrak:
Latar belakang : Hospitalisasi pada anak mengharuskan anak untuk tinggal di
rumah sakit. Hospitalisasi dapat menyebabkan terjadinya kecemasan pada anak.
Kecemasan pada anak tidak dapat dibiarkan, karena hal ini dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah dengan cara terapi bermain lilin.
Objektif : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
terapi bermain lilin terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia
prasekolah.
Metode : Jenis penelitian ini pre-eksperimen dengan one group pre-post test
design. jumlah sampel 20 anak yang dilakukan dengan purposive sampling.
Analisa penelitian menggunakan uji statistik T berpasangan.
Hasil : Dari analisa perubahan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dengan
menggunakan uji T berpasangan didapatkan hasil nilai p = 0,000 dimana nilai p
< 0,05.
Kesimpulan : Pada penelitian ini ada pengaruh terapi bermain lilin terhadap
penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah di Ruang Anak RSUD
dr. Soedarso Pontianak.

Kata Kunci : Terapi bermain lilin, Kecemasan, Hospitalisasi.

The Effect Of Playing Candles Therapy Towards The Decreases Of Anxiety


Level On Pre-School Children Who Being Hospitalize In The Regional
General Hospital Doctor Soedarso Pontianak

Abstract
Background : Hospitalization for children requires them to stay in the hospital.
Hospitalization causes anxiety for children. Anxiety cannot be allowed on
children as this may interfere their growth and development. One way to solve
the children anxiety is candle therapy.
Objective : This study was conducted to determine whether play candle therapy
influences to decrease the level of anxiety of preschool children or not.
Methods : The type of this research is pre - experimental with one group pre-
post test design . Total sample was 20 children who performed with purposive
sampling . Analysis of this research using paired T statistical test.
Results : From the analysis of changing in the levels of anxiety before and after
using the paired T test results obtained where the value of p = 0.000 , p < 0.05.
Conclusion : In this study, there is an effect of playing candles therapy to
decrease the level of anxiety on children of preschool age in children room of
general regional hospitals doctor soedarso Pontianak .

Keywords : play candles therapy , anxiety , hospitalization

* Nursing Student Tanjungpura University


** Nursing Lecturer Tanjungpura University
PEMBAHASAN DENGAN PICO

Judul jurnal utama :

Pengaruh Terapi Bermain Mendongeng Dengan Penurunan Tingkat Kecemasan


Pada Anak Usia Pra Sekolah Akibat Hospitalisasi

Judul jurnal pembanding :

Pengaruh Terapi Bermain Lilin Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pada


Anak Usia Prasekolah Yang Mengalami Hospitalisasi Di Rsud Dr. Soedarso
Pontianak

Anak merupakan dambaan setiap pasangan yang sudah berkeluarga. Setiap


keluarga mempunyai mengharapkan anaknya dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal, sehingga dapat menjadi kebanggaan bagi keluaraga (Soetjiningsih,
2017). Masa kanak-kanak awal adalah tahap pertumbuhan dan perkembangan
yang terdiri atas usia 1-3 tahun (todler), dan usia 3-6 tahun (prasekolah). Pada
anak usia pre school, sakit merupakan penyebab salah satu kecemasan. Perawatan
anak-anak di rumah sakit adalah krisis besar yang terlihat pada anak anak, karena
anak-anak yang dirawat di rumah sakit mengalami perubahan keadaan kesehatan
dan juga lingkungan seperti ruang perawatan asing, petugas kesehatan yang
mengenakan uniform putih dan peralatan medis (Priyoto, 2019). Selama proses
itu, anak-anak bisa mendapatkan berbagai pengalaman tidak mengenakan yang
traumatis. Tindakan invasif adalah bagian dari rawat inap, tindakan ini dalam
bentuk memberikan suntikan, mengambil darah dan anak-anak preschool
merasakan ini sebagai suatu ancaman dapat menyebabkan rasa sakit (Wong,
2018). Reaksi anak-anak usia preschool selama dirawat di rumah sakit adalah
cemas yang dapat berupa regresi, yaitu kehilangan kendali, perpindahan, agresi
(penyangkalan), perilaku protes penarikan diri, dan lebih sensitif dan pasif seperti
menolak makan dan lainnya (Hidayat, 2018). Bermain adalah cara yang efektif
untuk mengatasi dampak selama proses rawat inap. Melalui bermain anak dapat
mengekspresikan semua yang mereka harapkan, mengembangkan keterampilan
dan kemampuan motorik mereka, dapat meningkatkan kemampuan kognitif,
kepercayaan diri meningkat dan mengembangkan potensi mereka (Martin, 2018).

No Kriteria Jawab Pembenaran dan Critical Thingking

1 P YA JURNAL 1
Bermain adalah cara yang efektif untuk mengatasi
dampak selama proses rawat inap. Melalui bermain
anak dapat mengekspresikan semua yang mereka
harapkan, mengembangkan keterampilan dan
kemampuan motorik mereka, dapat meningkatkan
kemampuan kognitif, kepercayaan diri meningkat dan
mengembangkan potensi mereka (Martin, 2008).
Mendongeng memiliki banyak keunggulan
dibandingkan dengan terapi lain, karena mendongeng
bisa memberikan kesenangan untuk anak-anak, karena
naluri anak-anak usia pra-sekolah mempunyai
kesenangan ketika mendengar cerita. Selain itu terapi
bercerita yang sangat efektif diberikan kepada anak-
anak yang memiliki energi terbatas untuk bermain
(Wong, 2009). Usia prasekolah keterampilan motorik
anak sudah mengalami perkembangan secara
signifikan sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan
perkembangan anak. (Supartini, 2012). Stress adalah
istilah umum untuk perubahan hormon yang terjadi
sebagai respons terhadap peristiwa atau kondisi yang
menakutkan atau mengancam. Ketika parah,
perubahan-perubahan ini disebut stres "beracun" dan
No Kriteria Jawab Pembenaran dan Critical Thingking

dapat menghambat perilaku, kapasitas kognitif, serta


kesehatan emosi dan fisik anak-anak. (Morsy and
Rothstein, 2019). Populasi dalam penelitian ini anak
usia prasekolah akibat hospitalisasi di RSUD Dr.
Sobirin Lubuklinggau. Sampel dalam penelitian ini
berjumlah 20 orang anak

JURNAL 2
Anak usia prasekolah merupakan anak yang
mempunyai rentang usia 2 hingga 6 tahun (Potter and
Perry, 2005; Behrman, Kliegman, Jenson 2006).
Hospitalisasi pada anak merupakan proses yang
dikarenakan suatu alasan yang berencana ataupun
darurat, sehingga mengharuskan anak untuk tinggal di
rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai
pemulangan kembali kerumah (Nursalam dkk, 2008).
Stress pada anak ini dapat diperlihatkan dengan
kecemasan yang muncul pada sikap anak. Kecemasan
yang terjadi pada anak tidak dapat dibiarkan, karena
hal ini dapat berdampak buruk pada proses pemulihan
kesehatan anak. Terapi bermain merupakan terapi pada
anak yang menjalani hospitalisasi. Permainan anak
akan membuat anak terlepas dari ketegangan dan stres
yang dialaminya karena dengan melakukan permainan,
anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada
permainannya dan relaksasi melalui kesenangannya
melakukan permainan (Supartini, 2012). Terapi
bermain dengan menggunakan lilin sangat tepat karena
lilin tidak membutuhkan energi yang besar untuk
No Kriteria Jawab Pembenaran dan Critical Thingking

bermain, permainan ini juga dapat dilakukan di atas


tempat tidur anak, sehingga tidak mengganggu dalam
proses pemulihan kesehatan anak (Ngastiyah, 2005).
Populasi dalam penelitian ini usia prasekolah di Ruang
Anak RSUD dr. Soedarso Pontianak. Sampel dalam
penelitian ini berjumlah 20 orang anak.

Critical Thinking :
Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak
menyenangkan yang ditandai oleh perasaan-perasaan
subjektif atau perasaan yang tidak diketahui jelas
penyebabnya, seperti ketegangan, ketakutan, dan
kekhawatiran. Anak usia prasekolah biasanya
mengalami separation anxiety atau kecemasan
perpisahan karena anak harus berpisah dengan
lingkungan yang dirasakan aman, nyaman, penuh kasih
sayang, dan menyenangkan seperti lingkungan rumah,
permainan, dan teman-teman sepermainan. (Hamari,
2011).
Hospitalisasi ialah salah satu penyebab stres baik pada
anak maupun keluarganya, terutama disebabkan oleh
cemas akibat perpisahan dengan keluarga, perlukaan
tubuh dan rasa sakit (nyeri), serta kehilangan kendali
(Nursalam dkk, 2008)

2 I YA Jurnal 1:
Penelitian menggunakan pra eksperimen dengan one-
group pre-post test design. Dilakukan pada 20
responden anak pra sekolah. Pertama diukur skor
No Kriteria Jawab Pembenaran dan Critical Thingking

kecemasan pada anak pra sekolah sebelum dilakukan


terapi bermain menggunakan lembar observer dari
HARS, setelah itu responden diberikan terapi bermain
mendongeng dan diukur skor kecemasan.

Jurnal 2:
Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan
menggunakan desain penelitian pre-eksperimental
dengan one-group pre-test post-test design tanpa
adanya kelompok kontrol.
Desain penelitian ini menggunakan satu kelompok
subjek, dimana diberikan pretest (pengamatan awal)
terlebih dahulu sebelum diberikan intervensi (terapi
bermain lilin), setelah diberikan intervensi, kemudian
dilakukan kembali posttest atau pengamatan akhir.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa
lembar observer tingkat cemas akibat hospitalisasi
yang diambil dari preschool anxiety scale.

Critical Thingking:
Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), pertama kali
dikembangkan oleh Max Hamilton pada tahun 1956,
untuk mengukur semua tanda kecemasan baik psikis
maupun somatik. HARS terdiri dari 14 item pertanyaan
untuk mengukur tanda adanya kecemasan pada anak
dan orang dewasa (Chrisnawati, G., & Aldino, 2019)
Preschool Anxiety Scale Revised (PASR) adalah skala
pengukuran yang berisi 22 skor kecemasan yang
meminta orang tua untuk memberikan informasi yang
No Kriteria Jawab Pembenaran dan Critical Thingking

benar mengenai anaknya, ke 22 item pernyataan berisi


pengukuran kecemasan. Kuesioner ini bisa digunakan
untuk mengukur tingkat kecemasan anak pada usia 2,5
sampai 6,5 tahun (Arisska, D., & Sitompul, 2017)

3 C YA JURNAL 1 ·
Penelitian ini di lakukan di RSUD Dr.Sobirin
Lubuklinggau dengan jenis Penelitian menggunakan
rancangan pre eksperimen one grup pre-post test
design. Kriteria populasi dalam penelitian ini adalah
semua yang dirawat di ruang melati. Sampel dalam
penelitian ini adalah anak usia pra sekolah yang
berjumlah 20 orang dengan menggunkan tehknik
accidental sampling. Analisis data menggunakan uji
statistic Paire Sample T-Test jika data berdistribusi
normal, sedangkan jika tidak berdristibusi normal
maka akan menggunakan Wilcoxon Test dengan
tingkat kebermaknaan 0,05.

JURNAL 2
Penelitian ini dilakukan di RSUD dr.SOEDARSO
PONTIANAK dengan jenis penelitian adalah
penelitian kuantitatif dengan menggunkan desain pra-
eksperimental dengan one grup pre-post test design.
tanpa adanya kelompok kontrolis. Poulsi pada
penelitian ini adalah seluruh anak yang mengalami
hospitalisasi di RSUD dr.Soedarso Pontianak yang
memenuhi kriteria sampel.Pengaruh terapi bermain
lilin terhadap kecemasan anak usia pra sekolah yang
No Kriteria Jawab Pembenaran dan Critical Thingking

mengalami hospitaisasi dianalisa menggunkan uji


statistik T-Test yaitu uji beda dua mean dependen
(paired sampel T-test).

Critical Thinking
Menurut Arikunto (2010:124) one group pretest-
posttest design adalah kegiatan penelitian yang
memberikan tes awal (pretest) sebelum diberikan
perlakuan, setelah diberikan perlakuan barulah
memberikan tes akhir (posttest)
Kedua Jurnal sama-sama membahas tentang terapi
yang berpengaruh pada kecemasan

4 O YA JURNAL 1
Berdasarkan hasil yang didapat dari 20 sampel
menunjukan negative ranks atau selisih skor
kecemasan anak usia pra skolah 20, yang artinya 20
anak mengalami penurunan skor kecemasan setelah
diberikan terapi bermain mendongeng. Sedangkan
mean rank atau rata-rata penurunan skor kecemasan
adalah sebesar 10,50. Uji Wilcoxon test diketahui p<
0.05 maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
antara skor kecemasan pre post dan post test, sehingga
dapat disimpukan bahwa ada pengaruh terapi bermain
mendongeng terhadap skor kecemasan anak usia pra
sekolah yang dirawat di RSUD Dr. Sobirin
Lubuklinggau.

JURNAL 2
No Kriteria Jawab Pembenaran dan Critical Thingking

Berdasarkan hasil yang didapatkan nilai rerata


kecemasan 14,20 dan standar deviasi 1.39 sebelum
diberikan terapi bermain lilin, sedangkan setelah
dilakukan terapi bermain lilin nilai rerata 6,45 dan
standar deviasi 3.00. hasil uji T berpasangan
didapatkan nilai (p < 0.05) atau terdapat perbedaan
yang signifikan antara tingkat kecemasan sebelum dan
sesudah diberikan terapi bermain lilin.

Critical Thinking
Berdasarkan hasil yang didapatkan, jurnal utama lebih
efektif dibandingkan jurnal pembanding karena terjadi
penurunan kecemasan yang signifikan.
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hospitalisasi adalah suatu proses dimana seseorang harus dirawat di rumah sakit
untuk mendapatkan perawatan agar keadaanya menjadi membaik. Setiap orang
memiliki reaksi yang berbeda-beda saat harus dirawat di rumah sakit termasuk
anak-anak. Anak sangat rentang terhadapa krisis hspitalisasi dan penyakit karena
stress akibat perubahan dari sehat dengan memiliki banyak rutinitas kemudian
harus diam dan terbaring di rumah sakit. Stress utama dari hospitalisasi adalah
perpisahan, kehilngan kendali. Faktor yang mempengaruhi rekasi anak prasekolah
terdapat sakit dan hospitalisasi adalah perkembangan usia. Pengalaman dirawat di
rumah sakit sebelumnya, support system yang tersedia, (Oktiawati, 2017).
Kecemasan merupakan suatu perasaan yang berlebihan terhadap kondisi
ketakutan, kegelisahaan, bencana yang akan datang, kekhawatiran atau ketakutan
terhadap ancaman nyata atau yang dirasakan kondisi di alami secara subjektif dan
di komunikasian dalam hubungan interpersonal (Saputro & Intan, 2017). Anak
prasekolah merupakan anak yang berusia 3-6 tahun yang memiliki kemampuan
berinterkasi dengan sosial dan lingkungannya pada masa ini anak memiliki
kemampuan mengontrol diri, berinteraksi dengan orang lain sebagai dasar menuju
tahap perkembangan selanjutnya, yaitu tahap sekolah (Astriani, 2017) .

Berdasarkan hasil uraian pembahasan dari jurnal pengaruh terapi bermain


mendongeng dengan penurunan tingkat kecemasan pada anak usia pra sekolah
akibat hospitalisasi dan pengaruh terapi bermain lilin terhadap penurunan tingkat
kecemasan pada anak usia pra sekolah yang mengalami hospitalisasi di RSUD dr.
Soedarso Pontianak keduanya sama-sama efektif. Tingkat kecemasan anak
prasekolah setelah diberikan terapi bermain lilin turun pada tingkat kecemasan
sedang sebanyak 7 responden (35%). Sedangkan pada jurnal utama, diketahui
setelah dilakukan terapi mendongeng, tingkat kecemasan anak Sebagian besar
turun menjadi cemas sedang sebanyak 12 responden (60%). Berdasarkan hasil
uraian kesimpulan diatas, kelompok kami memutuskan memilih jurnal pengaruh
terapi bermain mendongeng dengan penurunan tingkat kecemasan pada anak usia
pra sekolah akibat hospitalisasi lebih efektif di lihat dari hasil yang didapat dari 20
sampel menunjukan negative ranks atau selisih skor kecemasan anak usia pra
skolah 20, yang artinya 20 anak mengalami penurunan skor kecemasan setelah
diberikan terapi bermain mendongeng dengan tingkat kecemasan anak Sebagian
besar turun menjadi cemas sedang sebanyak 12 responden (60%). mean rank atau
rata-rata penurunan skor kecemasan adalah sebesar 10,50. Uji Wilcoxon test
diketahui p< 0.05 kemudian dpat disimpukan bahwa pengaruh terapi bermain
mendongeng lebih efektif terhadap penurunan skor kecemasan anak usia pra
sekolah.

B. SARAN
Memberikan dongeng yang berbeda-beda saat melakukan intervensi agar dongeng
yang didengarkan anak lebih bervariasi dan membuat anak tidak mudah bosan
dalam melakukan kegiatan bermain mendongeng.
Daftar Pustaka

Arisska, D., & Sitompul, D. R. (2017). Pengaruh Terapi Mewarnai Gambar


Dengan Pasir Warna Terhadap Kecemasan Anak Pra Sekolah 3-5 Tahun.
Astriani, K. (2017). Hospitalisasi & Terapi Bermain Pada Anak. Ngajuk: Adjie
Media Nusantara.
Chrisnawati, G., & Aldino, T. (2019). Aplikasi Pengukuran Tingkat Kecemasan
Berdasarkan Skala HARS Berbasis Android. Jurnal Teknik Komputer, 278.
Martin, G (2008) Terapi untuk anak ADHD. Jakarta. PT Bhuana Ilmu Populer
Nursalam, Susilaningrum, R., & Utami, S. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi dan
Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta: Salemba Medika
Ngantiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Oktiawati, D. (2017). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Tegal: CV Trans Info
Media.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Fundamental Keperawatan Volume 1.
Jakarta: EGC
Saputro, H., & Intan, F. (2017). Buku Ajar Anak Sakit Penerepan Terapi Bermain
Anak Sakit, Proses, Manfaat dan Pelaksanaannya. Ponorogo: Forum Ilmiah
Kesehatan (FORIKES).
Supratini, Y. (2012) Buku ajar konsep dasar keperawatan Anak. Jakarta: Salemba
Medika
Wong D, L (2009) Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Alih Bahasa Sumarno,
Agus dkk, Edisi 6 Volume 1. Jakarta EGC
LAMPIRAN

JURNAL UTAMA
Jurnal Keperawatan Silampari Volume 3, Nomor 1, Desember
2019 e-ISSN :2581-1975 p-ISSN :2597-7482
DOI: https://doi.org/10.31539/jks.v3i1.788

PENGARUH TERAPI BERMAIN MENDONGENG DENGAN


PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA ANAK USIA
PRA SEKOLAH AKIBAT HOSPITALISASI

Pawiliyah1, Liza Marlenis2


Program Studi Ilmu Keperawatan, STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu1,2
Pawiliyah@yahoo.com1

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi bermain mendongeng


dengan penurunan tingkat kecemasan pada anak usia pra sekolah akibat
hospitalisasi di RSUD Dr. Sobirin Lubuklinggau. Desain penelitian menggunakan
rancangan pre eksperimen one group pre-pos test design. Hasil penelitian
didapatkan mean penurunan kecemasan 10,50, dengan hasil Wilcoxon Test Asym
0,000 < 0,005. Simpulan dari penelitian ini terdapat pengaruh terapi bermain
mendongeng terhadap skor kecemasan anak usia pra sekolah yang dirawat di
RSUD Dr. Sobirin Lubuklinggau.

Kata Kunci: Kecemasan, Mendongeng, Perawatan Anak, Terapi Bermain

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of storytelling play therapy with a decrease
in anxiety levels in pre-school age children due to hospitalization in Dr. Sobirin
Lubuklinggau. The study design used a pre-experimental one group pre-post test
design.
The results obtained mean a decrease in anxiety 10.50, with the results of the
Wilcoxon Test Asym 0,000 <0.005. The conclusion of this study is the effect of
storytelling play therapy on pre-school age anxiety scores of children treated at
RSUD Dr. Sobirin Lubuklinggau.

Keywords: Anxiety, Storytelling, Child Care, Play Therapy


PENDAHULUAN
Anak merupakan dambaan setiap pasangan yang sudah berkeluarga. Setiap
keluarga mempunyai mengharapkan anaknya dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal (sehat mental, fisik, kognitif dan sosial), sehingga dapat menjadi
kebanggaan bagi keluarag, serta dapat berguna bagi bangsa dan negara. Anak
merupakan aset bangsa yang harus diberikan perhatian dimulai dari anak dalam
kandungan sampai dia menjadi manusia dewasa (Soetjiningsih, 2015). Sejak anak
masih berada dalam kandungan hingga menjadi dewasa, anak-anak akan
mengalami fase tumbuh dan kembang yang melewati beberapa tahapan yaitu
kognitif, tahap psikoseksual, dan tahap psikososial (Hidayat, 2008).
Masa kanak-kanak awal adalah tahap pertumbuhandan perkembangan yang
terdiri atas usia 1-3 tahun (todler), dan usia 3-6 tahun (prasekolah). Saat usia
prasekolah keterampilan motorik anak sudah mengalami perkembangan secara
signifikan sesuai dengan tahapan pertumbuhandan perkembangan anak. Pada
umur ini anak sudah dapat berjalan, berlari, dan melompat. Perkembangan konsep
diri pada usia prasekolah sudah dimulai pada usia 3-6 tahun, serta kemampuan
interaksi sosial anak sudah lebih luas, sehingga anak usia prasekolah dapat
mempersiapkan diri untuk memasuki uisa sekolah (Supartini, 2012).
Kondisi lingkungan rumah sakit adalah salah satu penyebab kecemasan bagi
anakanak baik lingkungan sosial seperti sesama pasien anak-anak yang di rawat
serta sikap dan interaksi petugas dan lingkungan fisik rumah sakit seperti
bangunan atau ruang perawatan, peralatan rumah sakit, bau khas, petugas rumah
sakit dan pakaian putih pekerja (Supartini, 2012). Pada anak usia pre school, sakit
merupakan penyebab salah satu kecemasan.
Berdasarkan data RSUD Dr. Sobirin Lubuklinggau yang merupakan rumah sakit
rujukan tipe C yang berada Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musirawas
Sumatera Selatan diperoleh jumlah anak yang di rawat di ruang rawat inap tidak
mengalami penurunan secara signifikan dan cenderung hampir sama setiap
tahunnya. Data anak yang dirawat di RSUD Dr. Sobirin Lubuklinggau pada tahun
2015 adalah 1.576 anak, pada tahun 2016 adalah 1.567 anak, sedangkan pada
tahun 2017 terjadi penurunan yaitu 1.537 anakdi rawat di RSUD Dr. Sobirin
Lubuklinggau 3635 anak (RSUP Dr. Sobirin Lubuklinggau, 2017)
Perawatan anak-anak di rumah sakit adalah krisis besar yang terlihat pada
anakanak, karena anak-anak yang dirawat di rumah sakit mengalami perubahan
keadaan kesehatan dan juga lingkungan seperti ruang perawatan asing, petugas
kesehatan yang mengenakan uniform putih dan peralatan medis (Priyoto, 2014).
Selama proses itu, anak-anak bisa mendapatkan berbagai pengalaman tidak
mengenakan yang traumatis. Rawat inap pada anak-anak preschool dapat dilihat
dari kecemasan dan stres yang dialami anak. Tindakan invasif adalah bagian dari
rawat inap, tindakan ini dalam bentuk memberikan suntikan, mengambil darah
dan anak-anak preschool merasakan ini sebagai suatu ancaman dapat
menyebabkan rasa sakit(Wong, 2009).
Reaksi anak-anak usia preschoolselama dirawat di rumah sakit adalah cemas yang
dapat berupa regresi, yaitu kehilangan kendali, perpindahan, agresi
(penyangkalan), perilaku protes penarikan diri, dan lebih sensitif dan pasif seperti
menolak makan dan lainnya (Hidayat, 2008).
Bermain adalah cara yang efektif untuk mengatasi dampak selama proses rawat
inap. Melalui bermain anak dapat mengekspresikan semua yang mereka harapkan,
mengembangkan keterampilan dan kemampuan motorik mereka, dapat
meningkatkan kemampuan kognitif, kepercayaan diri meningkat dan
mengembangkan potensi mereka (Martin, 2008). Mendongeng memiliki banyak
keunggulan dibandingkan dengan terapi lain, karena mendongeng bisa
memberikan kesenangan untuk anak-anak, karena naluri anak-anak usia pra-
sekolah mempunyai kesenangan ketika mendengar cerita. Selain itu terapi
bercerita yang sangat efektif diberikan kepada anak-anak yang memiliki energi
terbatas untuk bermain(Wong, 2009).
Pada saat anak dirawat di rumah sakit membuat anak terpisah dari lingkungan
mereka yang penuh kasih sayang, menyenangkan dan yang dirasakan aman, yaitu
suasana ingkungan rumah, permainan, dan teman seperainannya. Anak menolak
makan, menangis perlahan, sering mengajukan pertanyaan, dan tidak bersahabat
dengan petugas kesehatan itu adalah reaksi anak terhadap perpisahan dari
lingkungan sebelumnya (Deslidel, 2011).
Stress ”adalah istilah umum untuk perubahan hormon yang terjadi sebagai respons
terhadap peristiwa atau kondisi yang menakutkan atau mengancam. Ketika parah,
perubahan-perubahan ini disebut stres "beracun" dan dapat menghambat perilaku,
kapasitas kognitif, serta kesehatan emosi dan fisik anak-anak. Situasi yang
menakutkan atau mengancam lebih berkelanjutan dan dialami lebih sering oleh
anak-anak Afrika Amerika dan anak-anak yang kurang beruntung secara sosial
dan ekonomi, yang juga kurang memiliki akses ke sumber daya pelindung yang
dapat mengurangi stres mereka ke tingkat yang dapat ditoleransi. Laporan ini
menggambarkan frekuensi relatif dari stres beracun oleh ras dan kelas sosial, dan
menunjukkan bagaimana hal itu menekan hasil anak-anak dan berkontribusi pada
"kesenjangan prestasi. "Kami menyimpulkan dengan menyarankan kebijakan dan
mempraktikkan rekomendasi yang dapat mengurangi kerusakan kognitif, perilaku,
dan kesehatan dan stress beracun memicu (Morsy and Rothstein, 2019).
Anak adalah merupakan aset kehidupan Bangsa yang akan menjadi generasi
penerus keturunan bagi orang tua. Stres yang berkelanjutan dapat menjadi depresi
serta dapat merenggut kecerian dan kebahagiaan masa kecilnya seorang anak,
sehingga akan menghambat proses perkembangan anak. Anak berakhlak dan
cerdas tentu harus sehat secara jasmani dan rohaninya.
Berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan di Ruang Rawat Inap Anak RSUD
Sobirin pada tanggal 13 Desember 2017, dari 10 anak yang dirawat 2 orang anak
usia 6 tahun, dan 4 orang anak usia 5 tahun mengalami tingkat kecemasan sedang
(mulai berkeringat, nada suara tinggi, pola tidur berubah), 1 orang anak usia 3
tahun, dan 1 orang lagi anak usia 4 tahun mengalami tingkat kecemasan tinggi
(kontak mata yang buruk, dan berteriak), serta 2 orang anak usia 4 tahun
mengalami tingkat kecemasan ringan (anak tampak rileks, tampak gelisah tapi
sedikit, dan penuh perhatian.Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh
terapi bermain mendongeng dengan penurunan tingkat kecemasan pada anak usia
pra sekolah akibat hospitalisasi RSUD Dr. Sobirin Lubuklinggau.

METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pra experiment
dengan one-group pre-post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua anak yang dirawat di ruang perawatan anak Melati RSUD Dr. Sobirin
Lubuklinggau pada bulan Juli-Agustus 2018. Sampel dalam penelitian ini adalah
anak usia prasekolah yang dirawat di ruang perawatan anak RSUD Dr. Sobirin
Lubuklinggau yang berjumlah 20 orang anak dengan tehnik accidental sampling.
Dengan kriteria inklusi meliputi anak usia 3-6 tahun yang mendapat perawatan di
Rumah Sakit, anak yang dirawat 1-2 hari, anak dapat diajak berkomunikasi
sedangkan kriteria inklusi meliputi anak mengalami gangguan kesadaran, pasien
pasca operasi 24 jam, pasien yang dirawat dikelas utama. Instrumen penelitian
menggunakan lembar observasi dari HARS.
Analisa bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen dengan
dependen dalam bentuk tabulasi silang antara kedua variable tersebut. Analisis
data Menggunakan uji statistic Paired Sample T-Test jika data berdistribusi
normal, sedangkan jika data tidak berdistribusi normal maka akan menggunakan
Wilcoxon Test dengan tingkat kebermaknaan 0,05.

HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat
Analisi univariat dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat distribusi frekuensi
dari karakteristik subjek penelitian yaitu variabel dependen dan variabel
independen. Adapun hasil analisis univariat tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian
Gambaran karakteristik subjek pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel. 1
Distribusi Frekuensi Karakteristik
Anak Usia Pra Sekolah

Variabel Frekuensi (n) Persentase %


Jenis Kelamin
Perempuan 13 65,0
Laki-laki 7 35,0
Umur
3-4 Tahun 9 45,0
5-6 Tahun 11 55,0
Riwayat Rawat RS
Pernah dirawat 5 25,0
Tidak Pernah 15 75,0

Berdasarkan Tabel 1 menunjukan bahwa reseponden sebagian besar adalah anak


perempuan yaitu 13 orang (65%) dangan rentang usia lebih dari setengan 5-6
tahun yaitu 11 orang (55,5%). Riwayat rawat di RS sebagian besara anak tidak
pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya yaitu sebanyat 15 orang (75 %).

Distribusi Resepon Kecemasan Anak Pre Test dan Postest

Tabel. 2
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Respon Kecemasan
Pre Test dan Post Test

Respon Kecemasan Pre Test Post Test


N % n %
Cemas Sedang 3 15,0 12 60,0
Cemas Berat 17 85,0 8 40,0
Total 20 100,0 20 100,0

Berdasarkan tabel 2 di ketahui pada saat sebelum dilakukan terapi bermain


kecemasan anak sebagain besar adalah kecemasan berat yaitu 85%. Sedangkan
setelah dilakukan terapi bermain skor kecemasan anak sebgain besar turun
menjadi cemas sedang sebanyak 60% anak.
Analisis Bivariat

Tabel. 3
Terapi Bermain Mendongen terhadap Respon
Kecemasan pada Anak Usia Pra Sekolah

Mean Sum of Z Asymp. Sig


N Rank Ranks (2-tailed)
Posttest - Pretest Negative Ranks 20a 10,50 210,00 -3,927b ,000
Positive Ranks 0b ,00 ,00
Ties 0c
Total 20

Tabel 3 menemukan bahwa nilai wilcoxon signed rangks test nilai yang
didapatkan menunjukan negative ranks atau selisih skor kecemasan anak usia pra
sekolah yang dirawat di RSUD Dr. Sobirin adalah 20, yang artinya ke 20 anak
mengalami penurunan skor kecemasan setelah dilakukan terapi bermain
mendongeng. Sedangkan mean rank atau rata-rata penurunan skor kecemasan
adalah sebesar 10,50. sedangkan uji wilcoxon test diketahui Asymp. Sig (2-tailed)
bernilai 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara skor
kecemasan pre test sebelum dilakukan terapi bermain mendongeng dan skor
kecemasan post test setelah terapi bermain, sehingga dapat disimpulkan bahwa
ada pengaruh terapi bermain mendongeng terhadap skor kecemasan anak usia pra
sekolah yang dirawat di RSUD Dr. Sobirin Lubuklinggau.

PEMBAHASAN
Gambaran Distribusi Frekuensi Responden di RSUD Dr. Sobirin
Lubuklinggau
Responden di dalam penelitian ini berjumlah 20 orang anak prasekolah yang
menjadi responden dalam penelitian ini adalah 3-6 tahun dan mayoritas adalah
perempuan.
Rata-rata usia anak pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan rata-rata usia
anak pada penelitian lain, karena pada penelitian ini usia anak yang dijadikan
responden pada rentang yang tidak jauh berbeda. Terkait dengan hal ini pula
penelitian Syamsul Bahri dkk (2017) mendapatkan ada perbedaan antara tingkat
kecemasan pasien berdasarkan usia dan tingkat pendidikan sedangkan untuk jenis
kelamin tidak terdapat perbedaan.
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, peneliti berasumsi bahwa akan
mempengaruhi respon anak terhadap hospitalisasi. Pengalaman dirawat
sebelumnya dapat memberikan gambaran kepada anak terhadap apa yang akan
dialaminya sehingga akan mempengaruhi respon anak, seperti pengalaman yang
menyakitkan (prosedur invasive) dan pengalaman kemampuan menghadapi
kondisi stress tersebut, namun peneliti juga berasumsi bahwa variabel pengalaman
dirawat sebelumnya juga akan dipengaruhi oleh variabel lain seperti kemampuan
koping anak.

Skor Kecemasan Sebelum Diberi Terapi Bermain


Hasil penelitian menunjukan bahwa anak yang dirawat di rumah sakit rata-rata
memiliki kecemasan sedang hingga berat. Penyebab dari kecemasan ini
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan
tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru maupun keluarga yang
mendampinginya selama perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan
perkembangan anaknya, pengobatan, peraturan dan keadaan di rumah sakit, serta
biaya perawatan. Meskipun dampak tersebut tidak berlangsung pada anak, secara
psikologis anak akan merasakan perubahan perilaku dari orang tua yang
mendampinginya selama perawatan. Anak akan semakin stres dan hal ini
berpengaruh terhadap proses penyembuhan, yaitu menurunnya respon imun. Hal
ini telah dibuktikan bahwa pasien yang mengalami kegoncangan jiwa akan mudah
terserang penyakit, karena pada kondisi stres terjadi penekanan sistem imun.
Pasien anak yang teraupetik dan sikap perawat yang penuh perhatian akan
mempercepat proses penyembuhan (Nursalam, 2005).
Anak perlu diasuh karena mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan.
Perkembangan pada usia pra sekolah yakni: pada usia ini anak lebih egoisentris,
berkembang perasaan harga diri yang menuntut pengakuan dari lingkungan yang
meninjol pada anak pra sekolah.
Kecemasan pada anak sangat berpengaruh terhadap proses penyembuhan, yaitu
dapat menyebabkan terjadinya penurunan respon imun. Berdasarkan konsep
psikoneuroimunologi, yaitu proses hipotalamus hipofisis adrenal, dikatakan
bahwa cemas psikologis akan berpengaruh pada hipotalamus, kemudian
hipotalamus akan mempengaruhi hipofisis, sehingga hipofisis akan
mengekspresikan ACTH (Adrenal Cortico Tropic Hormon) yang pada akhirnya
dapat mempengaruhi kelenjar adrenal yang menghasilkan kortisol. Apabila cemas
yang dialami pasien sangat berat,maka kelenjar adrenal akan menghasilkan
kortisol dalam jumlah banyak sehingga dapat menekan sistem imun (Hole J.W,
1981). Adanya penekanan sistem imun inilah yang akan berakibat pada hambatan
proses penyembuhan. Hal tersebut menyebabkan waktu perawatan yang lebih
lama membutuhkan biaya perawatan yang lebih banyak, bahkan dengan
penekanan sistem imun akan mempercepat terjadinya komplikasi-komplikasi
selama perawatan. Orang tua di tuntut agar lebih memberikan perhatian kepada
anaknya khususnya anak usia pra sekolah demi kesejahteraan anaknya.
Masa anak-anak adalah masa keemasanbagi anak. Stres dapat membuat masa
kecil seorang anak menjadi tidak menyenangkan dan dapat terganggunya
perkembangan fisik maupun mentalnya. Stres yang pernah dialami seorang anak
dapat berdampak terhadap perubahan pola tingkah laku anak. Jika kondisi ini
dibiarkan, dalam jangka waktu berkepanjangan akan berdampak buruk bagi
perkembangan keperibadian anak

Skor Kecemasan Setelah Diberikan Terapi Bermain


Anak yang dirawat di rumah sakit mengalami respon kecemasan, tetapi setelah
diberi terapi bermain respon kecemasan tersebut menurun dari cemas berat
menurun menjadi cemas sedang dan dari cemas sedang menurun menjadi cemas
ringan kemudian pada cemas ringan yang semula terdapat tiga atau dua gejala
menurun menjadi dua atau satu gejala. Hal ini menunjukkan penurunan
kecemasan yang sangat signifikan. Menurut Stuart dan Sundeen (2007), pada
tingkat kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada satu
hal penting dan mengesampingkan hal lain dan pada cemas ringan berhubungan
dengan ketegangan biasa dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan
seseorang tetap waspada. Anak yang dirawat tersebut semula berada pada fokus
keadaan sakitnya dan lingkungan asing, namun setelah dilakukan intervensi anak
mulai terbiasa dengan lingkungannya dan mau bermain dengan teman sebayanya.
Pemahaman terhadap keadaan dirinya saat ini menjadi lebih mudah dikuasai.
Sebagai perawat, dalam memberikan pelayanan keperawatan, harus mampu
memfasilitasi keluarga dalam berbagai bentuk pelayanan kesehatan baik berupa
pemberian tindakan keperawatan langsung, maupun pendidikan kesehatan bagi
anak. Selain dari pada itu, perawat haruslah memperhatikan lingkungan sosial,
budaya, dan ekonomi pola kehidupan anak berikutnya dapat ditentukan oleh
keluarga. Faktor-faktor itu menentukan perkembangan anak dalam kehidupan
(Hidayat A, 2008).
Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa terapi bermain dapat menurunkan
tingkat kecemasan pada anak yang dirawat di rumah sakit. Penelitian yang
dilakukan oleh Alfiyanti (2006) menyimpulkan bahwa kecemasan anak berkurang
dari kecemasan sedang hingga kecemasan ringan karena terapi bermain.

Pengaruh Terapi Bermain Mendongeng terhadap Respon Kecemasan pada


Anak Usia Pra Sekolah
Berdasarkan analisis Uji Wilcoxon Test didapatkan respon kecemasan pre test dan
post test memberikan hasil yang bermakna dimana pengaruh terapi bermain
terhadap respon kecemasan pada anak usia pra sekolah yang ditunjukkan dengan
nilai nilai p =
0,000 lebih kecil dari α (0,05). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Padila, Agusramon & Yera (2019) menyatakan bahwa ada
perbedaan yang signifikan rata-rata pretest dan posttest ke 5 terhadap perubahan
kecemasan (ansietas) anak pra sekolah kelompok Story telling dan terapi Menonton
animasi kartun.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Alfiyanti, dkk (2007),
bahwa terdapat 14 anak (70%) dari 20 responden yang mengalami kecemasan
sebelum diberikan terapi bermain, sisanya 6 anak (30%) tidak mengalami
kecemasan. Kecemasan yang dialami anak selama dilakukan tindakan
keperawatan dipengaruhi oleh kecemasan hospitalisasi, yang terdiri dari tiga fase.
Pertama fase protes, ditunjukkan dengan reaksi anak seperti menangis, marah,
menjerit, frustasi, mencari dan memegang erat orang tua, menolak bertemu dan
menyerang orang yang tidak dikenal. Kedua adalah fase putus asa yang ditandai
dengan anak tidak aktif, menarik diri dari orang lain, sedih, tidak tertarik terhadap
lingkungan, tidak komunikatif, dan menolak makan atau minum. Pada fase ketiga
yaitu fase penerimaan, anak mulai menunjukkan ketertarikan pada lingkungan dan
berinteraiksi dangkal dengan orang lain atau perawat (Alfiyanti, dkk 2007).
Berdasarkah hasil penelitian menunjukan kecemasan setelah diberikan terapi
bermain sebgai besar responden mengalami penurunan kecemasan dari kecemasan
berat menjadi kecemasan sedang dan berat. Pengaruh terapi bermain terhadap
tingkat kecemasan anak usia prasekolah dapat dilihat dari hasil analisis tabel 4.5
yaitu ditemukan nilai Asymp Sign (2-Tailede) sebesar 0,000 < 0,05 yang berarti
H0 ditolak dan Ha diterima (ada pengaruh pemberian terapi bermain terhadap
tingkat kecemasan anak usia prasekolah di ruang Rawat Anak RSUD Dr. Sobirin
Lubuklinggau). Sedangkan nilai p=0,000 lebih kecil dari tingkat kemaknaan
α=0,05. Hal ini menunjukan ada perbedaan yang bermakna antara tingkat
kecemasan sebelum dan sesudah pemberian terapi bermain mendongeng.
Dalam jurnal penelitian serupa yang dilakukan oleh Susanti, A. Hendika S.
(2017) menunjukkan bahwa uji statistik yang dilakukan dengna uji Wilcoxon
didapatkan ni P value= 0,007 (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh terapi story tellingterhadap tingkat kecemasan anak pra sekolah yang
menjalani hospitalisasi di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017. Selain itu
hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh A’dillah & Somantri, (2016)
menjelaskan bahwa hasil analisis statistik didapatkan nilai P= 0,001 dengan nilai
mean dibawah 7 (toddler 4,40; prasekolah 1,87) dari skor awal 7–9 yang berarti
bahwa terapi mendongeng berpengaruh dalam menurunkan skor kecemasan
terhadap tindakan keperawatan, baik pada anak usia toddler maupun prasekolah.
Kedua kelompok ini dapat menerima terapi dongeng sebagai aktivitas yang
mampu mengalihkan perasaan cemas mereka terhadap tindakan keperawatan yang
bersifat invasive misalnya memasukan obat melalui selang infus.
Penelitian yang dilakukan oleh lata Kanchan (2013) hasil penelitianya
mendapatkan bahwa ada penurunan yang signifikan dalam skor kecemasan pasca
rawat inap (Z = -9,381, p <0,05). Hencewe dapat menyimpulkan bahwa
mendongeng efektif dalam mengurangi kecemasan di ruang rawat inap anak-anak.
Dilanjutkan oleh Supartini (2014) Bermain mempunyai fungsi merangsang
perkembangan sensorik, motorik serta perkembangan intelektual, bermain juga
meningkatkan perkembangan sosial, perkembangan kreativitas, pengembangan
kesadaran diri, perkembangan moral, dan permainan juga dapat digunakan
sebagai terapi. George w. Burns, mengedepankan beberapa kekuatan cerita yaitu
untuk menumbuhkan sikap disiplin, membangkitkan emosi, menginspirasi,
membawa perubahan, menumbuhkan kekuatan pikiran, serta memberikan
kesembuhan.
Berdasarkan hal ini maka analisa peneliti terhadap penelitian ini adalah terbukti
bahwa terapi story telling efektif untuk menurunkan tingkat kecemasan pada anak.
Dimana sebelum diberikan terapi rata – rata tingkat kecemasan anak tinggi
sehingga anak mengalami tingakt kecemasan tinggi. Namun setelah diberikan
terapi terjadi penurunan nilai rata – rata tingkat kecemasan anak sehingga tidak
adalagi yang mengalami tingkat kecemasn tinggi dan rata – rata anak hanya
mengalami tingkat kecemasan sedang – rendah.
Hasil penelitian ini menunjukkan masih terdapat 8 orang dari 20 orang anak yang
masih mengalami kecemasan berat setelah di berikan terapi bermain mendongeng,
hal ini disebabkan 8 orang anak tersebut anak yang baru di rawat pada hari
pertama saat intervensi dilakukan oleh peneliti. Selain itu 2 orang anak yang
memiliki kecemasan berat setelah intervensi terlihat memiliki trauma dengan
petugas kesehatan. Hal ini berdasarkan hasil pengamatan peneliti, pasien anak
terlihat sangan takut di dekati oleh perawat, informasi yang di peroleh dari
orangtua sebelumnya anak pernah di suntik oleh bidan di Puskesmas dan
menangis. Asusmi peneliti kondisi ini bisa di sebabkan oleh anak yang
mengalami trauma akibat prosedur invasive yang di terimanya saat berobat ke
puskesmas sebelum ke RS.
Implikasi keperawatan khususnya perawat anak dapat menjalankan perannya
sebagai perawat pemberi asuhan keperawatan dengan tetap memperhatikan
tumbuh kembang anak dengan tetap memberikan kebutuhan bermain bagi anak
saat dirawat untuk menurunkan tingkata kecemasan pada anak.

SIMPULAN
Dari 20 orang sampel sebagian besar responden adalah anak perempuan yaitu 13
orang (65%) dangan rentang usia lebih dari setengan 5-6 tahun yaitu 11 orang
(55,5%) dan sebagian besar anak tidak pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya
yaitu sebanyat 15 orang (75 %).
Dari 20 orang sampel diketahui sebagian besar sampel memiliki kecemasan berat
yaitu 85% sebelum dilakukan terapi mendongeng. Sedangkan setelah dilakukan
terapi bermain skor kecemasan anak sebgain besar turun menjadi cemas sedang
sebanyak 60% anak.
Hasil uji Wilcoxon Sign Ranks Test, Mean Rank atau rata-rata penurunan skor
kecemasan adalah sebesar 10,50. Hasil uji Wilcoxon Test diketahui Asymp. Sig
(2tailed) bernilai 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa “Hipotesis
diterima” artinya ada perbedaan antara skor kecemasan pre testsebelum dilakukan
terapi bermain mendongeng dan skor kecemasan post test setelah terapi bermain
Ada pengaruh terapi bermain mendongeng terhadap skor kecemasan anak usia pra
sekolah yang dirawat di RSUD Dr. Sobirin Lubuklinggau.

SARAN
Disarankan kepada pihak-pihak terkait, antara lain :
Bagi pihak rumah sakit khususnya perawat anak dapat menjalankan perannya
sebagai perawat pemberi asuhan keperawatan dengan tetap memperhatikan
tumbuh kembang anak dengan tetap memberikan kebutuhan bermain bagi anak
saat dirawat untuk menurunkan tingkat kecemasan pada anak.
Bagi Peneliti penelitian selanjutnya juga hendaknya menggunakan metode dan
jumlah sampel yang berbeda yaitu dengan menggunakan metode eksperimen
dengan kelompok kontrol.

DAFTAR PUSTAKA
A’dillah, N & Somantri, I. (2016). Efektifitas Terapi Mendongeng terhadap
Kecemasan Anak Usia Toddler dan Prasekolah saat Tindakan Keperawatan.
Jurnal Keperawatan, 4(3), 248-254
Alifiyanti, D., Hartiti, T., Samiasih, A. (2006). Pengaruh Terapi Bermain terhadap
Tingkat Kecemasan Anak Usia Prasekolah Selama Tindakan Keperawatan
di Ruang Lukman Rumah Sakit Roemani Semarang. Jurnal Keperawatan,
3, 41-42. .http://jurnal unimas.ac.id
Bahri, S. (2017). Perbedaan Tingkat Kecemasan Pasien Berdasarkan Usia,
Kelamin,
Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Pencabutan Gigi di RSGM FKG
Universitas Jember. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 5(1), 138-144. Januari
2017.
Download.garuda.ristekdikti.go.id
Deslidel, H. (2011). Buku Ajar Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita. Jakarta: EGC
Hidayat, A. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Hole, J.W. (1981). Human Anatomy and Physiology , 2th. Ed. Dubuque-Lowa:
WCB
Kanchan, L. (2013). A Randomized Clinical Trial to Evaluate the Effectiveness of
Storytelling by Researcher on the Hospitalization Anxiety of Children
Admitted in Pediatric Ward of Selected Hospitals of District Patiala, Punjab.
International Journal of Science and Research (IJSR), 4(10), 706-709.
Oktober 2015.www.ijsr.net
Leila, M & Rothstein, R. (2019). Toxic Stress and Children’s Outcomes.
Economic Policy Institute. https://www.epi.org/Publication/Toxic-Stress-
and-Childrens-
Outcomes-African-American-Children-Growing-Up-Poor-are-at-Greater-Risk-
of-
Disrupted-Physiological-Functioning-and-Depressed-Academic-
Achievement/ Martin, G. (2008). Terapi untuk Anak ADHD. Jakarta: PT Bhuana
Ilmu Populer
Nursalam. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Padila, P., Agusramon, A., & Yera, Y. (2019). Terapi Story Telling dan Menonton
Animasi Kartun terhadap Ansietas. Journal of Telenursing (JOTING), 1(1),
5166. https://doi.org/https://doi.org/10.31539/joting.v1i1.514
Priyoto., (2014). Teori Sikap dan Perilaku dalam Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Soetjiningsih. (2015). Tumbuh Kembang Anak, Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC
Stuart & Sundeen. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 4. Jakarta: EGC
Supartini, Y. (2012). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:EGC
Susanti, A. Hendika S. (2017). Pengaruh Story Telling terhadap Tingkat
Kecemasan Anak Prasekolah yang Menjalani Hospitalisasi di RSUP Dr. M.
Djamil Padang
Tahun 2017. Jurnal Ilmu Kesehatan (JIK), 1(1), 44-50.
https://jik.stikesalifah.ac.id/index.php/jurnalkes/article/view/26

JURNAL PEMBANDING
PENGARUH TERAPI BERMAIN LILIN TERHADAP PENURUNAN
TINGKAT KECEMASAN PADA ANAK USIA PRASEKOLAH YANG
MENGALAMI HOSPITALISASI DI RSUD DR. SOEDARSO PONTIANAK

Oleh:
Ikbal fradianto*
Parjo**
Ariyani Pradana Dewi**

Abstrak:
Latar belakang : Hospitalisasi pada anak mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit. Hospitalisasi
dapat menyebabkan terjadinya kecemasan pada anak. Kecemasan pada anak tidak dapat dibiarkan, karena
hal ini dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan cara terapi bermain lilin.
Objektif : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh terapi bermain lilin terhadap
penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah.
Metode : Jenis penelitian ini pre-eksperimen dengan one group pre-post test design. jumlah sampel 20 anak
yang dilakukan dengan purposive sampling. Analisa penelitian menggunakan uji statistik T berpasangan.
Hasil : Dari analisa perubahan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dengan menggunakan uji T
berpasangan didapatkan hasil nilai p = 0,000 dimana nilai p < 0,05.
Kesimpulan : Pada penelitian ini ada pengaruh terapi bermain lilin terhadap penurunan tingkat kecemasan
pada anak usia prasekolah di Ruang Anak RSUD dr. Soedarso Pontianak.

Kata Kunci : Terapi bermain lilin, Kecemasan, Hospitalisasi.

The Effect Of Playing Candles Therapy Towards The Decreases Of Anxiety Level On
Pre-School Children Who Being Hospitalize In The Regional General Hospital Doctor
Soedarso Pontianak

Abstract
Background : Hospitalization for children requires them to stay in the hospital. Hospitalization causes
anxiety for children. Anxiety cannot be allowed on children as this may interfere their growth and
development. One way to solve the children anxiety is candle therapy.
Objective : This study was conducted to determine whether play candle therapy influences to decrease the
level of anxiety of preschool children or not.
Methods : The type of this research is pre - experimental with one group pre-post test design . Total sample
was 20 children who performed with purposive sampling . Analysis of this research using paired T statistical
test.
Results : From the analysis of changing in the levels of anxiety before and after using the paired T test results
obtained where the value of p = 0.000 , p < 0.05.
Conclusion : In this study, there is an effect of playing candles therapy to decrease the level of anxiety on
children of preschool age in children room of general regional hospitals doctor soedarso Pontianak .

Keywords : play candles therapy , anxiety , hospitalization

* Nursing Student Tanjungpura University


** Nursing Lecturer Tanjungpura University
PENDAHULUAN

Anak usia prasekolah merupakan anak yang mempunyai rentang usia 2


hingga 6 tahun (Potter and Perry, 2005; Behrman, Kliegman, Jenson 2006). Pada
anak usia prasekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih
matang dari pada usia toddler. Pada saat pertumbuhan dan perkembangannya anak
usia prasekolah sudah lebih aktif, kreatif dan imajinatif (Supartini, 2012).
Pada masa usia prasekolah ini aktifitas anak yang meningkat menyebabkan
anak sering kelelahan sehingga menyebabkan rentan terserang penyakit akibat
daya tahan tubuh yang lemah pula, hingga anak diharuskan untuk menjalani
hospitalisasi. Hospitalisasi pada anak merupakan proses yang dikarenakan suatu
alasan yang berencana ataupun darurat, sehingga mengharuskan anak untuk
tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan
kembali kerumah. Pada saat proses inilah terkadang anak mengalamai berbagai
pengalaman yang sangat traumatis dan penuh dengan stres. Hospitalisasi ialah
salah satu penyebab stres baik pada anak maupun keluarganya, terutama
disebabkan oleh cemas akibat perpisahan dengan keluarga, perlukaan tubuh dan
rasa sakit (nyeri), serta kehilangan kendali (Nursalam dkk, 2008). Stress pada
anak ini dapat diperlihatkan dengan kecemasan yang muncul pada sikap anak.
Kecemasan tidak dapat diartikan secara langsung sebagai suatu penyakit,
melainkan suatu gejala. Kecemasan dapat terjadi pada waktu-waktu tertentu dalam
kehidupannya. kecemasan muncul sebagai reaksi normal terhadap situasi yang
sangat menekan dan karena itu berlangsung sebentar saja (Ramaiah, 2003).
Prevalensi untuk kecemasan anak pada saat hospitalisasi mencapai 75%.
Kecemasan merupakan kejadian yang mudah terjadi atau menyebar, namun tidak
mudah diatasi karena faktor penyebabnya yang tidak spesifik (Sari dan Sulisno,
2012).
Kecemasan yang terjadi pada anak tidak dapat dibiarkan, karena hal ini
dapat berdampak buruk pada proses pemulihaan kesehatan anak. Dalam mengatasi
kecemasan ini salah satu hal yang dapat dilakukan ialah melalui terapi bermain.
Terapi bermain merupakan terapi pada anak yang menjalani hospitalisasi.
Permainan anak akan membuat anak terlepas dari ketegangan dan stres yang
dialaminya karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan
rasa sakitnya pada permainannya dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan
permainan (Supartini, 2012).
Salah satu terapi bermain yang sesuai adalah terapi bermain dengan
kelompok jenis usia, dimana salah satu kelomok usia adalah pada usia prasekolah,
alat permainan yang tepat pada usia prasekolah yang memiliki manfaat selain
untuk kebutuhan bermainnya juga dapat mengembangkan kemampuan motorik
kasar dan halus yang lebih matang dari anak usia toodler (Supartini, 2012).
Pada masa prasekolah jenis permainan salah satunya adalah skill play, dimana
jenis permainan ini sering dipilih oleh anak, jenis permainan ini menggunakan
kemampuan motoriknya. Salah satu permainan skill play adalah bermain lilin.
Terapi bermain dengan menggunakan lilin sangat tepat karena lilin tidak
membutuhkan energi yang besar untuk bermain, permainan ini juga dapat
dilakukan di atas tempat tidur anak, sehingga tidak mengganggu dalam proses
pemulihan kesehatan anak (Ngastiyah, 2005).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat studi pendahuluan
didapatkan bahwa menurut keterangan kepala ruangan anak RSUD dr. Soedarso
Pontianak dan observasi peneliti, anak yang mengalami hospitalisasi sering
mengalami kecemasan, hal ini ditandai dengan anak sering menangis, takut
kepada tenaga medis dalam melakukan proses atau tindakan kesehatan, sering
murung, dan marah. Prevalensi untuk anak yang mengalami kecemasan di RSUD
dr. Soedarso Pontianak lebih dari 50% dari jumlah pasien yang ada. Dari hasil
wawancara juga didapatkan keterangan bahwa belum ada program terapi bermain
yang khusus dilakukan oleh petugas kesehatan di RSUD dr. Soedarso Pontianak,
terapi bermain hanya dilakukan oleh Mahasiswa keperawatan yang melakukan
praktik dan belum pernah dilakukan terapi bermain menggunakan lilin. Oleh
karena itu dengan adanya indikasi kecemasan pada anak yang menjalani
hospitalisasi dan belum ada program khusus terapi bermain.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan menggunakan


desain penelitian pre-eksperimental dengan one-group pretest-posttest design
tanpa adanya kelompok kontrol. Pendekatan one group pretest-posttest design
menggunakan satu kelompok subjek, dimana diberikan pretest (pengamatan awal)
terlebih dahulu sebelum diberikan intervensi, setelah diberikan intervensi,
kemudian di lakukan kembali posttest atau pengamatan akhir (Hidayat, 2008).
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh anak yang mengalami
hospitalisasi di RSUD dr. Soedarso Pontianak. Sampel pada penelitian ini adalah
seluruh anak yang mengalami hospitalisasi di RSUD dr. Soedarso Pontianak yang
memenuhi kriteria sampel. Tehnik sampling dalam penelitian ini menggunakan
tehnik Non Probability Sampling dengan purposive sampling, yaitu mengambil
keseluruhan subyek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan
oleh peneliti. Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak
20 anak. Kriteria sampel yang digunakan adalah anak yang berusia 2-6 tahun,
anak yang tingkat kesadarannya Composmentis, Tidak mengalami gangguan
perkembangann sensorik dan motorik, Bersedia menjadi subyek penelitian, sudah
dapat berbicara. Sedangkan untuk anak dengan tirah baring total dan atau anak
yang tidak dapat berkomunikasi dengan baik tidak dimasukan kedalam sampel
penelitian ini.
Variabel pengaruh (variabel independen) dalam penelitian ini adalah terapi
bermain lilin, sedangkan variabel terpengaruh (variabel dependen) dalam
penelitian ini adalah perubahan tingkat kecemasan.
Pada penelitian ini alat-alat yang digunakan selama bermain adalah mainan
lilin berwarnawarni, air cuci tangan, sabun pembersih tangan (Hand wash),
handuk pengering tangan, wadah bermain. Sedangkan alat ukur dalam penelitian
ini berupa lembar observasi tingkat cemas akibat hospitalisasi yang diambil dari
preschool anxiety scale. Pada penelitian ini preschool anxiety scale yang
digunakan telah dimodifikasi oleh peneliti, sehingga menghasilkan 16 pertanyaan
yang berhubungan dengan kecemasan saat di Rumah
Sakit.
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini telah dilakukan uji validitas
denganmenggunakan responden sebanyak 10 orang. Penelitian ini menggunakan
nilai signifikan yaitu 0,05. Hasil uji validitas ini menunjukan nilai r telah lebih
besar dari r tabel. Dimana r tabel untuk jumlah responden 10 adalah 0,632.
Sehingga karena r hitung > dari r tabel dapat di simpulkan semua pertanyaan telah
valid. Sedangkan Uji reliabilitas mendapatkan nilai cronbach’s alpha 0,772
dimana nilai cronbach’s alpha > 0,60 sehingga dapat dikatan bahwa instrumen ini
telah reliable.
Pengaruh terapi bermain lilin terhadap tingkat kecemasan anak usia
prasekolah yang mengalami hospitalisasi dianalisa menggunakan Uji statistik uji
T-test yaitu uji beda dua mean dependen (paired sampel T-test).
Penelitian ini dilakukan di ruang anak RSUD dr. Soedarso Pontianak. Proses
penelitian ini peneliti menekankan masalah etika yaitu Menghormati harkat dan
martabat manusia (Respect for human dignity), Menghormati privasi dan
kerahasiaan subjek penelitian (Respect for privasi and confidentility), Keadilan
dan keterbukaan (Respect for justice and inclusiveness) serta Memperhitungkan
manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing human harms and benefit).
HASIL PENELITIAN

Pada penelitian terdapat 20 responden yang terdiri dari 14 anak laki-laki


dan 6 anak perempuan.
Tabel 1: Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin n Persentase
(%)
Laki-laki 14 70%
Perempuan 6 30%
Total 20 100%
Dalam penelitian ini terdapat rentang usia antara 2-6 tahun untuk
masingmasing responden.
Tabel 2 : Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Usia N Persentase
(%)
2 tahun 6 30%
3 tahun 2 10%
4 tahun 2 10%
5 tahun 3 15%
6 tahun 7 35%
Total 20 100%
Usia terbanyak adalah 6 tahun yaitu sejumlah 7 anak (35%) dan anak
dengan jumlah sedikit yaitu usia 3-4 tahun berjumlah masingmasing sebanyak 2
anak (10%).

Tabel 3 : Karakteristik Responden Berdasarkan Penyakit


Penyakit n Persentase (%)
DBD 2 10%

Diare 4 20%
Susp.Thypoid 1 5%
Fever
LLA 1 5%
ITP 1 5%
Febris 5 25%
Gizi buruk 1 5%
Talasemia 1 5%
Retino Blastoma 1 5%
TB 1 5%
TB + ODHA 1 5% GEA 1 5%
Total 20 100%
Jumlah penyakit terbanyak dengan persentase sebanyak 25% (5 anak)
mengalami
Febris.
Tabel 4 : Karakteristik Responden Berdasarkan Agama
Agama N Persentase (%)
Islam 15 75%
Katolik 3 15%
Protestan 2 10%
Total 20 100%
M ayoritas responden pada penelitian ini beragama islam dengan
persentase sebesar 75% (15 anak) dan agama Protestan merupakan responden
terkecil denga persentase sebesar 10% (2 anak).
Berdasarkan keseluruhan data yang didapat dari penelitian ini menyatakan
bahwa 100% responden memiliki orangtua dengan pekerjaan sebagai karyawan
swasta.
Tabel 5 : Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Masuk Rumah Sakit.
Masuk RS n Persentase
(%)
Belum pernah 12 60%
1 kali 1 5%
2 kali 2 10%
Lebih dari 2 kali 5 25%
Total 20 100%
Responden dengan jumlah terbanyak yaitu belum pernah mengalami
hospitalisasi sebelumnya yang berjumlah 12 anak (60%) dan responden dengan
jumlah terkecil yaitu sudah pernah mengalami hospitalisasi 1 kali sebelumnya
dengan jumlah 1 anak (5%).
Tabel 6 : Tingkat Kecemasan Sebelum Terapi
Bermain
Tingkat Kecemasan n Persentase
(%)
Tidak ada kecemasan
Kecemasan ringan
Kecemasan sedang
Kecemasan berat 2 10%
Kecemasan sangat 18 90%
berat
Total 20 100%
Tingkat kecemasan terbesar ditunjukkan pada responden dengan
karakteristik tingkat kecemasan yang sangat berat, dibuktikan dengan data
sejumlah 90% (18 anak).
Tabel 7 : Tingkat Kecemasan Sesudah Terapi Bermain
Tingkat Kecemasan n Persentase
(%)
Tidak ada 5 25%
kecemasan
Kecemasan ringan 5 25%
Kecemasan sedang 7 35%
Kecemasan berat 2 10%
Kecemasan sangat 1 5%
berat
Total 20 100%
Tingkat kecemasan terbesar terdapat pada responden dengan kecemasan
sedang yaitu dengan persentase 35% (7 anak).
Setelah didapatkan data kecemasan sebelum dan sesudah maka dilakukan
analisa untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan anak usia prasekolah yang
mengalami hospitalisasi di RSUD dr. Soedarso Pontianak dengan uji statistik
menggunakan uji T berpasangan, namun uji T berpasangan ini dapat digunakan
jika distribusi datanya normal, dalam penelitian ini setelah dilakukan uji
normalitas data dan didapatkan data hasil dari penelitian ini berdistribusi normal
dengan diketahui nilai signifikan dari Shapiro-Wilk > 0,05 untuk total sebelum
terapi bermain dan total sesudah terapi bermain.
Tabel 8 : Uji Normalitas Data Kecemasan
Sebelum dan Sesudah Terapi Bermain
Kolmogrov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig

Total 0.166 20 0,925 20


PRE 0,149 0,122
Total 0,125 20 0,954 20
POST 0,200 0,437

Tabel 9 : Uji Pengaruh Terapi Bermain Sebelum dan Sesudah


n Rerata ± P
s.b.
Kecemasan 20 14,20 ± 0,000
sebelum 1,39
terapi bermain
Kecemasan 20 6,45 ± 3,00
setelah terapi
bermain
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa nilai rerata 14,20 dan standar
deviasi 1,39 sebelum dilakukan terapi bermain lilin, sedangkan nilai rerata 6,45
dan standar deviasi 3,00 setelah dilakukan terapi bermain lilin. Hasil uji statistik
menggunakan uji T berpasangan didapatkan nilai p = 0,000 yang berarti bahwa
nilai p < 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan
antara tingkat kecemasan sebelum dan tingkat kecemasan sesudah dilakukan
terapi bermain lilin.
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian ini maka terlihat bahwa ada pengaruh terapi
bermain menggunakan lilin terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak
usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi, dengan rata-rata tingkat kecemasan
pada pngukuran sebelum diberikan terapi adalah 14,20 dengan standar deviasi
1,399. Pada p engukuran setelah dilakukan terapi bermain didapatkan rata-rata
6,45 dengan standar deviasi 3,000. Hasil uji T berpasangan didapatkan nilai p
0,000 maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara
tingkat kecemasan sebelum dan tingkat kecemasan sesudah dilakukan terapi
bermain lilin seperti yang dijelaskan pada tabel 4.9 diatas. Maka dapat
disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yaitu ada pengaruh terapi bermain
lilin terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah yang
mengalami hospitalisasi di RSUD dr. Soedarso Pontianak tahun 2014.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori dari Nursalam dkk (2008) dimana
bermain dapat mengurangi tekanan atau stres dari lingkungan. Dengan bermain
anak dapat mengekspresikan emosi dan ketidakpuasan akan sesuatu atas situasi
sosial serta rasa takutnya yang tidak dapat diekspresikan di dunia nyata.
Sedangkan teori dari Tedjasaputra (2001) bermain dapat
dikatakan sebagai terapi dikarenakan selama proses bermain perilaku seorang
anak akan tampil lebih bebas yaitu anak mengeluarkan segala bentuk ekspresi
yang ada pada dirinya dan melupakan masalah yang terjadi pada dirinya. Bermain
juga merupakan sesuatu yang secara alamiah sudah ada pada seseorang anak.
Penelitian ini didukung juga dengan tori dari Carmichael (2006); Reddy,
File-Hall & Schaefer (2005) dalam Association For Play Theraphy dimana
Bermain sebagai terapi dapat diterapkan sebagai pengobatan pilihan dalam
kesehatan mental, sekolah, lembaga, perkembangan, rumah sakit, perumahan, dan
pengaturan rekreasi, dengan klien dari segala usia. Terapi bermain membantu
anak-anak menjadi lebih bertanggung jawab atas perilaku yang dilakukannya,
mengembangkan solusi baru dan kreatif untuk masalah yang anak hadapi,
mengembangkan rasa hormat dan mengerti terhadap orang lain, belajar untuk
mengekspresikan emosi, menumbuhkan empati dan rasa hormat terhadap pikiran
dan perasaan orang lain, belajar melakukan keterampilan sosial baru dan
keterampilan hubungan dengan keluarga, mengembangkan keyakinan yang lebih
baik tentang kemampuan yang anak miliki.
Hasil penelitian ini juga didukung dengan penelitian sebelumnya tentang
pengaruh bermain terhadap penurunan tingkat kecemasan diantaranya penelitian
dari Suryanti dkk (2012), didapatkan hasil nilai skor kecemasan rata-rata sebelum
dilakukan terapi bermain mewarnai dan origami adalah 21,13 sedangkan setelah
dilakukan terapi bermain nilai skor menjadi 14,00 yang artinya terdapat
penurunan tingkat kecemasan.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Pravitasari dan Edi (2012), hasil
penelitian ini menerangkan bahwa terdapat perubahan tingkat kecemasan yang
dipengaruhi oleh terapi bermain mewarnai. Pada saat sebelum dilakukan terapi
bermain, anak yang mengalami kecemasan berat sebanyak 11 responden,
sebanyak 8 responden mengalami kecemasan sedang dan sebanyak 1 responden
mengalami panik. Setelah di lakukan terapi bermain didapatkan anak dengan
kecemasan ringan sebanyak 12 responden dan 8 responden mengalami kecemasan
sedang.
Solikhah (2011), mendapatkan hasil penelitian berupa rata-rata skor
kecemasan kelompok intervensi pada pengukuran pertama 15,03 (kecemasan
sedang) dan kedua 3,97 (kecemasan ringan) setelah dilakukan intervensi terapi
bermain. Jadi pada penelitian ini terdapat perbedaan yang sangat signifikan
terhadap skor kecemasan anak sebelum dan sesudah intervensi dari sedang ke
ringan.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pengaruh terapi bermain lilin


terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah yang
mengalami hospitalisasi di RSUD dr. Soedarso Pontianak, maka dapat
disimpulkan bahwa tingkat kecemasan anak prasekolah sebelum diberikan terapi
bermain lilin tertinggi pada tingkat kecemasan sangat berat yaitu dengan jumlah
responden 18 responden dengan persentase 90 %, tingkat kecemasan anak
prasekolah setelah diberikan terapi bermain lilin tertinggi pada tingkat kecemasan
sedang yaitu dengan jumlah responden 7 responden dengan persentase 35 % dan
ada pengaruh terapi bermain lilin terhadap penurunan tingkat kecemasan pada
anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi di RSUD dr. Soedarso
Pontianak. Hasil ini sesuai dengan uji T berpasangan yang didapatkan nilai p =
0,000 dimana P < 0,05 yang artinya ada pengaruh terapi bermain lilin terhadap
penurunan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah yang mengalami
hospitalisasi di RSUD dr. Soedarso Pontianak tahun 2014.
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan bagi institusi Rumah Sakit
untuk mempertimbangkan pelaksanaan diterapkannya kegiatan terapi bermain
menggunakan lilin sebagai bagian dari proses keperawatan untuk menurunkan
tingkat kecemasan pada anak yang mengalami hospitalisasi, Bagi penelitian
keperawatan diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh
terapi bermain lilin pada pasien hospitalisasi dengan menggunakan responden
yang jumlahnya lebih besar, serta di buat kelompok kontrol dan Bagi
Masyarakat/orangtua dapat mempertimbangkan memberikan terapi menggunakan
lilin pada anak yang mengalami kecemasan baik di rumah maupun di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, R. E., Kliegman, R. M., & Jenson, H. B. (2006). Nelson Text Book
Of
Pediatrics . New Delhi, India: Elsevier.Budiman. (2011). Penelitia
Kesehatan. Bandung: Refika Aditama.
2. Carmichael (2006) & Reddy, Files-Hall & Schaefer (2005). Play Therapy
Makes a Difference! Dipetik Februari 11, 2014, dari Association for Play
Therapy.
3. Hidayat, A. A. (2008). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.
Jakarta: Salemba Medika.
4. Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
5. Nursalam, Susilaningrum, R., & Utami, S. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi
dan Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta: Salemba Medika.
6. Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005).
Fundamental Keperawatan Volume 1.
Jakarta: EGC.
7. Pravitasari, A., & Edi W, B. (2012). Perbedaan Tingkat Kecemasan Pasien
Anak Usia Prasekolah Sebelum dan Sesudah Program Mewarnai. Jurnal
Nursing studies, Volume 1, Nomor 1 , 16-21.
8. Ramaiah, S. (2003). Kecemasan; Bagaimana Mengatasi Penyebabnya.
Jakarta: Pustaka Populer Obor.
9. Sari, F. S., & Sulisno, M. (2012). Hubungan Kecemasan Ibu Dengan
Kecemasan Anak Saat Hospitalisasi Anak. Jurnal Nursing Studies , 51-59.
10. Solikhah, U. (2011). Pengaruh Therapeutik Peer Play Terhadap Kecemasan
dan Kemandirian Anak Usia Prasekolah Selama Hospitalisasi Di Rumah
Sakit Wilayah Banyumas . Tesis .
11. Supartini, Y. (2012). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:
EGC.
12. Suryanti, Sodikin, & Yulistiani, M. (2012). Pengaruh Terapi Bermain
Mewarnai dan Origami Terhadap Tingkat kecemasan Sebagai Efek
Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah Di RSUD dr.R. Goetheng
Tarunadibrata Purbalingga. Jurnal Kesehatan Samudra Ilmu , Volume 3
nomor
2.
13. Tedjasaputra, M. S. (2005). Bermain, Mainan dan Permainan. Jakarta:
Grasindo.
LAPORAN PELAKSANAAN PRESENTASI JURNAL 2021

Hari/tanggal : Kamis, 18 November 2021


Waktu : 10.00 WIB
Tempat : Daring
Tema : Jurnal Utama :
Pengaruh Terapi Bermain Mendongeng Dengan
Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Pra
Sekolah Akibat Hospitalisasi
Jurnal Pembanding :
Pengaruh Terapi Bermain Lilin Terhadap Penurunan
Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Yang
Mengalami Hospitalisasi Di Rsud Dr. Soedarso
Pontianak

A. Pengorganisasian :
Moderator : Faniea Maawati
Presenter : Junivka Jelita
Notulis : Agnes Yudith Yobelta dan Anastasia Mampesi
Dokumentator : Briantoko Lilih Waluyo Utomo
Operator LCD : Maria Leonita Maturbongs

B. Pelaksanaan :
1. Moderator :
a. Membuka presentasi
b. Mengenalkan diri dan kelompok
c. Mengatur waktu untuk presentasi
d. Mempersilahkan pembimbing klinik dan akademik memberikan
pertanyaan dan masukan.
e. Menutup presentasi jurnal
2. Presenter :
Menyampaikan materi presentasi jurnal
3. Notulis :
a. Mendokumentasikan secara tertulis lamanya waktu presentasi kasus
kelompok
b. Mendokumentasikan secara tertulis pertanyaan yang diajukan oleh
pembimbing klinik dan akademik
c. Mendokumentasikan secara masukan dari pembimbing klinik dan
akademik
4. Dokumentasi :
Mendokumentasikan kegiatan presentasi jurnal kelompok
5. Operator LCD :
Mengoperasikan komputer dan LCD

C. Kesimpulan :
1. Ibu Ethic Palupi, S.Kep., Ns., MNS. Lamanya presentasi 45 menit.
2. Semua pertanyaan yang diberikan oleh pembimbing akademik dan teman-
teman dari kelompok lain sudah dijawab.

D. Notulen :
Presentasi jurnal dilaksanakan pada hari Kamis, 18 November 2021 pukul: 10.00-
10.45 WIB. Preceptor dalam seminar kasus adalah ibu Ethic Palupi, S.Kep., Ns.,
MNS.
Pertanyaan dan saran yang diajukan adalah sebagai berikut :
1. Pada jurnal-1 observasi HARS dilakukan berapa kali ? (Ada Gloria)
Jawab :
Obervasi HARS dilakukan 2x yaitu saat pretest dan post test.
2. Pada jurnal ke-2 bagaimana cara intervensi dilakukan, berapa kali dan
berapa lama? (Veronica Amellita)
Jawab :
didalam jurnal tidak menyebutkan waktu tepatnya intervensinya tetapi
disebutkan 8 org anak yg masuk RS dihari pertama tidak ada penurunan
ketika diberikan intervensi kemudian efektif bila dilakukan 2-3 hari sesuai
dengan rata rata rawat inap. Intervensi dari bermain lilin : cara bermain
lilin itu, anak bisa bermain dimana saja, diatas tempat tidur juga boleh,
karna itu hanya membentuk bentuk lilinnya sesuai dengan keinginan anak
tersebut. Untuk berapa kali, dan berapa lama tidak dijelaskan secara rinci
didalam jurnal.
3. Pada jurnal ke-1 bagaimana cara intervensi dilakukan, berapa kali dan
berapa lama? (Nur Wahyu)
Jawab :
didalam jurnal tidak menyebutkan waktu tepatnya intervensinya. tetapi ada
tertulis ketika dilakukan hari pertama anak dirawat tidak ada penurunan,
jadi tarik kesimpulan intervensi dilakukan 2-3 hari sesuai dengan
keefektifan rawat inap dirumah sakit. Untuk cara intervensi, berapa kali,
dan berapa lama tidak dijelaskan secara rinci didalam jurnal.
4. Kesimpulan yang dituliskan dalam makalah sangat sedikit, tetapi saat
penyampaian dapat menjelaskan secara lengkap, silahkan ditambahkan di
makalah. (Ibu Ethic)
Jawab:
Kelompok akan menambahkan kesimpulan agar lengkap sesuai dengan
yang disampaikan dalam presentasi
DOKUMENTASI KEGIATAN

Anda mungkin juga menyukai