Disusun oleh:
Rezi Mayasi Jiham 4151201009
Herty Herlina Ramsy 4151201010
Alfian Ramadhan 4151201025
LXII-B
Pembimbing:
Asti Kristianti, dr., Sp.THT-KL, M.Kes
Pemeriksaan Fisik
KU : Compos Mentis
Kesan sakit : Sakit ringan
Tanda Vital : T: 120/80 mmHg; R: 21x/menit ; S: 36.6C
ADS:
Preaurikula:
kelainan kongenital: Fistula -/- ; Kista-/- Tragus asesorius -/-
infeksi: hiperemis -/- edema-/- parotitis-/- limfadenitis-/-
neoplasma : massa -/-
trauma ; laserasi -/- ; hematoma -/-, krepitasi -/-
Aurikula:
kelainan kongenital: mikrotia-/- anotia-/- makrotia-/-
infeksi: hiperemis -/-, edema -/-, krepitasi -/-
neoplasma: massa -/-
trauma: laserasi -/-, hematoma -/-, ear pierching-/-, frost bite-/-
Retroaurikula:
kelainan kongenital:-
infeksi: hiperemis -/-, edema -/-, krepitasi -/-
neoplasma: massa -/-
trauma: laserasi -/- ; hematoma -/-, krepitasi -/-
Tes Rinne + +
Kesan Normal
• Rhinoskopi Posterior
- Koana : terbuka/terbuka
- Orifisium tuba estachius : terbuka/terbuka
- Fossa Rossenmuller : tenang/tenang, massa -/- -
- Torus tubarius : tenang/tenang, massa -/-
- Adenoid/massa : -/-
•Laringoskopi indirek
- Epiglottis : massa -, edema -, ulkus -
- Aritenoid : tenang/tenang
- Plika ariepgoltika : tenang/tenang, massa -
- Plika vocalis : tenang/tenang, nodul -
- Plika ventrikularis : tenang/tenang, massa -
- Rima glottis : terbuka
- Trakea : deviasi (-)
Case Overview
Skenario Keterangan
Pasien perempuan umur 51 tahun Identitas pasien,
Pasien tidak memiliki Riwayat kontak dengan Tidak ada faktor risiko kontak
penderita covid-19 dengan pasien susp.covid
Pemeriksaan orofaring :
Tonsil
Besar : T1/T1
Mukosa : tenang/tenang
Kripta : tidak melebar/tidak melebar
Detritus :-/-
Faring
Mukosa : Hiperemis Tanda faringitis, faring
Granula : (+) mengalami inflamasi
Post-nasal drip: (-) Tanda faringitis akut
Refleks muntah : (+) Dbn
Pemeriksaan Garputala
1. Test Rinne : +/+ 1. Normal atau sensorineural
2. Weber : tidak ada laterisasi
3. Schwabach :
Auris sinistra: sama dengan pemeriksa Dalam batas normal
Auris dextra: sama dengan pemeriksa
• Rhinoskopi Posterior
- Koana : terbuka/terbuka Dalam batas normal
- Orifisium tuba estachius :
terbuka/terbuka
- Fossa Rossenmuller : tenang/tenang,
massa -/- -
- Torus tubarius : tenang/tenang, massa
-/-
- Adenoid/massa : -/-
•Laringoskopi indirek
- Epiglottis : massa -, edema -, ulkus -
- Aritenoid : tenang/tenang Dalam batas normal
- Plika ariepgoltika : tenang/tenang,
massa -
- Plika vocalis : tenang/tenang, nodul -
- Plika ventrikularis : tenang/tenang,
massa -
- Rima glottis : terbuka
- Trakea : deviasi (-)
DK : Faringitis akut
Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan pada faringitis yang disebabkan oleh virus seperti hipertrofi
tonsil, eritema, edema, atau “cobblestoning” pada faring posterior. Infeksi bakteri
dapat menyebabkan limfadenopati cervical anterior, ruam sandpaperlike
(scarlatiniform), eksudat tonsilar, and ptekie pada palatum .Faringitis jamur dapat
dijumpai dengan angular cheilitis dan plak putih yang nyeri atau bercak merah
yang alus disekitar orofaring.
Pemeriksaan Penunjang
Kultur tenggorokan tetap menjadi standar kriteria untuk diagnosis faringitis
bakterial, dengan spesifisitas 97% hingga 100%20 dan sensitivitas 90% hingga
95%. Sayangnya, kultur sampel tenggorokan sulit dilakukan dan dapat menunda
pemberian antibiotik.
Rapid antigen detection testing (RADT) dapat mendeteksi antigen bakteri dan
virus dari apus tenggorokan yang diambil dari eksudat tonsil atau orofaring
posterior menggunakan dipstick. Spesifisitas dan sensitivitas RADT sangat
bervariasi dari 54% hingga 100% dan 38% hingga 100%, masing-masing.
Meskipun hasilnya langsung terlihat, setiap kit bersifat spesifik patogen dan tidak
dapat membedakan secara luas antara faringitis virus dan bakteri. Oleh karena itu,
hasil negatif tidak dapat mengesampingkan faringitis bakteri non-GAS
1.3 Definisi
Faringitis akut adalah sindrom inflamasi faring yang disebabkan oleh
beberapa kelompok mikroorganisme yang berbeda. Faringitis dapat menjadi
bagian dari infeksi saluran pernapasan atas umum atau infeksi tertentu yang
terlokalisasi di faring.
1.4 Klasifikasi
A. Faringitis akut
Faringitis akut merupakan peradangan dinding faring yang paling sering
disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%).
1. Faringitis viral
Tanda dan Gejala
Kebanyakan faringitis disebabkan oleh agen virus. Faringitis akibat Rinovirus
menimbulkan gejala rinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan
faringitis. Gejala biasanya berupa demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok,
sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis.
Virus influenza, coxsachievirus dan cytomegalovirus tidak menghasilkan
eksudat. Coxachievirus dapat menimbulkan lesi vesikular di orofaring dan lesi
kulit berupa maculopapular rash.10
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala
konjungtivitis terutama pada anak. Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan
faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat
pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan
hepatosplenomegali.
Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok,
nyeri menelan, mual, dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,
terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah.
1.5 Epidemiologi
Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan
penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Tonsilitis adalah
penyakit yang umum terjadi. Hampir semua anak di Amerika Serikat mengalami
setidaknya satu episode tonsilitis. Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit
Serawak di Malaysia diperoleh 657 data penderita Tonsilitis Kronis dan
didapatkan pada pria 342 (52%) dan wanita 315 (48%). Sebaliknya penelitian
yang dilakukan di Rumah Sakit Pravara di India dari 203 penderita Tonsilitis
Kronis, sebanyak 98 (48%) berjenis kelamin pria dan 105 (52%) berjenis kelamin
wanita.
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di tujuh provinsi di
Indonesia pada bulan September tahun 2012, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi
setelah nasofaringitis akut yaitu sebesar 3,8%, prevalensi tonsillitis kronik sebesar
3,8% tertinggi kedua setelah nasofaringitis akut (4,6%). Di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar jumlah kunjungan baru dengan tonsillitis kronik mulai
Juni 2008–Mei 2009 sebanyak 63 orang.
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak. Tonsilitis yang disebabkan
oleh spesies Streptococcus biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sedangkan
tonsilitis virus lebih sering terjadi pada anak-anak muda. Data epidemiologi
menunjukkan bahwa penyakit Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang sering
terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu
penelitian prevalensi karier Group A Streptokokus yang asimptomatis yaitu:
10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% usia 15-44 tahun, dan 0,6 % usia 45
tahun keatas.
Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior,
media dan inferior. Saluran limfa superior mengaalir ke kelenjar getah bening
retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media
mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam
atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal
dalam bawah. Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring,
Orofaring dan Laringofaring (Hipofaring).
Gambar 2.4 Aliran Limfatik
1.8 Komplikasi
Menurut Kazzi (2006) Biasanya faringitis dapat sembuh sendiri. Namun
jika faringitis ini berlangsung lebih dari 1 minggu, masih terdapat demam,
pembesaran nodus limfa, atau muncul bintik kemerahan. Hal tersebut berarti dapat
terjadi komplikasi dari faringitis, seperti demam reumatik. Komplikasi umum
pada faringitis termasuk sinusitis, otitis media, epiglottitis, mastoiditis,
dan pneumonia. Faringitis yang disebabkan infeksi streptokokus jika
tidak diobati dapat menyebabkan demam reumatik akut, peritonsillar
abses, peritonsillar cellulitis, abses retrofaringeal, toxic shock syndrome
dan obstruksi saluran pernasafan akibat dari pembengkakan laring Beberapa
komplikasi faringitis akut yang lain adalah :
a. Demam scarlet, yang di tandai dengan demam dan bintik kemerahan.
b. Demam reumatik, yang dapat menyebabkan inflamasi sendi, atau kerusakan
pada katup jantung. Demam reumatik merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi pada faringitis akut.
c. Glomerulonefritis, komplikasi berupa glomerulonefritis akut merupakan respon
inflamasi terhadap protein M spesifik. Komplek antigen- antibody yang terbentuk
berakumulasi pada glomerulus ginjal yang akhirnya menyebabkan
glomerulonefritis ini.
d. Abses peritonsilar biasanya disertai dengan nyeri faringeal, disfagia, demam
dan dehidrasi.
1.9 Penatalaksanaan
1.9.1 Umum:
1. Meningkatkan higenitas mulut (sikat gigi setelah makan di pagi hari dan
sebelum tidur pada malam hari)
2. Menghindari faktor predisposisi dan faktor presipitasi (minum/makan es dan
makanan ringan mengandung MSG)
1.9.2 Khusus:
1.9.2.1 Non-farmakologi/Operatif
Menjaga hiegenitas mulut, istirahat yang cukup, konsumsi makanan yang lunak,
minum air hangat, diberikan analgetik, antipiretik dan obat kumur
1.9.2.2 Farmakologi
Faringitis viral
a. Penatalaksanaan
Pada penataalaksanaan faringitis viral diperlukan istirahat dan minum yang
cukup. Kumur dengan air hangat. Analgetika bila perlu. Antivirus metisoprinol
(Isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100
mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak
< 5 tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.
Faringitis bakterial
a. Penatalaksanaan
1.11 Prognosis
QAV : ad bonam
Tidak mengancam jiwa karena pada pasien tidak terdapat tanda-tanda komplikasi
QAF : ad bonam
1.12 BHP
KDM : Justice
KDM : Non Maleficence
DAFTAR PUSTAKA
1. Moore Keith L., Dalley Arthur F., Agur Anne M.R.. 2014. Clinically Oriented
Anatomy. 7th Ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, hal 443-445)
2. Martini FH. Human Anatomy. 8th Ed. 2015.
3. Paulsen F., Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 15. Kanada:
Elsevier; 2011. Halaman 89
4. Mangunkusumo E. Buku Teks Komprehensif Ilmu THT-KL Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala-Leher. Penerbit buku kedokteran EGC 2019.hal 309-321
5. Mescher AL. Junqueira’ Basic Histology Text And Atlas. 14 th Ed. English :
McGrawHill Medical.
6. Soepardy EA. Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Ke-7.
Jakarta: Fakultas Kedokteran UI; 2017. hal 197-201
7. Adams, G. L., Boies, L. R. & Higler, P. A., 2012. BOIES Buku Ajar Penyakit
THT. 6 ed. Philadelphia: BOEIS FUNDMENTALS OR
OTOLARYNGOLOGY.
8. ESCMID Sore Throat Guideline Group; Pelucchi C, Grigoryan L, Galeone C,
Esposito S,
9. Huovinen P, et al. Guideline for management of acute sore throat. Clin
Microbiol Infect 2012;18(Suppl 1):1-28
10. Cunha BA. A positive rapid strep test in a young adult with acute pharyngitis:
be careful what you wish for! IDCases 2017;10:58-9.
11. Pankhurst CL. Candidiasis (oropharyngeal). BMJ Clin Evid 2013;2013:1304.
12. Mohseni M, Boniface MP. Mononucleosis. Treasure Island, FL: StatPearls
Publishing; 2018.