LAPORAN PORTOFOLIO
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN MASTOIDITIS
Disusun oleh:
dr. IKE PRAMASTUTI
Pembimbing :
dr. RETNANING
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Portofolio
Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internship sekaligus
sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia di
RSUD Temanggung
Desember 2014
Mengetahui,
Dokter Internsip,
Dokter Pendamping
dr. Retnaning
ii
BORANG PORTOFOLIO
Nama Peserta :
Nama Wahana :
Topik :
Tanggal (kasus) :
Nama Pasien :
Tanggal Presentasi :
Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Diagnostik
Neonatus
Bayi
Deskripsi :
Pasien
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Masalah
Istimewa
Dewasa
Remaja
Bumil
IGD RSUD Temanggung karena nyeri
pada telinga kiri, terutama bagian dalam dan belakang telinga. Nyeri dirasakan sejak
4 hari sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan semakin memberat. Pasien juga
mengeluh adanya benjolan pada belakang telinga kiri. Pasien mengeluh keluar cairan
dari liang telinga kiri sejak 3 minggu yang lalu. Cairan berwarna putih, kental, dan
berbau. Pasien merasakan pendengaran telinga kirinya berkurang semenjak keluar
cairan tersebut. Telinga berdenging (-), merasa tubuh atau lingkungan berputar (-).
Pasien saat ini tidak mengeluh pilek, hidung tersumbat, mimisan, nyeri daerah
wajah, ataupun sakit tenggorokan. Demam (-). Sebelumnya pasien memiliki riwayat
Tujuan :
sering batu pilek lama. Pasien sebelumnya belum pernah berobat ke dokter.
Menganalisa etiologi timbulnya manifestasi klinis pada pasien.
Menganalisa perjalanan penyakit.
Menentukan diagnosa dan penanganan yang tepat.
2014
Nama Klinik : Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Telp : -
6. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
Keadaan umum : baik
Kesadaran
: Composmentis, E4V5M6
Berat badan
: 25 kg
: 92x/menit
: 36,0C
:
:
Telinga
Hidung
Mulut
:
:
(-), darah (-), nyeri tekan mastoid (+), nyeri tekan tragus (+)
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi penghidu baik
Sianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat (-)
Tonsil T2-T2, hiperemis (-), kripte melebar (-), detritus (-) Dinding
Tenggorokan
Leher
:
:
Thorax
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
:
:
:
--
--
--
--
Auskultasi
Pulmo :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
mendatar (-).
Punggung
(-/-)
kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-),
Abdomen :
Inspeksi
Dinding perut lebih tinggi dari dinding thorak, distended (-), venektasi
Auscultasi
Perkusi
Palpasi
Genitourinaria :
Ekstremitas
Akral dingin
Oedem
Status THT-KL
PEMERIKSAAN
Telinga Luar
Otoskopi
DEXTRA
Deformitas (-), benjolan (-),
SINISTRA
Deformitas (-), benjolan (-), hiperemis (-),
(+)
(-)
Liang
telinga
hiperemis
serumen
(-),
sekret
(+)
(-), kental
berwarna
kuning,
hiperemis
(-).
Membran timpani intak, cone toilet telinga : CAE terdapat massa putih
of light (+) berbentuk kerucut. keabu-abuan, permukaan licin. Membran
timpani perforasi central minimal, cone of
Akuitas Auditorius
Rinne : (+)
pemeriksa
Inspeksi : Deformitas (-)
paranasal
Palpasi : Nyeri tekan hidung (-), nyeri tekan sinus paranasal (-)
Rhinoskopi anterior : Septum nasi deviasi (-), konka hiperemis (-), konka
Tenggorokan
Leher
hipertrofi (-)
Dinding faring hiperemis (-), tonsil T2-T2 hiperemis (-)
Pembesaran limfonodi (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
54
Hematokrit
39
4.50
6.20
Eritrosit
8.3
106/l
4.5 11.0
Leukosit
4.83
103/l
150 450
Trombosit
392
103/l
MCV
80.1
80.0 97.0
fl
MCH
25.3
26.0 36.0
pq
MCHC
31.5
31.0 37.0
g/dL
Limfosit
30.2
30.0-50.0
%
Netrofil
57.3
32.0-52.0
%
CT
530
5-8
menit
BT
230
1-3
menit
KIMIA KLINIK
Kreatinin
0.58
0.60 1.20
mg/dL
Ureum
33.7
10.0 50.0
mg/dL
Pemeriksaan Radiologi : Foto mastoid dextra et sinistra towne / schuller view :
Daftar Pustaka :
1. Brook, I Et Al. 2014. Pediatric Mastoiditis. Www.Emedicine.Com/Article/38489 (Diakses
Tanggal 25 November 2014)
2. David, A. 2004. Basic Otolanryngology. Mc Grow Hill company.
3. Devan, P Et Al. 2014. Mastoiditis. Www.Emedicine.Com/Article/78dfy7 (Diakses Tanggal 25
November 2014)
4. Djafaar, Z et al. Kelainan Telinga Tengah dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala, Dan Leher Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
5. Mangunkusumo, E. Dan Wardani, R.S. 2007. Mastoiditis dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, Dan Leher Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
6. Nursiah, S. 2008. Pola Kuman Aerob Penyebab Omsk Dan Kepekaan Terhadap Beberapa
Antibiotika. Medan
Hasil Pembelajaran :
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis,
rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Faktor host yang berkaitan
dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik (Nursiah, 2008).
3. Patofisiologi dan Klasifikasi
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) dapat terjadi akibat kelanjutan dari otitis media akut
(OMA) dengan perforasi membran timpani yang telah berlangsung lebih dari 2 bulan. Beberapa
faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK adalah terapi yang tidak adekuat, terapi yang
terlambat diberikan, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau
higiene buruk (Djafaar, 2007).
Letak perforasi di membrana timpani penting untuk menentukan tipe OMSK. Pada perforasi
sentral, perorasi terdapat di pars tensa, sedangkan di seluruh tepi perforasi masih ada sisa membran
timpani. Pada perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung berhubuangn dengan anulus atau
sulcus timpanikum, dan perforasi atik ialah perforasi yang terletak di pars flaksida.
Berdasarkan tingkat keganasannya, OMSK dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe benigna
dan tipe maligna. Salah satu aspek yang membedakan OMSK tipe benigna dan tipe maligna yaitu
keberadaan kolesteatoma. Kolesteatoma terdapat pada OMSK tipe maligna. Kolesteatoma adalah
epitel kulit yang berada pada tempat yang salah. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu
daerah Cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama
maka dari epitel yang berada medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga
membentuk kolesteatoma (Djafaar, 2007).
4. Manifestasi klinis
a Otorrhea : Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Sekret yang
mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe
jinak, cairan yang keluar mukopurulen yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi
iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Sekret yang sangat
bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya.
Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara
luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip
telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer
b
lateralis.
Vertigo : Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara
yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh
perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo
(Djafaar, 2007).
5. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi
dapat pula dijumpai adanya tuli sensorineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitassistim penghantaran suara ditelinga
tengah. Pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi
produk toksin kedalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga
menyebabkanpenurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada
faseawal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea (David,
2004).
b) Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai diagnostiknya
terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi
biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb
ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada
daerah atik memberi kesan kolesteatom.
Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :
Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan
atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli
6. Tatalaksana
Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu pengobatan haruslah
dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan
anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang
terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat
-obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi (Nursiah, 2008).
10
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan
dapat dibagi atas :
1. Konservatif
2. Operasi
Mastoiditis
1. Definisi
Mastoiditis adalah suatu inflamasi pada mastoid yang disebabkan karena infeksi pada
telinga tengah. Peradangan mastoid yang terjadi berasal dari cavum timpani pada otitis media
yang tidak terobati dengan baik. Dapat dikatakan bahwa mastoiditis merupakan komplikasi dari
otitis media supuratif kronik (David, 2004).
2. Etiologi
Penyebab otitis media supuratfi kronis yang berkembang menjadi mstoidits adalah
infeksi bakteri dari meatus auditorius eksternal, kadang berasal dari nasofaring melalui tuba
eustachius saat terjadi infeksi saluran nafas atas. Organisme yang berasal dari meatus auditorius
eksternal antara lain staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B. Proteus, B. Coli, dan
aspergilus. Sedangkan organism penyebab yang berasal dari nasofaring diantaranya
streptococcus viriddans, Streptococcus B Hemoliticus, Streptococcus A Hemoliticus, dan
pneumococcus.
Penyebab terjadinya infeksi telinga tengah yang menjadi mastoiditis :
Gangguan fungsi tuba eustachius
Perforasi membrane timpani yang menetap
Terjadinya metaplasia squamosa / perubahan patologis lainnya
Obstruksi pada aerasi telinga tengah dan rongga mastoid
Terdapat otitis persisten di mastoid (Mangunkusumo, 2007).
3. Patofisiologi
Mastoiditis akut berkembang dari otitis media akut, dimana pada otitis media akut terjadi
inflamasi mukosa telinga tengah yang akan memblokade saluran ke mastoid. Hal tersebut
mengakibatkan drainage mastoid terganggu dan berkembangnya infeksi pada air cellulae
mastoid. Hal ini mengakibatkan terjadinya proses nekrosis dan merusak struktur tulang
mastoid. Bila otitis media tidak segera diobati maka akan terjadi abses subperiosteal mastoid.
Terdapat 5 stage pada mastoiditis yaitu :
1)
2)
3)
4)
pendengaran
sensorineural,
gangguan
keseimbangan,
dan
abses
otak
(Mangunkusumo, 2007).
4. Manifestasi Klinis
Nyeri telinga
Otore
Nyeri tekan mastoid
Demam
Kemerahan dan penebalan di prosesus mstoideus
Berkurang pendengaran dan telinga berdenging
5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pemeriksaan head to toe dan pemeriksaan THT.
Pada pemeriksaan THT akan ditemukan pembesaran atau penebalan prosesus mastoideus, nyeri
tekan mastoid, dan otore berupa sekret purulen. Pada pemeriksaan telinga dalam dengan
otoskop dapat ditemukan adanya kolesteatom. Membrane timpani dapat ditemukan perforasi
akibat otitis media supuratif.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada mastoiditis adalah:
1) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kultur bakteri diperlukan untuk memberikan terapi antibiotic. Spesimen
diambil dari pus saat dilakukan pembedahan ataupun saat miringotomi. Bila dicurigai
infeksi sudah sampai ke cranium maka pemeriksaan CSF perlu dilakukan.
2) CT Scan Temporal
CT scan temporal merupakan standar penentuan diagnosis mastoiditis. Sensitivitas
pemeriksaan tersebut pada mastoiditis akut sebesar 87-100%. Pada CT scan dapat
ditemukan destruksi mastoid outline dan korteks, serta hilangnya ketajaman dari gambaran
septa-septa mastoid. Dapat pula ditemukan penebalan periosteal dan abses subperiosteal
(Mangunkusumo, 2007).
7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding mastoiditis :
Auricular atau mastoid trauma
Furunkel meatus auricular
12
Catscratch disease
8. Penatalaksanaan
pendengaran
Mastoiditis kronis membutuhkan mastoidektomi radikal (menghilangkan dinding psoterior
dari kanal telinga, disisakan membran timpani dan dua tulang telinga (incus dan malleus)
(Mangunkusumo, 2007).
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO
SOAP
1. Subjektif :
Keluhan Utama : nyeri telinga kiri sejak 4 hari SMRS
2. Objektif :
a. GEJALA KLINIS
Nyeri telinga kiri
Benjolan di belakang telinga kiri
Keluar cairan putih kental dari liang telinga kiri
Pendengaran berkurang
b. VITAL SIGN
Keadaan umum : baik
Kesadaran
: Composmentis, E4V5M6
Berat badan
: 25 kg
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi
: 92x/menit
Frekuensi Nafas : 22x/menit
Suhu
: 36,0C
13
c. PEMERIKSAAN FISIK
Auricula sinistra : nyeri tekan tragus (+), nyeri tekan mastoid (+), Membran timpani
perforasi central minimal. Weber : Lateralisasi ke kiri
d. PEMERIKSAAN PENUNJANG
14
dengan posisi schuller didapatkan pneumatisasi di daerah mastoid yang menutupi air cellulae.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka dapat ditegakkan
diagnosis otitis media supuratif kronis dengan mastoiditis sinistra.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien bertujuan untuk menghilangkan fokus infeksi
dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Pada pasien perlu dilakukan pembedahan karena telah
terjadi mastoiditis dimana kemungkinan telah terbentuk abses subperiostal, meskipun belum
ada kerusakan struktur tulang mastoid. Pembedahan berupa diseksi mastoid, bertujuan
membersihkan mastoid dari abses yang telah terbentuk. Selain pembedahan pasien juga
diberikan terapi antibiotik.
4. Plan :
Terapi :
Toilet telinga
IVFD RL 16 tpm makro
Inj. Ceftriaxon 400 mg/12 jam
Inj. Dexamethason /8 jam
Inj. Ketorolac 10 mg/12 jam
Pro Diseksi Mastoid
Edukasi :
Tujuan edukasi pada pasien dan keluarga :
Mendapatkan pemahaman tentang perjalanan penyakit
Mengetahui tatalaksana yang akan diberikan, termasuk diakukannya pembedahan (tujuan,
prosedur, dan risiko)
Mengetahui pencegahan terhadap komplikasi dan kekambuhan
15
16
FOLLOW UP
Subyektif
Objektif
Assesment
Terapi
Planning
25 November 2014
26 November 2014
27 November 2014
28 November 2014
Vital sign :
- TD : 90/60
- N : 92 x/mnt
- RR : 22 x/mnt
- T : 36.0C (22.00)
Vital sign :
- TD : 90/60
- N : 88 x/mnt
- RR : 18 x/mnt
- T : 36.5C
Toilet telinga
IVFD RL 16 tpm makro
Inj. Ceftriaxon 400 mg/12 jam
Inj. Dexamethason /8 jam
Inj. Ketorolac 10 mg/12 jam
17
FOLLOW UP
29 November 2014
30 November 2014
1 Desember 2014
Subyektif
Objektif
Vital sign :
- TD : 80/60
- N : 92 x/mnt
- RR : 20 x/mnt
- T : 37.2C
Auricula sinistra : terbalut verban
hingga ke os mastoid.
Luka post op darah (-), pus (-),
luka mulai kering
Assesment
Terapi
Planning
18
19