Anda di halaman 1dari 20

Asuhan Keperawatan Ulkus Diaebtik

Disusun

Oleh :

Kelompok 4

1. Mardiah
2. Jeane Sriani Suharto
3. Inda A. Sirajo

POLTEKKES KEMENKES PALU PRODI DIII

KEPERAWATAN POSO TAHUN AJARAN 2021

Pendahuluan

1
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
darah(hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (smelzel dan Bare,2015).
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan metabolik dengan karakteristik hipeglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi urin, kerja insulin, atau kedua – duanya ( ADA,2017)

Data World Health Organization (2015) telah mencatat Indonesia dengan populasi 230 juta jiwa, menduduki
kedudukan keempat di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes terbesar setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Bahkan Kementerian Kesehatan menyebut prevalensi diabetes mencapai 14,7% di perkotaan dan 7,2 % di
pedesaan. Dengan asumsi penduduk berumur di atas 20 tahun pada 2010 mencapai 148 juta jiwa, diperkirakan ada
21,8 juta warga kota dan 10,7 juta warga desa menderita diabetes.

Menurut American Diabetes Asociation (ADA,2015), DM dapat di klasifikasikan menjadi beberapa tipe yakni, DM tipe
1, DM tipe 2,Dm gestasional. Beberapa tipe yang ada, DM tipe 2 merupakan salah satu jenis yang paling banyak
ditemukan yaitu lebih dari 90-95%. Dimana faktor pencetus dari DM tipe 2 yakni berupa obesitas, mengosumsi
makanan instan,terlalu banyak makan karbohidrat, merokok dan stres, kerusakan pada sel prankreas dan kelainan
hormonal.

2
Daftar Isi

Isi Halaman
Seminar Kelompok.....................................................................................................................................1

Asuhan Keperawatan.................................................................................................................................1

Pendahuluan..............................................................................................................................................2

Daftar Isi.....................................................................................................................................................2

Daftar Istilah...............................................................................................................................................2

I. TINJAUAN TEORI.............................................................................................................................2

A. Definisi...........................................................................................................................................2

B. Etiologi...........................................................................................................................................3

C. Manifestasi Klinik...........................................................................................................................6

D. Patofisiologi...................................................................................................................................7

1. Narasi........................................................................................................................................7

2. Pathway....................................................................................................................................9

E. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................................................9

F. Penatalaksanaan........................................................................................................................10

G. Proses Keperawatan...................................................................................................................13

1. Pengkajian..............................................................................................................................13

2. Diagnosis Keperawatan..........................................................................................................15

H. Perencanaan...............................................................................................................................16

Daftar Pustaka.....................................................................................................................................17

II. TINJAUAN KASUS..........................................................................................................................18

III. PENUTUP........................................................................................................................................29

A. Kesimpulan.................................................................................................................................29

B. Saran...........................................................................................................................................29

3
Daftar Istilah
DM : Diabetes Melitus

HLA : (Human Leucocyte Antigen)

DMTTI : Diabetes Melitus tak tergantung insulin

NIDDM : Non Insulin Dependent Diabetes Melitus

I. TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda
hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai
akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism lemak dan protein ( Askandar, 2000 ).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau
insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001)

Ulkus diabetic merupakan komplikasi kronik dari diabetes mellitus sebagai sebab utama morbiditas,
mortalitas, serta kecacatan penderita diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk
terjadinya ulkus diabetic melalui pembentukan plak atherosclerosis pada dinding pembuluh darah (zaidah,
2005).

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelaianan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pada diabetes mellitus kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap
insulin dapat menurun atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin (Brunner and
Suddarth, 2010).

Diabetes mellitus tipe 2 atau Non Insulin Dependendt Diabetes Mellitus) merupakan intoleransi glukosa
pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktifitas fisik yang berkurang, kurangnya masa otot, penyakit
penyerta, penggunaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan
insilin resisten (Hasdianah, 2012)

4
Diabetes Melitus (DM) atau disebut diabetes saja merupakan penyakit gangguan metabolik menahun
akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang
diproduksi secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula darah
(InfoDATIN, 2014)

Diabetes mellitus, adalah kondisi serius jangka panjang yang terjadi ketika ada peningkatan kadar
glukosa dalam darah seseorang 11 karena tubuh mereka tidak dapat menghasilkan hormon insulin apa pun
atau cukup, atau tidak dapat efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Insulin adalah hormon
penting yang diproduksi di pankreas. Ini memungkinkan glukosa dari aliran darah untuk memasuki sel-sel
tubuh di mana glukosa diubah menjadi energi. Insulin juga penting untuk metabolisme protein dan lemak.
Kurangnya insulin, atau ketidakmampuan sel untuk meresponnya, menyebabkan tingginya kadar glukosa
darah (hiperglikemia), yang merupakan indikator klinis diabetes (IDF, 2019).

B. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:

a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)


1) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi
atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu.
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya.
2) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal
dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pankreas.
b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin

5
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap
kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel.
Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini
dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price,1995).
Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat
timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
c. Diabetes dengan Ulkus
1) Faktor endogen :
a) Neuropati :
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori nyeri,
panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan
dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
b) Angiopati :
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
c) Iskemia :
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada pembuluh darah
besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat
thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas. Aterosklerosis dapat disebabkan
oleh faktor: Adanya hormone aterogenik, Merokok, Hiperlipidemi. Manifestasi kaki diabetes
iskemia: Kaki dingin, Nyeri nocturnal, Tidak terabanya denyut nadi, Adanya pemucatan
ekstrimitas inferior, Kulit mengkilap, Hilangnya rambut dari jari kaki, Penebalan kuku,
Gangrene kecil atau luas.
6
2) Faktor eksogen
a) Trauma
b) Infeksi

Menurut (Suddarth, 2014) penyebab diabetes mellitus terbagi menjadi:

1. Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas.Kombinasi faktor genetic, imunologi
dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
Faktor-faktor genetic Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi, mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe I. kecenderungan ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
Faktor-faktor imunologi Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respons autoimun.
Respons ini merupakan respons abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
Otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat
diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis diabetes tipe I.
Faktor-faktor Lingkungan Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor
eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh hasil penyelidikan yang menyatakan
bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe II Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses
terjadinya diabetes tipe II. Faktir-faktor ini adalah:
Obesitas. Obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin dari sel target diseluruh tubuh sehingga
insulin yang tersedia menjadi kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik.
Usia. Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun.
Gestasional. Diabetes melitus dengan kehamilan (diabetes mellitus gestasional) adalah kehamilan
normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistensi (ibu hamil gagal mempertahankan
euglycemia).

C. Manifestasi Klinik
Tanda gejala pada penderita diabetes mellitus :

a. Ketoasidosis atau serangan diam – diam pada diabetes tipe I.


b. Keletihan akibat defisiensi energy dan keadaan katabolis.
7
c. Kadang – kadang tidak ada gejala (pada diabetes tipe II).
d. Diuretic osmotic yang disertai poliuria, dehidrasi, polidipsia, selaput lender keringdan kekencangan kulit
buruk.
e. Pada ketoasidosis dan keadaan non-ketotik hiperosmolar hiperglikemik, dehidrasi berpotensi
menyebebkan hipovolemia dan syok.
f. Jika diabetes tipe I tidak dikontrol, pasien mengalami penurunan berat badan dan selalu lapar, padahal
ia sudah makan sangat banyak
(Nursing, 2011).

Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi insulin. Pasien-
pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal,
atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal
untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan dieresis osmotic yang
meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang
bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negative dan berat badan berkurang. Rasa
lapar yang semakin besar (polifagia) akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien akan mengeluh
lelah dan mengantuk (Price & Wilson, 2015)

Pasien dengan diabetes tipe I sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsia,
poliuria, polifagia, turunnya berat badan, lemah, somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa
minggu.Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak
mendapatkan pertolongan segera.Terapi insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan
umumnya pasien peka terhadap insulin. Sebaliknya, pasien dengan diabetes tipe II mungkin sama sekali
tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosisnya hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah
dilaboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut
mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen.Biasanya mereka tidak mengalami
ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolute namun hanya relatife (Price & Wilson,
2015)

D. Patofisiologi

1. Narasi
Diabetes melitus adalah kumpulan penyakit metabolic yang ditandai dengan hipeglikemia akibat
kerusakan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Ada empat tipe utama diabetes melitus yaitu,
diabetes melitus tipe I (5%-10% kasus terdiagnosis), diabetes melitus tipe II (90%-95% kasus

8
terdiagnosis), diabetes gestasional (2%-5% dari semua kehamilan), dan diabetes melitus tipe spesifik
lain (1%-2% kasus terdiagnosis) (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2015)
Barat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang
rusak.Disamping itu tubuh juga memerlukan energy supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan
baik.Energy yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari.
Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Rendy & TH, 2012)
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna
menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20%-40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes
melitus semua proses tersebut teganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa
kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa
tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia (Rendy & TH, 2012)
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna
menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20%-40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes
melitus semua proses tersebut teganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa
kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa
tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia (Rendy & TH, 2012).
Penyakit diabetes melitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan
insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan
terjadi hiperglikemia. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula
darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah.Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka
semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria
maka sejumlah air hilang dalam urin yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi
intraseluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsia (Rendy & TH, 2012).
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis.
Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga
menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan
terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis.
Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan
pernapasan, akibatnua bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buahbuahan. Keadaan
asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Rendy & TH,
2012).
9
2. Pathway

10
E. Pemeriksaan Penunjang
Kriteria diagnostic WHO dalam (Padila, 2012) untuk diabetes mellitus sedikitnya 2 kali pemeriksaan :

1. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)


2. Glukosa plasma puasa > 140 mg/dL (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat
(2 jam post prandial) > 200 mg/dL
4. Asetan plasma : hasil (+) mencolok
5. Asam lemak bebas : peningkatan lipid dan kolestrol
6. Osmolaritas serum (> 300 osm/l) 7. Urinalisis : proteinuria, ketonuria, glukosuria

Pemeriksaan dilakukan untuk menegakkan klien terkena diabetes atau tidak. (dr. Decroli, 2019)

a. Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)


1) Plasma vena ≥ 200, nilai normal <100
2) Plasma vena ≥ 200, nilai normal <90
b. Kadar glukosa darah puasa >140 mg/dl
1) Plasma vena ≥ 126, nilai normal <100
2) Darah kapiler ≥ 100, nilai normal <90

F. Penatalaksanaan
Menurut (Suddarth, 2014) tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vascular dan neuropatik.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia)
tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan diabetes :

1. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes.
Penatalaksaanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan memberikan
semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin, mineral), mencapai dan mempertahankan berat
badan yang sesuai, memenuhi kebutuhan energi, mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap
harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman
dan praktis, menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat (Suddarth, 2014)
2. Latihan

11
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar
glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa
darah dengan meningkatkan pengembalian glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin.
Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga. Latihan dengan cara melawan
tahanan (resistance training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah
laju metabolisme istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada diabetes
karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stress dab mempertahankan kadar lemak
darah (Suddarth, 2014)
3. Pemantuan
Dengan melakukan pemantuan kadar glukaso darah secara mandiri, penderita diabetes kini dapat
mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. (Suddarth, 2014
4. Pendidikan kesehatan
Penyuluhan kesehatan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan pada penderita diabetes
melitus melalui berbagai macam-macam cara atau media misalnya leaflet, poster, televise, kaset,
video, diskusi kelompok, dan sebagainya (Suddarth, 2014)

Tujuan penatalaksanaan medik pada ulkus diabetikum menurut (Kartika, 2017) adalah :

a. Pencegahan Primer
Penyuluhan cara terjadinya kaki diabetes sangat penting, harus selalu dilakukan setiap saat. Berbagai
usaha pencegahan sesuai dengan tingkat risiko dengan melakukan pemeriksaan dini setiap ada luka
pada kaki secara mandiri ataupun ke dokter terdekat. Deformitas (stadium 2 dan 5) perlu sepatu/ alas
kaki khusus agar meratakan penyebaran tekanan pada kaki.
b. Pencegahan Sekunder
Pengelolaan Holistik Ulkus/Gangren Diabetik Kerjasama multidisipliner sangat diperlukan. Berbagai hal
harus ditangani dengan baik dan dikelola bersama, meliputi:
1) Wound control
2) Microbiological control-infection control
3) Mechanical control-pressure control
a) Wound Control

Perawatan luka sejak awal harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus
secermat mungkin. Klasifikasi ulkus pedis dilakukan setelah debridement adekuat. Jaringan
nekrotik dapat menghalangi proses penyembuhan luka dengan menyediakan tempat untuk
bakteri, sehingga dibutuhkan tindakan debridement. Debridement yang baik dan adekuat akan

12
sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik, dengan demikian akan sangat mengurangi
produksi pus/cairan dari ulkus/gangren. Debridement dapat dilakukan dengan beberapa
metode seperti mekanikal, surgikal, enzimatik, autolisis, dan biokemis. Cara paling efektif
adalah dengan metode autolysis debridement.

Autolysis debridement adalah cara peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri dengan
syarat utama lingkungan luka harus lembap. Pada keadaan lembap, enzim proteolitik secara
selektif akan melepas jaringan nekrosis, sehingga mudah lepas dengan sendirinya atau
dibantu secara surgikal atau mekanikal. Pilihan lain dengan menggunakan maggot. Saat ini
terdapat banyak macam dressing (pembalut) yang dapat dimanfaatkan sesuai keadaan luka
dan letak luka. Dressing mengandung komponen zat penyerap, seperti carbonated dressing,
alginate dressing akan bermanfaat pada luka yang masih produktif. Hydrophilic fiber dressing
atau silver impregnated dressing bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi. Berbagai
terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka, cairan normal saline
sebagai pembersih luka, senyawa silver sebagai bagian dari dressing. Berbagai cara
debridement non-surgikal seperti preparat enzim dapat dimanfaatkan untuk mempercepat
pembersihan jaringan nekrotik. Jika luka sudah lebih baik dan tidak terinfeksi lagi, dressing
seperti hydrocolloid dressing dapat dipertahankan beberapa hari. Untuk kesembuhan luka
kronik seperti luka kaki diabetes, suasana kondusif sekitar luka harus dipertahankan. Selama
proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak ke proses
selanjutnya. Untuk menjaga suasana kondusif dapat dipakai kasa yang dibasahi dengan
normal saline. Berbagai sarana dan penemuan baru dapat dimanfaatkan untuk wound control,
seperti: dermagrafi, apligraft, growth factor, protease inhibitor, dan sebagainya, untuk
mempercepat kesembuhan luka. Terapi hiperbarik oksigen efikasinya masih minimal.

b) Microbiological Control
Data pola kuman perlu diperbaiki secara berkala, umumnya didapatkan infeksi bakteri
multipel, anaerob, dan aerob. Antibiotik harus selalu sesuai dengan hasil biakan kuman dan
resistensinya. Lini pertama antibiotik spektrum luas, mencakup kuman gram negatif dan positif
(misalnya sefalosporin), dikombinasi dengan obat terhadap kuman anaerob (misalnya
metronidazole).
c) Pressure Control
Jika tetap dipakai untuk berjalan (menahan berat badan/weight bearing), luka selalu
mendapat tekanan, sehingga tidak akan sempat menyembuh, apalagi bila terletak di plantar
seperti pada kaki Charcot.
13
Berbagai cara surgikal dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka seperti:

1) Dekompresi ulkus/gangren dengan insisi abses


2) Prosedur koreksi bedah seperti operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection,
Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy.

G. Proses Keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas klien yang meliputi :
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, suku/bangsa, status perkawinan,
alamat, tanggal masuk, ruangan, no.register, diagnosa medis.
b. Riwayat penyakit
1) Keluhan utama
Biasanya klien datang ke RS dengan keluhan utama poliphagia, polidipsia, poliuria dan
penurunan berat badan. Keluhan lemah, kesemutan gatal-gatal, penglihatan kabur, dan
seringkali sudah terjadi gangren.
2) Riwayat penyakit sekarang
Mencakup data sejak kapan dirasakan keluhan sampai keluhan yang dirasakan saat ini.
3) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat klien pernah mengalami sakit apa saja dan usahakan / tindakan
klien untuk mengurangi dan mengantisipasi penyakit tersebut.
4) Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit seperti
ini, penyakit yang menyertai, siapa dan apakah sembuh atau meninggal
c. Dasar Data Pengkajian Klien
1) Aktivitas Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan kram otot, tonus otot menurun. Gangguan
tidur / istirahat.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas. Letargi /
disorientasi, koma. Penurunan kekuatan otot.
2) Sirkulasi
3) Gejala : Adanya riwayat hipertensi, Infark Myocard Akut, Klaudikasi, kebas, dan
kesemutan pada ekstremitas. Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.

14
Tanda : Takikardia. Perubahan tekanan darah postural; hipertensi. Nadi yang menurun /
tak ada. Disritmia. Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung.
4) Integritas Ego
Gejala : Stres ; tergantung pada orang lain. Masalah finansial yang berhubungan dengan
kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang
5) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia. Rasa nyeri terbakar. Kesulitan
berkemih (infeksi). ISK baru / berulang. Nyeri tekan abdomen.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning; poliuri (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria
jika terjadi hipovolemia berat). Urine berkabut, bau busuk (infeksi). Abdomen keras,
adanya ascites. Bising usus lemah dan menurun; hiperaktif (diare).
6) Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan. Mual / muntah. Tidak mengikuti diet; peningkatan masukan
glukosa / karbohidrat. Penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari / minggu.
Haus. Penggunaan diuretic (tiazid).
Tanda : Kulit kering / bersisik, turgor jelek. Kekakuan / distensi abdomen, muntah.
Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolic dengan peningkatan gula darah).
Bau halitosis / manis, bau buah (napas aseton).
7) Neurosensori
Gejala : Pusing / pening. Sakit kepala. Kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia. Gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor, koma (tahap lanjut). Gangguan memori
(baru, masa lalu); kacau mental. Refleks Tendon Dalam (RTD) menurun (koma). Aktivitas
kejang (tahap lanjut dari DKA).
8) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang / berat).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati – hati.
9) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen (tergantung
adanya infeksi / tidak).
Tanda : Lapar udara. Batuk dengan / tanpa sputum purulen (infeksi). Frekuensi
pernapasan.
10) Keamanan
15
Gejala : Kulit kering, gatal; ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis. Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak. Parestesia /
paralysis otot termasuk otot-otot pernapasan.
11) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria; kesulitan orgasme
pada wanita
12) Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga; diabetes mellitus, penyakit jantung, stroke, hipertensi,
fenobarbital, penyembuhan yang lambat. Penggunaan obat seperti steroid, diuretik
(tiazid); Dilantin dan dapat meningkatkan kadar glukosa darah.
Pertimbangan : menunjukkan rata lama dirawat ; 5 – 9 hari. Rencana Pemulangan :
Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri,
pemantauan terhadap glukosa darah.

2. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
b. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan hiperglikemia
c. Defisit Nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolism
d. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif
e. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
f. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan neuropati perifer
g. Risiko Infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (mis. Diabetes Mellitus)
h. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan resistensi insulin
i. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
j. Risiko Jatuh berhubungan dengan neuropati

16
H. Perencanaan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan keperawatan Observasi :
selama x 24 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
diharapkan masalah frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri.
nyeri berkurang dengan 2. Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil : 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
1. Keluhan nyeri 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
menurun memperingan nyeri
2. Meringis menurun 5. Monitor efek samping penggunaan analgetik
3. Sikap protektif Teraupetik :
menurun 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
4. Gelisah menurun mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
5. Kesulitan tidur kompres hangat/dingin)
menurun 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
6. Berfokus pada diri nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
sendiri menurun kebisingan)
7. Tekanan darah 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
membaik Edukasi :
8. Pola napas membaik 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan Observasi :
berhubungan dengan keperawatan diharapkan 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
kelemahan toleransi aktivitas meningkat mengakibatkn kelelahan
Kriteria hasil : 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional

17
1. Kemudahan melakukan 3. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
aktivitas sehari hari melakukan aktivitas Terapeutik :
meningka 4. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
2. Kekuatan tubuh bagian (mis. Cahaya, suara, dan kunjungan)
bawah meningkat 5. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
3. Sianosis menurun Edukasi :
4. Perasaan lemah menurun 6. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
5. Frekuensi nadi membaik Kolaborasi :
6. Tekanan darah membaik 7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

18
Daftar Pustaka
ADA. (2012). Faktor risiko mempengaruhi kejadian Diabetes mellitus tipe dua.
Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan Aisyiyah Isnaini, Nur Ratnasari, Ratnasari, 14(1), 59–68.
https://doi.org/10.31101/jkk.550

Alkhar, R. (2018). Laporan Praktik Dinas KMB RSUD dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.

Ananta. (2018). Pola Perawatan Diabetes Melitus Dengan Kejadian Kaki. Achmad Djamil, Nur Sefa Arief
Hermawan, Priscilia Dea, 6.

Andyagreeni. (2010). Tanda Klinis Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Trans Info Media.

Azzida Dzaher. (2016). Peran perawat pada manajemen kaki penderita diabetes.

Retrieved from https://today.mims.com/peran-perawat-pada-manajemen- kaki-penderita-diabetes

Brunner dan Suddarth. (2014). Keperawatan medikal Bedah Brunner & Suddarth.

EGC.

Departemen Kesehatan RI. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan.

dr. Decroli, E. (2019). Buku Diabetes Mellitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam.

dr. Wahjoepramono. (2010). Ulkus Diabetikum (pp. 7–37). pp. 7–37. Retrieved from
https://www.alomedika.com/penyakit/endokrinologi/ulkus- diabetikum/patofisiologi

dr.Firdaus. (2017). Penanganan Amputasi. Retrieved from


https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/diabetes-kencing-manis/luka- diabetes-diamputasi/

dr.Tjin Willy. (2018). Amputasi. Retrieved from https://www.alodokter.com/amputasi


Drs. H. Syaifuddin, A. (2011). buku anfis (S. K. Monica Ester, Ed.). Penerbit Buku Kedokteran.

Efendi, F., & Makhfudli. (2010). Teori dan Praktik dalam Keperawatn. Jakarta: Salemba Medika.

19
20

Anda mungkin juga menyukai