Anda di halaman 1dari 59

AYO SIGAP AMATI AIR TANAH

( ASIAAT )

Oleh : Dwi Agus Kuncoro, ST, MM, MT


PROFIL
 Tempat/TTL : Kutoarjo, Purworejo, 19 Juli 1975
 Alamat : Sanggrahan RT 07/17 Tlogoadi Mlati Sleman  Jabatan : Ka.Subdit ATAB Wilayah 1 (2021 - Sekarang)
 Alamat Kantor : Ged SDA Jl Patimura 20 Keb Baru Jaksel
PENDIDIKAN  Pangkat/Gol. : Pembina Tingkat I / IV B
 Masa Kerja : 20 Tahun
 S1 : Teknik Geologi UGM (1993-1998)
 S2 : Magister Manajemen UII Yogyakarta (1998-2000)
 S2 : Magister Pengelolaan SDA Teknik Sipil UGM
(1999-2001)

KARIER
 2007-2011 : Kepala Unit Jaminan Mutu, Direktorat Bina
Program, Ditjen SDA Kementerian PU
 2007-2012 : Kasie. Evaluasi Kinerja Wilayah Timur,
Direktorat Bina Program, Ditjen SDA Kementerian PU
 2010 : Plt Kepala Seksi Evaluasi Kinerja Wilayah Barat,
Direktorat Bina Program, Ditjen SDA Kementerian PU
 2012-2019 : Kepala Bidang Program dan Perencanaan Umum
BBWS Cimanuk-Cisanggarung
 2017 : Plt Kabid OP BBWS Cimanuk-Cisanggarung
 2017 : Pgs Kepala Satuan Kerja BBWS Cimanuk-Cisanggarung
 2017 : Plh Kepala BBWS Cimanuk-Cisanggarung KONTAK
 2018 : Plt Kabid OP BBWS Cimanuk-Cisanggarung
 2019-2020 : Kepala Bidang Program dan Perencanaan Umum BBWS
 No. HP : 082241919373
Bengawan Solo
 2020 – 2021 : Kepala BWS Kalimantan I Pontianak  Email : dwiagus1975@yahoo.com
Apa itu Air Tanah ?
AIR TANAH
= AKUIFER
(WADAH  CAT & Non CAT)
+ AIR

 Penyebaran Air  Sistem Akuifer  Air Hujan


 Berpori
Tanah  Bercelah
 Air Permukaan
 Aliran Air Tanah  Jenis / Tipe Akuifer  Air Sungai
 Bebas  Air Danau / Bendungan /
 Tertekan Embung / Tampungan
lainnya
 Kuantitas Air
Tanah  Struktur Geologi
 Lipatan  Air Laut
 Patahan (sesar)  Intrusi
 Kekar
 Kualitas Air Tanah  Air Laut yg terjebak
(Connate Water)
 Umur Litologi
Penyusun Akuifer
 Tersier (T …)
 Quarter (Q…)

 Jenis Litologi
Penyusun Akuifer
 Bt pasir, Breksi .
 Bt Gamping ………….. dst
Apa itu Air Tanah ?
SISTEM AKUIFER
BERPORI

SISTEM AKUIFER

SISTEM AKUIFER
BERCELAH

AKUIFER BEBAS
(Unconfined Aquifer)

TIPE AKUIFER

Air tanah dangkal


AKUIFER TERTEKAN
(Confined Aquifer)

Air tanah dalam


Daerah Cekungan Air Tanah (CAT) dan Non CAT

Daerah Non CAT adalah


Wilayah yang tidak dibatasi
oleh batas hidrogeologis
dan tidak atau bukan
tempat semua kejadian
hidrogeologis seperti
proses pengimbuhan,
pengaliran, dan pelepasan
air tanah berlangsung
serta tidak memiliki satu
kesatuan sistem akuifer.
Hubungan Air Tanah dengan Sungai :
sungai sumur

• Sungai Influent adalah sungai yang


berperan memasok (memberikan
masukan air) untuk air tanah.
sungai sumur
• Sungai Effluent adalah sungai
yang sumber airnya berasal dari air
Base flow
tanah (penerima air tanah).
Tipe Sungai Berdasarkan Ketersediaan Air dan
Hubungannya dengan Air Tanah sbg Base Flow :
1. Sungai Perenial adalah sungai yang Sungai Permanen 

Sungai Effluent
CAT
Base Flow bagus
mengalirkan air sepanjang tahun.
 Sungai permanen : sungai perenial yang sungai

debitnya relative tetap sepanjang tahun. Sungai Periodic


Muka air tanah
Base flow
 Sungai periodic : sungai perenial yang
debitnya banyak di musim penghujan dan
sedikit pada musim kemarau. sungai

2. Sungai Intermitten (episodic) adalah sungai Sungai Intermitten Base flow


Muka air tanah

yang apabila musim penghujan debit airnya Muka air tanah


banyak, tetapi jika musim kemarau, sungainya
A
kering. sungai
B
sungai
Base Flow = 0

3. Sungai Ephemeral adalah sungai yang berair Sungai Ephemeral 



Sungai Influent
Daerah Imbuban

ketika hujan saja. Muka air


tanah

CAT (A)
Non CAT (B)
DEGRADASI SUNGAI AKIBAT DINAMIKA AIR TANAH
Kondisi DAS “A” pada Tahun X-5 Kondisi DAS “A” pada Tahun X Rencana di DAS “A”
Non CAT Non CAT Non CAT

CAT CAT CAT

DAM

Sungai Ephemeral
Sungai Intermitten
Sungai Perenial

LAUT LAUT LAUT


KASUS 1 :
Contoh kasus air tanah di
sistem akuifer berpori
KASUS 1 :
Contoh kasus air tanah di sistem akuifer berpori

KONSEP PENERAPAN
SUB-SURFACE DAM
SEBAGAI ALTERNATIF
PENYEDIAAN AIR
BERWAWASAN LINGKUNGAN

Oleh :
1. Dwi Agus Kuncoro
2. Windarto
PENDAHULUAN
• Seiring dengan laju pembangunan serta pertambahan
penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan air.
• Kebutuhan air untuk air bersih, sanitasi, industri, irigasi perlu
dijamin ketersediaannya terutama pada musim kemarau.
• Tampungan air seperti waduk dan embung telah umum
dibangun di atas permukaan tanah, sebagai bagian dari tata
kelola air permukaan, oleh karena banyaknya problem
pembebasan lahan dan terus meningkatnya kebutuhan air,
maka perlu adanya pemikiran alternatif.
MAKSUD DAN TUJUAN
• Mencari alternatif teknologi untuk penyediaan tampungan
air yang lebih ramah lingkungan dan dapat menjawab
hambatan kondisi sosial masyarakat.

• Mengkaji penerapan Sub Surface Dam menjadi salah


satu alternatif teknologi yang dimaksud tersebut.
KOMPARASI
No Item Komparasi Dam SubSurface Dam
1 Kebutuhan lahan Ada Tidak ada (relatif kecil)
2 Umur infrastruktur Maksimal 100 tahun Selamanya, daerah recaharge tidak
rusak
3 Biaya pemeliharaan Besar Kecil
4 Biaya pembangunan Besar Kecil
5 Biaya operasi Kecil - Besar Besar
6 Monitoring Rutin stiap hari, rumit Rutin, sederhana
7 Dam break analisis Wajib Tidak perlu
8 Nilai jual politik Besar Kecil
9 Dampak lingkungan Bisa positif / negatif Selalu positif, kelembaban tanah,
menanggulangi intrusi
10 Pengisian Cepat Lama (perlu waktu)
11 Resiko bencana Berdampak besar Sangat kecil, tidak pada daerah potensi
/kegagalan konstruksi Liquefaction
KONSEP DESAIN
SUBSURFACE DAM
• Sistem tampungan air tanah dan base flow sungai
Berbeda sekali dengan bendungan permukaan yang membendung sungai, bendungan bawah tanah menampuing air
tanah. Secara umum air tanah dangkal-menengah; setiap Sub Surface Dam harus dipasang sumur monitoring dan
sumur pengambilan, serta bila memungkinkan dipasang horizontal drainage pada tebing sungai di hulu Sub Surface,
sehingga akan menambah base flow sungai.

• Penyimpanan pada cekungan air tanah


Air permukaan disimpan sebagai air tanah, dengan kata lain bendungan bawah permukaan merupakan suatu sistem
penggisian buatan pada akuifer alami.

• Diperlukan fasititas pompa untuk pengambilannya, bisa juga tidak.


Pada bendungan bawah tanah, pengambilan air menggunakan pompa utk lembah tanpa sungai. Untuk` lembah yang
ada sungainya maka bisa dimungkinkan dengan penurapan horizontal (horizontal drain) di bawah muka air tanah hasil
Sub Surface Dam pada tebing sungai, sehingga air tanah akan keluar secara gravitasi sebagai base flow sungai.
PEMILIHAN LOKASI
• Subsurface dam skala kecil dengan siklus airtanah setempat dan dangkal,
dapat dibedakan :
Cekungan lembah tanpa sungai, dan
Cekungan lembah dengan aliran sungai, baik pada lembah dengan sungai tipe teranyam
(braided) maupun pada lembah dengan tipe sungai tidak teranyam (unbraided)

• Subsurface dam skala besar / regional dengan satu sistem siklus airtanah
yang luas.
Pada suatu cekungan air tanah dengan akuifer bebas yang luas dengan lapisan
dasar kedap yang lebih dalam dapat dibuat subsurface dam cascade (bertingkat).
Perencanaan pembuatan cascade subsurface dam harus merupakan satu
perencanaan dalam kesatuan sistem siklus dan hidrolika airtanah
TIPE KONSTRUKSI
• Bedrock kedap yang relatif relatif dangkal,
Untuk bedrock yang dangkal bisa dengan cara, menggali dan membuat lapisan
kedap air vertikal dengan tanah liat, membuat tembok pasangan batu, membuat
tembok beton, membuat tembok dgn teknik sistem urug dengan perkuatan wadah
(SUPW), atau dengan cara grouting

• Bedrock kedap relatif dalam.


Bedrock yang dalam, teknologi yang efektif adalah dengan cara grouting. Ada 2
tipe subsurface dam dalam, yaitu ;
• Subsurface dam sampai dasar bedrock yang kedap, dan
• Subsurface dam menggantung tidak sampai bedrock yang kedap.
DIAGRAM KONSEP SUBSURFACE DAM
SUBSURFACE DAM
DENGAN SUMUR PENGAMBILAN
SUBSURFACE DAM
DAN TANAMAN YANG SUBUR
PELAKSANAAN SUBSURFACE DAM
DENGAN METODE PEMASANGAN TEMBOK BETON
POTENSI SUBSURFACE DAM
DI SUNGAI TERANYAM (BRAIDED STREAM)

H L

POTENSI
SUBSURFACE
DAM
V

Penentuan lokasi :
1. L <<< L
2. H <<<
3. V >>>
KESIMPULAN (1)
• Manfaat bendungan bawah tanah

1. Menjadi tandon air selama musim kering untuk keperluan air baku (rumah
tangga, pertanian, peternakan, pariwisata);
1. Memperkaya base flow sungai dibagian hulu DAS.
2. Memperkaya kandungan air setempat, agar tumbuhan sekitar subur (back to nature)
3. Memproteksi instrusi air laut (untuk lahan yang dekat pantai)
4. Menaikkan , mempertahanakan muka air tanah dan stabilisasi fluktuasi air baku
untuk pertanian dan kepentingan lainnya
5. Tidak banyak mengganggu kondisi alam dan social
6. Permukaan tanah di daerah genangan Sub Surface Dam, akan subur karena tanah
menjadi lembab akibat air tanah naik secara kapiler akibat pemanan di permukaan
tanah, terutama pada musim kemarau.
KESIMPULAN (2)
• Penerapan Bendungan Bawah Tanah

1. Cocok untuk daerah dengan jenis batuan aluvial dan batu gamping
(limestone)

2. Cocok untuk diterapkan di pulau‐pulau kecil jenis atol, aluvial, dan


vulkanik

3. Cocok untuk daerah dengan kegempaan yang tinggi, tetapi tidak


potensial Liquefaction.

4. Daerah pandat penduduk yang tidak memungkinkan pembangunan


tampungan air permukaan
REKOMENDASI
• Perlu dilakukan studi dan pilot project pengembangan Sub Surface Dam di setiap
WS, sehingga dapat dianalisis pengelolaan Sumber Daya Air secara terpadu antara
air permukaan dan air tanah.

• Dapat dikembangkan pada pulau-pulau kecil yang krisis air.

• Sub Surface Dam dapat dikembangkan di hilir dari sumur artesis, untuk
mempertahankan tekanan pizometrik, sehingga air tanah akan keluar dengan
sendiri.

• Untuk daerah akuifer bebas yang berpotensi Liquefaction, maka perlu dilakukan
penelitian yang lebih mendalam. Apakah memungkinkan pembuatan Sub Surface
Dam Cascade; dapat mereduksi Liquefaction atau minimal melokalisir
Liquefaction ?
KASUS 2 :
Contoh kasus air tanah di
daerah Non CAT
KASUS 2 :
Contoh kasus air tanah di daerah Non CAT
SISI LAIN AIR TANAH
DI DAERAH NON CEKUNGAN
AIR TANAH
Manfaat Ganda :
Mendapatkan Air Tanah Dan
Menghindari Bencana

Oleh :
1. Dwi Agus Kuncoro
2. Windarto
3. Wahyu Wilopo
 Kondisi Geologi Permukaan
 Kondisi Hidrologi dan Hidrogeologi
 Gerakan Tanah
 Kondisi Geologi Bawah Permukaan
 Konektivitas Hidraulika
 Analisis Stabilitas dan Konsep Penanganan Lereng
PENDAHULUAN

out of FAKTA
the box

Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI)


• BNPB, dalam 10 tahun terakhir (2004-2013) telah terjadi 1990 peristiwa
longsor, tidak jarang menimbulkan kerugian, baik hilangnya harta benda
hingga menimbulkan korban jiwa.
• Upaya untuk meminimalisir risiko bencana sudah dilakukan oleh instansi
terkait seperti Badan Geologi dan BNPB dengan melakukaa pemetaan daerah
yang rentan mengalami gerakan massa, namun masih dibutuhkan usaha lebih
lanjut untuk mencegah terjadi gerakan tanah seperti dengan menerapkan
rekayasa keteknikan yang sesuai sehingga dapat mengurangi risiko kejadian
tersebut.
PENDAHULUAN

out of the box

AIR SEBAGAI FAKTOR PENGONTROL


Air sebagai salah satu pengontrol gerakan tanah; disisi lain
merupakan sumber daya yang memiliki manfaat yang besar.
Pengelolaan air baik yang berada di permukaan maupun di
bawah permukaan (air tanah) pada suatu lereng kritis sangat
diperlukan untuk menurunkan risiko terjadinya longsor
sekaligus meningkatkan persediaan air untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat setempat.
PENDAHULUAN

KAJIAN PENANGANAN KASUS


out of the box
Kab. Majalengka secara umum terletak pada bagian hulu DAS
Cimanuk. Kondisi geologi dan hidrogeologi yang berkembang
pada daerah ini menyebabkan kondisi tanah rentan mengalami
pergerakan seperti yang terjadi pada bulan Maret 2013.
Sebagai upaya pengurangan risiko bencana, BBWS Cimanuk-
Cisanggarung melakukan studi pengelolaan sistem pengaliran
airtanah menggunakan subsurface drainage. Studi ini
diharapkan dapat menjadi terobosan dan sumbangsih BBWS
Cimanuk-Cisanggarung - Ditjen SDA Kem.PUPR dalam rangka
pengurangan risiko terjadinya bencana tanah longsor, dan
pengembangan air baku.
out of the box
METODOLOGI

STUDI PUSTAKA
out of the box
IDENTIFIKASI LOKASI LERENG KRITIS

PEMETAAN GEOLOGI
DAN SURVEI GEOLISTRIK

PENYELIDIKAN GEOLOGI
DAN HIDROGEOLOGI

ANALISIS DATA
DAN
PENYUSUNAN KONSEP PENANGANAN
KONDISI GEOLOGI PERMUKAAN

out of the box


Morfologi lokasi Cigin-
tung dan sekitarnya
 Dataran bergelombang
(7-30%) hingga perbu
kitan curam (>30%).
 Dataran bergelombang
merupakan lokasi per
mukiman, pekarangan
dan persawahan, semak
belukar, dan hutan
(tengah peta)
 Perbukitan curam bera
da pada bagian barat
daya dan barat laut
lokasi penyelidikan de
ngan tataguna lahan
berupa hutan.
KONDISI GEOLOGI PERMUKAAN

a b

out of the box

Singkapan Batuan
a) Satuan breksi tufa
matriks supported
b) Satuan breksi
vulkanik fragmen
supperted c d
c) Satuan
batulempung
d) Kontak antara
breksi vulkanik
dengan
batulempung
GERAKAN TANAH DAN HIDROGEOLOGI
Peta persebaran mata air lokasi Cigintung

out of the box

Peta Area Longsor Cigintung (a), kondisi rumah yang terkena


gerakan tanah (b), dan kondisi puncak Bukit Jati yang mengalami
longsor (c)

Jumlah rumah yang terkena gerakan tanah


sebanyak 67 buah (yg msh berbentuk rumah);
yg sudah dibongkar kurang lebih dari 10 buah.
KONDISI GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN

out of the box

Sample Kedalaman mineral


Batulempung permukaan Monmorilonit
Kaliwungu Kaolinit
Bor BH-1 5,6-6 m Monmorilonit
Kaolinit
Mika
Bor BH-2 9,6-9,7 m Plagioklas
15,6-15,7 m Plagioklas
monmorilonit
21,3-22,4 m Plagioklas
Monmorilonit
Kuarsa

Berdasarkan korelasi tersebut diketahui pada lokasi Cigintung terdapat lima satuan batuan, yaitu satuan breksi volkanik
(QVts), satuan batupasir (QVts), satuan batupasir lempungan (QVts), satuan batulempung (QVts), dan satuan
batulempung (Tpwu). Satuan batupasir (QVts), satuan batupasir lempungan (QVts), dan satuan batulempung (QVts),
merupakan hasil lapukan dari Satuan Breksi Tufa Matriks Suppoted dengan tingkat pelapukan yang bervariasi. Satuan
batupasir (QVts) dan satuan batupasir lempungan (QVts) berpotensi menjadi lapisan pembawa air (akuifer) sedangkan
satuan batulempung (QVts) dan satuan batulempung (Tpwu) berpotensi menjadi akuitar pada sistem air tanah di lokasi
tersebut.
KONEKTIVITAS
HIDRAULIKA

out of the box


Informasi mengenai Diagram Fingerprint
konektivitas hidraulika
sampel air
antara air hujan, air
Pada lokasi Cigintung
permukaan, dan air tanah
sangat penting dalam
menentukan konsep
rekayasa keteknikan yang
akan diterapkan.
Dari 5 sampel air yang
diambil pada lokasi
Cigintung meliputi sampel
air pada bore hole terpilih
(BH-01), mata air, air
hujan, air kolam, dan air
sungai. Analisis
konektivitas hidraulika
menggunakan diagram
fingerprint yang
menunjukkan terdapat dua
sistem air, yaitu sistem 1
yang terdiri dari BH-01,
mata air dan air sungai;
dan sistem 2 yang terdiri
dari air hujan dan air
kolam
ANALISIS STABILITAS DAN
KONSEP PENANGANAN LERENG

Muka air tanah

out of the box

Untuk
mengetahui
efektifitas
pemasangan
Kondisi muka air tanah sebelum pemasangan drainase horizontal
subsurface
drainage Muka air tanah
dilakukan
analisis dengan
menggunakan
software
SEEP/W
Kondisi muka air tanah setelah pemasangan drainase horizontal
ANALISIS STABILITAS DAN
KONSEP PENANGANAN LERENG
Muka air tanah

out of the box

Dengan data
muka air tanah
yg telah
Hasil analisis stabilitas lereng sebelum pemasangan drainase horizontal (Safety factor = 1,13)
disimulasikan
dengan
SEEP/W, Muka air tanah

selanjutnya
dilakukan
analisis
stabilitas lereng
dengan software
SLOPE/W Hasil analisis stabilitas lereng setelah pemasangan drainase horizontal (Safety factor = 1,54)
ANALISIS STABILITAS DAN
KONSEP PENANGANAN LERENG

out of the box

Tipikal saluran dan pemasangan subsurface drainage


setiap jarak 2 m pada sisi kanan dan kiri

Air yang keluar dari subsurface drainage


selanjutnya disadap dengan membangun bendung
untuk digunakan sebagai air baku.
Kesimpulan
Kondisi geologi permukaan lokasi Cigintung terdiri dari Satuan Breksi Tufa Matriks Suppoted
(QVts), Satuan Breksi Volkanik Fragmen Suppoted (QVts), Satuan Batulempung dari Formasi
Kaliwungu (Tpkw). Terdapat variasi litologi pada Satuan Breksi Tufa Matriks Suppoted (QVts), yaitu
breksi vulkanik, batupasir, batupasir lempungan dan batulempung berdasarkan interpretasi
geolistrik.

Terdapat sungai-sungai, alur, dan kolam-kolam yang menjadi media air


permukaan. Terdapat kemunculan mata air sebagai manifestasi air bawah
permukaan (air tanah); Air kolam tidak terhubung dengan air tanah.

Gerakan tanah dipengaruhi oleh air tanah yang berinteraksi dengan


batulempung Formasi Kaliwungu.

Analisis efektifitas subsurface drainage dengan menggunakan software


SEEP/W menunjukkan adanya penurunan muka air tanah yang signifikan.

Analisis stabilitas lereng dengan menggunakan software SLOPE/W


menunjukkan peningkatan nilai faktor aman sebelum dipasang dan setelah
diterapkannya subsurface drainage dari 1,13 menjadi 1,54.
KASUS 3 :
Contoh kasus air tanah di
sistem akuifer bercelah
KASUS 3 :
Contoh kasus air tanah di sistem akuifer bercelah
FORMULASI MATEMATIK KOREKSI TOPOGRAFI
DALAM PEMETAAN SUNGAI BAWAH TANAH
DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK MISE A-LA MASSE

Oleh : Dwi Agus Kuncoro, ST, MM, MT


01 Pendahuluan

Outline
02 Ruang Lingkup

03 Tujuan

04 Metodologi

05 Konsep Formula

06 Hasil & Analisis

07 Penutup

08 Learning Point
Gambar : Air Terjun Kedung Kandang, Jogja
PENDAHULUAN (1)  Daerah kars dengan litologi berupa batu gamping,
penyebaran airtanah tidak merata seperti pada
akuifer berpori.

 Pada daerah ini, air hujan masuk ke dalam tanah


melalui lubang-lubang sekunder pada batugamping.

 Di dalam tanah, air tersebut akan berkumpul dan


mengalir lewat lubang-lubang sekunder pada
batugamping yang saling berhubungan menjadi
semacam sungai bawah tanah.

 Sejalan dengan hal tersebut, maka untuk


mempertinggi tingkat keberhasilan pemboran
airtanah terlebih dulu harus diketahui secara tepat
letak sungai bawah tanahnya.

 Penelusuran sungai bawah tanah secara langsung


dengan menelusuri lewat luweng (gua) akan banyak
mengalami kesulitan dan mengandung resiko yang
besar.

 Maka dari itu diusulkan dengan penelitian secara


tidak langsung yaitu penelusuran sungai bawah tanah
dengan menggunakan salah satu metode geolistrik
yang dikenal sebagai metode Mise A-la Masse.
Gambar : Goa Pindul, Jogja
PENDAHULUAN (2)

 Metode ini telah digunakan untuk penelusuran sungai


bawah tanah di daerah batugamping karst Gunung
Kidul Propinsi DIY dan daerah Kupang Barat Propinsi
NTT.

 Dari kedua lokasi penelusuran didapatkan hasil yang


berbeda.

 Di daerah Kupang Barat Propinsi NTT, keberhasilan


penelusuran sungai bawah tanah untuk penentuan
lokasi titik pemboran berhasil dengan baik.

 Tetapi di daerah batugamping karst Gunung Kidul


Propinsi DIY, hasilnya lebih buruk dibandingkan di
Kupang Barat.

 Perbedaan keberhasilan tersebut dapat diindikasikan


karena kondisi topografi yang berbeda; di daerah
Kupang Barat topografinya berupa teras pantai,
sedangkan di daerah batugamping karst Gunung
Kidul Propinsi DIY topografinya berupa perbukitan
Gambar : Goa Pindul, Jogja karst.
PENDAHULUAN (3)

 Dari indikasi penyebab perbedaan tingkat


keberhasilan tersebut, maka muncul ide untuk
menyusun konsepsi formula matematik koreksi
topografi dalam menganalisis dan menginterpolasi
nilai-nilai penyelidikan geolistrik dengan metode
Mise A-la Masse.

 Konsepsi formula matematik koreksi topografi ini


masih sangat awal (embrio), sehingga perlu
dilakukan pengkalibrasian dengan uji pemboran air
tanah untuk menguji tingkat keberhasilannya.

Gambar : Goa Pindul, Jogja


RUANG LINGKUP

Ruang lingkup studi ini meliputi pembuatan


formula matematik untuk koreksi topografi dalam
melakukan analisa interpolasi untuk pemetaan
sungai bawah tanah.

Gambar : Kampus UGM, Jogja


TUJUAN

Get a modern PowerPoint


Presentation that is
Studi ini bertujuan untuk meningkatkan tingkat beautifully designed.
keberhasilan dalam menentukan titik pemboran
airtanah pada daerah batugamping, terutama
dengan morfologi perbukitan karst.

Gambar : Monumen Joga Kembali, Jogja


METODOLOGI (1)

Penyelidikan geolistrik dengan metode Mise A-la Masse


untuk penelusuran sungai bawah tanah dapat dibagi
menjadi 2 tahap, yaitu: tahap pelaksanaan lapangan dan
tahap analisa.
 Tahap pelaksanaan lapangan dibagi menjadi 3 sub-
tahap, yaitu : sub-tahap pemetaan
geologi/hidrogeologi, sub-tahap pemetaan topografi
dan sub-tahap pengukuran geofisika.
 Sub-tahap pemetaan geologi/hidrogeologi,
meliputi kegiatan pemetaan batuan, struktur
geologi dan kenampakan sungai bawah tanah
berupa luweng (gua). Dari sub-tahap ini dapat
ditentukan arah aliran sungai bawah tanah
secara kasar, selanjutnya sebagai masukan
dalam penentuan areal pemetaan topografi dan
pengukuran geofisika.
 Sub-tahap pemetaan topografi, meliputi kegiatan
pengukuran topografi yang dilakukan per-sektor
luas 1 Km2 dengan skala peta yang dihasilkan 1 :
2.000 .
 Sub-tahap pengukuran geofisika, meliputi
pengukuran nilai potensial setiap titik
pengukuran dengan menggunakan metode Pengukuran geofisika dengan alat resistivity-meter (Gambar 1).
geolistrik Mise A-la Masse. Titik-titik
pengukuran geofisika ditentukan dengan grid
yang masing-masing berjarak 20 m.
METODOLOGI (2)

Pelaksanaan pengukuran geofisika sebagai berikut :


salah satu elektroda arus ditancapkan pada aliran
sungai bawah tanah pada luweng (arus), sedangkan
elektroda arus yang lain ditancapkan di tempat yang
jauh minimal dua kali panjang setiap sector yang akan
diukur nilai potensialnya, semakin jauh letaknya
semakin baik. Salah satu elektroda potensial
ditancapkan di permukaan tanah di atas elektroda
arus pertama sebagai referensi, sedangkan elektroda
potensial yang lain digerakkan ke seluruh sector yang
akan diukur nilai potensialnya (Gambar 2). Hasil
pengukuran nilai potensial selanjutnya dianalisa untuk
mengetahui adanya anomaly. Pada anomaly tersebut
dilakukan pengukuran potensial yang lebih teliti
dengan jarak masing-masing 10 m atau kurang.

 Tahap analisa, pada tahap ini dilakukan analisa


interpolasi dengan dasar nilai-nilai potensial dari Sketsa Pemetaan Sungai Bawah tanah dengan Menggunakan Metode
titik-titik pengukuran. Pada analisa interpolasi ini, Geolodtrik Mise A-la Masse (Gambar 2)
peneliti mengusulkan suatu formula matematik
untuk koreksi topografi untuk meningkatkan
akurasi pemetaan sungai bawah tanah.
KONSEP
FORMULA
Dasar interpretasi untuk menentukan garis ekuipotensial adalah
model metematis pada perhitungan potensial listrik yang
disebabkan distribusi muatan listrik dengan persamaan sebagai
berikut :

V = k  ln(R/Ro) …………………………………………………………(1)

dengan :

(V) : nilai potensial pada titik pengukuran


(k) : konstanta
() : Rapat muatan persatuan panjang,
(R) : Jarak dari muatan listrik ke permukaan
(Ro) : Lebar aliran muatan listrik.

Dalam menyusun formula matematik koreksi topografi dilakukan


pendekatan dengan beberapa asumsi sebagai berikut :

(k) : Setiap titik pengukurannilai potensial dianggap sama/tetap.


() : Setiap titik pengukuran nilai potensial dianggap sama/tetap.
(Ro): setiap titik pengukuran nilai potensial dianggap sama/tetap.
BAGAN ALIR HASIL &
PENELITIAN ANALISIS (1)

 Sebelum melakukan interpolasi,


terlebih dahulu ditentukan posisi
datum plane untuk menyamakan
perhitungan elevasi dari titik-titik
pengukuran geofisika.
 Setelah datum plane ditentukan
selanjutnya dilakukan plotting posisi
dan nilai dari titik pengukuran
geofisika tersebut.
 Selanjutnya dilakukan interpolasi
dengan menggunakan formula koreksi
topografi, dimana interpolasi posisi
sungai bawah tanah (Xsby, Ysby, Zsby)
dilakukan setiap 4 titik pengukuran
geofisika. Hasil titik-titik interpolasi
sungai bawah tanah tersebut
selanjutnya dihubungkan menjadi
jalur sungai bawah tanah.
HASIL &
ANALISIS (2)

Analisa formula koreksi topografi untuk menginterpolasi posisi sungai bawah tanah terdiri dari 2 tahap, yaitu :

1. Tahap Formulasi Persamaan.


Titik Pengukuran Geofisika A :
VA = k  ln(RA/Ro) ………………………………………..…………………(2) Substitusi Pers. (2) dengan Pers. (4) :
RA = ((XA-XSBY)2+(YA-YSBY)2+(ZA-ZSBY)2)0.5 ……………….………..(3) RB = RA (VB/VA) ……………………………… (10)
Titik Pengukuran Geofisika B : Substitusi Pers. (4) dengan Pers. (6) :
VB = k  ln(RB/Ro) …’….……………………………………………..……(4) RB = RC (VB/VC) ……………………………… (11)
RB = ((XB-XSBY)2+(YB-YSBY)2+(ZB-ZSBY)2)0.5 ………………………..(5) RC = RB (VC/VB) ……………………………… (12)
Titik Pengukuran Geofisika C : Substitusi Pers. (6) dengan Pers. (8) :
VC = k  ln(RC/Ro) ……………………………………..……..……………(6) RC = RD (VC/VD) ……………………………… (13)
RC = ((XC-XSBY)2+(YC-YSBY)2+(ZC-ZSBY)2)0.5 ………………….……..(7)
Titik Pengukuran Geofisika D :
VD = k  ln(Rd/Ro) ………………………………………..…….…………(8) Dengan :
RD = ((XD-XSBY)2+(YD-YSBY)2+(ZD-ZSBY)2)0.5 ……………….….…..(9) 1. Variabel yang diketahui yaitu :
VA, VB, VC dan VD ; dari pengukuran geofisika.
XA, YA, ZA, XB, YB, ZB, XC, YC, ZC, XD, YD dan ZD ; dari
pemetaan topografi
2. Variabel yang tidak diketahui yaitu :
XSBT, YSBT, ZSBT
HASIL &
ANALISIS (3)

Analisa formula koreksi topografi untuk menginterpolasi posisi sungai


bawah tanah terdiri dari 2 tahap, yaitu :

2. Tahap Optimasi Posisi Sungai Bawah Tanah

Untuk 4 Titik Pengukuran Geofisika


- Fungsi Tujuan :
RA(VB/VA)-RC(VB/VC)+RB(VC/VB)-RD(VC/VD))=0 ..............………..…(14)

- Variabel Keputusan :
XSBT, YSBT, ZSBT

- Constraint : Illustrasi 3 Dimensi dan 2 Dimensi Illustrasi 3 Dimensi dan 2 Dimensi


Efek Efek
Pers. (10), Pers. (11), Pers. (12) dan Pers. (13). Topografi Datar Pada Interpretasi Topografi Tidak Datar / Berbukit
Sungai Bawah Tanah (Gambar 4) Pada Interpretasi Sungai Bawah
Bila keempat titik pengukuran geofisika tsb terletak di hilir luweng/gua
Tanah (Gambar 5)
sungai bawah tanah, maka ZSBT < ZSBT di luweng/gua .
Bila keempat titik pengukuran geofisika tsb terletak di hulu luweng/gua
Dari Gambar 4 dan 5, terlihat jelas efek topografi terhadap
sungai bawah tanah, maka ZSBT > ZSBT di luweng/gua . keberhasilan pemboran airtanah. Sehingga diharapkan
dengan formula matematik koreksi topografi yang telah
disusun dapat meminimalkan kegagalan pemboran air tanah
pada topografi karst.
HASIL &
ANALISIS (4)
PENUTUP

Dari hasil analisis didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

 Berdasarkan hasil penelitian terdahulu di lapangan dan selanjutnya dianalisa secara


perhitungan matematik, sangat logis bahwa terdapat perbedaan yang siginifikan dalam
menginterpolasi sungai bawah tanah pada daerah bertopografi datar dengan daerah
bertopografi tidak datar / berbukit.

 Formula koreksi topografi yang dihasilkan pada penelitian ini, masih perlu dilakukan pengujian
lapangan.

 Dari hasil pengujian lapangan tersebut (pada point 2) maka dapat disempurnakan formulanya,
terutama pada asumsi pada ketiga variable yang dianggap konstans (tetap).

 Selanjutnya formulasi koreksi topografi ini, oleh penulis dinamakan formula Ontorejo Kuncoro.

Gambar : Kampus UGM, Jogja


LEARNING POINT

 Interpolasi antara titik-titik pengukuran geofisika, sebaiknya diturunkan dari


persamaan dasar metode pengukuran geofisika yang dipakai.

 Formula matematika yang digunakan pasti mengandung asumsi untuk


menyederhanakan permasalahan. Bila setelah diuji coba di lapangan ada
perbedaan, maka evaluasi ulang asumsi tersebut.
“Bekerja Keras,
Bergerak Cepat,
Bertindak Tepat”

“Bekerja dengan Hati, Bersama raih Prestasi”


DAK, 2020

SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai