Anda di halaman 1dari 17

ANIMAL BEHAVIOR

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biologi Dasar II


Dosen Pengampu
Ibu Erti Hamimi S.Pd., M.Sc.
Ibu Hj. Nursasi Handayani, S.Si., M.Si.

Oleh:
Aisyah Az-Zahro 200351615677
Happy Sukma Kanita 200351615627
Lutfiah Yusti Arini 200351615692

kelompok 10 Offering C

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN IPA
FEBRUARI 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan waktu yang singkat.
Dalam pembuatan makalah ini kami sampaikan terima kasih kepada Ibu Erti Hamimi S.Pd.,
M.Sc. selaku dosen yang mengampu mata kuliah Biologi Dasar II yang telah membimbing kami
dalam Pembuatan makalah ini.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembacanya,
sehingga dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Dalam penulisan makalah ini tentu saja tidak lepas dari segala kesalahan- kesalahan yang
membuat makalah ini belum sempurna. Maka itu kami mohon maaf apabila dalam penulisan
makalah ini terdapat kata- kata yang kurang pantas dan kurang berkenan di hati. Kami juga
mengharapkan saran dan kritikan yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 10 Februari 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Pengertian Tingkah Laku Hewan 2
B. Tindakan-tindakan Tingkah Laku Hewan 2
C. Penetapan hubungan khusus antara pengalaman dan perilaku 4
D. Contoh Tingkah Laku Hewan Terhadap Lingkungannya 11
BAB III PENUTUP 13
A. Kesimpulan 13
B. Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku hewan merupakan suatu aktivitas hewan untuk menyesuaikan diri yang
melibatkan fungsi fisiologis dengan kondisi internal dan eksternal yang berbeda. Aktivitas
tersebut dapat digambarkan sebagai respon hewan terhadap rangsangan atau stimulus yang
mempengaruhinya (Suyitno, 2006; Suhara, 2010). Contoh aktivitas hewan adalah hewan
menggunakan otot-otot di dada dan kerongkongannya untuk menghasilkan kicauan atau
melepaskan suara (Campbell dkk, 2010). Aktivitas hewan terjadi karena pengaruh genetis
(tingkah laku bawaan lahir atau innate behavior), proses belajar maupun pengalaman yang
dapat disebabkan oleh lingkungan. Dimana pembentukan pola dalam tubuh dan akan
dikeluarkan respons motorik menjadi behavior (Ahmad, 2013). Pengaruh tersebut akan
muncul sebagai aktivitas harian. Aktivitas harian hewan yang umum dilakukan seperti
aggression, feeding, foraging, grooming, mating, moving, nursing atau caring, object play,
playing, dan resting (Urchin, 2011).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tingkah laku hewan?.
2. Bagaimana tingkah laku hewan terhadap lingkungannya?.
3. Apa saja penetapan hubungan khusus antara pengalaman dan perilaku?.

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui ilmu yang mempelajari tingkah laku hewan.
2. Untuk mengetahui bagaimana tingkah laku hewan terhadap lingkungannya.
3. Untuk mempelajari penetapan hubungan khusus antara pengalaman dan perilaku.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tingkah Laku Hewan


Tingkah laku hewan atau disebut juga etologi (dari bahasa yunani; ethos yaitu
karakter dan logos yaitu ilmu) adalah cabang ilmu zoologi yang mempelajari perilaku atau
tingkah laku hewan. Mekanisme serta faktor penyebabnya.

Etolog ialah ilmu mempelajari tingkah laku hewan. Hewan juga merupakan bagian
dari bidang etologi tetapi manusia juga merupakan bagian dari bidang etologi tetapi tepatnya
dikenal etologi manusia. Etolog ini bertujuan untuk studi tentang tingkah laku hewan
penemuan pola belajar dari spesies binatang yang berbeda. Dengan demikian, ekologi
mempelajari hewan di berbagai bidang seperti perilaku, kawin, agresivitas, kehidupan sosial,
dan jejak.

Tingkah laku merupakan gerak-gerik atau perubahan gerak termasuk dari bergerak
ke tidak bergerak (Timbergen 1979). sedangkan Tingkah Laku Hewan adalah semua proses
dimana seekor binatang menanggapi (merespon) dunia luar dan internal tubuhnya
(Baringtons 1979).

B. Tindakan-tindakan Tingkah Laku Hewan


Konsep penyebab utama adalah inti dari perilaku ekologi.
a. Pola Tindakan Tetap
Pola tindakan tetap adalah pada dasarnya tidak dapat diubah dan, setelah dimulai,
biasanya dibawa sampai selesai.
Ada 6 Karakteristik Pola Tindakan Tetap
● Stereotip: Pola tindakan tetap terjadi dalam urutan yang kaku, dapat diprediksi, dan
sangat terstruktur.
● Kompleks: Pola aksi tetap bukanlah refleks sederhana. Mereka adalah pola perilaku
yang kompleks.
● Karakteristik spesies : Pola aksi tetap terjadi pada semua anggota spesies dari jenis
kelamin tertentu dan/atau usia tertentu ketika mereka telah mencapai tingkat gairah
tertentu.
● Dirilis: Pola tindakan tetap terjadi sebagai respons terhadap stimulus atau pelepas
tanda tertentu.
● Dipicu: Setelah dilepaskan, pola tindakan tetap terus berlanjut hingga selesai,
bahkan saat ada perubahan di lingkungan sekitarnya.
● Independen pengalaman: Pola tindakan tetap tidak dipelajari. Ini dikenal sebagai
pola aksi tetap yang selesai di rilis pertama
b. Migrasi
Adalah rangsangan lingkungan tidak hanya memicu perilaku tetapi juga memberikan
petunjuk yang digunakan hewan untuk melakukan perilaku tersebut. Hewan dapat
menyesuaikan perubahan ini dengan sarana jam sirkadian, mekanisme internal yang
mempertahankan ritme atau siklus aktivitas 24 jam. Pada hari yang mendung,
menempatkan magnet kecil di atas kepala merpati pos mencegahnya kembali secara
efisien ke tempat bertenggernya. Peneliti menyimpulkan bahwa merpati merasakan
posisi mereka relatif terhadap medan magnet bumi dan karenanya dapat bernavigasi
tanpa isyarat matahari atau langit.
c. Irama Perilaku
Meski jam sirkadian memainkan peran kecil, tetapi penting dalam navigasi oleh
beberapa spesies yang bermigrasi. Oleh karena itu, jam sirkadian memiliki peran utama
dalam aktivitas sehari-hari untuk semua hewan. Jam biasanya disinkronkan dengan
siklus terang dan gelap di lingkungan tetapi masih dapat mempertahankan aktivitas
ritmis bahkan di bawah konstan kondisi lingkungan, seperti saat hibernasi. Beberapa
perilaku, seperti migrasi dan reproduksi, mencerminkan ritme biologis dengan siklus
atau periode yang lebih lama, dari ritme sirkadian. Irama perilaku terkait dengan siklus
musim tahunan disebut ritme circannual. Meskipun migrasi dan reproduksi biasanya
berkorelasi dengan makanan ketersediaan, perilaku ini bukan merupakan respons
langsung perubahan asupan makanan. Sebaliknya, ritme circannual, seperti ritme
sirkadian, dipengaruhi oleh periode siang hari.
d. Sinyal Dan Komunikasi Hewan
Transmisi dan penerimaan sinyal antara hewan merupakan komunikasi, yang seringkali
memiliki peran dalam penyebab langsung perilaku.
Bentuk Komunikasi Hewan:
1. Empat model umum komunikasi hewan: visual, kimiawi, taktil, dan pendengaran.
2. Menyentuh, atau komunikasi taktil, memperingatkan
Secara umum bentuk komunikasi yang berkembang adalah terkait erat dengan gaya
hidup dan lingkungan hewan. Sebagian besar mamalia darat aktif di malam hari
membuat tampilan visual relatif tidak efektif. Sebaliknya, spesies ini menggunakan
sinyal penciuman dan pendengaran, yang berfungsi juga dalam gelap seperti dalam
terang. Sebaliknya, kebanyakan burung bersifat nokturnal (aktif terutama di siang hari)
dan berkomunikasi terutama oleh sinyal visual dan auditori.
e. Feromon
Hewan yang berkomunikasi melalui bau atau pancaran rasa zat kimia yang disebut
feromon. Feromon adalah sangat umum di antara mamalia dan serangga dan sering
berhubungan dengan perilaku reproduksi. Feromon tidak terbatas untuk pensinyalan
jarak pendek. Feromon juga dapat berfungsi sebagai sinyal alarm. Sebagai contoh,
ketika ikan kecil atau ikan lele terluka, suatu zat dilepaskan dari kulit ikan menyebar ke
dalam air, menimbulkan ketakutan respon pada ikan lain. Ikan di dekatnya menjadi
lebih waspada.

C. Penetapan hubungan khusus antara pengalaman dan perilaku


Pada beberapa perilaku seperti pola tindakan tetap, rantai respons-stimulus, atau
pensinyalan feromon hampir semua individu dalam suatu populasi berperilaku serupa.
Perilaku yang secara perkembangan diperbaiki dengan cara ini dikenal sebagai perilaku
bawaan. Bagaimanapun perilaku tetap, berbeda dengan pengalaman maka dengan
demikian setiap individu memiliki perilaku yang berbeda.
a. Pengalaman dan Perilaku
Spesies tikus tertentu memiliki perilaku yang sesuai untuk studi persilangan. Tikus
California jantan (Peromyscus californicus) sangat agresif terhadap tikus lain dan
memberikan perawatan orang tua yang ekstensif. Sebaliknya, tikus putih jantan
(Peromyscus leucopus) kurang agresif dan tidak banyak dirawat orang tua. Ketika
anakan dari masing-masing spesies ditempatkan di sarang spesies lain, perkawinan
silang mengubah beberapa perilaku dari kedua spesies. Misalnya, tikus California
jantan yang dibesarkan oleh tikus berkaki putih kurang agresif terhadap penyusup.
Dengan demikian, pengalaman selama perkembangan dapat sangat mempengaruhi
perilaku agresif pada hewan pengerat ini.
Salah satu temuan terpenting dari percobaan persilangan dengan tikus adalah bahwa
pengaruh pengalaman pada perilaku dapat diteruskan ke keturunan. Ketika tikus
California yang dibuahi silang menjadi orang tua, mereka menghabiskan lebih sedikit
waktu untuk mengambil keturunan yang berkeliaran daripada tikus California
dibesarkan oleh spesies mereka sendiri. Dengan demikian, pengalaman selama
perkembangan dapat mengubah fisiologi dengan cara yang mengubah perilaku orang
tua, memperluas pengaruh lingkungan ke generasi berikutnya.
Bagi manusia, pengaruh genetika dan lingkungan terhadap perilaku dapat dieksplorasi
dengan studi kembar, di mana para peneliti membandingkan perilaku kembar identik
yang dibesarkan terpisah dengan perilaku mereka yang dibesarkan di rumah yang
sama. Studi kembar telah berperan dalam mempelajari gangguan yang mengubah
perilaku manusia, seperti gangguan kecemasan, skizofrenia, dan alkoholisme.
b. Belajar
Salah satu cara ampuh agar lingkungan hewan dapat mempengaruhi perilakunya
adalah melalui pembelajaran, modifikasi tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
tertentu. Kapasitas untuk belajar bergantung pada organisasi sistem saraf yang
dibentuk selama pengembangan mengikuti instruksi yang dikodekan dalam genom.
Belajar itu sendiri melibatkan pembentukan ingatan dengan perubahan spesifik dalam
konektivitas saraf. Oleh karena itu, tantangan penting untuk penelitian dalam
pembelajaran bukanlah untuk memutuskan antara alam (gen) dan pengasuhan
(lingkungan), melainkan untuk mengeksplorasi kontribusi alam dan pengasuhan dalam
membentuk pembelajaran dan, lebih umum, perilaku.
c. Pencetakan
Pada beberapa spesies, kemampuan keturunan untuk dikenali dan dikenali oleh
induknya sangat penting untuk kelangsungan hidup. Pada usia muda, pembelajaran ini
seringkali berbentuk imprinting, pembentukan respon perilaku jangka panjang
terhadap individu atau objek tertentu. Pencetakan dapat dilakukan hanya selama
periode waktu tertentu dalam pengembangan, yang disebut periode sensitif. Di antara
burung camar, misalnya, periode sensitif bagi induk untuk mengikatkan diri dengan
anaknya berlangsung selama satu hingga dua hari. Selama masa sensitif, anak muda
membekas pada orang tua dan mempelajari perilaku dasar, sedangkan orang tua
belajar mengenali keturunannya. Jika ikatan tidak terjadi, induk tidak akan merawat
keturunannya, yang menyebabkan kematian keturunan dan penurunan keberhasilan
reproduksi induk.
Bagaimana kaum muda mengetahui siapa atau apa yang akan dicetak? Eksperimen
dengan banyak spesies unggas air menunjukkan bahwa burung muda tidak memiliki
pengenalan bawaan sebagai "induk". Sebaliknya, mereka mengidentifikasi dengan
objek pertama yang mereka temui yang memiliki karakteristik kunci tertentu. Pada
tahun 1930-an, percobaan menunjukkan bahwa stimulus pencetakan utama pada angsa
greylag (Anser anser) adalah objek terdekat yang menjauh dari yang muda. Ketika
burung angsa muda yang menetas inkubator menghabiskan beberapa jam pertama
mereka dengan seseorang daripada dengan angsa, mereka membekas pada manusia
dan dengan teguh mengikuti orang tersebut sejak saat itu. Selain itu, mereka tidak
menunjukkan pengakuan terhadap ibu kandung mereka.
Pencatatan telah menjadi komponen penting dalam upaya penyelamatan spesies
langka, seperti burung bangau rejan (Grus americana). Ilmuwan mencoba memelihara
burung bangau rejan di penangkaran dengan menggunakan burung bangau sandhill
(Grus canadensis) sebagai orang tua angkat. Namun karena burung bangau rejan
membekas pada orang tua angkatnya, tidak ada satupun yang membentuk ikatan
berpasangan (keterikatan yang kuat) dengan pasangan bangau rejan. Untuk
menghindari masalah seperti itu, program penangkaran sekarang mengisolasi bangau
muda, membuat mereka terpapar pemandangan dan suara anggota spesies mereka
sendiri.
Hingga baru-baru ini, para ilmuwan memanfaatkan lebih lanjut pencetakan untuk
mengajarkan burung bangau yang lahir di penangkaran untuk bermigrasi di sepanjang
rute yang aman. Burung bangau rejan muda dicetak pada manusia dalam "setelan
crane" dan kemudian diizinkan mengikuti "orang tua" ini saat mereka menerbangkan
pesawat ultralight di sepanjang rute migrasi yang dipilih. Mulai tahun 2016, upaya
dialihkan ke fokus pada meminimalkan intervensi manusia sebagai bagian dari
keseluruhan strategi yang bertujuan untuk mendorong populasi secara mandiri.
d. Pembelajaran Spasial dan Peta Kognitif
Setiap lingkungan alam memiliki variasi spasial, seperti lokasi sarang, bahaya,
makanan, dan calon pasangan. Oleh karena itu, kesesuaian organisme dapat
ditingkatkan dengan kapasitas untuk pembelajaran spasial, pembentukan memori yang
mencerminkan struktur spasial lingkungan.
Ide pembelajaran spasial membuat Tinbergen penasaran saat dia menjadi mahasiswa
pascasarjana di Belanda. Saat itu, ia sedang mempelajari betina dari spesies tawon
penggali (Philanthus triangulum) yang bersarang di liang kecil yang digali di bukit
pasir. Ketika seekor tawon meninggalkan sarangnya untuk berburu, dia
menyembunyikan pintu masuk dari calon penyusup dengan menutupinya dengan pasir.
Namun, ketika dia kembali, dia terbang langsung ke sarangnya yang tersembunyi,
meskipun ada ratusan liang lain di daerah itu. Bagaimana dia mencapai prestasi ini?
Tinbergen berhipotesis bahwa seekor tawon menemukan sarangnya dengan
mempelajari posisinya relatif terhadap landmark yang terlihat. Untuk menguji
hipotesisnya, dia melakukan percobaan di habitat alami tawon. Dengan memanipulasi
objek di sekitar pintu masuk sarang, dia menunjukkan bahwa tawon penggali terlibat
dalam pembelajaran spasial. Eksperimen ini sangat sederhana dan informatif sehingga
dapat diringkas dengan sangat singkat.
Pada beberapa hewan, pembelajaran spasial melibatkan perumusan peta kognitif,
representasi dalam sistem saraf hewan tentang hubungan spasial antar objek di
sekitarnya. Satu contoh mencolok ditemukan pada pemecah kacang Clark (Nucifraga
columbiana), kerabat gagak, gagak, dan burung jay. Di musim gugur, pemecah kacang
menyembunyikan biji pinus untuk diambil selama musim dingin. Dengan secara
eksperimental memvariasikan jarak antara landmark di lingkungan burung, para
peneliti menemukan bahwa burung terus melacak titik tengah antara landmark, bukan
jarak tetap, untuk menemukan simpanan makanan tersembunyi mereka.
e. Pembelajaran Asosiatif
Belajar seringkali melibatkan pembuatan asosiasi antar pengalaman. Pertimbangkan,
misalnya, burung blue jay (Cyanocitta cristata) yang menelan kupu-kupu raja
berwarna cerah (Danaus plexippus). Mengikuti pengalaman seperti itu, burung blue
jay menghindari serangan terhadap raja dan kupu-kupu yang tampak serupa.
Kemampuan untuk mengasosiasikan satu ciri lingkungan (seperti warna) dengan yang
lain (seperti rasa tidak enak) disebut pembelajaran asosiatif.
Penelitian mengungkapkan bahwa hewan dapat belajar menghubungkan banyak
pasangan fitur lingkungan mereka, tetapi tidak semua. Misalnya, merpati dapat belajar
mengasosiasikan bahaya dengan suara, tetapi tidak dengan warna. Namun, mereka
bisa belajar mengasosiasikan warna dengan makanan. Perkembangan dan
pengorganisasian sistem saraf merpati tampaknya membatasi asosiasi yang dapat
dibentuk. Terlebih lagi, larangan tersebut tidak terbatas pada burung. Tikus, misalnya,
dapat belajar menghindari makanan yang memicu penyakit berdasarkan penciuman,
tetapi tidak berdasarkan pemandangan atau suara.
Jika kita mempertimbangkan bagaimana perilaku berevolusi, fakta bahwa beberapa
hewan tidak dapat belajar membuat asosiasi tertentu tampak logis. Asosiasi yang dapat
dengan mudah dibentuk oleh hewan biasanya mencerminkan hubungan yang mungkin
terjadi di alam. Sebaliknya, asosiasi yang tidak dapat dibentuk adalah yang tidak
mungkin memiliki keunggulan selektif di lingkungan asli. Dalam kasus pola makan
tikus di alam liar, misalnya, makanan yang berbahaya jauh lebih mungkin memiliki
bau tertentu daripada dikaitkan dengan suara tertentu.
f. Kognisi dan Pemecahan Masalah
Bentuk pembelajaran yang paling kompleks melibatkan kognisi proses mengetahui
yang melibatkan kesadaran, penalaran, ingatan, dan penilaian. Meskipun pernah
dikatakan bahwa hanya primata dan mamalia laut tertentu yang memiliki proses
berpikir tingkat tinggi, banyak kelompok hewan lain, termasuk serangga, tampaknya
menunjukkan kognisi dalam penelitian laboratorium terkontrol. Misalnya, percobaan
menggunakan labirin berbentuk Y memberikan bukti pemikiran abstrak pada lebah
madu. Satu labirin memiliki warna berbeda, dan satu labirin memiliki pola garis
hitam-putih yang berbeda, baik garis vertikal maupun horizontal. Dua kelompok lebah
madu dilatih dalam labirin warna.
Eksperimen labirin memberikan dukungan eksperimental yang kuat untuk hipotesis
bahwa lebah madu dapat membedakan berdasarkan "sama" dan "berbeda". Hebatnya,
penelitian yang dipublikasikan tahun 2010 menunjukkan bahwa lebah madu juga bisa
belajar membedakan wajah manusia.
Kemampuan pemrosesan informasi sistem saraf juga dapat terungkap dalam
pemecahan masalah, aktivitas kognitif dalam merancang metode untuk melanjutkan
dari satu keadaan ke keadaan lain dalam menghadapi hambatan nyata atau nyata.
Misalnya, jika simpanse ditempatkan di sebuah ruangan dengan beberapa kotak di
lantai dan pisang digantung jauh dari jangkauan, simpanse dapat menilai situasi dan
menumpuk kotak, memungkinkannya untuk mencapai makanan. Perilaku pemecahan
masalah sangat berkembang pada beberapa mamalia, terutama primata dan lumba-
lumba. Contoh penting juga telah diamati pada beberapa spesies burung, terutama
Corvidae. Dalam sebuah penelitian, burung gagak dihadapkan pada makanan yang
digantung di dahan dengan seutas tali. Setelah gagal mengambil makanan dalam
penerbangan, seekor gagak terbang ke dahan dan secara bergantian menarik dan
menginjak tali sampai makanan dapat dijangkau. Sejumlah burung gagak lain akhirnya
sampai pada solusi serupa. Namun demikian, beberapa gagak gagal memecahkan
masalah, yang menunjukkan bahwa keberhasilan pemecahan masalah pada spesies ini,
seperti pada spesies lainnya, berbeda-beda tergantung pengalaman dan kemampuan
individu.
g. Pengembangan Perilaku yang Dipelajari
Sebagian besar perilaku yang dipelajari yang telah kita diskusikan berkembang dalam
waktu yang relatif singkat. Beberapa perilaku berkembang lebih bertahap. Misalnya,
beberapa spesies burung mempelajari nyanyian secara bertahap.
Dalam kasus burung pipit putih (Zonotrichia leucophrys), tahap pertama pembelajaran
nyanyian berlangsung di awal kehidupan, ketika burung pipit yang masih muda
pertama kali mendengar lagu tersebut. Jika seorang pemula dihalangi untuk
mendengarkan burung pipit asli atau rekaman nyanyian burung pipit selama 50 hari
pertama hidupnya, ia gagal mengembangkan nyanyian dewasa dari spesiesnya.
Meskipun burung muda tidak bernyanyi selama periode sensitif, ia menghafal
nyanyian spesiesnya dengan mendengarkan burung pipit mahkota putih bernyanyi.
Selama periode sensitif, anak burung berkicau lebih banyak menanggapi nyanyian
spesies mereka sendiri daripada nyanyian spesies lain. Jadi, ketika burung pipit
mahkota putih mempelajari lagu-lagu yang akan mereka nyanyikan nanti,
pembelajaran itu tampaknya dibatasi oleh preferensi yang dikendalikan secara genetik.
Periode sensitif ketika burung pipit mahkota putih menghafal nyanyian spesiesnya
diikuti dengan fase pembelajaran kedua saat burung muda menyanyikan nada tentatif
yang disebut subsong. Burung remaja mendengar nyanyiannya sendiri dan
membandingkannya dengan nyanyian yang dihafal selama periode sensitif. Setelah
lagu burung pipit sendiri cocok dengan yang dihafalnya, lagu tersebut “mengkristal”
sebagai lagu terakhir, dan burung tersebut hanya menyanyikan lagu dewasa ini selama
sisa hidupnya.
Proses belajar nyanyian bisa sangat berbeda pada spesies burung lainnya. Burung
kenari, misalnya, tidak memiliki satu periode sensitif untuk belajar lagu. Burung
kenari muda dimulai dengan subsong, tetapi nyanyian lengkap tidak mengkristal
seperti burung pipit mahkota putih. Di antara musim kawin, lagu tersebut menjadi
fleksibel lagi, dan pejantan dewasa dapat mempelajari “suku kata” lagu baru setiap
tahun, menambahkan lagu yang sudah dinyanyikannya.
Pembelajaran nyanyian adalah salah satu dari banyak contoh bagaimana hewan belajar
dari anggota spesiesnya yang lain. Dalam menyelesaikan eksplorasi pembelajaran kita,
kita akan melihat beberapa contoh lagi yang mencerminkan fenomena pembelajaran
sosial yang lebih umum.
h. Pembelajaran Sosial
Banyak hewan belajar memecahkan masalah dengan mengamati perilaku individu
lain. Jenis pembelajaran melalui mengamati orang lain disebut pembelajaran sosial.
Contoh lain tentang bagaimana pembelajaran sosial dapat mengubah perilaku berasal
dari penelitian tentang monyet vervet (Chlorocebus pygerythrus) di Taman Nasional
Amboseli, Kenya. Monyet vervet, yang seukuran kucing peliharaan, menghasilkan
serangkaian panggilan alarm yang rumit. Vervet Amboseli memberikan panggilan
alarm yang berbeda untuk macan tutul, elang, dan ular. Saat vervet melihat macan
tutul, ia mengeluarkan suara gonggongan yang keras, ketika ia melihat seekor elang, ia
mengeluarkan bunyi batuk dua suku kata pendek, dan panggilan alarm ular adalah
"chutter". Setelah mendengar panggilan alarm tertentu, vervet lain dalam kelompok
tersebut berperilaku dengan cara yang tepat.
Pembelajaran sosial membentuk akar budaya, sistem transfer informasi melalui
pembelajaran atau pengajaran sosial yang mempengaruhi perilaku individu dalam
suatu populasi. Transfer budaya informasi dapat mengubah fenotip perilaku dan
dengan demikian mempengaruhi kebugaran individu.
Perubahan perilaku yang diakibatkan seleksi alam terjadi dalam skala waktu yang jauh
lebih lama daripada pembelajaran. Dalam Konsep kita akan memeriksa hubungan
antara perilaku tertentu dan proses seleksi yang berkaitan dengan kelangsungan hidup
dan reproduksi.

D. Contoh Tingkah Laku Hewan Terhadap Lingkungannya


Tidak hanya manusia saja yang beradaptasi tingkah laku dengan lingkungannya
tetapi hewan juga memerlukan adaptasi tingkah lakunya agar dapat bertahan hidup. Berikut
penjelasannya
a. Bunglon
Hewan bunglon ini memiliki adaptasi tingkah laku yang sangat unik yaitu dengan cara
mimikri, adalah mengubah warna tubuhnya menjadi sama dengan dimana bunglon
berada. Hal ini dikarenakan untuk melindungi dirinya terhadap musuh dikarenakan susah
untuk dilihat atau diamati.
b. Cicak
Tingkah laku yang dilakukan cicak yaitu autotomi, memutuskan ekor nya dengan sengaja
jika cicak tersebut terancam akan dibunuh atau diincar musuhnya.
c. Migrasi Burung
Burung burung akan beramai ramai pindah dari tempat ke tempat lainnya disaat musim
tertentu, supaya mencari tempat yang aman dan nyaman atau lebih tepat menyesuaikan
kebutuhannya.
d. Beruang
Salah satu hewan yang melakukan hibernasi yaitu beruang, disebabkan karena pada
musim dingin makanan yang didapat akan menjadi langka, sehingga melakukan hibernasi
di dalam sarangnya sendiri baik itu di bukit, lereng bukit dan lubang pohon. Begitu juga
waktu musim panas dan gugur tiba beruang akan melipat gandakan makanannya.
e. Laba-laba
Terdapat bulu halus atau rambut halus pada kaki laba-laba menunjukkan fungsi meraba
yang tajam. Laba-laba memiliki sutera yang memiliki banyak fungsi salah satunya yaitu
melindungi telur telur mereka, menangkap dan membungkus makanan, membantu
memanjat, dan sebagai tempat perlindungan.
Jadi hubungan hewan dengan tingkah laku dapat dilihat dari adaptasi atau penyesuain
tempat. Karena hewan akan beradaptasi dengan lingkungannya melalui tingkah laku hewan
tersebut dan serta dapat menyesuaikan tempat hidupnya serta mempertahankan hidupnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
a) Tingkah laku hewan atau disebut juga etologi. Etolog ialah ilmu mempelajari tingkah
laku hewan. Etolog ini bertujuan untuk studi tentang tingkah laku hewan penemuan pola
belajar dari spesies binatang yang berbeda. Dengan demikian, etologi mempelajari
hewan di berbagai bidang seperti perilaku, kawin, agresivitas, kehidupan sosial, dan
jejak.
b) Komunikasi adalah suatu bentuk interaksi atau hubungan antara satu organisme dengan
organisme yang lain. Dapat disebut tidak terjadi komunikasi apabila suatu aksi hanya
berasal dari satu organisme saja tanpa adanya tanggapan atau respon dari organisme
yang lain.
c) Tindakan Tingkah Laku Hewan meliputi; tindakan tetap, migrasi, irama perilaku, sinyal
dan komunikasi hewan, serta feromon.
d) Macam tingkah laku hewan terhadap lingkungannya meliputi; adaptasi dan pertahanan
hidup dari musuh

B. Saran
Makalah ini berisi tentang tingkah laku hewan untuk pembaca dapat memahami serta
penulis juga dapat menerima kritikan dari pembaca, masih jauh dari kata sempurna jika
masih ada penulisan kata ataupun kalimat, kami mohon maaf. Terima kasih sudah membaca
dan semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Handes Tarafsnazzy. “Tingkah Laku Hewan Dan Tumbuhan.” Academia.edu, 2020,


www.academia.edu/6192661/Tingkah_laku_hewan_dan_tumbuhan. Accessed 14 Feb.
2021.
Suryani, N. kairani, R. A. et al. (2019). 済 無 No Title No Title. In Chmk
Nursing Scientific Journal Volume 3 Nomor 2, September 2019 (Vol. 3, Issue
september).
Han, E. S., & goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, A. (2019). Prilaku Hewan. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Anda mungkin juga menyukai