Anda di halaman 1dari 10

Adaptasi Fisiologi pada Bunglon Terhadap

Lingkungan

Disusun Oleh :

Ervina Dwi Puspita (3415161551)


Khairunnisa Salsabila (3415162165)
Reza Dino Mahardika (3415161551)
Wiwit Asma Qothrun Nada (3415161911)

Dosen Pengampu :
Dr. Ratna Komala, M.Si.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak
akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW. Ucapan terima
kasih tak lupa kami haturkan kepada pihak pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Terima kasih pula kepada Ibu
Dr. Ratna Komala, M.Si. selaku pembimbing yang senantiasa sabar dan selalu
memberikan bimbingan.

Makalah berjudul “Adaptasi Fisiologi Bunglon Terhadap Lingkungan” ini


disusun agar dapat memberikan manfaat serta memperluas khasanah pengetahuan
kepada pembaca. Makalah ini disusun dari hasil kajian pustaka yang kami lakukan dari
beberapa sumber. penyusun menyadari masih terdapat banyak sekali kekurangan dalam
makalah ini namun penyusun berharap agar makalah ini dapat memberikan pengetahuan
tentang bentuk-bentuk adaptasi reptil terutama bunglon terhadap lingkungan untuk
mempertahankan keberlangsungan hidupnya.

Akhir kata, penulis sangat terbuka terhadap kritik dan saran yang diberikan
terutama oleh pembaca. Karena bagaimanapun tidak ada hal yang sempurrna di dunia
ini termasuk makalah kami. Terima kasih.

Jakarta, 26 Maret
2018

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Reptil merupakan kelas dari filum chordata. Kelompok hewan ini
menjadi mayoritas yang mendiami bumi pada zaman mesozoikum. Ukuran yang
besar pada reptil masa mesozoikum didukung oleh lingkungan yang memadai,
seperti banyaknya makanan yang tersedia pada masa itu. Namun sebagian besar
telah punah. Kepunahan tersebut terjadi akibat bumi yang terhujam oleh meteor
besar. Hal itu membuat sebagian besar makhluk hidup pada zaman itu punah dan
Lingkungan di bumi berubah secara drastis.
Reptil yang bertahan dan hidup pada masa kini dihadapkan dengan
lingkungan yang berbeda dari masa mesozoikum yang sangat mendukung
kehidupan reptil. Perbedaan lingkungan mendorong hewan-hewan reptil untuk
dapat beradaptasi agar dapat bertahan hidup. Penyesuaian diri terhadap
lingkungan atau adaptasi pada setiap makhluk hidup memiliki cara yang
berbeda-beda baik dalam penyesuaian bentuk tubuh, fungsi organ ataupun
tingkah laku.
Pada reptil seperti bunglon memiliki cara untuk beradaptasi seperti
penyesuaian warna tubuh dengan lingkungan, dan lidahnya yang panjang dan
lengket. Kedua hal tersebut merupakan usaha bagi bunglon untuk dapat bertahan
hidup baik untuk mencari makan atau untuk terlindungi dari pemangsa. Cara
beradaptasi tersebut merupakan hasil dari suatu proses kerjasama antara organ-
organ yang kompleks. Oleh karena itu penulis akan memaparkan keunikan
proses adaptasi tersebut secara fisiologis.

B. Rumusan Masalah
Sesuai penjabaran pada latar belakang, penulis merumuskan rumusan
mamasal “Bagaimana adaptasi fisiologi bunglon terhadap lingkungan?”

C. Tujuan Penulisan

Sejalan dengan rumusan masalah, Penulisan makalah ini disusun untuk


mengetahui adaptasi fisiologi bunglon terhadap lingkungan.

4
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

Adaptasi adalah suatu sistem bagaimana organisme dalam mengatasi tekanan


lingkungan disekitarnya untuk bertahan hidup.Yang mana organisme yang bisa
beradaptasi dengan baik akan mampu bertahan hidup dan yang tidak bisa beradaptasi
dengan baik akan menerima akibatnya yakni menjadi punah atau menjadi langka
jenisnya.

Salah satu jenis adaptasi yaitu adaptasi fisiologi. Secara arti adaptasi fisiologi
yaitu cara makhluk hidup untuk menyesuiakan diri terhadap lingkungannya dengan
melalui fungsi kerja pada organ tubuhnya yang bertujuan agar dapat bertahan hidup.
Jenis adaptasi fisiologi ini sedikit sulit untuk diamatai karena terjadi pada bagian dalam
organ tubuh makhluk hidup. Secara tepatnya, adaptasi fisiologi adalah adaptasi yang
mencakup fungsi alat tubuh. Adaptasi ini bisa dalam bentuk enzim yang didapatkan dari
suatu organisme. Tetapi adaptasi fisiologi bisa bersifat reversibel atau bisa kembali pada
kondisi awal/semula.

Hampir semua makhluk hidup melakukan adaptasi termasuk reptil. Salah satu
jenis reptil yaitu bunglon memiliki beberapa bentuk adaptasi salah satunya adalah
adaptasi fisiologi dengan mimikri. Bunglon sendiri merupakan hewan berdarah dingin
(poikiloterm) yang mendominasi pada era mesozoik dengan keragaman struktur yang
lebih besar daripada aves.Reptil telah kehilangan spesialisasinya untuk hidup di
perairan, diantaranya insang, pasangan organ lateral dan kelenjar mukosa eksternal.
Jumlah spesies reptil yang masih hidup di muka bumi ini sekitar 5.800. Reptil
diklasifikasi menjadi empat grup besar diantaranya crocodilia, sphenodonita, squamata,
dan testudine.

A. Mimikri sebagai Bentuk Adaptasi Fisiologi pada Bunglon

1. Pengertian Mimikri

5
Sebelum membahas mengenai mekanisme terjadinya mimikri pada
bunglon, perlu diketahui mengenai perbedaan antara mimikri dengan
kamuflase, mungkin tidak sedikit yang menganggap kedua istilah tersebut
sama, karena memang keduanya adalah perilaku untuk pertahanan diri, tetapi
terdapat perbedaan antara keduanya. Mimikri merupakan proses adaptasi
dimana warna kulit hewan akan berubah karena peranan pigmen kulit sesuai
dengan tempat yang disinggahi untuk melindungi diri dari predator dan
mencari mangsanya, contohnya seperti bunglon, sedangkan kamuflase
adalah proses adaptasi yang menyamakan atau menyeragamkan warna kulit
dengan lingkungan sekitarnya untuk melindungi diri dari predator atau untuk
mencari makan, contoh: katak serasah di serasah daun, belalang di daun, dll.
Jadi secara singkatnya mimikri adalah salah satu cara hewan berkamuflase.

2. Mekanisme Mimikri

Pada bunglon terdapat bagian otak yang bernama epitalamus. Pada


manusia bagian ini tidak berkembang saat terjadi perkembangan embrio
dalam janin ibu. Epitalamus ini berfungsi untuk menginformasikan adanya
cahaya yang masuk. Epitalamus akan mengolah rangsang yang masuk
kemudian menghantarkannya ke seluruh saraf tepi di seluruh permukaan
kulit bunglon, untuk mengubah warna kulit. Perubahan warna kulit ini
dibantu oleh hormon dan pigmen (zat warna pada kulit) untuk mengubah
susunan pola warnanya sehingga terekspresikan sesuai dengan sinyal saraf
yang diterimanya.

Hormon yang berperan dalam proses ini yaitu Melanocyte Stimulating


Hormone (MSH) yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis tepatnya pada
lobus intermedia. Hormon ini mempengaruhi perubahan warna kulit, dimana
pada Reptil, Amphibi, dan Pisces berkembang baik sedang pada mamalia
kurang berkembang. Untuk dapat memperlihatkan efek biologis, hormon
harus berinteraksi dengan sel sasaran melalui reseptor khusus yang disebut
reseptor hormon. Interaksi hormon ini biasanya terjadi melalui pembentukan
kompleks hormon reseptor. Reseptor hormon pada sel sasaran biasanya

6
berupa protein besar dengan bentuk tiga dimensi. Protein tersebut hanya
akan berikatan dengan hormon tertentu yang sesuai dengan analognya yaitu
senyawa yang mempunyai gugus fungsional sama dengan gugus fungsional
hormon tersebut.

Sebuah pigmen warna kuit yang disebut melanin juga membantu


bunglon berubah warna. Melanin serat seperti sarang laba-laba dapat
menyebar melalui lapisan sel pigmen. Kehadiran mereka menyebabkan kulit
menjadi lebih gelap.

Pada dasarnya, kulit bunglon terdiri dari sel-sel khusus yang memiliki
warna atau pigmen di dalamnya. Sel-sel ini terletak di lapisan bawah kulit
luar bunglon. Lapisan-lapisan ini berisi sel yang terkait erat satu sama lain
yang disebut chromatophores. Lapisan ini memantulkan cahaya dan
dipenuhi pigmen melanin. Lapisan atas chromatophores memiliki pigmen
merah atau kuning, sedang lapisan bawah memiliki pigmen biru atau putih.

Perubahan warna pada bunglon berawal ketika mata bunglon menangkap


warna lingkungan sekitarnya, kemudian cahaya ini disalurkan ke bagian
epitalamus. Selanjutnya, epitalamus akan mengolah rangsang yang masuk
lalu menghantarkannya ke seluruh saraf tepi di semua permukaan kulit
bunglon dan chromatophore akan menangkap pesan dari otak tersebut.
Dengan begitu, chromatophore akan membesar atau mengecil. Membesar
atau mengecilnya chromatophore akan mengakibatkan pigmen-pigmen
bercampur dan akan membentuk warna yang menyerupai lingkungan
sekitarnya.

3. Faktor-faktor Mimikri

Namun tidak hanya karena rangsang cahaya saja yang dapat merangsang
bunglon untuk merubah warnanya, tetapi suhu tubuh, tingkat tekanan, dan
perubahan suasana hati seperti terkejut, stress, takut, birahi biasanya juga
diekspresikan dengan merubah warna kulitnya. Karena faktor-faktor

7
tersebut, sinyal neurotransmitter tertentu pada sel chromatophores akan
berkontraksi dan akan menyebabkan warna kulitnya berubah.

Ketika bunglon cokelat memutuskan untuk beristirahat di bawah sinar


matahari. Otak bunglon memberitahu sel-sel kuning di kulit untuk menjadi
lebih besar daripada sel biru di bawah ini. Tiba-tiba bunglon berubah
menjadi hijau. Wana ini lebih terang sehingga membantu kulit memantulkan
sinar matahari cerah. Dalam hal ini, berarti bunglon telah mendapat rangsang
berupa cahaya. Sedangkan rangsang berupa suhu, misalnya ketika seekor
bunglon dingin, akan berubah warna lebih gelap. Karena warna gelap
menyerap panas lebih dari yang ringan. Namun dari beberapa faktor di atas,
yang paling mungkin menyebabkan perubahan warna ialah suasana hati.
Misalnya ketika bunglon sedang meras tenang, bisa saja warna yang nampak
adalah warna hijau karena sel kuningnya tidak terlalu melebar sehingga
masih bisa memantulkan sel biru dari bawahnya. Sementara pada bunglon
yang marah bisa saja warna yang nampak adalah kuning, karena selnya
melebar semua sehingga tidak menampakkan refleksi warna biru. Atau
disaat bunglon merasa terancam , ia akan mengubah warna kulitnya menjadi
serupa dengan warna lingkungan sekitarnya, sehingga keberadaannya
tersamarkan.

8
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

9
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Muhammad.”Perbedaan Bunglon dan Chameleon”.25 Maret


2018.https://www.aminoku.com/2017/07/perbedaan-antara-bunglon-dan-
chameleon.html?m=1

Anonim, “Jaction Chameleon Adaptation”.25 Maret 2018.


http://bioweb.uwlax.edu/bio203/s2014/rohloff_luke/adaptation.htm

Sukiya.2003.”Biologi Vertebrat, Common Teks Books (Edisi Revisi)”.Yogyakarta:UNY

10

Anda mungkin juga menyukai