Anda di halaman 1dari 12

TURBO Vol. 8 No. 1.

2019 p-ISSN: 2301-6663, e-ISSN: 2477-250X


Jurnal Program Studi Teknik Mesin UM Metro URL: http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/turbo

Pengaruh Temperatur dan Media Pendingin pada Proses Heat


Treatment Baja AISI 1045 terhadap Kekerasan dan Laju Korosi
Eko Nugroho1, Sulis Dri Handono2, Asroni3, Wahidin4

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Metro


Jl. Ki Hajar Dewantara 15 A Kota Metro, Lampung, Indonesia
Email: exonugros@yahoo.co.id1, esdehaa@gmail.com2, as.roni@aol.com3,
wahidin123@yahoo.com4

Abstrak
Baja karbon adalah logam yang paling banyak digunakan pada dunia industri dan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Salah satu jenis baja yang paling banyak digunakan
adalah baja AISI 1045 atau baja karbon sedang. Baja AISI 1045 dibuat dan dibentuk
komponen, sparepart, atau alat-alat sesuai dengan kebutuhan di dunia industri, maka muncul
upaya untuk memperbaiki sifat mekanik dan ketahanan terhadap korosi. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur dan media pendingin pada proses heat
treatment terhadap nilai kekerasan baja AISI 1045, mengetahui pengaruh temperatur dan media
pendingin pada proses heat treatment terhadap laju korosi baja AISI 1045. Pada penelitian ini
spesimen dipanaskan menggunakan tungku pemanas dengan temperatur7500C, 8500C, dan
9500C dengan holding time selama 30 menit. Kemudian masing-masing material dilakukan
quenching pada media air mineral dan oli SAE 10w-40. Selanjutnya material dilakukan uji
kekerasan dan uji korosi. Hasilnya material mengalami perubahan kekerasan dan laju korosi.
Nilai kekerasan tertinggi terjadi pada media pendingin air mineral yaitu 58,2 HRC pada variasi
temperatur 8500C dan nilai kekerasan tertinggi media pendingin oli adalah 33,4 HRC pada
variasi temperatur 9500C. Laju korosi tertinggi media pendingin air mineral adalah 3,998 ipy
pada variasi temperatur 9500C, dan 4,086 ipy pada media pendingin oli dengan variasi
temperatur 9500C.
Kata kunci: Temperatur, media pendingin, heat treatment, kekerasan, dan laju korosi.

Pendahuluan dalam dunia industri otomotif. Baja AISI


1045 digolongkan dalam jenis material baja
Perkembangan dunia industri
karbon sedang, dimana biasanya jenis
semakin hari semakin pesat terutama
material banyak digunakan untuk membuat
industri otomotif, dimana banyak
berbagai macam komponen dan sparepart
persusahaan baru muncul begitu pula
mesin yang berkekuatan sedang seperti
dengan perusahaan yang sudah ada
poros roda, gear, rantai, kruk as, dan masih
merekapun terus mengembangkan
banyak yang lainnya. Dimana komponen
perusahaanya. Semakin berkembangnya
mesin seperti poros roda, gear, dan rantai
industri otomotif di indonesia dikarenakan
adalah komponen mesin yang jarang
terus bertambahnya kebutuhan akan
mendapat pelapisan atau juga pelumasan
transportasi. Pada tahun 2017 menurut data
sehingga rawan terjadi korosi. Baja AISI
Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia
1045 memiliki kandungan karbon antara
(AISI) sekitar 5.888.103 unit sepeda motor
0,43% - 0,5%. Mampu mesin dari baja AISI
terjual di indonesia belum yang termasuk
1045 ini sangat baik, sehingga dapat
eksport, dan sekitar 500.000 lebih mobil
dimesin oleh berbagai jenis mesin perkakas.
terjual [1]. Semakin banyak kendaraan yang
Akan tetapi untuk mendapatkan sifat
terjual maka kebutuhan akan material juga
material yang diinginkan maka perlu
semakin bertambah. Baja AISI 1045 adalah
dilakukan perlakuan panas (heat
jenis material yang banyak digunakan
treatment).

99
Proses perlakuan panas secara umum katoda yang menyebabkan timbulnya
terdiri dari proses hardening, tempering, korosi [4].
carburizing dan annealing. Faktor yang Pada penelitian sebelumnya Perdana,
mempengaruhi kekerasan heat treatment pada 2017 [5] untuk mengetahui seberapa
adalah temperatur, holding time (waktu besar pengaruh temperatur terhadap laju
penahanan) dan media pendingin. Pada korosi dilakukan penelitian dengan variasi
penelitian ini fokus pada hardening temperatur yaitu sebesar 600, 700, 800, dan
khususnya pada penggunaan media 9000C, sedangkan holding time dan media
pendingin proses quenching. Quenching pendingin pada proses quenching tidak
(celup cepat) adalah salah satu perlakuan dilakukan variasi yaitu untuk holding time
panas dengan laju pendinginan cepat yang 30 menit, dan media pendingin
dilakukan dalam suatu media pendingin menggunakan air biasa. Dimana hasil yang
misal air atau oli untuk memperoleh sifat didapatkan adalah temperatur 6000C laju
mekanik yang lebih keras [2]. korosinya adalah 11.2208931 mpy dan
Temperatur pada perlakuan panas memiliki selisih berat 80 mg dari berat
sangat berpengaruh terhadap nilai awal, temperatur 7000C laju korosinya
kekerasan ataupun laju korosi material 12.6235047 mpy dan memiliki selisih berat
tersebut, karena saat baja dipanaskan 90 mg, temperatur 8000C laju korosinya
sampai titik temperatur austenit kemudian 21.0391745 mpy dan selisih berat 150 mg,
didinginkan secara mendadak/quenching temperatur 9000C laju korosinya
dengan kecepatan pindinginan di atas 30.8574559 mpy dan memiliki selisih berat
kecepatan pendinginan kritis agar terjadi 220 mg.
pembentukan martensit dan diperoleh Pada penelitian ini penulis
kekerasan yang tinggi. Media pendingin memvariasikan temperatur dan media
yang digunakan berpengaruh terhadap laju pendingin. Media pendingin yang
pendinginan dalam terbentuknya struktur digunakan salah satunya adalah oli, dimana
martensite hasil transformasi austenite. oli sendiri memiliki kekentalan yang cukup
Martensite inilah yang akan menentukan kental dibandingkan air biasa sehingga
seberapa jauh peningkatan sifat mekanis penurunan panas pada saat quenching tidak
hasil perlakuan panas. Media pendingin terlalu cepat dan menghasilkan material
selain mempengaruhi sifat mekanis dapat yang tidak terlalu keras.
mempengaruhi sifat fisis. Dari proses
quenching spesimen sering sekali Tinjauan Pustaka
mengalami cracking, distorsi, dan 1. Baja karbon
ketidakseragaman kekerasan yang Baja karbon merupakan salah satu
diakibatkan oleh tidak seragamnya jenis baja paduan yang terdiri atas unsur
temperatur larutan pendingin [3]. Selain besi (Fe) dan karbon (C). Dimana besi
mempengaruhi sifat fisis dan mekanis merupakan unsur dasar dan karbon sebagai
perlakuan panas juga mempengaruhi unsur paduan utamanya. Dalam proses
terhadap laju korosi, dimana semakin tinggi pembuatan baja akan ditemukan pula
temperatur yang diberikan maka akan besar penambahan kandungan unsur kimia lain
juga laju korosinya. Perlakuan panas pada seperti sulfur (S), fosfor (P), slikon (Si),
baja akan mempengaruhi pada korosi mangan (Mn) dan unsur kimia lainnya
sebagai akibat adanya pengendapan fasa sesuai dengan sifat baja yang diinginkan.
lain atau peningkatan dan penurunan Baja karbon memiliki kandungan unsur
tegangan, suatu endapan dapat bersifat karbon dalam besi sebesar 0,2 % hingga
anodik atau katodik terhadap matriks 2,14 %, dimana kandungan karbon tersebut
logamnya, dengan perlakuan panas bila berfungsi sebagai unsur pengeras dalam
timbul endapan akan terbentuk anoda dan struktur baja.

100 TURBO p-ISSN: 2301-6663, e-ISSN: 2447-250X Vol. 8 No. 1. 2019


Dalam pengaplikasiannya baja perlakuan panas untuk meningkatkan sifat
karbon sering digunakan sebagai bahan kekerasannya, hal ini dikarenakan baja
baku untuk pembuatan alat-alat perkakas, karbon tinggi memiliki jumlah martensit
komponen mesin, struktur bangunan, dan yang cukup tinggi sehingga tidak akan
lain sebagainya. Menurut pendefenisian memberikan hasil yang optimal pada saat
ASM handbook vol.1:148 (1993) [6], baja dilakukan proses pengerasan permukaan.
karbon dapat diklasifikasikan berdasarkan Dalam pengaplikasiannya baja karbon
jumlah persentase komposisi kimia karbon tinggi banyak digunakan dalam pembuatan
dalam baja yakni sebagai berikut : alat-alat perkakas seperti palu, gergaji,
1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon pembuatan kikir, pisau cukur, dan
Steel) sebagainya.
Baja karbon rendah merupakan baja
2. Diagram fasa besi karbon (Fe-C)
dengan kandungan unsur karbon dalam
Diagram fasa Fe-C atau biasa disebut
sturktur baja kurang dari 0,3% C. Baja
diagram kesetimbangan besi karbon
karbon rendah ini memiliki ketangguhan
merupakan diagram yang menjadi
dan keuletan tinggi akan tetapi memiliki
parameter untuk mengetahui segala jenis
sifat kekerasan dan ketahanan aus yang
fasa yang terjadi di dalam baja, serta untuk
rendah. Pada umumnya baja jenis ini
mengetahui faktor-faktor apa saja yang
digunakan sebagai bahan baku untuk
terjadi pada paduan baja dengan segala
pembuatan komponen struktur bangunan,
perlakuannya.
pipa gedung, jembatan, bodi mobil, dan
lain-lainya.
2. Baja Karbon Sedang (Medium Carbon
Steel)
Baja karbon sedang merupakan baja
karbon dengan persentase kandungan
karbon pada besi sebesar 0,3 % C – 0,59 %
C. Baja karbon ini memiliki kelebihan bila
dibandingkan dengan baja karbon rendah,
baja karbon sedang memiliki sifat mekanis
yang lebih kuat dengan tingkat kekerasan
yang lebih tinggi dari pada baja karbon
rendah. Besarnya kandungan karbon yang
terdapat dalam besi memungkinkan baja
untuk dapat dikeraskan dengan Gambar 1. Diagram kesetimbangan FE-C
memberikan perlakuan panas (heat
treatment) yang sesuai. Baja karbon sedang Dari diagram fasa terlihat bahwa
biasanya digunakan untuk pembuatan temperatur sekitar 723°C merupakan
poros, rel kereta api, roda gigi, baut, gear, temperatur transformasi austenit menjadi
pegas, dan komponen mesin lainnya. fasa perlit (yang merupakan gabungan fasa
3. Baja Karbon Tinggi (High Carbon ferit dan sementit). Transformasi fasa ini
Steel) dikenal sebagai reaksi eutectoid dan
Baja karbon tinggi adalah baja karbon merupakan dasar proses perlakuan panas
yang memiliki kandungan karbon sebesar dari baja. Sedangkan daerah fasa yang
0,6% C – 1,4% C. Baja karbon tinggi prosentase larutan karbon hingga 2 % yang
memiliki sifat tahan panas, kekerasan serta terjadi di temperatur 1.147°C merupakan
kekuatan tarik yang sangat tinggi akan daerah besi gamma (γ) atau disebut
tetapi memiliki keuletan yang lebih rendah austenit. Pada kondisi ini biasanya austenit
sehingga baja karbon ini menjadi lebih bersifat stabil, lunak, ulet, mudah dibentuk,
getas. Baja karbon tinggi ini sulit diberi

TURBO p-ISSN: 2301-6663, e-ISSN: 2447-250X Vol. 8 No. 1. 2019 101


tidak ferro magnetis dan memiliki struktur sehingga atom-atom karbon yang telah larut
kristal Face Centered Cubic (FCC). dalam austenit tidak sempat membentuk
Besi murni pada temperatur di bawah sementit dan ferrit akibatnya austenit
910°C mempunyai struktur kristal Body menjadi sangat keras yang disebut
Centered Cubic (BCC). Besi BCC dapat martensit.
melarutkan karbon dalam jumlah sangat Pada baja setelah terjadi austenit dan
rendah, yaitu sekitar 0,02 % maksimum ferrit kadar karbonya akan menjadi makin
pada temperatur 723°C. Larutan pada tinggi sesuai dengan penurunan temperatur
intensitas dari karbon di dalam besi ini dan akan membentuk hipoeutektoid. Pada
disebut juga besi alpha (α) atau fasa ferit. saat pemanasan maupun pendinginan difusi
Pada temperatur diantara 910°C sampai atom karbon memerlukan waktu yang
1.390°C, atom-atom besi menyusun diri cukup. Laju difusi pada saat pemanasan
menjadi bentuk kristal Face Centred Cubic ditentukan oleh unsur-unsur paduanya dan
(FCC) yang juga disebut besi gamma (γ) pada saat pendinginan cepat austenit yang
atau fasa austenit. Besi gamma ini dapat berbutir kasar akan mempunyai banyak
melarutkan karbon dalam jumlah besar martensit.
yaitu sekitar 2,06 % maksimum pada Fase kristal dan besarnya butir yang
temperatur sekitar 1.147°C. Penambahan terjadi akan membentuk sifat baja. Apabila
karbon ke dalam besi FCC ferrit dan sementit di dalam perlit berbutir
ditransformasikan kedalam struktur BCC besar, maka baja tersebut makin lunak
dari 910°C menjadi 723°C pada kadar sebagai akibat pendinginan lambat.
karbon sekitar 0,8 %. Diantara temperatur Sebaliknya baja menjadi semakin keras
1.390°C dan temperatur cair 1.534°C, besi apabila memiliki perlit berbutir halus yang
gamma berubah menjadi susunan BCC diperoleh pada pendinginan cepat. Baja
yang disebut besi delta (δ). dengan unsur paduan aluminium,
Ada beberapa hal yang perlu vanadium, titanium, dan zirkonim akan
diperhatikan didalam diagram Fe – Fe3C cenderung memiliki kristal berbutir halus.
yaitu, perubahan fasa ferit atau besi alpha Untuk memahami macam-macam fase dan
(α), austenit atau besi gamma (γ), sementit struktur kristal yang terjadi pada saat
atau karbida besi, perlit, dan sementit. pendinginan dapat diamati dari diagram
TTT.
3. Diagram TTT (Time Temperature
Fasa austenit stabil berada di atas
Transformation)
temperatur 770oC Pada temperatur yang
Untuk mendapatkan sifat-sifat bahan lebih rendah akan terbentuk martensit dan
yang lebih baik sesuai dengan karakter yang mulai temperatur tersebut martensit sudah
diinginkan dapat dilakukan melalui tidak tergantung pada kecepatan
pemanasan dan pendinginan. Tujuannya pendinginan. Struktur bainit akan terbentuk
adalah mengubah struktur mikro sehingga setelah terbentuknya ferrit dan sementit.
bahan dikeraskan, dimudakan atau Jadi campuran antara ferrit dan sementit
dilunakan. adalah bainit seperti pada perlit. Perbedaan
Pemanasan bahan dilakukan diatas antara bainit dengan perlit adalah
garis transformasi kira-kira pada 770oC, bentuknya halus sedangkan perlit kasar.
sehingga perlit berubah menjadi austenit Diagram TTT dipengaruhi oleh kadar
yang homogen karena terdapat cukup karbon dalam baja, makin besar kadar
karbon. Pada temperatur yang lebih tinggi karbonya maka diagramnya akan semakin
ferrit menjadi austenit karena atom karbon bergeser ke kanan, demikian pula dengan
difusi ke dalam ferrit tersebut. Untuk unsure paduan lainnya. Apabila baja
pengerasan baja, pendinginan dilakukan dipanaskan sampai terbentuknya austenit,
dengan cepat melalui pencelupan kedalam pendinginan akan berlangsung terus
air, minyak atau bahan pendingin lainnya

102 TURBO p-ISSN: 2301-6663, e-ISSN: 2447-250X Vol. 8 No. 1. 2019


menerus tidak isothermal biarpun dilakukan merupakan temperatur akhir dimana
dengan berbagai media pendingin. martensit masih bisa terbentuk.
Untuk menentukan laju reaksi Untuk mendapatkan hubungan antara
perubahan fasa yang terjadi dapat diperoleh kecepatan pendinginan dan struktur mikro
dari diagram TTT (Time Temperature yang terbentuk biasanya dilakukan dengan
Transformation). Diagram TTT untuk baja menggabungkan diagram kecepatan
karbon dengan C kurang dari 0,8 % pendinginan kedalam diagram TTT yang
(hipoeutectoid) ditunjukkan dalam gambar dikenal dengan diagram CCT (Continous
2. Sedangkan diagram TTT untuk baja C Cooling Transformation) seperti yang
sama dengan 0,8 % (eutectoid) diberikan terlihat dalam gambar 4.
dalam gambar 3.

Gambar 2. Diagram TTT untuk baja


Hipoeutectoid (C < 0,8%) Gambar 4. Diagram CCT (Continous
Cooling Transformation)
Pada contoh gambar diagram CCT
menjelaskan bahwa bila kecepatan
pendinginan naik berarti bahwa waktu
pendinginan dari temperatur austenit turun,
struktur akhir yang terjadi berubah dari
campuran ferit–perlit ke campuran ferit–
perlit–bainit–martensit, ferit–bainit–
martensit, kemudian bainit– martensit dan
akhirnya pada kecepatan yang tinggi sekali
struktur yang terjadi adalah martensit.
Gambar 3. Diagram TTT untuk baja
eutectoid (C = 0,8%)
Dari diagram TTT menunjukkan
bentuk hidung (nose) sebagai batasan
waktu minimum dimana sebelum waktu
tersebut bertransformasi austenit ke perlit
tidak akan terjadi. Posisi hidung dari
diagram TTT dapat bergeser menurut kadar
karbon. Posisi hidung bergeser makin
kekanan yang berarti baja karbon itu makin
mudah untuk membentuk bainit/martensit
atau makin mudah untuk dikeraskan.
Sedangkan Ms merupakan temperatur awal Gambar 5. Kurva Pendinginan pada
mulai terbentuknya fasa martensit dan Mf Diagram TTT

TURBO p-ISSN: 2301-6663, e-ISSN: 2447-250X Vol. 8 No. 1. 2019 103


Dari diagram pendinginan dapat Tempuran 12c dan Laboratorium Teknik
dilihat bahwa dengan pendinginan cepat Mesin Kampus 2 Fakultas Teknik
(kurva 6) akan menghasilkan struktur Universitas Muhammadiyah Metro.
martensite karena garis pendinginan lebih
3. Prosedur penelitian
cepat daripada kurva 7 yang merupakan laju
Prosedur penelitian memiliki
pendinginan kritis (critical cooling rate)
beberapa langkah diantaranya adalah
yang nantinya akan tetap terbentuk fase
langkah pembuatan bahan uji, langkah
austenite (unstable). Sedangkan pada kurva
pengujian, dan instrumen pengambilan data
6 lebih cepat daripada kurva 7, sehingga
serta analisa data.
terbentuk struktur martensite yang keras,
tetapi bersifat rapuh karena tegangan dalam Langkah Pembuatan Bahan Uji
yang besar. 1. Mempersiapkan alat dan bahan,
Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan 2. Material kemudian dibubut supaya
proses heat treatment pada baja karbon mendapatkan spesimen yang ukuran
akan meningkatkan kekerasanya. Dengan diameter dan panjangnya sama,
meningkatnya kekerasan, maka efeknya 3. Kemudian potong spesimen sesuai
terhadap kekuatan adalah sebagai berikut : dengan ukuran diameter 40 mm dan
1) Kekuatan impact (impact strength) lebar 30 mm sebanyak 21 buah,
akan turun karena dengan 4. Amplas permukaan spesimen yang
meningkatnya kekerasan, maka sudah dipotong tadi sampai
tegangan dalamnya akan meningkat. permukaanya rata, bebas dari kotoran
Karena pada pengujian impak beban maupun karat dengan ukuran amplas
yang bekerja adalah beban geser 240, 500, 100, kemudian 1500.
dalam satu arah, maka tegangan Langkah Pengujian
dalam akan mengurangi kekuatan 1. Mempersiapkan semua bahan yang
impak. akan digunakan dalam melakukan
2) Kekuatan tarik (tensile strength) pengujian,
akan meningkat. Hal ini disebabkan 2. Menyiapkan spesimen,
karena pada pengujian tarik beban 3. Masukan spesimen pada tungku
yang bekerja adalah secara aksial pemanas dengan temperatur: 750oC
yang berlawanan dengan arah dari sebanyak 6 buah. 850oC sebanyak 6
tegangan dalam, sehingga dengan buah 950oC sebanyak 6 buah, holding
naiknya kekerasan akan time 30 menit,
meningkatkan kekuatan tarik dari 4. Quenching spesimen pada air dan oli
suatu material. dengan volume yang sama yaitu 2 liter
dengan jumlah spesimen : Temperatur
Metode Penelitian
750oC, oli 3 buah dan air 3 buah.
1. Variabel penelitian Temperatur 850oC, oli 3 buah dan air 3
a) Variabel bebas: variasi temperatur buah. Temperatur 950oC, oli 3 buah dan
pemanasan 7500C, 8500C, dan 9500C air 3 buah,
serta jenis media quenching air 5. Uji kekerasan dengan alat uji Rockwell
mineral dan oli SAE 10w-40. sebanyak 5 titik pada setiap spesimen,
b) Variabel terikat yang diamati dalam 6. Timbang berat awal spesimen,
penelitian ini adalah kekrasan dan 7. Rendam spesimen pada cairan asam
laju korosi. H2SO4 selama 22 jam,
c) Variabel terkontrol : baja AISI 1045 8. Timbang berat akhir spesimen.
dan holding time 30 menit.
2. Waktu dan tempat penelitian
Penelitan dilakukan pada bulan
Agustus 2018. Penelitian ini dilakukan di

104 TURBO p-ISSN: 2301-6663, e-ISSN: 2447-250X Vol. 8 No. 1. 2019


Hasil dan Pembahasan peningkatan kekerasan lebih dari 5 kali lipat
dari material non heat treatment.
1. Hasil pengujian rockwell
Pada penelitian ini uji kekerasan
menggunakan Rockwell model HR-150A
dengan nilai Hardness Rockwell C . Tujuan
dari pengujian ini adalah supaya dapat
mengetahui perubahan nilai kekerasan dari
setiap spesimen yang diberikan heat
treatmnet. Dari penelitian didapatkan nilai
rata-rata kekerasan raw material adalah
11,4 HRC. Pengujian pada raw material ini
dilakukan sebagai bahan perbandingan
dengan material yang telah diberikan heat Gambar 7. Perbandingan nilai kekerasan
treatment nantinya. dengan temperatur 8500C

Gambar 6. Perbandingan nilai kekerasan Gambar 8. Perbandingan nilai kekerasan


dengan temperatur 7500C dengan temperatur 9500C
Pada grafik di atas menunjukkan nilai Nilai kekerasan material setelah
kekerasan material setelah mendapatkan mendapatkan heat treatment kemudian di-
heat treatment kemudian di quenching quenching dengan media pendingin air
dengan media pendingin air adalah 16,9 adalah 51,7 HRC dan media pendingin oli
HRC dan media pendingin oli 14 HRC. 33,4 HRC. Material yang diberikan heat
Sedangkan raw material/non heat treatment mengalami peningkatan nilai
treatment sebesar 11,4 HRC. Material yang kekerasan yang signifikan dari material
diberikan heat treatment mengalami yang tidak diberikan heat treatment, dan
peningkatan nilai kekerasan dari material material yang didinginkan dengan air
yang tidak diberikan heat treatment, dan mengalami peningkatan kekerasan lebih
material yang didinginkan dengan air tinggi dibandingkan material yang
memiliki nilai kekerasan tertinggi. Pada didinginkan dengan oli.
grafik gambar 7 menunjukkan nilai
kekerasan material setelah mendapatkan 2. Pengaruh nilai temperatur terhadap
heat treatment kemudian di-quenching nilai kekerasan material dengan
dengan media pendingin air adalah 58,2 media pendingin air mineral
HRC dan media pendingin oli 33 HRC. Nilai kekerasan meningkat ketika
Material yang diberikan heat treatment material mendapatkan heat treatment dari
mengalami peningkatan nilai kekerasan mulai temperatur 7500C sampai temperatur
yang sangat signifikan dari material yang 8500C (Gambar 9). Dimana nilai kekerasan
tidak diberikan heat treatment, dan material raw material adalah 11,4 HRC meningkat
yang didinginkan dengan air mengalami menjadi 16,9 HRC di temperatur 7500C dan

TURBO p-ISSN: 2301-6663, e-ISSN: 2447-250X Vol. 8 No. 1. 2019 105


kemudian meningkat sangat signifikan di penurunan nilai kekerasan seperti pada
temperatur 8500C menjadi 58,2 HRC dan media pendingin air mineral. Hal ini
cenderung menurun menjadi 51,7 HRC di diakarenakan oli memiliki sifat
temperatur 9500C. mendinginkan teratur sehingga martensite
yang terbentuk lebih sedikit.
4. Perbandingan media pendingin
terhadap nilai kekerasan tertinggi

Gambar 9. Pengaruh temperatur heat


treatment terhadap nilai kekerasan media
pendingin air mineral
Hal demikian ini diakibatkan semakin
Gambar 11. Perbandingan media
tinggi temperatur hardening pada proses
pendingin terhadap nilai kekerasan
quenching, semakin menurun pula nilai
kekerasan yang dihasilkan, dikarenakan Dari grafik pada gambar 11
apabila baja karbon sedang (0,44 %C) menunjukkan nilai kekerasan tertinggi pada
dipanaskan melebihi temperatur 8500C baja AISI 1045 yang telah diberikan heat
pada saat proses hardening, karbida yang treatment kemudain di-quenching
terlarut semakin banyak dan membentuk menggunakan air mineral berada di
butiran austenit yang relatif semakin besar temperatur 8500C mengalami kenaikan
[7]. yang sangat signifikan yaitu sekitar 510%
yang awalnya 11,4 HRC menjadi 58,2
3. Pengaruh nilai temperatur terhadap
HRC. Sedangkan pada media quenching oli
nilai kekerasan material dengan
nilai kekerasan tertinggi berada pada
media pendingin oli
temperatur 9500C yaitu yang awalnya 11,4
HRC menjadi 33,4 HRC atau naik sekitar
290%. Media pendingin air cenderung
menghasilkan nilai kekerasan yang lebih
dibandingkan dengan media pendingin oli
ini dikarenakan air dapat dengan mudah
menyerap panas yang dilewatinya dan
panas yang terserap akan cepat menjadi
dingin. Karena laju pendinginan yang
begitu cepat, maka atom tersebut
terperangkap dalam larutan sehingga
Gambar 10. Pengaruh temperatur heat membentuk struktur martensite [3].
treatment terhadap nilai kekerasan media
pendingin oli 5. Uji korosi
Uji korosi ini dilakukan untuk
Dari data pada gambar 10, media mengetahui pengaruh temperatur dan media
pendingin oli mengalami kenaikan nilai pendingin saat proses heat treatment
kekerasan dari raw material sampai dengan terhadap seberapa besar korosi yang terjadi.
temperatur 9500C dan tidak terlalu Metode yang digunakan adalah dengan
signifikan akan tetapi tidak juga mengalami merendam material pada cairan H2SO4

106 TURBO p-ISSN: 2301-6663, e-ISSN: 2447-250X Vol. 8 No. 1. 2019


selama 22 jam. Sedangkan untuk Dari grafik menunjukkan
perhitungan korosi menggunakan metode peningkatan laju korosi, dimana pada
kehilangan berat. material non heat treatment laju korosinya
Data spesimen setelah dilakukan sebesar 3,238 ipy, temperatur 7500C
pengujian korosi pada baja AISI 1045 yang sebesar 3,613 ipy, 8500C sebesar 3,877, dan
telah mengalami uji korosi didapatkan nilai pada temperatur 9500C laju korosinya
laju korosi pada raw material/material sebesar 4,086. Semakin tinggi temperatur
tanpa heat treatment laju korosi rata- yang diberikan saat proses heat treatment
ratanya adalah 3,238 ipy. Data ini diambil maka berbanding lurus dengan laju korosi
sebagai bahan perbandingan laju korosi yang semakin meningkat juga.
pada material yang telah diberikan heat
6. Perbandingan nilai laju korosi media
treatment.
pendingin air mineral dan oli

Gambar 14. Perbandingan laju korosi


media pendingin air mineral dan oli.
Gambar 12. Laju korosi media
pendingin air mineral Pada grafik menunjukkan media
pendingin oli mempunyai laju korosi yang
Dari garafik menunjukkan semakin lebih tinggi daripada air mineral pada
tinggi temperatur yang diberikan pada saat temperatur 7500C, 8500C, mapun
proses heat treatment semakin tinggi pula 0
temperatur 950 C. Diama laju korosi
laju korosi yang terjadi, dimana pada tertinggi air mineral adalah 3,998 ipy terjadi
material non heat treatment laju korosinya pada temperatur quenching 9500C dan
sebesar 3,238 ipy, temperatur 7500C 4,086 ipy untuk air terjadi pada temperatur
sebesar 3,557 ipy, temperatur 8500C quenching 9500C. Ini dikarenakan oli bisa
sebesar 3,796 ipy, dan temperatur 9500C menghasilkan zat pengotor di permukaan
sebesar 3,998 ipy akan tetapi kenaikan laju logam pada saat oli tersebut terbakar ketika
korosi tidak terlalu signifikan. proses quenching menyebabkan terjadinya
reaksi reduksi tambahan sehingga lebih
banyak atom logam yang teroksidasi.
7. Pengaruh nilai kekerasan terhadap
laju korosi media pendingin air
mineral
Material yang didinginkan dengan air
mineral mengalami kenaikan nilai
kekerasan dan laju korosi yang bervariatif
dimana laju korosi meningkat sampai
dengan nilai kekerasan 51,7 HRC dengan
nilai lju korosi 3.998 ipy tetapi mengalami
Gambar 13. Laju korosi media
penurunan laju korosi dinilai kekerasan
pendingin oli
58,2 HRC sebesar 3,796 ipy. Ini

TURBO p-ISSN: 2301-6663, e-ISSN: 2447-250X Vol. 8 No. 1. 2019 107


diakibatkan pengaruh temperatur nilai kekerasan dan 3,613 ipy untuk laju
quenching pada saat proses heat treatment korosinya.
(Gambar 15).

Gambar 17. Perbandingan pengaruh nilai


Gambar 15. Perbandingan nilai kekerasan kekerasan terhadap laju korosi
terhadap laju korosi Titik ketiga nilai kekerasan media
8. Pengaruh nilai kekerasan terhadap pendingin air mineral adalah 51,7 HRC
laju korosi media pendingin oli dengan laju korosi 3,998 ipy, dan media
pendingin oli 33 HRC untuk nilai
kekerasan, dan 3,877 ipy. Titik keempat
nilai kekerasan media pendingin air mineral
adalah 58,2 HRC dengan laju korosi 3,796
ipy, dan media pendingin oli 33,4 HRC
untuk nilai kekerasan, dan 4,086 ipy untuk
laju korosinya. Jadi semakin keras material
maka akan semakin cepat juga laju
korosinya.
10. Pembahasan
Hardening merupakan heat treating
Gambar 16. Pengaruh nilai kekerasan yang tujuan utamanya adalah untuk
terhadap laju korosi mengeraskan baja. Besarnya kekerasan
Pada grafik menunjukkan laju korosi yang diperoleh dari proses hardening
pada media quenching oli mengalami dipengaruhi oleh kandungan karbon, unsur
kenaikan yang sebanding lurus dengan nilai paduan, dan jenis media pendingin yang
kekerasan. Dimana semakin keras material digunakan. Pada penelitian ini, dengan
semakin tinggi juga laju korosi yang terjadi. menggunakan spesimen baja AISI 1045
Laju korosi terendah adalah 3,613 ipy pada peneliti mencoba untuk membandingkan
nilai kekerasan 14 HRC dan 4,086 ipy pada penggunaan media pendingin dan
nilai kekerasan 33,4 HRC. temperatur yang berbeda pada proses
hardening pada baja AISI 1045 terhadap
9. Perbandingan pengaruh nilai
laju korosi. Dari analisa statistik pada data
kekerasan terhadap laju korosi
hasil penelitian dapat diketahui bahwa
Nilai kekerasan pada matreial non
perbedaan jenis media pendingin dan
treatmen yaitu dengan nilai kekerasan 11,4
temperatur yang digunakan pada proses
HRC dengan nilai laju korosi sebesar 3,238
hardening pada baja AISI 1045 mempunyai
ipy (Gambar 17). Pada titik kedua nilai
pengaruh yang nyata terhadap kekerasan
kekerasan media pendingin air mineral
dan laju korosi. Dalam penelitian ini proses
adalah 16,9 HRC dengan laju korosi 3,557
hardening baja AISI 1045 dilakukan
ipy, dan media pendingin oli 14 HRC untuk
dengan temperatur dan media pendingin
yang berbeda. Dimana temperatur saat

108 TURBO p-ISSN: 2301-6663, e-ISSN: 2447-250X Vol. 8 No. 1. 2019


proses quenching dan media pendingin dihasilkan saat proses pembentukan fasa
yang digunakan sangat berpengaruh martensite. Perbedaan temperatur dan laju
terhadap nilai kekerasan yang didapatkan. pendinginan tidak hanya menghasilkan
Pada proses quenching air mineral pada struktur mikro yang variatif, tetapi juga
temperatur 7500C didapatkan nilai menghasilkan tegangan sisa yang dapat
kekerasanya adalah 16,9 HRC sedangkan mengakibatkan baja menjadi sangat sensitif
media pendingin oli sebesar 14 HRC. Pada terhadap terbentuknya retak, baik retak
temperatur 8500C nilai kekerasan media selama proses manufaktur maupun
pendingin air mineral adalah 58,2 HRC pemakaian yang mengakibatkan
dimana nilai kekerasan meningkat lebih terbentuknya korosi.
dari 5 kali lipat sedangkan media pendingin
oli nilai kekerasan yang didapatkan adalah Kesimpulan
33 HRC, dan pada temperatur 9500C nilai Temperatur dan media pendingin
kekerasan media pendingin air mineral saat proses heat treatment sangat
adalah 51,7 HRC sedangkan media berpengaruh terhadap nilai kekerasan yang
pendingin oli 33,4 HRC. Nilai kekerasan dihasilkan pada baja AISI 1045. Dimana
media pendingin air lebih tinggi di semua untuk media pendingin air kekerasan
temperatur quenching dibandingkan maksimal yang dihasilkan yaitu pada
dengan media oli, dikarenakan air dapat temperatur quenching 8500C dengan nilai
dengan mudah menyerap panas yang 58,2 HRC dan media pendingin oli pada
dilewatinya dan panas yang terserap akan temperatur 9500C dengan nilai kekerasan
cepat menjadi dingin. Karena laju 33,4 HRC. Dimana semuanya naik
pendinginan yang bgitu cepat, maka atom signifikan dibandingkan raw material
tersebut terperangkap dalam larutan sebesar 11,4 HRC.
sehingga membentuk struktur martensite. Temperatur dan media pendingin
Temperatur pada saat quenching juga memepengaruhi laju korosi yang
sangat perpengaruh terhadap laju korosi terjadi pada baja AISI 1045. Dimana
pada material. Dimana semakin tinggi semakin tinggi temperatur pada saat proses
temperatur yang diberikan saat Heat quenching semakin tinggi pula laju
treatment maka akan semakin besar pula korosinya, dimana laju korosi tertinggi
laju korosi yang terjadi. Itu dikarenakan yaitu terjadi pada material yang di-
salah satu penyebab korosi adalah saat quenching pada temperatur 9500C dengan
proses heat treatment dan pengaruh laju korosi 4,086 ipy lebih tinggi
temperatur. Laju korosi pada material baja dibandingkan material yang di-quenching
AISI 1045 dengan media pendingin air dengan air yaitu sebesar 3,988 ipy pada
mineral dan panas yang diberikan 7500C temperatur 8500C.
adalah 3,557 ipy. Kemudian meningkat di
temperatur 8500C dengan laju korosi 3,796 Referensi
ipy dan semakin meningkat di temperatur
9500 dengan 3,998 ipy. sedangkan untuk [1]. Gunawan, Eddy. 2017. Pengaruh
media pendingin oli pada temperatur 7500C Temperatur Pada Proses
laju korosinya adalah 3,613 ipy. Dan pada Perlakuan Panas Baja Tahan
temperatur 8500C laju korosinya 3,877 ipy Karat Martensitik AISI 431
sedangkan pada temperatur 9500C adalah Terhadap Laju Korosi Dan
4,086 ipy. Struktur Mikro. Engineering
Dari hasil penelitian didapatkan nilai and sains journal. 1. (55-66)
kekerasan juga berpengaruh terhadap laju [2]. Bahtiar, M. Iqbal, Supramono. 2014.
korosi, dimana semakin keras material Pengaruh Media Pendingin
maka laju korosinya juga semakin tinggi itu Minyak Pelumas SAE 40 Pada
diakarenakan adanya tegangan sisa yang Proses Quenching dan

TURBO p-ISSN: 2301-6663, e-ISSN: 2447-250X Vol. 8 No. 1. 2019 109


Tempering Terhadap
Ketangguhan Baja Karbon
Rendah. Jurnal Mekanikal
5(1):455-463
[3]. Cinantar, Jeffri. 2107. Pengaruh
Quenching, Austempering,
Dan Quenchtempering
Terhadap Kekerasan Dan
Struktur Mikro Pada Besi Cor
Kelabu. UM Metro
[4]. Budiyanto, E., & Yuono, L. D. (2018).
Peranan Aerasi Sel Elektrolisis
Dalam Pembentukan Pori pada
Proses Anodizing Logam
Aluminium. Turbo: Jurnal
Program Studi Teknik
Mesin, 7(2).
[5]. Perdana, Dony. 2017. Pengaruh
Variasi Temperatur Pada
Proses Perlakuan Panas Baja
AISI 304 Terhadap Laju
Korosi. Engineering and sain
journal. 1. (67-72)
[6]. ASM. (1991). ASM metals handbook
Vol. 4: Heat treating. New
York: ASM Handbook
Committee.
[7]. Firmansyah, A. A. 2014. Analisa
Struktur Mikro dan Kekerasan
Baja S45C Pada Proses
Quench-Temper dengan Media
Pendingin Air. JTM 3(1): 113-
119

110 TURBO p-ISSN: 2301-6663, e-ISSN: 2447-250X Vol. 8 No. 1. 2019

Anda mungkin juga menyukai