Anda di halaman 1dari 49

Modul Pembinaan

Ahli K3 Muda
Lingkungan Kerja

MODUL II
PROGRAM HIGIENE INDUSTRI

DIREKTORAT PENGAWASAN NORMA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DAN K3
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

B. Deskripsi Singkat .................................................................................... 2

C. Tujuan Pembelajaran ............................................................................. 2

D. Materi Pokok dan Submateri Pokok ....................................................... 3

BAB II DASAR-DASAR HIGIENE INDUSTRI ...................................................... 4

A. Antisipasi ................................................................................................ 5

B. Rekognisi ................................................................................................ 7

C. Evaluasi .................................................................................................. 8

D. Pengendalian.......................................................................................... 9

E. Latihan .................................................................................................. 10

BAB III PENGENDALIAN BAHAYA LINGKUNGAN KERJA .............................. 12

A. Prinsip Pengendalian ............................................................................ 12

B. Sumber Informasi Potensi Bahaya ....................................................... 13

C. Metoda Pengendalian Bahaya .............................................................. 13

D. Fokus Pengendalian ............................................................................. 14

E. Pengendalian Pada Sumbernya ........................................................... 14

F. Pengendalian Dalam Lingkungan Kerja ............................................... 14

G. Penggunaan Teknologi Pengendalian .................................................. 14

H. Efektivitas Pemasangan ....................................................................... 15

I. Pengendalian Aspek Bahaya Kesehatan ................................................. 15

J. Latihan ..................................................................................................... 16

BAB IV ALAT PELINDUNG DIRI ....................................................................... 17

i
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

A. Tujuan Penggunaan Alat Pelindung diri ............................................... 17

B. Pemilihan APD ..................................................................................... 18

C. Pengawasan terhadap penggunaan APD............................................. 18

D. Jenis Alat Pelindung Diri ....................................................................... 18

E. Lain-lain ................................................................................................ 35

F. Latihan .................................................................................................. 36

BAB V SANITASI INDUSTRI ............................................................................. 38

A. Bangunan Tempat Kerja ....................................................................... 38

B. Fasilitas Kebersihan ............................................................................. 40

C. Kebutuhan Udara ................................................................................. 43

D. Tatalaksana Kerumahtanggaan ............................................................ 45

E. Latihan .................................................................................................. 45

ii
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Lingkungan Kerja


diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, perusahaan wajib
melaksanakan K3 lingkungan kerja, untuk itu yang bersangkutan harus didukung
oleh personil yang mempunyai kompetensi di bidang higiene industri.

Modul “Program Higiene Industri” ini merupakan bagian dari modul-modul


yang digunakan sebagai bahan ajar dalam penyelenggaraan Pembinaan Ahli
Muda K3 Lingkungan Kerja, dan ini disusun dengan latar belakang:

1. Pemenuhan kebutuhan tenaga K3 lingkungan Kerja, yang mempunyai


kompetensi di bidang higiene industri tingkat muda untuk jabatan operator.
2. Memberikan pengetahuan bagi seluruh pekerja di perusahaan untuk peduli
terhadap dampak pengaruh kesehatan bagi perkerja yang terpajan
lingkungan kerja yang tercemar, yang ditimbulkan oleh proses produksi.
3. Ahli K3 Lingkungan Kerja yang mendapatkan lisensi dari Kementerian
Ketenagakerjaan harus mempunyai Sertifikat Kompetensi sebagai Ahli Muda
Higiene Industri yang memiliki tugas untuk:
a. melaksanakan peraturan perundang-undangan dan standar yang
berkaitan dengan bidang K3 lingkungan kerja;
b. melaksanakan program antisipasi, rekognisi, evaluasi, dan
pengendalian bahaya lingkungan kerja;
c. melaksanakan dan mengantisipasi resiko kesehatan kerja yang
disebabkan oleh pajanan bahaya lingkungan kerja;
d. melaksanakan program promosi kesehatan Tenaga Kerja;
e. melaksanakan teknik pengambilan dan pengukuran sampel, meliputi
Faktor Fisika, Faktor Kimia, Faktor Biologi, Faktor Ergonomi, dan
Faktor Psikologi;
f. melaksanakan persyaratan Higiene dan Sanitasi lingkungan kerja;

1
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

g. melaksanakan sistem informasi K3 Lingkungan Kerja; dan


h. menyusun laporan pengukuran dan pengendalian bahaya Lingkungan
Kerja serta penerapan Higiene dan Sanitasi di Tempat Kerja.

B. Deskripsi Singkat

Modul “Program Higiene Industri” membahas tentang acuan dalam


pengelolaan lingkungan kerja, khususnya aspek higiene industri, melalui
identifikasi potensi bahaya yang akan timbul sejak penerimaan bahan mentah,
selama proses, selanjutnya penanganan hasil produksi sampai penyimpanan dan
distribusi, sehingga dampak kesehatan yang buruk yang diterima pekerja dapat
dihindari dan dikendalikan. Pembahasan dalam modul ini didasarkan atas
kebutuhan pengetahuan dan keterampilan untuk tenaga pelaksana K3
Lingkungan Kerja dalam mengimplementasikan Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja Lingkungan Kerja

Modul “Program Higiene Industri” berisi informasi, uraian penjelasan, contoh,


dan latihan bagi peserta pelatihan, dengan tujuan untuk memberikan
pengetahuan dan ketrampilan dalam pengelolaan lingkungan kerja berdasarkan
prinsip higiene industri.

C. Tujuan Pembelajaran

Tujuan yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta pelatihan dan atau
pembaca, atas modul ini terlihat pada apek sebagai berikut:

1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembinaan ini peserta diharapkan mengetahui ruang
lingkup higiene industri dan pengaruh bahaya kesehatan lingkungan kerja
yang berupa faktor kimia, faktor fisik, faktor biologi, faktor psikologis dan
ergonomi serta sanitasi industri yang dapat timbul sebagai dampak kegiatan
operasi industri.

2
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

2. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pelatihan diharapkan peserta mampu menerapkan aspek
higiene industri dalam menjalankan tugas profesinya, yang meliputi:
a. Bahaya kesehatan faktor kimia
b. Bahaya keseharan faktor fisika
c. Bahaya kesehatan faktor psikologis dan ergonomi
d. Bahaya kesehatan dalam sanitasi industri

D. Materi Pokok dan Submateri Pokok

Modul “Program Higiene Industri”, tersusun atas uraian materi pokok dan
submateri pokok, sebagai berikut:

1. Dasar-Dasar Higiene Industri


a. Antisipasi
b. Rekognisi
c. Evaluasi
d. Pengendalian

2. Pengendalian Lingkungan Kerja


a. Prinsip pengendalian
b. Sumber informasi potensi bahaya
c. Metoda pengendalian bahaya
d. Fokus pengendalian
e. Pengendalian pada sumbernya
f. Pengendalian dalam lingkungan kerja
g. Penggunaan teknologi pengendalian
h. Efektivitas pemasangan

3
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

BAB II
DASAR-DASAR HIGIENE INDUSTRI

Hingga ini belum ditemukan teknologi dalam proses produksi yang dapat
menghilangkan faktor bahaya lingkungan kerja terhadap kesehatan kerja,
sehingga masih banyak ditemui kecelakaan (injury) kerja maupun penyakit akibat
kerja. Perusahaan akan mengalami kerugian yang sangat besar apabila sampai
terjadi penyakit akibat kerja dan meningkatnya angka ketidakhadiran (absen)
karena sakit yang diakibatkan oleh bahaya lingkungan kerja.

Untuk mengatasi hal tersebut, sesuai peraturan perundangan, perusahaan


wajib memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan pekerjanya dengan
mematuhi ketentuan yang tercantum dalam:

 Undang-undang
 Peraturan (Nasional dan Internasional)
 Standar-standar
 Regulasi
 ISO
 Dan lain sebagainya

Dalam peraturan perundangan tersebut pada intinya menekankan bahwa hak


pekerja untuk mendapatkan perlindungan dari bahaya lingkungan kerja dalam
aktivitas industri.

Higiene industri merupakan metoda yang efektif dalam mengelola lingkungan


kerja dan perlindungan pekerja untuk meminimalkan tingkat kecelakaan/injuri dan
penyakit akibat kerja, atau dalam definisi disebutkan bahwa higiene industri
adalah ilmu dan seni yang berperan dalam melaksanakan upaya pengenalan,
pengukuran, pemantauan, evaluasi dan pengendalian bahaya di lingkungan
kerja, yang dapat muncul dari kegiatan proses produksi atau operasi industri,
dimana bahaya tersebut dapat mengganggu aspek :

 Kesehatan
 Keselamatan
 Kenyamanan

4
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

 Efisiensi
di lingkungan pekerja dan atau masyarakat disekitar daerah kegiatan
tersebut.

Ruang lingkup higiene industri yang juga dikenal sebagai konsep dasar
higiene industri meliputi :

 Antisipasi adalah prediksi potensi bahaya dan risiko di tempat kerja


 Rekognisi adalah mengenal bahaya lingkungan yang berhubungan dengan
pekerjaan dan pemahaman dari pengaruh atau akibatnya terhadap para
pekerja maupun masyarakat disekitarnya
 Evaluasi adalah menilai secara kuantitatif faktor bahaya lingkungan kerja
dengan melakukan pengukuran dan pemantauan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh bahaya tersebut, sehingga menimbulkan gangguan
kesehatan dan kehidupan para pekerjanya
 Pengendalian adalah upaya yang dilakukan untuk menghilangkan atau
setidaknya mengurangi dampak bahaya akibat kegiatan operasional di
perusahaan.

A. Antisipasi

Dalam penerapan higiene industri, dikenal kegiatan antisipasi dan rekognisi

1. Antisipasi adalah kegiatan untuk memprediksi potensi bahaya dan risiko di


tempat kerja, ini merupakan tahap awal dalam proses penerapan higiene
industri di tempat kerja, dengan tujuan:
a. Mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul menjadi
bahaya dan risiko yang nyata
b. Mempersiapkan tindakan yang diperlukan sebelum suatu proses
dijalankan, atau kalau ingin memasuki area operasi industri
c. Meminimalkan risiko yang mungkin terjadi pada saat proses produksi
berjalan
d. Informasi potensi bahaya

Dalam hal ini diperlukan informasi yang terkait dengan potensi bahaya yang
mungkin timbul, yaitu:

5
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

1) Karakteristik bangunan tempat kerja


2) Mesin-mesin yang digunakan
3) Proses kerja dari mesin dan alat produksi
4) Bahan baku yang digunakan
5) Alat-alat yang dipakai
6) Cara kerja yang dilakukan
7) Jumlah dan karakteristik pekerja, dan
8) Hal lain yang perlu diketahui.

Sedangkan potensi bahaya pada umumnya di temukan, dalam hal:


1) Kemungkinan gangguan kesehatan pekerja yang bekerja di area proses
produksi
2) Dampak lingkungan
3) Dampak aspek keselamatan kerja karena gangguan ketidak nyamanan
lingkungan
4) Dampak karena kerusakan alat dan terhentinya proses karena masalah
teknis

2. Langkah-langkah antisipasi
a. Pengumpulan informasi, melalui studi literatur, hasil penelitian, dokumen
perusahaan, survei lapangan.
b. Analisis dan diskusi, dilakukan dengan pihak terkait yang mempunyai
kompetensi terkait
c. Penyusunan hasil berupa laporan, yang berupa daftar potensi bahaya
yang dikelompokan (lokasi atau unit, kelompok kerja, jenis potensi
bahaya, tahapan proses)
d. Hasil antisipasi masih sebatas potensi bahaya, belum tentu menimbulkan
bahaya sebenarnya, namun sebaiknya perlu dibuat daftar potensi bahaya
sedetil-detilnya

Hasil antisipasi juga belum bisa dijadikan ukuran, apakah suatu lokasi atau
proses akan berbahaya atau berisiko.

6
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

B. Rekognisi

Rekognisi adalah kegiatan mengidentifikasi dan mengukur untuk


memperoleh informasi yang lebih detil tentang sifat dan karakteristik suatu
bahaya, pengukuran yang dilakukan pada umumnya masih bersifat random
belum sistematis.

Tujuan rekognisi sendiri untuk mengetahui karakteristik bahaya secara detil


(sifat, kandungan, efek, severity, pola pajanan, besaran), sumber bahaya,
area/lokasi dan pekerja yang berisiko.

Tabel 1 Pengaruh Lingkungan Kerja dan Bahaya Kesehatan

NO. FAKTOR JENIS PAJANAN POTENSI BAHAYA


BAHAYA
1 Fisik Iklim kerja Kelelahan panas(heat
panas/Ventilasi exhaustion), kejang panas(heat
cramps), pukulan panas(heat
Stroke),
Penerangan Penurunan penglihatan (vision
detioration), kecelakaan kerja,
terbakar sinar laser/infra red/ ultra
violet/ X-ray
Kebisingan tuli, gangguan komunikasi, stres
kerja
Getaran “White fingers, Raynaud
phenomena”
Radiasi Terbakar, inflamation, ulceration,
alopecia, blood dyscrasia, kanker
2 Kimia Hidrokarbon Kebakaran dan peledakan,
dermatitis, kanker kulit, gangguan
sistim syaraf
(depression,neurosis), iritasi
mata, paru, mucus membranes

7
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

NO. FAKTOR JENIS PAJANAN POTENSI BAHAYA


BAHAYA
Tetra Ethil Lead (TET) Gangguan sistim syaraf, jiwa
(psychosis)
Zat kimia yang Efeknya tergantung dari target
berbentuk gas, fume, organ, terbakar, fibrosis paru,
asam, alkalis, debu, kanker
dan sebagainya
3 Biologi V virus, bakteri, jamur, Infeksi, alergi
parasit
4 Psikososial Umur, Stres kerja, accident proness
pendidikan,
kebiasaan,
pengalaman,
hubungan kerja atasan
dengan bawahan,
rekan kerja,
keluarga
5 Ergonomi Ketidakserasian antara Kelelahan, efisiensi menurun
pekerja dan alat kerja, sampai cidera
metoda kerja dan
kondisi lingkungan
kerja

C. Evaluasi

Upaya untuk mengetahui tingkat bahaya dalam proses produksi dalam hal
penerapan teknologi, penggunaan alat/mesin dan pencemaran lingkungan kerja
terhadap tenaga kerja yang terpajan selama jam kerja.

Hal ini dilakukan melalui pengukuran lingkungan kerja untuk faktor-faktor


yang diduga mempunyai potensi gangguan kesehatan bagi tenaga kerja.
Selanjutnya hasil pengukuran ini dibandingkan dengan standar atau nilai ambang
batas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

8
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

Untuk melakukan hal hal tersebut diatas Pelaksana K3 dibidang higiene


industri merupakan bagian dari pelaksana program K3 di perusahaan, yang
memfokuskan diri pada masalah lingkungan kerja, sehingga harus memahami
hal-hal sebagai berikut :

1. Alur proses produksi dalam kegiatan perusahaan ( flow diagram proses )


2. Mencari tahu bahan kimia yang digunakan dalam produksi (raw material),
hasil produksi yang terbuang sehingga memahami cara penilaian terhadap
potensi bahayanya.

Informasi yang berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas, biasanya diperoleh


dari:

1. Hasil kegiatan Survei Jalan Sepintas (walkthrough survey)


2. Referensi atau literatur yang berasal dari Proses Industri Kimia, yang
bermanfaat dan setidak-tidaknya dalam memprediksi risiko kerja
3. Mempelajari sifat dan karakter bahan dari “Material Safety Data Sheet”
(MSDS)

D. Pengendalian

Dalam pengendalian dikenal 4 (empat) metoda dasar dalam upaya


melindungi bahaya kesehatan pada tenaga kerja terpajan terhadap lingkungan
kerja, yaitu:

1. Eliminasi (elimination of the hazard)


2. Memindahkan seseorang dari pajanan ( removal of individual from
exposure )
3. Isolasi (isolation of The hazard)
4. Pemakaian Alat Pelindung Diri Perorangan ( protection of individual)

Adapun hirarki pengendalian yang dikenal secara umum, adalah

1. Pengendalian teknis ( Engineering control )


2. Pengendalian administrasi
3. Penggunaan alat pelindung diri perorangan

9
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

E. Latihan

1. Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja di perusahaan harus memahami proses


operasi, dimana mereka bekerja, agar mengetahui :….
a. Bahan kimia yang akan dijual oleh perusahaan
b. Substansi bahan kimia yang digunakan
c. Substansi bahan kimia yang diproduksi
d. Bahan berbahaya yang muncul pada setiap tahapan produksi

2. Dalam ruang lingkup higiene industri, dikenal istilah rekognisi, yang


maksudnya:
a. prediksi potensi bahaya dan risiko di tempat kerja
b. mengenal bahaya lingkungan kerja yang berhubungan dengan
pekerjaan
c. menilai secara kuantitatif faktor bahaya lingkungan kerja
d. upaya yang dilakukan untuk menghilangkan atau setidaknya
mengurangi dampak bahaya akibat kegiatan oprasional di
peruasahaan

3. Yang tidak termasuk faktor fisik dalam lingkungan kerja adalah :


a. Kejatuhan benda keras yang menimpa kepala pekerja
b. Suara bising
c. Suhu ektrem panas
d. Getaran

4. Mengganti bahan kimia berbahaya dengan bahan kimia kurang berbahaya


sebagai bahan baku produksi, dikenal dengan sebutan :
a. Pengendalian teknis
b. Pengendalian administrasi
c. Eliminasi
d. Subsitusi

5. Dalam kondisi kerja tetentu, pekerja sering mengalami stress kerja


berkelanjutan, untuk itu sebaiknya yang dilakukan adalah :
a. Membina stress
b. Menolak stress

10
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

c. Mengelola stress
d. Mencegah stress

11
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

BAB III
PENGENDALIAN BAHAYA LINGKUNGAN KERJA

Pada dasarnya ada 4 (empat) cara (basic methods) dalam pengendalian


risiko bahaya terhadap seseorang yang terpajan pada lingkungan kerja, yaitu:

 Menurunkan serendah mungkin kadar pencemaran, sampai tidak


mengganggu kesehatan (elimination of the hazards), biasanya dilakukan
dengan pemasangan peralatan yang dapat menghilangkan pencemaran dari
udara lingkungan kerja (control technology).
 Memindahkan pekerja dari pajanan lingkungan kerja yang tercemar karena
proses produksi (removal individual from exposure).
 Memasang semacam tirai/isolasi yang memisahkan pekerja dan lingkungan
kerja tercemar (isolation of the hazard).
 Pekerja dilengkapi dengan alat pelindung diri perorangan (personal protective
equipment).

Cara-cara ini tidak selalu dapat digunakan, tentu harus dipilih sesuai dengan
kondisi tempat kerja, kadang lebih dari satu cara dikombinasikan, yang penting
penggunaan cara tersebut efektif dapat upaya melindungi pekerja dari risiko
bahaya lingkungan kerja.

A. Prinsip Pengendalian

Pada prisipnya pengendalian yang dilakukan untuk menghindari risiko kerja


akibat pemajanan di tempat kerja, dapat dilakukan dengan:

1. Pemasangan peralatan atau struktur bangunan yang sesuai dengan


“engineering design” yang telah ditentukan
2. Melakukan pemantauan dan evaluasi kondisi lingkungan kerja secara rutin
3. Mentaati standar operasional prosedur (SOP) dalam bidang tugasnya (work
practices)
4. Perusahaan menyediakan alat pelindung diri (APD), dan pekerja harus
menggunakan sesuai dengan SOP yang ada
5. Faktor yang berhubungan dengan sifat kontaminan

12
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

Adapun faktor lain yang perlu diketahui dan diperhatikan adalah:

1. Tingkat toksisitas bahan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang
penggunaan/pemajanan.
2. Jalan masuk dalam pemajanan (route of exposure )
3. Lama waktu pemajanan ( time of exposure )
4. Bentuk fisik bahan mentah/campuran bahan yang digunakan
5. Indeks biologis untuk bahan yang digunakan dan hasil yang terbuang
(biological expusure index)

B. Sumber Informasi Potensi Bahaya

Informasi yang berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas, biasanya diperoleh


dari:

1. Hasil kegiatan Survei Jalan Sepintas (walkthrough survey)


2. Referensi atau literatur yang berasal dari Proses Industri Kimia, yang
bermanfaat setidak-tidaknya dalam memprediksi risiko kerja
3. Mempelajari sifat dan karakter bahan dari “Material Safety Data Sheet”
(MSDS)

C. Metoda Pengendalian Bahaya

Pada dasarnya ada 4 (empat) cara (basic methods) dalam pengendalian


risiko bahaya terhadap seseorang yang terpajan pada lingkungan kerja, yaitu:

1. Menurunkan serendah mungkin kadar pencemaran, sampai tidak


mengganggu kesehatan (elimination of the hazards), biasanya dilakukan
dengan pemasangan peralatan yang dapat menghilangkan pencemaran dari
udara lingkungan kerja (control technology).
2. Memindahkan pekerja dari pajanan lingkungan kerja yang tercemar karena
proses produksi (removal individual from exposure).
3. Memasang semacam tirai/isolasi yang memisahkan pekerja dan lingkungan
kerja tercemar (isolation of the hazard).
4. Pekerja dilengkapi dengan alat pelindung diri perorangan (personal protective
equipment).

13
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

Cara-cara ini tidak selalu dapat digunakan, tentu harus dipilih sesuai dengan
kondisi tempat kerja, kadang lebih dari satu cara di kombinasikan, yang penting
penggunaan cara tersebut efektif dalam upaya melindungi pekerja dari risiko
bahaya lingkungan kerja.

D. Fokus Pengendalian

Pengendalian bahaya kesehatan kerja dilakukan berdasarkan:

1. Sumber yang bisa menimbulkan bahaya


2. Dalam lingkungan kerja
3. Pada pekerjaannya sendiri

E. Pengendalian Pada Sumbernya

Pengendalian yang dapat dilakukan pada sumbernya adalah dengan:

1. Material atau bahan yang digunakan (apa bisa disubsitusi)


2. Modifikasi dalam proses produksi
3. Modifikasi dalam penggunaan peralatan
4. Upaya isolasi dalam proses
5. Aturan kerja (seperti SOP)

F. Pengendalian Dalam Lingkungan Kerja

Pengendalian dalam lingkungan kerja yang dapat dilakukan, seperti :

1. Memasukkan udara segar dan berisi ke dalam lingkungan kerja dan menyedot
udara kotor dari dalam untuk keluar
2. Membuat sistem ventilasi alam yang baik, sehingga tingkat pencemaran
lingkungan kerja dapat di minimalkan
3. Memelihara kebersihan lingkungan kerja

G. Penggunaan Teknologi Pengendalian

Pemasangan peralatan yang digunakan sebagai teknologi pengendalian,


dirasakan yang paling efektif meski biayanya cukup besar. Dalam hal pengunaan
teknologi pengendalian, yang perlu diperhatikan adalah:

14
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

1. Titik operasi pada sumber bahaya


2. Mempunyai efek dalam lingkungan kerja yang mempunyai potensi bahaya
3. Titik pencemaran dimana ada pekerja berada di tempat kerja

H. Efektivitas Pemasangan

Adapun untuk mengetahui efektivitas pemasangan peralatan pengendalian


tersebut, maka yang perlu dilakukan adalah:

1. Pemantauan kadar kondisi lingkungan kerja secara periodik (rutin), adapun


periode waktunya tergantung tingkat bahayanya
2. Pengendalian tingkat pajanan (control of exposure levels)
3. Pendidikan dan latihan untuk selalu memelihara dan meningkatkan
kesadaran akan potensi bahaya lingkungan kerja (training & education)
4. Penerapan manajemen K3 yang efektif
5. Dilakukan oleh tenaga profesional dan kompeten dibidang higiene industri.

I. Pengendalian Aspek Bahaya Kesehatan

1. Pengendalian faktor bahaya kesehatan


Pengendalian ini sebaiknya dengan menjaga dan memelihara kebersihan,
melalui :

a. Pengaturan ketatalaksanarumahtanggaan, yaitu


1) Mengatur tempat kerja/work station

2) Pengaturan alat kerja, kabel listrik

3) Pemusnahan bahan kimia beracun

4) Pemeliharaan alat-alat setelah selesai bekerja

b. Pengawasan aspek medis, yaitu

1) Pemeriksaan kesehatan secara berkala

2) Pemeriksaan kesehatan calon pekerja

3) Pemeriksaan berkala khusus

4) Surveilance epidemiologi

5) Biological monitoring

15
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

J. Latihan

1. Pencemaraan partikel solid di udara yang dihasilkan oleh proses fisik seperti
crushing atau grinding, berupa :
a. Dust
b. Fumes
c. Vapour
d. Mist

2. Informasi potensi bahaya, khususnya faktor kimia, umumnya tidak dilihat dari
a. Referensi dari literature ‘’Proses Industri Kimia’’
b. Informasi sifat dan karakteristik bahan kimia dari MSDS
c. Lama tidaknya perusahaan beroperasi
d. Hasil pengukuran pencemaran udara sesaat

3. Dalam mengevaluasi bahaya kesehatan kerja, yang tidak perlu


dipertimbangkan, karena tidak terlalu berkaitan dengan potensi bahaya,
adalah :
a. Tingkat besar bahaaya yang timbul
b. Bahaya yang bias timbul secara alamiah
c. Lamanya pajanan
d. Kualitas produk yang dihasilkan

4. Pengendalian pencemaran lingkungan kerja pada sumbernya, umumnya


dilakukan dengan…….., kecuali :
a. Modifikasi dalam penggunaan peralatan
b. Penggunaan Alat Pelindung Diri
c. Upaya isolasi dalam proses
d. Subsitusi bahan yang lebih aman

5. Metoda pengendalian bahaya umumnya berdasarkan prinsip dasar :


a. Menurunkan serendah mungkin kadar pencemaran
b. Memasang sejenis tirai/isolasi yang bisa memisahkan pekerja dan
lingkungan kerja tercemar
c. Melengkapi pekerja dengan APD yang sesuai
d. Semua benar

16
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

BAB IV
ALAT PELINDUNG DIRI

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan langkah terakhir dalam


upaya pengendalian bahaya, dalam prakteknya penggunaan alat pelindung tetap
saja digunakan lebih awal dengan berbagai alasan, meskipun belum tentu efisien
karena pada prinsipnya penggunaan asesoris ini akan menimbulkan rasa tidak
nyaman. Sehingga sampai saat ini masih ditekankan bahwa APD sebagai
langkah terakhir, kalau tindakan-tindakan yang lain dirasakan kurang efektif.

Umumnya penggunaan APD tanpa mengacu pada hirarki pengendalian


bahaya, hanya berdasarkan pertimbangan yang kurang konsepsional, seperti :

 Biayanya lebih murah dan mudah diperoleh.


 Secara teknis penggunan dan pengaturannya lebih mudah
 Kurangnya pengetahuan dalam bidang K3.
 Ingin mencari mudahnya saja.
 Dan lain lain untuk mengesahkan penggunaan APD lebih awal.

A. Tujuan Penggunaan Alat Pelindung diri

Dalam hal menggunakan alat pelindung diri di perusahaan, yang bertujuan


untuk mengendalikan pengaruh bahaya lingkungan kerja, yang bisa
mempengaruhi kesehatan tenaga kerja, dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:

1. Menjalankan kebijakan perusahaan dalam penggunaan APD, melalui proses


penyusunan kebijakan tentang APD, sosialisasikan dan komunikasikan serta
melaksanakan penggunaan APD sesuai kebutuhan
2. Memilih APD yang sesuai dengan kebutuhan, melalui proses identifikasi
bahaya yang ada di tempat kerja, memilih dan menyeleksi jenis APD yang
sesuai serta tingkat perlindungan pekerja yang ingin diperoleh
3. Menegakkan disiplin dalam menjalankan peraturan penggunaan APD,
pekerja harus tahu pentingnya penggunaan APD dengan memperhatikan
kapan dan dimana pekerja harus menggunakan APD. Pengawasan yang

17
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

ketat terhadap pelaksanaan peraturan penggunaan APD dan tindakan yang


tegas bagi pekerja yang tidak mentaati peraturan.

B. Pemilihan APD

Sebelum menentukan APD yang akan digunakan, biasanya pemilihan


dilakukan melalui proses :

 Melakukan identifikasi bahaya, melalui pemeriksaan potensi bahaya yang


mendetail
 APD yang akan digunakan harus cocok/sesuai dengan potensi bahaya
spesifik yang ada
 Keuntungan yang diperoleh pekerja yang menggunakan, dengan
memperhatikan tentang kenyamanan selama memakai, dan selektif artinya
hanya pekerja yang betul-betul memerlukan yang harus memakai APD
 Tidak mengganggu/mengurangi penampilan

C. Pengawasan terhadap penggunaan APD

Pengawasan terhadap penggunaan APD adalah merupakan tahapan dalam


program pengendalian bahaya dengan penggunaan APD dengan maksud agar
perlindungan terhadap bahaya kesehatan berjalan efektif, dengan
mempertimbangkan cara-cara sebagai berikut:

1. Pengawasan akan memastikan bahwa pekerja telah memahami, mengerti


dan mampu menggunakan APD dengan baik.
2. Setiap APD harus diperiksa sebelum dan sesudah digunakan,
3. Catatan hasil inspeksi perlu disimpan dengan baik sesuai tanggal
pemeriksaan dalam bentuk tabel.
4. Pengawas dan pekerja harus mengikuti rekomendasi pabrik pada saat
inspeksi,
5. Pengawasan terhadap pemeliharaan dan penggantian suku cadang.

D. Jenis Alat Pelindung Diri

Dikenal beberapa alat pelindung diri yang secara umum digunakan:

a. Pelindung Kepala

18
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

Pelindung Kepala, pekerja perlu digalakan untuk menggunakan kepalanya


untuk berpikir menangkap pengetahuan dan bukan membiarkannya pecah
karena tertimpa benda-benda yang keras dan berat. Pekerja dalam
melaksanakan pekerjaannya mungkin akan mendapatkan cidera akibat
kejatuhan benda (keras dan berat), sehingga perlu mendapatkan
perlindungan yang memadai. Pekerja membutuhkan perlindungan bagian
kepala, seperti pekerjaan penebangan pohon, kontruksi, pembangunan
kapal, pertambangan, konstruksi komunikasi, dan lain lain. Pelindung
kepala ada 2 macam pelindung batok kepala (hard hat) dan pelindung
rambut. Pemeliharaan helmet dilakukan dengan jalan diperiksa apakah ada
bagian yang retak, tidak ada toleransi untuk retak sekecil apapun, hindari
terpapar berlebihan sinar UV, las, bahan kimia dapat memperpendek umur
helmet, tidak baik disimpan dipinggir jendela kendaraan, bisa kena panas
matahari yang akan menurunkan kualitasnya, sebulan sekali sebaiknya
helmet dicuci dengan air yang agak hangat berditerjen sesuai rekomendasi
pabrik, sebelum dipindahtangankan, sebaiknya helmet didesinfeksi, bilas
dengan air hangat  60 C, kecuali helm aluminium suspensi helmet akan
melindungi kepala akibat lenturannya, tali pengaman helmet perlu dijaga
baik, perusahaan harus menyediakan stock untuk penggantian. Helmet
kadang juga diberikan warna sebagai tanda/kode untuk penggunaan,
bagian atau lokasi.

b. Pelindung Mata dan muka,


1) Pelindung Mata, dimaksud untuk melindungi mata dan kepala dari
kecederaan akibat bahaya fisik dan kimia atau radiasi adalah penting,
biaya membeli alat pelindung mata dan kepala sangat kecil
dibandingkan akibat cederanya mata/ kepala, apalagi bila
dibandingkan dengan biaya pengobatan mata dan kepala akibat
cidera. Standar pelindungan mata dan kepala yang dikeluarkan oleh
ANSI (ANSI Z 87.1 – 1989) mengatur standar perlindungan mata
secara detil, disamping mengatur persyaratan yang umum dalam
proses pekerjaan dan pelatihan, standar juga menjelaskan
keterbatasan peralatan. Dalam memilih pelindung mata dengan

19
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

memperhatikan tingkat perlindungan yang dibentuk oleh alat,


kenyamanan pemakainan, kemudahan pemeliharaan, pertimbangkan
model, gaya, dan fleksibilitas, walaupun kurang penting.
Penggunaannya harus dapat memberikan perlindungan maksimal
sesuai tingkat bahaya yang ada, sedangkan pelindung muka harus
dikombinasikan dengan prinsip-prinsip pelindungan mata. Kacamata
pengaman harus cukup besar untuk dapat melindungi mata dan tahan
terhadap panas dan percikan bunga api.

Bagi pekerja yang menggunakan lensa kontak, perlu perhatian khusus


dalam menggunakan APD, yaitu tidak mengganggu dalam
beraktivitas., lensa kontak dapat dipakai pada saat menggunakan alat
pelindung mata, pengguna lensa kontak memiliki pengalaman dan
dapat memutuskan sendiri apakah dia dapat atau tidak menggunakan
lensa kontak di tempat kerjanya, dan yang penting bahwa pengguna
lensa kontak harus patuh kepada keputusan manajemen apabila lensa
kontak tidak diperkenankan.

Kenyamanan dalam pemakaian alat pelindung mata menjadi prioritas


dan sesuai/pas (fit), pekerja dilatih menggunakan peralatan dengan
baik, untuk mendapatkan lapangan pandang yang cukup luas, goggles
harus pas dan sedekat mungkin dengan mata. Bila goggles intens
digunakan, tidak ada salahnya bila disediakan tempat khusus untuk
membersihkan goggles, perlu tissue, material penghilang lemak dan
fog, bila perlu pengguna dapat dilengkapi dengan pembersih goggels
agar tidak menggangu pekerjaannya. Penguapan yang dihasilkan
lingkungan kerja yang dapat menggangu pekerja perlu diantisipasi agar
pekerja tidak terganggu melakukan pekerjaannya.

Pelindung mata yang digunakan untuk pekerjaan pengelasan,


dimaksud melindungi mata yang bisa rusak karena benturan fisik dan
percikan kimia, akibat radiasi maka mata perlu dilindungi dengan alat
khusus yang dapat mengurangi radiasi. Radiasi ultra violet (UV) secara
komulatif dapat merusak kornea dan lensa mata. Untuk pekerjaan
pengelasan telah diproduksi alat/ lensa yang dapat menghambat
20
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

masuknya sinar UV dan infra red (IR) kemata, tahan terhadap percikan
api las dan tidak mudah terbakar, kemampuan lensa dapat menahan
tranmisi UV, IR dan violet laser (VL) yang berlebihan tergantung dari
Shade Number, pekerja las senang menggunakan shade number 1,5
– 3,0 .
2) Pelindung Muka, dipakai untuk melindungi mata secara minimal, alat
pelindung muka dapat melindungi muka dan leher dari material yang
terbang, semburan larutan, percikan material/ larutan panas. Ada 3
macam pelindung muka yang memiliki tali pengikat, yaitu pelindung
muka tanpa pelindung batok kepala, pelindung muka dengan pelindung
batok kepala, pelindung muka dengan pelindung batok kepala dan
dagu. Bila dibutuhkan pelindung muka dapat dilengkapi dengan anti
silau, material yang digunakan untuk pelindung muka merupakan
kombinasi dari kekuatan mekanis, ringan, tidak iritasi terhadap kulit dan
materialnya juga harus tahan terhadap bahan desinfektans, terbuat
dari bahan yang tidak mudah berkarat serta proses terbakarnya lambat.
Alat pelindung muka yang penting antara lain untuk menghadapi
percikan bahan kimia, paparan sinar laser dan proteksi pekerja las
yang terpapar sinar ultra violet dan sinar infra merah.

3) Pelindung telinga, Bising dapat menimbulkan gangguan pendengaran,


kebisingan pada level tertentu yang terus menerus dapat menimbulkan
gangguan pada frekuensi 4000 – 6000 Hz, bila berlanjut ke frekuensi
yang lebih rendah, memberikan kontribusi pada penurunan
pendengaran ( seperti : besarnya intensitas suara, frekuensi paparan
bising, lamanya paparan bising, bekerja terus menerus pada
kebisingan diatas NAB dan lain lain misalnya susceptibility
perorangan), Negara maju dewasa ini telah menyelenggarakan
program pelindungan pendengaran (Hearing Lost Protection Program
- HLLP). Sebelum menetapkan penggunaan alat pelindung telinga
manajemen perlu melakukan penilaian kebisingan seperti
mendapatkan fakta-fakta paparan individual, mengidentifikasi daerah
bising yang perlu dikendalikan. menentukan prioritas upaya

21
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

pengendalian kebisingan, mendapatkan data lingkungan kerja,


mengumpulkan dokumentasi untuk memenuhi perundangan dan
asuransi, menyediakan data dasar untuk kepentingan analisis sebab
akibat dan menyiapkan referensi untuk pemecahan masalah akibat
keluhan pekerja dan masyarakat sekitar.

Penyeleksian alat pelindung telinga, untuk menjamin alat dimaksud


mempunyai kemampuan untuk mengurangi intensitas suara pada
frekuensi yang berbeda-beda, bila kita dapat membedakan tingkat
bising dalam frekuensi, kita akan dapat memilih alat dengan spesifikasi
yang lebih tepat. Tabel Noise Reduction Rate (NRR) mengindikasikan
berapa besarnya pengurangan intensitas alat tersebut. NRR perlu
dipertimbangkan, karena NRR berasal dari percobaan di
laboratorium, kondisi pemakaian alat di lapangan tidak sebaik
dipercobaan, frekuensi kebisingan tidak akan berbanding lurus dengan
tingkat spektrum kebisingan. Jadi NRR dinilai sebagai hasil yang
kurang dari yang sesungguhnya.

Alat pelindung telinga dibagi 4 (empat) jenis berdasarkaan model dan


kegunaannya :
a) Enclusure (helmet), alat pelindung yang menutupi seluruh kepala
seperti helmet pilot astronot, suara diredam maksimal, sehingga
suara akan ditahan oleh helmet yang menutupi kepala khususnya
yang berhubungan dengan telinga. Alat ini terbuat dari bahan yang
sangat kedap dan dapat meredam suara, baik yang berfrekuensi
tinggi maupun rendah
b) Aural (Ear Plug/ Insert), ada 3 macam alat model ini, yaitu formable,
earplug dapat dibentuk sesuai bentuk saluran telinga, hanya dapat
digunakan sekali kemudian dibuang, Costum model dibuat secara
individu sesuai dengan kebutuhan pemakai, dan mallet dibuat dari
karet yang lembut harus fit untuk semua orang. Sebagian orang
merasa tidak nyaman menggunakan alat ini karena ketidak
serasian bentuknya. Sebelum menentukan ear insert yang akan
digunakan, pekerja diperiksa dan dilatih cara pemakaiannya

22
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

seperti lubang telinga pekerja diperiksa untuk mengetahui adanya


ketidak normalan dan ketidakteraturan, pekerja dilatih dengan baik
tentang cara menggunakan alat secara tepat dan dididik tentang
higiene perorang-an serta teknik menggunakan alat.
c) Superaural (Canal Caps), alat ini terbuat dari bahan lembut namun
menahan tekanan bising dan perlindungannya sangat tergantung
pada kemampuan menutup saluran telinga.
d) Circumaural (Ear Muffs), alat ini menutupi seluruh telinga bagian
luar. dilengkapi dengan bahan penahan bising, ukuran/bentuk
kepala sering mempengaruhi kemampuan ear muff. Penggunaan
APD lain (helmet, kaca mata pengaman) dapat mempengaruhi
kinerja ear muff. Sedangkan untuk mengurangi kebocoran,
digunakan ear plug dan ear muff secara bersamaan.

c. Alat pelindung telinga dalam memilih alat yang sesuai, harus


memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Ketika memilih alat pelindung telinga perlu diperhitungkan tempat
dimana pekerja harus menggunakannya,
2) Bila pekerja harus mengunakan ear muff pada daerah berbahaya
seperti di sekitar kabel listrik tegangan tinggi maka ear muff yang
digunakan harus yang tidak menghantar listrik.
3) Seberapa sering pekerja menggunakan alat pelindung telinga, 1 kali
sehari, 1 kali seminggu atau tidak menentu, maka penggunaan ear
plug akan lebih baik,
4) Bila waktu paparan lebih lama, peng- gunaan ear muff sangat
dianjurkan.
5) Jika paparan bising intermitten, penggunaan ear muff akan lebih
sesuai, mudah dan praktis dari pada earplug.

d. Pelindung saluran pernafasan, alat lni pada dasarnya ada 2 jenis, yaitu
1) Jenis alat pelindung pernafasaan ada dua,
a) Jenis alat pelindung yang dilengkapi dengan suplai udara,
dimana suplai udara dapat disediakan langsung dengan

23
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

menggunakan tabung, tetapi dapat juga menggunakan pipa


penghubung yang menyediakan udara segar dari luar
b) Alat pelindung yang dilengkapi dengan alat pembersih udara
dimana menggunakan kelengkapan pembersih udara berupa
cartridge atau filter, yang dapat menangkap bahan pencemar.

2) Jenis alat pelindung saluran pernafasan, yang umumnya digunakan


memiliki beberapa jenis, yaitu
a) Respirator Jenis Cartridge, yang terdiri dari 2 jenis, yaitu jenis
kesatu: half mask (masker setengah muka), dimana alat ini
dilarang digunakan pada daerah beracun dengan kadar oksigen
rendah dan semua cartridge yang digunakan harus disesuaikan
dengan jenis racun yang beredar. Half mask tidak cocok untuk
pekerjaan penyelamatan atau pekerjaan didalam ruang
tertutup, bila konsentrasi gas tidak diketahui atau tidak boleh
melebihi 0,1% dari MAC. Didalam tangki atau ruang tertutup
dimana kadar Oksigen 16% atau lebih rendah. Filter yang hanya
dapat digunakan untuk gas yang diperuntukkannya.

Sedangkan jenis kedua : respirator dan hood, alat ini menutupi


hampir semua bagian atas tubuh sehingga melindungi juga
bagian mata dan kepala, dimana digunakan untuk periode yang
singkat didaerah yang konsentrasi fumes rendah.

b) Distance natural breathing respiratory, merupakan full face


respirator, bernafas biasa, menggunakan pipa elastis
berhubungan dengan udara luar (jarak kurang dari 30 feet),
diameter pipa yang cukup lebar dan udara dari luar masuk
kedaerah per-nafasan sejalan aktivitas pernafasan

c) Canister gas Maskfull face piece, dimana gas mask melewatkan


bahan pencemar melalu canister yang bereaksi dan menangkap
bahan pencemar, melindunginya dari oxygen deficency.
Perlindungan saluran pernafasan tergantung pada jenis canister,
konsentrasi gas, dan aktifitas pemakai, bila terjadi peningkatan

24
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

temperatur canister menunjukkan bahwa canister bekerja dengan


baik. Gas mask tidak boleh digunakan pada pekerjaan
penyelamatan atau pada ruang tertutup, kondisi dimana
konsentrasi gas tidak diketahui secara pasti (gas beracun jauh
melebihi NAB), tanki dengan kadar oksigen 16% atau kurang.
Pada keadaan demikian sebaiknya digunakan SCBA (Self
Contained Breathing Aparatus) dan menggunakan canister
sesuai gas yang diperuntukannya

3) Supplied air equipment


a) Hoods, alat ini berguna untuk mengatasi bahan kimia, debu, debu
metal, abrassive. Respirator hood disuplai dengan udara
bertekanan, juga melindungi kepala dan mata, sehingga Ideal
untuk tempat kerja yang terkontaminasi ringan, tetapi tidak
dianjurkan untuk situasi gas yang sangat beracun.
b) Half face piece, alat jenis ini dianjurkan jika memang tidak
diperlukan perlindungan secara khusus untuk kepala dan mata.
c) Full Face piece, alat ini benar-benar melindungi bagian
pernafasan dari bahan bahan berbahaya karena menutupi semua
bagian muka dari kepala.

4) Self Contained Breathing Apparatus (SCBA)


Self Contained Breathing Apparatus (SCBA), yaitu alat yang dapat
melindungi tubuh dari udara tercemar, dan dari kemungkinan
penurunan oksigen, sesuai pada tingkat hazards yang cukup tinggi,
dan dicurigai adanya deficiency oxygen.

Dalam memilih alat pelindung pernafasan, ada hal-hal yang perlu


diperhatikan, antara lain :
a) Keadaan alamiah hazards/ bahan pencemar diudara.
b) Kadar hazards di udara atau konsentrasi bahan pencemar.
c) Besarnya aktifitas pekerjaan dari pengguna alat pelindung.
d) Keterbatasan dan umur (masa pakai)
e) Melindungi maksimal waktu kerja,tidak mengganggu aktifitas.
25
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

f) Tidak menyebabkan pekerja malas menggunakan alat


pelindung.
g) Melindungi berbagai jenis hazards dengan menukar filter/
cartridgenya.
h) Mudah menggunakannya dan menyimpannya.
i) Harga yang relatif murah, mudah diperoleh dan memeliharanya.
j) Keterbatasannya dapat langsung merusak tubuh, absorpsi lewat
kulit, merusak jaringan kulit,
k) Suplai udara sebaiknya dalam jumlah tetap 5-7 feetcubic/menit.

e. Pelindung Tangan
Perlindungan tangan perlu mendapat perhatian khusus, mengingat
hampir semua pekerjaan selalu menggunakan tangan, untuk itu tangan
perlu dilindungi dari kemungkinan cedera. Alat yang biasa digunakan
untuk melindungi tangan adalah sarung tangan. Material yang digunakan
untuk alat ini tergantung pada bahan yang ditangani. Untuk pekerjaan
yang ringan sarung tangan cukup dari katun atau canvas sedang untuk
pekerjaan kasar yang bisa merusak kulit, pakai sarung tangan kulit,
dilapisi metal tipis, dilapisi neoprene (plastik), latex, dan nitril. Perlu juga
dilakukan pengetesan penetrasi bahan kimia dilakukan untuk
menghindarkan rembesan bahan kimia pada sarung tangan. Permukaan
sarung tangan dapat dilapisi karet untuk menguatkan cengkeraman (tidak
licin). Apabila ada pekerjaan yang tidak memerlukan sarung tangan yang
lengkap, dapat menggunakan sarung tangan yang hanya melindungi
sebagian jari-jari sesuai kebutuhan. Sarung tangan keselamatan tersedia
dalam berbagai kebutuhan pemakaian dan ukuran, maka perlu
pertimbangan pemilihan sarung tangan yang sesuai. Untuk perlindungan
panas/abrasive, penutup tangan akan lebih berguna, penutup tangan
harus terbuat dari wool atau fiber glass, kulit dapat di gunakan tapi tidak
tahan suhu diatas 65ºC, tetapi alat penutup tangan tidak cocok digunakan
untuk pekerja yang mengoprasikan mesin yang berputar, bisa terjepit.

f. Pelindung Kaki

26
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

Berbagai pelindung kaki umumnya berupa sepatu pelindung atau biasa


dikenal dengan sepatu keselamatan (sepatu pelindung – Protective foot
wear atau safety shoes) telah di standardisasi oleh ANSI

Sepatu pelindung secara umum dapat dibagi dalam beberapa kelompok :


1) Sepatu Pelindung Arus Listrik Konduksi (Conductive Shoes), yaitu
sepatu pelindung arus listrik konduksi berbentuk sepatu
keselamatan, boots atau sepatu dengan lars tinggi yang dapat
menahan arus listrik statis. Sepatu yang tidak dilengkapi pelindung
besi dapat mengurangi paparan listrik. Untuk menjamin efektifitas
perlindungan dilakukan pengetesan awal periodik terutama
dilakukan untuk menghindarkan sambungan arus listrik konduksi.
Sepatu ini banyak digunakan didaerah berbahaya dimana lantainya
sudah diberi grounding. Juga digunakan pada saat pembersihan
tangki yang mengandung gasoline atau volatile organic compounds
yang mudah terbakar,
2) Sepatu pelindung untuk pekerjaan foundry (Foundry Shoes),
sepatu ini digunakan di pabrik pengecoran metal, pekerja
kemungkinan mendapatkan percikan metal panas. Sepatu ini
dilengkapi dengan fastener yang dengan mudah dilepaskan pada
keadaan darurat, dan bagian atas sepatu diberi lapisan pengaman
yang dapat menghambat percikan metal panas mengenai sepatu.
3) Sepatu Pelindung Bahaya Listrik, sepatu ini didisain untuk
mengurangi bahaya kontak dengan arus listrik, maka dalam
penggunaannya apabila sepatu basah atau dalam kondisi yang tidak
baik dapat mencelakakan pemakai, oleh karena itu perlu di cek
secara teratur.
4) Sepatu Pelindung Khusus, sepatu ini yang melindungi dari tusukan
paku, yang kecil kemungkinannya terkena sengatan aliran listrik.
Sepatu khusus ini perlu dibuat yang berinsulator tinggi sehingga
tidak boleh diperbaiki dengan memakunya. Sedangkan untuk
pekerjaan dengan kondisi basah, maka sepatu kulit yang dilapisi

27
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

kayu/ plastik sangat efektif, tidak mudah terpleset, melindungi dari


tusukan paku,

g. Pelindung Tubuh
Alat ini dibuat untuk melindungi dari pekerjaan yang mempunyai risiko
jatuh, dimana pada saat-saat tertentu pekerja harus melakukan pekerjaan
dari tempat ketinggian, pekerja dapat bekerja secara pasif dan juga aktif,
sehingga kemungkinan jatuh dapat terjadi pada saat yang tidak terduga.

Sistem perlindungan secara pasif biasanya menggunakan jaring


pengaman, merupakan pelindung yang vital secara pasif. Dapat
dilakukan dengan pemasangan jaring pengaman di tempatkan sebagai
pelindung dibawah atau disekitar tempat kerja, apabila pekerja jatuh maka
jaring langsung menangkap pekerja jadi pekerja tidak secara langsung
menggunakan pelindung ini. Sekali jaring pengaman dipasang, jaring
tersebut akan melindungi pekerja cedera akibat jatuh.
1) Jenis Jaring Pengaman
Umumnya dikenal 2 (dua) jenis jaring pengaman yaitu :
a) Jaring pengaman perorangan (individual net), dimana jaring
pengaman perorangan dipasang untuk pekerjaan ditempat
ketinggian seperti pekerjaan kontruksi jembatan atau proyek
kontruksi yang berjangka lama, menurut OSHA jaring di pasang
pada ketinggian  8 m, atau dipasang  8m dari permukaan
tempat bekerja, alat ini dipasang bila alat pelindung lainnya tidak
praktis digunakan. Keuntungannya dari pemasangan alat ini tidak
memerlukan latihan pekerja, dan sekali jaring di pasang maka ia
akan tetap berada disana dalam waktu yang lama. Besarnya
jaring pengaman tidak lebih dari 6 x 6 inch, harus memenuhi
standar kwalitas yang berlaku. Sebelum digunakan jaring di tes
dengan benda yang dijatuhkan seberat 400 lb pada ketinggian 8m
(harus tidak ada jaring yang putus). Apabila konstruksi bertambah
tinggi maka jaring harus naik menyesuaikan menjadi tidak lebih
dari 8 m. Yang perlu diperhatikan apabila menggunakan jaring
pengaman perorangan perlu di tulis dilabel jaring, seperti nama

28
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

pabrik, identitas material, tanggal pembuatan, tanggal tes nama


lembaga yang melakukan tes.

b) Jaring pengaman debris (alat atau serpihan benda), alat ini di


disain untuk menangkap jatuhnya benda seperti peralatan, benda
asing, batu dan serpihan benda lain yang bisa membahayakan
pekerja/ pejalan kaki yang ada di bawahnya, kekuatan dan ukuran
jaring harus cukup memadai untuk menangkap benda yang
disebutkan tadi, Jaring pengaman yang layak digunakan
berukuran 1/4 - 1/3 inch untuk menangkap benda-benda yang
besar dan kuat. Dapat dipasang kombinasi antara jaring
perorangan dan debris secara bersama-sama dimana jaring-
jaring perorangan diatas jaring debris.
2) Sistem perlindungan jatuh secara aktif, sistem ini terdiri dari
komponen dan sistem yang membutuhkan manipulasi oleh pekerja,
agar berjalan efektif sistem ini dilengkapi dengan tali pinggang
pengaman, harness, lanyard dan tali penggantung. Pekerja harus
aktif menghubungkan tali pengaman dengan tali penggantung

Sistem perlindungan secara aktif ini terdiri dari :

1) Anchorage point (Titik tempat bergantung), dimana masalah kritis


perlindungan jatuh secara aktif, adalah posisi yang bebas saat
jatuh/tetap terikat, diwajibkan setiap pekerja dan pengawas wajib
menganalisa semua bahaya dibawah tempat kerja pada titik jatuh
agar tidak membentur benda didekatnya.

2) Lanyard, yang berupa Tali pendek yang fleksible (tali pengaman)


yang menghubungkan pekerja dengan penggantung, pengguna
dapat melakukan pekerjaannya secara lateral, dan harus dapat
mengetahui jarak jatuhnya secara bebas tanpa menghadapi
benturan yang berarti.

3) Safety belt (Tali Keselamatan Pinggang), yang berupa Tali


pinggang keselamatan melekat pada pinggang dan dihubungkan
dengan tali pengaman (lanyard), bagian belakang disangkutkan

29
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

pada sangkutan yang aman. Tetapi ada keterbatasan, terutama


pada saat jatuh akan menghentak pinggang, dan jarak jatuh
bebas, panjang tali pengaman tidak lebih dari 6 feet.

4) Full Body Harness (sabuk tubuh), yang berupa tali pengaman


tubuh ini mengikat 3 bagian tubuh, yaitu dada, pinggang dan
panggul secara terpadu, seluruh badan terikat secara
keseluruhan, tali pengaman tubuh akan mendistribusikan
hentakan keseluruh bagian tubuh, jarak jatuh tidak boleh lebih
dari 6 feet. Sehingga pada ketinggian tersebut tubuh tidak akan
cedera.

5) Retracting Lifeline Devices, ini berupa alat bantu keselamatan ini


Fix pada penggantung di atas daerah kerja, ia bekerja secara
otomatis pada tali penggantung, bagian ujung tali pengaman yang
elastis dilekatkan langsung pada tubuh dengan harnesses
sehingga saat jatuh tali akan otomatis terjepit pada kunci
sentrifugal, tali penggantung dapat digunakan mulai dari panjang
6 feet sampai bisa mencapai 300 feet, penggantung harus
mampu menahan berat benda yang akan menggantung dan tali
penggantung semacam ini cocok untuk pekerjaan yang terjal atau
kemiringan misalnya di atas atap.

6) Horizontal Lifelines (tali penggantung horizontal), ini berupa


Lifelines digantungkan pada tali penggantung horizontal yang
diikatkan pada 2 titik tetap,tali/kabel penggantung akan
merupakan tempat bergantung pekerja pada saat jatuh, lanyard
akan bergerak sepanjang tali atau kabel penggantung tadi.

Faktor-faktor penting yang perlu mendapat perhatian seperti


Kelenturan tali atau kabel penggantung, kekuatan kabel penggantung
dapat menahan berat sampai 250 kg, pada setiap jarak 20 - 50 feet
di topang oleh penyangga kabel, kekuatan lenturan sebaiknya 2 kali
dari beban yang akan diterimanya dan jika menggunakan lanyard

30
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

maka kabel penggantung tidak lebih tinggi dari 78 inchi dengan titik
terendah 42 inchi dibagian tengah.

1) Tali penggantung vertikal/ Vertical lifelines (drop line), Drop line


adalah tali/kabel penggantung yang vertical yang digantungkan
dengan baik di samping daerah kerja. Lanyard digantungkan
pada tali/kabel penggantung yang vertical dengan centrifugal
lock, sedangkan drop line sebaikya menggunakan tali/ kabel
penggantung berdiameter 5/8 inchi dan terbuat dari bahan nylon
atau polyester atau 5/16 inchi dari tali baja (sling) yang dapat
menahan beban sampai 2.700 kg. Tali/kabel penggantung tebuat
dari baja digunakan bila pekerjaan menimbulkan bunga/percikan
api/bekerja dengan suhu tinggi, sedangkan peralatan digunakan
untuk pekerjaan yang tinggi seperti mengerjakan cerobong/tower.

2) Hardware Conector (perangkat penyambung), berupa perangkat


keras penyambung bolts, shackles, D-rings, snap looks, Metal
links dihubungkan dengan lanyard ke lifeline. Selanjutnya semua
perangkat keras penyambung perlu diperiksa secara berkala agar
tetap andal, adapun alat ini rata-rata dapat menahan beban
sampai 2.000 kg.

3) Fall Arester And Shock Absorbers ( Penahan jatuh & pengaman


hentakan), pengaman jatuh ini tersedia dalam beberapa ukuran
dan jenis, semua penahan jatuh memanfaatkan friksi yang dapat
mengerem proses jatuh bertahap, adapun alat ini tidak perlu
digunakan bila tidak jatuh agar tidak menimbukan hentakan dan
shock absorber akan menahan hentakan agar tidak cedera.
3) Sistem penahan jatuh, sistem ini tidak hanya menghentikan jatuh
tetapi meyakinkan pemakai tidak cedera. Sistem penahan jatuh
merupakan bagian yang terdiri dari titik pengantung yang bebas,
vertical lifeline atau dropline, penahan jatuh, harnesses (tali pinggang
pengaman), lanyard, shock absorbers dan hardware.

31
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

Faktor yang perlu dipertimbangkan antara lain Ketinggian dimana


pekerja akan melakukan pekerjaannya, analisa aspek K3 tempat kerja
, pekerja yang bergerak secara vertikal berbeda dengan cara
horizontal, lamanya kerja, pengaman sistem bantuan, kerja ditempat
basah/kering, jumlah pekerja dan faktor lingkungan kerja.

4) Pemeliharaan dan pemeriksaan peralatan pelindung jatuh, untuk


menjamin agar peralatan dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan,
maka pemeliharaan dan pemeriksaan peralatan dilakukan seperti
prosedur pemeliharaan dan pemeriksaan peralatan lainnya,
pekerjaan pemeliharaan ini merupakan pekerjaan yang rutin agar
peralatan tersebut salalu dalam keadaan baik. Pekerja perlu dilatih
untuk mengetahui cara-cara pemeliharaan peralatan, termasuk
memahami cara-cara mengetes peralatan dari kerusakan alat dan
peralatan perlu dibersihkan secara teratur agar peralatan dalam
kondisi siap pakai. Membersihkan peralatan dengan air sabun
merupakan cara terbaik, bilas dengan air bersih dan keringkan, tidak
ada sinar UV, label harus tetap pada setiap peralatan dan jangan
gunakan larutan kimia untuk membersihkan karena akan merusak
peralatan, juga Minyak dapat mempengaruhi kinerja peralatan . Bila
peralatan dikotori oleh minyak atau cat dapat digunakan alkohol atau
trichlorethane, dan perlu diingatkan jangan sampai membuka bagian
yang merupakan perlengkapan dari peralatan jika tidak mempunyai
ketrampilan yang memadai. Penggunaan suku cadang dilakukan
sesuai penjelasan pabrik, dan pengetesan ulang setelah jangka waktu
tertentu perlu dilakukan oleh pabrik.

5) Penyimpanan, juga perlu mendapat perhatian dimana penyimpanan


pada tempat yang terhindar dari sinar UV, ditempat yang dingin/kering
dan bila terjadi perubahan warna, berarti alat telah terpapar sinar UV.
Semua peralatan perlu diperiksa secara teratur/diberi tanggal
pemeriksaan dan perhatikan waktu pemakaian suku cadang,
sehingga akan diketahui, suku cadang yang perlu diganti pada waktu-
waktu tertentu.

32
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

6) Sistem penyelamatan, dimaksudkan untuk mencegah agar


kecelakaan karena jatuh dari ketinggian yang merupakan momen
kritis dapat dihindari, untuk itu perusahaan harus mengembangkan,
menerapkan prosedur kerja yang berkelanjutan untuk mencegah
terjadinya insiden. Sistem penyelamatan dibagi dua, yaitu yang
pertama penyelamatan diatas permukaan tanah, seperti peralatan
keselamatan permanen dipasang sesuai kebutuhan tempat kerja, dan
juga perlu dikembangkan prosedur keselamatan bagi pekerja di atas
permukaan tanah. Dan yang kedua penyelamatan dibawah
permukaan tanah, seperti penyelamatan dibawah permukaan tanah
sama dengan ruang tertutup dimana bagian terbuka sangat kecil
sirkulasi udara yang masuk ruangan tertutup sangat kecil’ untuk itu
perlu di antisipasi, kekurangan O2 akan menjadi masalah utama
ruangan tertutup, dimana lebih dari 10 ft kekurangan O2 sudah terasa,
untuk itu prosedur penggunaan perlu di buat seperti halnya pekerja di
atas permukaan tanah.

h. Pakaian kerja khusus


Pakaian kerja khusus dimaksud untuk melindungi paparan bahaya
kesehatan kerja radiasi panas yang ekstrim, metal yang meleleh, bahan
kimia berbahaya, pakaian pelindung untuk pekerja khusus perlu
disiapkan, sedangkan jenisnya tergantung dari kondisi yang berkaitan
potensi bahaya yang ada.
1) Perlindungan terhadap panas dan metal panas, yang banyak
dijumpai adalah pakaian dari kulit banyak digunakan untuk
melindungi dari hawa dan percikan metal panas, dapat juga
melindungi dari sinar UV dan IR dan untuk jilatan api misalnya
pekerja welding, harus terbuat dari bahan yang tahan api atau
panas. Pada saat memilih APD, pertimbangkan bahwa alat dapat
memberikan perlindungan terhadap tekanan panas, sedang pekerja
yang menggunakan SCBA cenderung berpotensi mendapatkan
tekanan panas. Untuk pekerjaan yang memungkinkan, perlu
diberikan waktu istirahat secara periodik sesuai dengan “maximum

33
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

allowable exposure time”. Fibreglass sebagai pengganti asbes yang


sudah mulai dikurangi pemakaiannya, banyak digunakan sebagai
bahan untuk pakaian khusus seperti apron.

2) Pakaian pelindung berlapis alumunium, pakaian ini digunakan oleh


pekerja terpapar panas yang ekstrim sampai 2.000º F fire fighting.
foundry dan lain-lain, sehingga pakaian dengan pelapis alumunium
sangat bermanfaat.

3) Pakaian kerja pelindung jilatan api, pakaian kerja dari katun dapat
dilindungi dari jilatan api dengan menggunakan flame proofing, yang
flame proofing akan melapisi pakaian kerja setelah pencucian,
dimana akan menjadikan pakaian lebih tahan api, akan menjadi
lebih berat dan kaku. Sedangkan penggunaan moda crylic membuat
pakaian menjadi tahan api permanen.

4) Pakaian anti tembus, digunakan untuk perlindungan debu, uap,


moisture, atau cairan yang korosif, pilih material yang tidak ditembus
oleh kontaminan tersebut, sedangkan pemilihannya sangat
tergantung pada bahaya yang akan timbul. Bahannya dapat terbuat
dari lapisan karet, plastik, metal, fiber, atau campurannya, apabila
harus menggunakan sarung tangan, maka alat ini harus cukup
panjang agar tidak ada celah antara pakaian dan sarung tangan.
Selanjutnya untuk menjamin efektifitas penggunaan, maka perlu
inspeksi dan pengetesan secara teratur, dan yang perlu diperhatikan
bahwa alat pelindung harus siap bila diperlukan, jenis dan jumlah
harus sesuai kebutuhan

5) Pakaian pada cuaca dingin, khusus di negara bermusim dingin


pakaian khusus untuk itu telah banyak disiapkan dipasaran, pakaian
ini dapat mencegah gangguan kesehatan karena pajanan pada
kondisi udara dingin. Sedangkan di Indonesia pakaian ini digunakan
seseorang yang bekerja di tempat kerja seperti di cold storage,
tempat pengawetan ikan.

34
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

6) Pakaian khusus, para ahli telah membuat pakaian khusus untuk


pekerjaan berbahaya, yang tidak dapat menggunakan pakaian
pelindung yang biasa, adapun pakaian khusus tersebut antara lain :
1) Pakaian untuk pengawasan malam hari yang gelap, (pekerja
kontruksi, polisi) menggunakan warna mencolok dan memantul
(Scot light).
2) Pakaian pelindung disposible terbuat dari campuran kertas dan
plastik untuk paparan rendah dari radiasi nuklir pada pabrik
elektronik.
3) Pakaian anti lead terbuat dari lead glass fiber, leaded rubber,
leaded plastik untuk pekerja laboratorium atau yang terpapar
radiasi sinar-X.
4) Pakaian pelindung radiasi elektromagnetik yang memberikan
yang menimbulkan effek biologi.
5) Pakaian konduktif untuk pekerja yang bekerja pada aliran listrik
tegangan tinggi,

Membersihkan pakaian kerja, perlu mendapat perhatian, yang paling


mudah adalah mengikuti rekomendasi dari pabrik pembuatnya.
Penggunaan air panas untuk membilas biasanya akan merusak properti
dari pabrik dan menghilangkan daya tahan terhadap api, sedangkan
penggunaan chlorine bleach akan menghilangkan kemampuan tahan api
dari pakaian kerja.

E. Lain-lain

Peraturan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi Nomor 8/MEN/VII/2010


tentang alat pelindung diri menyatakan bahwa pengurus wajib menyediakan alat
pelindung diri bagi pekerja/buruh di tempat kerja yang sesuaidengan Standar
Nasional Indonesia (SNI) atau standar yang berlaku dan harus diberikan secara
cuma-cuma. Selain itu pengurus wajib mengumumkan secara tertulis dan
memasang rambu-rambu mengenai kewajiban penggunaan APD di tempat kerja
serta wajib melaksanakan manajemen APD.

35
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

Ada hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk menjaga efektifitas dalam
penggunaan APD :

1. Penggantian APD
Beberapa pertimbangan dan alasan dalam memperbarui (upgrade) APD,
antara lain:
1) Ditemukan ada peningkatan bahaya yang bisa ditimbul
2) Pindah lokasi kerja, dimana waktu pemajanan bertambah
3) Permintaan dari pekerja dengan alasan tertentu

2. Pengurangan penggunaan APD


Beberapa pertimbangan dan alasan dalam menurunkan penggunaan
(downgrade) APD, antara lain:
1) Ditemukan penurunan potensi bahaya
2) Pindah lokasi kerja, dimana potensi bahaya menurun, karena waktu
pemajanan berkurang

3. Pemilihan kualitas APD


Sedangkan kualifikasi APD harus memenuhi persyaratan, seperti :
1) Tahan lama, sehingga efisien dalam penggunaannya
2) Ringan, tidak terlalu membebani pemakai
3) Tahan benturan, tidak mudah rusak
4) Tahan panas
5) Mudah dibersihkan dalam pemeliharaannya

F. Latihan

1. Penggunaan APD yang dianjurkan, didasarkan pada pertimbangan:


a. Harga murah dan mudah diperoleh
b. Teknis penggunaannya mudah
c. Alternatif terakhir, bila pengendalian yang lain tidak memadai/efektif
d. Ingin mencari mudahnya saja
e. Langsung diwajibkan menggunakan APD, tanpa mempertimbangkan
hirarki pengendalian

2. Penggunaan APD tidak akan efektif, bila dilakukan dengan:

36
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

a. Alat dengan harga mahal dan penampilan yang menarik


b. Pengawasan untuk memastikan bahwa pekerja memahami maksud
penggunaan APD
c. Setiap APD harus diperiksa sebelum dan sesudah digunakan
d. Cara penggunaannya mengikuti rekomendasi dari pabrik
e. Pemeliharaan kondisi APD secara umum dilakukan secara periodik

3. Yang dimaksud APD pelindung kepala, dapat melindungi bagian organ


seperti:
a. Kepala
b. Muka
c. Mata
d. Telinga
e. Hidung

4. Dalam memilih alat pelindung telinga, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
…., kecuali:
a. Lokasi kerja dimaka alat tersebut digunakan
b. Harga murah dan nyaman dipakai
c. Seberapa sering alat digunakan
d. Waktu paparan yang lama
e. Waktu paparan bising intermitten

5. Dalam memilih kualitas APD, hal-hal yang harus perhatikan adalah……


kecuali:
a. Tahan lama dan efisien dalam penggunaanya
b. Ringan, sehingga tidak terlalu membebani pemakai
c. Sederhana dan mudah didapat
d. Tahan benturan dan panas, sehingga tidak mudah rusak
e. Mudah pemeliharaannya

37
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

BAB V
SANITASI INDUSTRI

Sanitasi industri adalah serangkaian praktek yang dirancang untuk


melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja di lingkungan industri, selain
untuk melindungi lingkungan alam dari pencemaran dan polusi. Pada
pembahasan modul ini, sanitasi industri dibatasi empat lingkup, yaitu bangunan
tempat kerja, fasilitas kebersihan, kebutuhan udara, dan tata laksana
kerumahtanggaan.

A. Bangunan Tempat Kerja

Penerapan higiene dan sanitasi pada setiap bangunan tempat kerja meliputi
:

a. Halaman
b. Gedung
c. Bangunan bawah tanah

Berikut penjelasan tentang penerapan higiene dan sanitasi yang meliputi


halaman, gedung dan bangunan bawah tanah.

1. Persyaratan halaman
Halaman yang dimaksud harus :
a. Bersih, tertata rapi, rata, dan tidak becek
b. Cukup luas untuk lalu lintas orang dan barang

Jika terdapat saluran air pembuangan pada halaman, maka saluran air harus
tertutup dan terbuat dari bahan yang cukup kuat serta air buangan harus
mengalir dan tidak boleh tergenang.

2. Persyaratan gedung
Penerapan Higiene dan Sanitasi pada gedung meliputi :
a. Dinding dan langit langit
b. Atap
c. Lantai

38
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

Penerapan higiene dan sanitasi dilakukan untuk memastikan gedung dalam


kondisi :
a. Terpelihara dan bersih
b. Kuat dan kokoh strukturnya
c. Cukup luas sehingga memberikan ruang gerak paling sedikit 2 (dua)
meter persegi per orang

Persyaratan dinding dan langit langit :


1. Kering atau tidak lembab
2. Dicat dan atau mudah dibersihkan
3. Dilakukan pengecatan ulang paling sedikit 5 (lima) tahun sekali
4. Dibersihkan paling sedikit 1 (satu) kali setahun

Persyaratan lantai :
1. Terbuat dari bahan yang keras, tahan air, dan tahan dari bahan kimia
yang merusak
2. Datar, tidak licin dan mudah dibersihkan
3. Dibersihkan secara teratur

Persyaratan atap :
1. Mampu memberikan perlindungan dari panas matahari dan hujan
2. Tidak bocor, tidak berlubang dan tidak berjamur

3. Persyaratan bangunan bawah tanah


Penerapan Higiene dan Sanitasi pada bangunan bawah tanah dilakukan
untuk memastikan bangunan bawah tanah :
a. Mempunyai struktur yang kuat
b. Mempunyai sistem ventilasi udara
c. Mempunyai sumber pencahayaan
d. Mempunyai saluran pembuangan air yang mengalir dengan baik
e. Bersih dan terawat dengan baik

Dalam hal bangunan bawah tanah merupakan ruang terbatas, penerapan


Higiene dan Sanitasi dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Maka dalam hal ini segala aturan yang terkait dengan ruang
terbatas mengikuti peraturan yang berlaku.

39
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

B. Fasilitas Kebersihan

Fasilitas Kebersihan harus disediakan pada setiap tempat kerja. Fasilitas


kebersihan paling sedikit meliputi :

a. Toilet dan kelengkapannya


b. Loker dan ruang ganti pakaian
c. Tempat sampah dan peralatan kebersihan

Berikut penjelasan tentang fasilitas kebersihan yang meliputi Toilet dan


kelengkapannya, Loker dan ruang ganti pakaian, Tempat sampah dan Peralatan
kebersihan.

1. Persyaratan Toilet dan kelengkapannya


Persyaratan toilet, toilet harus :
a. Bersih dan tidak menimbulkan bau
b. Tidak ada lalat, nyamuk,atau serangga yang lainnya
c. Tersedia saluran pembuangan air yang mengalir dengan baik
d. Tersedia air bersih
e. Dilengkapi dengan pintu
f. Memiliki penerangan yang cukup
g. Memiliki sirkulasi udara yang baik
h. Dibersihkan setiap hari secara periodik
i. Dapat digunakan selama jam kerja

Kelengkapan fasilitas toilet paling sedikit meliputi :


a. Jamban
b. Air bersih yang cukup
c. Alat pembilas
d. Tempat sampah
e. Tempat cuci tangan
f. Sabun
Penempatan toilet harus terpisah antara laki laki, perempuan dan penyandang
cacat (disabelitas), serta diberikan tanda yang jelas.

40
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

Bagi perusahaan yang menyediakan fasilitas tempat mandi maka pesyaratan


tempat mandi harus sesuai dengan persyaratan dan kelengkapan fasilitas
toilet.

Untuk menjamin kecukupan atas kebutuhan Jumlah jamban/kakus dengan


jumlah tenaga kerja dalam satu waktu kerja adalah sebagai berikut :
o Untuk 1 – 15 orang buruh = 1 jamban/kakus
o Untuk 16 – 30 orang buruh = 2 jamban/kakus
o Untuk 31 – 45 orang buruh = 3 jamban/kakus
o Untuk 46 – 60 orang buruh = 4 jamban/kakus
o Untuk 61 – 80 orang buruh = 5 jamban/kakus
o Untuk 81 – 100 orang buruh = 6 jamban/kakus
Setiap penambahan 40 (empat puluh) orang ditambah 1 (satu) jamban

Dalam hal toilet laki laki menyediakan peturasan (urinoir), jumlah


jamban/kakus yang tidak boleh kurang dari 2/3 (dua pertiga) jumlah
jamban/kakus yang dipersyaratkan.

Untuk area kontruksi atau tempat kerja sementara maka fasilitas


jamban/kakus harus memenuhi sebagai berikut :

a. Untuk 1 (satu) sampai 19 (sembilan belas ) orang = 1 (satu) jamban/kakus


b. Untuk 20 (dua puluh) sampai 199 (seratus sembilan puluh sembilan)
orang = 1 (satu) jamban/kakus
c. Untuk 200 (dua ratus) orang atau lebih = 1 (satu) jamban/kakus dan 1
(satu) peturasan (urinoir) untuk setiap 50 (lima puluh) orang.
Ukuran Fasilitas Toilet
Ruang toilet paling sedikit berukuran :
a. panjang 80 (delapan puluh) sentimeter
b. lebar 155 (seratus lima puluh lima) sentimeter
c. tinggi 220 (dua ratus dua puluh dua) sentimeter
d. lebar pintu 70 (tujuh puluh) sentimeter
Syarat Ukuran Fasilitas Toilet Untuk Penyandang Cacat (Disabilitas)
a. Panjang 152,5 (seratus lima puluh dua koma lima) sentimeter
b. Lebar 227,5 (dua ratus dua puluh tujuh koma lima) sentimeter

41
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

c. Tinggi 240 (dua ratus empat puluh) sentimeter


d. Mempunyai akses masuk dan keluar yang mudah dilalui
e. Mempunyai luas ruang bebas yang cukup untuk pengguna kursi roda
bermanuver 180 (seratus delapan puluh) sentimeter yang mudah dibuka
dan ditutup.
f. Lebar pintu berukuran paling sedikit 90 (sembilan puluh) sentimeter yang
mudah dibuka dan ditutup
g. Pintu toilet dilengkapi dengan plat tendang di bagian bawah pintu untuk
pengguna kursi roda dan penyandang disabilitas netra.
h. Kemiringan lantai tidak lebih dari 7 (tujuh) persen
i. Mempunyai pegangan rambat untuk memudahkan pengguna kursi roda
berpindah dari kursi roda ke jamban/kakus atau pun sebaliknya.
2. Loker dan ruang ganti pakaian
Bagi perusahaan tertentu yang mewajibkan pekerjanya menggunakan
pakaian kerja sesuai syarat K3 yang ditetapkan , maka dalam hal ini pakaian kerja
tersebut di sediakan oleh pengurus.
Dalam hal tenaga kerja menggunakan pakaian kerja hanya selama bekerja,
maka pengurus harus menyediakan ruang ganti pakaian.
Syarat ruang ganti pakaian syarat minimumnya adalah :
1. Bersih
2. Terpisah antara laki-laki dan perempuan serta
3. Pemakaiannya harus diatur agar tidak berdesakan.
4. Tersedia tempat menyimpan pakaian/loker
5. Terjamin keamanannya.

3. Tempat sampah dan peralatan kebersihan


Tempat kerja harus menyediakan Tempat sampah dan peralatan kebersihan.
Tempat sampah yang harus disediakan paling sedikit harus :

a. Terpisah dan diberikan label untuk sampah organik, non organik, dan
bahan berbahaya
b. Dilengkapi dengan penutup dan terbuat dari bahan kedap air
c. Tidak menjadi sarang lalat atau binatang serangga yang lainnya

42
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

Selain tempat sampah, tempat kerja juga harus menyediakan tempat


pembuangan pembalut yang harus diletakan ditoilet perempuan. Syarat
pembuangan pembalut harus :

a. Terbuat dari bahan yang kedap air


b. Dilengkapi dengan penutup
c. Diberikan label yang jelas
d. Dan harus dibersihkan setiap hari

C. Kebutuhan Udara

Pemenuhan kebutuhan atas udara yang bersih dan sehat harus terpenuhi
pada setiap tempat kerja. Pemenuhan kebutuhan udara ditempat kerja dilakukan
melalui :

a. KUDR (Kualitas Udara Dalam Ruangan)


Untuk tempat kerja yang melakukan jenis pekerjaan administratif, pelayanan
umum dan fungsi manajerial harus memenuhi KUDR yang sehat dan bersih.
KUDR ditentukan oleh suhu, kelembaban, kadar oksigen, dan kadar
kontaminan udara. Ketentuan suhu ruangan yang nyaman harus
dipertahankan dengan ketentuan:

a. Suhu Kering 230C (dua puluh tiga derajat celsius) – 260C (dua puluh enam
derajat celsius). Perbedaan suhu antar ruangan tidak melebihi 5 0C (lima
derajat celsius).
b. Kelembaban 40% (empat puluh persen) – 60% (enam puluh persen).
c. Kadar oksigen dalam ruangan sebesar 19,5% (sembilan belas koma lima
persen) sampai dengan 23,5% (dua puluh tiga koma lima persen) dari
volume udara.
d. Kadar kontaminan yang terdiri atas parameter fisika, kimia, dan
mikroorganisme. Keterangan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 2.

43
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

Tabel 2 Standar Kualitas Udara Dalam Ruang

Parameter Satuan Standar


KUDR*
Parameter fisika
1. Kelembaban Relatif % < 70
2. Pergerakan Udara m/dt < 0,3
3. Suhu Ruangan °C < 25,5
Parameter Kimia
1. Formaldehid (HCHO) μg/m3 < 100
ppb < 81
2. Karbon Dioksida (CO2) BDS < 1.000
3. Karbon Monoksida (CO) μg/m3 < 10.000
BDS < 8,7
4. Nitrogen Dioksida (NO2) μg/m3 < 150
ppb < 80
5. Ozon (O3) μg/m3 < 120
ppb < 61
6. Radon (Rn) Bq/m3 < 200
7. Respirable Suspended Particulates (PM10) μg/m3 <180
8. Total Volatile Organic Compounds (TVOC) μg/m3 < 600
ppb < 261
Parameter Mikroorganisme
1. Jumlah Bakteri Total cfu/m3 500**
2. Jumlah Jamur Total cfu/m3 1.000**

* hasil rata-rata pengukuran 8 jam

** kelebihan jumlah bakteri tidak menunjukkan risiko kesehatan tetapi sebagai


indikator untuk investigasi lebih lanjut

b. Ventilasi

44
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

Sistem ventilasi udara wajib disediakan untuk mengurangi kadar kontaminan


di tempat kerja. Ventilasi tersebut harus dibersihkan secara berkala paling
sedikit 3 (tiga) bulan sekali.

c. Ruang Udara
Ruang udara yang berhak didapatkan setiap tenaga kerja dalam ruangan
yaitu paling sedikit 10 (sepuluh) meter kubik. Ketentuan ruang udara tersebut
yaitu tinggi tempat kerja diukur dari lantai sampai langit-langit paling sedikit 3
(tiga) meter.

D. Tatalaksana Kerumahtanggaan

Pengusaha dan/atau Pengurus harus melaksanakan ketatarumahtanggaan


dengan baik di Tempat Kerja. Ketatarumahtanggaan yang baik meliputi upaya:

a. memisahkan alat, perkakas, dan bahan yang diperlukan atau digunakan;


b. menata alat, perkakas, dan bahan sesuai dengan posisi yang ditetapkan;
c. membersihkan alat, perkakas, dan bahan secara rutin;
d. menetapkan dan melaksanakan prosedur kebersihan, penempatan dan
penataan untuk alat, perkakas, dan bahan;
e. mengembangkan prosedur kebersihan, penempatan dan penataan untuk alat,
perkakas, dan bahan.

Penempatan alat kerja, perkakas, dan bahan harus ditata dan disimpan
secara rapi dan tertib untuk menjamin kelancaran pekerjaan dan tidak
menimbulkan bahaya kecelakaan. Bahan yang disimpan di gudang dan diberi
label yang jelas untuk membedakan barang-barang tersebut.

E. Latihan

1. Berikut adalah persyaratan dinding dan langit-langit, KECUALI...


a. Kering atau tidak lembab
b. Warna cat harus putih
c. Dilakukan pengecatan ulang paling sedikit 5 (lima) tahun sekali
d. Dicat dan atau mudah dibersihkan

2. Jumlah jamban/kakus untuk jumlah buruh sebanyak 140 orang yaitu...


a. 5 jamban/kakus

45
Modul Pembinaan K3 Ahli Muda K3 Lingkungan Kerja

b. 6 jamban/kakus
c. 7 jamban/kakus
d. 8 jamban/kakus

3. Kadar oksigen dalam ruangan yaitu sebesar...


a. 18 – 25% dari volume udara
b. 19,5 – 25% dari volume udara
c. 19,5 – 23,5% dari volume udara
d. 19,5 – 25% dari volume udara

4. Yang tidak termasuk ke dalam fasilitas kebersihan adalah...


a. Loker dan ruang ganti pakaian
b. Tempat sampah
c. Toilet dan kelengkapannya
d. Peralatan makan

5. Berikut adalah upaya dalam ketatarumahtanggaan, KECUALI...


a. memisahkan alat, perkakas, dan bahan yang diperlukan atau digunakan
b. menetapkan dan melaksanakan prosedur kebersihan, penempatan dan
penataan untuk alat, perkakas, dan bahan;
c. menata alat, perkakas, dan bahan sesuai dengan posisi yang ditetapkan
d. menyimpan alat, perkakas, dan bahan sesuai dengan tempatnya

46

Anda mungkin juga menyukai