Anda di halaman 1dari 95

MODUL

PRAKTIKUM
KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA DAN
LINGKUNGAN (K3L)

Disusun Oleh :

RATNAWATI LILASARI DJANIS, M.Pd.


POPPY SRI LESTARI, M.T.

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI
POLITEKNIK AKA BOGOR
BOGOR
2022

i
KATA PENGANTAR

Kami Panjatkan Puji kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


limpahan rahmat dan kasih sayangNYA , sehingga Kami dapat menyelesaikan
Modul Praktikum Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L). Modul
praktikum ini disusun sebagai dasar dan pedoman bagi dosen dan mahasiswa
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan praktikum dengan harapan
tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Buku ini berisikan analisis beberapa parameter yang mempengaruhi
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan. Kami menyadari bahwa
Modul ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik yang membangun sangat
diharapkan demi perbaikan dan peningkatan mutu Modul Praktikum
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan.
Kami berharap semoga modul ini bermanfaat dan dapat meningkatkan
pengetahuan pembaca terutama mahasiswa dalam mencapai kesuksesan
pembelajaran di Politeknik AKA Bogor. Aamiin.

Bogor, Agustus 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................ ........ ii

DAFTAR ISI ………. ................................................................................... ........ iii

DAFTAR TABEL…………………………………………………………………..iv

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………..v

1. Definisi dan Kebijakan K3…….….. .................................................... 1

2. Beban Penyebab Kecelakaan Kerja .................................................... 11

3. Aspek Penyebab Kecelakaan Kerja di Laboratorium ........................... 19

4. Dampak dari Aspek Kecelakaan Kerja ……................................... ......... 25

5. P3K ............................................................................................. ......... 34

6. APD……………...................................................................... ......... 49

7. 5R ..................................................................................................... ......... 58

8. JSA ................................................................................................... ......... 68

9. IBPR di Industri Kimia……………………………………………………. 73

10. Identifikasi Kondisi Darurat di Industri Kimia……………………………..83

11. Daftar Pustaka………………………………………………………………88

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jenis Antidotum Bagi Korban Keracunan Bahan Kimia .................................. 44


Tabel 2. Kemungkinan dalam Penilaian Risiko ............................................................. 76
Tabel 3. Keparahan dalam Penilaian Risiko ................................................................... 76
Tabel 4. Matriks Risiko .................................................................................................. 76
Tabel 5. Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko ................................. 81

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Perlengkapan Alat-alat P3K ......................................................................... 40


Gambar 2. Tas P3K ....................................................................................................... 40
Gambar 3. Kotak / Lemari P3K ..................................................................................... 40
Gambar 4. Eye Wash ...................................................................................................... 49
Gambar 5. Jenis Glove (sarung tangan kerja)................................................................. 52
Gambar 6. Cup Goggles (kaca mata kerja)..................................................................... 54
Gambar 7. Helm (kaca mata untuk mengelas) .............................................................. 54
Gambar 8. Macam-macam Alat Pelindung Tubuh ......................................................... 55
Gambar 9. Alat Pelindung Kulit ..................................................................................... 56
Gambar 10. Alat Pelindung Pernapasan ......................................................................... 57
Gambar 11. Alat Pelindung Kaki ................................................................................... 57
Gambar 12. Alat Pelindung Kepala dan Muka ............................................................... 58
Gambar 13. Alat Pelindung Pendengaran....................................................................... 58
Gambar 14. Hierarki Pengendalian Risiko ..................................................................... 78

v
1

I. DEFINISI DAN KEBIJAKAN K3

1. TIK, Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa mampu :


1. Mempresentasikan tujuan dan penerapan Sistem Manajemen K3
menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor :
PER.05/MEN/1996.
2. Mempresentasikan cara membuat kebijakan SMK3.
3. Mempresentasikan kaidah-kaidah yang digunakan dalam penerapan
SMK3
4. Mempresentasikan kegunaan evaluasi dan pemantauan SMK3
5. Mempresentasikan tujuan dan kegunaan audit SMK3.

2. PENDAHULUAN

Pada prinsipnya tanggung jawab terhadap keselamatan dan kesehatan


kerja (K3) berada pada setiap orang. Setiap pekerja harus berpartisipasi dalam
setiap kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja, serta bertanggung jawab
atas keselamatan dan kesehatan dirinya masing-masing di lingkungan kerjanya.
Didalam suatu industri senantiasa terdapat kegiatan-kegiatan teknik yang
melibatkan juga berbagai peralatan teknik dan sumber daya manusia, maka
secara keseluruhan beban tanggung jawab atas operasi perusahaan akan
berada pada pimpinan perusahaan. Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dapat menjamin keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di tempat kerja.

Menurut Peraturan Menteri Tenaga kerja Nomor : PER.05/MEN/1996


Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Sistem
Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan,
prosedur dan sumber dya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan,
pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisiensi dan efektif.

Tujuan dan sasaran SMK3 adalah menciptakan suatu sistem


keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


2

rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
terciptanya tempat kerja yang aman, efisiensi dan produktif.

Untuk mengetahui kinerja K3 diperusahaan dan menemukan bahaya-


bahaya potensial yang masih tersembunyi, serta mencari alternatif yang tepat
guna bagi upaya pengendalian bahaya-bahaya potensial tersebut maka
dilakukan audit safety. Audit penerapan SMK3 bersifat komprehensif yang
menjadi bagian manajemen keseluruhan di perusahaan dan bukan secara
parsial.

3. STRUKTUR ORGANISASI

Perusahaan yang menerapkan SMK3 memiliki struktur organisasi SMK3


dalam manajemen perusahaan yang berfungsi sebagai fungsi kontrol dan
bertanggung jawab terhadap permasalahan dan penerapan SMK3. Organisasi
SMK3 akan memperhatikan agar pelaksanaan K3 berjalan sesuai visi dan misi
perusahaan yang dibatasi dengan wewenang dan tanggung jawab dari
perusahaan.

Wewenang adalah hak bertindak untuk orang lain, di dalam perusahaan


wewenang penuh terdapat pada pimpinan tertinggi. Pada pelaksaannya
pimpinan tertinggi akan mendelegasikan wewenangnya melalui jalur komando.
Pertanggung-jawaban, wewenang, dan tanggung jawab adalah tiga serangkai
yang dapat terpisahkan dalam satu pengawasan. Manajemen mempunyai
tanggung jawab secara hukum, moral dan ekonomi terhadap LK3. Tanggung
jawab moral mencakup segalanya, diatas tanggung jawab hokum. Semua
aktivitas LK3 di semua bidang berada dibawah pimpinan manajemen yang
memberikan petunjuk dan pengarahan LK3. Manajemen menyediakan sumber
daya yang diperlukan untuk penerapan dan pengendalian SMK3. Sumber daya
yang disediakan termasuk manusia dan keahlian tertentu, teknologi dan sumber
daya keuangan.

Bentuk organisasi dalam menerapkan SMK3 disesuaikan dengan


struktur manajemen perusahaan dan besar kecil perusahaan dari jumlah
karyawan, jumlah dan jenis produk serta teknologi yang digunakan. Dalam
organisasi terdapat satu panitia khusus untuk mencapai kesuksesan dalam
penerapan SMK3 yaitu P2K3L yaitu Panitia Pembina Keselamatan dan

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


3

Kesehatan Kerja dan Lingkungan yang terdiri dari gabungan antara manajemen
dan karyawan. Tanggung jawab dan kewajibannya menitik beratkan pada
pencegahan pencemaran dan kecelakaan kerja serta penyakit akibat kerja.

 Fungsi dasarnya :

 Mengurangi /menghilangkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja

 Meningkatkan kesehatan kerja

 Mengurangi pencemaran lingkungan

 Meningkatan kreativitas karyawan tentang Lingkungan Keselamatan dan


Kesehatan Kerja

 Manfaatnya :

 Mengembangkan kerjasama antara unsur pimpinan perusahaan dan


tenaga kerja dalam melakukan kewajiban bersama, khususnya dalam
pelaksanaan Lingkungan K3 dalam kelancaran proses pada umumnya.

 Memberikan pengertian dan kesadaran kepada semua tenaga kerja


tentang visi dan misi perusahaan dalam melaksanakan pencegahab
pencemaran, kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

 Membantu membahas masalah di bidang Lingkungan K3 dan membantu


meringankan beban serta tanggung jawab semua pihak dalam
pencegahan kecelakaan, termasuk kebakaran, peledakan, penyakit kerja
dan pencemaran lingkungan.

 Memadukan dan menjalin atara pengetahuan dan pengalaman antar


tenaga kerja serta pengawas Lingkungan K3 dalam rangka peningkatan
usaha pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
pencemaran lingkungan.

4. KOMITMEN

Untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan atau pengembangan SMK3


adalah adanya komitmen dari semua tingkat dan fungsi manajemen organisasi
terutama manajemen puncak. Manajemen puncak harus menetapkan kebijakan
organisasi mengenai Lingkungan K3 dan menjamin bahwa Sistem Manajemen
Lingkungan K3 diberlakukan.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


4

Dalam membuat kebijakan tentang Lingkungan K3 sebaiknya


mempertimbangkan: misi, visi dan keyakinan organisasi, penyempurnaan
berkelanjutan, pencegahan pencemaran, pencegahan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, koordinasi dengan kebijakan organisasi lain, kondisi setempat atau
regional tertentu serta kepatuhan terhadap peraturan Lingkungan K3 atau
persyaratan lain yang relevan untuk diacu oleh organisasi.

Isi kebijakan Lingkungan K3 biasanya disesuaikan dengan sifat, skala


dan dampak Lingkungan K3 dari kegiatan, produk atau jasa yang dihasilkan.
Kebijakan juga berisikan komitmen melakukan perbaikan secara berkelanjutan,
memenuhi peraturan Lingkungan K3 dan persyaratan lain yang berlaku bagi
organisasi, mecegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
melakukan pencegahan pencemaran. Isi kebijakan merupakan kerangka dasar
untuk menerapkan dan me-review tujuan dan sasaran Lingkungan K3.

Ada 4 (empat) cara pendekatan yang berbeda dalam proses pembuatan


kebijakan Lingkungan K3, yaitu dengan cara pendekatan manajemen langsung,
dengan konsultasi sebagian, konsultasi penuh dan melalui perundingan.

Pendekatan Manajemen Langsung (tanpa konsultasi)

Pembuatan kebijakan ini tidakmemberikan kesempatan karyawan untuk terlibat


secara langsung pada proses pembuatan kebijakan Lingkungan K3 tetapi
diharapkan karyawan dapat mengikuti dan melaksanakan program LK3 yang
dibuat.

Pendekatan dengan Konsultasi Sebagian

Kesempatan yang diberikan dalam proses pembuatan kebijakan adalah


kesempatan diajak konsultasi setelah proses pembuatan kebijakan dan hasil
konsultasi merupakan kebijakan yang dibuat perusahaan.

Pendekatan dengan Konsultasi Penuh

Metode ini memungkinkan berubahnya pernyataan dan maksud manajemen


setelah adanya konsultasi dengan karyawan sehingga menghasilkan kebijakan
Lingkungan K3 gabungan.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


5

Pendekatan dengan Perundingan

Pembuatan kebijakan ini melalui proses perundingan dari awal antara


manajemen dan pekerja. Proses konsultasi tetap diutamakan dan
dilaksanakann sampai pada tahap pengembangan program.

Kebijakan Lingkungan K3 yang sudah ditandatangani pimpinan puncak


organisasi harus diumumkan pada seluruh karyawan untuk dipahami.

5. PENERAPAN

Tujuan, sasaran dan program harus konsisten dengan kebijakan


Lingkungan K3 yang menyampaikan komitmen terhadap pencegahan
pencemaran, pengendalian kesehatan dan pencegahan kecelakaan kerja.
Untuk pencapaian tujuan dan sasaran program maka sasaran yang dibuat
semaksimal mungkin sesuai kaidah SMART, yaitu : Specific yaitu sasaran yang
dibuat mengacu kepada hal khusus, Measurable yaitu sasaran dapat diukur,
Achieveable yaitu sasaran dapat dicapai, Realistic yaitu sasaran yang dibuat
memperhatikan juga aspek finansial dan kepentingan bisnis perusahaan, Time
Frame yaitu sasaran memiliki jangka waktu.

Identifikasi dan Evaluasi Aspek dan Dampak Lingkungan K3

 Aspek Lingkungan K3 :

Yaitu unsur / elemen dari suatu kegiatan, produk atau jasa dai organisasi
perusahaan yang dapat berinteraksi dengan lingkungan atau berpengaruh
langsung pada keselamatan dan kesehatan karyawan. Aspek penting
Lingkungan K3 adalah aspek yang mempunyai atau berpotensi memilki
dampak penting terhadap lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja

 Dampak Lingkungan K3 :

Yaitu setiap perubahan pada lingkungan, keselamatan dan kesehatan


karyawan, apakah merugikan atau menguntungkan, seluruhnya atau
sebagian yang dihasilkan oleh kegiatan, produk atau jasa dari organisasi.
Contohnya adalah pencemaran air, penurunan pendengaran, penipisan
lappisan ozon, dan lainnya.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


6

 Evaluasi Lingkungan K3 :

Merupakan proses menentukan apakah suatu aspek Lingkungan K3


mempunyai dampak penting pada Lingkungan dan K3. Proses evaluasi ini
perlu mempertimbangkan : faktor hokum, dampak kepada karyawan,
pengaruh kesehatan, kesulitan mengatasinya, kerugian ekonomis, frekuensi
personil, saran proteksi dan sarana umum yang dimiliki.

Dalam melakukan identifikasi Lingkungan K3 perlu dilakukan Analisa


Keselamatan Kerja, yaitu metode untuk mempelajari suatu pekerjaan dalam
menilai suatu resiko, mengidentifikasi bahaya dan mengembangkan perrbaikan.
Analisa keselamatan kerja terdiri dari 4 (empat) fase, yaitu :

1. menentukan pekerjaan yang dianalisa berdasar pada potensi resiko

2. menjabarkan pekerjaan dalam langkah dasar dan urutannya dimana


langkah itu dilakukan

3. Evaluasi setiap langkah dari bahaya

4. Solusi yang direkomendasikan untuk setiap bahaya yang diidentifikasi

6. EVALUASI dan PEMANTAUAN

Sejalan dengan kegiatan / operasi yang dilakukan, kondisi lngkungan di


tempat kerjaj dapat mengalami perubahan, yang bias terjadi selama alami
maupun disebabkan adanya suatu elemen kegiatan yang masuk atau keluar
dari lingkungan kerja.

Pemantauan lingkungan bertujuan untuk melihat perubahan lingkungan


sebelum dan sesudah kegiatan berjalan dengan sempurna, mengadakan upaya
perbaikan dan pemeliharaan agar lingkungan tetap terjaga. Pemantauan
terhadap lingkungan kerja dapat berupa dampak bahan kimia terutama efek
kronis terhadap kesehatan manusia.Walaupun dampak dari paparan bahan
kimia baru dapat diketahui dalam jangka panjang tetapi efek yang dihasilkan
adalah irreversible artinya tidak dapat dipuluhkan kembali, maka paparan
terhadap bahan kimia harus dapat dicegah atau dikurangi. Untuk mengevaluasi
apakah suatu lingkungan kerja masih dibawah Nilai Ambang Batas (NAB)
diperlukan pemantauan lingkungan kerjasecara kontinyu dan terprogram.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


7

Jenis-jenis pemantauan lingkungan kerja meliputi :

Pemantauan Area Kerja :

Pemantauan lingkungan kerja yang mencakup pengukuran kontaminan


atmosfer pada lokasi terpilih dalam tempat kerja dan bersifat statis.

Pemantauan Personel :

Pemanatauan personel mencakup pengukuran kontaminan atmosfer di daerah


pernafasan pekerja secara individual.

Pemantauan Biologis :

Pemantauan biologis mencakup pengukuran konsentrasi suatu kontaminan dan


metabolismenya atau indikator lain dalam jaringan cairan tubuh pekerja.

Tujuan-tujuan pemantauan lingkungan kerja adalah :

Evaluasi Resiko :

Untuk menilai konsentrasi kontaminan maksimum atau yang diharapkan di


lingkungan kerja. Informasi yang diperoleh digunakan untuk merekomendasikan
perlengkapan perlindungan yang diperlukan oleh pekerja dan untuk menilai
kemungkinan reaksi sensitivitas atau hipersensivitas.

Menaksir Pemaparan :

Untuk mengukur konsentrasi kontaminan aktual terhadap seorang pekerja


khusus. Konsentrasi yang terukur mungkin berbahaya, mungkin juga tidak.

Seleksi dan Evaluasi Peralatan pengendalian Pencemaran :

Untuk menentukan jumlah kontaminan yang melewati atau lolos dari alat kendali
karena terjadi kebocoran, kerusakan, kurang perawatan, kapasitsitas yang
berlebih atau karena terjadi kecelakaan. Efisiensi penangkapan alat
pengendalian pencemaran penting untuk membuat konsentrasi kontaminan di
bawah ambang batas pada lokasi tertentu.

Seleksi Alat Pelindung Diri :

Untuk menentukan faktor proteksi yangdiperlukan oleh perlengkapan pelindung


dir bilamana pekerja menempati area yang terkontaminansi potensial
terkontaminsi untuk waktu yang tertentu

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


8

Pemenuhan terhadap Peraturan atau Standar :

Untuk menghasilkan pengukuran yang memenuhi ketentuan atau peraturan


atau untuk mengetahui apakah pemaparan yang terjadi masih dibawah syarat
yang ditetapkan.

Identifikasi Sumber Pencemaran :

Untuk mengetahui kontribusi masing-masing sumber pencemara berdasarkan


keunikan karakteristiknya, seperti emisi yang fluktuatif, arah angin, kondisi
dispersi, ada atau tidak bahan renik yang berbeda.

Pengawasan Proses :

Untuk meyakinkan bahwa proses yang sedang dipantau berjalan sesuai dengan
yangdiharapkan, bahwa bahan utama tidak hilang karena terjadi kebocoran atau
reaksi samping dan hanya efluen yang diharapkan, dihasilkan dalam jumlah
yang diharapkan pula.

Investigasi Keluhan :

Untuk memecahkan keraguan dan mencatat bahan berbahaya yang


sesungguhnya dihasilkan.

Titik pemantauan lingkungan kerja disesuaikan dengna tujuan


pemantauan. Untuk tujuan seleksi dan evaluasi alat pengendalian pencemaran,
identifikasi sumber pencemaran sebaiknya dilakukan sedekat mungkin dengan
sumber pencemarnya. Untuk tujuan evaluasi resiko, seleksi alat pelidung diri
dan investigasi keluhan, pengambilan sampel dilakukan sedekat mungkin
dengan daerah pernafasan pekerja.

7. AUDIT

Audit Sistem Manajemen Lingkungan Keselamatan dan kesehatan Kerja


adalah suatu proses verifikasi secara sistematis dan terdokumentasi untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif, menentukan apakah
Sistem Manajemen Lingkungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja organisasi
perusahaan telah sesuai dengan kriteria, apakah sistem manajemen lingkungan
Keselamatan dan kesehatan kerja organisasi perusahaan (konsistensi) dan
menentukan kelemahan unsur sistem (manusia, sarana, lingkungan kerja dan
perangkat lunak) sehingga dapat dilakukan langkah perbaikan sebelum timbul

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


9

dampak dan /kecelakaan/kerugian. Hasil audit dikomunikasikan kepada


manajemen puncak sebagai bahan pertimbangan proses kegiatan perusahaan
selanjutnya.

Jenis-jenis audit :

First Party Audit, yaitu audit yang dilakukan oleh perusahaan sendiri yang
disebut internal audit

Second Party Audit, yaitu audit yang dilakukan oleh pihak luar perusahaan,
misalnya customer

Third Party Audit, yaitu audit yang dilakukan oleh badan sertifikasi.

Audit Sistem Manajemen Lingkungan K3 bertujuan untuk menentukan


kesesuain sistem dan melihat kelemahan pada sistem yang telah ditetapkan
sehingga dapat dilakukan langkah perbaikan dini. Secara umum audit Sistem
Manajemen Lingkungan K3 bertujuan :

 Menentukan apakah Sistem Manajemen Lingkungan K3 telah diterapkan


dan dipelihara secara tepat

 Mengidentufikasi bidang yang berpotensi untuk disempurnakan


ditingkatkan dalam Sistem Manajemen Lingkungan K3.

 Menilai kemampuan proses tinjauan manajemen internal untuk


menjaminkesesuaian dan efektifitas Sistem Manajemen Lingkungan K3
secara berkesinambungan.

 Menerapkan system manajemen lingkungan K3 secara efektif dan


konsisten, serta menciptakan suasana pengelolaan lingkungan K3 yang
baik, sehat dan nyaman.

 Mengevaluasi Sistem Manajemen Lingkungan K3 organisasi perusahaan


yang akan diajak kerjasama

 Memastikan pengelolaan Lingkungan K3 yang dilaksanakan telah sesuai


ketentuan pemerintah

 Menentukan langkah untuk mengendalikan aspek dan dampak serta


bahaya potensial Lingkungan K3 sebelum timbul bahaya.

 Mengembangkan mutu pelaksanaan pengelolaan lingkungan K3

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


10

 Menilai secara kritis dan sistematis semua aspek, dampak dan potensi
bahaya dalam sistem di kegiatan operasi.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


II. BEBAN PENYEBAB KECELAKAAN KERJA

1. TIK, Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa mampu :


1. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan dan
kesehatan kerja.
2. Menjelaskan azas dasar kesehatan kerja.
3. Menjelaskan pengaruh bahan kimia terhadap kesehatan kerja.
4. Menjelaskan mengenai batas keterpaan bahan terhadap kesehatan
pekerja.

2. PENDAHULUAN

Secara umum, kesehatan kerja bertujuan mempromosikan dan


meningkatkan kesejahteraan para pekerja secara fisik, mental dan sosial. Untuk
itu para pekaerja perlu ditempatkan pada ruang kerja dengan kondisi fisiologi
dan psikologis yang sesuai serta dilindungi dari faktor-faktor yang mengganggu
kesehatan pekerja. Pada dasarnya didalam lingkungan kerja terdapat berbagai
faktor bahaya yang dapat merusak kondisi kesehatan dan produktifitas dari
tenaga kerja, dapat menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, keracunan
bahkan kematian akibat kerja. Faktor-faktor tersebut berupa : faktor fisik, faktor
kimia, faktor biologi, faktor fisiologi/ergonomi dan faktor psikologi.

Dalam melakukan upaya penangan kesehatan kerja faktor-faktor bahaya


tersebut harus diidentifikasi / ditemukan, dievaluasi, dianalisa, dan dikendalikan
bahayanya sehingga didapatkan lingkungan kerja yang aman, sehat, nyaman
dan tenaga kerja dapat bekerja dengan selamat, sehat dan produktif.

Didalam era industrialisasi ini terjadi perkembangan di sektor industri,


lingkungan kerja dan ditandai denngan penggunaan berbagai macam mesin,
proses produksi serta peralatan kerja dengan teknologi tinggi dan canggih serta
meningkatnya penggunaan berbagai macam bahan kimia berbahaya sebagai
faktor atau sumber bahaya di lingkungan kerja sehingga semakin meningkat
ancaman terhadap kondisi kesehatan tenaga kerja. Mesin dan peralatan dapat
menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan seperti kelainan anatomi,
ketulian, kebutaan dan lain-lain karena getaran, suara dan lain-lain. Bahan kimia
dapat menimbulkan kebakaran, keracunan, ledakan gangguan kesehatan
lainnya dan kerusakan lingkungan hidup.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


3. FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI KESEHATAN
TENAGA KERJA

Kesehatan kerja merupakan suatu keadaan sehat mental, fisik dan


sosial tenaga kerja. Ruang lingkup kesehatan kerja meliputi :

1. Kesehatan Kuratif yang bertujuan menekan semaksimal mungkin angka


bsen karena sakit, angka sakit serta memperpendek lamanya sakit.

2. Kesehatan preventif yang bertujuan untuk mencegah tenaga kerja


mengalami gangguan kesehatan/penyakit

3. Pengamanan bahaya-bahaya oleh karena proses produksi yang mungkin


berakibat kepada tenaga kerja ataupun masyarakat luas

4. Penyesuaian diantara tenaga kerja dan pekerjaannya dengan tujuan


kegairahan dan efisiensi kerja.

Agar seorang tenaga kerja ada dalam keadaan kesehatan dan


produktifitas kerja yang sebaik-baiknya, maka perlu ada keseimbangan yang
menguntungkan dari faktor-faktor :

 Beban kerja

 Beban tambahan dari lingkungan kerja

 Kapasitas kerja

Beban Kerja :

Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban tersebut


dapat berupa beban fisik, mental dan social. Beban fisik dapat dtiemukan pada
pekerja berat seperti pekerja bongkar muat barang di pelabuhan, memikul dan
sebagainya. Beban mental akan dirasakan oleh seorang pengusaha yang
memiliki beban mental berupa tanggung jawab. Sedangkan petugas sosial akan
menghadapi beban sosial yang cukup tinggi. Setiap orang akan memiliki
kemampuan yang berbeda dalam melakukan kerja dan mempunyai kemampuan
tersendiri dalam hubungannya dengan beben kerja, diantara mereka mungkin
lebih cocok dengan beban fisik, mental maupun sosial. Oleh sebab itu
penempatan seorang tenaga kerja pada pekerjaan yang tepat akan
meningkatkan kesehatan kerjanya.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Kesehatan kerja mampu mengurangi beben kerja dengan memodifikasi
cara kerja atau perencanaan mesin serta alat kerja. Contohnya adalah beban
kerja akibat mmemikul atau menjinjing suatu barang dapat dikurangi dengan
penggunaan kereta dorong, dan sebagainya.

Beban Tambahan dari Lingkungan Kerja

Beban tambahan kepada beban kerja dapat terjadi pada lingkungan /


situasi tempat kerja yang dapat berakibat beban tambahan pada jasmani dan
rohani tenaga kerja. Terdapat 5 faktor penyebab penyakit akibat kerja tambahan
dari lingkungan kerja, yaitu :

 Biologis

yaitu disebabkan oleh oragnisme mikro (bakteri, jamur dan kapang),


serta debu tanaman yang biasanya penyebab alergi.

 Kimia

yaitu pengaruh bahan kimia yang berupa gas, uap maupun debu
beracun

 Fisika

yaitu gangguan fisik seperti kebisingan, getaran, radiasi partikel ion


atau non-ion dari pengaruh suhu yang terlalu tinggi dan bau.

 Ergonomi

yaitu pengaruh posisi tubuh dalam bekerja atau desain peralatan


yang tidak sesuai dengan keadaan tubuh.

 Psikologis

yaitu gangguan yang dapat mempengaruhi mental seorang pekerja


yang disebabkan oleh monoton dalam melakukan kegiatan kerja,
hubungan kerja yang kurang baik, upah tidak mencukupi, pekerjaannya
tidak sesuai dengan kemampuan/keterampilannya, bekerja di tempat
terpencil, dan lain-lain.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Kapasitas Kerja

Kapasitas kerja menuntut kesesuaian antara kemampuan dan pekerjaan


yang dilakukan oleh tenaga kerja. Kemampuan tenaga kerja setiap orang
berbeda satu dan lain yang sangat tergantung kepada keterampilan, kesegaran
jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia, ukuran tubuh dan motivasi.

 Keterampilan kerja yang tinggi akan meningkatkan efisiensi kerja seseorang


sehingga akan meningkatkan kesehatan kerja

 Kesehatan jasmani dan rohani merupakan penunjang produktivitas


seseorang dalam kerjanya. Kesegaran jasmani dan rohani selain
menunjukkan kesehatan fisik dan mental juga menunjukkan gambaran
keserasian dan kesesuain seseorang dalam pekerjaannya.

 Keadaan gizi yang seimbang merupakan faktor penentu derajat


produktivitas kerja.

 Jenis kelamin pekerja sangat menentukan kemampuan fisik dan kekuatan


otot seorang pekerja.

 Usia seorang pekerja menentukan tingkat kemampuan kerja karena usia


yang meningkat akan menimbulkan perubahan-perubahan pada alat-alat
tubuh, hormonal, kardio-vaskuler, dan lain-lain

 Ukuran tubuh, statis atau dinamis harus digunakan sebagai pedoman


pembuatan ukuran-ukuran mesin dan peralatan kerja sehingga tercapai
efisiensi dan produktivitas kerja semaksimal mungkin.

4. AZAS DASAR KESEHATAN KERJA

Usaha untuk mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor yang


mengganggu kesehatan, maka ada 3 (tiga) azas yang perlu dipahami yaitu
Rekognisi, Evaluasi dan Pengendalian.

Rekognisi

Usaha untuk mengenali atau menemukan adanya faktor-faktor


berbahaya dalam lingkungan kerja.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Evaluasi

Evaluasi meliputi 2 hal penting, yaitu :pertama adalah mengetahui


berapa besar pengaruh bahaya terhadap pekerja. Dalam hal ini bila faktor
bahaya dalah akibat kontaminasi uadar, maka perlu diketahui jenis dan
jumlahnya uantuk adpat dibandingkan dengan standar. Kedua adalah
mengetahui jenis usha apa uyang perlu dilakukan nuntuk mengendalikan
bahaya tersebut. Dalam hal ini jelas harus ditemukan dimana sumber bahaya
atau emisi bahan kimia penyebab kontamiunasi udara kerja

Pengendalian

Hal ini dilakukan bila hasil evaluasi menunjukkan tingkat bahaya


dari kontaminasi udara atau kebisingan melebihi standar, maka langkah
pengendalian yang tepat harus dilakukan. Usaha pengendalian dapat berupa
isolasi sumber bahaya, penggantian bahan, pemasangan penghisap udara dan
perlindungan pekerja.

5. PENGARUH BAHAN KIMIA TERHADAP KESEHATAN

Akibat keterpaan bahan kimia pada tubuh manusia dapat berupa :

EFEK SETEMPAT :

Yaitu pengaruh langsung bahan terhadap organ dimana bahan


berinteraksi , seperti : kulit (dermatitis, iritasi dan sensitisasi,dll), pernafasan
(iritasi saluran pernafasan bagian atas, silicosis, asbestosis, dll), pencernaan
(luka pada mulut dan usus atau diare, dll).

EFEK SISTEMIK :

Yaitu pengaruh bahan terhadap organ-organ tubuh seperti darah,


pembentukan haemoglobin, syaraf otak, lever dan lain-lain.

Dari berbagai kasus gangguan kesehatan karena masuknya bahan kimia


melalui pernafasan adalah yang terbesar, yang lainnya melalui kulit dan mulut.
Oleh karena itu usaha dalam kesehatan kerja difokuskan pada kontaminasi zat-
zat dalam udara.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


KONTAMINASI DALAM UDARA

Bahan-bahan kimia sebagai pencemar atau kontaminan dalam udara


kerja dapat berupa :

GAS : yakni molekul-molekul gas seperti CO,CO2, NH3, dan sebagainya yang

dapat bercampur rata dengan udara karena mapu berdifusi ke segala


arah.

UAP : adalah bentuk gas dari suatu bahan yang dalam keadaan normal
berbentuk cair atau padat. Pelarut-pelarut organic seperti aseton,
kloroform dan benzena menghasilkan uap pada suhu kamar dan uap
tersebut dapat berdifusi kesegala arah.

ASAP : Karbon atau jelaga sebagai hasil pembakaran tidak sempurna dari
bahan yang mengandung karbon.Contoh : pembakaran minyak bumi,
kayu, batu bara.

FUMES :partikel logam halus dengan diameter kurang dari 1 m sebagai hasil
kondensasi atau pengembunanuap atau logam dalam udara yang
dingin. Contoh fumes dari logam Pb dan Zn

KABUT : tetesan halus suatu cairan yang terdispersi dalam udara dengan stabil.
Contoh : kabut akibat penyemprotan cat

DEBU : partikel halus dari zat padat dengan ukuran antara 0,1 – 25 m dan
melayang-layang di udara. Contoh : debu silica, semen, kapur dan
asbes.

Bentuk bahan tersebut bila masuk ke dalam tubuh dapat menimbulkan


gangguan kesehatan berupa :

 Gangguan pernafasan bagian atas, disebabkan gas ynag mudah larut dalam
air, seperti ammonia, belerang dioksida, formaldehida, asam asetat.

 Gangguan Paru-paru, disebabkan gas-gas yang sukar larut dalam air,


seperti klor dan nitrogen oksida

 Aspiksian, yakni sesak nafas akibat kekurangan oksigen karena adanya


gas-gas beracun, seperti hydrogen sianida, hydrogen sulfida

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


 Sensitasi, yakni kepekaan pada bagian tubuh tertentu atau alergi akibat
debu binatang, tumbuhan, senyawa epoksi, diisosianat

 Kanker, yakni akibat masuknya zat karsinogenik ke dalam tubuh, seperti


senyawa benzena, aflatoksin, senyawa nitrogen organic.

 Pnemoconiosis, yakni terjebaknya partikel-partikel seperti silica dan serabut


asbes dalam paru-paru.

BATAS KETERPAAN (EXPOSURE)

Batas keterpaan adalah suatu batas konsentrasi suatu gas, uap atau
aerosol dalam udara kerja dimana pekerja dapat terpapar tanpa menimbulkan
gangguan kesehatan. Batas keterpaan hanya memperhatikan keterpaan
melallui penghirupan atau pernafasan.

NAB (nilai ambang batas) adalah batas konsentrasi suatu zat dalam
udara yang boleh ada yang tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi
seseorang yang bekerja selama 8 jam/hari selama 40 jam/minggu. Semakin
kecil NAB suatu zat maka semakin berbahaya bila berada dalam udara kerja
dan sebaliknya. Dalam istilah NAB ada beberapa kategori batas keterpaan,
yaitu :

1. TWA (Time Weighted Average) atau konsentrasi bobot waktu rata-rata

Konsentrasi polutan yang dihirup seorang pekerja yang disetrakan


selama 8 jam kerja

2. C (Ceiling) atau Nilai Batas Tertinggi

Batas konsentrasi zat dari udara yang tidak boleh dilampaui. Hal ini
disebabkan karena efek zat tersebut bersifat akumulatif atau tidak
reversible. Untuk zat tersebut NAB atau TLV selalui diikuti huruf C. NAB-
C atau TLV-C.

3. STEL (Short Term Exposure Limit) atau Batas Keterpaan Jangka


Pendek

Batas konsentrasi maksimum zat yang boleh dihirup dalam jangka


pendek. Hal ini untuk memberikan pedoman seseorang yang terpaksa
bekerja pada konsentrasi tinggi.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


PENGENDALIAN PEMAPARAN

Pengendalian pemaparan dilakukan apabila pencemaran udara tempat


kerja melebihi nilai ambang batas. Mekanisme pemaparan dapat terdiri dari 3
(tiga) langkah, yaitu :

1. Emisi : pengeluaran zat-zat berbahaya dari suatu peralatan proses

2. Penyebaran : Difusi uap/gas atau debu kedalam uadara kerja

3. Pemaparan : Kontak dan masuknya zat-zat polutan ke dalam tubuh pekerja

dan menimbulkan gangguan kesehatan

Strategi pengendalian dapat dilakukan dengan 3 (tiga) langkah, yaitu :

1. Mencegah / menghilangkan Emisi :

 Mengganti bahan toksik dengan bahan yang kurang toksik

 Scrubbing, yaitu menyemprotkan gas polutan atau debu dengan air


sehinga larut dan terdispersi dalam air agar lebih mudah diolah.

2. Mengurangi Penyebaran yaitu dengan cara :

 Menutup proses atau bahan yang mengeluarkan uap atau gas

 Isolasi proses atau bahan beracun

 Ventilasi setempat (exhaust ventilasi)

 Ventilasi Umum (biasa)

3. Mengurangi Keterpaan

 Mengurangi jumlah pekerja, yakni hanya pekerja yang amat diperlukan


yang berada diareal kerja

 Mengurangi waktu keterpaan yang dapat dilakukan dengan mengurangi


jam kerja

 Melindungi pekerja dengan alat-alat proteksi pernafasan, seperti masker,


kanister, dan sebagainya.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


III. ASPEK PENYEBAB KECELAKAN DI LABORATORIUM

1. TIK, Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa mampu :


1. Menjelaskan sebab-sebab kecelakaan kerja di laboratorium kmia
2. Menyebutkan jenis penyebab kecelakaan kerja di laboratorium kimia
3. Menjelaskan tentang hak dan kewajiban pekerja, pemerintas dan
perusahaan dalam mewujudkan keselamatan dan kesehatan kerja di
laboratorium kimia.

2. PENDAHULUAN

Tujuan utama dari program keselamatan dan kesehatan kerja secara


umum adalah mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan atau sakit akibat
kerja, yang berarti melindungi manusia dan harta benda serta lingkungan.
Program tersebut mempunyai keuntungan diantaranya :

- Mengurangi hilangnya jam kerja akibat kecelakaan atau sakit

- Pelaksanaan pekerjaan yang lebih efektif

- Mengurangi biaya pengobatan dan asuransi

- Menjaga motivasi kerja

Oleh sebab itu sudah sewajarnya semua orang dalam lingkungan kerja
tersebut, artinya dari manager tertinggi sampai pekerja bertanggungjawab untuk
melaksanakan program. Manajemen berkewajiban menumbuhkan kesadaran
dan kondisi yang positif diseluruh lingkungan kerja. Pekerja bertanggungjawab
dalam menangani bahan dan proses secara aman. Manager menengah
bertanggungjawab untuk :

- melihat apakah peraturan dan prosedur kerja dilakukan dengan baik oleh
pekerja

- melihat apakah pihak manajemen membuat kekurangan-kekurangan


dalam menyediakan sarana keselamatan seperti konstruksi, prosedur
kerja dan penyediaan alat pelindung diri.

Gambaran secara umum tersebut berlaku juga dalam pengelolaan


program keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium kimia.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Laboratorium Kimia

Secara umum laboratorium kimia memiliki bahaya dasar yang serupa,


yaitu bahaya akibat penggunaan bahan kimia berbahaya. Bahaya bahan kimia
tersebut dapat disebabkan oleh sifat bahan itu sendiri atau sebagai akibat
interaksi dangan panas atau bahan lain. Oleh karena itu untuk menciptakan
keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium sebaiknya kita mengenal dan
memahami :

- Sifat-sifat bahaya bahan kimia

- Bahaya dari bahan oleh pemanasan atau interaksi dengan bahan lain
dalam percobaan

- Sarana laboratorium seperti air, gas dan listrik

Ancaman terhadap keselamatan, berupa : kebakaran, peledakan dan keracunan


akut. Sedangkan ancaman terhadap kesehatan, berupa : keracunan kronis yang
disebabkan oleh keterpaan jangka panjang terhadap bahan korosif maupun
beracun. Akibat terhadap keselamatan dapat segera diamati dan dirasakan.
Pengaruh terhadap kesehatan biasanya baru dapat dirasakan setelah beberapa
lama, pengaruh ini yang paling diremehkan.

4. Kecelakaan di Laboratorium

Kecelakaan yang terjadi di laboratorium selalu disebabkan oleh


penyebab yang pada dasarnya dapat dicari. Oleh sebab itu bila kita dapat
memperkirakan kecelakaan yang dapat terjadi lebih dulu, maka kecelakaan
mungkin dapat dicegah. Semakin bijaksana seseorang, semakin banyak
ditemukan sebab-sebab kecelakaan, semakin besar kemungkinan untuk
menghindari kecelakaan. Walaupun pada kenyataannya berdasarkan
pengalaman tidak semua penyebab kecelakaan dapat dilihat atau diketahui
sebelumnya. Berbagai jenis penyebab kecelakaan dalam beberapa kasus :

 Tidak menggunakan alat pelindung diri yang tepat. Hal ini dapat terjadi
karena ketidakpahaman pekerja pada kegunaan alat pelindung diri yang
akan dikenakan, contohnya : menggunakan masker kain sebagai
perlindung pernapasan pada saat bekerja dengan bahan yang
menghasilkan gas atau uap kimia beracun atau toksik.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


 Ventilasi tidak memadai, hal ini dapat terjadi bila ventilasi ruang asam
tidak berfungsi dengan baik akibat bocor atau sebagai tempat
menyimpan berbagai bahan kimia. Selain itu ventilasi ruang kerja yang
banyak menghasilkan uap berbahaya tidak memadai.

 Listrik. Hal ini diakibatkan hubungan pendek arus listrik, tenaga listrik
yang besar tidak di”ground”kan sehingga akan menimbulkan listrik statis
yang berbahaya.

 Pemanasan bahan kimia mudah terbakar Hal ini terjadi disebabkan oleh
pekerja yang melakukan pemanasan bahan kimia mudah terbakar
langsung dengan api dan tidak menggunakan pemanas air, kontak uap
bahan mudah terbakar dengan sumber pemanasan yang tidak terkendali

 Penyimpanan bahan kimia yang tidak memadai. Hal ini terjadi karena
kelalaian dalam penyimpanan bahan kimia, Contohnya: penyimpanan
bahan kimia secara bertumpuk-tumpuk, penyimpanan yang berdekatan
antara bahan yang inkompatibel, bahan kimia yang terlalu lama
disimpan, silider gas disimpan tidak terikat.

 Kebersihan Laboratorium (Higiene). Hal ini terjadi jika pekerja tidak


membersihkan diri setelah memegang bahan-bahan beracun/korosif,
makan-minum di laboratorium, menyimpan makanan di lemari pendingin
bersama-sama bahan kimia.

 Kurang komunikasi mengenai bahaya bekerja di laboratorium. Pekerja


tidak mengenal sifat bahaya bahan kimia, tidak mengetahui bahaya dari
pekerjaan yang dilakukan, tidak mengetahui cara penanganan dan
penyimpanan bahan kimia berbahaya dan cara melakukan Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan bila terjadi kecelakaan di laboratorium.

 Peralatan-peralatan darurat tidak memadai. Peralatan darurat yang


dimaksudkan adalah peralatan yang diperlakukan secara minimum yang
harus tersedia bila kecelakaan kerja terjadi. Peralatan tersebut terdiri
dari alat pemadam kebakaran yangharus cukup tersedia, tempat
pancuran air/shower air, tersedianya jalan alternatif untuk penyelamatan
diri yang cukup atau terbuka, diadakan latihan pemadam kebakaran.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


5. SEBAB-SEBAB KECELAKAAN

Berdasarkan pengalaman di dalam laboratorium ataupun dalam industri


kimia, penyebab kecelakaan atau sakit akibat kerja adalah:

 Sikap dan Tingkah Laku Pekerja

 Keadaan Yang Tidak Aman

 Peralatan / Sarana Yang Tidak Aman

 Supervisor / Pengawas

Sikap dan Tingkah Laku Pekerja

Sikap dan tingkah laku pekerja yang lalai, menganggap remeh setiap
kemungkinan bahaya dan enggan menggunakan alat pelindung diri menrupakan
penyebab kecelakaan sering terjadi.

Keadaan yang Tidak Aman

Keadaan yang tidak aman dapat disebabkan oleh bahan, teknik dan alat.
Penggunaan bahan kimia berbahaya tanpa pengetahuan yang memadai
merupakan penyebab terjadi kecelakaan. Teknik atau cara kerja yang tidak
aman juga dapat menjadi penyebab kedaan tidak aman, contohnya adalah pada
teknik kerja menggunakan pemanasan langsung dengan bahan kimia mudah
terbakar. Selain itu kondisi ruang kerja yang tidak memadai, contohnya adalah
ruang kerja yang pengap dan terpolusi, penataan bahan yang tidak teratur dan
tidak mengikuti aturan penyimpanan juga merupakan penyebaba keadaan tidak
aman.

Peralatan / Sarana yang Tidak Aman

Peralatan kerja yang telah rusak atau tidak sesuai menyebabkan


bahaya yang dapat terjadi di alboratorium maupun di industri kimia. Selain itu
sarana laboratorium seperti gas yang bocor, listrik yang tidak stabil serta
keadaan gedung yang tidak sesuai peruntukkannya juga merupakan penyebab
bahaya yang sering terjadi.

Supervisor / Pengawas

Supervisor / Pengawas jmemegang peranan penting dalam menjaga


keamanan pelaksanaan pekerjaan di laboratorium kimia atau industri kimia.
Pengawas akan memberikan penjelasan kepada pekerja mengenai prosedur

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


dan cara kerja yang benar agar terhidar dari bahaya serta akan menjelaskan
dan menerapkan peraturan keselamatan kerja dengan baik dan benar. Selain itu
pengawas harus dapat mengantisipasi adanya bahaya yang akan timbul dari
setiap pekaerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja.

6. AKIBAT KECELAKAAN

Suatu kecelakaan dapat berakibat sangat beragam, contohnya adalah


akibat kecelakaan yang didapatkan pekerja adalah kematian,cacat serta
kehilangan pekerjaan. Sedangkan perusahaan akan mendapatkan kerugian
berupa rusaknya alat, hilangnya jam kerja, hilangnya tenaga kerja, hilangnya
dana yang besar sebagai biaya pengobatan atau kematian, hrus memberikan
kompensasi atau membayarkan asuransi dan terhentinya proses kerja.
Pemerintah juga akan mendapatkan kerugian akibat kecelakaan ini yaitu
hilangnya atau berkurangnya tenaga ahli atau berpengalaman, akan terjadi
konflik sosial dan kerusakan lingkungan hidup.

7. HAK dan KEWAJIBAN

Dalam usaha mewujudkan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja,


hak dan kewajiban dari perusahaan, pekerja dan pemerintah telah diatur dalam
undang-undang dan peraturan pemerintah. Hak dan kewajiban dari perusahaan,
pekerja dan pemerintah yang penting adalah :

Perusahaan :

 Kewajiban :

1) Menyediakan peralatan dan lingkungan kerja yang aman

2) Menyediakan prosedur kerja yang aman

3) Menyediakan alat-alat pelindung diri

4) Mengembangkan rasa tanggung jawab para pekerja

5) Melatih atau memberikan pendidikan dan keteramplan dalam


bekerja secara aman

6) Menyelidiki sebab-sebab kecelakaan yang terjadi dan usaha


menanggulanginya.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


 Hak :

Memberlakukan peraturan-peraturan keselamatan kerja dalam


perusahaan.

Pekerja :

 Kewajiban :

1) Mentaati peraturan keselamatan kerja termasuk memakai alat


pelindung diri

2) Memberikan informasi kepada pengawas atau supervisor apabila


menemui hal-hal yang dapat menimbulkan bahaya.

 Hak :

1) Meminta perusahaan untuk melaksanakan syarat-syarat


keselamatan kerja, termasuk alat pelindung diri

2) Menyatakan keberatan untuk bekerja pada keadaan yang tidak


aman atau berbahaya, apabila syarat-syarat keselamatan kerja
tidak dipenuhi.

Pemerintah :

 Kewajiban :

1) Memberi pengayoman dan bimbingann baik kepada perusahaan


maupun pekerja

2) Menyusun dan memberlakukan undang-undang keselamatan kerja

 Hak :

Memberikan pengawasan (inspeksi) pada pelaksanaan undang-undang


keselamatan kerja.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


IV. DAMPAK DARI ASPEK KECELAKAAN KERJA

1. TIK, Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa mampu :


1. Mendeskripsikan 9 golongan bahan kimia berbahaya sesuai dengan
surat keputusan Menteri Perindustrian tahun 1985.
2. Memberikan informasi ringkas tentang sifat dan resiko bahaya bahan
kimia.
3. Menyebutkan beberapa contoh dari bahan kimia berbahaya
brdasarkan sifat-sifat kimianya.
4. Menjelaskan pengaruh bahan kimia bagi kesehatan.
5. Menjelaskan cara penanganan bahan kimia berbahaya secara aman.

2. PENDAHULUAN

Bahan kimia berbahaya adalah bahan atau senyawa baik alami atau
sistetis yang mengandung potensi untuk menimbulkan keracunan, ledakan,
kebakaran atau kerusakan terhadap kehidupan, kesehatan dan keselamatan
pekerja, masyarakat, dan/atau lingkungan jika tidak dikontrol dengan benar
selama penanganan, penyimpanan, pembuatan, penggunaan, pembuangan dan
pengangkutan. Adapun bahaya yang ditimbulkan mungkin disebabkan
kecelakaan seperti kebakaran, kebocoran, peledakan dan pembuangan limbah

Kemungkinan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya di


laboratorium tidak bisa dihindari, hampir semua bahan kimia bersifat berbahaya
dan/atau beracun. Namun demikian betapapun besarnya bahaya bahan kimia
tersebut, dengan mengetahuai sifat dan karakteristik bahan kimia yang akan
digunakan, masalah yang ditimbulkan serta mengetahui tehnik penangannya
maka resiko tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan.

3. PENGGOLONGAN BAHAN KIMIA

Berdasarkan sifat-sifat kimia, fisika dan pengaruhnya terhadap


kesehatan bahan-bahan kimia berbahaya dan beracun dibagi menjadi 9
golongan yaitu : (Sk. Men. Perin No. 148/M/SK/4/1985 )

1. Bahan kimia mudah terbakar ( flammable Substances), yaitu bahan kimia


yang mudah bereaksi dengan oksigen, dan dapat menimbulkan kebakaran.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


2. Bahan kimia mudah meledak (Explosives), yaitu bahan kimia yang berwujud
padat atau cair atau campuran keduanya yang karena suatu reaksi kimia
dapat menghasilkan gas dalam jumlah besar dan tekanan tinggi, sehingga
menimbulkan peledakan.

3. Bahan kimia oksidator ( Oxidation Agents), yaitu bahan kimia yang dapat
menghasilkan oksigen.

4. Bahan kimia reaktif terhadap air ( water Sensitive Substances), yaitu bahan
kimia yang mudah bereaksi dengan air dengan menghasiklan panas dan
gas yang mudah terbakar.

5. Bahan kimia reaktif terhadap asam ( Acid Sensitive Substances), yaitu


bahan kimia yang mudah bereaksi dengan asam disertai menghasikan
panas dan gas yang mudah terbakar.

6. Gas bertekanan ( Compressed Gases), yaitu gas yang disimpan dibawah


tekanan. Bentuknya dapat berupa gas yang ditekan, gas berwujud cair
karena adanya tekanan dan gas yang dilarutkan dalam pelarut dibawah
tekanan.

7. Bahan kimia beracun ( Toxic Agents), yaitu bahan kimia yang bila diserap
oleh tubuh karena tertelan, lewat pernafasan atau lewat kulit dapat
menyebabkan bahaya terhadap kesehatan manusia.

8. Bahan kimia korosif ( Corrosives Chemicals), yaitu bahan kimia yang dapat
mengakibatkan kerusakan bila kontak dengan jaringan tubuh atau bahan
lain.

9. Bahan radioaktif ( Radio Actives), yaitu bahan kimia yang mempunyai


kemampuan memancarkan sinar-sinar radioaktif.

4. SIFAT –SIFAT BAHAN KIMIA DAN BAHAYANYA

a. Bahan Kimia Mudah Terbakar

Dalam laboratorium kimia, Bahan kimia mudah terbakar dapat berupa:


1) Padatan, contoh: belerang, posfor, hibrida logam, logam alkali, dan lain-lain.
Bahan kimia bentuk padat lebih sukar terbakar dibandingkan bentuk cair dan
padat

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


2) Cair, contoh : pelarut organik seperti, eter, alkohol, metanol, aseton, n-
heksana, benzena, pentana, dan sebagainya. Pelarut-pelarut tersebut pada
suhu kamar menghasilkan uap yang dalam perbandingan tertentu dapat
terbakar oleh adanya api terbuka atau loncatan listrik.
3) Gas, contoh: hidrogen, asetilen, dan sebagainya sangat mudah terbakar
sehingga sering menimbulkan ledakkan.

Pada umumnya bahan kimia mudah terbakar menjadi faktor terbesar


terjadinya kebakaran di laboratorium, karena laboratorium banyak
menggunakan gas dan pelarut organik yang mudah terbakar. Kebakaran bisa
terjadi karena interaksi antara bahan kimia mudah terbakar itu sendiri dan
sumber-sumber panas seperti api, alat pemanas, panas mekanik atau listrik.

b. Bahan Kimia Mudah Meledak (Eksplosif)

Peledakan dapat terjadi karena adanya reaksi yang amat cepat dan
menghasilkan panas serta gas dalam jumlah besar. Reaksi eksplosif demikian
selain banyak menimbulkan kerusakan karena tenaga yang amat besar, tetapi
juga disertai kebakaran. Dalam laboratorium maupun industri kimia, peledakan
adalah kecelakaan yang sering terjadi dan menimbulkan banyak korban serta
kerugian harta.
Pada umumnya proses eksplosif selalu disertai dengan kebakaran,
maka percobaan-percobaan dengan senyawa-senyawa eksplosif sebaiknya
dilakukan dalam almari asam, memakai alat, pelindung dan siap dengan
pemadam kebakaran
Bahan-bahan kimia yang mudah meledak atau eksplosif dibagi menjadi
dua yaitu:
1. Bahan kimia yang mudah meledak karena sifat dari bahan tersebut yang
reaktif atau tidak stabil
2. Bahan kimia yang sengaja dibuat untuk tujuan peledakan atau bahan
peledak seperti: Tri Nitro Toluen yang disingkat TNT , nitrogliserin dan
amonium nitrat.

Penanganan bahan- bahan kimia mudah meledak harus berhati-hati, karena


ada beberapa faktor yang amat berpengaruh pada proses terjadinya ledakan,
yakni:
1. Suhu penyimpanan semakin tinggi sehingga mudah terjadi reaksi
eksplosif.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


2. Benturan, gesekan mekanik, hal ini dapat terjadi pada saat
pencampuran atau pengangkutan.
3. Kelembaban, kelembaban yang tinggi dalam penyimpanan akan
menyebabkan adsorpsi air yang memudahkan reaksi kimia terjadi.
4. Listrik, yang mungkin dapat memberikan pemanasan dan atau loncatan
api.
5. Pengaruh bahan kimia lain dalam penyimpanan, contohnya bahan kimia
reduktor akan berbahaya bila dicampur atau berdekatan dengan bahan
oksidator yang tidal stabil.

c. Bahan Kimia Oksidator

Bahan kimia oksidator adalah bahan kimia yang dapat menghasilkan


oksigen reaktif dalam penguraian atau reaksinya dengan senyawa lain, dapat
membakar atau mengoksidasi bahan lain (berfungsi sebagai reduktor). Jenis
bahan kimia oksidator yakni:
1. Bahan kimia oksidator anorganik, seperti: permanganat, perklorat,
dikromat, hidrogen peroksida, periodat dan persulfat. Bahan-bahan
tersebut banyak dipakai dalam analisis kimia sebagai reagen.
2. Bahan kimia peroksida organik, seperti: benzil peroksida, asetil
peroksida, eter oksida, asam parasetat. Zat-zat tersebut banyak dipakai
dalam sintesis organik.

Pada umumnya bahan kimia oksidator bersifat reaktif dan eksplosif serta sering
menimbulkan kebakaran. Kebakaran akibat bahan oksidator sukar dipadamkan
karena mampu menghasilkan oksigen sendiri.

d. Bahan Kimia Reaktif Terhadap Air (Water Reactive Substances)

Bahan-bahan kimia reaktif terhadap air mudah bereaksi dengan air, uap
air atau larutan yang banyak mengandung air secara spontan, menghasilkan
panas yang besar dan atau gas yang mudah terbakar/menyala, beracun
ataupun kombinasinya.
Logam-logam seperti Natrium, litium, Kalium, rubidium , kalsium, alloy
serta amalgama dari logam-logam tersebut jika bereaksi dengan air
menyebabkan reaksi yang eksotermis (kadang-kadang disertai ledakan) diikuti

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


dengan pembebasan gas hidrogen. Reaksi yang terbentuk adalah sebagai
berikut :

2 Na + H2O 2 NaOH + H2 + kalori/panas

Bahan-bahan seperti logam halida anhidrat, oksidasi non-logam halida,


asam anhidrat dan asam sulfat pekat juga bereaksi dengan air secara hebat.
Oleh karena itu, zat-zat demikian harus dijauhkan dari air atau disimpan dalam
ruangan yang kering dan bebas dari kebocoran di waktu hujan. Kebakaran
akibat zat-zat di atas tak dapat dipadamkan dengan penyiraman air, situasinya
akan bertambah buruk.

e. Bahan Kimia Reaktif Terhadap Asam (Acid Reactive Substances)

Logam-logam alkali seperti seperti Na, K, dan Ca selain reaktif terhadap


air juga reaktif terhadap asam. Bahan-bahan tersebut mudah menyala dan
meledak bila bereaksi dengan asam atau uapnya, menghasilkan panas, gas
hidrogen atau gas lainya yang mudah menyala atau meledak, dan atau gas
beracun. Zat- zat beracun seperti NaCN atau KCN bereaksi dengan asam
membentuk gas asam sianida yang amat beracun, Demikian pula logam-logam
seperti Cu, Zn, dan Al reaktif terhadap asam nitrat menghasilkan gas NO2 yang
beracun.

Logam + asam oksidator (H2SO4 p, HNO3) gas beracun

Oleh sebab itu, di dalam penyimpanannya bahan-bahan tersebut harus


dijauhkan dari asam-asam. Oksidator seperti kalium klorat/perklorat, kalium
permanganat dan asam kromat amat reaktif terhadap asam sulfat dan asam
asetat.

f. Gas Bertekanan Tinggi ( Compresssed Gases)

Gas bertekanan adalah bahan yang ditempatkan di dalam wadah,


0
mempunyai tekanan lebih dari 40 psi pada temperatur 70 F atau mempunyai
0
tekanan absolut 104 psi pada temperatur 130 F atau kedua-duanya. Gas
bertekanan tinggi banyak dipakai dalam laboratorium baik sebagai reagen,

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


bahan bakar, satu gas pembawa. Gas-gas bertekanan yang dikompresikan ke
dalam wadah atau silinder dapat berbentuk gas atau cair, maka disebut:
a) Gas tekan, seperti udara, siklopropana, etilen, helium, hidrogen, metana
nitrogen, dan oksigen.
b) Gas cair, seperti amoniak, khlorin, propana, propilen dan gas-gas pendingin.
c) Gas terlarut dalam pelarut organik di bawah tekanan misalnya asetilen.
Asetilen adalah jenis gas yang tidak dapat dimasukkan dalam katagori di
atas karena asetilen sangat reaktif serta sensitif terhadap goncangan. Maka
untuk ke amanan dilakukan pelarutan gas asetilen dengan aseton.

Bahaya dari gas-gas bertekanan selain tekanan tinggi, juga bersifat


racun, korosif, aspiksian dan mudah terbakar. Bahaya lainya adalah bahaya
mekanik seperti meluncurnya silinder gas akibat tekanan yang terlepas atau
ledakan. Silinder atau tabung gas-gas tersebut harus disimpan ditempat yang
tidak kena panas, terikat kuat, dan bebas dari kebocoran kran. Gas-gas
bertekanan yang sering digunakan di laboratorium adalah sebagai berikut:

LFL-UFL
Gas Kegunaan NAB (ppm) (%) Bahaya
Asetilen Bahan bakar AAS - 2.5 - 81 Mudah terbakar,
Amonia Reagen, pelarut 50 15 - 28 Beracun, aspiksian
Gas pembawa
pada kromatografi
Argon gas - - Aspiksian
Beracun, iritant,
Klor Reagen 1 - Korosif
Hidrogenasi, Mudah terbakar,
Hidrogen kromatografi gas - 4.0 - 75 aspiksian
Helium Gas karier - - Aspiksian
Karbondioksida Gas penginert 5000 - Aspiksian
Nitrogendioksisda Bahan Bakar AAS 5 - Beracun, korosif
Etilen oksida Sterilisasi, 50 3 - 100 Mudah terbakar,
Sintesis beracun

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


 NAB singkatan dari nilai ambang batas, yaitu batas konsentrasi suatu zat
atau bahan dalam udara yang boleh ada dan tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi seorang pekerja selama 8 jam perhari.
 LFL singkatan dari Lower Flammable Limit , yaitu batas konsentrasi
terendah suatu bahan/zat dalam udara yang dapat terbakar.
 UFL singkatan dari Upper Flammable Limit, yaitu batas konsentrasi
tertinggi suatu bahan/zat dalam udara yang masih dapat terbakar.

g. Bahan Kimia Beracun

Bahan kimia beracun dapat berupa gas beracun, cairan (pelarut organik)
dan padatan/ logam/ metaloid. Bahan-bahan kimia tersebut dapat masuk ke
dalam tubuh melalui:
1. Tenggorokan/ tertelan. Hal ini jarang terjadi kecuali ada keteledoran
didalam bekerja seperti, ketika memipet larutan dengan mulut (
walaupun sekarang hal tersebut tidak boleh dilakukan karena sudah ada
alat bantu seperti bulp) atau makan dan minum dalam laboratorium.
2. Absorpsii kulit. Bahan kimia seperti anilin, nitrobenzena, fenol, paration,
dan asam sianida (HCN) mudah terserap kulit. Mekanisme dari proses
ini diduga ada hubungan erat dengan kelarutan lipid (lemak) pada kulit.
3. Melalui pernapasan. Gas, debu, dan uap mudah terserap lewat
pernapasan. Gas-gas seperti sulfur dioksida (SO2) dan klor (Cl2) dapat
memberikan efek setempat pada jalan pernapasan. Tetapi gas-gas
seperti HCN, CO, H2S, uap Pb dan Zn, yang telah terserap lewat
pernapasan, akan segera masuk ke dalam darah dan terdistribusi ke
seluruh organ-organ tubuh.

Kadar toksin (racun) dari bahan-bahan kimia terhadap tubuh berbeda-beda,


tergantung pada kondisi kesehatan dan pola makanan, contoh :
 CCl4 dan benzena dapat menimbulkan kerusakan pada hati.
 Metil isosianat (methyl isocyanate = MIC) dapat menyebabkan kebutaan
dan kematian.
 Senyawa merkuri (raksa) dapat menimbulkan kelainan pada genetik atau
keturunan.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


h. Bahan Kimia Korosif/ Iritan ( Corrosive Substances)

Bahan kimia korosif adalah bahan kimia yang dapat bereaksi dengan
jaringan tubuh seperti kulit, mata dan saluran pernafasan. Oleh karena itu,
bahan kimia korosif dapat pula disebut sebagai bahan kimia iritant. Bahan kimia
korosif juga dapat merusak wadah tempat penyimpanan sehingga wadah
menjadi bocor/tumpah serta melepaskan uap beracun.
Pengaruh bahan kimia korosif amat bergantung pada keadaan fisik atau
kelarutan zat dalam permukaan bagian tubuh yang terkena. Akibat yang
ditimbulkannya dapat berupa efek setempat (primer) dan efek sistemik
(sekunder). Asam sulfat dan asam trikloroasetat (TCA) dapat menimbulkan luka
setempat. Asam sulfida dapat menimbulkan efek sistemik, yakni tidak hanya
peradangan pada saluran pernafasan tetapi sampai pada paru-paru.

Bahan kimia korosif dapat dikelompokkan sesuai wujudnya, yaitu :

 Bahan korosif cair, contoh: asam mineral (HNO3 , HCl, H2SO4 H3PO4 dan
HF), asam organik ( HCOOH, CH 3COOH dan CH2ClCOOH ) serta
pelarut organik (petrolium, Hidrokarbon terklorinasi, Karbon disulfida dan
terpentin).

 Bahan korosif padat, contoh: NaOH, KOH, NaO.xSiO2 , (NH4)2CO3 ,CaO,


Ca(OH)2 , CaC2 Ca(CN)2 bahan tersebut bersifat basa. Contoh bahan
korosif padat bersifat asam contoh: CCl3COOH serta C6H5OH, Na, K dan
AgNO3

 Bahan korosif gas, contoh: NH3, HF, CH3COOH, S2Cl2 . SO2 , Cl2 , Br2 ,
AsCl3 dan PCl3. O3, NO2 dan COCl2

i. Bahan Kimia Radio Aktif (Radioactive substances)

Bahan kimia redioaktif adalah bahan kimia yang dapat memancarkan


radiasi sinar alpha, beta, atau gamma. Zat-zat radioaktif banyak dipakai dalam
laboratorium sebagai bahan untuk sintesis atau analisis, dipakai dalam
pengobatan.
Keterpaan radiasi dapat terjadi akibat sumber radiasi dari luar tubuh.
Terutama untuk sumber sinar gamma amat berbahaya karena mempunyai daya
tembus yang besar. Melindungi diri dengan penahan timbal, menjauhkan diri

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


dari sumber radiasi serta mengurangi waktu keterpaan, merupakan cara untuk
menghindarkan diri dari radiasi.
Bahaya radiasi dapat pula berasal dari dalam tubuh. Hal ini terjadi
karena masuknya zat-zat radioaktif lewat paru-paru (berupa uap atau debu),
mulut dan atau kulit. Dalam hal ini bahan pemancar radiasi alpha dan beta
adalah sudah cukup berbahaya, karena dapat beredar ke seluruh tubuh lewat
peredaran darah atau berakumulasi dalam organ-organ tertentu, bergantung
pada jenis zat kimia.

5. PENGARUH BAHAN KIMIA TERHADAP KESEHATAN


Pengaruh bahan kimia berbahaya terhadap kesehatan berbeda- beda
tergantung pada konsentrasi dan lamanya paparan bahan kimia tersebut
terhadap tubuh. Seperti telah diterangkan di atas, akibat yang ditimbulkan
akibat kontak dengan bahan kimia berbahaya adalah: dapat menyebabkan
iritasi, luka bakar, korosif (kerusakan jaringan) dan keracunan. Efek lain dari
bahan kimia dapat dikatogorikan sebagai berikut:
 Menyebabkan kanker, paparan jangka panjang bahan kimia dapat
merangsang pertumbuhan sel-sel yang tidak terkendali dalam bentuk
tumor ganas.
 Menyebakan kerusakan hati, ginjal, dan susunan syaraf.
 Menyebabkan kemandulan atau kerusakan/kelainan janin yang ditandai
oleh kelahiran dalam keadaan cacat.
 Menyebabkan pnemokoniosis yaitu timbunan debu dalam paru-paru
sehingga kemampuan paru-paru untuk menyerap oksigen menjadi
berkurang. Nafas penderita menjadi tersumbat atau nafas pendek.
 Menyebabkan aspiksian atau sulit bernafas dikarenakan menghisap gas-
gas berbahaya.
 Menimbulkan alergi. Jika kena kulit akan timbul bintik-bintik merah kecil
atau menggelembung berisi air. Menimbulkan gangguan pernafasan
berupa batuk-batuk dan nafas tersumbat terutama dimalam hari.
 Menyebabkan efek bius, narkotika, tidak sadar, pingsan bahkan
kematian, bila menghisap bahan kimia yang dapat mengganggu sistem
syaraf pusat.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR
V. PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K)

1. TIK, Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa mampu :


1. Menjelaskan tujuan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) di
tempat kerja baik bagi pekerja maupun perusahaan .
2. Memilih tindakan yang tepat untuk melaksanakan P3K jika terjadi
kecelakaan di tempat kerja .
3. Menyebutkan macam-macam peralatan umum P3K.
4. Menjelaskan macam-macam P3K pada korban keracunan bahan kimia
di laboratorium.
5. Menjelaskan macam-macam P3K pada korban kebakaran.
6. Menjelaskan pertolongan pertama pada korban kecelakaan

2. PENDAHULUAN

Setiap perusahaan mengharapkan para pekerjanya sehat dan produktif


dalam bekerja. Hal tersebut tidak akan tercapai jika tidak ada kerja sama yang
harmonis antara perusahaan dan pekerja dalam menciptakan suasana kerja
yang kondusif dan mengutamakan tindakan keselamatan dalam bekerja .
Sekarang di kalangan industri besar dikenal istilah ”Occupational
Health”. Occupational Health diartikan sebagai lapangan kesehatan yang
mengurusi problematika kesehatan yang menyeluruh dari pada tenaga kerja.
Adapun tujuan dari Occupational Health adalah:
 Mencegah terjadinya penyakit dan kecelakaan.
 Memelihara kesehatan kerja dan
 Meningkatkan produktifitas kerja.

Tidak semua industri kecil/pabrik mempunyai Occupational Health maka


ilmu mengenai layanan P3 K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) bagi
pekerja dalam menghadapi atau menangani kemungkinan terjadinya
kecelakaan di tempat kerja semakin diperlukan (baik yang bersifat gawat darurat
bagi diri sendiri maupun orang lain di lingkungan tempat kerja). Kebutuhan
tersebut terutama bagi para pekerja yang menghadapi resiko tinggi pada
kecelakaan kerja, seperti pekerja di laboratorium kimia yang banyak
menggunakan bahan kimia yang berbahaya dan beracun.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Oleh sebab itu, para pekerja di laboratorium selain perlu diberi pelatihan
untuk meningkatkan kompetensi kerja juga perlu diberikan pelatihan mengenai
pengetahuan bahan kimia berbahaya dan beracun, pelatihan mengenai
Kesehatan Keselamatan Keamanan dan Lingkungan kerja atau disebut
pelatihan K3LK serta pelatihan kesiapan/kesiagaan tanggap darurat untuk
menangani kemungkinan terjadinya kecelakaan di tempat
Jika terjadi kecelakaan kerja di laboratorium, kadang-kadang
kedatangan tim medis dalam menangani kecelakaan tersebut datang
terlambat. Upaya P3 K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) dalam
meringankan penderitaan korban dan mencegah komplikasi yang lebih fatal
sangat diperlukan. Walaupun sifat upaya P3 K tersebut baru merupakan
pertolongan pertama sebelum ditangani lebih lanjut oleh tim medis yang lebih
berwenang dan kompeten. Beberapa usaha pertolongan pertama pada
kecelakaan akan dibahas pada bab berikut.

3. TUJUAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

Tujuan memberikan P3K kepada seseorang atau beberapa korban


kecelakaan di tempat kerja sebelum tim medis/ petugas kesehatan datang
memberikan pertolongan adalah sebagai berikut:
 Meringankan penderitaan korban kecelakaan.
 Berusaha menyelamatkan jiwa korban (life safing).
 Mencegah agar cidera yang dialami tidak bertambah parah.
 Mempertahankan daya tahan hidup korban
 Mencegah komplikasi.
 Mengembalikan kemampuan atau fungsi yang semula dimilik sebelum
terjadinya kecelakaan dengan cepat dan sempurna.

Sedangkan tujuan P3K bagi perusahaan adalah mempertahankan


seseorang agar dapat tetap pada pekerjannya semula atau mengusahakan agar
pekerja tersebut masih dapat bekerja meskipun dalam jenis pekerjaan yang lain
serta mencegah pekerja yang mengalami kecelakaan absen terlalu lama dari
pekerjaannya.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


4. POKOK-POKOK DASAR TINDAKAN P3 K

Secara umum pokok-pokok dasar tindakan pertolongan pertama pada


kecelakaan adalah:
 Bersikap tenang, tidak panik tetapi bertindak cepat serta tidak
melakukan hal yang ceroboh sehingga akan menambah penderitaan
dari korban. Bangkitkan semangatnya agar korban yakin akan dapat
pertolongan secepatnya.
 Periksa pernafasan korban, amati pergerakan naik turunya dada,
dengarkan suara pernafasan, rasakan pernafasan korban pada pipi.
 Periksa denyut nadi korban, jika pernafasanya berhenti tapi masih teraba
denyut nadinya, buka jalan nafas dan segera berikan bantuan
pernafasan. Jenis pernafasan buatan yang dapat dilakukan: mouth to
mouth, secara Nielsen atau secara Silvester.

 Bila terjadi pendarahan, hentikan pendarahan dengan cepat. Tekan


tempat pendarahan dengan kain atau saputangan dan ikat. Letakkan
bagian yang ada pendarahan lebih tinggi dari bagian tubuh lainnya
kecuali jika keadaan tidak memungkinkan.
 Perhatikan tanda-tanda ”shock” dan tindakan-tindakan yang mungkin
akan mempercepat shock . Tanda- tanda shok adalah :
 Kulit penderita dingin dan pucat.
 Kehausan dan kesadaran menurun.
 Nadi berdenyut cepat dan lama-lama melemah/hilang.
 Nafas dangkal dan kadang-kadang tidak teratur.
Jika ada tanda-tanda shock korban ditelentangkan dengan kepala lebih
rendah dari bagian tubuh lainnya. Apabila korban muntah-muntah dalam

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


keadaan setengah sadar baringkan /telungkupkan. Jangan memberikan
apapun melalui mulut korban.
 Jangan memindahkan korban jika tidak perlu benar atau belum pasti
benar tingkat keparahan cedera yang dialami korban. Dikhawatirkan
akan memperburuk/parah kondisi korban, kecuali bila tempat kejadian
berbahaya seperti kebakaran atau ruangan tempat kecelakaan penuh
uap/gas beracun.
 Setelah masalah utama korban ditangani, secepat mungkin meminta
bantuan medis. Hal-hal yang harus dilaporkan saat meminta bantuan
medis adalah :
 Terangkan sejelas-jelasnya lokasi kejadian.
 Nama dan nomer telfon yang meminta bantuan.
 Terangkan sejelas-jelasnya apa yang terjadi dan jumlah korban.
 Terangkan masalah yang terjadi pada korban dan pertolongan
yang sedang diberikan.

Untuk lebih mudah dalam mengingat, jika terjadi kecelakaan kerja


ikutilah tindakan DRABC, singkatan dari Danger, Respon, Airway, Breathing
dan Circulation yang artinya:
 Danger, periksa keadaan bahaya (terhadap diri sendiri, orang lain dan
korban), lakukan pertolongan jika keadaan tersebut tidak
membahayakan diri sendiri atau orang lain (aman). Jangan sampai
penolong sendiri yang akan menjadi korban.
 Respon, periksa respon dari korban (apakah korban sadar ?)
 Jika sadar periksa tanda-tanda pendarahan.
 Jika korban tidak sadar, miringkan posisi dari korban atau buat
posisi recovery.
 Airway, membuka dan membebaskan jalan nafas.
 Breating, memeriksa pernafasan korban.
 Jika korban masih sadar, pastikan korban berada pada posisi
stabil.
 Jika korban tidak bernafas, buat posisi korban terlentang dan
berikan bantuan pernafasan.
 Circulation, memerikasa denyut nadi.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


5. MACAM-MACAM PERLENGKAPAN P3K (FIRST AID)

a. Kamar P3K
Pada umumnya lingkungan atau pabrik yang besar menyediakan ruangan
khusus untuk ruangan P3K. Bahkan sekarang sekolah-sekolah sudah
menyediakan ruangan khusus P3K yang disebut ruangan UKS (usaha
kesehatan sekolah). Ruangan tersebut lokasinya harus ditempat yang sepi
dan bersih, tetapi masih dilingkungan sekitar tempat kerja/sekolah.

b. Tandu.
Tandu dapat dibut atau dimodifikasi dengan mengunakan beberapa bahan
seperti pintu, meja, kayu, bambu, papan atau selimut. Untuk perusahan
yang besar umumnya mempunyai tandu sekop atau tandu ortopedik, yang
dapat digunakan untuk mengangkat korban dengan trauma tulang belakang
atau luka dalam. Tandu tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi korban,
tanpa memperburuk luka korban dan merubah posisi korban pada saat
ditemukan.

c. Lemari atau kotak P3K


 Harus disediakan oleh setiap pabrik/perusahaan dan diawasi oleh satu
orang yang bertanggung jawab atas kotak tersebut.
 Diletakkan di tempat bekerja itu sendiri (diletakkan sekitar pintu masuk /
keluar) dan harus terlihat dengan jelas (sekitar tempat mencuci tangan,
tempat minum).
 Perlengkapan alat-alat P3K terdiri dari: perban/ plester, pembalut steril ,
penyandang, gunting dan peniti.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Gambar 1. Perlengkapan Alat-alat P3K

 Lemari atau kotak portable yang terbuat dari kayu atau plastik, dikenal
dengan nama kotak P3K. Sekarang sudah banyak dijual dalam bentuk
tas ”attache” / First aid kit, lengkap dengan peralatan dan obat-abat yang
diperlukan untuk melaksanakan P3K.

Gambar 2. Tas P3K

Gambar 3. Kotak / Lemari P3K

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


6. PERTOLONGAN PERTAMA KERACUNAN BAHAN KIMIA

Bahaya yang sering mengancam para pekerja di laboratorium kimia


adalah bahaya keracunan. Adapun masuknya bahan kimia yang bersifat racun
ke dalam tubuh dapat melalui pernafasan (terhirup), meresap melalui kulit,
pencernaan atau selaput lendir.

a. Macam –macam bahaya keracunan bahan kimia

1. Keracunan oleh bahan-bahan kimia padat atau cair (accidental poisoning


by solid and liquid substances), yaitu keracunan melalui oral (mulut) oleh
bahan-bahan korosif seperti: senyawa aromatik, NaOH , DDT, aldrine,
andrine, dieldrine dan sebagainya. Keracunan dapat melalui absorbsi
atau penyerapan langsung oleh kulit atau dengan jalan tertumpah
mengenai kulit.

2. Keracunan oleh gas/uap bahan kimia (Accidental poisoning by Gases


and Vapours), contoh:

 Keracunan oleh uap/gas H2S (Hydrogen Sulfide), CS2 (Carbon


Disulfide), Cl (Chlorin), NH3 (amonia) dan bahan-bahan kimia
lainnya yang mempunyai efek terhadap sistim syaraf pusat.

 Keracunan oleh gas – gas yang tidak berbau seperti CO (Carbon


Monoksida) , merkuri dan debu yang mengandung timbal. Efek
langsung yang dialami adalah sesak nafas, kehilangan
kesadaran (pingsan).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat ringannya keracunan.

Berat ringannya keracunan oleh bahan kimia tergantung pada faktor-


faktor sebagai berikut :

1. Sifat keracunan: Keracunan akut, keracunan kronis (menahun) dan


keracunan sistemik, yaitu keracunan yang mempengaruhi/merusak
bagian organ-organ dalam tubuh, seperti ginjal, jantung dan lain-lain.

2. Cara masuknya ke dalam tubuh, melalui aspirasi (pernapasan), melalui


mulut (alat pencernaan), melalui absorbsi kulit dengan jalan kontak
(bersentuhan) atau dengan jalan tertumpah mengenai kulit;

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


3. Sifat-sifat bahan racun itu sendiri:

 Racun yang bersifat korosif dan iritatif, yaitu racun yang merusak dan
merangsang jaringan-jaringan selaput lendir pada alat-alat
pernafasan, alat-alat pencernaan dan kulit.

 Carbon Disulfide CS2 yaitu racun yang mempengaruhi/merusak saraf


pusat (Central nervous depression) dan sebagainya.

4. Banyaknya racun yang masuk ke dalam tubuh, baik melalui aspirasi,


melalui absorbsi kulit maupun mulut (oral).

5. Jenis/macam dan kadar racun: racun kuat, racun agak kuat, racun
sedang dan racun lemah. Keracunan oleh bahan-bahan kimia
tergantung pula sifat-sifat kimia dan fisik dari bahan-bahan tersebut.

6. Keadaan/kondisi dari korban, mekanisme, eleminasi dan kepekaan


seseorang terhadap bahan-bahan kimia tertentu. Keracunan oleh bahan-
bahan kimia dapat terjadi secara akut dan secara kronis atau menahun
dalam jangka waktu yang cukup lama setelah mengalami kontak dari
bahan-bahan kimia tersebut. Keracunan kronis disebabkan keracunan
bahan kimia dalam konsentrasi rendah, tetapi terjadi berulang-ulang
sehingga menimbulkan penimbunan (kumulatif) dalam tubuh (tidak dapat
dikeluarkan oleh tubuh).

c. Beberapa cara pertolongan pertama pada keracunan.

Prinsip pertolongan pada perisrtiwa keracunan adalah mencegah


penyebaran bahan-bahan racun ke dalam tubuh serta menyelamatkan jiwa
korban. Cara-cara yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Emetic, yaitu mengeluarkan bahan-bahan racun yang telah masuk ke


dalam tubuh (termakan/terminum) dengan jalan memuntahkan,
memberikan obat-obat pencahar (laxan/obat kuras) untuk mencegah
absorpsi oleh usus dan untuk mempercepat defekasi (buang air besar).

2. Cathartic, mencuci lambung/menguras lambung (gastric lavage) dengan


menggunakan catheter (selang karet) lambung melalui mulut memakai
air hangat biasa atau larutan-larutan khusus untuk lambung (dilakukan
dirumah sakit).

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


3. Neutralizer, yaitu menetralkan racun dengan jalan memberi obat-obat
antidotum seperti:

 Calsium disodium edetate (EDTA), untuk menetralisir tembaga,


seng, kadmium, mercuri, kobalt, mangan, nikel dan besi II dan III.

 Dialisa dan Hemoperfusi, untuk menetralisir keracunan comphor


dan sangat berguna untuk penderita yang mengalami shock
dalam dan tekanan darah rendah.

4. Mengencerkan bahan-bahan racun yang termakan atau terminum


dengan jalan memberikan minum sebanyak mungkin (pertolongan
pertama).

5. Mencuci dengan air sebanyak-banyaknya (sampai bersih) bagi korban


keracunan karena penyerapan melalui kulit. Pencucian dapat dibantu
dengan sabun. Jangan mencoba mengaplikasikan bahan kimia lain/
antidotum kimia, karena panas yang dikeluarkan akan menambah dalam
luka..

6. Mengikat bahan-bahan racun logam yang masuk ke dalam tubuh


dengan memberikan obat-obat antidota khusus seperti BAL (British Anti
Lewisite), Dimercaprol melalui suntikan, biasanya dipergunakan untuk
keracunan air raksa, Hg (Mercury), cobalt, arsen, nikel, emas, tetapi
tidak bisa digunakan untuk keracunan timah.

7. Memberi antidotum dan memberikan pernafasan buatan (artificial


respiration) atau memberikan oksigen pada penderita yang mengalami
asphyxia (mati lemas) akibat keracunan oleh gas-gas tertentu, misalnya
pada peristiwa keracunan oleh gas H2S.

d. Pengelolaan korban keracunan.

Secara umum pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) akibat


keracunan bahan kimia di laboratorium adalah sebagai berikut:
 Bersikaplah tenang, berikan tindakan yang tegas dan tepat.
 Cegah masuknya racun lebih lanjut dan segera mengeluarkan racun
dari tubuh. (seperti cara yang telah diterangkan di atas).
 Jauhkan korban dari sumber racun.
 Matikan sumber racun bila mungkin (untuk racun berbentuk gas).

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


 Bila tubuh yang terkena racun atau bahan kimia berbahaya,
tanggalkan pakain korban dan siram dengan air mengalir terus
menerus (1 kali 15 menit).
 Memperbaiki keadaan korban, perhatikan jalan nafas dan
pertahankan nafas agar tetap terbuka bila perlu lakukan bantuan
pernafasan atau oksigen (untuk korban keracunan berbentuk gas).
 Lakukan pertolongan khusus terhadap racun yang telah masuk
kedalam tubuh. Jika korban sadar tanyakan penyebab keracunan
dan ransang didaerah oropharynx dengan jari untuk membuat
korban muntah atau menggunakan gagang sendok untuk
merangsang oropharynx.
 Jangan lakukan rangsangan muntah pada korban yang tidak sadar,
pingsan, kejang atau keracunan bahan kimia seperti: kerosen,
spirtus, terpentin, asam nitrat, asam sulfat dan larutan amoniak.
 Berikan antidotum, obat penawar lambung kemudian arang/norit atau
karkoal.

d. Beberapa jenis antidotum bagi korban keracunan bahan kimia

Tabel 1. Jenis Antidotum Bagi Korban Keracunan Bahan Kimia

No Sumber Racun Efek Racun Terhadap Antidotum


1 Metanol Hati, ginjal, jantung dan Etanol
mata
2 Etilen Glikol Otak, ginjal dan hati Kalsium glukonat atau
etanol
3 Asetaldehida , para Hati dan ginjal Penicillamin, vit-C,
aldehid atau tiamin naloxone.
4 Asam oksalat Ginjal Kalsium glukonat
5 Amonia dan Saluran pencernaan, Air jeruk encer, jus
amoniak pernafasan dan mata buah-buahan atau
cuka
6 Flourin dan Saluran pencernaan Kalsium glukonat
derifatnya dan pernafasan
7 Arsenik dan arsin Saluran pencernaan Dimercaprol lalu
dan darah penicilamin
8 Kadmium Darah, hati, ginjal dan Dimercaprol
prostat
9 Kromium Paru-paru dan sel tubuh Dimercaprol lalu
penicilamin
10 Timbal Otak, darah dan ginjal Dimercaprol , EDTA
atau penicilamin
11 Mangan Sistem syaraf EDTA

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


No Sumber Racun Efek Racun Terhadap Antidotum

11 Mercuri Ginjal Dimercaprol

12 Hidrogen sulfida, Darah putih, hati dan Natrium nitrit atau amil
merkaptan, karbon ginjal nitrit
disufida dan sulfida
lainnya
13 Karbon Monoksida Darah (Hb tidak dapat Oksigen
mengangkut oksigen)
14 Asam-asam yang Saluran nafas bagian Kalsium glukonat 10 %
bersifat korosif atas

7. PERTOLONGAN PERTAMA LUKA BAKAR

Luka bakar dapat terjadi disebabkan oleh beberapa sebab yaitu: panas
yang berlebih seperti api, uap, benda-benda atau cairan panas, gesekan,
bahan kimia, listrik, radiasi dan nuklir . Perkiraan berat ringannya luka bakar
dapat ditentukan oleh letak dari luka bakar (pada lapisan epidermis atau lapisan
dermis) serta luasnya luka bakar. Tingkat kebakaran ditentukan berdasarkan
posisi luka bakar pada kedua lapisan kulit tersebut yaitu:
1. Tingkat 1. Jika luka bakar hanya sampai lapisan epidermis dengan
tanda bercak-bercak merah. Memerlukan waktu kira-kira 1 minggu untuk
normal kembali.
2. Tingkat 2. Jika luka bakar sampai lapisan dermis dengan tanda
terbentuknya gelembung cairan (blister) pada kulit. Memerlukan waktu
kira-kira 3 sampai 7 minggu untuk untuk normal kembali.
3. Tingkat 3. jika luka bakar mengenai seluruh tebalnya kulit dengan tanda
adanya warna coklat mengarang, dan kaku pada jaringan bawah kulit
atau kadang-kadang tulangnya terlihat. Untuk luka bakar yang cukup
luas tidak akan sembuh bila tidak dilakukan operasi cangkok kulit (skin
grating).

Adapun prinsip dari pertolongan pertama pada korban akibat kebakaran


adalah: mencegah agar keadaan tidak bertambah buruk serta mencegah luka
bakar terinfeksi. Pengaruh kebakaran pada tubuh dan beberapa usaha
pertolongan pertama pada kecelakaan yang diakibatkan oleh bahan kimia akan
dibahas dalam bab ini.

a. Pengaruh Kebakaran Pada Tubuh

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


 Kematian jaringan kulit bagian atas, bahkan bisa seluruh kulit dan
jaringan dalam.
 Kerusakan pembuluh darah superfisial dengan terkumpulkannya cairan
dalam gelembung.
 Gangguan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit.
 Daerah kulit mudah terinfeksi
 Rasa sakit hebat
 Daerah yang terluka menjadi merah, bengkak dan bergelembung.

b. Menangani Luka Bakar Akibat Api atau Panas

Api yang menyala pada pakaian lebih mudah padam apabila orang
bersangkutan digulingkan (dijatuhkan) ke tanah atau disemprot dengan air.
Penanganan selanjutnya adalah:
 Pindahkan korban dari bahaya. Jangan menjadi korban juga.
 Rebahkan korban.
 Lepaskan perhiasan dan pakaian yang terbakar, jika sulit biarkan.
Jangan merobek pakaian yang menempel pada luka, karena dapat
membahayakan luka itu sendiri.
 Bagian tubuh yang terkena luka bakar diberi air es atau air dingin sampai
suhu tubuh normal kembali atau lakukan sampai yang bersangkutan
tidak merasa nyeri. Jangan sampai memberi pendingin yang berlebih,
menggigil.
 Tutupi daerah luka (bagian tubuh yang terbakar) dengan kasa steril atau
kain bersih. Jangan menggunakan handuk, kapas, atau selimut.
 Jangan pecahkan gelembung.
 Cari pertolongan medis/dokter.
 Jangan memberikan salep, minyak, krim atau obat lain pada luka tanpa
rekomendasi dokter.
 Jika korban merasa sakit kurangi rasa sakit dengan menyiramkan air
pada pembalut kasa.

c. Menangani Luka Bakar Akibat Bahan kimia

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


 Segera cuci dengan air mengalir (dibawah pancuran/shower) selama
kurang lebih 20 menit, agar bahan kimia yang menempel cepat tercuci.
 Lepaskan pakaian dan sepatu korban, hati-hati jangan ikut menjadi
korban.
 Jangan coba-coba melepaskan zat yang menempel pada kulit.
 Tutup daerah luka dengan kasa steril atau kain bersih.
 Cari pertolongan medis.

c. Menangani Luka Bakar Akibat Aliran Listrik

 Biasanya kulit permukaan tidak menunjukkan tanda luka bakar tapi


jaringan sebelah dalam terbakar lebih hebat.
 Matikan stop kontak sumber listrik atau hentakan kabel. Jangan
putuskan kabel dengan cara menggunting.
 Bila keadaan tidak memungkinkan untuk mematikan sumber listrik
korban dipindahkan dengan menggunakan bahan-bahan kering seperti
kain atau kayu.
 Cuci dan dinginkan bagian yang terbakar dengan air mengalir.
 Tutup daerah luka dengan kasa steril atau kain bersih.
 Segera cari pertolongan medis.

8. PERTOLONGAN PERTAMA LUKA PADA MATA

Luka pada mata dapat terjadi diakibatkan oleh beberapa sebab seperti:
percikan bahan kimia yang berbahaya dan beracun, masuknya benda asing
seperti debu, partikel atau pasir serta gas atau uap kimia (asam maupun basa)
yang bersifat iritan dan korosif (seperti asam sulfat pekat, kalium hidroksida,
amina, amonia dan sebagainya). Cara perawatan bagi kecelakaan pada mata
akan dibahas pada bab berikut, tetapi peringatan yang harus diingat dalam
menangani korban adalah: jangan mencoba melepaskan benda-benda yang
sudah melekat pada mata atau mencoba memeriksa mata bila luka pada mata
cukup berat.

a. Penanganan luka pada mata akibat percikan bahan kimia

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


 Sebaiknya menggunakan alat yang disebut foot operated eyewash
fountain. bila tidak ada buka kelopak mata dengan hati-hati kemudian
 Cuci mata dengan air dingin mengalir dengan cara diisiram atau
penyemprotan lunak (melalui selang yang disambungkan ke aliran air
kran) secara terus menerus. Pencucian harus dilakukan secepat
mungkin sebab keterlambatan penanganan akan berakibat fatal bagi
penderita.
 Pastikan kelopak mata ikut terbilas agar tidak ada bahan kimia yang
tersisa didalamnya. (pencucian dilakukan selama 20 menit).
 Pasangkan perban mata atau kain kasa bersih pada kedua mata.
 Jangan gunakan antidotum kimia dan secepatnya cari pertolongan
medis.

b. Penanganan luka pada mata yang disebabkan oleh benda asing

 Korban melihat ke atas, tarik bagian bawah ke arah bawah dan luar. Bila
benda terlihat, dapat dikeluarkan dengan pertolongan kapas yang
dibasahi dengan air yang diusapkan ke dalam biji mata.
 Bila benda tidak terlihat, dengan hati-hati kelopak mata bagian atas
dilipat keluar dengan memegang pangkal bulu mata atau mata korban
dikedip-kedipkan agar benda asing tersebut dapat keluar. Bila masih
gagal bilas mata dengan air bersih.
 Bila benda tertanam dalam biji mata harus segera mencari pertolongan
dokter.
 Jangan mencoba mengeluarkan benda asing pada bagian mata yang
berwarna.

c. Penanganan luka pada mata yang disebabkan oleh uap atau gas

 Cegah agar korban tidak menggosok matanya.


 Cuci mata dengan air dingin.
 Segera bawa kedokter. Beri keterangan pada dokter mengenai bahan
yang telah masuk ke dalam mata.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Gambar 4. Eye Wash

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


VI. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

1. TIK, Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa mampu :


1. Menyebutkan fungsi alat pelindung diri (APD).
2. Menyebutkan jenis-jenis alat pelindung diri (APD) yang umum
digunakan di laboratorium.
3. Menyebutkan bagian tubuh yang perlu dilindungi selama bekerja.
4. Memilih alat pelindung diri yang sesuai dengan pekerjaan yang
dilaksanakan.

2. PENDAHULUAN

Bekerja dengan selamat dan aman berarti menurunkan resiko Resiko


adalah kemungkinan menjadi bahaya, baik terhadap kesehatan manusia, harta
benda, atau lingkungan. Adapun bahaya adalah sesuatu yang dapat
menyebabkan celaka terhadap orang dan/atau lingkungan.

Kemungkinan terjadinya bahaya pada saat bekerja dapat dikarenakan


benturan/jatuhan benda keras atau berat, percikan zat kimia, lantai licin, liistrik,
panas dan sebagainya. Adapun di laboratorium bahaya yang ditimbulkan
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: kadar racun, sifat fisik dan kimia dari
bahan kimia serta jenis & cakupan paparan bahan tersebut ( misalnya
penyerapan melalui kulit, pencernaan, mulut atau percikan pada mata).

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi bahaya atau


resiko yang ditimbulkan selama bekerja adalah:

 Waspada terhadap potensi bahaya selama bekerja

 Kenali potensi dan resiko bahaya yang akan timbul selama bekerja.

 Perkiraan resiko (hal yang paling buruk) yang mungkin akan terjadi
selama melakuan pekerjaan.

 Evaluasi dan tentukan cara mengurangi resiko

 Memilih dan menggunakan alat keselamatan kerja/ alat pelindung diri

( APD ) yang sesuai. APD yang umum digunakan adalah sarung tangan,

kaca mata dan pakaian pelindung.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


3. FUNGSI ALAT PELINDUNG DIRI

Jenis alat pelindung diri atau Personal Protective Equipment sangat


beragam baik bentuk, fungsi dan harganya. Secara umum fungsi alat
pelindung diri adalah melindungi anggota tubuh/diri dari kecelakaan yang
mungkin terjadi selama bekerja. seperti:

 Melindungi tubuh pada saat menangai/menggunakan bahan kimia


beracun dan berbahaya seperti bahan kimia: eksplosif, korosif, iritan dan
bahan beracun.

 Melindungi tubuh dari pukulan, benturan dan keterpaan benda asing


seperti percikan bahan kimia, zat warna, debu kimia dan gas atau uap
kimia.

 Melindungi tubuh dari Luka bakar yang disebabkan oleh panas, bahan
kimia dan radiasi.
 Melindungi dari kecelakaan yang disebabkan oleh tumpahan bahan
kimia berbahaya dan beracun, lantai licin, benda tajam, logam berpijar,
listrik, air, lumpur dan minyak.

 Mencegah mengalirnya cairan kimia berbahaya dan beracun masuk ke


dalam tubuh.

4. JENIS-JENIS ALAT PELINDUNG DIRI DI LABORATORIUM

Alat pelindung diri yang umumnya digunakan pada saat bekerja di


laboratorium adalah :
 Jas Laboratorium (Laboratory Coat).
 Kaca mata pelindung (Safety glasses / goggles).
 Sepatu laboratorium (disposable outer shoes, laboratory / other
specialized footwear).
 Pelindung telinga (hearing protection)
 Pelindung pernafasan (breating mask / breating apparatus).
 Pelindung muka (face shield).
 Sarung tangan (latex gloves).

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


5. BAGIAN-BAGIAN TUBUH YANG PERLU DILINDUNGI

A. Tangan
Alat yang digunakan untuk melindungi tangan disebut “ Glove “ (sarung
tangan pelindung). Glove ini terutama digunakan pada saat menangai bahan
eksplosif, korosif, iritan dan bahan beracun yang dapat terserap melalui kulit.
Jenis glove bermacam-macam tergantung dari bahan yang digunakan, ada
yang terbuat dari bahan kulit, karet, gauntlet, plastik atau polietilen. Dalam
memilih dan menggunakan glove perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Jari dan tangan harus dapat bergerak bebas.
 Jenis bahaya yang mengancam.( jangan menggunakan glove yang
dapat menyerap bahan yang akan digunakan)
 Bagian tangan yang memerlukan perlindungan ( sarung tangan untuk
peramu bahan kimia berbahaya dan beracun harus cukup panjang,
sehingga dapat ditutupi oleh lengan baju pelindung).
 Kecelakaan yang akan dicegah seperti benda panas, bahan kimia,
alirtan listrik dan radiasi.

Cara merawat Glove :


 Segera setelah digunakan glove harus dicuci dengan sabun atau
detergen sebelum dilepas dari tangan.
 Setelah dilepas dari tangan glove dibalik dan dicuci lagi lalu dibilas dan
dibiarkan kering dengan ventilasi yang baik sampai benar-benar kering
 Untuk mengetahui adanya kebocoran glove, pada saat membilas isi
dengan air. Sarung tangan bocor harus dibuang.
 Simpan ditempat khusus untuk menyimpan APD.

Berikut contoh gambar beberapa jenis glove:

Gambar 5. Jenis Glove (sarung tangan kerja)

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


B. Mata

Alat perlidung diri mata yang umum digunakan adalah safety Glasses
(spectacles), cup goggles dan wide vision goggles. Faktor yang paling penting
dalam memakai alat pelindung mata yaitu
 Memilih kaca mata yang sesuai dengan fungsi/peruntukannya.
 Disesuaikan dengan kondisi mata dari pemakainya.
 Disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan serta
resiko yang ditimbulkan terhadap mata.
 Contact lenses hendaknya tidak digunakan bagi pekerja yang
menggunakan bahan kimia. Karena ditakutkan ada reaksi antara bahan
kimia dengan contact lenses.

Pada umumnya alat pelindung mata dibuat untuk melindungi mata dari
benturan/ impak . Untuk pekerja yang menangani bahan kimia goggles seperti
itu tidak selalu sesuai karena tidak melindungi mata dari percikan debu, gas
dan uap bahan kimia . Khusus untuk menangani bahan kimia dikenal dengan
nama “Close fitting goggles” Goggles yang memenuhi standar internasional
untuk menangani bahan kimia adalah British Standards Institute BS 2092 C
untuk cairan kimia, BS 2092 D untuk debu dan BS 2092 G untuk gas dan uap
kimia.
Bagian terpenting dari safety glasses (Spectacles) adalah lensa. Macam-
macam lensa pada safety glasses sebagai berikut:
 Lensa yang diperkeras.
 Lensa berwarna
 Lensa yang khusus untuk radiasi filter.
Alat pelindung diri mata dirancang untuk melindungi mata dari:
 Pukulan, benturan / impak
 Benda asing yang masuk ke mata ( percikan bahan kimia, debu kimia
dan gas atau uap kimia).
 Luka bakar yang disebabkan oleh panas, bahan kimia dan radiasi.
Contoh gambar pelindung diri mata dapat dilihat pada gambar berikut:

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Gambar 6. Cup Goggles (kaca mata kerja)

C. Muka (Wajah)

Alat pelindung muka yang umum digunakan adalah face shields dan
visors yang berfungsi melindungi muka mulai bagian kening, seluruh wajah dan
leher. face shields tidak melindungi mata karena itu dalam pengunaannya perlu
digabungkan dengan goggles .
Alat pelindung muka yang digunakan untuk mengelas disebut Helm.
Helm ini harus tahan terhadap panas yang tinggi maka digunakan bahan lensa
fibre glass. Berikut contoh gambar helm dengan bahan lensa fibre glass:

Gambar 7. Helm (kaca mata untuk mengelas)

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


D. Tubuh

Alat pelindung tubuh yang digunakan di laboratorium diantaranya:


 Jas laboratorium (jas lab) atau Lab Coat . Jas lab yang digunakan harus
mempunyai ukuran yang tepat dengan si pemakai dan tidak
terbuat dari bahan selluloid atau bahan yang mudah terbakar.
(disposable).
 Chemical Suit ( pakain tahan bahan kimia), pakaian ini biasanya
menutupi hampir seluruh tubuh dan dilengkapi dengan boots, gloves
dan hood ( perisai muka ) yang disebut fully encapsulating suit.
Keuntungannya adalah dapat mencegah cairan mengalir dari pakaian ke
sarung tangan atau boots.
 Untuk peramu peptisida digunakan apron yang melindungi bagian dada,
perut sampai lutut pekerja. Apron biasanya dibuat dari bahan neoprene.
Berikut contoh gambar alat pelindung tubuh:

Fully Encapsulating Suit Apron/ Splash Protection

Cooling Garments/Coat Lab Coat

Gambar 8. Macam-macam Alat Pelindung Tubuh

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


E. Kulit

Kulit merupakan bagian tubuh yang harus dilindungi. Macam-macam


kerusakan kulit yang sering terjadi di laboratorium adalah dikarenakan luka
terkena bahan pelarut (bersifat alkali), terkena panas atau radiasi, terkena zat
pewarna, topikal infeksi karena jamur atau bakteri dan terkena minyak.
Walaupun bahayanya tidak terlalu nyata, tetapi keterpaan yang terus menerus
dapat menyebabkan kulit mengalami dermatitis yang dapat menyebabkan
radang kulit dan infeksi kulit.
Alat pelindung kulit yang dapat digunakan adalah: sarung tangan, tutup
muka, pakaian kerja, overall, dan sepatu. Pakaian yang terkena bahan kimia
harus segera di cuci agar tidak mengenai kulit. Faktor yang mempengaruhi
kecelakaan/ tingkat kerusakan pada kulit adalah :
 Sifat dari kulit itu sendiri (berminyak, kering atau sensitive)
 Allergi dan jenis kelamin.

Gambar 9. Alat Pelindung Kulit

F. Pernafasan / Paru-paru

Sumber pencemar pernafasan dapat berbentuk gas, uap logam, kabut


atau debu bahan kimia. Banyak partikel debu bahan kimia tidak terlihat mata
dan tidak berwarna bahkan dapat menimbulkan efek anastetik atau narkotik.
Agar fungsi pernafasan atau paru-paru tidak terganggu, alat pelindung diri yang
dapat digunakan adalah:
 Masker atau respirators.yang berfungsi untuk menyerap gas/uap.
 Dust respirators untuk menyaring debu.
 Cartridge dan SCBA (Self Contained Breathing Apparatus).
Contoh gambar alat pelindung pernafasan dapat dilihat pada gambar berikut :

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Gambar 10. Alat Pelindung Pernapasan

G. Kaki

Alat pelindung kaki yang biasa digunakan adalah sepatu, maka disebut
sepatu pengaman. Sepatu pengaman harus dapat melindungi kaki terhadap
kecelakaan yang disebabkan oleh tumpahan bahan kimia berbahaya dan
beracun seperti asam-asam kuat, lantai licin, benda tajam, logam berpijar, listrik,
air, lumpur dan minyak.
Jenis sepatu pelindung kaki adalah sepatu boot, sepatu keselamatan
dan sepatu non-konduktor. Contoh sepatu pengaman dapat dilihat pada gambar
berikut:

Gambar 11. Alat Pelindung Kaki

H. Kepala

Kepala perlu dilindungi dari jatuhan benda keras/ berat dan panas, benturan,
percikan bahan kimia serta mesin yang dapat menarik rambut. Jenis alat
pelindung kepala yang umum digunakan adalah : helm, penutup kepala yang
berfungsi menutupi bagian rambut. Alat ini biasanya terbuat dari kain atau
bahan sintetik lainnya. Contoh sepatu pengaman dapat dilihat pada gambar
berikut:

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Gambar 12. Alat Pelindung Kepala dan Muka

I. Telinga

Telinga sebagai indera pendengar perlu dilindungi dari kebisingan (suara


yang keras), pertikel-partikel (debu) yang melayang, loncatan api serta pecahan
logam Jenis. alat pelindung telinga yang umum digunakan adalah :

 Ear Plug, alat ini menutupi/ dimasukkan ke dalam lubang telinga dan
terbuat dari bahan karet, kapas atau plastik.

 Ear Muff, alat ini menutupi seluruh telinga

Gambar 13. Alat Pelindung Pendengaran

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


VII. PENERAPAN 5 R

1. TIK, Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa mampu :


1. Menjelaskan sasaran dalam penerapan 5R
2. Menjelaskan tentang Ringkas dalam penerapan 5R
3. Menjelaskan tentang Rapi dalam penerapan 5R
4. Menjelaskan tentang Resik dalam penerapan 5R
5. Menjelaskan tentang Rawat dalam penerapan 5R
6. Menjelaskan tentang Rawat dalam penerapan 5R
7. Menjelaskan tentang Rajin dalam penerapan 5R

2. PENDAHULUAN

Dalam era globalisasi ini selalu terjadi perubahan-perubahan yang


sangat cepat, baik dalam lingkungan maupun industri. Perubahan yang terjadi
pada lingkungan dapat disebabkan oleh persaingan global, restrukturisasi
ekonomi, deregulasi, dan lain-lain yang menyangkut berbagai kebijakan.
Perubahan dalam industri dapat terjadi di tempat kerja yang disebabkan oleh
perubahan teknologi, organisasi industri dan semangat total quality
management. Selain itu perubahan juga dapat terjadi pada tingkat pekerja yang
disebabkan oleh ketrampilan dan peran atau jabatan baru, harapan baru, makna
bekerja dan tuntutan industri terhadap keterlibatan pekerja tersebut dalam suatu
pekerjaan.

Jenis-jenis perubahan dalam industri dapat dibagi menjadi 3 (tiga) hal,


yaitu pertama adalah sikap dan perilaku yang dititk beratkan pada manusia
dalam melakukan perubahan sikap yang diharapkan menjadi lebih baik. Kedua
adalah perubahan struktur yang digunakan untuk pengendalian setiap langkah
agar setiap proses pada tahapan kerja menjadi terstruktur dengan baik dan
efisien dan terjadilah sistem kerja yang sehat bagi seluruh pekerja dari tingkat
bawah hingga managemen puncak. Ketiga adalah perubahan teknologi dan
system yaitu perubahan yang dapat teradi pada prosedur kerja karena
perubahan peralatan sehingga memerlukan kemampuan tambahan bagi pekerja
dalam melakukan kegiatannnya.

Perubahan dapat terjadi pada pola pikir, pola kerja, pola belajar dan pola
tindakan. Tuntutan perubahan yang diharapkan adalah perubahan yang lebih

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


baik dan berkesinambungan. Falsafah yang sering digunakan adalah falsafah
KAIZEN, yaitu KAI artinya perubahan dan ZEN artinya lebih baik, jadi KAIZEN
adalah perubahan yang lebih baik dan berkesinambungan. Pengembangan dari
falsafah ini adalah sesuatu yang sudah baik tetapi tetap ingin lebih baik lagi.
KAIZEN merupakan perubahan yangdapat dicapai dengan bertumpu pada
manusia.

Pendekatan perubahan dapat dilakukan dengan pendekatan partisipatif


da pendekatan pengarahan. Pendekatan parsipatif dilakukan dengan cara
mengolah kemampuan yang dimiliki pekerja dari kemampuan pada tingkatan
terendah hingga tertinggi, yaitu knowledges, attitudes, individual Behavior,
Group Behavior. Sedangkan pendekan pengarahan dilakukan dari kekuatan
posisi puncak dengan membuat aturan agar perubahan yang diharapkan dapat
terealisasi.

5 R merupakan salah satu perubahan yang dilakukan di tempat kerja


melaului perubahan perilaku hingga pada penerapannya diharapkan perubahan
tersebut menjadi budaya kerja. 5 R terdiri dari Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan
Rajin. Ada 3 asas dalam penerapan 5R adalah konsistensi, kontinyu dan
sederhana.

Sasaran penerapan 5R adalah

 Mewujudkan tempat kerja yang nyaman dan pekerjaan yang menyenangkan

 Melatih manusia pekerja yang mampu mandiri mengelola pekerjaan

 Mewujudkan perusahaan bercitra positif dimata pelanggannya yang


tercermin dari kondisi tempat kerja

Dampak penerapan 5R adalah

 Zero (minimum potensi terjadinya) : accident (kecelakaan), breakdown


(gangguan kerusakan), crisis (krisis) dan defect (cacat atau salah kerja).

 Manusia yang bersemangat kerja

 Organisasi yang siap mengikuti perubahan sesuai arahan strategi pimpinan

2. RINGKAS (PEMILAHAN)

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Ringkas berarti pemilahan semua item menjadi 3 kategori, yaitu
diperlukan, ragu-ragu dan tidak diperlukan, tidak ada item yang tidak diperlukan
masih berada diarea kerja, tidak ada item yang berlebih jumlahnya. Penerapan
ringkas dapat dilakukan dengan cara :

 Pelatihan dan penyamaan persepsi penerapan ringkas

 Menentukan dan menyepakati jadwal penerapan ringkas

 Menetapkan lokasi TPS (tempat penyimpanan sementara), menyepakati


prosedur label ringkas dan administrasi TPS

 Ringkas pada area kerja perorangan, kelompok dan memindahkan ke TPS

 Keputusan Manajemen : fasilitas dan status TPS

 Tindak lanjut keputusan Manajemen

 Kebijakan Manajemen dan Target Eliminasi

 Evaluasi penerapan ringkas

TPS (tempat penyimpanan sementara) adalah harus merupakan lokasi


yang aman dan mudah diakses. Ada kordinator penanggungjawab atas
administrasi dan keamanannya. Sementara berarti ada batas waktuu terbatas
yang ditentukan untuk keberadaan lokasi fisik TPS dan status item-item di
dalamnya. Keputusan manajemen menetapkan status final atas item-item dan
menandai berakhirnya TPS.

 Prinsip Ringkas : Singkirkan barang-barang yang

tidak diperlukan dari tempat kerja

 Latar Belakang Ringkas : Karyawan pada umumnya

menerima kehadiran berbagai


benda di tempat kerjanya secara
wajar dan alamiah

 Metode Ringkas : a. Penyeragaman pengertian

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


b. Langsung meringkas tempat

kerja

c. Pemeriksaan berkala

d. Pelembagaan kegiatan ringkas

 Contoh Penerapan : a. Mobilitas tinggi

b. Aliran kerja lancar

c. Keamanan dan kenyamanan

d. Produktivitas / efisiensi

meningkat

3. RAPI (PENATAAN)

Rapi berarti setiap item yang masih diperlukan dalam pekerjaan, tersedia
tempatnya dan jelas status keberadaannya, setiap item dan tempat
penyimpanannya mempunyai nama atau kode identifikasi yang distandarkan,
setiap oang mematuhi aturan penyimpanan dan ada mekanisme pemastiannya.
Penerapan rapi dapat dilakukan dengan cara :

 Pelatihan dan penyamaan persepsi penerapan rapi

 Menyusun dan menyepakati jadwal penerapan rapi

 Mengklasifikasi tempat simpan dan item-itemnya

 Menyiapkan tempat simpan

 Mengatur tat letak tempat kerja

 Memberi tanda batas

 Mengatur tata letak tempat simpan

 Memberi label dan tanda pengenal

 Menyusun dan menyepakati aturan dan tat tertib rapi

 Evaluasi penerapan ringkas dan rapi

Klasifikasi /pengelompokkan rapi dapat didasarkan pada :

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


 Frekwensi pemakaian

 Frekuensi rendah (jarang)

 Frekuensi sedang (kadang-kadang)

 Frekuensi tinggi (sering)

 Keseragaman alat

 Kelompok Erlenmeyer

 Kelompok pipet mohr, dll

 Fungsional alat

 Seperangkat alat yang berfungsi untuk spektrofotometer

 Seperangkat alat yang berfungsi untuk destilasi

 Seperangkat alat yang berfungsi untuk mengukur air limbah

 Batasan waktu

5 Kunci Pencapaian Rapi di Tempat Kerja :

1. Berupaya meniadakan pemborosan dalam mencari alat dan bahan kerja

2. Buatlah segala sesuatu mudah diambil dan digunakan

3. Buatlah segala sesuatu mudah dikembalikan pada tempatnya

4. Buatlah segala sesuatu dapat dimengerti seketika

5. Hindari koleksi pribadi di tempat kerja

 Prinsip Rapi : Setiap barang yang berada di tempat

kerja mempunyai tempat yang pasti dan


jelas, serta harus diletakkan pada
tempatnya.

 Latar Belakang : Kegiatan mencari adalah pemborosan


karena tidak memberikan nilai tambah
pada hasil kerja

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


 Metode : a. Pengelompokkan barang

b. Penyiapan tempat

c. Tanda batas

d. Tanda Pengenal Barang

e. Denah / peta pelaksanaan barang

 Contoh Penerapan : a. Kualitas kerja tinggi

b. Tidak ada barang hilang

c. Tidak ada penundaan pekerjaan

4. RESIK (PEMBERSIHAN)

Resik berarti membersihkan sambil memeriksa, menghilangkan sumber


penyebab kotor, mengupayakan mencapai optimum. Penerapan resik dapat
dilakukan dengan cara :

 Pelatihan dan penyamaan persepsi penerapan resik

 Menentukan dan menyepakati jadwal penerapan resik

 Menyiapkan sarana kebersihan

 Melaksanakan operasi pembersihan awal

 Membuat dan menyepakati peta tanggungjawab resik

 Menyusun standarisasi tata cara kebersihan untuk sarana dan fasilitas


bersama

 Evaluasi penerapan resik

 Prinsip Resik : Bersihkan segala sesuatu yang ada

di tempat kerja. Membersihkan

berarti memeriksa dan menjaga

 Latar Belakang Resik : Karyawan pada umumnya

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Berfikir bahwa kebersihan adalah
tanggung jawab cleaning service

 Metode Resik : a. Penyediaan sarana kebersihan

b. Pembersihan tempat kerja

c. Peremajaan tempat kerja

d. Pelestarian resik

 Contoh Penerapan : a. Tidak ada gangguan proses

b. Mengurangi kesalahan kerja

5. RAWAT (PEMANTAPAN)

Rawat berarti melaksanakan standarisasi di tempat kerja,


mempertahankan kondisi optimum, mewujudkan tempat kerja yang bebas
kesalahan. Penerapan rawat dapat dilakukan dengan cara :

 Merawat Ringkas

 Melaksanakan aturan tata tertib Ringkas

 Operasi Buka : lemari, locker dan laci

 Menyederhanakan prosedur kerja dengan sasaran menghemat waktu

 Merawat Rapi

 Melaksanakan aturan tata tertib Rapi

 Menurunkan sediaan di tempat kerja

 Operasi kelengkapan label

 Merawat Resik

 Melaksanakan aturan tata tertib Resik

 Operasi komputer bersih

 Operasi langit-langit

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


 Prinsip Rawat : Semua orang memperoleh
informasi

yang dibutuhkan di tempat kerja


dengan tepat waktu.

 Latar Belakang Rawat : Kesalahan / penyimpangan di

tempat kerja terjadi karena


karyawan pada umumnya tidak
tahu / lupa.

 Metode Rawat : a. Penentuan butir kendali

b. Penetapan kondisi tidak wajar

c. Mekanisme terpantau

d. Pola tindak lanjut

e. Pemeriksaan

 Contoh Penerapan : a. Resiko dan kerancuan kerja

berkurang

b. Keselamatan kerja, kualitas

produk dan efisiensi meningkat

6. RAJIN (DISIPLIN)

Rawat berarti terbiasa merawat ringkas, rapi, dan resik, terbiasa


melaksanakan standar kerja, mengembangkan kebiasaan positif, keteladanan
pimpinan, kreativitas, mendukung kemampuan. Sasarannya adalah agar setiap
orang melakukan sesuatu yang benar menjadi kebiasaan.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


 Prinsip Rajin : Lakukan apa yang harus dilakukan

dan jangan melakukan apa yang


tidak boleh dilakukan

 Latar Belakang Rajin : Kebiasaan positif harus dibina

agar dapat menjaga dan


meningkatkan apa yang sudah ada

 Metode Rajin : a. Penetapan target bersama

b. Pengembangan teladan atasan

c. Pembinaan hubungan karyawan

d. Kesempatan belajar bagi

karyawan

 Contoh Penerapan : a. Mendukung efisensi dan

produktivitas kerja

b. Timbul kebanggaan professional

Proses penerapan 5 R membutuhkan langkah sistematis yang bersifat


aplikatif dan secara nyata dapat melibatkan seluruh komponen dalam suatu
perusahaan. Untuk itu diperlukan prosedur pelaksanaan program. Program 5R
mempunyai sasaran dan tujuan :

1. Mewujudkan penerapan 5R sebagai komitmen perusahaan

2. Penerapan 5R dalam pengelolaan LK3 secara efektif dan konsisten

3. Menciptakan suasana, sikap dan perilaku lingkungan kerja yang lebih


baik dalam mendukung percepatan kualitas dan kuantitas perusahaan

Metode Program :

1. Mewujudkan efisiensi kerja : penghematan penggunaan sumber daya


termasuk waktu

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


2. Upaya peningkatan produktivitas kerja : peningkatan nilai tambah dan
pengurangan pemborosan

3. Upaya peningkatan kualitas kerja : peningkatan hasil kerja agar sesuai


dengan kebutuhan konsumen

4. Upaya peningkatan keselamatan kerja : peningkatan keamanan dan


kenyamanan dalam bekerja

Petunjuk Penerapan :

1. Prosedur ini sebagai pedoman umum yang berdasarkan implementasi


dalam aspek lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja

2. Untuk hal-hal khusus perlu diatur lebih lanjut sesuai kebutuhan

3. Monitoring dan inspeksi, untuk memastikan bahwa prinsip 5R telah


berjalan dengan baik

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


VIII. ANALISA KESELAMATAN KERJA (JSA)

1. TIK, Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa mampu :


1. Menjelaskan tentang Analisa Keselamatan Kerja
2. Membuat tabel Analisa Keselamatan Kerja
3. Memberikan rekomendasi dari analisa keselamatan Kerja

2. PENDAHULUAN

Tujuan utama dari program keselamatan dan kesehatan kerja secara


umum adalah menganalisa bahaya dari kegiatan kerja berdasarkan analisa
keselamatan kerja.

Analisa keselamatan kerja dilakukan dengan 4 tahapan kegiatan kerrja


yang diawalai dengan menganalisa tahapan kerja dan diakhiri dengan
memberkan rekomendasi.

Tujuannya adalah mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan atau


sakit akibat kerja, yang berarti melindungi manusia dan harta benda serta
lingkungan. Program tersebut mempunyai keuntungan diantaranya :

- Mengurangi hilangnya jam kerja akibat kecelakaan atau sakit

- Pelaksanaan pekerjaan yang lebih efektif

- Mengurangi biaya pengobatan dan asuransi

- Menjaga motivasi kerja

Oleh sebab itu sudah sewajarnya semua orang dalam lingkungan kerja
tersebut, artinya dari manager tertinggi sampai pekerja bertanggungjawab untuk
melaksanakan program. Manajemen berkewajiban menumbuhkan kesadaran
dan kondisi yang positif diseluruh lingkungan kerja. Pekerja bertanggungjawab
dalam menangani bahan dan proses secara aman. Manager menengah
bertanggungjawab untuk :

- melihat apakah peraturan dan prosedur kerja dilakukan dengan baik oleh
pekerja

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


- melihat apakah pihak manajemen membuat kekurangan-kekurangan
dalam menyediakan sarana keselamatan seperti konstruksi, prosedur
kerja dan penyediaan alat pelindung diri.

Gambaran secara umum tersebut berlaku juga dalam pengelolaan


program keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium kimia.

3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Laboratorium Kimia

Secara umum laboratorium kimia memiliki bahaya dasar yang serupa,


yaitu bahaya akibat penggunaan bahan kimia berbahaya. Bahaya bahan kimia
tersebut dapat disebabkan oleh sifat bahan itu sendiri atau sebagai akibat
interaksi dangan panas atau bahan lain. Oleh karena itu untuk menciptakan
keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium sebaiknya kita mengenal dan
memahami :

- Sifat-sifat bahaya bahan kimia

- Bahaya dari bahan oleh pemanasan atau interaksi dengan bahan lain
dalam percobaan

- Sarana laboratorium seperti air, gas dan listrik

Ancaman terhadap keselamatan, berupa : kebakaran, peledakan dan keracunan


akut. Sedangkan ancaman terhadap kesehatan, berupa : keracunan kronis yang
disebabkan oleh keterpaan jangka panjang terhadap bahan korosif maupun
beracun. Akibat terhadap keselamatan dapat segera diamati dan dirasakan.
Pengaruh terhadap kesehatan biasanya baru dapat dirasakan setelah beberapa
lama, pengaruh ini yang paling diremehkan.

4. Kecelakaan di Laboratorium

Kecelakaan yang terjadi di laboratorium selalu disebabkan oleh


penyebab yang pada dasarnya dapat dicari. Oleh sebab itu bila kita dapat
memperkirakan kecelakaan yang dapat terjadi lebih dulu, maka kecelakaan
mungkin dapat dicegah. Semakin bijaksana seseorang, semakin banyak
ditemukan sebab-sebab kecelakaan, semakin besar kemungkinan untuk
menghindari kecelakaan. Walaupun pada kenyataannya berdasarkan

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


pengalaman tidak semua penyebab kecelakaan dapat dilihat atau diketahui
sebelumnya. Berbagai jenis penyebab kecelakaan dalam beberapa kasus :

 Tidak menggunakan alat pelindung diri yang tepat. Hal ini dapat terjadi
karena ketidakpahaman pekerja pada kegunaan alat pelindung diri yang
akan dikenakan, contohnya : menggunakan masker kain sebagai
perlindung pernapasan pada saat bekerja dengan bahan yang
menghasilkan gas atau uap kimia beracun atau toksik.

 Ventilasi tidak memadai, hal ini dapat terjadi bila ventilasi ruang asam
tidak berfungsi dengan baik akibat bocor atau sebagai tempat
menyimpan berbagai bahan kimia. Selain itu ventilasi ruang kerja yang
banyak menghasilkan uap berbahaya tidak memadai.

 Listrik. Hal ini diakibatkan hubungan pendek arus listrik, tenaga listrik
yang besar tidak di”ground”kan sehingga akan menimbulkan listrik statis
yang berbahaya.

 Pemanasan bahan kimia mudah terbakar Hal ini terjadi disebabkan oleh
pekerja yang melakukan pemanasan bahan kimia mudah terbakar
langsung dengan api dan tidak menggunakan pemanas air, kontak uap
bahan mudah terbakar dengan sumber pemanasan yang tidak terkendali

 Penyimpanan bahan kimia yang tidak memadai. Hal ini terjadi karena
kelalaian dalam penyimpanan bahan kimia, Contohnya: penyimpanan
bahan kimia secara bertumpuk-tumpuk, penyimpanan yang berdekatan
antara bahan yang inkompatibel, bahan kimia yang terlalu lama
disimpan, silider gas disimpan tidak terikat.

 Kebersihan Laboratorium (Higiene). Hal ini terjadi jika pekerja tidak


membersihkan diri setelah memegang bahan-bahan beracun/korosif,
makan-minum di laboratorium, menyimpan makanan di lemari pendingin
bersama-sama bahan kimia.

 Kurang komunikasi mengenai bahaya bekerja di laboratorium. Pekerja


tidak mengenal sifat bahaya bahan kimia, tidak mengetahui bahaya dari
pekerjaan yang dilakukan, tidak mengetahui cara penanganan dan
penyimpanan bahan kimia berbahaya dan cara melakukan Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan bila terjadi kecelakaan di laboratorium.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


 Peralatan-peralatan darurat tidak memadai. Peralatan darurat yang
dimaksudkan adalah peralatan yang diperlakukan secara minimum yang
harus tersedia bila kecelakaan kerja terjadi. Peralatan tersebut terdiri
dari alat pemadam kebakaran yangharus cukup tersedia, tempat
pancuran air/shower air, tersedianya jalan alternatif untuk penyelamatan
diri yang cukup atau terbuka, diadakan latihan pemadam kebakaran.

5. TAHAPAN ANALISA KESELAMATAN KERJA (JSA)


a. Menentukan pekerjaan yang dianalisa
Berdasarkan :
- Penyebab kecelakaan serius masa lampau
- Potensi bahaya
- Frekwensi tinggi
- Perubahan sarana
- Baru diciptakan

b. Jabarkan pekerjaan pada langkah dasar


- Langkah-langkahnya :
- Dalam urutan perintah
- Hindari terlalu detil
- Hindari hal umum
- Mulai dengan kata kerja

c. Evaluasi Setiap Langkah Terhadap Bahaya


- Menilai setiap langkah dari tindakan atau kondisi yang mungkin
dapat menyebabkan kecelakaan
- Tentukan berdasarkan observasi :
- Tentukan pekerjaan
Evaluasi dilakukan dengan cara mengobservasi pekerjaan melalui
pekerja dengan cara :
- Tulis yang dilakukan
- Tinjau tulisan bersama pekaerja
- Catat pada form JSA
- Potensi bahaya kimia, fisika, mekanik atau ergonomi dianalisa :
Paparan zat bahaya

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Paparan peralatan dan perlengkapan bahaya
Cidera dari benda terjatuh
Cidera karena ergonomi
Cidera dari terjatuh
Cidera terjepit
Ledakan, sengatan listrik, kebakaran, polusi tiba-tiba
Ventilasi dan cahaya kurang
Kebisingan tinggi

d. Rekomendasi solusi bahaya yang diidentifikasikan


Pekerjaan dilakukan dengan cara lain
Lingkungan kerja harus aman
Penggunaan peralatan atau teknologi lain
Kurangi material bahaya
Gunakan APD
Kurangi frekuensi pekerjaan

Hasil Evaluasi JSA :


Jsa lengkap ditinjau bersama dengan kepala departemen dan SHE
JSA ditinjau dan disetujui seluruh karyawan

Manfaat Hasil Evaluasi JSA


Alat training
Memperbaiki metode kerja untuk meningkatkan produktivitas
Meningkatkan kewaspadaan karyawan terhadap keselamatan

Efektifitas JSA
Dibagi
Update
Tinjau segera dalam kejadian kecelakaan

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


IX. IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO
(IBPR) PADA INDUSTRI KIMIA

1. TIK, Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa mampu :


1. Menjelaskan tentang Identifikasi Bahaya, Penilaian dan
Pengendalian Risiko
2. Membuat Tabel Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian
Risiko

2. PENDAHULUAN

Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem


Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), bagian Perencanaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Pasal 9 ayat 3 (b) memuat pernyataan
tentang penyusunan rencana K3 yang harus mempertimbangkan salah satunya
mengenai identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko (IBPR).
Dalam pelaksanaan penerapan SMK3, dokumen IBPR dalam bentuk tabel IBPR
menjadi salah satu dokumen yang masuk dalam daftar dokumen wajib audit.

Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko pada proses


produksi pada suatu industri harus dipertimbangkan pada saat merumuskan
rencana untuk memenuhi kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk
itu, harus ditetapkan dan dipelihara prosedurnya. Sumber bahaya yang
teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat resiko yang merupakan
tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

3. IDENTIFIKASI BAHAYA

Identifikasi bahaya adalah suatu teknik komprehensif untuk mengetahui


potensi bahaya dari suatu bahan, alat, atau sistem. Bahaya dapat diketahui
dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber antara lain dari peristiwa atau
kecelakaan yang terjadi, pemeriksaan ke tempat kerja, melakukan wawancara
dengan pekerja di lokasi kerja, informasi dari pabrik atau asosiasi industri, data
keselamatan bahan (material safety data sheet) dan lainnya.
Identifikasi bahaya merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk
mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


kerja. Langkah pertama untuk menghilangkan atau mengendalikan bahaya
adalah dengan mengidentifikasi atau mengenali kehadiran bahaya di tempat
kerja.
Identifikasi bahaya dilaksanakan guna menentukan rencana penerapan
K3 di lingkungan Perusahaan. Identifikasi bahaya ditujukan pada segala
sumber, situasi maupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan cedera ataupun
penyakit akibat kerja.
Identifikasi bahaya dilakukan terhadap seluruh aktivitas operasional
Perusahaan di tempat kerja meliputi :

1. Aktivitas kerja rutin dan non-rutin.

2. Aktivitas semua pihak yang memasuki termpat kerja termasuk


kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu.
3. Budaya manusia, kemampuan manusia dan faktor manusia lainnya.
4. Bahaya dari lingkungan luar tempat kerja yang dapat mengganggu
keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja yang berada di tempat
kerja.
5. Infrastruktur, perlengkapan dan bahan/material di tempat kerja baik yang
disediakan Perusahaan maupun pihak lain yang berhubungan dengan
Perusahaan.
6. Perubahan ataupun usulan perubahan dalam Perusahaan baik
perubahan aktivitas maupun bahan/material/mesin yang digunakan.
7. Perubahan Sistem Manajemen K3 termasuk perubahan sementara dan
dampaknya terhadap operasi, proses dan aktivitas kerja.
8. Penerapan perundang-undangan, persyaratan dan peraturan yang
berlaku.
9. Desain tempat kerja, proses, instalasi mesin/peralatan, prosedur
operasional, struktur organisasi termasuk penerapannya terhadap
kemampuan manusia.

4. PENILAIAN RISIKO

Potensi bahaya yang ditemukan pada tahap identifikasi bahaya akan


dilakukan penilaian risiko guna menentukan tingkat risiko (risk rating) dari
bahaya tersebut. Penilaian resiko menggunakan pendekatan metode matriks
resiko yang relatif sederhana serta mudah digunakan, diterapkan dan

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


menyajikan representasi visual di dalamnya. Penilaian risiko dapat dilakukan
dengan berpedoman pada skala Australian Standard/New Zealand Standard
for Risk Management (AS/NZS4360:2004). Ada 2 parameter yang digunakan
dalam penilaian risiko:
• Probability/likelihood/kemungkinan
• Severity/consequences/keparahan

Tabel 2. Kemungkinan dalam Penilaian Risiko


Kemungkinan Rating Deskripsi

Almost Certain/Hampir Pasti 5 Selalu Terjadi

Likely/Kemungkinan Besar 4 Sering Terjadi

Possible/Kemungkinan 3 Kadang-kadang dapat Terjadi


Sedang

Unlikely/Kemungkinan Kecil 2 Mungkin dapat Terjadi

Rare/Jarang 1 Sangat Jarang Terjadi

Tabel 3. Keparahan dalam Penilaian Risiko

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Tabel 4. Matriks Risiko

Keterangan:
Extreme High Risk (E): Sangat berisiko, dibutuhkan tindakan secepatnya
High Risk (H): Risiko tinggi, dibutuhkan perhatian dari manajemen
puncak
Medium Risk (M): Risiko sedang, tanggung jawab manajemen harus
spesifik
Low Risk (L): Risiko rendah, ditangani dengan prosedur rutin

Sebagai tindak lanjut dari penilaian risiko perlu dilakukan evaluasi risiko.
Tujuannya untuk melihat apakah risiko yang telah dianalisis dapat diterima atau
tidak dengan tingkat/ level risiko sesuai kriteria standar yang digunakan dan
selanjutnya akan masuk pada pertimbangan tahapan pengendalian risiko.

5. PENGENDALIAN RISIKO

Pengendalian risiko dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan


risiko bertujuan untuk meminimalkan tingkat risiko dari suatu potensi bahaya
yang ada. Bahaya yang masuk dalam kategori moderate risk, high risk dan
extreme risk akan ditindaklanjuti dengan risk control.
Ketika mendefinisikan kontrol atau membuat perubahan yang sudah
ada, organisasi perlu memperhitungkan hierarki kontrol/pengendalian bahaya.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Hierarki pengendalian bahaya pada dasarnya berarti prioritas dalam pemilihan
dan pelaksanaan pengendalian yang berhubungan dengan bahaya K3.
Ada beberapa kelompok kontrol yang dapat dibentuk untuk
menghilangkan atau mengurangi bahaya K3, yakni pengendalian resiko
didasarkan pada hierarki seperti pada Gambar…

Gambar 14. Hierarki Pengendalian Risiko

5.1. ELIMINASI
Eliminasi merupakan teknik pengendalian risiko dengan bahaya
dihilangkan sama sekali dari tempat kerja atau area kerja. Contoh eliminasi
adalah pada pengangkatan barang secara manual menggunakan tenaga
operator memiliki potensi bahaya cidera pada punggung hingga terkena
penyakit hernia. Prosedur pengangkatan secara manual dihilankan sama sekali.
Pengangkatan barang dapat menggunakan air balancer atau dilakukan secara
robotik sehingga potensi bahaya di atas dapat dihilangkan sama sekali.

5.2. SUBSTITUSI
Teknik ini tidak dapat menghilangkan bahaya K3 seperti teknik eliminasi,
tetapi hanya menurunkan tingkat bahayanya. Substitusi dapat dilakukan denga
mengganti sumber resiko dengan sarana / peralatan lain atau tempat pekerjaan
yang tingkat resikonya lebih rendah / tidak ada. Contoh sustitusi:
• Penggunaan bahan kimia berbahaya dengan yang lebih rendah
tingkatan bahayanya, seperti: mengganti bahan kimia yang berbentuk
gas dengan berbentuk cair, mengganti toxic solvent dengan deterjen.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


• Mengganti kaca dengan plastik
• Mengganti pedestal fan dengan ceiling fan dalam dapur.
• Melakukan pabrikasi di luar battery limit.

5.3. PERANCANGAN
Teknik pengendalian ini diterapkan dengan cara melakukan rekayasa
atau modifikasi, untuk mengurangi paparan bahaya dari sumbernya. Hal
tersebut dapat dilakukan denga mengubah desain tempat kerja, peralatan atau
proses kerja dalam mengurangi tingkat resiko. Cirinya adalah melibatkan
pemikiran yang lebih mendalam bagaimana membuat lokasi kerja yang lebih
aman dengan melakukan pengaturan ulang lokasi kerja, memodifikasi
peralatan, melakukan kombinasi kegiatan, perubahan prosedur, mengurangi
frekuensi dalam melakukan kegiatan berbahaya. Contoh Perancangan atau
Rekayasa Teknik adalah:
• Memindahkan area penyimpanan kertas photocopy ke dekat mesin
untuk mengurangi resiko pengangkutannya.
• Mengendalikan zat-zat kimia dengan melakukan perbaikan terhadap
ventilasi
• Memasang lift barang untuk mengurangi pengangkutan melalui tangga
• Memodifikasi sistem exhaust untuk mengurangi kebisingan

5.4. ADMINISTRASI
Teknik pengendalian administrasi dilakukan dengan menggunakan
prosedur, Standar Operasi Kerja (SOP) atau panduan sebagai langkah untuk
mengurangi resiko. Pengendalian administrasi tetap membutuhkan sarana
pengendali resiko lainnya, misalnya pengaturan jam kerja, pelatihan,
pemberlakuan aturan, rambu K3, poster K3, label dan lain-lain. Contoh
penerapan administrasi adalah sebagai berikut:
• Melakukan rotasi kerja untuk mengurangi efek resiko
• Membatasi waktu atau frekuensi untuk memasuki area
• Melakukan supervisi pekerjaan
• Membuat prosedur, SOP, Panduan, instruksi kerja atau pelatihan
pengamanan

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


• Melakukan pemeliharaan pencegahan dan membuat prosedur
housekeeping.
• Membuat tanda bahaya di area tertentu.

5.5. APD
Alat Pelindung Diri mencakup semua pakaian dan aksesoris yang
digunakan pekerja yang didesain untuk menjadi pembatas sumber bahaya.
Dalam hal ini, paparan bahaya dikendalikan dengan menggunakan alat
pelindung diri yang sesuai. Penggunaan APD yang tepat dan lengkap adalah
kunci keberhasilan dari penerapan teknik ini. Bukan asal pakai. Teknik ini
biasanya digabung dengan pengendalian administratif, sebagai media
komunikasinya.
Penggunaan pengendalian dengan menggunakan Alat Pelindung Diri
hanya digunakan pada situasi di bawah ini:
• Bila tidak ada lagi alat kontrol yang memungkinkan, seperti pakaian yang
digunakan oleh para astronot.
• Hanya sebagai tindakan sementara, hingga sarana kontrol permanen
ditemukan.
• Sebagai tambahan bagi sarana pengendali lainnya (hanya sebagai
pelengkap saja atas alat kendali yang sudah ada).

6. IBPR PADA INDUSTRI KIMIA


Hasil identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko (IBPR)
dirangkum dalam sebuah tabel. Berikut merupakan contoh IBPR dengan
aktivitas yang biasa dilakukan di industri kimia yang dapat dilihat pada Tabel…

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Tabel 5. Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko
Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko
Konsekuensi
Kondisi
Proses / Pengendalian
No Operasi
Aktivitas Kemungkinan Keparahan Matriks Risiko
(N/A/E) PXS
Bahaya/Aspek Konsekuensi (P) (S) Risiko

Fluida
Cidera - Inspeksi Rutin,
N Bertekanan
Anggota 2 3 2x3 M Pemantauan Rutin,
Tubuh
Jadwal Perawatan,
PROPYLENE APAR, Prosedur
1 Kerusakan
SCRUBBER
Mudah (ADM)
N terbakar
Alat Peralatan 2 3 2x3 M - Topi, Sepatu,
Luka bakar Overall, Sarung
Tangan (APD).
Iritasi, Luka
Bahan
bakar, pusing, - Inspeksi Rutin,
N Beracun 2 3 2x3 M
Berbahaya mau muntah, Pemantauan Rutin,
pingsan Jadwal Perawatan,
CATALYST Mudah Kerusakan APAR, Prosedur
2 N 2 3 2x3 M
HOLDING DRUM terbakar Alat Peralatan (ADM)
Iritasi, Luka - Topi, Sepatu,
Mudah bakar, pusing, Overall, Sarung
N 2 3 2x3 M Tangan (APD).
menguap mau muntah,
pingsan

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko
Konsekuensi
Kondisi
Proses / Pengendalian
No Operasi
Aktivitas Kemungkinan Keparahan Matriks Risiko
(N/A/E) PXS
Bahaya/Aspek Konsekuensi (P) (S) Risiko

Cidera - Inspeksi Rutin,


Udara
N bertekanan Anggota 3 3 3x3 M
Pemantauan Rutin,
Tubuh Jadwal Perawatan,
Sesak, APAR, Prosedur
3 AIR FILTER
pingsan, (ADM)
N Kimia debu keracunan, 3 3 3x3 M - Topi, Sepatu,
kanker paru- Overall, Sarung
paru Tangan (APD).

Fluida Kerusakan - Inspeksi Rutin,


N 1 3 1x3 L
Pemantauan Rutin,
PRIMARY NaOH
Bertekanan Alat Peralatan
Jadwal Perawatan,
(NON Pencemaran APAR, Prosedur
4 REGENERATIVE Pipa / selang Tanah
N 1 3 1x3 L (ADM)
NaOH) bertekanan Bahan/Limbah - Topi, Sepatu,
EXTRACTOR B3 Overall, Sarung
N Kimia Cair Sesak 1 3 1x3 L Tangan (APD).

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko
Konsekuensi
Kondisi
Proses / Pengendalian
No Operasi
Aktivitas Kemungkinan Keparahan Matriks Risiko
(N/A/E) PXS
Bahaya/Aspek Konsekuensi (P) (S) Risiko

Sesak,
pingsan,
N Limbah Cair B3 keracunan, 1 3 1x3 L
kanker paru-
paru
Gas Bau Mau muntah,
N 1 3 1x3 L
Bahan Kimia pingsan
Cidera
anggota
N Jatuh 1 3 1x3 L
tubuh, patah
tulang
mata cepat
- Prosedur,
lelah, mata
5 MONITOR DCS N radiasi Cahaya
cepat
1 3 1x3 L Pengaturan Jam
Kerja (ADM)
pegal/capek.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


X. IDENTIFIKASI KONDISI DARURAT DI INDUSTRI KIMIA

1. TIK, Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa mampu :


1. Menjelaskan tentang identifikasi kondisi darurat
2. Menjelaskan tentang Penanganan Keadaan Darurat
3. Menjelaskan tentang Pengendalian Peralatan Keadaan Darurat

2. PENDAHULUAN

Menurut Departemen Tenaga Kerja (2003) keadaan darurat merupakan


situasi atau kejadian yang tidak normal yang terjadi tiba- tiba dan dapat
mengganggu kegiatan komunitas dan perlu segera ditanggulangi.

Jenis Keadaan darurat:


 Natural hazard (Bencana alamiah): Banjir, kekeringan, angin topan, dan
gempa.
 Faktor operasional: kebocoran bahan kimia, peristiwa
kebakaran/ledakan, gangguan operasi seperti kerusakan alat.
 Faktor sosial: rumor, perselisihan, sabotase

Kategori Keadaan Darurat:


1. Keadaan Darurat Tingkat I
Berpotensi mengancam bahaya manusia dan harta benda (aset), yang
secara normal dapat diatasi oleh personil jaga dari suatu instalasi atau pabrik
dengan menggunakan prosedur yang telah disiapkan tanpa perlu adanya regu
bantuan yang dikoordinir
2. Keadaan Darurat Tingkat II
Kecelakaan besar, semua karyawan yang bertugas dibantu dengan
peralatan dan material yang tersedia di instalasi atau pabrik tersebut tidak
mampu mengendalikan keadaan darurat tersebut. Bantuan tambahan masih
berasal dari industri sekitar, pemerintah setempat dan masyarakat sekitar
3. Keadaan Darurat Tingkat III
Malapetaka bencana dahsyat dengan akibat lebih besar dibandingkan
dengan keadaan darurat tingkat II, sehingga memerlukan bantuan koordinasi
pada Tingkat Nasional.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Tanggap darurat adalah suatu sikap untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, yang akan menimbulkan kerugian baik
fisik-material maupun mental-spiritual. Tanggap darurat bencana adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta
pemulihan prasarana dan sarana (UU N0. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana).

3. SISTEM TANGGAP DARURAT


Sistem Tanggap Darurat merupakan kesatuan sistem yang diterapkan
dan dilaksanakan oleh suatu industri, pemerintah beserta komponen
masyarakat yang terintegrasi dalam suatu sistem dan prosedur kerja yang
konkret, dalam rangka menghadapi keadaan darurat di suatu instansi, industri
maupun sektor informal yang berpotensi menimbulkan gangguan bagi stabilitas
keamanan.

4. ELEMEN POKOK SISTEM TANGGAP DARURAT


Sistem Tanggap darurat terdiri dari sepuluh (10) elemen pokok seperti
yang dijelaskan berikut ini.

1. Kebijakan Tanggap Darurat


Kebijakan manajemen karena menyangkut berbagai aspek seperti
organisasi & sumberdaya yang memadai.
2. Identifikasi Keadaan Darurat
Identifikasi keadaan darurat yang mungkin terjadi dalam operasi/kegiatan
organisasi.
3. Perencanaan Awal (preplanning)
Perncanaan awal dilakukan untuk mengetahui dan mengembangkan
strategi pengendaliannya, sehingga dapat diketahui sumber daya yang
diperlukan, strategi pengendalian yang tepat, pengorganisasian dan sistem
komunikasi serta dampak terhadap lingkungan sekitar.
4. Penyusunan Prosedur Keadaan Darurat

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


Prosedur keadaan darurat terdiri dari struktur organisasi, tugas dan
tanggung jawab tim, logistik, sarana yang diperlukan, jalur komando &
komunikasi, pengamanan serta pengelolaan masyarakat sekitarnya.

5. Organisasi Keadaan Darurat


Keadaan darurat harus terorganisasi dengan melibatkan berbagai fungsi
dalam organisasi sesuai tugas dan tanggung jawab masing-masing, yakni
teknisi, operator, sekuriti, medis, pemadam kebakaran, safety, logistik,
transportasi, komunikasi, humas, dll.
6. Prasarana Keadaan Darurat
Prasarana keadaan darurat terdiri dari:
- Sarana penanggulangan
- Sarana penyelamatan manusia (rescue)
- Peralatan & sistem komunikasi
- Logistik
- Sarana medis
7. Pembinaan dan Pelatihan
Pembinaan dan pelatihan dilakukan secara terencana dan
berkesinambungan bagi yang terlibat dalam rantai komando sehingga
mengetahui peran dan tanggung jawabnya masing-masing. Pelatihan dapat
berupa table desk simulation ataupun permainan peran/uji coba dalam kondisi
dan bentuk skenario berbeda.
8. Komunikasi
Komunikasi terdiri dari komunikasi Internal dan eksternal.
9. Investigasi dan Pelaporan
Investigasi dilakukan untuk mengetahui penyebab dan kelemahan serta
kelebihan dalam proses penanggulangan keadaan darurat. Hasil
penanggulangan darurat dilaporkan pada manajemen.
10. Inspeksi dan Audit
Inspeksi dan audit dilakukan menyangkut prosedur, sarana dan
kemampuan petugas. Semua peralatan diperiksa secara berkala.

5. IDENTIFIKASI PROSEDUR PENGELOLAAN INSIDEN, CIDERA


DAN KEADAAN DARURAT

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


5.1. INSIDEN
Insiden dapat terdiri dari:

- Kecelakaan yang mengakibatkan cidera atau kerusakan


bangunan.
- Kejadian berbahaya yang tidak menyebabkan cidera tetapi dapat
menimbulkan risiko langsung dan signifikan terhadap orang atau
properti, dan perlu dilaporkan sehingga tindakan dapat diambil
untuk mencegah kejadian berulang

5.2. KEADAAN DARURAT


Keadaan darurat dapat meliputi:
- Kebakaran
- Emisi gas beracun dan/atau mudah terbakar
- Kecelakaan kendaraan atau mesin berjalan
- Konstruksi bangunan yang runtuh
- Tumpahan bahan kimia
- Cedera terhadap personil
- Ledakan
- Kebocoran gas

5.3. PROSEDUR UMUM TANGGAP DARURAT


Prosedur umum untuk menanggapi insiden dan keadaan darurat dapat
mencakup hal-hal berikut ini:
- Tanggap darurat dasar (tetap tenang, membunyikan alarm, mencari
bantuan)
- Evakuasi
- Mengacu rencana darurat di tempat kerja dan dokumentasi
- Memberitahu ahli K3 yang ditunjuk dan tim K3 yang ditunjuk
(Pemberitahuan layanan darurat , misalnya bagaimana dan kapan
dilakukannya)

5.4. IDENTIFIKASI POTENSI KEADAAN DARURAT


Identifikasi terhadap potensi keadaan darurat berisi hal-hal di bawah ini:
1. Rencana pengendalian terhadap potensi keadaan darurat yang ada dengan
metode dokumentasi berupa pembuatan Standar Keadaan Darurat, nomor
telepon penting, struktur organisasi keadaan darurat, tugas dan tanggung

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


jawab tim penanggulangan keadaan darurat dan standar penyimpanan
tabung gas bertekanan.
2. Sosialisasi standar keadaan darurat untuk memastikan setiap karyawan
mengetahui tata cara penanganan keadaan darurat.
3. Uji coba penanganan keadaan darurat sesuai jadwal uji coba di bawah
koordinasi koordinator tim penanggulangan. Hasil evaluasi dituangkan dalam
formulir evaluasi uji coba penanganan keadaan darurat.
4. Semua rekaman uji coba disimpan sesuai prosedur pengendalian catatan.

5.5. PENANGANAN KEADAAN DARURAT


Jika terjadi keadaan darurat, harus tersedia prosedur penanganan
keadaan darurat seperti diuraikan berikut:
1. Setiap pegawai dan pengguna jasa yang mengetahui adanya keadaan
darurat harus melaporkannya kepada tim penanganan keadaan darurat.
2. Tim K3 penanggulangan keadaan darurat bertanggung jawab menangani
keadaan darurat yang ada. Untuk keadaan darurat kebakaran, penggunaan
alat pemadam mengikuti standar penggunaan APAR.
3. Jika keadaan darurat tidak dapat ditangani oleh tim penanggulangan keadaan
darurat, maka koordinator tim harus segera menghubungi pihak luar yang
terkait untuk meminta bantuan
4. Setelah keadaan terkendali, koordinator tim bertanggung jawab melakukan
koordinasi investigasi bersama Kepala Bagian Umum maksimal 2 X 24 jam.
5. Aktivitas pemulihan keadaan segera dilakukan setelah keadaan terkendali
6. Semua rekaman investigasi disimpan sesuai prosedur pengendalian catatan.

5.6. PENGENDALIAN PERALATAN KEADAAN DARURAT


Dalam keadaan darurat, peralatan keadaan darurat harus dipastikan
terkendali dengan prosedur berikut ini:
1. Tim K3 bertanggung jawab mengidentifikasi semua peralatan keadaan
darurat, yang kemudian dituangkan dalam formulir daftar peralatan keadaan
darurat.
2. Tim K3 bertanggung jawab untuk memastikan peralatan keadaan darurat
dalam kondisi baik dan siap pakai, untuk kepentingan ini, lakukan inspeksi
peralatan keadaan darurat, gunakan form check list APAR, check list kotak
P3K, dan check list box alarm system.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


3. Tim K3 harus memastikan prosedur selalu dipelihara dan dilaksanakan.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR


DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous.Guide For Safety In The Chemical Laboratory. New York :


Manufacturing Chemists Association.1972

2. Dwijoseputra. Ekologi, Manusia dan Lingkungan Jakarta : Erlangga.


1996

3. Edhie Sarwono, dkk. Green Company-Pedoman pengelolaan


Lingkungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja . Jakarta : Astra
Indonesia.2002

4. Eugina Liliawati, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun


1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup .Jakarta : Harvarindo, 2002

5. Eugina Liliawati.Peraturan system manajemen Keselamatan dan


Kesehatan Kerja. Jakarta : Harvarindo.1997

6. Pemerintah Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah No. 50


Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Indonesia

7. Soemanto Imamkhasani dan Milos Nedved. Dasar-Dasar Keselamatan


Kerja Bidang Kimia dan pengendalian Bahaya Besar. Jakarta :
International Labour Organization.1991

8. Soemanto Imamkhasani. Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam


Laboratorium Kimia. Jakarta : Gramedia.1990
9.
10. Tarwaka. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan Kerja dan produktivitas.
UNIBA Press. Jakarta

11. Tresna Sastrawijaya. Pencemaran Lingkungan . Jakarta : Rineka Cipta .


2000

12. UNSW Health and Safety. 2008. Risk Management Program. University
of South Wales. Canberra.

K3L – POLITEKNIK AKA-BOGOR

Anda mungkin juga menyukai