Anda di halaman 1dari 21

MENGHITUNG KOMPENSASI PHK PADA KARYAWAN PERUSAHAAN

MANUFAKTUR

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Evaluasi Kinerja dan Kompensasi yang
diampu oleh Dr. H. Sungkono, S.E., M.M.

Disusun oleh:

Agus Doni Setiadi 18416261201204


Karwian 18416261201137
Karni Susanti 18416261201083

MSDM-E

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN KARAWANG
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdullilah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu
Wa Ta’ala atas berkah, rahmat dan hidayah-nya yang senantiasa dilimpahkan sehingga atas
izin-nya penulis dapat menyelesaikan laporan ilmiah yang berjudul “Menghitung Kompensai
PHK Karyawan Pensiun pada PT. Machiko Jaya Indoensia” yang disusun dengan tujuan untuk
salah satu mata kuliah Evaluasi Kinerja Dan Kompensasi untuk mencapai gelar Sarjana
Manajemen Program Studi Manajemen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Buana Perjuangan Karawang.
Pada kesempatan ini, penulis memberikan penghargaan setinggi-tingginya dan
ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada bapak Dr. H. Sungkono, S.E., M.M, selaku
dosen pengampu mata kuliah Evaluasi Kinerjadan Kompensasi yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan selama ini serta motivasi kepada penulis
yang kemudian membuka cakrawala berpikir penulis.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih terdapat kekurangan-
kekurangan yang merupakan kelemahan penulis dalam melaksanakan tugas ini, untuk itu
penulis mohon maaf. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfat.

Karawang, Desember 2021

Penulis

i
ABSTRAK

Agus Doni Setiadi, Laporan Penghitungan Kompensasi PHK Karena Memasuki Usia
Pensiun Pada PT. Machiko Jaya Indonesia . Program Studi Manajemen, Jurusan Manajemen
Sumber Daya Manusia, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Buana Perjuangan
Karawang.
Penulis memilih PT. Machiko Jaya Indonesia yang berlokasi di Jl. KH. Noer Ali,
Cibuntu RT 011 / RW 004, Desa Cibuntu, Kec. Cibitung – Bekasi, Jawa Barat, Indonesia.
karena penulis ingin mengetahui kegiatan-kegiatan di PT. Machiko Jaya Indonesia khusunya
dalam penghitungan kompensasi PHK karyawan yang mana pada saat ini acuannya adalah
UU Cipta Kerja. Alasan lainnya adalah agar keahlian dan pengetahuan penulis meningkat
sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam dunia kerja, memiliki etos kerja yang meliputi
kemampuan kerja, motivasi kerja, inisiatif, kreativitas, hasil pekerjaan yang berkualitas,
disiplin waktu dan kerajinan dalam bekerja.
Dari studi kasus ini, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa penghitungan
kompensasi PHK ini sangat bermanfaat bagi karyawan yang memasuki usia pensiun (usia
tidak produktif) karena dana pensiun yang diperoleh dapat mereka gunakan untuk
melanjutkan hidup setelah tidak produktif bekerja di perusahaan, misalnya digunakan untuk
membuat usaha sendiri, atau untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari setelah tidak bekerja
lagi di perusahaan. Selain itu perhitungan kompensasi PHK ini harus dilakukan secara benar
dan tidak bisa dilakukan sembarangan atau semena-mena. Karena perhitungannya diatur
dalam UU Cipta Kerja.

Kata kunci: Laporan, Kompensasi PHK, UU Cipta Kerja

ii
ABSTRACT

Agus Doni Setiadi, Report on Compensation Calculation of Layoffs Due to Entering


Retirement Age at PT. Machiko Jaya Indonesia. Management Study Program, Department of
Human Resource Management, Faculty of Economics and Business, University of Buana
Perjuangan Karawang.
The author chooses PT. Machiko Jaya Indonesia, which is located on Jl. KH. Noer Ali,
Cibuntu RT 011 / RW 004, Cibuntu Village, Kec. Cibitung – Bekasi, West Java, Indonesia.
because the author wants to know the activities at PT. Machiko Jaya Indonesia, especially in
calculating the compensation for layoffs of employees, which currently refers to the Job
Creation Law. Another reason is that the writer's skills and knowledge increase in
accordance with the demands of the world of work, have a work ethic which includes work
ability, work motivation, initiative, creativity, quality work, time discipline and craft at work.
From this case study, the authors can conclude that calculating the layoff
compensation is very beneficial for employees who are entering retirement age
(unproductive age) because the pension funds obtained can be used to continue their life
after being unproductive at work in the company, for example used to start a business.
themselves, or to meet daily needs after no longer working at the company. In addition, the
calculation of the compensation for this layoff must be carried out correctly and cannot be
done arbitrarily or arbitrarily. Because the calculation is regulated in the Job Creation Act.

Keywords: Report, Layoff Compensation, Job Creation Act

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
ABSTRAK................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iv
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................................................1
1.2 TUJUAN..................................................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.......................................................................................................................4
2.1 Pengertian.............................................................................................................................4
2.2 Peraturan Pesangon...............................................................................................................4
2.3 Jenis-Jenis Pesangon..............................................................................................................7
2.4 Syarat Mendapatkannya........................................................................................................8
BAB III....................................................................................................................................14
PENUTUP...............................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Memiliki penghasilah tetap merupakan suatu hal yang di impikan semua orang. Tak
terkecuali bagi mereka yang sudah memsasuki usia yang tidak produktif. Karena kebutuhan
manusia tidak mengenal istilah muda atau tua, untuk itu tentu saja diperlukan biaya agar segala
kebutuhan dapat terpenuhi.
Bagi mereka yang masih dalam usia produktif dan bekerja di dalam suatu perusahaan atau
intansi tertentu, mereka masih bisa memperloeh penghasilan tetap. Namun bagi yang sudah
memasuki usia tidak produktif tentu akan sulit mendapatkan penghasilan tetap jika mereka
bukan merupakan karyawan atau pekerja suatu perusahaan.
Orang yang bekerja diperusahaan hingga memasuki masa usia pensiun, tentu tidak perlu
mengkhawatirkan hal tersebut. Karena mereka tetap memperoleh gaji atau upah dari
perusahaan dimana tempat mereka bekerja. Gaji tersebut dapat diperoleh pada saat pekerja
masih aktif maupun sudah tidak aktif (Pensiun).
Pensiun merupakaan dambaan semua karyawan. Karena mereka dapat memperoleh
penghasilan setelah berakhir masa kerja dan masa itu masyarakat masih berpikir bahwa pada
usia menjelang pensiun adalah masa yang sudah tidak produktif lagi. Namun sebagian dari
beberapa orang yang masih berusia produktif dan aktif belum menyadari pentingnya sumber
pendanaan yang akan didapatkan pada masa pensiun. Adapun penyebab resiko yang akan
terjadi pada masa pensiun adalah kesulitan dana, dikarenakan setiap individu tidak ingin mencari
tahu apakah dana pensiun tersebut dapat mencukupi kebutuhan hidup nantinya. Bahwasannya
mereka hanya menggantungkan uang pensiun dari setiap perusahaan tempat mereka bekerja.
Istilah Dana Pensiun sebagai Badan Hukum mulai dikenal setelah munculnya Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Berikut ini merupakan
definisi dari Dana Pensiun menurut Undang-Undang RI No. 11 Tahun 1992 :
“Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalakan program yang menjanjikan
manfaat pensiun.” (pasal 1 ayat 1 UU RI No11/1992). Undang-Undang tersebut sebagai dasar
untuk menyelenggarakan Program Pensiun bagi karyawan pemberi kerja maupun perusahaan.
Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tersebut, sebagai dasar
penyelenggaraan Program Pensiun disebut sebagai Arbeidersfondsen Ordonnantie Tahun 1926
Nomor 377, sebagai pelaksanaan dari Pasal 1601(s) buku III KUH Perdata.

1
Undang-Undang Dana Pensiun ini mempunyai tujuan untuk menciptakan suatu penempatan
baru dalam menghimpun dana untuk memelihara kesinambungan penghasilan karyawan pada
hari tua melalui suatu bentuk tabungan jangka panjang yang hasilnya dinikmati karyawan pada
saat karyawan tersebut pensiun. Cara yang ditempuh agar tujuan tersebut tercapai adalah
melalui sistem pendanaan (funded system) dalam mana, baik pemberi kerja maupun karyawan
dalam suatu lembaga yang disebut sebagai dana pensiun.
Saat ini tidak sedikit perusahaan yang telah melakukan implementasi dalam
menyelenggarakan program pensiun. Menurut Mazmanian dan Sabatier (1979) pengertian
implementasi itu sendiri adalah pemahaman yang akan terjadi setelah menetapkan suatu
program yang menjadi fokus perhatian pemerintah yang merancang implementasi kebijakan.
Dikatakan juga bahwa implementasi merupakan kejadian yang terjadi setelah dibuat dan
disahkan pedoman kebijakan Negara.

1.2 TUJUAN
Tujuan pokok dana pensiun adalah sebagai jaminan hidup bagi peserta dan keluarganya.
Pada saat mereka masih bekerja, penghasilan yang didapatkan semasa masih bekerja tidak
menjadi kekhawatiran bagi mereka dengan apa yang didapatkan semasa bekerja, tapi yang akan
menjadi kekhawatiran disaat mereka tidak lagi bekerja pada perusahaan karena sesuatu hal,
misalnya resiko kehilangan pekerjaan, usia yang kurang produktif (lanjut usia), kecelakaan yang
mengakibatkan kecacatan fisik atau bahkan meninggal dunia.
Resiko tersebut memberikan dampak finansial, terutama bagi kehidupan karyawan dan
keluarganya. Sehinga kesejahteraan yang bersangkutan akan mengganggu kelangsungan
hidupnya. Untuk mengatasi kemungkinan terjadinya keadaan-keadaan tersebut sehingga
diselenggarakannya dana pensiun dalam upaya memberikan jaminan kesejahteraan pada
karyawan. Jaminan tersebut diberikan dalam bentuk manfaat atau imbalan pensiun pada saat
karyawan tersebut memasuki masa pensiun atau mengalami kecelakaan. Jaminan tersebut akan
memberikan ketenangan pada karyawan karena adanya kepastian akan masa depan. Secara
psikologis, jaminan masa depan ini meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga akan
menguntungkan baik perusahaan maupun karyawan itu sendiri.
Penyelenggaraan program pensiun sebagai salah satu bentuk kesejahteraan bagi karyawan,
baik yang dikelola sendiri atau lewat lembaga lain. Maka dari itu kebanyakan perusahaan swasta
berlomba untuk lebih meningkatkan motivasi dan ketenangan kerja dalam rangka peningkatan
produktivitas serta untuk memberikan daya guna dan hasil guna yang optimal dalam
penyelenggaraan program pensiun sesuai fungsinya.Hal ini menegaskan bahwa semakin
pentingnya keberadaan SDM dalam perusahaan yang akan mengoperasikan kegiataan

2
perusahaan. Dengan memberikan program pensiun para karyawan merasa aman, terutama bagi
sebagian masyarakat yang merasa masih produktif akan memberikan motivasi bahwa jasa-jasa
mereka masih dihargai oleh perusahaan. Ada dua jenis pembayaran uang pensiun yang bisa
dilakukan oleh perusahaan baik untuk program pensiun manfaat pasti maupun program pensiun
iuran pasti. Menurut ketentuan pembayaran pensiun dapat dilakukan dengan dua sistem yaitu
sistem pensiun bayar bulanan dan sistem pensiun sekaligus.akibat adanya program dan sistem
pemberian tunjangan pensiun yang berbeda ini akan menimbulkan perbedaan dalam
perhitungan manfaat pensiun

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Uang pesangon adalah pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja/buruh
sebagai akibat adanya pemutusan hubungan kerja.. Uang tersebut merupakan penghargaan dari
pemberi kerja atas masa bakti karyawan maupun penggantian hak. Selain itu, uang ini juga
merupakan salah satu kompensasi yang wajib diperhatikan oleh sebuah perusahaan. Pada
umumnya, kompensasi yang diberikan oleh perusahaan apabila adanya pengunduran diri dari
karyawan maupun Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Karena apabila kondisi usaha atau bisnis
yang tidak menentu, dapat membuat sebuah perusahaan mengambil langkah yang cukup
ekstrim.

2.2 Peraturan Pesangon


Mengenai peraturan dijelaskan dalam Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam beberapa pasal dan ayat sebagai
berikut: 
Pada pasal 150 dijelaskan mengenai kewajiban memberi pesangon kepada buruh/karyawan
apabila terjadi pemutusan kerja. Pengusaha yang dimaksud bisa siapa saja, baik itu perusahaan
swasta maupun milik negara, perseorangan atau badan, berbadan hukum atau tidak, memiliki
pengurus atau mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain. Pada pasal 156 ayat 1 dijelaskan “Dalam hal terjadinya pemutusan hubungan kerja,
pengusaha wajib membayarkan uang penghargaan masa kerja dan yang menjadi pengganti hak
yang seharusnya diterima.”
Pada BAB XII juga dijelaskan tentang pemutusan kerja. Suatu perusahaan berhak untuk tidak
memberikan dana ini apabila karyawan/buruh dalam perusahaan tersebut telah melakukan hal
yang buruk terhadap perusahaan, sebagai contoh adalah tindak korupsi. Apabila terjadi hal
tersebut perusahaan berhak untuk tidak memberikan pesangon serta melakukan pemberhentian
kerja, serta uang pengembalian uang yang telah dikorupsi oleh karyawan/buruh tersebut.
Pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, terdapat
perubahan ketentuan besaran uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja bagi pekerja

4
yang mengalami pemutusan hubungan kerja (“PHK”). Sehingga, hal tersebut mempengaruhi cara
menghitung uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja yang berhak didapatkan pekerja.
Selain itu, besaran hak-hak pekerja tersebut juga ditentukan berdasarkan alasan terjadinya PHK.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU
Ketenagakerjaan”) mendefinisikan PHK sebagai pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan
pengusaha.  Secara normatif, ada dua jenis PHK yang bisa dilakukan, yaitu PHK secara sukarela
dan PHK dengan tidak sukarela. Yang dimaksud PHK secara sukarela adalah PHK yang terjadi
tanpa paksaan dan tekanan, seperti pengunduran diri karena kehendak pribadi, habisnya masa
kontrak, tidak lulus masa percobaan (probation), memasuki usia pensiun, atau pekerja
meninggal dunia. Sementara itu, PHK tidak sukarela adalah PHK yang terjadi karena adanya
berbagai alasan, contohnya karena pelanggaran yang dilakukan oleh buruh/pekerja, atau karena
buruh/pekerja mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut. berikut alasan-alasan
terjadinya PHK menurut UU Cipta Kerja:
1. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan
perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau
pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh;
2. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti
dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian;
3. Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus
menerus selama 2 tahun;
4. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure);
5. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
6. Perusahaan pailit;
7. Adanya permohonan PHK yang diajukan oleh pekerja/buruh dengan alasan pengusaha
melakukan perbuatan sebagai berikut:
a. menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;
b. membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan
berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat
waktu sesudah itu;
d. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh;

5
e. memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang
diperjanjikan; atau
f. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan
kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada
perjanjian kerja;
8. Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang
menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf
g terhadap permohonan yang diajukan oleh pekerja/buruh dan pengusaha memutuskan
untuk melakukan PHK;
9. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:
a. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya
30 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
b. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
c. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
10. Pekerja/buruh mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan
secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh
pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis;
11. Pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan
surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing
berlaku untuk paling lama 6 bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
12. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak
yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;
13. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan
tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan;
14. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau
15. Pekerja/buruh meninggal dunia.

6
2.3 Jenis-Jenis Pesangon
Berdasarkan jenisnya, uang pesangon dapat dibedakan menjadi 3 jenis, diantaranya sebagai
berikut:
 
1. Uang Pesangon (UP)
Uang pesangon yang dimaksudkan disini adalah jumlah gaji pokok yang telat
ditambahkan dengan gaji tetap. Sebagai contoh, tunjangan jabatan, transpor, makan,
kesehatan dan lainnya. Untuk besaran perhitungan sendiri dapat dilihat dalam Undang-
undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat 2. Secara singkat UP
atau Uang Pesangon.dihitung dari jumlah gaji pokok termasuk tunjangan jabatan,
transportasi, uang makan dan lain sebagainya
 
2. Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)
Tidak hanya berasal dari gaji bulanan dan tunjangan, sebagai pekerja tentunya berhak
mendapatkan penghargaan atas apa yang sudah dikerjakan kepada perusahaan. Dan
kembali untuk lebih jelasnya, hal ini dapat dilihat dalam Undang-undang No.13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat (3). UPMK atau Uang Penghargaan Masa
Kerja. UPMK diberikan kepada karyawan dengan masa kerja minimal 3 tahun
 
3. Uang Penggantian Hak (UPH)
UPH atau Uang Penggantian Hak. UPH adalah uang yang diberikan kepada karyawan
sebagai bentuk kompensasi atas hak-hak yang belum diterimanya sebelum pemutusan
hubungan kerja. Misalnya cuti tahunan yang belum diambil, biaya perawatan selama
sakit dan lain sebagainya sesuai dengan aturan perusahaan.Dalam Undang-Undang
No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 ayat (4) disebutkan bahwa
setelah adanya pemutusan hubungan kerja, mantan karyawan juga berhak untuk
mendapatkan uang penggantian hak. Lebih jelasnya sebagai berikut:
a) Cuti tahunan yang belum gugur atau belum sempat diambil.
b) Biaya penggantian perawatan, pengobatan, perumahan yang sudah ditetapkan
sebesar 15% dari uang penghargaan masa kerja (UPMK) apabila telah memenuhi
syarat. (dihapuskan)
c) Biaya transportasi bagi pekerja, umumnya hal ini dilakukan pada karyawan atau
pekerja yang diharuskan berdinas di luar kota maupun daerah.

7
d) Perihal lain yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja sama pada saat bergabung dengan perusahaan.

2.4 Syarat Mendapatkannya


Umumnya uang dan dana yang biasa diterima saat  karyawan berhenti kerja dapat
dikeluarkan jika karyawan memiliki kriteria sebagai berikut:
 
1. Karyawan Memasuki Masa Pensiun
Karyawan yang telah pensiun secara regulasi maupun dini juga wajib diberikan uang
penghargaan, yang menjadi perbedaan adalah nominal yang diberikan. Apabila pensiun
dikarenakan sakit atau mengalami cacar, umumnya jumlahnya lebih sedikit. Dikarenakan
adanya tunjangan lain yang dapat menggantikan. Namun, ketika pensiun karena usia
yang sudah melewati masa aktif, uang yang diberikan akan berjumlah lebih tinggi.
Dikarenakan tidak adanya tunjangan kerja bagi karyawan tersebut.

2. Karyawan Mendapati Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)


Ada beberapa hal yang umumnya terjadi apabila adanya PHK dari suatu perusahaan
terhadap karyawannya. Yang menjadi perhatian adalah tidak selalu akan kinerja
karyawan yang bertindak diluar aturan, tetapi dapat juga perusahaan tersebut harus
mengurangi pekerja dikarenakan suatu hal yang mendesak. Sebagai contoh, perusahaan
yang mengalami penurunan profit.

Artinya dalam hal ini perusahaan wajib memberikan uang kepada karyawan yang terkena
PHK. Karena apabila tidak, karyawan yang terkena PHK akan merasa tidak dihargai akan kinerja yang
telah diberikan terhadap perusahaan tersebut. Segala penjelasan tentang uang pesangon juga akan
disesuaikan dengan peraturan yang ada di Indonesia. Apabila terjadi tindak diluar hukum atau tindak
tidak menyenangkan seperti tidak adanya pesangon bagi karyawan yang memiliki kriteria. Karyawan
dapat mengadukan hal tersebut kepada bagian ketenagakerjaan. Berikut adalah rangkuman dari
perubahan aturan mengenai PHK dari UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 menjadi PP No. 35
Tahun 2021.
a. Ketentuan Masa Kerja Tetap Sama
Besar pengali upah yang diterima oleh karyawan berdasarkan masa kerja tidak ada
perubahan, baik itu untuk Uang Pesangon ataupun Uang Penghargaan Masa Kerja. Hal
ini sesuai dengan ketentuan pada UU Cipta Kerja yang telah disahkan sebelumnya.

8
1) Perhitungan Uang Pesangon (UP) Berdasarkan Masa Kerja

Masa Kerja UP
Kurang dari 1 tahun 1 bulan upah
1 tahun hingga kurang dari 2 tahun 2 bulan upah
2 tahun hingga kurang dari 3 tahun 3 bulan upah
3 tahun hingga kurang dari 4 tahun 4 bulan upah
4 tahun hingga kurang dari 5 tahun 5 bulan upah
5 tahun hingga kurang dari 6 tahun 6 bulan upah
6 tahun hingga kurang dari 7 tahun 7 bulan upah
7 tahun hingga kurang dari 8 tahun 8 bulan upah
Lebih dari 8 tahun 9 bulan upah
2) Perhitung
an Uang Penghargaan Masa Kerja Berdasarkan Masa Kerja

Masa Kerja UPMK


3 tahun hingga kurang dari 6 tahun 2 bulan upah
6 tahun hingga kurang dari 9 tahun 3 bulan upah
9 tahun hingga kurang dari 12 tahun 4 bulan upah
12 tahun hingga kurang dari 15 tahun 5 bulan upah
15 tahun hingga kurang dari 18 tahun 6 bulan upah
18 tahun hingga kurang dari 21 tahun 7 bulan upah
21 tahun hingga kurang dari 24 tahun 8 bulan upah
Lebih dari 24 tahun 10 bulan upah

b. Perubahan Faktor Pengali Berdasarkan Alasan PHK Karyawan


Besar pengali upah yang diterima oleh karyawan berdasarkan alasan PHK terdapat
beberapa penyesuaian. Terdapat alasan PHK yang faktor pengalinya tetap sama, menjadi
lebih kecil dan alasan PHK baru yang pada aturan sebelumnya tidak diatur. Agar lebih
mudah, berikut adalah gambar rangkuman perbedaan antara faktor pengali alasan PHK
pada UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan PP No. 35 Tahun 2021.
Alasan Sebelum PP No. 35 Tahun Sesudah PP No. 35 Tahun
2021, berlaku UU 2021

9
Ketenagakerjaan No. 13
Tahun 2003
Mengundurkan diri
dengan permohonan 30 Tidak ada perubahan
hari sebelumnya.
Karyawan mangkir tanpa
keterangan tertulis dan
Tidak ada perubahan
telah dipanggil oleh
perusahaan 2 (dua) kali
Karyawan ditahan pihak
Tidak ada perubahan
berwajib
Meninggal dunia Tidak ada perubahan
Terdapat 2 kemungkinan di
mana:
- pekerja/buruh tidak bersedia
Penggabungan, melanjutkan hubungan kerja
Digabung menjadi satu
peleburan, atau (UP 1x UPMK 1x)
dengan UP 1x UPMK 1x
pemisahan perusahaan - pengusaha tidak bersedia
menerima pekerja/buruh di
perusahaannya (UP 2x UPMK
1x)
Perusahaan pailit UP 1x UPMK 1x UP 0.5x UPMK 1x
Perusahaan merugi
UP 1x UPMK 1x UP 0.5x UPMK 1x
selama 2 tahun
Perusahaan melakukan
tindakan kurang UP 2x UPMK 1x UP 1x UPMK 1x
menyenangkan
Pelanggaran atas aturan
UP 1x UPMK 1x UP 0.5x UPMK 1x
perusahaan (setelah SP 3)
Sakit berkepanjangan dan
tidak dapat lanjut bekerja
UP 2x UPMK 2x UP 2x UPMK 1x
setelah 12 (dua belas)
bulan

10
Pensiun UP 2x UPMK 1x UP 1.75x UPMK 1x
Pengambilalihan
UP 1x UPMK 1x
perusahaan
Pengambilalihan
perusahaan dan karyawan
tidak bersedia UP 0.5x UPMK 1x
melanjutkan hubungan
kerja
Efisiensi karena
perusahaan mengalami UP 0.5x UPMK 1x
kerugian
Efisiensi untuk mencegah
perusahaan mengalami UP 1x UPMK 1x
kerugian
Perusahaan tutup bukan
karena mengalami UP 1x UPMK 1x
kerugian
Perusahaan tutup akibat
keadaan memaksa (force UP 0.5x UPMK 1x
majeur)
Keadaan memaksa yang
tidak mengakibatkan UP 0.75x UPMK 1x
perusahaan tutup
Perusahaan menunda
kewajiban pembayaran
UP 0.5x UPMK 1x
hutang karena mengalami
kerugian
Perusahaan menunda
kewajiban pembayaran
UP 1x UPMK 1x
hutang bukan karena
mengalami kerugian

c. Perubahan Uang Penggantian Hak

11
Terdapat perubahan komponen yang menjadi bagian dari Uang Penggantian Hak. Lebih
detailnya Anda bisa lihat pada gambar di bawah ini.
Sebelum PP No. 35 Tahun 2021, berlaku UU Ketenagakerjaan
Sesudah PP No. 35 Tahun 2021
No. 13 Tahun 2003
Uang penggantian hak yang
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana seharusnya diterima sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi: dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; a. cuti tahunan yang belum
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan diambil dan belum gugur;
keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima b. biaya atau ongkos pulang untuk
bekerja; pekerja/buruh dan keluarganya ke
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan tempat pekerja/buruh diterima
ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon bekerja;
dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi c. hal-haI lain yang ditetapkan
syarat; dalam perjanjian kerja, peraturan
d. hal-hal lain yang ditetapkan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama

Contoh kasus
Andi adalah seorang karyawan yang di-PHK karena sudah memasuki usia pensiun. Gaji pokok yang
diterima selama bekerja adalah sebesar Rp.12.000.000 dengan tunjangan Rp3.000.000 setiap
bulannya. Andi sendiri sudah bekerja selama 25 tahun 8 bulan dengan jumlah cuti yang belum
diambil sebanyak 7 hari. Besaran uang pesangon yang akan diterima oleh Andi adalah:

Tabel 1.1 Uangpasangon


Uang pasangon
  Masakerja > 8 Tahun. artinya berhak memperoleh 9 Bulan upah
Upah = GP + Tunjangan
Maka Upah Andi dihitung
Rp.12.000.000 + Rp. 3.000.000 = Rp. 15.000.000/bulan
Uang pasangon = (Rp. 15.000.000 x 9)
= Rp. 135.000.000
Faktor pengali PHK karena pensiun adalah 1.75
Uang pasangon = (Rp. 135.000.000 x 1.75)
12 = Rp.236.250.000
Tabel 1.2 Uangpenghargaanmasakerja
Uang penghargaan masa kerja
Masa kerja: 25 tahun artinya > 24 tahun maka berhak atas 10 bulan upah
Uang penghargaan masakerja = (Rp.15.000.000 x 10)
= Rp. 150.000.000-,
Faktor pengali PHK karena pensiun adalah 1
Uang penghargaan masa kerja = (Rp. 150.000.000 x 1)
= Rp. 150.000.000 -,

Tabel 1.3 Uang Penggantian Hak


Uang Penggantian Hak
Jumlah cuti yang belum diambil sebanyak 8 hari (1 bulan dihitung 25 hari
kerja): 8/25 x Upah = UPH andi
= 8/25 x Rp. 15.000.000
Maka UPH dihitung = Rp. 4.800.000,-

Tabel 1.4 Total Pesangon


Total Pesangon
UP + UPMK + UPH = Total Pesangon
Uang pesangon Andi dihitung: = Rp. 236.250.000 + Rp.
UP + UPMK + UPH = Total Pesangon 150.000.000 + Rp. 4.800.000
= Rp. 391.050.000,-
Tabel 1.5 Uang Transpotasi
Uang transpotasi
Dalam 1 bulan uang traspotasi 300.000 x 9 bulan masa kerja
Upah = GP + Tunjangan
Maka Upah Andi dihitung
Rp.4.500.000 + Rp. 3.00.000 = Rp. 4.800.000/bulan
Uang trasnpotasi = (Rp. 4.800.000x 9)
= Rp.43.200.000
Faktor pengali tunjangan selama 9 bulan 1.75
Uang trasnspotasi 13 = (Rp.43.200.000 x 1.75)
= Rp.75.600.000
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

14
Pensiun merupakaan dambaan memperoleh penghasilan setelah berakhir masa kerja
seseorang dan masa itu masyarakat masih berpikir bahwa pada usia menjelang pensiun
adalah masa yang sudah tidak produktif lagi (Kasmir,1999:262). Namun sebagian dari
beberapa orang yang masih berusia produktif dan aktif belum menyadari pentingnya
sumber pendanaan yang akan didapatkan pada masa pensiun.

Adapun penyebab resiko yang akan terjadi pada masa pensiun adalah kesulitan dana,
dikarenakan setiap individu tidak ingin mencari tahu apakah dana pensiun tersebut dapat
mencukupi kebutuhan hidup nantinya. Bahwasannya mereka hanya menggantungkan uang
pensiun dari setiap perusahaan tempat mereka bekerja.

Undang-Undang Dana Pensiun ini mempunyai tujuan untuk menciptakan suatu


penempatan baru dalam menghimpun dana untuk memelihara kesinambungan penghasilan
karyawan pada hari tua melalui suatu bentuk tabungan jangka panjang yang hasilnya
dinikmati karyawan pada saat karyawan tersebut pensiun.

Cara yang ditempuh agar tujuan tersebut tercapai adalah melalui sistem pendanaan (funded
system) dalam mana, baik pemberi kerja maupun karyawan dalam suatu lembaga yang
disebut sebagai dana pensiun. Saat ini tidak sedikit perusahaan yang telah melakukan
implementasi dalam menyelenggarakan program pensiun.

DAFTAR PUSTAKA

https://catapa.com/blog/perhitungan-pesangon-berdasarkan-pp-no-35-tahun-2021

https://www.ocbcnisp.com/id/article/2021/04/05/pesangon-phk

http://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jpm/article/view/296/61

http://jhp.ui.ac.id › index.php › home › article › view

15
16

Anda mungkin juga menyukai