Anda di halaman 1dari 54

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi atau tekanan darah tinggi sering disebut-sebut sebagai sillent killer

karena sesorang yang mengidap hipertensi yang bahkan sudah bertahun-tahun

seringkali tidak menyadarinya sampai terjadi komplikasi seperti kerusakan organ

vital yang cukup berat yang bisa mengakibatkan kematian. Sebanyak 70 %

penderita hipertensi tidak menyadari bahwa dirinya mengidap hipertensi hingga ia

memeriksakan tekanan darahnya ke pelayanan kesehatan. Sebagian lagi

mengalami tanda dan gejala seperti pusing, kencang di tengkuk, dan sering

berdebar-debar (Adib, 2009). Menurut World Health Organization (WHO) tahun

2012 hipertensi adalah salah satu yang memegang andil yang penting untuk

penyakit jantung dan stroke yang dapat menjadi penyebab kematian dan kecacatan

nomor satu. (Senoaji et al., 2017)

Berdasarkan prevalensi hipertensi lansia di Indonesia sebesar 45,9% untuk

umur 55-64 tahun, 57,6% umur 65-74 tahun dan 63,8% umur >75 tahun.

Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan pengukuran tekanan darah pada

umur ≥18 tahun adalah sebesar 25,8%. Prevalensi tertinggi di Bangka Belitung

(30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%)

(Penelitian and RI, 2013(Balitbang Kemenkes RI, 2013).

1
Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan angka

kesakitan hipertensi primer pada tahun 2016 sebanyak 34.660 orang dan pada

tahun 2017 angka kesakitan hipertensi mengalami peningkatan menjadi sebanyak

36.772 orang. Berdasarkan catatan rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah 45

Kabupaten Kuningan menunjukkan hipertensi yang paling banyak terjadi adalah

hipertensi primer. Pada tahun 2016 hipertensi primer di rawat inap sebesar 8,74 %

dari sepuluh besar penyakit dan menempati peringkat ke 5 dan pada tahun 2017

mengalami peningkatan menjadi sebesar 9,86 % menempati peringkat ke 4.

Sedangkan pada rawat jalan tahun 2016 penyakit hipertensi primer sebesar

15,38% dan pada tahun 2017 mengalami peningkatan menjadi sebesar 19,86%.

Penderita hipertensi primer di Rumah Sakit Umum 45 Kabupaten Kuningan umur

20-55 tahun yaitu sebanyak 40,24% (Rahmayani, 2019).

Berdasarkan laporan Rumah Sakit Umum 45 Kabupaten Kuningan dari tahun

ke tahun jumlah kunjungan poliklinik penyakit dalam yang menderita hipertensi

primer terus meningkat. Dari data tersebut didapatkan penderita hipertensi di

poliklinik rawat jalan yang berusia 20-55 tahun prevalensinya cukup tinggi dan

dari bulan ke bulan selama tahun 2017 mengalami peningkatan. Menurut

geografis karakteristik Kabupaten Kuningan merupakan daerah pegunungan yang

mayoritas pekerjaannya sebagai buruh, dimana daerah pegunungan mempunyai

risiko lebih kecil dari pada pantai. Meskipun daerah pegunungan jumlah penderita

hipertensi di Kabupaten Kuningan cukup tinggi, hal ini karena percepatan

pembangunan di Kabupaten kuningan sehingga adanya perubahan gaya hidup

yang memacu terjadinya hipertensi primer (Rahmayani, 2019).

2
Berdasarkan data hasil Pengalaman Belajar Lapangan 1 (PBL 1) adapun

persentase angka hipertensi di Desa Jamberama yaitu untuk kategori pre

hipertensi sebesar 51,4%, hipertensi tingkat 1 sebesar 21,4%, dan hipertensi

tingkat 2 sebesar 11,1%. Jumlah penderita hipertensi di Desa Jamberama

mengalami kenaikan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan tahun

sebelumnya. Itulah yang menjadikan alasan mengapa hipertensi menjadi prioritas

pertama dalam penentuan masalah di Desa Jamberama Kecamatan Selajambe

Kabupaten Kuningan Tahun 2019.

Mengingat tingginya angka kejadian hipertensi yang ditemukan di sarana

pelayanan kesehatan dan tingginya kasus hipertensi terutama pada masyarakat

yang belum terjangkau pelayanan kesehatan maka perlu lebih memprioritaskan

program pencegahan dan penanggulangan hipertensi di masyarakat terutama pada

masyarakat yang belum memasuki masa usia lanjut/ lansia di Desa Jamberama

Kecamatan Selajambe Kabupaten Kuningan kegiatan ini merupakan model

pembinaan bagi ibu kader untuk menambah wawasan dan keterampilan tentang

penyakit dan pencegahan hipertensi. Hasil pertemuan dan diskusi dengan mitra

disepakati upaya pencegahan penyakit hipertensi akan dilakukan dengan strategi

pelatihan masyarakat peduli hipertensi yang bertujuan untuk (1) meningkatkan

pemahaman ibu kader tentang penyakit hipertensi (2) Meningkatkan kemampuan

dan keterampilan ibu kader dalam mencegah penyakit hipertensi (3) Peningkatan

keterlibatan perguruan tinggi dalam menyusun buku saku dengan tujuan untuk

memonitoring hasil pengecekan tekanan darah sebagai upaya pencegahan

hipertensi serta memberikan pelatihan kepada ibu kader agar dapat menggunakan

3
alat pengukur tekanan darah manual untuk melakukan pengecekan berkala

terhadap masyarakat.

Berdasarkan data (Kesehatan, 2013), dilihat dari cara pengolahan sampah saat

ini hanya 24,9% rumah tangga di Indonesia yang pengelolaan sampahnya

diangkut oleh petugas, sedangkan sebagian rumah tangga mengelola sampah

dengan cara dibakar (50,1%), ditimbun dalam tanah (3,9%), dibuat kompos

(0,9%), dibuang ke kali/parit/laut (10,4%), dan dibuang sembarangan (9,7%).

Provinsi Jawa Barat sendiri dalam seharinya menghasilkan 2.700 ton sampah.

Sedangkan di Kabupaten Kuningan Jawa Barat, volume sampah mengalami

peningkatan sekitar 75% setiap harinya.

Berdasarkan data hasil Pengalaman Belajar Lapangan 1 (PBL 1) masalah di

Desa Jamberama yang berkaitan dengan lingkungan yaitu terkait dengan sampah.

Masalah pembuangan sampah yang terdapat di Desa Jamberama yaitu masih

banyaknya masyarakat yang membakar sampah sebanyak 190 keluarga (52,1%),

masyarakat yang membuang sampah di sungai sebanyak 91 keluarga (24,9%),

dibuang sendiri ke TPS sebanyak 24 keluarga (20,1%), dan sisanya dibuang

sembarangan sebanyak 7 keluarga (1,9%).

Berdasarkan data tersebut masalah penyakit tidak menular hipertensi dan

masalah sampah menjadi prioritas masalah yang harus segera diselesaikan. Hal ini

sesuai dengan hasil Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) dimana 100% dari

total 25 masyarakat yang hadir dalam musyawarah tersebut memilih masalah

4
penyakit tidak menular hipertensi dan masalah sampah sebagai prioritas masalah

yang harus segera diselesaikan.

1.2 Tujuan

a. Tujuan Umum

Untuk merumuskan alternatif solusi dari masalah penyakit tidak menular

hipertensi dan sampah yang ada di Desa Jamberama Kecamatan Selajambe

Kabupaten Kuningan Tahun 2019.

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi alternatif penyelesaian masalah dengan cara

brainstorming dan penggunaan how-how diagram dalam mengatasi

masalah penyakit tidak menular hipertensi dan masalah sampah yang

ada di Desa Desa Jamberama Kecamatan Selajambe Kabupaten

Kuningan Tahun 2019.

2. Untuk menganalisis kelayakan penyelesaian masalah dengan metode

force field analysis untuk mengetahui alternative pemecahan masalah

yang paling tepat dalam mengatasi masalah sampah yang ada di Desa

Jamberama Kecamatan Selajambe Kabupaten Kuningan Tahun 2019.

3. Untuk merumuskan Plan of Action (PoA) sebagai upaya

merencanakan intervensi yang terstruktur dalam mengatasi masalah

penyakit tidak menular hipertensi dan masalah sampah yang ada di

Desa Jamberama Kecamatan Selajambe Kabupaten Kuningan Tahun

2019.

5
4. Untuk melakukan intervensi sebagai upaya penanggulangan untuk

mengatasi masalah penyakit tidak menular hipertensi dan masalah

sampah yang ada Desa Jamberama Kecamatan Selajambe Kabupaten

Kuningan Tahun 2019.

5. Untuk menganalisis monitoring dan evaluasi kegiatan intervensi

masalah penyakit tidak menular hipertensi dan masalah sampah Desa

Jamberama Kecamatan Selajambe Kabupaten Kuningan Tahun 2019.

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat Teoritis

Dari hasil Pengalaman Belajar Lapangan 2 ini dapat dijadikan sebagai

bahan pertimbangan bagi para stakeholder untuk melakukan intervensi masalah

kesehatan dan masalah sampah di setiap daerah sebagai upaya menciptakan

masyarakat yang peduli terhadap kesehatan dan kesehatan lingkungan.

1.3.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Masyarakat dan Desa Jamberama

a) Masyarakat mempunyai kesadaran untuk melakukan pengecekan

tekanan darah secara berkala dan mempunyai kesadaran untuk

berperilaku hidup bersih dan sehat khususnya tidak membuang

sampah sembarangan.

b) Pemerintah Desa Jamberama dapat membuat suatu program yang

tepat untuk mengatasi masalah peningkatan jumlah penderita

6
hipertensi dan masalah sampah di desanya sesuai dengan kondisi

yang ada dilingkungan masyarakat.

2. Bagi UPTD Puskesmas Selajambe

Membantu pihak Puskesmas dalam mengatasi masalah penyakit

hipertensi dan masalah kesehatan lingkungan di Desa Jamberama.

3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

a) Dapat menjadi bahan masukan dalam pengembangan kegiatan

pendidikan dan penelitian.

b) Dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi peneliti lainnya

khususnya yang akan meneliti tentang masalah kesehatan dan

masalah sampah di Desa Jamberama Kecamatan Selajambe

Kabupaten Kuningan Tahun 2019.

7
BAB II

METODE KEGIATAN PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN II

(PBL II)

2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

a. Waktu

Waktu pelaksanaan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) II adalah

tanggal 18 September 2019.

b. Tempat

Tempat kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) II yang

dilaksanakan oleh mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKes

Kuningan Kelompok 7 (Reguler 2016) yaitu di Desa Jamberama,

Kecamatan Selajambe Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

2.2 Tahapan Problem Solving Cycle

Problem solving cycle adalah kemampuan manajerial program untuk

melakukan penyelesaian masalah kesehatan secara terus menerus dalam sebuah

siklus untuk memperbaiki kondisi program pelayanan kesehatan di level institusi.

Tujuan utama dari pemecahan masalah adalah untuk mengatasi masalah dan

mencari solusi alternatif masalah yang paling tepat dalam mengatasi masalah

kesehatan yang ada. Berikut adalah gambaran tahapan yang harus dilalui dalam

proses problem solving cycle.

8
Latar Belakang

Identifikasi, Analisis dan Pengambilan data sekunder dan


hasil PBL 1, Analisis ( Deskriptif-
prioritas masalah kesehatan Analitik) fasilitas-advokasi

Identifikasi, Analisis dan Pembuatan instrument, survey


dan Analisis( Kuantitatif-kualitatif;
prioritas penyebab masalah
Deskriptif-analitik)fasilitas-
kesehatan
advokasi

Analisis solusi dan kelayakan


i

fasilitas

Identifikasi, Prioritas dan


Fasilitas-partisipatif; pembagian
Analisis kelayakan solusi tugas dan tanggung jawab

Penyususan POA Intervensi

Penyusunan Instrumen Monev

Implementasi Intervensi Partisipasi-pengorganisasian,


Mobilisasi, dsb

Monitoring – evalusi kegiatan


Partisipasi-bekerja bersama
intervensi

9
Identifikasi Alternatif Penyelesaian Masalah Kesehatan

Setelah mengidentifikasi dan mengetahui penyebab atau faktor risiko

masalah kesehatan, maka diperlukan alternatif penyelesaian masalah (solusi)

kesehatan dalam bentuk saran atau rekomendasi sebagai bentuk

pengendalian dan pencegahan permasalahan kesehatan tersebut. Dalam

mengidentifikasi dan menganalisis alternatif solusi, harus

mempertimbangkan kondisi rill yang ada di masyarakat, serta harus

melibatkan pihak lain yang terkait (puskesmas, desa, bidan desa, kader)

dengan mempertimbangkan apakah sesuai dengan kebijakan yang

ada/relevansi program, ketersediaan sumber daya, kecepatan mengatasi

masalah, kemudahan untuk diterapkan sehingga diharapkan solusi yang

diberikan dapat mengkomodir kebutuhan dari berbagai pihak, serta dapat

berjalan dengan baik.

Metode untuk mengidentifikasi dan menganalisis alternatif solusi dari

masalah kesehatan ini dilakukan dengan cara brainstorming dan dengan

membuat how-how diagram atau mind map. Hal demikian harus didasarkan

atas bukti atau data dan informasi yang kuat, dapat berdasarkan pengalaman

dan pengetahuan yang dimiliki serta mendapatkan saran yang relevan

dengan program kesehatan di wilayah puskesmas tersebut oleh petugas

kesehatan. Dalam memberikam alternatif penyelesaian masalah kesehatan

dari setiap penyebab masalah dapat diberikan lebih dari satu penyelesaian

masalah. Beberapa alternatif penyelesaian masalah tersebut dapat

diprioritaskan, mana yang dapat dikerjakan (feasible).

10
a. Analisis Kelayakan Penyelesaian Masalah Kesehatan

Pada tahap ini dilakukan untuk menilai kelayakan penyelesaian

masalah kesehatan melalui pendekatan dengan metode force field analysis.

Tujuan dilakukannya penilaian terhadap kelayakan penyelesaian masalah

adalah agar menghasilkan soslusi yang tepat serta dikerjakan dengan sumber

daya yang tersedia.

b. Penyusunan Rencana Tindak Lanjut (Plan Of Action/POA)

PoA merupakan suatu pernecanaan kegiatan jangka pendek yang

ditujukan guna penyelesaian masalah kesehatan berdasarkan pada

penyelesaian masalah yang dipilih dan layak. Menurut Supriyanto dan

Nyoman (2007), perlu beberapa hal yang diperimbangkan sebelum

menyusun Plan of Action (PoA), yaitu dengan memperhatikan kemampuan

sumber daya organisasi atau komponen masukan (input), seperti : informasi,

organisasi atau mekanisme, teknologi atau cara dan Sumber Daya Manusia

(SDM).

Untuk dapat membuat PoA, maka program hasil analisis penyelesaian

masalah tersebut harus diurai (breakdown) menjadi program/kegiatan yang

diperlukan. Dalam melakukan identifikasi dan analisis kegiatan serta

sumber daya yang ada, maka sebaiknya dilakukan dengan melihat program

yang ada di pelayanan kesehatan (petugas kesehatan dan dilakukan bersama

dengan masyarakat dana tau stakeholder). Tujuan dari hal tersebut agar

tidak terjadi overlapping program atau kegiatan, namun tetap selaras dengan

program kesehatan yang ada di puskesmas, dan jika dilaukan secara

11
partisipatif (ada dukungan stakeholder) maka kegiatan dapat berjalan

dengan baik dan berlanjut.

Dalam meyususun PoA, metode pendekatan yang dapat digunakan

adalah dengan meyusun matriks PoA dengan didukung proses fasilitasi

dalam kegiatan workshop/lokakarya yang melibatkan pihak lain yang terkait

(stakeholder). Secara sederhana, dalam membuat rencana aksi beberapa hal

yang harus masuk antara lain : jenis kegiatan, volume kegiatan, dana yang

diperlukan serta sumber dana, waktu pelaksanaa, oleh siapa kegiatan

tersebut dikerjakan termasuk indikatornya.

c. Persiapan dan Pelaksanaan Kegiatan Intervensi

Rencana kegiatan intervensi yang telah disusun dan disepakati harus

dilaksanakan guna menyelesaikan permasalahan kesehatan yang ada.

Rencana kegiatan intervensi tersebut telah memuat apa yang harus

dikerjakan, berapa banyak dan besar kegiatan tersebut, berapa banyak biaya

yang dibutuhkan, hasil yang diharapkan, waktu pelaksanaan dan siapa yang

melaksanakan. Namun demikian, hal tersebut belumlah sepenuhnya selesai

karena baru sebatas perencanaan, maka diperlukan persiapan yang lebih

matang agar kegiatan yang telah disusun dapat dilakukan dan berjalan

dengan lancar.

Persiapan yang diperlukan menyangkut mobilisasi sumber daya,

misalnya sarana dan prasaran yang diperlukan, sasaran intervensi, metode

yang digunakan untuk intervensi, pihak yang terlibat dalam kegiatan

intervensi, merancang kegiatan/pertemuan (jika ada), pelaksanaan kegiatan

12
intervensi yang diperlukan. Untuk menyusun kebutuhan yang diperlukan

dalam melaksanakan intervensi dapat digunakan metode pendekatan dengan

matriks kebutuhan dan desain/metode intervensi.

d. Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Intervensi

Kegiatan intervensi yang telah dilaksanakan perlu dilakukan penilaian

apakah kegiatan tersebut berjalan sesuai dengan yang diharapkan atau

bahkan tidak berjalan sama sekali. Monitoring sebaiknya dilakukan mulai

dari merencanakan sampai dengan akhir dari pelaksanaan kegiatan

intervensi, sehingga jika terjadi kesalahan dapat dilakukan perbaikan segera

(sebelum-saat-setelah). Hal yang paling mudah untuk melakukan

monitoring adalah dengan cara membuat daftar pantau atau check-list dari

kegiatan tersebut.

Demikian halnya dengan kegiatan evaluasi yang ditujukan untuk

mengetahui apakah suatu kegiatan telah berhasil sesuai target yang

ditetapkan atau hasil yang diharapkan berdasarkan indikator yang telah

ditetapkan. sementara itu, untuk mengukur keberhasilan suatu kegiatan

(evaluasi) dapat dilakukan dengan metode yang sederhana yaitu dengan

membandingkan antara kegiatan yang dicapai dengan hasil yang

ditargetkan/diharapkan berdasarkan indikator yang telah ditetapkan. Metode

pendekatan yang digunakan dalam menyusun monitoing dan evaluasi adalah

dengan matriks monitoring dan evaluasi dalam sebuah workshop.

13
2.1 Pengolahan dan Analisis Data

Menurut Heriana (2015), ada 4 tahap dalam pengolahan data yang harus

dilakukan, yaitu :

a. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian penelitian

setelah kegiatan pengumpulan data. Setelah selesai mengumpulkan data,

sering kali orang menjadi bingung "mau diapakan data yang sudah

terkumpul?" Bagaimana menghubungkan data di kuesioner dengan tujuan

penelitian? Untuk itu data yang masih mentah (data mentah) perlu diolah

sebagaimana seharusnya menjadi informasi yang akhirnya dapat digunakan

untuk menjawab tujuan penelitian.

Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, paling

tidak ada empat tahapan dalam pengelolaan data yang harus dilalui, yaitu:

1. Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir

atau kuesioner yang memberikan jawaban yang ada di kuesioner sudah:

a) Lengkap: semua pertanyaan sudah terisi jawabannya

b) Jelas: jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas

terbaca

c) Relevan: jawaban yang terkait dengan pertanyaannya

d) Konsisten: apakah antara pertanyaan yang diajukan pertanyaan

yang dipertanyakan, antara pertanyaan usia dengan pertanyaan

jumlah anak.

14
2. Coding

Merupakan kegiatan mengubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka/bilangan. Misalnya untuk variabel pendidikan

dilakukan pengkodean 1 = SD, 2 = SMP, 3 = SMU, 4 = PT. Jenis

kelamin: 1 = laki-laki, dan 2 = perempuan, dsb. Kegunaan dari

pengkodean untuk memudahkan pada saat analisis data dan juga

mempercepat pada saat entri atau memasukkan data.

3. Processing

Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, maka

langkah selanjutnya adalah pengolahan data agar dapat dianalisis.

Pemrosesan data dilakukan dengan cara memasukkan data dari

kuesioner ke paket program komputer. Ada macam-macam paket

program yang dapat digunakan untuk mendapatkan data dengan

masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Salah satu paket

program yang akan digunakan untuk entri data adalah paket program

SPSS untuk Windows.

4. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah

dimasukkan ada kesalahan data atau tidak (penanganan data).Kesalahan

tersebut terjadi pada saat kita memasukkan data ke komputer. Misalnya

untuk variabel pendidikan ada data yang bernilai 7, mestinya

berdasarkan pengkodean yag ada, pendidikan hanya antara 1 s.d 4 (1 =

SD, 2 = SMP, 3= SMU, 4 = PT).

15
b. Analisis Data

Setelah kita selesai melakukan pengolahan data, maka langkah

selanjutnya adalah analisis data. Data mentah (raw data) yang sudah susah

payah kita kumpulkan tidak akan ada artinya jika tidak diimplementasikan.

Analisis data merupakan kegiatan yang sangat penting dalam penelitian,

karena dengan analisislah data memiliki arti/makna yang dapat berguna

untuk memecahkan masalah penelitian.

Analisis memiliki posisi strategis dalam penelitian. Perlu dimengerti

bahwa dengan melakukan analisis tidak dengan sendirinya dapat langsung

memberi jawaban penelitian, maka dari itu perlu diketahui bagaimana

menginterpretasi hasil analisis tersebut. Menginterpretasi berarti kita bisa

menjelaskan hasil guna memperoleh makna/arti.

Interpretasi memiliki dua arti, yaitu arti sempit dan arti luas.Interpretasi

dalam arti sempit (deskriptif) yaitu interpretasi data dilakukan hanya sebatas

pada masalah penelitian yang diteliti berdasarkan data yang dikumpulkan

dan diolah untuk kepentingan penelitian tersebut.Sedangkan interpretasi

dalam arti luas (analitik) yaitu interpretasi guna mencari makna data hasil

penelitian dengan jalan tidak hanya menjelaskan/menganalisis data hasil

penelitian tersebut, tetapi juga melakukan referensi (generalisasi) dari data

yang diperoleh dengan teori-teori yang relevan dengan hasil-hasil penelitian

tersebut. Pada umumnya analisis data bertujuan untuk:

16
1. Memperoleh gambaran/deskripsi masing-masing variabel.

2. Membandingkan dan menguji teori atau konsep dengan informasi yang

ditemukan.

3. Menemukan adanya konsep baru dari data yang dikumpulkan.

4. Mencari penjelasan apakah konsep baru yang diuji berlaku umum atau

hanya berlaku pada kondisi tertentu.

17
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Lokasi PBL

a. Keadaan Geografis

Desa Jamberama merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

Selajambe Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Desa Jamberama terbagi

menjadi 2 Dusun dan 12 RT. Dusun Cilimus terdiri dari 6 RT, Dusun Surian

terdiri dari 6 RT. Adapun keadaan geografis Desa Jamberama secara lebih

rinci tersaji dalam beberapa tabel berikut.

Sumber: Google Maps

Gambar 3.1 Peta Daerah Desa Jamberama.

18
Tabel 3.1 Batas Wilayah Desa Jamberama Kecamatan Selajambe

Kabupaten Kuningan Tahun 2018

Batas Desa/Kelurahan Kecamatan


Sebelah Utara Kehutanan Selajambe
Sebelah Selatan Selajambe Selajambe
Sebelah Timur Begawat Selajambe
Sebelah Barat Padahurip Selajambe
(sumber: profil Desa Jamberama Tahun 2018)

Tabel 3.1 menggambarkan batas-batas dan nama-nama desa yang

bersebelahan dengan Desa Jamberama berdasarkan data monografi

yang ada di Desa.

Tabel 3.2 Keadaan Geografis Desa Jamberama Kecamatan

Selajambe Kabupaten Kuningan Tahun 2018

Keadaan Geografis Ukuran


Ketinggian tanah dari permukaan air laut 300-500 M
Banyaknya curah hujan 1.500 mm/thn
Tofografi Dataran Tinggi
Suhu udara rata-rata 23-27°C
(sumber: profil Desa Jamberama Tahun 2018)

19
Tabel 3.3 Luas Wilayah Desa Jamberama Kecamatan Selajambe,

Kabupaten Kuningan Tahun 2018

No Wilayah Luas
1 Luas Desa 5323.25 Ha
2 Tanah Bengkok 5.569 Ha
3 Tanah Titisara --
4 Tanah Pengangonan --
5 Pemukiman 10.433 Ha
6 Kuburan 5.420 Ha
7 Tanah Sawah 63.190 Ha
8 Tanah Tegalan 124 Ha
9 Tanah Perkebunan 30.000 Ha
10 Hutan Rakyat --
11 Hutan Negara --
12 Hutan Lindung 361.000 Ha
13 Perikanan 1.000 Ha
14 Tanah Lainnya --
(sumber: profil Desa Jamberama Tahun 2018)

Berdasarkan tabel 3.3 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

wilayah di Desa Jamberama merupakan tanah hutan, sawah dan

perkebunan.

20
Tabel 3.4 Orbitrasi (jarak dari pusat pemerintahan) Desa Jamberama

Kecamatan Selajambe Kabupaten Kuningan tahun 2018

Orbitasi Jarak
Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan 1 km
Jarak dari pusat pemerintahan kabupaten 36 km
Jarak dari pusat pemerintahan provinsi 161 km
(sumber: profil Desa Jamberama Tahun 2018)

Berdasarkan tabel 3.4 dapat disimpulkan bahwa jarak dari Desa

Jamberama ke pusat pemerintahan cukup jauh.

b. Keadaan Demografi

Tabel 3.5 Jumlah Penduduk Desa Jamberama Kecamatan Selajambe

Kabupaten Kuningan Tahun 2018

Jumlah Persentase
Jenis Kelamin
(N) (%)
Laki-Laki 911 orang 49,1%
Perempuan 943 orang 50,9%
Total 1.854 orang 100%
Jumlah Kepala Keluarga 554 KK
(sumber: profil Desa Jamberama Tahun 2018)

Berdasarkan tabel 3.5 dapat disimpulkan bahwa penduduk di Desa

Jamberama sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu

sebanyak 943 orang (50,9%).

Tabel 3.6 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Jamberama,

Kecamatan Selajambe Kabupaten Kuningan Tahun 2018

21
Pendidikan Jumlah
Sekolah Dasar (SD) 7,670 orang
SMP 3,395 orang
SMA 1,339 orang
SMK 117 orang
D1/D2 34 orang
D3 69 orang
S1 119 orang
S2 46 orang
(sumber: profil Desa Jamberama Tahun 2018)

Berdasarkan tabel 3.6 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

masyarakat di Desa Jamberama menempuh pendidikan hanya sampai

jenjang Sekolah Dasar (SD).

c. Keadaan Ekonomi

Tabel 3.7 Mata Pencaharian Penduduk Desa Jamberama, Kecamatan

Selajambe, Kabupaten Kuningan Tahun 2018

Pekerjaan Jumlah
Petani 752 orang
Buruh Tani 155 orang
PNS 19 orang
Pensiunan 8 orang
Pegawai Swasta 28 orang
Wiraswasta 43 orang
Lain-lain 2 orang
(sumber: profil Desa Jamberama Tahun 2018)

22
Berdasarkan tabel 3.7 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

masyarakat Desa Jamberama bekerja sebagai petani atau buruh tani. Hal ini

dikarenakan Desa Jamberama merupakan daerah pegunungan yang masih

terdapat banyak sawah dan kebun.

d. Keadaan Sosial Budaya

Sebagian besar masyarakat Desa Jamberama memeluk agama Islam dan

seluruh masyarakat desa Jamberama menggunakan bahasa sunda untuk

berkomunikasi sehari-hari. Terdapat berbagai macam kegiatan sosial dengan

tujuan untuk meningkatkan interaksi dengan masyarakat lainnya. Kegiatan

sosial tersebut yaitu pengajian rutin setiap hari Jum’at, arisan Ibu-Ibu,

karang taruna desa, Posyandu, dan PKK (Program Kesejahteraan Keluarga).

e. Sarana dan Prasarana

Tabel 3.8 Sarana dan Prasarana Desa Jamberama Kecamatan Selajambe

Kabupaten Kuningan Tahun 2018

Sarana Peribadatan Jumlah


Masjid 2 Buah
Musholla 8 Buah
Kesehatan
Puskesmas Pembantu --
Poliklinik/Polindes 1 Unit
Posyandu 2 Unit
Pendidikan
Taman Kanak-Kanak 1 Buah
Sekolah Dasar (SD/MI) 2 Buah
SMP --

23
SMA --
Pondok Pesantren/MD --
Madrasah Diniyah (MD) 2 Buah
Olah Raga
Lapangan Sepakbola 1 Buah
Lapangan bulutangkis 1 Buah
Lapangan Meja Pingpong 1 Buah

Lapangan Volly 2 Buah

(sumber: profil Desa Jamberama Tahun 2018)

3.2 Hasil dan Pembahasan

3.2.1 Alternatif Penyelesaian Masalah menggunakan Tabel USG (Urgency,

Seriousness, Growth)

Tabel 3.9 Matriks USG (Urgency, Seriousnes, Growth) untuk Penentuan

Prioritas Masalah Kesehatan di Desa Jamberama Kecamatan

Selajambe Kabupaten Kuningan Tahun 2019

Kriteria Urutan
No. Masalah Kesehatan Total Priorit
U S G
as
1 Tempat Pembuangan Akhir Sampah 3 4 4 11 III
2 Akses Pelayanan Kesehatan 4 4 4 12 II
3 Hipertensi 5 5 4 14 I
(Sumber : Data Primer, 2019)

Ket. 5 = Sangat Besar

4 = Besar

24
3 = Sedang

2 = Kecil

1 = Sangat Kecil

Berdasarkan matriks USG pada tabel 3.9 di atas, terdapat 3 (tiga)

masalah kesehatan terbesar di Desa Jamberama, yaitu masalah tempat

pembuangan akhir sampah, akses pelayanan kesehatan, dan hipertensi.

Nilai/skor yang diberikan didapat dari hasil MMD yang dibimbing oleh

Kepala UPTD Puskemas Selajambe.

Pada kategori Urgensi (U) masalah hipertensi diberi nilai/skor paling

tinggi, yaitu 5 karena apabila masalah ini bila tidak segera diatasi, maka

akan berdampak buruk bagi kesehatan yang berakibat sangat fatal dan

menyebabkan kematian mendadak. Pada Kriteria Seriousness (S) masalah

hipertensi diberi nilai/skor paling tinggi, yaitu 5 karena masalah ini

jikadbiarkan dapat menimbulkan komplikasi penyakit. Pada kategori Growt

(G) masalah hipertensi diberi nilai/skor tertinggi, yaitu 4 karena hal ini

apabila tidak segera ditangani akan menimbulkan komplikasi penyakit yang

apabila dibiarkan akan menyebabkan kematian.

Berdasarkan hasil perhitungan matriks USG tersebut, dapat diketahui

bahwa hipertensi adalah masalah yang paling diprioritaskan mengingat

akibat yang ditimbulkan juga sangat berbahaya dan dalam jangka pendek

maupun jangka panjang. Hipertensi merupakan penyakit yang sangat

berbahaya, karena tidak ada gejala atau tanda khas sebagai peringatan dini.

Kebanyakan orang merasa sehat dan energik walaupun hipertensi. Keadaan

25
ini tentunya sangat berbahaya, yang dapat mengakibatkan kematian

mendadak (Anwar, 2014). Berdasarkan penelitian lain menurut Widiana

(2017), menyebutkan bahwa hipertensi yang tidak terkontrol dapat

menimbulkan gangguan pada organ, dan dapat menyebabkan serangan

jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan.

3.2.2 Identifikasi Prioritas Penyebab Masalah dan Alternatif Sasaran

Menggunakan Metode MCUA dan How-How Diagram

Tabel 3.10 Matriks MCUA (Multiple Criteria Utility Assesment) untuk

Mengidentifikasi Penyebab Masalah Kesehatan

Penyebab Masalah Hipertensi


Rendahnya
Kesadaran
Aktifitas
Bobot Masyarakat
Kriteria Fisik Pola Makan
(%) Melakukan
Berlebih
Check Up
Rutin
Skor SxB Skor SxB Skor SxB
1. Urgensi 40 4 1,6 3 1,2 4 1,6
2. Relevansi 35 4 1,4 2 0,7 3 1,05
3. Skala Penyebab 25 4 1 3 0,75 3 0,75
Jumlah SxB 4 2,65 3,4
Prioritas I III II
Ket. 4 = Sangat Berpengaruh

3 = Cukup Berpengaruh

2 = Berpengaruh

1 = Kurang Berpengaruh

26
Berdasarkan tabel matriks MCUA pada tabel 3.10 skor kali bobot

yang terbesar adalah penyebab masalah hipertensi adalah rendahnya

pengetahuan masyarakat dengan nilai total 4.

Berikut ini adalah How-How Diagram untuk menemukan alternatif

solusi masalah hipertensi di Desa Jamberama.

Rendahnya Kesadaran
Masyarakat Melakukan Check
Up Rutin

Pelatihan Kader Anti Arisan Tensi ( 1 Rumah 1


Hipertensi (PEKA Tensi)
Hipertensi)

Home Care Hipertensi

Gambar 3.2 How-How Diagram

Alternatif penyelesaian masalah tersebut antara lain :

1. Pelatihan Kader Anti Hipertensi (PEKA Hipertensi)

27
Pelatihan kader anti hipertensi dilakukan dengan melatih kader

menggunakan alat pengukur tekanan darah agar dapat melakukan

pemeriksa tekanan darah secara rutin dan diberikan buku saku yang

digunakan untuk mencatat hasil pengukuran tekanan darah serta terdapat

juga materi seputar hipertensi sehingga dapat memantau status kesehatan

masyarakat yang menderita hipertensi.

2. Home Care Hipertensi

Upaya yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan yang

bergerak di komunitas atau rumah. Home care ini memberikan kemudahan

kepada keluarga yang menderita hipertensi dalam memonitor beberapa

kebiasaan penderita, seperti makan, minum, dan pola tidur. Sehingga

penyakit hipertensi dapat terkontrol.

3. Arisan Hipertensi

Kegiatan satu bulan sekali yang diadakan rutin oleh seluruh

masyarakat Desa Jamberama yang dipimpin oleh kader/petugas kesehatan

agar nantinya setiap rumah memiliki 1 alat ukur tekanan darah yang

nantinya dapat digunakan untuk mengecek tekanan darah secara rutin oleh

salah satu anggota keluarga yang telah mendapat pelatihan mengenai

penggunaan alat ukur tekanan darah. Sehingga dapat menciptakan

lingkungan keluarga yang sehat dan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat.

28
3.2.3 Analisis Kelayakan Penyelesaian Masalah

Langkah selanjutnya yaitu melakukan penilaian penyeselsaian masalah

kesehatan melalui metode force filed analysis. Analisis ini bertujuan untuk

menentukan alternative solusi mana yang paling tepat diantara penurunan

angkahipertensi dan alternative penanganan hipertensi sebagai upaya mengatasi

masalah di Desa Jamberama, dan berikut adalah gambarannya.

Faktor Penghambat Faktor pendukung


P

Skor L Skor

T
Tingkat pendidikan rendah
3 tersedianya alat pengukur
3 I
tekanan darah
H

A
Partisipasi kader
Keterbatasan media N 3
2

Adanya kenaikan angka


3
Keterbatasan biaya dalam hipertensi di tahun
2 sebelumnya
pengadaan alkes

Kurangnya tenaga medis


2
7
Jumlah

Kurangnya kesadaran
2
masyarakat untuk
melakukan cek kesehatan

13 jumlah

29

Diagram 3.3 Force Field Analysis


Berdasakan diagram diatas alternative masalah yang pertama yaitu tentang

pelatihan hipertensi factor penghambat pelatihan diantaranya tingkat pendidikan

rendah yang diberi skor 3, keterbatasan media dengan skor 3 dan keterbatasan

biaya dalam pengadaan alkes yang diberi skor 2. Sedangkan factor pendukung

pelatihan yaitu partisipasi kader terhadap pelatihan diberi skor 3, adanya kenaikan

angka hipertensi pada tahun sebelumnya diberi skor 3, kurangnya tenaga medis

diberi skor 3, kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan cek kesehatan

diberi skor 2, dan ketersediaan alat pengukur tekanan darah diberi skor 2. Oleh

karena itu skor factor pendukung lebih besar dari factor penghambat.

Faktor penghambat Faktor pendukung


P

E
Skor Skor
N

Y
Tingkat pengetahuan Adanya izin atau
3
kader rendah U dukungan dari pihak desa
3
L

Keterbatasan media U Ketersediaan Buku saku


2 hipertensi
H 4
A
5 Partisipasi kader
N
Jumlah
3
10

jumlah

Diagram 3.4 Force Field

Analysis
30
Berdasarkan diagram diatas alternative masalah kedua adalah penyuluhan

hipertensi pada kader, factor penghambat dalam penyuluhan diantaranya tingkat

pengetahuan kader rendah diberi skor 3 dan keterbatasan media diberi skor 2

sedangkan factor pendukungnya antara lain adanya izin atau dukungan dari pihak

desa diberi skor 3, ketersediaan buku saku hipertensi diberi skor 4, dan partisipasi

kader diberi skor 3. Oleh karena itu nilai factor pendukung lebih besar dari factor

penghambat.

Faktor penghambat Faktor pendukung

K
Skor E Skor

B
Kurangnya dukungan Tingginya Partisipasi
3 I
stakeholder masyarakat terhadap
4
J penanganan sampah
Keterbatasan biaya dalam
A
pembuatan tempat 3
pembakaran sampah K

Budaya masyarakat buang A


sampah sembarangan 3
N 4 Jumlah

Jumlah 9

Diagram 3.5 Force Field Analysis

31
Berdasarkan diagram diatas alternative masalah ketiga adalah kebijakan pada

penanganan sampah. Factor penghambat kebijakan diantaranya kurangnya

dukungan stakeholder diberi skor 3, Keterbatasan biaya dalam pembuatan tempat

pembakaran sampah diberi skor 3, dan budaya masyarakat membuang sampah

sembarangan diberi skor 3. Kemudian faktor pendukung diantaranya tingginya

partisipasi masyarakat terhadap penanganan sampah diberi skor 4. Oleh karena itu

skor penghambat lebih besar daripada faktor pendukung.

3.2.4 Penyusunan Plan Of Action (PoA)

Dalam menyusun perencanaan kegiatan, metode yang digunakan dengan

cara menyusun tabel Plan of Action (PoA). Bertujuan agar kegiatan intervensi

penyuluhan kesehatan mengenai hipertensi dan advokasi penanganan sampah di

Desa Jamberama dapat dijalankan sesuai dengan harapan.

Tabel 3.11 Plan Of Action (PoA)

Program Kegiatan Volu Dana dan Indikator Penang Waktu


me Sumber gung
Jawab
Perencanaan Koordinasi 1x Mahasis Jumlah peserta Mahasi 14-17
Kegiatan internal- wa dan swa Septemb
pelatihan, eksternal. stakeholder er 2019
penyuluhan hadir sebanyak
hipertensi 14 orang.
dan advokasi
sampah di Penyiapan Tersedianya Mahasi
swa 17
Desa alat dan alat dan tempat Septemb
er 2019
tempat

32
Jamberama
Identifikasi
kebutuhan Adanya Mahasi 17
swa Septemb
pelaksanaan kebutuhan er 2019
pelaksanaan
dan dapat
digunakan.

Pelaksanaan Pre-test 1x Mahasis Peserta Mahasi 18


kegiatan wa mengerti swa Septemb
pelatihan, dengan er 2019
penyuluhan pertanyaan
hipertensi di dalam pre-test
Desa tersebut.
Jamberama
Pembagian Peserta Siti
Kodari
buku saku mengerti yah
materi di buku
saku.

Anna
Penyampaia Materi dan
n materi tersampaikan Trie
kepada peserta
Pelatihan
penggunaan Peserta
alat mengerti dan Mahasi
swa
pengukuran bisa
tekanan menggunakan
darah alat pengukur
tekanan darah.

33
Tanya Keikutsertaan Anna
dan
Jawab peserta dalam
Trie
Tanya jawab
Post-test sebagian
peserta dapat
menjawab
semua
pertanyaan
dengan tepat
Pelaksanaan Identifikasi 1x Mahasis Adanya Mahasi 23
kegiatan kebutuhan wa kebutuhan swa Septemb
advokasi pelaksanaan pelaksanaan er 2019
penanganan dan dapat
sampah di digunakan.
Desa
Jamberama Advokasi Peserta
penanganan mengerti
sampah dengan
advokasi yang
disampaikan
oleh penyuluh

Tanya Peserta
Jawab antusias dalam
Tanya jawab

34
3.2.5 Perencanaan dan Pelaksanaan Kegiatan Intervensi

3.2.5.1 Perencanaan Kegiatan Intervensi

3.2.5.1.1. Perencanaan Kegiatan Intervensi Hipertensi

Tabel 3.12 Perencanaan Kegiatan Intervensi Hipertensi

No. Perencanaan Kegiatan


1. Pelatihan Kader Anti Hipertensi (PEKA Hipertensi)
2. Home Care Hipertensi
3. Arisan Tensi (1 Rumah 1 Tensi)

3.2.5.1.2 Perencanaan Kegiatan Intervensi Sampah

Tabel 3.13 Perencanaan Kegiatan Intervensi Sampah

No Perencanaan kegiatan

1. Advokasi

2. Bank Sampah

3. Pengangkutan Sampah

3.2.5.2 Pelaksanaan Kegiatan Intervensi

3.2.5.2.1. Pelaksanaan Kegiatan Intervensi Hipertensi

Tabel 3.14 Pelaksanaan Kegiatan Intervensi Hipertensi

No. Perencanaan Kegiatan Tercapai Tidak


Tercapai
1. Pelatihan Kader Anti Hipertensi  -
(PEKA Hipertensi)
2. Home Care Hipertensi - -

3. Arisan Tensi (1 Rumah 1 Tensi) - -

35
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan kegiatan yang

tercapai dalam kegiatan intervensi adalah Pelatihan Kader Anti Hipertensi (PEKA

Hipertensi) mengingat jumlah tenaga kesehatan yang kurang di Desa Jamberama

sehingga perlu adanya pemberdayaan kader untuk memudahkan masyarakat

dalam mengecek tekanan darah secara rutin. Sedangkan untuk Home Care

Hipertensi tidak dapat tercapai karena menemui kendala yaitu harus adanya rumah

yang digunakan secara sukarela sebagai pusat kegiatan pengecekan tekanan darah.

Dan kegiatam Arisan Tensi (1 Rumah 1 Tensi) tidak dapat tercapai karena

keterbatasan biaya karena mayoritas masyarakat bekera sebagai petani.

3.2.5.2.2 Pelaksanaan Kegiatan Intervensi Sampah

Tabel 3.15 Pelaksanaan Kegiatan Intervensi Sampah

No Pelaksanaan Kegiatan Tercapai Tidak Tercapai


1. Advokasi  -
2. Bank Sampah - -
3. Pengangkutan Sampah - -

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan

intervensi yang tercapai adalah advokasi kepada pemerintah Desa Jamberama

karena keterbatasan biaya umtuk itu kami merekomendasikan rancangan

pembiayaan pembuatan tempat pembakaran sampah skala besar pada tahun 2020.

Dengan adanya pembuatan tempat pembakaran sampah ini dapat mengurangi

timbulan sampah yang ada di Desa Jamberama. Sedangkan untuk Bank Sampah

36
tidak tercapai karena tidak adanya tempat yang dapat dijadikan sebagai Bank

Sampah dan kurangnya kesadaran masyarakat. Pengangkutan sampah tidak dapat

tercapai karena keterbatasan dana masyarakat dalam membayar petugas yang akan

mengangkut sampah di TPS.

a. Jenis Kegiatan

Kegiatan yang dilakukan berupa pelatihan, penyuluhan tentang

hipertensi dan advokasi penanganan sampah. Metode yang digunakan

pada saat pelatihan, penyuluhan dan advokasi ini yaitu metode

ceramah dan metode diskusi artinya penyuluh memberi dan

menjelaskan informasi secara lisan dan tanya jawab dari peserta

kepada pemateri sesudah diberikan pelatiham, penyuluhan dan

advokasi.

b. Waktu dan Tempat Kegiatan

Hari/Tanggal : 18 Oktober 2019

Waktu : 09.00 s/d selesai

Tempat : Balai Desa Jamberama

Sasaran : Kader dan Perangkat Desa Jamberama

Jumlah Peserta: 14 Orang

Pemateri : Trie Wulandari Azis M. dan Ana Nurjanah

c. Media Penyuluhan

Media yang digunakan berupa powerpoint, buku saku, dan

demonstrasi pemakaian alat pengukuran tekanan darah.

37
d. Materi Penyuluhan

Materi penyuluhan diantaranya:

a) Pengertian Hipertensi

b) Klasifikasi hipertensi

c) Tanda dan Gejala Hipertensi

d) Faktor Risiko Hipertensi yang dapat Diubah

e) Komplikasi Hipertensi

f) Pencegahan Hipertensi

g) PEKA HIPERTENSI (Pelatihan Kader Anti Hipertensi)

e. Instrument Penilaian

Instrument yang digunakan dalam pelatihan, penyuluhan dan

advokasi ini berupa alat test (Pre-test dan Post-test) dengan tujuan

untuk menilai pengetahuan sasaran tentang penanganan hipertensi dan

penanganan sampah sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan.

f. Satuan Acara Penyuluhan (SAP)

Tabel 3.16 Satuan Acara Penyuluhan (SAP) di Desa Jamberama

Tahun 2019

No Waktu Kegiatan

1. 3 menit Membuka kegiatan dengan

mengucapkan salam, dan

menjelaskan tujuan kegiatan

2. 3 menit Memebagikan dan menjelaskan

38
pengisian alat test

3. 15 menit Memberikan waktu pengisian pre-

test

4. 3 menit Membagikan buku saku

5. 20 menit Pemaparan materi tentang

pengukuran tekanan darah

6. 1 jam Demontrasi penggunaan alat

pengukuran tekanan darah

7. 30 menit Diskusi

8. 15 menit Post-test

9. 1 jam Advokasi penanganan sampah

10. 3 menit Penutup

3.2.6 Monitoring dan Evaluasi

Kegiatan selanjutnya setelah kegiatan intervensi dilakukan yaitu

melakukan penilaian terhadap kegiatan intervensi tersebut apakah telah

berjalan sesuai dengan yang telah diharapkan atau tidak berjalan sama sekali.

Monitoring mulai dari perencanaan awal dan persiapan pelatihan penanganan

39
hipertensi dan advokasi sampah dengan pelaksanaan kegiatan intervensi.

Metode yang digunakan yaitu dengan tabel Monitoring Intervensi Penyuluhan.

Berikut adalah tabel Monitoring Intervensi Penyuluhan

40
Tabel 3.17 Monitoring Intervensi Penyuluhan dan Pelatihan Kader PEKA
Hipertensi di Desa Jamberama Tahun 2019

No Tahapan Kegiatan Ketersediaan Hambatan dan Sumber Metode/cara Waktu Petugas Keterangan dan

Sumberdaya Kemajuan data monitor Upaya Perbaikan

1. Koordinasi Alat Peserta hadir 14 Absensi Observasi 60 Nandi dan -

internal- komunikasi, orang sesuai Langsung menit Dian

eksternal. transportasi, dengan yang

pemateri, diundang

peserta,

stakeholder

Sound system, Hambatan yang Adanya buku saku


Penyiapan alat Daftar Alat Check List 10 Pihak desa
proyektor, terjadi yaitu dan yang dapat
Mahasisw
padamnya listrik

41
dan tempat materi sehingga proses menit a menunjang proses

penyuluhan, pre- penyuluhan penyuluhan

test dan post- sedikit

test, buku saku, terhambat

absensi, kursi,

tempat, alat

pengukuran

tekanan darah,

camera

handphone

-
-
Alat Tulis - -
Mahasisw
a
Identifikasi 5 menit

42
kebutuhan

pelaksanaan

2. Penyampaian Pemateri, Materi Peserta mengerti - Observasi 30 Ana dan -


Trie
materi penyuluhan, dengan materi langsung Menit

peserta, sound yang

system, alat disampaikan

tulis, kamera

handphone

Kuisioner 90 Mahasisw
Pelatihan Peserta, alat Peserta mengerti Wawancara Menit a -

penggunaan alat kesehatan dengan materi dan

pengukuran pengukuran dan peserta bias Observasi

tekanan darah tekanan darah mengikuti langsung

43
(Demontran alat) (stetoskop, tensi) pelatihan

menggunakan

tensimeter

dengan baik

Pertanyaan
- Ana dan
Tanya Jawab Peserta antusias Observasi 10 Trie -
Menit
peserta saat langsung

mempraktekan/

menggunakan

alat tekanan

darah

Peserta antusias

44
permintaan

peserta untuk

penambahan alat

kesehatan

pengukuran

tekanan darah

3. Advokasi Pihak Desa Peserta - Wawancara 60 Mahasisw Membuat

penanganan Antusias, Menit a kesepakatan waktu

sampah permintaan dengan peserta

peserta untuk mengenai advokasi

anggaran dana penanganan sampah

penanganan kepada substansi

sampah yang terkait

45
Evaluasi dari kegaiatan yang telah dilakukan bahwa program Intervensi

Penyuluhan dan Pelatihan Kader PEKA Hipertensi di Desa Jamberama berjalan

sesuai rencana, namun ada beberapa kendala pada saat melakukan pelatihan

pengecekan tekanan darah kepada kader, kader-kader masih mengalami beberapa

kesulitan dalam pengaplikasian alat pengkur tekanan darah atau tensimeter.

Setelah pelatihan dilakukan beberapa kali kader mulai memahami cara

penggunaan pengaplikasian alat ukur hipertensi. Pada tanggal 19 September 2019

kami mendampingi kader berkeliling mengunjungi rumah warga untuk melakukan

praktik pengecekan tekanan darah secara langsung, warga merespon dengan baik

program PEKA Hipertensi karena masyarakat merasa lebih mudah untuk

melakukan pengecekan tekanan darah tanpa perlu ke Puskesmas yang jaraknya

cukup jauh.

h. Hasil Implementasi Penyuluhan

Hasil pengolahan data secara univariat tingkat pengetahuan responden

dibagi menjadi 3 kategori yaitu pengetahuan kurang bila responden menjawab

dengan benar kurang dari 40%, pengetahuan cukup bila menjawab dengan benar

50-70%, dan pengetahuan baik bila menjawab dengan benar lebih dari 70%.

Adapun hasil pretest sebagai berikut :

46
Tabel 3.18 Pretest Pengetahuan

Pengetahuan Frekuensi Presentase

Kurang 0 0

Cukup 2 20%

Baik 8 80%

Total 10 100%

Sumber : Data Primer, 2019

Berdasarkan tabel 3.18 menunjukan bahwa responden yang memiliki

pengetahuan cukup sebanyak 2 orang atau 20% dan responden yang

berpengetahuan baik sebanyak 8 orang atau 80%.

Tabel 3.19 Pretest Aspek Sikap

Sikap Frekuensi Presentase

Kurang 0 0

Cukup 2 20%

Baik 8 80%

Total 10 100%

Sumber : Data Primer, 2019

Berdasarkan tabel 3.19 menunjukan bahwa responden yang memiliki

sikap cukup sebanyak 2 orang atau 20% dan responden yang memiliki sikap baik

sebanyak 8 orang atau 80%.

47
Tabel 3.20 Posttest Aspek Tindakan

Tindakan Frekuensi Presentase

Kurang 0 0

Cukup 3 30%

Baik 7 70%

Total 10 100%

Sumber : Data Primer, 2019

Berdasarkan tabel 3.20 menunjukan bahwa bahwa responden yang

memiliki tindakan cukup sebanyak 3 orang atau 30% dan responden yang

memiliki tindakan baik sebanyak 7 orang atau 70%.

Sedangkan setelah dilakukan posttest didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 3.21 Posttest Pengetahuan

Pengetahuan Frekuensi Presentase

Kurang 0 0

Cukup 0 0

Baik 10 100%

Total 10 100%

Sumber : Data Primer, 2019

Berdasarkan tabel 3.21 menunjukan bahwa seluruh responden memiliki

pengetahuan baik sebanyak 10 orang atau 100%.

48
Tabel 3.22 Posttest Aspek Sikap

Sikap Frekuensi Presentase

Kurang 0 0

Cukup 3 30%

Baik 7 70%

Total 10 100%

Sumber : Data Primer, 2019

Berdasarkan tabel 3.22 menunjukan bahwa responden yang memiliki

sikap cukup sebanyak 3 orang atau 30% dan responden yang memiliki sikap baik

sebanyak 7 orang atau 70%.

Tabel 3.23 Posttest Aspek Tindakan

Tindakan Frekuensi Presentase

Kurang 0 0

Cukup 0 0

Baik 10 100%

Total 10 100%

Sumber : Data Primer, 2019

Berdasarkan tabel 3.23 menunjukan bahwa seluruh responden memiliki

tindakan baik sebanyak 10 orang atau 100%.

Hasil normalitas data menunjukan nilai p < 0,05, sehingga data tidak

berdistribusi normal maka menggunakan uji wilcoxon. Uji wilcoxon adalah uji

49
untuk mengetahui perbedaan hasil pretest dan posttest. Adapun hasil uji sebagai

berikut :

Tabel 3.24 Uji Wilcoxon

Posttest-Pretest N

Negative Ranks 3a

Positve Rank 5b

Ties 2c

Total 10

Sumber : Data Primer, 2019

Berdasarkan tabel 3.24 menunjukan bahwa terdapat 3 responden yang

mengalami penurunan nilai posttest setelah dilakukan penyuluhan, 5 responden

mengalami peningkatan nilai posttest setelah dilakukan penyuluhan dan terdapat 2

responden tidak mengalami penurunan ataupun peningkatan nilai setelah

dilakukan penyuluhan.

Hasil uji wilcoxon dengan p = 0,13, p > 0,01artinya tidak ada perbedaan

hasil pretest dan posttest yang diberikan kepada responden setelah dilakukan

penyuluhan mengenai hipertensi, karena dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu,

pengaruh dari status pendidikan, stasus pekerjaan, usia, kurangnya konsentrasi

kader dalam menyimak materi yang disampaikan karena keterbatasan media.

50
i. Hasil implementasi advokasi

Hasil dari advokasi sampah yang dilakukan di Desa Jamberama yaitu adanya

rancangan pembiayaan yang di buat untuk pembuatan tempat pembakaran

sampah dengan skala besar pada anggaran desa tahun 2020.

51
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Untuk melakukan penilaian penyelesaian masalah kesehatan yaitu

dengan menggunakan metode force filed analysis. Berdasarkan

penyusunan metode force filed analysis dapat diketahui bahwa

penghambat program kegiatan pelatihan hipertensi diantaranya

masalah tingkat pengetahuan dan pendidikan kader yang rendah, serta

keterbatasan biaya dalam pengadaan alat kesehatan, dan keterbatasan

media.

2. Berdasarkan penyusunan metode force filed analysis juga dapat

diketahui bahwa factor pendukung program kegiatan pelatihan

hipertensi diantaranya partisipasi kader terhadap pelatihan, adanya

kenaikan angka hipertensi pada tahun sebelumnya, kurangnya tenaga

medis, kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan cek

kesehatan, dan ketersediaan alat pengukur tekanan darah.

3. Untuk melakukan penilaian penyelesaian masalah kesehatan yaitu

dengan menggunakan metode force filed analysis. Berdasarkan

penyusunan metode force filed analysis dapat diketahui bahwa

penghambat program kegiatan penyuluhan hipertensi diantaranya

masalah tingkat pengetahuan kader yang rendah, serta keterbatasan

media.

52
4. Berdasarkan penyusunan metode force filed analysis juga dapat

diketahui bahwa factor pendukung program kegiatan penyuluhan

hipertensi diantaranya adanya izin atau dukungan dari pihak desa,

ketersediaan buku saku hipertensi, dan partisipasi kader.

5. Untuk melakukan penilaian penyelesaian masalah kesehatan yaitu

dengan menggunakan metode force filed analysis. Berdasarkan

penyusunan metode force filed analysis dapat diketahui bahwa

penghambat pada program kebijakan penanganan sampah diantaranya

masalah kurangnya stekholder, keterbatasan biaya dalam pembuatan

tempat pembakaran sampah dan budaya masyarakat yang membuang

sampah sembarangan.

6. Sedangkan faktor pendukung pada program kebijakan penanganan

sampah diantaranya tingginya partisipasi masyarakat terhadap

penanganan sampah.

7. Dalam menyusun perencanaan kegiatan, metode yang digunakan yaitu

dengan cara menyusun tabel Plan Of Action (PoA). Bertujuan agar

kegiatan intervensi penyuluhan kesehatan mengenai hipertensi dan

advokasi penanganan sampah di Desa Jamberama dapat dijalankan

sesuai dengan harapan.

4.2 Saran

1. Bagi Perangkat Desa

53
a. Pihak Desa sebaiknya menyediakan alat kesehatan dan tenaga

medis dana tau kader yang sudah terlatih untuk melakukan

pengecekan tekanan darah.

b. Pemerintah Desa melakukan penganggaran dana untuk pembuatan

tempat pembakaran sampah bagi masyarakat Desa Jamberama.

c. Pemerintah Desa perlu menyedkaan tempat pembakaran sampah

disetiap RT atau tempat pembakaran sampah dengan skala besar.

2. Tokoh Mayarakat Desa Selajambe

a. Bagi tokoh masyarakat agar melakukan pemilahan sampah sebelum

dibuang ke TPS.

b. Perlunya kesadaran masyarakat terhadap bahaya membuang

sampah sembarangan.

3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat STIkes Kuningan

Disarankan untuk melakukan pengalaman PBL di daerah lain untuk

mengetahui permasalahan kesehatan yang ada di daerah tersebut agar

dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan dapat

memecahkan permasalahan kesehatan di desa-desa lainnya.

54

Anda mungkin juga menyukai