JOSUA CRYSTOVEL
150320160005
Dosen:
Yusuf Hidayat, S.P., M.Phill., Ph.D
PASCASARJANA AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2016
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 4
Metabolit Sekunder dan Pertahanan Tumbuhan .................................................................... 4
Kutin, Wax dan Suberin ..................................................................................................... 5
Terpen ................................................................................................................................. 6
Senyawa Fenol .................................................................................................................... 7
Senyawa Sekunder Mengandung Nitrogen ...................................................................... 10
Respon Pertahanan ............................................................................................................... 12
Resistensi Sistemik............................................................................................................... 15
Mekanisme Dan Tipe Ketahanan Tanaman ......................................................................... 15
Ketahanan Genetik ........................................................................................................... 16
Antixenosis ....................................................................................................................... 16
Antibios ............................................................................................................................ 16
Toleran .............................................................................................................................. 17
Ketahanan Ekologi ( Ecological resistance) ..................................................................... 17
Ketahanan Semu (Pseudoresistance) ................................................................................ 17
Ketahanan Induksi (Induced resistance) ........................................................................... 17
Tipe Ketahanan Varietas ...................................................................................................... 18
Ketahanan Vertikal ........................................................................................................... 18
Ketahanan horizontal ........................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 20
2
PENDAHULUAN
Resistensi merupakan salah satu karakter pada tanaman yang dapat diwariskan.
Karakter ini berperan penting dalam menekan gangguan yang dapat disebabkan oleh jasad
pengganggu. Resistensi suatu tanaman dapat dikategorikan tinggi, intermediat, ataupun
rendah. Istilah lain yang masih berkaitan dengan ketahanan tanaman adalah imunitas. Istilah
ini ditujukan pada tanaman yang resisten secara sempurna terhadap serangan suatu patogen.
Imunitas bersifat absolut dan patogen sama sekali tidak dapat menimbulkan gangguan pada
tanaman, bagaimanapun kondisi lingkungannya. Akan tetapi, di alam peristiwa tersebut
merupakan hal yang sangat langkah. Toleran, juga merupakan istilah yang seringkali
digunakan dalam bahasan ketahanan tanaman. Tanaman yang toleran walaupun dapat
diserang oleh jasad pengganggu, namun tidak menunjukkan kehilangan hasil yang signifikan
(Endrizal, 2004). Menurut Painter (1951), terdapat tiga mekanisme yang ditunjukkan
tanaman dalam menghambat serangan hama, yaitu:
1. Antibiosis, yaitu mekanisme yang mempengaruhi atau menghancurkan siklus hidup
hama.
2. Nonpreference (sekarang disebut antixenosis), menghindarkan tanaman dari
serangan hama dalam pencarian makan, peletakan telur, atau tempat tinggal
serangga. Namun, bila hama tak menemukan alternatif tanaman lain, kerusakan
parah pada tanaman tetap dapat terjadi.
3. Toleran, menunjukkan daya tahan tanaman terhadap serangan hama, misalnya
dengan tetap memberikan hasil tanaman yang baik. Tidak seperti halnya pada
antibiosis dan antixenosis yang berpengaruh terhadap populasi hama, toleran tidak
berpengaruh terhadap populasi hama.
3
PEMBAHASAN
4
• Melindungi tumbuhan dari gangguan herbivor dan menghindari infeksi yang
disebabkan oleh patogen mikrobia. Tumbuhan menggunakan metabolit sekunder
sebagai antibiotik atau agen sinyal selama interaksi dengan patogen
• Menarik polinator dan hewan penyebar biji
• Berperan sebagai agen kompetisi antar tanaman
• Memberikan kontribusi yang bernilai terhadap hubungan antara tumbuhan dan
lingkungannya
Kelompok utama metabolit sekunder ada tiga, yaitu: terpen, senyawa fenol dan produk
sekunder mengandung nitrogen.
5
• Merupakan konstituen dinding sel endodermis
Terpen
Terpen merupakan klas metabolit sekunder yang terbesar, umumnya tidak larut dalam
air, konstituen minyak esensial, lipid yang disintesis dari asetil KoA atau dari intermediet
glikolisis melalui lintasan asam mevalonat. Semua terpen disusun oleh unit isopren ber-C5.
Pada suhu tinggi terpen dapat didekomposisi menjadi unit-unit isopren. Terpen
diklasifikasikan berdasarkan jumlah unit isopren. Monoterpen : mengandung 10-karbon
terpen atau 2 unit C5; sesquiterpen: mengandung 15-karbon terpen atau 3 unit C5; diterpen
mengandung 20-karbon terpen atau 4 unit C5. Terpen yang lebih besar termasuk triterpen (30
karbon), tetraterpen (40 karbon) dan politerpen (C5]n, dimana n > 8). Terpen disintesis untuk
“menolak’ serangga, herbivor pemakan, dan untuk menarik insek predator dan parasit
pemakan herbivor.
Biosintesis terpen dapat terjadi melalui dua lintasan, yaitu lintasan asam mevalonat.
Tiga molekul asetil ko-A bergabung membentuk asam mevalonat kemudian intermediet
berkarbon 6 ini mengalami pyrophosphorylasi, dekarboksilasi dan dehidrasi menghasilkan
intermediet isopenthyenyl diphosphate (IPP). IPP adalah struktur ber C5 penyusun terpen.
Lintasan kedua adalah lintasan methylerythritol phosphate (MEP).
Beberapa terpen berperan pada pertumbuhan dan perkembangan. Contoh, giberelin
adalah hormon penting tumbuhan yang termasuk kelompok diterpen. Sterol adalah derivat
triterpen yang merupakan komponen esensial membran sel yang menstabilkan interaksi
fosfolipid. Karotenoid merah, kuning, oranye adalah tetraterpen yang berfungsi sebagai
pigmen asksesori pada fotosintesis dan melindungi jaringan fotosintetik dari fotooksidasi.
Hormon asam absisat adalah terpen C15 yang dihasilkan dari degradasi prekursor karotenoid.
Dapat dikatakan bahwa terpen berfungsi pada :
• Pertumbuhan dan perkembangan : pigmen karotenoid adalah tetraterpen, rantai samping
klorofil adalah diterpen, hormon giberelin adalah diterpen, hormon asam absisat adalah
sesquiterpen, sterol adalah triterpen
• Senyawa penjaga, karena bersifat toksin terhadap insekta dan mamalia : resin pada konifer
adalah monoterpen, minyak esensial dalam rambut kelenjar di epidermis : pepermint, limon.
Beberapa tumbuhan mengandung campuran volatil monoterpen dan sesquiterpen yang
disebut minyak esensial yang memberikan aroma khas pada daunnya. Pepermint, lemon dan
basil merupakan contoh tanaman yang mengandung minyak esensial. Minyak esensial
dikenal sebagai penolak serangga bahkan membuat herbivora tidak tertarik untuk datang,
6
banyak dikandung di rambut kelenjar yang menonjol dari epidermis. Pada rambut-rambut
kelenjar terpen ini disimpan di ruang ekstraselular dinding sel yang termodifikasi. Minyak
volatil tidak hanya melindungi tumbuhan secara langsung dari serangan herbivora tetapi juga
dapat sebagai sinyal tumbuhan untuk menarik predator pemakan herbivora. Minyak esensial
yang secara komersial banyak digunakan sebagai aroma makanan dan membuat parfum dapat
diekstrak dari tumbuhan dengan metode destilasi.
Salah satu senyawa terpen antiherbivora non-volatil adalah limonoid pada buah citrus,
kelompok triterpen yang rasanya pahit. Azadirachtin yang disintesis oleh tanaman
Azadiarchta indica adalah contoh limonoid kompleks.
Terpen yang berperan melawan herbivora vertebrata adalah triterpen (cardenolide dan
saponin). Cardenolide adalah glikosida (senyawa yang mengandung gula), rasanya pahit dan
sangat toksik bagi hewan tingkat tinggi. Saponin adalah steroid dan glikosida triterpen.
Keberadaan kedua elemen yaitu larut lemak (steroid atau terpen) dan larut air (gula) di satu
molekul membuat saponin bersifat seperti sabun (berbuih setelah dikocok dengan air).
Toksisitas saponin disebabkan karena kemampuannya membentuk kompleks dengan sterol.
Saponin dapat menggangu sistem pencernaan atau merusak membran sel setelah diabsorbsi
ke dalam aliran darah.
Senyawa Fenol
Tumbuhan menghasilkan banyak produk sekunder yang mengandung gugus fenol.
Senyawa ini dikelompokkan ke dalam senyawa fenolik yang jumlahnya hampir mencapai
10.000. Beberapa senyawa fenol larut dalam pelarut organik, beberapa adalah glikosida dan
asam karboksilat yang larut air dan sejumlah besar lainnya adalah polimer yang tidak larut.
Phenylalanin adalah intermediate biosintesis sebagian besar fenol tumbuhan
Senyawa aromatik ini dibentuk melalui beberapa lintasan yang berbeda sehingga menyusun
banyak kelompok heterogen. Dua lintasan dasar yang terlibat adalah lintasan asam sikimat
yang berpartisipasi pada sebagian besar fenolik tumbuhan dan lintasan asam malonat.
Lintasan asam sikimat terdapat di tumbuhan, fungi dan bakteri tetapi tidak terdapat di hewan.
Hewan tidak memiliki lintasan untuk mensintesis tiga asam amino aromatik, yaitu
phenilalanin, tyrosin dan tryptophan sehingga ketiganya merupakan nutrien esensial bagi
hewan.
Kelas senyawa sekunder fenolik yang terbanyak di tumbuhan diperoleh dari
phenylalanin melalui eliminasi molekul ammonia dari asam sinamat. Reaksi ini dikatalis oleh
phenylalanine ammonia lyase (PAL), enzim yang paling banyak dipelajari pada metabolisme
7
sekunder tumbuhan. Phenylalanin berada pada titik percabangan antara metabolisme primer
dan sekunder sehingga reaksi yang dikatalisnya adalah tahap regulasi yang penting pada
pembentukan banyak senyawa fenolik. Aktivitas PAL dapat ditingkatkan oleh faktor
lingkungan, seperti nutrien yang rendah, cahaya (melalui pengaruhnya pada fitokrom) dan
infeksi fungi. Kontrolnya terjadi pada inisiasi transkripsi. Contohnya, invasi fungal memicu
transkripsi mRNA yang mengkode PAL, sehingga meningkatkan jumlah PAL di tumbuhan,
yang akan menstimulir sintesis senyawa fenol. Regulasi aktivitas PAL pada tumbuhan
menjadi semakin kompleks adanya banyak gen pengkode berbagai PAL, beberapa
diantaranya hanya diekspresikan pada jaringan spesifik atau hanya dibawah kondisi
lingkungan tertentu. Reaksi-reaksi selanjutnya yang dikatalisis PAL adalah penambahan
gugus hidroksil dan substituen lainnya. Trans-sinamic acid, p-coumaric acid dan derivatnya
adala senyawa fenol sederhana yang disebut phenyl propanoid karena mengandung cincin
benzen.
Beberapa fenolik sederhana diaktivasi cahaya UV
Beberapa senyawa fenolik sederhana adalah 1) phenylpropanoid sederhana seperti:
trans cinnamin acid, p-coumaric acid dan derivatnya seperti cafeic acid, 2) phenylpropanoid
lactone disebut cumarin, 3) derivat asam benzoat. Salah satu senyawa fenol sederhana adalah
furanocoumarin dimana senyawa ini tosisitasnya diaktivasi oleh cahaya. Cahaya UV A pada
daerah 320 – 400 nm mengaktifkan furanocoumarin elektron berenergi tinggi.
Furanocoumarin aktif akan menyisipkan dirinya ke ikatan gadan DNA dan terikat pada basa
pirimidin siton dan timin, memblok transkripsi selanjutnya mengarah pada kematian sel.
Senyawa fenolik yang keluar ke dalam tanah akan menghambat pertumbuhan tumbuhan lain
Dari bagian tumbuhan yang terurai akan mengeluarkan berbagai metabolit primer dan
sekunder ke lingkungan. Jika suatu tumbuhan dapat mereduksi pertumbuhan tumbuhan yang
ada di dekatnya maka dapat meningkatkan aksesnya terhadap cahaya, air dan nutrien.
Senyawa alelopati adalah senyawa yang dikeluarkan tumbuhan yang berpengaruh toksik pada
tumbuhan lain di sekitarnya.
Sianogenik Glikosida
• menghasilkan gas hydrogen sianida
• tanaman harus memiliki enzim yang merobak senyawa dan membebaskan molekul gula
yang menghasilkan senyawa yang dapat mendekomposisi untuk membentuk HCN
• glikosida dan enzim yang merombak umumnya terpisah secara spasial, yaitu pada bagian
sel atau jaringan yang berbeda. Manihot esculenta banyak mengandung sianogenik glikosida.
Sianogenik glikosida menghasilkan racun hydrogen sianida
Berbagai senyawa protektif bernitrogen selain alkaloid juga dijumpai di tumbuhan. Dua
kelompok grup ini adalah sianogenik glikosida dan glukosinolat, tidak bersifat toksik tetapi
ketika tanaman hancur akan dirombak menghasilkan racun volatile. Sianogenik glikosida
terkenal dengan gas beracun yang disebut hydrogen sianinda (HCN). Umbi ketela pohon
(manihot esculenta) mengandung sianogenik glikosida tinggi.
11
Glukosinolat
Senyawa ini mengeluarkan bahan untk pertahanan, sring sebagai penolak herbivor
Family brassica (cabbage, broccoli, radish) umumnya memiliki senyawa ini. Glukosinolat
menghasilkan racun volatile. Klas kedua dari glikosida tumbuhan adalah glukosinolat yang
akan diurai menghasilkan senyawa pertahanan bersifat volatile. Banyak dijumpai di
Brasiccaceae dan family sejenis (kubis, brokoli,) yang memiliki aroma dan rasa yang khas.
Respon Pertahanan
Patogen adalah agen penyakit yang dapat disebabkan oleh serangga. Mikroorganisme
menular, seperti jamur, bakteri, dan nematoda, hidup dari tanaman dan merusak jaringannya.
Tanaman memiliki sistem pertahanan untuk mempertahankan diri dari herbivora, infeksi dan
serangan patogen. Herbivora, hewan pemakan tumbuhan dapat menyebabkan stres bagi
tumbuhan. Tanaman telah mengembangkan berbagai strategi untuk mencegah atau
membunuh penyerang. Respon tanaman terhadap serangan herbivor dan patogen: adalah
dengan dengan pertahanan fisik seperti adanya duri dan pertahanan kimia seperti senyawa
toksik/racun. Pertahanan pertama pada tanaman adalah penghalang utuh dan tidak tertembus
yang terdiri dari kulit kayu dan kutikula lilin. Keduanya melindungi tanaman terhadap
patogen. Perlindungan eksterior tanaman mencegah kerusakan mekanis, yang dapat
memberikan titik masuk untuk patogen. Jika garis pertahanan pertama dapat dilalui, tanaman
harus menggunakan mekanisme pertahanan lain, seperti racun dan enzim. Metabolit sekunder
adalah senyawa yang tidak langsung berasal dari fotosintesis dan tidak diperlukan untuk
12
respirasi atau tanaman pertumbuhan dan perkembangan. Banyak metabolit yang beracun dan
bahkan dapat mematikan hewan yang menelannya. Selain itu, tanaman memiliki berbagai
pertahanan yang diinduksi dengan adanya patogen. Selain metabolit sekunder, tanaman
menghasilkan bahan kimia antimikroba, protein antimikroba, dan enzim antimikroba yang
mampu melawan patogen. Tanaman yang dirusak oleh serangga mengeluarkan senyawa
volatile untuk mengingatkan tumbuhan lain. Beberapa tanaman menarik hewan predator
untuk membantu melawan herbivora spesifik. Tanaman bisa menutup stomata untuk
mencegah patogen memasuki jaringan tanaman. Sebuah respon hipersensitif, di mana
tanaman mengalami kematian sel yang cepat untuk melawan infeksi, dapat dimulai dengan
tanaman; atau mungkin menggunakan bantuan endofit: akar melepaskan bahan kimia yang
menarik bakteri menguntungkan lainnya untuk memerangi infeksi. Teknik melukai dan
serangan predator mengaktifkan pertahanan dan mekanisme perlindungan di jaringan yang
rusak dan menimbulkan sinyal jarak jauh atau aktivasi pertahanan dan mekanisme pelindung
di bagian yang jauh dari bagian luka. Beberapa reaksi pertahanan terjadi dalam beberapa
menit, sementara yang lain mungkin memerlukan waktu beberapa jam.
Molekul-molekul volatile dapat berfungsi sebagai early warning system pada tanaman
di sekitarnya. Asam metil jasmonat dapat aktif mengekspresikan gen yang terlibat dalam
pertahanan tanaman.
Pertahanan yang terinduksi:
a. Pengenalan patogen oleh tanaman inang; karbohidrat, asam lemak yang dihasilkan
fungi
b. Transmisi sinyal alarm ke inang; Ca, hidrogen peroksida dan enzim.
Pertahanan secara struktural:
• Hifa yang mengelilingi sitoplasma
• Penebalan dinding sel
• Struktur histologi: lapisan gabus dan akar adventif
• Lapisan absisi
• Tylose dan gum
• Pertahanan nekrotik (respon hipersensitif)
Pertahanan secara biokimia:
• Reaksi-reaksi hipersensitif (fitoalexin, antimkrobial, parasite obligat yang penting)
• Antimiukrobial: fitoaleksin dan fenolik
• Imunisasi
• Resistensi sistemik dan local
13
Fitoaleksin
Metabolit antimikrobial dengan massa molekul rendah yang disintesis dari metabolit
primer sebagai bentuk respon adanya infeksi
• Secara struktur berbeda dengan isoflavonoid
• Fitoaleksin isoflavonoid disintesis dari flavonoid cabang lintasan fenilpropanoid
Produksi fitoaleksin:
• Distimulasi senyawa tertentu yang disevut elisitor
• Senyawa dengan berat molekul tinggi dijumpai did dinding sel seperti glukan,
glikprotein atau polisakarida lainnya
• Gas seperti etilen
• Pada tanaman yang rentan, patogen mencegah pembentukan fitoaleksin melalui aksi
penekanan produksi yang dilakukan oleh patogen
• Yang bertindak sebagai supresor dapat glukan, glikoprotein Atau toksin yang
dihasilkan oleh patogen
Bagaimana fitoaleksin dibentuk:
Lintasan asam shikimat (phenylpropanoid): asam hidroksinamit, koumarin, asam
hidroksibenzoat.
Lintasan asam mevalonat (isoprenoid) : karotenoid dan terpenoid
Kombinasi lintasan Shikimat-Polymalonic: flavonoid dan anthosyanin
Signaling cascade untuk respon pertahanan – sifat molekul elisitor:
Protein dinding sel
Protein intraseluler
Peptida yang diperoleh dari protein yang lebih besar (dari fungi)
Heptaglucan (oligosakarida kecil)
Sinyal-sinyal sekunder:
1. Ca2+, dibutuhkan untuk beberapa langkah. Beberapa gen juga diinduksi oleh cahaya
UV biru, atau stress lainnya
2. H2O2 (hydrogen peroksida), memiliki banyak peran: menginduksi gene pertahanan,
menginduksi apoptosis, menyebabkan cross-lingking pada protein dinding sel
3. Dapat secara langsung membunuh patogen
4. Asam salisilat: dibutuhkan untuk SAR, level meningkat secara lokal pada jarak yang
jauh dari infeksi, sinyal sistemik? Mungkin bukan, tetapi masih belum diketahui.
14
Resistensi Sistemik
Resistensi Sistemik menyebabkan ekspresi gen pertahanan yang sistemik dan respon
yang bersifat long-lasting. Asam salisilat disintesis di sekitar tempat yang terinfeksi dan
sebagai sinyal yang memicu resistensi sistemik. Ketika tumbuhan tahan terhadap infeksi
patogen pada suatu sisi tanaman dapat meningkatkan resistensi untuk serangan berikutnya.
Walaupun tanaman tidak memiliki system imun tanaman memiliki mekanisme sinyal yang
bekerja seperti system imun.
Ketahanan yang dimaksud adalah ketahanan relatif (tidak permanen) bila populasi
hama atau jumlah hama berada pada ambang kerusakan maupun ambang ekonomi.
Ketahanan tanaman terhadap hama tergantung stadia dan populasi hama yang menyerangnya.
Ketahanan dapat bervariasi antara dua kutub ekstrim imun dan sangat rentan. Tanaman imun
tidak akan menjadi tanaman inang bagi pemakan tumbuhan (herbivora) dan biasanya berada
di laur kisaran tanaman inang untuk serangga.
15
Ketahanan Genetik
Faktor yang menentukan ketahanan tanaman inang terhadap serangga termasuk adanya
pembatas dari stuktur tanaman, allelokimia, dan nutrisi yang tidak seimbang. Kualitas
ketahanan adalah sifat yang diwariskan yang bekerja cenderung memberikan ketidak cocokan
tanaman untuk digunakan serangga. Mekanisme ketahanan disebabkan adanya non
preferensi, antibiosis, dan tolerance (Painter, 1951). Kogan dan Ortman (1978) mengajukan
usulan perbaikan bahwa istilah non preferensi diganti dengan antixenosis, karena adanya
reaksi serangga dan bukan sifat dari tanaman.
Antixenosis
Antixenosis adalah bekerjanya mekanisme ketahanan oleh tanaman untuk menjerakan
atau mereduksi kolonisasi oleh serangga. Umumnya serangga berorientasi sendiri terhadap
tanaman untuk makanan, tempat meletakkan telur, dan atau tempat berlindung. Akan tetapi
disebabkan sifat tertentu, tanaman tidak dapat digunakan karena ada sifat penjeraan bagi
serangga. Dalam situasi tertentu, walaupun serangga datang dan mengadakan kontak dengan
tanaman, sifat antixenosis tanaman tidak memberikan kesempatan kepada serangga untuk
berkoloni. Tanaman yang memperlihatkan ketahanan dengan sifat antixenosis mampu
mengurangi jumlah awal kolonisasi pada satu musim, demikian juga ukuran populasi dapat
direduksi pada tiap-tiap generasi dibanding tanaman yang rentan.
Antibios
Antibiosis adalah mekanisme ketahanan yang bekerja setelah serangga berkolonisasi dan
telah mulai menggukan tanaman untuk kehidupannya. Bila satu serangga makan pada
tanaman yang mumpunyai antibiotik maka tanaman tersebut dapat mempengaruhi serangga
dalam hal pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, dan kelangsungan hidup. Pengaruh
antibiotik dapat menghasilkan pengurangan berat serangga, mengurangi proses metabolisme,
meningkatkan kegelisahan (restlessness) , benyaknya larva atau serangga pradewasa yang
mati. Secara tidak langsung, antibiosis dapat meningkatkan penyingkapan (exposure)
serangga untuk lebih mudah ditemukan oleh musuh alami. Tanaman yang memperlihatkan
antibiosis dapat mereduksi laju peningkatan populasi dengan mengurangi laju reproduksi dan
kelangsungan hidup serangga (Panda dan Khush, 1995).
16
Toleran
Toleran adalah sifat genetik dari tanaman yang dapat melindungi diri dari serangan
populasi serangga, sehingga tidak ada kehilangan hasil secara ekonomi atau hasil yang
dicapai memberikan kualitas yang dapat diperdagangkan. Toleransi sering keliru dengan
ketahanan rendah atau ketahan sedang (moderate). Mekanisme toleran berbeda dari
antixenosis dan antibiosis. Varietas toleran tidak berpengaruh terhadap laju peningkatan
populasi hama target, tetapi dapat meningkatkan ambang ekonomi yaitu bila ambang
ekonomi suatu varietas tanaman ditentukan sebagai A ekor serangga per rumpun, maka
ambang ekonomi pada varietas toleran adalah (A + x) ekor serangga per rumpun. Toleran
adalah mekanisme adaptasi untuk kelangsungan hidup tanaman dan sedikit banyak bebas dari
pengaruh serangga.
Ketahanan Vertikal
Bila satu varietas lebih tahan terhadap beberapa ras penyakit daripada yang lainnya,
maka ketahanan itu disebut vertikal atau tegak lurus (perpendicular). Ketahanan vertikal
mengurangi inokulum awal yang effektif dari epidemik awal, sehingga akan menunda
serangan penyakit. Namun demikian penampilan varietas akan memberikan kecepatan laju
infeksi seperti pada varietas rentan bila sudah terjadi infeksi awal (Crill, 1977).
Di bidang hama yang dinamakan varietas tahan vertikal yaitu bila ada satu deretan
varietas berbeda akan menunjukkan reaksi yang berbeda bila diinfestasi oleh biotipe hama
yang berbeda. Dengan perkataan lain bila sederetan varietas diinfestasi oleh biotipe yang
sama, maka beberapa varietas akan bereaksi tahan dan yang lainnya bereaksi rentan. Ketahan
vertikal umumnya berada pada tingkat ketahanan tinggi dan dikendalikan oleh gen mayor
atau oligogen yang sedikit stabil.
Ketahanan horizontal
Bila tanaman inang sama efektifnya terhadap semua ras penyakit maka disebut
ketahanan horizoltal atau lateral. Daya kerja tanaman tahan horizontal akan menurunkan
epidemik setelah terjadinya serangan. Dalam bidang hama yang dinamakan tahan horizontal
digambarkan sebagai situasi dimana sederetan varietas berbeda tidak menunjukkan perbedaan
interaksi bila diinfestasi oleh biotipe serangga yang berbeda. Varietas tahan horizontal
18
dikendalikan oleh beberapa gen polygenik atau gen minor, masing-masing dengan
sumbangan yang kecil terhadap ketahanan. Ketahanan horizontal adalah moderat, tidak
menimbulkan tekanan yang tinggi terhadap serangga, sehingga penggunaan varietas tahan
horizontal lebih stabil atau lestari (Panda dan Khush, 1995).
19
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, S. 1982. Roles of Mixed-Fuction Oxidates in Insects Herbivory. Proc. 5th int, Symp.
Insect-Plant Relationships, Wageningen.
Beck, S.D. 1965. Resistance of Plant to Insects. Ann. Rev. Entomol.
Bell, W., and Carde, R. T., 1984. Chemical Ecology of Insects. Sinauer Associates,
INCPublisher Sunderland, Massachusetts.
Borror, D,J., Triplehorn, C.A., dan Johnson, N.F., 2005. Study of Insects. 7 th Edition.
Thomson Brooks/Cole. Australia, Canada, Singapura, Spain, United Kingdom, United
Stated.
Campbell, Reece. (2012). Biologi Jilid 2 (Edisi 8). Jakarta: Erlangga.
Liu, J., D. Liu, W. Tao, W. Li, S. Wang, P. Chen, and D. Gao, 2000. Molecular marker-
facilitated pyramiding of different genes for powdery mildew resistance in wheat.
Plant Breeding. 119 : 21-24.
Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.
Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Price, P.W., 1998. Insect Ecology. Third Edition. Jhon Wiley & Sons Inc. New York.
Chichester, Weinkeim, Brisbane, Singaopre, Toronto.
Schoonhoven, L.M., Jermy, T and Van Loon, J.J.A., 1997. Insect-Plant Biology (from
Physiology to Evolution). Chapman &Hall. London-Glasgow. New York. Tokyo.
Melbourne. Madras.
Schoonhoven, L.M., T. Jermy and J.J.A. van Loon. 1998. Insect-Plant Biology, from
Physiology to Evolution. London:Chapman & Hall.
Sumarno, 1992. Pemuliaan untuk ketahanan terhadap hama. Prosiding symposium Pemuliaan
Tanaman I. Perhimpunan Pemuliaan Tanaman Indonesia, Komisariat Daerah Jawa
Timur.
Wiryadiputra, S., 1996. Resistance of Robusta coffea to coffee root lesion nematode,
Pratylenchus coffeae. Pelita Perkebunan. 12(3) : 137-148.
Witcombe, J.R. and C.T. Hash, 2000. Resistance gen deployment strategies in cereal hybrids
using marker-assisted selection: Gene pyramiding, three-way hybrids, and synthetic
parent population. Euphytica. 112 : 175-186.
20