Setelah mundur ke Polokarto dan menyusun kekuatan dalam
beberapa rayon, pada 8 Februari 1949 ,Komando Sub Wehrkreise (SWK) 106 yang dipimpin Mayor Achmadi memutuskan melaksanakan serangn umum pertama ke dalam Kota Solo. Serangan berkode 8249 tersebut dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana kekuatan Belanda dan sejauh mana kinerja pasukan Tentara Pelajar setelah jatuhnya Solo 21 Desember 1948. Selain itu serangan umum tersebut juga menandai lahirnya sebuah rayon gerilya baru dalam kota yaitu Rayon V yang dipimpin Hartono. Menurut rencana serangan akan dimulai pukul 18.00 WIB. Akan tetapi sebagian besar pasukan dari semua rayon sudah bersiap di dalam kota pukul 16.00 WIB. Mereka hanya memerlukan waktu sekitar 2 jaman untuk menyusup dari wilayah Rayon I tenggara Solo, Rayon II timur laut Solo, Rayon III barat laut Solo dan Rayon IV barat daya Solo. Sedang anggota yang diplot masuk Rayon V secara otomatis sudah ada di dalam kota Solo. Mereka melakukan aktivitas gerilya terutama malam hari . Menurut kesaksian Partono Sujoso atau Nono dalam buku “Serangan Umum Empat Hari Solo : Sebuah Catatan Kecil” menyebutkan adanya senjata yang hanya dipakai malam hari dan kalau siang disembunyikan di bantaran sungai. Nantinya gerakan dari pasukan berbagai rayon selain dibantu pasukan gerilya desa ( Pager Desa) juga akan dibantu gerilya dalam kota. Sementara itu di Badran sudah bersiap Regu Mudhakir dan Regu Mukmin . Bom tarik sudah ditanam di jalan. Tali pemicu sudah dipegang Jomo. Mereka menunggu kendaraan Belanda yang lewat jalan tersebut. Hari itu pasukan Tentara Pelajar seolah akan melampiaskan dendamnya ketika kehilangan beberapa orang di Prenggan Cemani pada awal Januari 1949. Bom tarik dan dendam akhirnya terlunasi ketika konvoi Belanda lewat dari arah Selatan menuju Manahan . Kemungkinan mereka terpancing mengejar pasukan TP yang melakukan sudah mulai meyerang posisi Belanda di tempat lain. Bom tarik yang ditanam meledak tepat saat truk Belaanda berjalan lambat saat menanjak naik karena ada rel kereta api. Akibatnya truk meledak dan mematikan beberapa tentara Belanda yang menaikinya. Pasukan Belanda yang bermarkas di Manahan dan Mangkubumen yang mencoba menuju lokasi tidak dapat mendekat karena kehadiran mereka disambut tembakan pasukan TP yang bersembunyi sekitar Badran, Gerakan serangan berlanjut menuju Toko Drie Hok di sekitar Pasar Legi. Toko dirusak dengan bom tarik. Setalah itu pasukan TP melanjutkan serangan ke Kusumoyudan, asrama depan Mangkunegaran dan pos tentara Belanda lainnya. Rupanya hari itu bukan hanya toko Drie Hok saja yang mengalami nasib nahas. Toko Obral dan Eng Bo juga diledakkan dan dirusak oleh TP Seksi Mujino. Menurut Diasmadi DSG dalam Buku Catatan Kisah Perjuangan TP SALA : Merdeka atau Mati bagian II “ disebutkan bahwa tiga toko terpaksa dihukum karena menolak uang Republik Indonesia dalam bertransaksi. Surat Kabar Keng Po Edisi Jumat 11 Februari 1949 melaporkan pembakaran beberapa toko termasuk Toko Eng Bo di Coyudan. Toko Eng Bo dirusak dengan lemparan granat. Kerugian dilaporan sebesar seribu gulden. Toko Obral dilaporkan juga mendapat serangan meski api dapat dipadamkan. Sedang Toko Drie Hok dilaporkan dilempari bom dan granat tangan. Serangan lain yang tercatat dalam sejarah antara lain penyerangan Villa Gantiwarno Kartisono oleh TP yang dipimpin Tory Subiantoro dan Emon. Seksi Moerdijo Djungkung memyeramg asrama Belanda di Jebres, Pos Belanda Jagalan, markas Belanda Margoyudan dan serangan sepanjang Mesen hingga Pasar Gede. Masyarakat Solo memanfaatkan kesempatan ini untuk menunjukkan dukungan mereka terhadap perjuangan. Makanan, minuman dan bekal banyak disediakan warga yang selama ini berdiam di dalam kota. Beberapa tentara TP bahkan menggunakan kesempatan masuk kota ini untuk menengok keluarga meski hanya sesaat karena setelah kalender berganti menuju 9 Februari,mereka harus kembali ke daerah gerilya untuk bersembunyi. Pada pukul 02.00 WIB serangan dikabarkan mulai mereda seiring menghilangnya anak-anak TP ke daerah pengunduran. Setidaknya dengan adanya serangan berkode 8249 ini dapat ditunjukkan bahwa masih adanya Republik Indonesia dengan tentaranya, demikian juga perjuangan demi eksistensi ekonomi Indonesia dimana hukuman berat akan berlaku bagi pemakai uang NICA dan penolak uang republik.
Sumber : 1. Keng Po 11 Februari 1949 2. Serangan Umum Empat Hari Solo : Sebuah Catatan Kecil 3. Kisah Perjuangan TP SALA : Merdeka atau Mati bagian II