Anda di halaman 1dari 14

Potret Museum Sasmitaloka, Rumah Jenderal Ahmad Yani yang Menjadi Saksi Bisu

G30S/PKI

1. Tampak Depan Rumah

Sumber: Tribunnews.com

Bagian depan Museum Sasmitaloka Jenderal Ahmad Yani Jakarta secara umum menghadap
ke jalan Latuharhari.

Museum ini diresmikan pada 1 Oktober 1966 oleh Menpangad Mayjen Soeharto, sesaat
setelah rumah dan seisinya diserahkan Ibu A. Yani dan putra-putrinya kepada negara.

Untuk diketahui, gedung yang dibangun sejak 1930-an ini semula rumah pejabat maskapai
penerbangan Belanda, dan sejak 1950-an dikelola Dinas Perumahan Tentara, sebelum dihuni
Jenderal Ahmad Yani.
2. Tempat Penembakan Jenderal Ahmad Yani

Sumber: Satu Harapan

Tempat ini merupakan ruang keluarga, dimana sang keluarga Jenderal ditembak oleh Pasukan
Tjakrabirawa.

Di tempat ini, tujuh butir peluru ditembakkan ke tubuh Sang Jenderal, dengan rincian tiga
butir peluru bersarang di tubuh Sang Jenderal dan empat butir peluru terpental di area
sekitarnya.

Dengan panasnya timah yang menghujam tubuh, Sang Jenderal masih sempat memutar balik
badannya dan kemudian jatuh tersungkur ke lantai.

Jasad beliau kemudian dibawa oleh Pasukan Tjakrabirawa dengan cara diseret, dan anak
bungsu dari Jenderal Ahmad Yani menjadi saksi sang ayah ditembak berperikemanusiaan.
3. Pintu Samping Tempat Masuknya Para Pasukan Tjakrabirawa

Sumber: Tribunnews.com

Selanjutnya, tempat ini merupakan pintu masuk samping kediaman Jenderal Ahmad Yani,
sebagai tempat masuknya pasukan Tjakrabirawa berjumlah tiga orang memasuki rumah
beliau.

Beliau terbiasa tidak mengunci pintu ini, karena pintu samping merupakan tempat ajudan dan
pembantu beliau biasanya masuk.

4. Bekas Halilintar di Tempat Tidur Jenderal Ahmad Yani


Sumber: Kumparan

Gambar ini merupakan bekas halilintar yang menyambar kamar tidur Sang Jenderal dan
isinya, tepat seminggu sebelum pengangkatannya menjadi menteri.

Bekas sambaran Halilintar diperjelas dengan cara dicat oleh Jenderal Ahmad Yani.

Selain itu, jika pernah atau berencana mengunjungi museum ini, kamu akan melihat koleksi
pakaian di lemari laca dan juga pena, cincin, hingga uang gaji sang Jenderal.

Terdapat juga koleksi senjata yang dulunya digunakan oleh pasukan Tjakrabirawa untuk
menembak Jenderal. Semuanya terdapat di kamar tidur utama.

5. Mini Bar Klasik di Ruang Keluarga


Sumber: IDN Times

Layaknya rumah klasik, terdapat mini bar klasik yang terdapat di ruang tengah pada keluarga
sang Jenderal.

Hal ini sangat wajar, mengingat sang Jenderal pernah mengenyam pendidikan militer di luar
negeri, tepatnya di Komando dan Staf Umum College, Fort Leavenworth, Texas.

Mini bar ini digunakan untuk menyambut tamu yang hadir dari luar negeri.

Demikian beberapa potret menarik rumah Jenderal Ahmad Yani yang kirni menjadi Museum
Sasmitaloka dan menjadi sejarah penting bagi bangsa Indonesia.
Sejarah Museum Ahmad Yani “Sasmitaloka”

Secara singkat, proses dibangunnya Museum Ahmad Yani “Sasmitaloka” berawal dengan
didirikannya beberapa bangunan antara tahun 1930 hingga 1940 yang memang masuk ke
dalam pengembangan wilayah dari Gondangdia dan Menteng. Pada mulanya, bangunan dan
gedung-gedung tersebut dimaksudkan sebagai rumah dinas para pejabat maskapai-maskapai
swasta milik Belanda.

Baru pada sekitar tahun 1950-an, berbagai bangunan di kawasan tersebut masuk ke dalam
pengelolaan rumah dinas tentara Republik Indonesia dan pada akhirnya ditempati oleh
Ahmad Yani beserta keluarga. Rumah tersebut ditempati beliau hingga beliau berpangkat
Letnan Jenderal dan pada akhirnya tempat itu jualah yang menjadi saksi pengorbanan beliau
bagi bangsa ini.

Secara umum, Museum Ahmad Yani “Sasmitaloka” menceritakan riwayat dan perjalanan
hidup salah satu jenderal terbaik yang pernah dimiliki Tentara Nasional Bangsa Indonesia.
Beliau dilahirkan di daerah Purworejo, Jawa Tengah pada tahun 1922, tepatnya di tanggal 19
Juni dari pasangan Ibu Murtini dan Bapak Sarjo. Setelah berturut-turut menamatkan berbagai
jenjang pendidikan seperti HIS, MULO dan AMS, beliau lalu memasuki keakademian militer
Belanda di sekitar tahun 1938-1939.
Ketika masa berkuasanya Jepang, beliau memasuki Heiho, lalu Shodanco, dan kemudian
Daidancho Resimen 3 Magelang yang masuk ke dalam Divisi ke-5 dengan Kolonel Sudirman
sebagai pemegang komando tertingginya.

Tatkala Indonesia merdeka, perjalanan militer beliau semakin cemerlang dengan berbagai
jabatan strategis yang diembannya, dimana beliau sempat pula mengambil pendidikan di
Inggris dan Amerika Serikat. Begitu banyak jasa sang jenderal bila disebutkan satu demi satu.

Oleh karena itulah, museum Ahmad Yani layak ditambahi dengan nama Sasmitaloka,
dikarenakan di negara ini hanya dua museum yang mengenakan nama tersebut yaitu Museum
Jenderal Besar Sudirman dan satunya adalah Museum Ahmad Yani. Sasmitaloka sendiri
berasal dari dua kata sansekerta, yakni Sasmita yang artinya mengenang, dan Loka yang
berarti tempat.

Koleksi Benda Bersejarah di Museum

Saat kita mengunjungi Museum Ahmad Yani “Sasmitaloka” ini, sebagai awal bila
diperhatikan tempat tersebut memiliki kesan selalu tertutup dengan pagar plus sebuah pos
jaga yang terdapat pada sisi lainnya.

Mengisi buku tamu adalah hal yang wajib dilakukan untuk memasuki museum tersebut, dan
setelahnya kita bisa langsung masuk dengan menyusuri lorong yang menuju belakang tempat
tersebut.

Kiranya jalur ini jugalah yang digunakan 1 peleton pasukan Cakrabirawa tatkala akan
menculik beliau. Setelah berada di depan pintu masuk, dapat kita jumpai pintu kaca yang
berlubang, dimana ini memang sengaja dibuat seperti keadaan aslinya setelah peristiwa pada
dini hari tanggal 1 Oktober lampau.

Mobil Sedan Chevrolet Biru


Sebelah samping pintu tersebut, ada sebuah ruangan yang menampilkan mobil model sedan
dengan merk Chevrolet warna biru yang merupakan kendaraan Jenderal Ahmad Yani tatkala
berdinas sebagai Menteri dan Panglima Tertinggi.

Kala kita sampai di lorong yang letaknya di bagian belakang Museum Ahmad Yani
“Sasmitaloka”, akan didapati berbagai dokumentasi berupa foto-foto yang mencoba
merekonstruksi dan menceritakan peristiwa penculikan serta penembakan terhadap Jenderal
Ahmad Yani.

Deretan foto-foto tersebut juga mengabadikan saat jenazah para pahlawan revolusi tersebut
diangkat dari sumur hingga upacara militer pemakaman.

Selain itu, juga terdapat beberapa foto-foto keluarga Ahmad Yani dan peristiwa di tahun 1949
saat penyerahan kota Magelang yang dilalui Jenderal yang bersahaja tersebut.

Di foto tersebut, beliau yang masih berpangkat Letnan Kolonel mewakili pihak Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan dari pihak Belanda sendiri diwakili Letnan Kolonel van
Santen.
Pada bagian dinding ruangan makan Museum Ahmad Yani “Sasmitaloka” dapat kita jumpai
foto-foto dari tiap pahlawan revolusi. Sementara bila kita memasuki ruangan yang berada di
sebelah kirinya, maka ruangan tersebut dahulunya adalah ruangan kamar tidur dari Jenderal
Ahmad Yani.

Di ruangan tersebut disimpan pula senapan otomatis Thompson dengan beberapa butir sisa
peluru milik salah satu personil Cakrabirawa yang menewaskan beliau.

Selain senapan tersebut, dipajang juga senapan LE Cal 7,62 pabrikan negara Cekoslovakia
yang digunakan untuk menembak Letjen S. Parman serta senapan Owengun yang dipakai
untuk menamatkan riwayat DN Aidit beserta tokoh-tokoh tertinggi PKI.

Masih pada ruangan tidur tersebut, pada bagian atasnya ada simbol halilintar kejadian yang
mengagetkan bagi keluarga beliau.

Disana disimpan juga beberapa replika dari pakaian tidur istri beliau disamping gaji terakhir
beliau, kacamata, cincin, keris dan sebuah tongkat komando.

Memotret ruangan tersebut walau lewat ponsel sangatlah dilarang oleh para petugas, agaknya
itu harus ditaati oleh setiap pengunjung dalam ruangan tersebut.
Pada ruang tamu dan ruang tunggu dari Museum Ahmad Yani “Sasmitaloka”, para
pengunjung dapat menyaksikan dan mengamati berbagai obyek dan benda terkait sang
Jenderal Ahmad Yani.

Khusus pada ruang tamu, pengunjung dapat melihat secara detail moment tatkala Ahmad
Yani menampar pimpinan pasukan Cakrabirawa yang melarangnya untuk mengganti baju
yang sebenarnya maksud beliau saat itu adalah hendak meraih sebuah senjata api dikarenakan
telah menangkap gelagat mencurigakan dari pasukan tersebut.

Sedangkan pada ruang tunggu akan disaksikan berbagai koleksi pribadi beliau yang berupa
cinderamata, senjata, medali, lambang, gading gajah hingga harimau yang diawetkan. Yang
menarik adalah koleksi buku beliau yang tersimpan rapi pada rak dinding di ruangan tersebut.

Pada sebelah kanan dari ruangan makan akan dijumpai kutipan dari ucapan beliau dengan
bunyi “sampai liang kubur kupertahankan Pancasila”.

Adapun pada bagian lantainya dibatasi kayu dengan tulisan “DI SINILAH GUGURNJA
PAHLAWAN DJENDERAL TNI A. YANI PADA TANGGAL 1 OKTOBER 1965 DJAM
04.35″. Beliau akhirnya harus mangkat setelah mengalami luka tembak sebanyak 8 kali,
kemudian jenazah beliau dibawa ke lubang buaya tempat dimana pusat operasi gerakan
tersebut berada.

Itulah beberapa gambaran tentang Museum Ahmad Yani “Sasmitaloka” yang memberikan
sarat pesan akan pengorbanan para Pahlawan Revolusi dalam mempertahankan falsafah
Pancasila. Tentunya museum tersebut sangat sesuai untuk dikunjungi oleh siapapun yang
memang selalu menempatkan betapa pentingnya mengenang kembali sejarah yang telah
berlalu.

Alamat, Jam Operasional dan Harga Tiket Masuk


Para calon pengunjung dapat mendatangi museum tersebut di hari Selasa hingga Minggu
mulai pukul 08.00 hingga 14.00, adapun untuk hari Senin museum tersebut ditutup untuk
umum.

Untuk biaya masuk, para pengunjung tak perlu khawatir dikarenakan untuk memasuki
museum tersebut tak dikenakan biaya masuk atau tiket masuk, cukup mengisi buku tamu
yang disediakan pengelola.

Secara detail, lokasi museum tersebut berada di Jalan Lembang Nomor 67, RT 11/RW 7,
Menteng, Kota Jakarta Pusat. Sementara untuk informasi yang sekiranya lebih detail,
disilakan menghubungi secara langsung nomor (021) 3105183 atau 31901623.

SEJARAH MUSEUM SASMITALOKA KEMENDIKBUD

Siang itu kediaman Menteri Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Ahmad Yani yang
sejak tanggal 1 Oktober 1966 diresmikan menjadi museum, tampak sepi. Tak banyak
pengunjung yang hadir saat itu. Pengunjung diperkenankan untuk masuk tanpa alas kaki.
Memasuki ruangan, pengunjung disambut oleh berbagai foto dokumentasi yang berkaitan
dengan Jend. A. Yani.

Mulai dari dokumentasi kegiatan ibu-ibu Persit K.C.K dan Sukwati Dimabesad (Persatuan
Istri Tentara), foto kenangan Jend. A. Yani saat kunjungan ke Manada, Timor Timor, Rusia,
Filipina, Vietnam, dan Yugoslavia. Adapula foto dokumentasi rekonstruksi penculikan dan
penembakan Jend. A. Yani. Suasana museum sungguh membuat para pengunjung merasakan
tragedi masa lampau.
Pada lemari kaca terdapat foto yang membuat pengunjung terperangah yakni, dokumentasi
penggalian dan pengangkatan jenazah para Pahlawan Revolusi di Lubang Buaya. Serta foto
dokumentasi upacara pemakaman jenazah para Pahlawan Revolusi di TMP Kalibata pada
tanggal 5 Oktober 1965.

Pada sudut ruangan terdapat pintu yang dimana bila kita memasuki ruangan sepetak itu
terdapat seragam yang digunakan oleh beberapa pahlawan revolusi yakni seragam Jend. A.
Yani yang tergantung rapi dalam lemari. Serta terdapat foto Letnan Jenderal TNI Anumerta
R. Suprapto, Kapten CZI Anumerta Pierre Andreas Tendean, dan Letnan Jenderal TNI
Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono beserta peralatan serta seragam mereka. Dalam ruangan
itu juga terdapat diorama Museum Sasmitaloka Jend. A. Yani dan harimau yang diawetkan.
Harimau tersebut merupakan salah satu kenang-kenangan dari kerabat Jend. A. Yani.

Berbagai dokumentasi yang terpampang membuat pengunjung mengetahui secara terperinci


peristiwa yang terjadi pada masa lampau terutama yang berkaitan dengan Jend. A. Yani.
Museum yang dahulu merupakan kediaman Jend. A. Yani ini sungguh membuat kita ikut
merasakan kejadian pada masa itu. Lantai, posisi isi rumah, dapur, kamar, kamar mandi
masih tampak seperti dahulu.

Saat menyusuri rumah tersebut, para pengunjung terhenti dan memandangi dengan saksama
pintu kaca yang terhubung dengan rumah bagian dalam. Pada pintu tersebut tampak beberapa
lubang. Ya, itu merupakan bekas tembakan yang diluncurkan oleh Pasukan Tjakrabirawa
kepada Jend. A. Yani. Bekas tembakan itu masih sangat terlihat, nyata, dan jelas. Saat
membuka pintu, para pengunjung begitu terperangah melihat suasana bagian dalam rumah
itu. Begitu luas dan nyaman sekali.

Di depan pintu terdapat lantai yang dijaga dengan rantai, yang menunjukkan bahwa itu
merupakan lokasi penembakan Jend. A. Yani. Pada dinding yang terdapat pada depan pintu,
lukisan Jend. A. Yani yang merupakan saksi bisu penembakan masih terpajang rapi. Terdapat
dua bekas tembakan pada lukisan tersebut. Tepat di sebelah lukisan, terdapat lemari yang
berisi beberapa foto Jend. A. Yani dan istri di mana pada lemari itu juga terdapat beberapa
bekas tembakan.

Televisi, cangkir, meja makan, dan peralatan golf yang sering digunakan oleh Jend. A. Yani
masih tersimpan rapi dan terpajang dalam ruangan. Berbagai surat keputusan, piagam
penghargaan dan belasungkawa, Medali Bintang RI kelas II, vandel dari berbagai pejabat
tinggi dan perguruan tinggi, dan kenang-kenangan dari kerabat Jend. A. Yani dari berbagai
negara pun juga terpajang dan tersusun rapi pada setiap sudut ruangan.

Adapun peninggalan tersebut berupa kenang-kenangan harimau yang diawetkan, lukisan,


patung serta miniatur, dan kendaraan pribadi. Kendaraan pribadi Jend. A. Yani adalah
Chevrolet Impala yang pada masa itu seharga 53 ribu. Tak hanya lukisan Jend. A. Yani
namun lukisan Pahlawan Revolusi lainnya juga terpajang pada dinding ruangan.
Memasuki kamar Jend. A. Yani, pengunjung dapat melihat benda pribadi beliau. Mulai dari
sepatu, seragam, pakaian, minyak wangi, foto keluarga, foto setelah pernikahannya, bahkan
seprai saat kejadian pun masih tersimpan rapi dalam kamar beliau. Begitu pula pada kamar
putra dan putri Jend. A. Yani, boneka yang dahulu seringkali dimainkan oleh anaknya masih
tertata rapi. Lukisan serta foto mereka terpampang di dinding.

Pengunjung Museum Jend. A. Yani tak hanya mengenal lebih dalam terkait sejarah Jend. A.
Yani namun juga sejarah pada masa lampau. Perjuangan para Pahlawan Revolusi patut kita
lestarikan, hargai, serta tumbuhkembangkan. Semangat juang para Pahlawan Revolusi
menjadi panutan kita dalam berbangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai