Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

JENIS-JENIS METODE MENGAJAR GURU

DAN EFEKNYA TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

Diajukan untuk Melengkapi Bahan Mengikuti Ujian Penyesuaian Ijazah

Oleh :

NASROL

KABUPATEN PESISIR SELATAN


SUMATERA BARAT
2022 M / 1443 H

i
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, dan kepada-Nya

kita mohon pertolongan dan ampunan. Kita berlindung kepada Allah dari

keburukan jiwa dan amal-amal kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah,

maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh

Allah, maka tak ada (seorangpun) yang dapat memberi petunjuk. Semoga

shalawat, salam dan keberkahan dilimpahkan bagi Rasulullah SAW, keluarga,

sahabat dan segenap orang yang mengikutinya.

Ungkapan syukur yang setinggi-tingginya kepada Allah ’Azza wa Jalla,

yang diikiuti ucapan terima kasih sedalam-dalamya kepada semua pihak yang

telah memberikan sumbangsih pikiran ataupun berupa arahan, bantuan dan

dorongan moril sehingga rangkaian penyusunan karya ilmiah ini dapat

terselesaikan.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam

penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekeliruan dan kesalahan oleh

karena itu saran dan kritiknya sangat diharapkan untuk penyempurnaan karya

ilmiah ini. Semoga segala bantuan, petunjuk, dorongan dan pengorbanan yang

telah diberikan yang memungkinkan terselesaikannya makalah ini, bernilai ibadah

dan memperoleh imbalan yang berlipat ganda disisi Allah SWT, Aamiin.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………...

KATA PENGANTAR …………………………………………………. ii

DAFTAR ISI ………………………………………………….............. iii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………… 1

A. Latar Belakang Masalah ………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah ………………………………………………. 2

C. Tujuan 2

……………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN …………………………………….………… 3

A. Jenis-Jenis Metode Mengajar Guru ……………………………. 3

B. Efek Penggunaan Metode Mengajar Guru Terhadap 13

Perkembangan Anak/Siswa ……………………………….……

BAB III PENUTUP …………………………………………………… 20

A. Kesimpulan …………………………………………………..… 20

B. Saran ……………………………………………………….…… 20

DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring berkembangnya zaman, diharapkan agar perkembangan sistem

pengajaran juga berkembang. Setidaknya, sistem mengajar guru bisa terus

eksis dan survive terhadap banyak tantangan-tantangan didunia pendidikan.

Jika dipersempit ruang lingkupnya, maka yang perlu dikembangkan oleh

seorang guru adalah pemahaman mereka tentang psikologis atau kejiwaan

anak didik. Pemahaman tidak hanya bergantung kepada saat saat pertama

dilihat saja, melainkan juga memikirkan apa akibat dan efek bagi anak didik

terhadap penggunaan sistem pengajaran yang diterapkan guru.

Dalam mengajar, guru seyogyianya bisa menjauhi sikap-sikap

pengajaran yang berbau militer, kecuali memang mata pelajarannya militer

jikapun ada. Guru setidaknya haruslah mengerti situasi dan kondisi dimana ia

mengajar. Jika didalam sekolah terkesan dibawa militerisasi, maka otomatis

akan berpengaruh terhadap anak didik, dan anak didik akan terkesan

mengikuti sikap orang-orang militer seperti suka berteriak, kasar, dan serba

keras. Hal ini memang tidak mencerminkan bahwa mereka adalah anak

sekolah.

Menanggapi hal itu, penting kiranya bagi seorang guru untuk

mengetahui setidaknya beberapa gaya, tipe, maupun jenis-jenis metode

mengajar guru beserta akibatnya terhadap perkembangan anak didik. Jika

guru bisa mengetahui setidaknya deskripsi akibat dari gaya pengajarannya

1
terhadap anak didik, tentunya seorang guru akan berpikir dan mengadakan

evaluasi serta perbandingan dengan gaya pengajaran yang ia ketahui. Seorang

guru yang baik tentu akan memprioritaskan keberhasilan siswanya dalam

menguasai materi pelajaran dan minimal mencapai standar kompetensi yang

telah ditetapkan oleh sekolah.

Dengan demikian, perlu adanya pembekalan, utamanya bagi calon-

calon guru segala program studi, tidak hanya calon guru BK ataupun

psikologi melainkan guru-guru semua bidang yang tercakup dalam

pendidikan. Jika tidak dibekali, nanti terkesan bahwa guru itu mengajar hanya

sekedar mencukupi jam pelajaran dan sebatas profesi formal saja. Hal ini

tentunya tidaklah baik untuk perkembangan pendidikan dinegeri Indonesia

tercinta ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena yang telah dikemukakan pada latar belakang di

atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Apa saja jenis-jenis metode mengajar guru dalam kegiatan Pembelajaran?

2. Bagaimana pengaruh penerapan metode mengajar guru terhadap

perkembangan anak?

C. Tujuan

1. Mengetahui apa saja jenis-jenis metode mengajar guru dalam kegiatan

Pembelajaran.

2. Mengetahui bagaimana pengaruh penerapan metode mengajar guru

terhadap perkembangan anak.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Jenis-Jenis Metode Mengajar Guru

Selama ini, proses Pembelajaran lebih sering diartikan sebagai

pengajar menjelaskan materi pelajaran dan peserta didik mendengarkan

secara pasif. Namun, telah banyak ditemukan bahwa kualitas Pembelajaran

akan meningkat jika peserta proses Pembelajaran memperoleh kesempatan

yang luas untuk bertanya, berdiskusi, dan menggunakan secara aktif

pengetahuan baru yang diperoleh. Dengan cara ini, diketahui pula bahwa

pengetahuan baru tersebut cenderung untuk dapat dipahami dan dikuasai

secara lebih baik.1

Pada dasarnya, penting bagi guru untuk memahami berberapa faktor

yang mempengaruhi perilaku belajar mengajar, agar efektif. Secara

fundamental Dollar dan Miller menegaskan bahwa keefektifan perilaku

belajar itu dipengaruhi oleh empat hal, yaitu:

1. Adanya motivasi (drives), siswa harus menghendaki sesuatu (the learner

must want something);

2. Adanya perhatian dan mengetahui sasaran (cue), siswa harus

memperhatikan sesuatu (the learner must notice something);

3. Adanya usaha (response), siswa harus melakukan sesuatu (the learner

must do something);

1
Beni S. Ambarjaya, Psikologi Pendidikan dan Pengajaran Teori dan Praktik,
(Yogyakarta: CAPS, 2012), hal. 122

3
4. Adanya evaluasi dan pemantapan hasil (reinforcement) siswa harus

memperoleh sesuatu (the learner must get something).2

Dengan metode mengajar, guru kiranya haruslah mampu mengemban

dan menjalankan empat hal diatas. Ini kiranya dilakukan untuk memantapkan

pencapaian tujuan Pembelajaran baik dari guru itu sendiri, maupu dari

sekolah. Pemilihan metode mengajar kiranya akan berpengaruh besar dalam

implementasi keefektifan belajar peserta didik dalam dunia pendidikan.

Metode adalah cara, yang didalam fungsinya merupakan alat untuk

mencapai suatu tujuan. Makin baik metode itu, makin efektif pula pencapaian

tujuan. Untuk menetapkan lebih dahulu apakah sebuah metode dapat disebut

baik, diperlukan patokan yang bersumber dari beberapa faktor. Faktor utama

yang menentukan adalah tujuan yang akan dicapai.

Metode pengajaran adalah cara yang digunakan untuk mencapai hasil

pendidikan lewat proses yang dilaksanakan pada situasi tertentu dengan

menggunakan faktor-faktor pendidikan.3 Semakin banyak metode yang hadir

dalam proses pengajaran namun demikian dilihat pada dasarnya bahwa

metode tersebut umumnya selalu dipengaruhi oleh:

1. Murid pelajar atau petatar (yang berbeda-beda tingkat kematangannya)

2. Tujuan (yang berbeda-beda jenis dan fungsinya)

3. Fasilitas (yang berbeda-beda kualitas dan kuantitasnya)

2
Abin Syamsuddin Makmun, Pikologi Kependidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007), hal. 164
3
Chalidjah Hasan, Dimensi-dimensi Psikologi Pendidikan, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1994),
hal. 112

4
4. Pengajar, penatar, atau guru (yang pribadi serta kemampuan

profesionalnya)

Perpaduan antar faktor-faktor itulah yang menjadi pertimbangan

utama untuk menentukan metode mana yang paling baik untuk secara optimal

berpengaruh kepada peserta didik. Beberapa pertimbangan yang harus

dilakukan ketika memilih satu metode mengajar untuk diterapkan pada proses

belajar mengajar diantaranya adalah:

1. Kesesuaian metode dengan tujuan pengajaran

2. Kesesuaian metode dengan materi pelajaran

3. Kesesuaian metode dengan sumber dan fasilitas yang tersedia

4. Kesesuaian metode dengan situasi dan kondisi belajar mengajar

5. Kesesuaian metode dengan kondisi siswa

6. Kesesuaian metode dengan waktu yang tersedia4

Berikut, ada tiga jenis metode mengajar dalam ruang lingkup

psikologi perkembangan yang kiranya sering dipakai secara umum oleh guru-

guru disekolah, yaitu:

1. Metode Mengajar Otoriter

Membaca kata otoriter, mungkin mengingatkan kita pada zaman

peperangan dimana ada pemimpin yang otoriter. Pemimpin tersebut

terkesan kejam dan berambisi untuk menguasai seluruh daerah yang akan

dijajahnya. Jika kita kembalikan kepada ruang lingkup pendidikan,

khususnya guru dan pembelajaran maka otoriter disini biasanya


4
Ibid., hal. 113

5
digelarkan oleh seorang guru. Guru yang otoriter dalam mengajar kiranya

merupakan guru yang menguasai kelas dan jalannya pembelajaran.

Guru yang otoriter adalah guru yang mendominasi situasi kelas.

Pengajaran berpusat pada kurikulum dan materi. Kegiatan kelas berpusat

pada guru. Guru cenderung menyuruh siswa mengerjakan tugas yang

jawabannya tidak boleh berbeda dengan yang ditentukan oleh guru. Guru

seperti ini cenderung menentukan daripada memberi saran. Guru yang

otoriter selalu ingin menguasai kelas, menuntut anak path, terlalu

mengarahkan tingkah laku anak dan tidak percaya bahwa anak mampu

mengarahkan dirinya.5

Memang pada implementasinya dilapangan, guru seperti ini

adalah guru yang ditakuti siswanya. Siswa biasanya cenderung tidak

berani mengekang perintah guru, karena merasa takut bahwa nanti guru

akan membentak dan memarahinya. Apalagi jika ada siswa yang terlanjur

berkomentar terkait materi penyampaian guru yang salah, maka akan

berpengaruh terhadap penentuan nilai siswa tersebut.

Masih banyak guru yang berpendapat bahwa mengakui secara

terus terang kepada murid-muridnya atas kekeliruan atau kekurang-

cermata nya berarti menurunkan gengsinya dan untuk menjaga turunnya

gengsi itu, guru mencari-cari alasan dengan berbelit-belit bahkan justru

murid-muridnya yang akan dimarahinya, dengan tuduhan bahwa murid

itu tidak mempercayainya lagi.6 Cara semacam itu kiranya adalah keliru,
5
Dewi Purnamasari, Psikologi Perkembangan Anak, (Curup: LP2 Stain Curup, 2010),
hal. 17
6
Agoes Soejanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 125

6
dan biasanya akan berpengaruh bagi guru untuk menentukan penilaian

dari sikap siswa yang tadi.

Padahal, sebenarnya dengan berterus terang, dengan alassan yang

mudah dimengerti oleh anak, kiranya tidak ada jeleknya guru meminta

maaf kepada anak. Justru si anak akan lebih menghargai gurunya dan

dengan demikian hubungan baik antara guru dengan murid tetap

terpelihara, wibawa guru tidak terganggu, harga diri guru tidak menurun.

Dan yang lebih penting, guru mempunyai contoh yang baik dalam

menganjurkan bahwa anak-anak harus bersikap sportif.7

Guru harus menunjukkan sikap terbuka masalah penilaian. Jangan

karena guru yang otoriter diprotes oleh siswa, maka nilai siswa tersebut

otoriter pula. Guru yang otoriter pada akhirnya juga tidak menciptakan

interaksi yang aktif dengan siswanya dikelas.

2. Metode mengajar Demokratis

Guru yang demokratis adalah guru yang ketika mengajar lebih

banyak mempertimbangkan kepentingan siswa daripada kepentingan guru

sendiri. Guru yang demokratis cenderung mengikutsertakan anak dalam

belajar dan lebih banyak menghargai usaha anak, memberi kesempatan

pada anak mencoba mengatur dan mengarahkan dirinya serta mengambil

keputusan sendiri dalam belajar.8

Dari pemaparan tersebut terlihat bahwa siswa lah yang terpenting.

Muridlah yang yang aktif baik dalam mengulangi bahan, mempersiapkan

7
Ibid.,
8
Dewi Purnamasari, Op. Cit., hal. 16

7
bahan, termasuk mengolah bahan. Otoritas yang tinggi adalah Siswa.

Siswa harus aktif bertanya, aktif mengerjakan sesuatu bahan, aktif

membuat laporan, aktif dalam membuat laporan, dan aktif

mengungkapkan gagasanya.

Di sini juga terlihat bahwa peran guru berubah. Guru lebih

dianggap sebagai fasilitator. Guru lebih membantu siswa agar aktif dan

menemukan pengetahuan mereka. Dalam pengertian ini tugas gurulah

tugas guru lebih merangsang siswa belajar, mendukung, dan memberikan

motivasi agar terus belajar, memnatau dan mengevalusi yang ditemukan

siswa. Dalam pengertian pembelajarn konstruktivis, guru bukanlah

penentu utama lagi. Hubungan guru dan siswa menjadi hubungan yang

dialogis, saling membantu dan saling belajar.

Mengenai peran guru yang demokratis dalam pendidikan, kita

dapat merunut pendapat sekaligus penelitian Davis. Menurut Davis ada

beberapa karateristik guru yang penting dalam pendidikan anak, yang

dinyatakan dalam tabel berikut9:

No. Pilihan Persentase

1. Kompetensi dan minat untuk belajar mengajar 98

2. Kemahiran dalam belajar mengajar 95

9
Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: Rineka Cipta,
2012), hal. 101

8
3. Adil dan tidak memihak 93

4. Sikap kooperatif demokratis 92

5. Fleksibilitas 90

6. Rasa humor 90

7. Menggunakan penghargaan dan pujian 88

8. Minat luas 85

9. Memberi perhatian terhadap masalah anak 83

10. Penampilan dan sikap yang menarik 79

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwasannya, guru yang

demokratis termasuk karateristik guru yang memberikan persentase

sekaligus karateristik terbanyak. Didalam sikap guru yang demokratis

tentu ada sikap kooperatif, adil, rasa humor, memberi perhatian terhadap

anak, dan juga tidak memihak. Artinya, jika dibandingkan dengan otoriter

maka guru yang demokratis lebih mendukung perkembangan anak didik

disekolah.

Tugas dan tanggung jawab guru sebagai pengajar atau

pembimbing memberi tekanan kepada tugas, memberikan bantuan kepada

siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Tugas ini

merupakan aspek mendidik sebab tidak hanya berkenaan dengan

penyampaian ilmu pengetahuan, melainkan juga menyangkut pembinaan

kepribadian dan pembentukan nilai-nilai para siswa.

9
Tugas dan tanggung jawab sebagai administrator kelas pada

hakikatnya merupakan jalinan antara keterlaksanaan pada umumnya.

Namun demikian, keterlaksanaan bidang pengajaran jauh lebih menonjol

dan lebih utama.10

Bagi seorang guru, ada slogan yang kiranya patut dijadikan

landasan etika kerja para guru dalam melaksanakan tugas pembelajaran,

yang meliputi:

a. Menjadi guru adalah meneruskan perjuangan para ulama, ulama adalah

pewaris para nabi

b. Menjadi guru adalah ibadah

c. Menjadi guru adalah berkah

d. Menjadi guru adalah pengabdian ilmu

e. Menjadi guru adalah amanah.11

Guru yang demokratis kiranya mampu mengemban slogan diatas,

kiranya guru akan memikirkan implikasi dari gaya pengajarannya. Jika

guru misalnya memikirkan bahwa menjadi guru adalah ibadah dan

amanah yang dibebankan kepadanya, tentu seorang guru kiranya akan

menyampaikan materi pelajaran dengan sebaik-baik kemampuannya. Dan

orientasinya adalah agar siswa itu bisa dan mampu berkembang

dibidangnya. Jika siswa itu bisa berkembang dibidangnya, akan

menimbulkan kepuasan tersendiri bagi guru bahwa setidaknya ia telah

Ali Mudlofir, Pendidik Profesional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hal. 63
10

Chaerul Rochman dan Hei Gunawan, Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru,


11

(Bandung: Nuansa Cendekia, 2011). hal.199

10
berhasil menyalurkan ilmunya kepada siswa, dan pada akhirnya adalah

menjadi amal yang bermanfaat.

3. Metode Mengajar Permisif

Permisif dapat dikatakan sebagai sikap yang masa bodoh. Guru

yang mengajar seperti ini bisa saja dapat menurunkan kualitas sekolah.

Sistem mengajarnya sekan-anak seperti menggugurkan kewajiban, guru

tipe ini cenderung tidak peduli terhadap lingkungan sekolah. Bagi guru

dengan tipe ini adalah setelah selesai mengajar maka selesai sudah tugas

ia sebagai guru, untuk selanjutnya ia akan segera pulang ke rumah. Guru

tipe ini menganggap sekolah bak terminal persinggahan semata. Dengan

sikap masa bodohnya sering kurang peduli akan tugas-tugasnya sebagai

pendidik yang tidak hanya mengajar semata.

Guru seperti ini juga tidak akan memperhatikan siswanya ketika

di kelas. Sikap memberi kebebasan dan membiarkan secara berlebihan

menjadi ciri dari guru ini. Hal seperti ini pada akhirnya malah membuat

siswa tidak menyukai guru. Seorang guru yang tidak disenangi murid

sering menyebabkan mata pelajarannya juga tidak disenangi murid pula.

Tidak disenangi itu mungkin karena perangainya, karena kebiasaannya,

karena suaranya, karena sikapnya, atau karena sikapnya yang kurang

baik.12

Perangai, sikap, dan kebiasaan guru yang permisif didalam kelas

kiranya akan membuat siswa itu jenuh dan malas mengikuti pelajarannya.

Hal ini dikarenakan tidak adanya suasana kelas yang menyenangkan. Ini
12
Agoes Soejanto, Op. Cit., hal. 124

11
akan membawa dampak yang tidak baik bagi perkembangan anak karena

kurangnya perhatian dari guru.

Tugas sekolah ialah untuk mengembangkan sosialitas anak-anak

mulai permainan-permainan dan tugas-tugas kelompok, disamping

mengembangkan potensi-potensi individualnya. Guru harus mempunyai

sikap yang adil dan demokratis terhadap anak-anak, siapa-siapa yang

perlu mendapat pujian atau mendapat hukuman. Contoh-contoh yang

berpribadi sangat penting bagi anak-anak.13 Tidak layak kiranya guru

membiarkan saja anak-anak yang sedang butuh perhatian.

Guru harus tahu kebiasaan-kebiasaan gerak motoris yang salah,

misalnya sikap duduk, berjalan, gerak menulis, dan sebagainya serta harus

membetulkan untuk menjadi gerakan-gerakan yang benar. Demikian juga

mengenai kegiatan-kegiatan psikologis yang salah harus diarahkan kepada

yang baik dan wajar.14 Semua hal ini sepertinya bertentangan dengan

metode mengajar guru yang permisif.

B. Efek Penggunaan Metode Mengajar Guru Terhadap Perkembangan

Anak/Siswa

13
Ki Fudyartanta, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hal. 197
14
Ibid,,

12
Masuknya si anak ke dunia baru, sering pula menyebabkan

tumbuhnya bermacam-macam sikap. Disamping sikap yang menguntungkan,

ada pula sikap yang kurang menguntungkan bagi dirinya. Sikap itu misalnya

Guru yang pilih kasih.

Kebanyakan sikap anak untuk berpendapat bahwa guru itu pilih kasih

hanya didukung oleh prasangka, disebabkan oleh hal-hal yang baginya

kurang memuaskan. Misalnya karena anak sering diberi giliran untuk maju ke

depan, tidak pernahnya seseorang ditegur meskipun melakukan perbuatan

yang sama, pemberian nilai yang lebih tinggi, dan sebagainya.

Keadaan-keadaan semacam itu pada masa ini sangat peka terhadap

anak-anak. Oleh karena itu untuk menjaga jangan sampai tumbuh prasangka

semacam itu guru perlu berhati-hati di dalam tindakan-tindakannya, sebab

prasangka semacam itu sudah menjadi alasan bagi anak-anak untuk tidak

patuh dan hal ini merupakan permulaan tumbuhnya sikap menentang anak

terhadap guru. Mereka beralasan bahwa guru terkesan tidak menyenanginya

dan ia akan berusaha menjauhkan diri dari pergaulan antara guru dan anak-

anak.

Kemungkinan besar adanya prasangka ini berasal dari seseorang yang

merasa harga dirinya kurang, yang mencoa merebut perhatian guru, tetapi

tidak menjdapatkan pelayanan guru sebagaimana yang diharapkan, sedangkan

teman yang ada pada saat itu dpandang sebagai rivalnya, dipandang sebagai

anak yang mendapat perhatian dari guru. Jadi, sebenarnya prasangka adanya

13
sikap pilih kasih itu adalah sekedar untuk mendapatkan pelampiasan

disebabkan kekecewaan.15

Selain menanggapi hal diatas, guru kiranya bisa bertindak global

terhadap mata pelajaran. Dimaksudkan disini ialah adanya hubungan yang

erat antara guru dan pelajaran, baik hubungan itu bersifat positif atau negatif.

Hubungan bersifat positif apabila antara guru dan pelajarannya di rasa

menyenangkan dan hubungan bersifat negatif bila hubungan antara guru dan

bahan pelajarannya itu dirasa sebagai hal yang kurang menyenangkan.

Jika kita melihat kepada siswa sebagai peserta didik sebagai implikasi

dari penggunaan metode mengajar guru yang beragam seperti disebutkan

diatas, maka akan muncul reaksi pada anak didik. Realitas sikap anak didik

akan berbeda-beda, dan merupakan efek dari penggunaan metode mengajar

guru, seperti:

1. Anak menjadi si penurut

Ini terjadi bila anak kecil dipaksa tunduk terhadap segala peraturan

yang terlalu berat, tanpa boleh mendapatkan kesempatan sedikitpun untuk

bertanya sebab-musababnya. anak semacam ini akan tumbuh menjadi

orang yang tak berkepribadian. Anak yang tidak berani ikut bermain bila

tidak diajak karena takut akan mendapat marah. Karena terlalu lambat

datang, anak tersebut akan menunggu berjam-jam di depan pintu.16

Sikap anak yang seperti ini kiranya merupakan implikasi dari cara

mengajar guru yang demokratis. Hal ini dikarenakan guru yang

15
Agoes Soejanto, Op. Cit., hal. 123
Ibid., hal. 115
16

14
demokratis memberikan ruang yang sebesar-besarnya untuk siswa

beraspirasi dan berinteraksi secara aktif dengan guru maupun teman-

temannya dihadapan guru.

2. Anak menjadi si pengambil muka

Anak semacam ini berpura-pura taat kepada peraturan sementara ada

guru. Tetapi baru saja guru membalikkan diri, anak tersebut akan

menjulurkan lidah atau berbuat yang lain sehingga teman-teman

mentertawakan. Bila ia terlihat oleh guru, ia segera mencari-cari siapa

yang tertawa dan berbuat gaduh tadi. Anak inilah yang biasa disebut anak

pengambil muka. Anak semacam ini mungkin selamanya akan tumbuh

menjadi anak yang tidak jujur, bermuka dua, plintat plintut ataupun tidak

setia.17

Sikap anak yang seperti ini kiranya merupakan implikasi dari cara

mengajar guru yang otoriter. Anak yang terlanjur kesal karena suasana

kelas menjadi pasif kemudian menyindir-nyindir guru yang otoriter ketika

mengajar dikelas. Ini karena guru yang otoriter selalu ingin menguasai

dan mendominasi kelas.

Terhadap anak yang seperti ini, guru harus bersikap bijaksana

sehingga ia menyadari bahwa perbuatan semacam itu bukan hanya kurang

baik, tidak jujur, dan tidak menguntungkan melainkan akan merugikan

orang banyak, termasuk dirinya sendiri. Karena itu, sekalipun sulit juga

menyembuhkan penyakit ini, guru harus mengusahakan.

3. Anak menjadi si pelamun


17
Ibid.,

15
Adakalanya anak menjadi pelamun, yaitu disebabkan adanya

tuntutan yang berat itu ia pergi berkhayal. Ia bersikap acuh tak acuh

kepada guru, kepada pelajaran, bahkan kepada teman-temannya. Ia akan

mengasingkan diri, tetapi sikapnya tenang-tenang saja, tidak resahm tidak

ribut, tidak pula mengganggu orang lain.18

Sikap anak yang seperti ini kiranya merupakan hasil dari cara

mengajar guru yang permisif. Hal ini dikarenakan tidak adanya perhatian

dari guru akan kegelisahan atau kondisi dan situasi anak didik ketika guru

mengajar. Akhirnya anak terbiasa untuk melamun. Berbeda kiranya jika

pembelajaran didesain dengan aktif, maka anak tidak akan ada

kesempatan untuk melamun, melainkan berpikir konkrit.

4. Anak menjadi si penentang

Bagi anak lain mungkin mula-mula akan bersikap menentang bila

tuntutan guru terlalu berat. Ia menganggap guru sebagai musuhnya.

Sikapnya agresif baik kepada guru maupun terhadap teman-temannya.

Jika sikap semacam ini menjadi kebiasaan, dimasyarakat kelak pun ia

takkan berguna. Karena itu anak semacam ini memerlukan bimbingan

guru, untuk menguasahakan agar anak dapat bekerja sama dengan teman-

temannya, guru-gurunya, dan sebagainya hingga ia dapat kembali menjadi

warga sekolah yang baik.19

Anak yang seperti ini kiranya merupakan implikasi atau akibat dari

cara mengajar guru yang otoriter sekaligus permisif. Hal ini dikarenakan

18
Ibid.,
19
Ibid., hal. 116

16
guru yang otoriter membuat anak tidak punya kesempatan untuk aktif,

memberi tugas yang harus sama jawabannya seperti yang guru jelaskan

sehingga terkesan tekstual. Dengan pengajaran yang seperti itu, anak yang

tidak terlalu senang untuk menghafal atau terlalu sama dengan gurunya

akan bersikap menentang dan mengomel didalam hati. Dan di luar kelas

atau pembelajaran dengan guru itu, ia akan berbagi rasa dengan teman-

temannya.

Begitupun dengan guru yang permisif. Anak yang semulanya

penentang, jika dibiarkan terus diberi kebebasan maka akan tetap

menentanglah anak itu. Karena kelas tidak aktif dan guru permisif pun

terkesan antipati, maka anak tetap akan menjadi si penentang.

Selain efek-efek diatas, beberapa efek lain yang kiranya ditimbulkan

dalam perkembangan anak oleh tiga jenis metode mengajar guru, antara lain:

1. Bagi guru yang mengajar dengan cara yang otoriter, efek yang

ditimbulkan bagi anak, seperti:

a. Siswa menjadi pasif dan mati inisiatifnya, yang pada akhirnya

mengurangi ketertarikan siswa untu belajar. Ini akan terbawa sampai

ia berada pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, karena perasaan

takutnya terhadap kesalahan dan memaksa dia untuk lebih baik diam

dan tidak berinisiatif.

b. Siswa menjadi kurang mandiri dalam proses pembelajaran, karena

selalu menunggu petunjuk dan arahan dari guru. Sebenarnya, pada

17
anak-anak mulai timbul dorongan untuk memperlihatkan kemampuan-

kemampuannya terhadap orang lain. Ia bangga, berani keluar masuk

rumah dan bermain ditempat-tempat yang jauh dari pengawasan orang

dewasa. Anak-anak telah bisa jika disuruh mengerjakan tugas-tugas

yang ringan bersama-sama atau sendiri.20

c. Siswa hanya patuh ketika gurunya yang otoriter itu mengajarnya.

Dilain guru, ia malah akan menjadi anak yang suka menentang.

2. Bagi guru yang mengajar dengan cara yang demokratis, efek yang

ditimbulkan bagi anak, seperti:

a. Anak didik punya ruang untuk mengembangkan potensi dirinya secara

positif. Guru yang demokratis biasanya mengajar dengan aktif dan

mendukung penuh kreatifitas, inovasi, maupun saran siswanya.

Dengan ini, inisiatif siswa akan tumbuh tanpa adanya perasaan untuk

takut akan salah.

b. Anak dapat belajar displin diri sendiri, mampu mengontrol, dirinya

sendiri, belajar hidup bekerja sama, terbuka, toleransi, yakin pada diri

sendiri,21 dan sebagainya.

3. Bagi guru yang mengajar dengan cara yang permisif, efek yang

ditimbulkan bagi anak, seperti:

a. Mewujudkan sikap indisiplinisme kepada anak didik. Anak

disekolahkan salah satu tujuannya untuk bisa menjadi sosok yang

disiplin. disini guru lah yang berperan penting. Tetapi, jika gurunya

20
Ki Fudyartanta, Op. Cit., hal. 151
21
Dewi Purnamasari, Op. Cit., hal. 16

18
hanya membiarkan saja dan memberi kebebasan berlebihan kepada

anak didiknya, maka mereka tidak akan mengerti makna dan

implementasi disiplin itu sendiri.

b. Anak akan mudah terkena pengaruh teman-teman dan lingkungannya.

Beruntung jika pengaruh lingkungannya dan teman-temannya baik.

Namun, pada faktanya, lebih besar dan banyak pengaruh buruknya,

karena pada dasarnya hal-hal yang buruk lebih terkesan

menyenangkan dan tidak terbatas oleh adanya aturan.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Keefektifan perilaku belajar itu dipengaruhi oleh adanya motivasi,

perhatian dan mengetahui sasaran, usaha, evaluasi dan pemantapan hasil

dalam pembelajaran.

2. Metode pengajaran adalah cara yang digunakan untuk mencapai hasil

pendidikan lewat proses yang dilaksanakan pada situasi tertentu dengan

menggunakan faktor-faktor pendidikan.

19
3. Jenis-jenis metode mengajar guru meliputi metode mengajar otoriter,

demokratis, dan permisif.

4. Masuknya si anak ke dunia baru, sering pula menyebabkan tumbuhnya

bermacam-macam sikap. Disamping sikap yang menguntungkan, ada pula

sikap yang kurang menguntungkan bagi dirinya.

5. Sebagai implikasi dari metode mengajar guru, anak dapat menjadi si

penurut, pelamun, pengambil muka, dan si penentang.

B. Saran

Penulis senantiasa menerima saran dan komentar yang edukatif dan

konstruktif terhadap makalah ini, demi penyempurnaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarjaya, Beni S. 2012. Psikologi Pendidikan dan Pengajaran Teori dan


Praktik, Yogyakarta: CAPS

Hasan, Chalidjah. Dimensi-dimensi Psikologi Pendidikan, (Surabaya: Al-Ikhlas,


1994)

Makmun, Abin Syamsuddin. Pikologi Kependidikan, (Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2007)

Mudlofir, Ali. Pendidik Profesional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012)

Munandar, Utami. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: Rineka


Cipta, 2012)

Purnamasari, Dewi. Psikologi Perkembangan Anak, (Curup: LP2 Stain Curup,


2010)

20
Rochman, Chaerul dan Hei Gunawan, Pengembangan Kompetensi Kepribadian
Guru, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2011)

Soejanto, Agoes. Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005)

Fudyartanta, Ki. Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012)

21

Anda mungkin juga menyukai