Anda di halaman 1dari 80

2020

Modul Kebidanan
Komunitas

UJIAN KOMPETENSI UNTUK BIDAN (RETAKER)


PENYUSUN:ANDARI WURI ASTUTI, S.SIT., MPH; WILIS DWI PANGESTI., M.KEB;
LAURENSIA LAWINTONO., M.SC

PANITIA UJIAN KOMPETENSI UNTUK BIDAN (RETAKER) |


Table of Contents

TOPIK 1:PENDAHULUAN........................................................................................................3

A. DEFINISI MODUL :............................................................................................................... 3


B. PETUNJUK BELAJAR : ........................................................................................................3
C. CAPAIAN PEMBELAJARAN : .................................................................................................3

TOPIK 2: KONSEP DASAR KEBIDANAN KOMUNITAS ....................................................... 4

A. PENGERTIAN KEBIDANAN KOMUNITAS ................................................................................. 4


B. TUJUAN KEBIDANAN KOMUNITAS ......................................................................................... 5
C. SEJARAH SINGKAT KEBIDANAN KOMUNITAS .........................................................................6
D. SASARAN KEBIDANAN KOMUNITAS ....................................................................................... 6
E. PRINSIP PELAYANAN ASUHAN DAN TANGGUNG JAWAB BIDAN PADA PELAYANAN KEBIDANAN
KOMUNITAS .................................................................................................................................7
F. RUANG LINGKUP KEBIDANAN KOMUNITAS ............................................................................. 9
G. LATIHAN SOAL .................................................................................................................. 12

TOPIK 3: PEMBERDAYAAN MASYARAKAT....................................................................... 14

A. PENGERTIAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ..................................................................... 14


B. KENDALA-KENDALA DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT .............................................. 15
C. KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KEBIDANAN KOMUNITAS ............................. 19
D. LATIHAN SOAL ................................................................................................................... 20

TOPIK 4: KONSEP PENGELOLAAN PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DI


KOMUNITAS ........................................................................................................................... 22

A. KONSEP PROGRAM KIA DAN PWSKIA.............................................................................. 22


B. BATASAN PEMANTAUAN PWS-KIA ................................................................................... 23
C. INDIKATOR PEMANTAUAN PWS-KIA.................................................................................. 26
D. RUJUKAN ........................................................................................................................... 27
E. JENIS RUJUKAN ................................................................................................................. 28
F. JENJANG RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN ..................................................................... 30

TOPIK 5: PENGUMPULAN DATA DENGAN METODE PARTISIPATIF ............................. 34

A. ANALISIS SITUASI KESEHATAN ........................................................................................... 34


B. ANALISIS SITUASI YANG PARTISIPATIF (PARTICIPATORY RURAL APPROACH)....................... 37

TOPIK 6: ASUHAN KEBIDANAN KELUARGA DAN KOMUNITAS .................................... 41

A. KONSEP KELUARGA .......................................................................................................... 41


B. STRUKTUR KELUARGA....................................................................................................... 42
C. BENTUK KELUARGA........................................................................................................... 42
D. PERANAN DAN FUNGSI KELUARGA .................................................................................... 43

1
E. ASUHAN KEBIDANAN DI KOMUNITAS .................................................................................. 43
F. ASUHAN KEBIDANAN PADA KELUARGA DI KOMUNITAS ....................................................... 48

TOPIK 7: DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS....................................... 54

A. KONSEP DASAR DOKUMENTASI .......................................................................................... 54


B. METODE PENDOKUMENTASIAN MANAJEMEN KEBIDANAN .................................................... 57

TOPIK 8: PROMOSI KESEHATAN DALAM ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS........... 65

A. DASAR-DASAR PROMOSI KESEHATAN ............................................................................... 65


B. PERENCANAAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN .............................................................. 73

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 78

2
TOPIK 1:Pendahuluan
A. Definisi Modul :
Modul Kebidanan Komunitas ini adalah modul yang dikembangkan untuk calon
peserta uji kompetensi retaker agar calon peserta bisa melakukan belajar mandiri
(self-learning). Modul ini terdiri dari 10 Topik, meliputi Topik 1: Pendahuluan; Topik 2:
Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Komunitas; Topik 3: Pemberdayaan Masyarakat;
Topik 4: Konsep Pengelolaan Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Komunitas;
Topik 5: Pengumpulan data dengan metode partisipatif; Topik 6: Asuhan kebidanan
keluarga dan komunitas; Topik 7: Promosi Kesehatan dalam Asuhan Kebidanan
Komunitas; Topik 8: Dokumentasi asuhan kebidanan komunitas; Topik 9: Aspek
perlindungan hukum untuk bidan dikomunitas; dan Topik 10: Penutup
B. Petunjuk Belajar :
Untuk memperoleh hasil belajar secara maksimal, maka langkah-langkah yang
perlu dilaksanakan dalam modul ini antara lain:
1. Bacalah dan pahami materi yang ada pada setiap topik dan kegiatan
belajar.
2. Kerjakan setiap tugas diskusi terhadap materi-materi yang dibahas dalam
setiap kegiatan belajar dalam setiap topik.
3. Jika belum menguasai level materi yang diharapkan, ulangi lagi pada
kegiatan belajar sebelumnya.
4. Untuk menentukan kelulusan modul kebidanan komunitas, peserta akan
mengerjakan soal multiple choices pada akhir modul.
C. Capaian pembelajaran :
Setelah mempelajari Modul Asuhan Kebidanan Komunitas, peserta diharapkan
mempunyai penguasaan materi-materi pada topik Konsep Dasar Asuhan Kebidanan
Komunitas; Pemberdayaan Masyarakat; Konsep Pengelolaan Program Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA) di Komunitas; Pengumpulan data dengan metode partisipatif;
Asuhan kebidanan keluarga dan komunitas; Promosi Kesehatan dalam Asuhan
Kebidanan Komunitas; Dokumentasi asuhan kebidanan komunitas; Aspek
perlindungan hukum bidan dikomunitas;

3
TOPIK 2: Konsep Dasar Kebidanan Komunitas
Pada topik 2 ini akan dibahas konsep dasar kebidanan komunitas yang terdiri
dari enam sub pokok bahasan yaitu; pengertian kebidanan komunitas, tujuan
kebidanan komunitas, sasaran kebidanan komunitas, prinsip pelayanan asuhan dan
tanggung jawab bidan pada pelayanan kebidanan komunitas serta ruang lingkup
kebidanan komunitas.
A. Pengertian Kebidanan Komunitas
Berdasarkan kesepakatan antara ICM, FIGO, WHO pada tahun 1933
menyatakan bahwa bidan adalah seorang telah mengikuti pendidikan kebidanan yang
diakui oleh pemerintah setempat, telah menyelesaikan pendidikan dan lulus serta
terdaftar atau mendapatkan izin melakukan praktik kebidanan (IBI, 2006). Bidan
komunitas adalah bidan yang berkerja melayani keluarga dan masyarakat diwilayah
tertentu (ICM, 2014). Praktisi bidan yang berbasis komunitas harus dapat memberikan
supervisi yang dibutuhkan oleh perempuan selama masa kehamilan, persalinan,
nifas, dan BBL secara komprehensif. Bidan bertanggung jawab penuh sebagai
pemimpin profesional untuk perawatan dan dukungan bagi wanita dan bayi baru lahir,
serta pasangan dan keluarga. Karakteristik inti mencakup optimalisasi proses
reproduksi normal biologis, psikologis, sosial, dan budaya dan kehidupan awal;
pencegahan dan penanganan komplikasi yang tepat waktu; konsultasi dengan dan
rujukan ke layanan lain; menghormati keadaan dan pandangan individu perempuan;
dan bekerja dalam kemitraan dengan wanita untuk memperkuat kemampuan wanita
dalam merawat diri mereka sendiri dan keluarga mereka (WHO, 2014).
Menurut Wahyuni (2018), kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan
yang menekankan pada aspek-aspek psikososial budaya yang ada di komunitas
(masyarakat sekitar). WHO (2016), mendefinisikan komunitas sebagai kelompok
social yang ditentukan oleh batas-batas wilayah, nilai-nilai keyakinan dan minat yang
sama, serta adanya saling mengenal dan berinteraksi antara anggota masyarakat
yang satu dengan yang lainnya.
Kebidanan komunitas merupakan konsep dasar bidan dalam melayani
individu, keluarga dan masyarakat di wilayah tertentu. Kebidanan komunitas
adalah bidan yang melayani keluarga dan masyarakat di luar rumah sakit. Untuk itu
bidan perlu dibekali dengan pengetahuan dan strategi-strategi untuk mengatasi
tantangan/kendala terkait isu-isu sosial budaya misalnya ketidakadilan gender,

4
ketidakadilan sosial, pendidikan, tradisi yang merugikan kesehatan dan kesejahteraan
ibu, kondisi ekonomi yang mempengaruhi kesehatan, politik dan hukum, infrastruktur
kesehatan, pelayanan rujukan, kesehatan lingkungan, seperti air bersih, daerah
konflik, daerah yang terisolir, kumuh, padat, kondisi endemi dan pandemi (WHO,
2014; Phelan et al, 2018). Bidan akan dinilai berhasil dalam mengelola kebidanan
komuntas jika mampu mengatasi issue-issue dalam komunitas yang disebutkan
(Wahyuni, 2018).
Kebidanan Komunitas adalah pelayanan kebidanan profesional yang ditujukan
kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok risiko tinggi dengan upaya
mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
danmelibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pelayanan kebidanan. Pelayanan Kebidanan Komunitas adalah upaya yang dilakukan
bidan untuk pemecahan terhadap masalah kesehatan ibu dan balita dalam keluarga
dimasyarakat. Pelayanan kebidanan komunitas dilakukan diluar rumah sakit atau
institusi. Kebidanan komunitas dapat juga merupakan bagian atau kelanjutandari
pelayanan yang diberikan dirumah sakit dalam upaya menyelamatkan ibu dan bayi
dalam proses childbearing and childrearing (Wittmann-Price, Wilson, & Gittings,
2019).
B. Tujuan kebidanan komunitas

Gray et al (2016) menyebutkan bahwa terdapat tujuan umum dan tujuan


khusus kebidanan komunitas. Tujuan umum dari kebidanan komunitas adalah
sebagai berikut: seorang bidan komunitas mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, khusunya kesehatan perempuan diwilayah kerjanya, sehingga
masyarakat mampu mengenali masalah dan kebutuhan serta mampu memecahkan
masalahnya secara mandiri.
Sedangkan, untuk tujuan khususnya adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan cakupan pelayanan kebidanan komunitas sesuai dengan


tanggung jawab bidan.
2. Meningkatkan mutu pelayanan ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatan
nifas dan perinatal secara terpadu.

5
3. Menurunkan jumlah kasus-kasus yang berkaitan dengan risiko kehamilan,
persalinan, nifas, dan perinatal.
4. Medukung program-program pemerintah lainnya untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian pada ibu dan anak.
5. Membangun jaringan kerja dengan fasilitas rujukan dan tokoh masyarakat
setempat atau terkait.

C. Sejarah singkat kebidanan komunitas


Pada zaman pemerintah Hindia Belanda tahun 1807 pertolongan persalinan
dilakukan oleh dukun, kemudian pada tahun 1849 di Batavia dibuka pendidikan dokter
jawa dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten), pada
tahun1851 dokter W. Rosch membuka pendidikan bidan bagi perempuan pribumi
yang saat itu berfokus peran bidan hanya bersifat klinis dengan memberikan
pelayanan di rumah sakit saja.
Sejak tahun 1952 peran bidan tidak hanya bersifat klinis. Pada pada waktu itu
sekolah bidan empat (4) tahun mulai memasukkan konsep pelayanan kebidanan di
komunitas. Seteleh tahun 1952, tepatnya pada tahun 1953 peran bidan di masyarakat
semakin terlihat dengan diadakan kursus tambahan bagi bidan (KTB) yang berfokus
pada kesehatan masyarakat di Yoyakarta. Pada tahun 1967, pelayanan BKIA menjadi
bagian dari pelayanan puskesmas, Bidan puskesmas tidak hanya memberikan
pelayanan KIA, KB diposyandu, UKS, dan sebagai perencana dalam mengambil
keputusan pelayanan di masyarakat, namun bidan harus juga berperan sebagai
motivator (penggerak) dimasyarakat. Dengan adanya Gerakan safe motherhood,
tahun 1996 Departemen Kesehatan mencanangkan program Gerakan Sayang Ibu
(GSI) dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) melakukan advokasi pada pemerintah untuk
melahirkan pendidikan D-3 Kebidanan. Melalui pendidikan diploma inilah materi
tentang bidan sebagai agen pemberi pelayanan kesehatan di masyarakat dimasukkan
lebih banyak (Mitra, 2017).
D. Sasaran kebidanan komunitas
Sasaran Pelayanan Kebidanan Komunitas, yaitu agar :

1. Terpelihara dan meningkatnya status kesehatan keluarga.


2. Terpelihara dan meningkatnya status kesehatan komunitas.
3. Terpelihara dan meningkatnya status gizi masyarakat.
4. Terpelihara dan meningkatnya status kesehatan jiwa masyarakat.

6
5. Meningkatnya jumlah dan cakupan pemeliharaan kesehatan dengan
pembiayaan pra upaya.
6. Pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat yang bermutu dan terjangkau.
7. Peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam pembiayaan program
kesehatan masyarakat.
8. Pengembangan tenaga kesehatan yang profesional yang sadar biaya dan
sadar mutu masyarakat yang inovatif, efektif dan efisien.
9. Pemantapan kemitraan dan kerjasama lintas sektoral dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan masyarakat.
10. Pengutamaan kelompok sasaran rentan keluarga miskin dan pengarus-
utamaan gender.
11. Pengutamaan daerah terpencil, perbatasan dan rawan bencana.
12. Penyelarasan program dengan perkembangan tantangan dan komitmen
global.
13. Pemantapan pemberdayaan dan kemandirian keluarga komunitas dan
masyarakat.
14. Penerapan tehnologi tepat guna, bantuan teknis dan pendampingan.
15. Pengembangan penelitian untuk dukungan program.
16. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan program
kesehatan masyarakat.

E. Prinsip pelayanan asuhan dan tanggung jawab bidan pada pelayanan


kebidanan komunitas
Prinsip pelayanan asuhan kebidanan komunitas adalah sebagai berikut.

1. Kebidanan komunitas sifatnya multi disiplin meliputi ilmu kesehatan


masyarakat, sosiologi, psikologi, ilmu kebidanan, dan lain-lain yang
mendukung peran bidan di komunitas.
2. Berpedoman pada etika profesi kebidanan yang menjunjung harkat dan
martabat kemanusiaan klien.
3. Ciri Kebidanan komunitas adalah menggunakan populasi sebagai unit analisis.
Populasi bisa berupa kelompok sasaran (jumlah perempuan, jumlah Kepala
Keluarga (KK), jumlah laki-laki, jumlah neonatus, jumlah balita, jumlah lansia)
dalam area yang bisa ditentukan sendiri oleh bidan. Contohnya adalah jumlah

7
perempuan usia subur dalam 1 RT atau 1 kelurahan/ kawasan perumahan/
perkantoran.
4. Ukuran keberhasilan bukan hanya mencakup hasil upaya bidan, tetapi hasil
kerjasama dengan mitra-mitra dan kelompok masyarakat seperti PKK,
kelompok ibu-ibu pengajian, kader kesehatan, perawat, PLKB, dokter, pekerja
sosial, karang taruna, organisasi keagamaan, dll.
5. Sitem pelaporan bidan di komunitas, berbeda dengan kebidanan klinik. Sistem
pelaporan kebidanan komunitas berhubungan dengan wilayah kerja yang
menjadi tanggung jawabnya.

Sedangkan tanggung jawab bidan pada pelayanan kebidanan komunitas


meliputi kemampuan memberikan penyuluhan dan pelayanan individu, keluarga, dan
masyarakat. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk menilai mana tradisi yang baik /
menguntungkan atau membahayakan kesehatan, budaya yang sensitif gender dan
tidak judgemental, nilai-nilai masyarakat yang adil gender dan tidak, dan hukum serta
norma yang ternyata masih melanggar hak asasi manusia. Disamping itu, bidan harus
mampu bertindak profesional dalam bentuk:

1. Mampu memisahkan antara nilai-niai dan keyakinan pribadi dengan tugas


kemanusiaan sebagai bidan, dan
2. Mampu bersikap tidak judgemental (menghakimi), tidak discriminative
(tidak membeda-bedakan), dan memenuhi standar prosedur kepada
semua klien (perempuan, laki-laki, transgender).

Peran Bidan di komunitas, yaitu:

1. Sebagai pendidik : Memberikan penyuluhan dibidang kesehatan khususnya


kesehatan ibu, anak dan keluarga. Secara langsung : ceramah, bimbingan,
diskusi, demonstrasi dan sebagainya, secara tidak langsung : poster, leaflet,
spanduk dan sebagainya.
2. Sebagai pelaksana : Memberikan pelayanan kebidanan dengan menggunakan
asuhan kebidanan contoh: asuhan kebidanan pada ibu hamil, bersalin,
neonatal, nifas, dan balita, tindakan pertolongan pertama pada kasus
kebidanan dengan resiko tinggi, dan bimbingan terhadap kelompok remaja dan
masa pra nikah.

8
3. Sebagai pengelola : Pengelola kegiatan kebidanan di unit puskesmas,
polindes/ poskesdes, posyandu dan praktek bidan mandiri. Sebagai pengelola
bidan memimpin dan berkolaborasi denga bidan lain atau tenaga kesehatan
yang lain. Contoh : praktek mandiri/ PMB.
4. Sebagai peneliti : Mengkaji perkembangan kesehatan pasien yang dilayaninya,
perkembangan keluarga dan masyarakat. Secara sederhana bidan dapat
memberikan kesimpulan atau hipotesis dan hasil analisanya. Contoh :
penelitian terhadap gizi bayi/balita.
5. Sebagai pemberdaya : Bidan perlu melibatkan individu, keluarga dan
masyarakat dalam memecahkan permasalahan yang terjadi. Bidan perlu
mengundang partisipasi individu, keluarga dan masyarakat untuk ikut berperan
serta dalam upaya pemeliharaan kesehatan diri sendiri, keluarga maupun
masyarakat. Contoh : memberikan bimbingan kepada kader, keluarga, dan
masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai dengan prioritas.
6. Sebagai pembela klien (peran advocacy): kegiatan memberi informasi dan
sokongan kepada seseorang sehingga mampu membuat keputusan yang
terbaik dan memungkinkan bagi dirinya dalam hak kesehatan reproduksi.
contoh : konseling.
7. Sebagai kolabolator : Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain baik lintas program
maupun sektoral. contoh : berkolaborasi dengan pemerintah desa, sekolah,
kantor pencatatan sipil dan agama, KUA, BKKBN, dan lembaga lainnya.
8. Sebagai perencana : Melakukan bentuk perencanaan pelayanan kebidanan
individu dan keluarga serta berpartisipasi dalam perencanaan program di
masyarakat luas untuk suatu kebutuhan tertentu yang ada kaitannya dengan
kesehatan. Contoh : merencanakan program Desa Siaga .

F. Ruang lingkup kebidanan komunitas

Ruang lingkup pelayanan kebidanan komunitas, meliputi upaya-upaya


peningkatan kesehatan (promotif), pencegah (preventif), deteksi dini dan pertolongan
tepat guna, meminimalkan kecacatan, pemulihan kesehatan (rehabilitative), serta
kemitraan (Mitra, 2017).

9
1. Promotif

Menurut WHO, promosi kesehatan adalah suatu proses membuat orang


mampu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan, dan memperbaiki
kesehatan, baik dilakukan secara individu, keluarga, kelompok, maupun
masyarakat. Upaya promotif dilakukan antara lain dengan memberikan:

a. Penyuluhan kesehatan
b. Peningkatan gizi
c. Pemeliharaan kesehatan perorangan
d. Pemeliharaan kesehatan lingkungan
e. Pemberian makanan tambahan
f. Rekreasi, dan
g. Pendidikan tentang kontrasepsi, keluarga berencana, dan kesehatan
reproduksi

2. Preventif

Ruang lingkup preventif ditunjukkan untuk mencegah terjadinya penyakit dan


gangguan-gangguan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Upaya Preventif dapat dilakukan diantaranya dengan melakukan:

a. Imunisasi pada bayi, balita, dan ibu hamil


b. Pemeriksaan kesehatan berkala melalui posyandu, puskesmas,
maupun kunjungan rumah pada ibu nifas dan neonatus
c. Pemberian tablet vitamin A dan garam beryodium ibu nifas dan balita
d. Pemberian tablet tambah darah dan senam hamil.
e. Pencegahan dan penularan penyakit menular
f. dll

3. Deteksi dini dan pertolongan serbaguna

Deteksi dan pertolongan tepat guna merupakan upaya untuk membantu


menekan angka kesehatan dan kematian pada ibu dan bayi. Deteksi dini pada
ibu dilakukan sejak ibu hamil yaitu dengan cara melakukan deteksi dini
(misalnya penapisan dini ibu hamil dengan menggunakan kartu Skor Puji

10
Rochyati) agar tidak terjadi keterlambatan dikarenakan terjadi rujukan estafet.
Ibu bersalin, ibu nifas, sehingga ibu akan, mendapatkan pertolongan secara
tepat guna. Untuk deteksi dini pada anak dapat dilakukan dengan cara
pemantauan pertumbuhan dan perkembangannya baik oleh keluarga,
kelompok maupun masyarakat.

4. Menjaga kenormalan ibu dan bayi serta meminimalkan kecacatan

Upaya menjaga kenormalan ibu dan bayi serta meminimalkan


kecacatan dilakukan dengan tujuan untuk merawat dan memberikan pelayanan
individu, keluarga, atau kelompok. Upaya yang bisa dilakukan diantaranya
memberikan pendidikan kesehatan untuk berperilaku sehat mulai dari masa
pra-konsepsi, hamil, dan nifas, memberikan pelayanan konseling pada ibu,
memberikan pendidikan kesehatan tentang kontrasepsi pilihan dan keluarga
berencana, mengerti dan memahami aspek bio-psiko-sosial-spiritual pada
setiap individu yang berpotensi mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan
anaknya.

5. Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita


yang dirawat dirumah, maupun terhadap kelompok tertentu yang menderita
penyakit. Misalnya upaya pemulihan bagi ibu hamil pecandu narkoba, ibu hamil
dengan TBC dengan latihan nafas dan batuk efektif, ibu yang mempunyai
masalah kesehatan mental contoh post-partum depression.

6. Kemitraan

Dalam memberikan asuhan kebidanan di komunitas, bidan harus


mempunyai pandangan bahwa masyarakat adalah mitra dengan focus utama
anggota masyarakat. Anggota masyarakat sebagai intinya dipengaruhi oleh
subsistem komunitas yaitu :
a. Lingkungan
b. Pendidikan
c. Keamanan dan transportasi

11
d. Politik dan pemerintah
e. Pelayanan kesehatan dan social
f. Komunikasi
g. Ekonomi
h. Rekreasi
G. Latihan Soal

1. Seorang perempuan, umur 26 tahun, P1A0, post partum hari ke 2, dikunjungi


bidan ke rumahnya. Hasil anamnesis: sering merasa pusing, mengkonsumsi
nasi dicampur garam dan air putih, mempunyai kepercayaan dilarang makan
ikan selama masa hamil dan nifas. Hasil pemeriksaan: TD 80/60 mmhg, N 80
x/menit, S 36.50 C, P 20 x/menit, konjungtiva pucat. Bidan melakukan KIE
tentang pola makan sehat.

Apakah peran yang dilakukan bidan tersebut?

a. Pelaksana
b. Pendidik
c. Pemberdaya
d. Pembela klien
e. Pemberdaya
2. Seorang perempuan umur 28 tahun G2P1A0 hamil 20 minggu datang ke
Puskesmas untuk melakukan kontrol ke 2. Hasil anamnesis: sehat, tidur cukup,
makan minum biasa. Hasil pemeriksaan KU: Baik, TD: 120/80 mmHg, S 36,2 0
C, N 80x/ menit, P 18x/ menit, TFU 3 jari dibawah pusat, DJJ 140x/ menit. Hb
11g/dl.
KIE apakah yang paling tepat pada kasus tersebut?
a. Olahraga
b. Pola tidur
c. Tablet Fe
d. Hidrasi
e. Nutrisi
3. Seorang bidan di desa melakukan identifikasi masalah kebidanan komunitas.
Hasil identifikasi masalah terdapat 40 % ibu hamil mengalami anemia akibat
dari tidak mengkonsumsi table Fe. Bidan memberikan penjelasan tentang
pemanfaatan sumber energi dan nutrisi yang terdapat di daerah tersebut.
Apakah peran bidan yang tepat pada kasus tersebut ?
a. Pelaksana
b. Pendidik
c. Pengelola
d. Peneliti
e. Pemberdaya
4. Seorang bidan desa melakukan pendataan tentang jumlah pasien terkonfirmasi
Covid-19, di dapatkan hasil 1 orang ibu hamil terkonfirmasi positif Covid-19.

12
Bidan bersama perempuan merencanakan jadwal pemeriksaan yang paling
aman dalam masa pandemi Covid-19.
Apakah jenis pelayanan yang paling tepat pada kasus tersebut?
a. Promotive
b. Preventive
c. Rehabilitative
d. Deteksi Dini
e. Rujukan
H. Pembahasan
1. Jawaban B
Salah satu peran bidan adalah sebagai pendidik. KIE adalah proses
pembelajaran kepada pasien/ klien.
2. Jawaban C
KIE tentang Fe sangat dibutuhkan sebagai preventif terhadap anemia
gravidarum karena dalam kasus Hb 11 g/dL.
3. Jawaban E
Bidan seringkali harus memberdayakan perempuan/ masyarakat setempat
untuk memanfaatkan sumber energi nutrisi daerah setempat untuk
meningkatkan kesejahteraan perempuan dan masyarakat.
4. Jawaban B
Pelayanan kebidanan pada masa pandemi direncanakan dengan baik untuk
mencegah penularan Covid 19. Pelayanan preventif perlu diupayakan untuk
mencegah penyebaran dan penularan Covid 19.

13
TOPIK 3: Pemberdayaan Masyarakat
Pada topik 3 ini akan dibahas materi terkait pengertian pemberdayaan
masyarakat, kendala-kendala dalam pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat dalam pelayanan kebidanan komunitas
A. Pengertian pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan adalah suatu proses dinamis dalam kehidupan masyarakat
(Rawat, 2014)). Pemberdayaan masyarakat diakui sebagai elemen penting untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan anak (Gao et al., 2014). Ada berbagai contoh
intervensi pemberdayaan yang telah menggunakan pengaturan perawatan kesehatan
untuk memperkuat perilaku pengasuhan di negara berkembang, dengan dampak
positif. Misalnya, dalam program berbasis klinik di Karibia, kelompok pengasuhan
anak, petugas kesehatan masyarakat, dan kunjungan perawat digunakan dalam
kombinasi untuk mempromosikan keikutsertaan pengasuhan anak dan hasil
perkembangan anak usia dini (O'Reilly and Andrea, 2010). Selain itu pemberdayaan
masyarakat juga dinilai efektif untuk meningkatkan peran serta suami dalam
berkontrasepsi dan berkeluarga berencana, sehingga menrunkan angka unmet need
dalam masyarakat.
Sistem kesehatan di Indonesia juga menekankan arti pentingnya
pemberdayaan masyarakat, dan organisasi kegiatan seperti Posyandu merupakan
bentuk nyata pemberdayaan masyarakat yang sudah established di Indonesia.
Posyandu adalah layanan kesehatan dasar berbasis masyarakat, terutama
berhubungan dengan ibu dan anak-anak kurang dari 5 tahun. Kegiatan
operasional didukung oleh bidan dari Puskesmas dan kader atau sukarelawan
desa (Wahyuni, 2018). Pemberdayaan masyarakat sangat membutuhkan
keikutsertaan masyarakat.
Keikutsertaan masyarakat dalam berbagai tahap perubahan akan membuat
masyarakat menjadi lebih berdaya dan semakin memiliki ketahanan. Oleh karena itu,
partisipasi masyarakat dalam suatu program pembangunan maupun pemberdayaan
sangat memiliki peran penting. Menurut Adisasmita (2006) pentingnya partisipasi
masyarakat dalam suatu program pembangunan dikarenakan anggota masyarakatlah
yang mengetahui sepenuhnya tentang permasalahan dan kepentingannya atau
kebutuhan mereka seperti:

14
1. Mereka memahami sesungguhnya tentang keadaan lingkungan sosial
ekonomi masyarakatnya,
2. Mereka mampu menganalisis sebab akibat dari berbagai kejadian yang
terjadi dalam masyarakat,
3. Mereka mampu merumuskan solusi untuk mengatasi permasalahan dan
kendala yang dihadapi masyarakt,
4. Mereka mampu memanfaatkan sumber daya pembangunan (SDA,
SDM, dana, dan teknologi) yang dimiliki untuk meningkatkan produksi
dan produktifitas dalam rangka untuk meningkatkan pembangunan
masyarakat,
5. anggota masayarakat dengan upaya meningkatkan kemauan dan
kemampuan SDM-nya sehingga dengan berlandaskan pada
kepercayaan diri dan keswadayaan yang kuat mampu menghilangkan
sebagian besar ketergantungan terhadap pihak luar.
B. Kendala-kendala dalam pemberdayaan masyarakat
Program pemberdayaan yang kurang berhasil atau gagal mencapai tujuan
tentu disebabkan oleh berbagai kendala. Wang et al (2013) mengemukakan bahwa
“salah satu kendala yang menyebabkan program pemberdayaan tidak berjalan mulus
dalam pelaksanaannya adalah adanya kelompok-kelompok dalam komunitas yang
menolak upaya pembaruan atau perubahan yang terjadi”. Menurut Paudel et al
(2013), “kendala yang terjadi dalam pelaksanaan program pemberdayaan dapat
berasal dari kepribadian individu dalam komunitas dan bisa juga berasal dari sistem
sosial”.
1. Kendala yang berasal dari kepribadian individu
a) Kestabilan (homeostasis)
Tubuh manusia mempunyai kestabilan yang terbentuk dalam jangka waktu cukup
panjang. Stimulus yang diberikan secara terus menerus untuk mengubah
kestabilan tersebut dapat menghasilkan respon sesuai yang diharapkan, namun
pada saat stimulus dihentikan maka kestabilan yang pernah ada sebelumnya
dapat muncul kembali. Sebagai contoh: pola makan dua kali sehari pada
seseorang dapat diubah menjadi tiga kali sehari dengan menyediakan makanan
sebanyak tiga kali pada jam tertentu setiap harinya dan dilakukan secara terus
menerus. Pada saat makanan tidak lagi disediakan tiga kali orang tersebut akan
kembali kepada pola makan dua kali sehari.

15
b) Kebiasaan (habit)
Kebiasaan dapat menjadi faktor pendukung untuk mengembangkan perencanaan
perubahan namun di sisi lain kebiasaan dapat menjadi faktor penghambat.
Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan adalah contoh kebiasaan yang positif
dan mendukung upaya peningkatan kesehatan sedangkan contoh kebiasaan
yang negatif antara lain adalah membuang sampah sembarangan.

c) Hal yang utama (primacy)


Hal yang utama yang dimaksudkan adalah hal-hal yang berhasil memberikan
hasil yang memuaskan. Ketika seseorang menghadapi suatu situasi tertentu dan
tindakannya memberikan hasil yang memuaskan maka ia cenderung akan
mengulangi tindakan tersebut pada waktu yang lain dengan situasi yang sama.
Sebagai contoh : seseorang yang sakit kepalanya sembuh karena mengkonsumsi
suatu jenis obat tertentu akan memilih obat itu kembali ketika mengalami sakit
kepala di waktu yang lain dan cenderung menolak alternatif obat yang lain.

d) Seleksi ingatan dan persepsi


Salah satu bentuk seleksi ingatan dan persepsi adalah terbentuknya sikap
seseorang terhadap “obyek sikap” yang kemudian menimbulkan perilaku yang
disesuaikan dengan “obyek sikap” tersebut. Sebagai contoh : sikap warga desa
terhadap pejabat akan menimbulkan perilaku yang penuh hormat dan sopan
santun apabila mereka bertemu dengan pejabat yang mendatangi desanya
walaupun mereka belum pernah bertemu sebelumnya. Pada kesempatan lain,
sikap warga desa terhadap orang luar yang baru dikenalnya akan menimbulkan
perilaku yang seolah-olah curiga dan ragu-ragu terhadap kehadiran orang baru
tersebut.

e) Ketergantungan (depedence)
Ketergantungan suatu komunitas terhadap orang lain (misalnya terhadap
pendamping sosial) menyebabkan proses “pemandirian” masyarakat
membutuhkan waktu yang cenderung lebih lama.

f) Superego

16
Superego yang terlalu kuat dalam diri seseorang cenderung membuat ia
tidak mau atau sulit menerima perubahan atau pembaharuan. Dorongan
superego yang berlebihan dapat menimbulkan kepatuhan yang berlebihan
pula.

g) Rasa tidak percaya diri (self-distrust)


Rasa tidak percaya diri membuat seseorang tidak yakin dengan
kemampuannya sehingga sulit untuk menggali dan memunculkan potensi
yang ada pada dirinya. Hal ini membuat orang menjadi sulit berkembang
karena ia sendiri tidak mau berkembang sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.

h) Rasa tidak aman dan regresi (insecurity and regression)


Keberhasilan dan “masa-masa kejayaan” yang pernah dialami seseorang
cenderung menyebabkan ia larut dalam “kenangan” terhadap keberhasilan
tersebut dan tidak berani atau tidak mau melakukan perubahan. Contoh
regresi ini adalah : seseorang yang tidak mau mengubah pola pertaniannya
karena ia pernah mengalami masa-masa panen yang melimpah di waktu
yang lalu. Rasa tidak aman berkaitan dengan keengganan seseorang untuk
melakukan tindakan perubahan atau pembaharuan karena ia hidup dalam
suatu kondisi yang dirasakan tidak membahayakan dan berlangsung dalam
waktu cukup. Contoh rasa tidak aman ini antara lain: seseorang tidak berani
mengemukakan pendapatnya karena takut salah, takut malu dan takut
dimarahi oleh pimpinan yang mungkin juga menimbulkan konsekuensi ia
akan diberhentikan dari pekerjaannya.Kendala yang berasal dari sistem
sosial.

2. Kendala yang berasal dari sistem sosial

a. Kesepakatan terhadap norma tertentu (conforming to norms)


Norma berkaitan erat dengan kebiasaan dalam suatu komunitas. Norma
merupakan aturan-aturan yang tidak tertulis namun mengikat anggota-
anggota komunitas. Di satu sisi, norma dapat mendukung upaya

17
perubahan tetapi di sisi lain norma dapat menjadi penghambat untuk
melakukan pembaharuan.

b. Kesatuan dan kepaduan sistem dan budaya (systemic and cultural


coherence)
Perubahan yang dilakukan pada suatu area akan dapat mempengaruhi
area yang lain karena dalam suatu komunitas tidak berlaku hanya satu
sistem tetapi berbagai sistem yang saling terkait, menyatu dan terpadu
sehingga memungkinkan masyarakat itu hidup dalam keadaan mantap.
Sebagai contoh, perubahan sistem mata pencaharian dari ladang
berpindah menjadi lahan pertanian tetap akan menimbulkan perubahan
pada kebiasaan yang lain seperti pola pengasuhan anak, pola konsumsi
dan sebagainya.

c. Kelompok kepentingan
Kelompok kepentingan dapat menjadi salah satu penghambat dalam
upaya pemberdayaan masyarakat. Misalnya, upaya pemberdayaan
petani di suatu desa tidak dapat dilaksanakan karena ada kelompok
kepentingan tertentu yang bermaksud membeli lahan pertanian untuk
mendirikan perusahan tekstil. Kelompok kepentingan ini akan berupaya
lebih dulu agar lahan pertanian tersebut jatuh ke tangan mereka.

d. Hal yang bersifat sakral (the sacrosanct)


Beberapa kegiatan tertentu lebih mudah berubah dibandingkan
beberapa kegiatan lain, terutama bila kegiatan tersebut tidak
berbenturan dengan nilai-nilai yang dianggap sakral oleh komunitas.
Sebagai contoh : di banyak wilayah, dukungan terhadap perempuan
yang mencalonkan diri sebagai pemimpin dirasakan masih sangat
kurang karena masyarakat umumnya masih menganggap bahwa
pemimpin adalah laki-laki sebagaimana yang diajarkan oleh agama atau
sesuai dengan sistem patriaki.

e. Penolakan terhadap orang luar

18
Anggota-anggota komunitas mempunyai sifat yang universal dimiliki
oleh manusia. Salah satunya adalah rasa curiga dan “terganggu”
terhadap orang asing. Pekerja sosial atau pendamping sosial yang akan
memfasilitasi program pemberdayaan tentu akan mengalami kendala
dan membutuhkan waktu yang cukup lama sebelum ia dapat diterima
dalam suatu komunitas. Di samping itu, rasa curiga dan terganggu ini
menyebabkan komunitas enggan untuk ikut berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh “orang asing” yang
memfasilitasi program pemberdayaan di daerah mereka.

C. Konsep pemberdayaan masyarakat pada kebidanan komunitas


Pemberdayaan masyarakat (empowerment) sebagai strategi alternative dalam
pembangunan telah berkembang dalam berbagai literatur dan pemikiran walaupun
dalam kenyataannya belum secara maksimal dalam implementasinya. Pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat merupakan hal banyak dibicarakan masyarakat
karena terkait dengan kemajuan dan perubahan bangsa ini kedepan apalagi apabila
dikaitkan dengan skillmasyarakat yang masih kurang akan sangat menghambat
pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Peran serta masyarakat (PSM) merupakan
keikutsertaan individu, keluarga dan kelompok masyarakat dalam setiap
menggerakan upaya kesehatan yang juga merupakan tanggung jawab sendiri,
keluarga dan masyarakatnya (Wittmann-Price et al., 2019). Peran serta masyarakat
dalam bidang kesehatan adalah keadaan dimana individu, keluarga maupun
masyarakat umum ikut serta bertanggung jawab terhadap kesehatan diri, keluarga,
ataupun kesehatan masyarakat lingkungannya.
Konsep pemberdayaan memberi kerangka acuan mengenai matra kekuasaan
(power) dan kemampuan (capability) yang melingkupi sosial, ekonomi, budaya, politik,
dan kelembagaan. Konsep pemberdayaan mulai menjadi diskursus pembangunan,
ketika orang mulai mempertanyakan makna pembangunan. Di Eropa wacana
pemberdayaan muncul ketika industrialisasi menciptakan masyarakat penguasa
faktor produksi dan menguasai masyarakat pekerja. Di Negara-negara sedang
berkembang wacana pemberdayaan muncul ketika pembangunan menimbulkan
disinteraksi sosial, kesenjangan ekonomi, degradasi sumberdaya alam, dan alienasi
masyarakat dari faktor - faktor produksi oleh penguasa (Baral and Vashits, 2014).

19
Salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk menghasilkan kemandirian di
bidang kesehatan baik pada masyarakat maupun pada keluarga adalah pendekatan
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE). Artinya bahwa harus ada komunikasi antara
bidan dengan masyarakat, kemudian melalui komunikasi pula bidan memberikan
informasi dan melakukan pendidikan kesehatan. Strategi pemberdayaan
masyarakat dan pemberdayaan perempuan diantaranya dapat ditempuh dengan
langkah sebagai berikut.
a. Meningkatkan kesadaran perempuan dan masyarakat tentang
pentingnya kesehatan.
b. Meningkatkan kesadaran perempuan dan masyarakat untuk
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang telah disediakan
oleh pemerintah.
c. Mengembangkan berbagai cara untuk menggali dan memanfaatkan
sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat untuk pembangunan
kesehatan.
d. Mengembangkan berbagai bentuk kegiatan pembangunan
kesehatan yang sesuai dengan kultur budaya masyarakat setempat.
e. Mengembangkan manajemen sumber daya yang dimiliki masyarakat
secara terbuka (transparan).

D. Latihan Soal

1. Seorang bidan melakukan pengkajian di desa binaannya. Diperoleh data 60%


remaja di daerah tersebut melakukan pernikahan usia dini. Terdapat budaya
yang diikuti oleh masyarakat bahwa jika seseorang belum menikah di usia 20an
dianggap perawan tua.

Strategi awal apakah yang paling tepat dilakukan pada kasus tersebut?

a. Kerjasama dengan orangtua


b. Pendekatan tokoh masyarakat
c. Pemberdayaan ekonomi keluarga
d. Mengembangkan kegiatan rohani
e. Kerjasama dengan pihak kepolisian

2. Seorang bidan desa melakukan identifikasi masalah. Hasil identifikasi di desa


tersebut didapatkan jika 80% anak balita mengalami kecacingan. Bidan ini ingin
memberikan penyuluhan dan edukasi kepada ibu hamil dan masyarakat
tentang perilaku hidup sehat.
Prinsip apakah yang paling tepat dalam penyuluhan pada kasus tersebut?

20
a. Bersikap judgemental
b. Memprioritaskan suku dan agama tertentu
c. Bersikap menjadi pemimpin dalam komunitas
d. Memperhatikan kebiasaan-kebiasaan masyarakat
e. Membedakan pelayanan pada masyarakat yang tingkat ekonomi
berbeda
E. Pembahasan
1. Jawaban B
Pendekatan tokoh masyarakat karena pada kasus tersebut masalah
pernikahan dini merupakan sebuah budaya/ kebiasaan yang ada dimasyarakat
sejak lama dan turun temurun. Sehingga peran tokoh masyarakat merupakan
hal yang paling penting untuk dilakukan. Dengan pendekatan kepada tokoh
masyarakat, dan tokoh masyarakat terlibat dalam intervensi kebidanan
komunitas, maka masyarakat diharapkan bisa lebih menerima pengetahuan
baru dan mematuhi tokoh masyarakat tersebut.
2. Jawaban D
Kebiasaaan-kebiasaan masyarakat yang tidak sehat merupakan salah satu
faktor penyebab terjadinya kecacingan pada balita.

21
TOPIK 4: Konsep Pengelolaan Program Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA) di Komunitas
Topik 4 yang berjudul konsep pengelolaan program KIA di komunitas,
membantu peserta dalam hal memahami asuhan kebidanan komunitas dan mampu
melaksanakannya dengan benar. Untuk memudahkan peserta dalam
mempelajarinya, modul ini dikemas dan disusun dengan urutan sebagai berikut:
Konsep program KIA dan PWS -KIA; Prinsip pengelolaan program KIA; dan Sistem
rujukan. Setelah menyelesaikan pembelajarn di topik ini peserta diharapkan
memahami konsep dan teori mengenai pengelolaan program KIA di komunitas.
Secara khusus Anda akan mampu menjelaskan dan menerapkan: Program KIA dan
PWS -KIA; Prinsip pengelolaan program KIA; dan sistem rujukan.

A. Konsep Program KIA dan PWSKIA

Sistem Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA)


sebagai alat management program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di
suatu wilayah kerja secara terus-menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang
cepat dan tepat terhadap wilayah kerja yang cakupan pelayanan KIA nya masih
rendah telah diterapkan program sejak tahun 1990an. Dengan demikian PWS-KIA
dapat dipandang juga sebagai surveilens sistem untuk mengukur perkiraan AKI dan
AKA. Sesuai anjuran WHO untuk mendapatkan AKI yang paling baik adalah menindak
lanjuti kohor ibu hamil (Senewe & Wiryawan, 2009).

Program kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu program pokok di
Puskesmas yang mendapat prioritas tinggi, mengingat kelompok ibu hamil, menyusui,
bayi dan anak merupakan kelompok yang rentan terhadap kesakitan dan kematian.
Pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu dan anak (PWS-KIA) adalah alat
manajemen program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah
(puskesmas/ kecamatan) secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut
yang cepat dan tepat terhadap wilayah yang cakupan pelayanan KIA nya masih
rendah (Wahyuni, 2018).

Tujuan umm PWS-KIA, yaitu meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan


KIA secara terus menerus di wilayahnya. Sedangkan tujuan khusus KIA adalah:

22
1. Memantau cakupan pelayanan KIA dengan mutu yang memadai dipilih sebagai
indikator, secara teratur (bulanan) dan berkesinambungan( terus menerus)
untuk tiap wilayah/ desa
2. Menilai kesenjangan antara target yang ditetapkan dan pencapain sebenarnya
untuk desa
3. Menentukan urutan desa prioritas yang akan di tangani secara intensif
berdasarkan besarnya kesenjangan antara target dan pencapaian
4. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia
dang dapat di gali
5. Membangkitkan peran pamong setempat dalam pergerakan sasaran dan
moblisasi sumber daya

B. Batasan Pemantauan PWS-KIA

Menurut kementrian Kesehatan republic Indonesia (2015), untuk memantau


tentang PWS-KIA perlu digunakan batasan operasional dan indikator pemantauan
sebagai berikut.

1. Pelayanan antenatal. Pelayanan ini merupakan pelayanan yang dilakukan oleh


tenaga kesehatan yang profesional yang dilakukan kepada ibu selama masa
kehamilannya, dilakukan sesuai dengan standar operasional ANC yaitu 10T:

a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan


b. Ukur tekanan darah
c. Nilai status gizi dengan mengukur Lingkar Lengan Atas /LILA
d. Ukur Tinggi Fundus Uterus (TFU)
e. Tentukan presentasijanin dan denyut jantung janin
f. Skrining status imunisasi Tetanus Toksoid (TT) dan berikan imunisasi
TT bila perlu
g. Pemberian Tablet Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan
h. Pemeriksaan (Test) Laboratorium (rutin dan khsusus). Pemeriksaan
meliputi haemoglobin darah, protein dalam urin, kadar gula, darah
malaria, tes sifilis, HIV, dan BTA.
i. Tatalaksanan/penanganan kasus

23
j. Temu wicara (konseling) termasuk perencanaan persalinan dan
pencegahan komplikasi (P4K) serta KB pasca salin.

2. Deteksi dini kehamilan berisiko. Kegiatan ini bertujuan umtuk mengidentifikasi


ibu hamil yang berisiko yang dapat diketahui oleh kader, dukun bayi dan tenaga
kesehatan. Dimana kader dan dukun bayi sebelumnya sudah diberikan
informasi dan pengetahuan apa saja yang terlihat dari luar ibu hamil yang
berisiko.
3. Kunjungan ibu hamil. Pada kegiatan ini tenaga kesehatan profesional
melakukan kontak kepada ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan antenatal
yang standar.
4. Kunjungan baru ibu hamil (K1), kunjungan ini khusus diperuntukan untuk ibu
hamil yang pertama kali pada masa kehamilan.
5. Kunjungan ulang yaitu kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang kedua
dan selanjutnya untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar
selama masa kehamilan berlangsung.
6. K4 yaitu kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke empat atau lebih
untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar dengan ketentuan:
a. Minimal 1 kali kontak pada trimester I
b. Minimal 1 kali kontak pada trimester II
c. Minimal 2 kali kontak pada trimester III
7. Kunjungan neonatus (KN) adalah kontak neonatus dengan tenaga
kesehatan minimal dua kali :
a. Kunjungan pertama kali pada hari pertama dengan hari ketujuh (sejak 6
jam setelah lahir)
b. Kunjungan kedua kali pada hari kedelapan sampai hari kedua puluh
delapan
c. Pertolongan persalinan dengan tenaga kesehatan bukan merupakan
kunjungan neonatal.
8. Cakupan akses adalah presentase ibu hamil disuatu wilayah, dalam kurun
waktu tertentu, yang pernah mendapat pelayanan antenatal sesuai standar,
paling sedikit satu kali selama kehamilan. Cara menghitungnya adalah sebagai
berikut :

24
Jumlah kunjungan ibu hamil di bagi dengan jumlah sasaran ibu hamil yang ada
disuatu wilayah kerja dalam kurun waktu satu tahun dikalikan 100%.

9. Cakupan ibu hamil ( cakupan K4) Pelayanan antenatal yang sesuai dengan
standar dan paling sedikit empat kali pemeriksaan kehamilan. Cara
menghitungnya adalah sebagai berikut:
Jumlah ibu hamil yang telah menerima K4 dibagi jumlah sasaran ibu hamil
dalam kurun waktu satu tahun dikali 100%.
10. Sasaran ibu hamil adalah jumlah semua ibu hamil di wilayah dalam kurun waktu
satu tahun. Angka ini dapat diperoleh dengan berbagai cara:
1. Angka sebenarnya diperoleh dari cacah jiwa (perhitungan banyaknya
penduduk disuatu daerah).
2. Angka perkiraan: Diperoleh dengan rumus:
1) Angka Kelahiran Kasar/Crude Birth Rate (CBR) x 1,1 x jumlah
penduduk setempat, dengan pengambilan data CBR dari provinsi
atau kabupaten setempat.
2) 3% x jumlah penduduk setempat.

11. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah persentase ibu
bersalin disuatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang ditolong oleh tenaga
kesehatan.
12. Cakupan penjaringan ibu hamil berisiko oleh masyarakat adalah presentasi ibu
hamil berisiko yang ditemukan oleh kader dan dukun bayi, kemudian dirujuk ke
puskesmas atau tenaga kesehatan dalam kurun waktu tertentu.
13. Cakupan ibu hamil berisiko oleh tenaga kesehatan adaah persentase ibu hamil
berisiko yang ditemukan baik oleh tenaga kesehatan maupun kader/ dukun
bayi yang telah dipastikan oleh tenaga kesehatan yang kemudian di
tindaklanjuti (dipantau secara intensif dan ditangani sesuai kewenangan dan
atau dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi) dalam kurun waktu tertentu.
14. Ibu hamil berisiko adalah ibu hamil yang memiliki faktor riiko dan risiko tinggi,
kecuali ibu hamil normal.
15. Cakupan kunjungan neonatus (KN) adalah persentase neonatus yang
memperoleh pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan. Dengan
penghitungan Jumlah kunjungan neonatus ke pelayanan kesehatan dengan

25
tenaga kesehatan minimal 2 kali dibagi dengan jumlah seluruh sasaran bayi
yang ada di suatu wilayah dalam kurun waktu satu tahun, dikalikan 100%.

C. Indikator Pemantauan PWS-KIA

Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA meliputi


indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA. Berikut
ditetapkan 6 indikator PWS – KIA.

1. Akses pelayan antenatal (Cakupan K1)

Indikator ini untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan


program dalam menggerakan masyarakat. Rumus yang digunakan untuk
perhitungannya adalah sebagai berikut :

Jumlah Kunjungan baru (K1) ibu hamil


Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun X 100%

2. Cakupan ibu hamil (Cakupan K4)

Cakupan ibu hamil (Cakupan K4). Dengan indikator ini, dapat diketahui cakupan
pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan, yang menggambarkan kemampuan
manajemen ataupun kelangsungan program KIA. Rumus yang digunakan untuk
perhitungannya adalah sebagai berikut :

Jumlah Kunjungan ibu hamil


Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun X 100%

3. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan

Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh
tenaga kesehatan, dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program KIA
dalam pertolongan persalinan secara profesional. Rumus yang digunakan sebagai
berikut.

Jumlah persalinan oleh tenaga kesehatan


Jumlah seluruh sasaran persainan dalam satu tahun X 100%

26
4. Penjaringan (deteksi) ibu hamil berisiko oleh masyarakat

Dengan indikator ini dapat diukur tingkat kemampuan dan peran seta masyarakat
dalam melakukan deteksi ibu hamil berisiko di suatu wilayah. Rumus yang digunakan
sebagai berikut:

Jumlah ibu hamil berisiko yang di rujuk oleh kader/dukun bayi ke nakes
Jumlahseluruhsasaranpersalinandalamsatutahun X100%

5. Penjaringan (deteksi) ibu hamil berisiko oleh tenaga kesehatan

Dengan indikatoor ini dapat diperkirakan besarnya masalah yang dihadapi oleh
program KIA dan harus ditindaklanjuti dengan intervensi secara intensif. Rumus yang
digunakan sebagai berikut:

Jumlah ibu hamil berisiko yang ditemukan oleh nakes dan kader/ dukun bayi
Jumlah seluruh sasaran ibu hamil dalam satu tahun X 100%

6. Cakupan pelayanan neonatus (KN) oleh tenaga kesehatan

Dengan indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas pelaynan kesehatan
neonatus. Rumus yang digunakan sebagai berikut :

Jumlah kunjungan neonatal yang mendapat pelayanan Kesehatan minimal 2


kali oleh nakes Jumlah seluruh sasaran ibu hamil dalam satu tahun X 100%

D. Rujukan

Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan


yang melaksanakan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus penyakit
atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik vertikal
dalam arti Rujukan dan komunikasi antara satu unit ke unit yang telah lengkap.
Misalnya, dari RS kabupaten ke RS provinsi atau RS tipe C ke RS tipe B yang lebih
spesialistik fasilitas dan personalianya. Sedangkan rujukan horizontal dalam arti
antara strata sarana pelayanan kesehatan ke starata sarana pelayanan kesehatan
lainnya, contoh konsultasi dan komunikasi antar unit yang ada dalam satu RS,
misalnya antara bagian kebidanan dan bagian ilmu kesehatan anak (Wahyuni, 2018).

27
Tujuan dari sistem rujukan meliputi:

1. Setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan yang sebaik –


baiknya.
2. Menjalin kerjasama dengan cara pengiriman klien atau spesimen
laboratorium dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap
fasilitasnya.
3. Terciptanya pelayanan kesehatan yang menyeluruh, yang terpadu
untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelayanan
kesehatan secara terpadu.
Keuntungan sistem rujukan adalah sebagai berikut.
1. Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien, berarti
bahwa pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan secara
psikologis memberi rasa aman pada pasien dan keluarga.
2. Penataran yang teratur diharapkan pengetahuan dan keterampilan
petugas daerah makin meningkat sehingga makin banyak kasus yang
dapat dikelola didaerahnya masing-masing.
3. Memudahkan masyarakat didaerah terpencil atau desa dapat memperoleh
dan menikmati tenaga ahli dan fasilitas dari jenjang yang lebih tinggi.
E. Jenis rujukan
Rujukan dibedakan menjadi rujukan medik dan rujukan kesehatan.
1. Rujukan Medik Pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu
kasus yang timbul baik secara vertikal maupun horizontal kepada yang
lebih berwenang dan mampu menangani secara rasional. Kategori rujukan
medis meliputi:
a. Transfer of patient (konsultasi diagnostik, tindakan) pengobatan,
tindakan operatif.
b. Transfer of specimen (pemeriksaan laboratorium), pengiriman
bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih
lengkap.
c. Transfer of knowledge/personel (mengirim tenaga kesehatan yang
kompeten untuk meningkatkan layanan pengobatan setempat).
2. Rujukan kesehatan hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau
spesimen ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Rujukan ini sifatnya

28
terkait masalah kesehatan yang preventif dan promotif. Tata cara
pelaksanaan sistem rujukan yaitu pasien yang akan dirujuk harus sudah
diperiksa dan layak untuk dirujuk. Adapun kriteria pasien yang dirujuk
adalah apabila memenuhi salah satu dari:
a. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu
diatasi atau diluar kewenangannya
b. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis
ternyata tidak mampu diatasi atau diluar kewenangannya
c. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap,
tetapi pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan.
d. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan
pemeriksaan pengobatan dan perawatan di sarana kesehatan
yang lebih mampu.
Sedangkan tatalaksana rujukan meliputi:
a. Internal antar petugas di satu RS. Sebagai contoh adalah rujukan
yang dilakukan di dalam RS seperti kasus ibu hamil yang
mengalami Diabetes Mellitus maka dokter spesialis kandungan
harus merujuk kliennya ke dokter spesialis penyakit dalam untuk
menangani penyakitnya tersebut.
b. Antara Puskesmas Pembantu dan Puskesmas. Dilakukan rujukan
bila ditemukan klien dengan ibu hamil yang dicurigai anemia
namun puskesmas pembantu tidak memiliki alat untuk
pemeriksaan Haemoglobin (Hb) karena keterbatasan alat. Maka
klien tersebut akan dirujuk ke puskesmas untuk melakukan
permeriksaan darah untuk menentukan hasil penilaian kadar Hb
nya.
c. Antara Masyarakat dan Puskesmas. Dilakukan rujukan bila
didapatkan warga yang dibantu proses persalinannya dengan
dukun bayi namun mengalami kesulitan maka warga akan merujuk
ke puskesmas untuk penanganan lebih lanjut.
d. Antara satu Puskesmas dan Puskesmas lainnya. Rujukan ini
dilakukan bila diantara puskesmas yang tidak memiliki
kelengkapan sarana alat dan/ atau SDM untuk menangani suatu

29
kasus kegawatdaruratan diperlukan rujukan ke puskesmas yang
lebih lengkap sarana prasarananya dan SDM yang lebih kompeten.
e. Antara Puskesmas dan RS, laboratorium/fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya. Pasien yang awalnya ditangani puskesmas
namun penyakitnya cukup berat. Petugas puskesmas dan alat
yang tersedia sangat terbatas maka perlu dikonsultasikan ke RS/
Laboratorium/ fasilatas kesehatan lainnya yang lebih mampu/
lengkap.
f. Internal antara bagian/unit di dalam satu RS. Jika klien
membutuhkan lebih pemeriksaan kesehatan karena menderita
lebih dari 1 penyakit. Contoh kasus klien yang mengalami operasi
tetapi mengidap penyakit saraf maka diperlukan unit pelayanan
bedah dan penyakit saraf.
g. Antar RS, laboratorium/fasilitas pelayanan lain dan RS. Jika klien
yang mengalami suatu penyakit yang kompleks maka biasanya
diperlukan beberapa instansi kesehatan untuk mendukung
diagnosa dan mengefektifkan pengobatan pada pasien tersebut.
F. Jenjang rujukan pelayanan kesehatan

Jenjang (Hirarki) Komponen/Unsur Pelayanan Kesehatan


Tingkat Rumah Tangga Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh
keluarga sendiri.
Tingkat Masyarakat Kegiatan swadaya masyarakat daam
menolong mereka sendiri oleh kelompok
Paguyuban , PKK, Saka Bhakti Husada,
Anggota RW, RT dan Masayarakat
(Posyandu).
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Puskesmas, Puskesmas Pembantu,
Profesional Tingkat I Puskesmas Keliling, Praktik Dokter Swasta,
Praktik Mandiri Bidan, poliklinik swasta, dll.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan RS Kabupaten, RS Swasta, Laboratorium
Profesional Tingka II Swasta, dll.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan RS Tipe A dan B serta lembaga spesialis
Profesional Tingkat III swasta, Laboratorium Kesehatan Daerah dan
Laboratorium Klinik swasta

30
Bidan sebagai tenaga kesehatan harus memilki kemampuan untuk
merujuk ibu atau bayi ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat
waktu jika menghadapi penyulit. Oleh karena itu persiapan perlu diperhatikan
dalam melakukan rujukan agar tidak terjadi hambatan selama proses merujuk.
Dalam persiapan rujukan, bidan perlu memperhatikan keamanan dan
keselamatan pasien (patient safety), dan bidan perlu antisipasi masalah yang
mungkin timbul dan mencegah risiko yang dapat merugikan pasien dan bidan
sendiri. Untuk manajeman risiko ini ada rangkaian tindakan/ persiapan yang
perlu di lakukan, dan untuk mememudahkan mengingat/ menyiapkannya,
maka di buat singkatan/ akrononim yang mudah di pahami/ingat yaitu
“BAKSOKUDA”. Adapun arti dari singkatan BAKSOKUDA untuk persiapan
rujukan kasus kebidanan adalah sbb:

1. (B) Bidan : Pastikan ibu/ bayi/ klien didampingi tenaga kesehatan


yang kompeten memiliki kemampuan untuk melaksanakan
kegawatdaruratan selama perjalanan merujuk
2. (A) Alat : Bawa peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan (seperti
spuit, infus set, tensi meter, stetoskop, oksigen, dll.), (sesuai kasus
yang dirujuk).
3. (K) Kendaraan: Siapkan kendaraan untuk mengantar ke tempat
merujuk, kendaraan yang cukup baik, yang memungkinkan pasien
berada dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat
rujukan secepatnya (sesuai kondisi-geografi setempat)
4. (S) Surat : Surat rujukan yang berisi identitas pasien, alasan rujukan,
tindakan dan catatan perkembangan pasien.
5. (O) Obat : Bawa obat yang diperlukan seperti obat-obatan essensial
yang diperlukan selama perjalanan merujuk. (sesuai kasusu yang
dirujuk0
6. (K) Keluarga: Harus ada keluarga yang mendampingi dan
diinformasikan keluarga pasien tetnatng kondisi terakhir pasien, serta
alasan mengapa perlu dirujuk. Anggota keluarga yang lain harus ikut
mengantar pasien ke tempat rujukan karena mereka yang bisa
mengambil keputusan

31
7. (U) Uang : Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah
yang cukup untuk persiapan administrasi ditempat rujukan, atau biaya
tambahan yang di perlukan walau ada jaminan kesehatan, termasuk
kebutuhan keluarga pendamping di tempat rujukan, misalnya untuk
beli makanan/ minuman dll.
8. (DA) Doa : Sebagai umat beriman dan dari berbagai kepercayaan dan
pengalaman banyak pihak, kita harus menyertai doa, agar proses
rujukan berjalan lancar, dan pasien, keluarga serta bidan dalam
lindungan tuhan dan memperoleh hasil yang sebaik-baiknya..
Jika upaya penanggulangan diberikan ditempat rujukan dan kondisi klien
telah memungkinkan, segera kembalikan klien ke tempat fasilitas pelayanan
asalnya dengan terlebih dahulu memberi hal – hal berikut.
1. Konseling tentang kondisi klien sebelum dan sesudah diberi upaya
penanggulangan
2. Nasihat yang perlu diperhatikan
3. Pengantar tertulis ke fasilitas pelayanan kesehatan mengenai kondisi
pasien, upaya penanggulangan yang telah diberikan dan saran- saran.
G. Latihan Soal

1. Seorang bidan bertugas melakukan pelaporan dan pencatatan pelayanan KIA


dalam PWS KIA. Data yang saat ini akan dicatat dan dilaporkan jumlah
kunjungan ibu hamil yang periksa pertama kali pada TM I.
Apakah istilah yang tepat untuk menyebut kunjungan tersebut?
a. K1
b. K4
c. KF
d. KN1
e. KN2
2. Seorang ibu hamil usia 23 tahun, G1P0A0, UK 36 minggu, datang ke
Puskesmas. Hasil anamnesis: janin tidak bergerak aktif seperti biasa selama 2
hari. Hasil pemeriksaan: KU Baik, TD 120 mmHg, N: 80 x/ menit, S 36.2 o C,
DJJ (-), Palpasi bagian terendah belum masuk PAP. Bidan melakukan rujukan
medik yang dikategorikan dalam kategori transfer of patient.
Apakah definisi rujukan medik transfer of patient?

a. Berupa konsultasi, diagnostik, tindakan, pengobatan, tindakan


operatif ke fasilitas kesehatan yang lain.
b. Berupa pengiriman tenaga kesehatan yang kompeten untuk
meningkatkan layanan pengobatan setempat
c. Berupa pengiriman pengiriman bahan (specimen) untuk pemeriksaan
laboratorium

32
d. Berupa pengiriman alat-alat kesehatan yang lengkap pada ambulan
e. Berupa pemeriksaan laboratorium
3. Seorang bayi laki-laki, umur 25 hari, dibawa ibunya datang ke puskesmas
untuk melakukan kunjungan kedua kalinya. Hasil anamnesis: bayi sehat,
menyusu eksklusif, sudah mendapatkan imunisasi BCG. Hasil pemeriksaan
BB: 3700 gr, PB 48 cm, S 36,50 C, N 100 x/ menit.
Apakah istilah yang tepat untuk menyebut kunjungan tersebut??
a. KN 1
b. KN 2
c. KF
d. K1
e. K2

H. Pembahasan

1. Jawaban B
K1 merupakan kontak pertama kali ibu hamil dengan petugas kesehatan di
trimester 1.
2. Jawaban A

Rujukan medik pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus
yang timbul baik secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih
berwenang dan mampu menangani secara rasional. Pada kasus tersebut,
pasien akan dirujuk. Contoh dari transfer of patient adalah konsultasi
diagnostik, tindakan pengobatan, tindakan operatif ke fasiltas kesehatan lain.

3. Jawaban B

Jawaban adalah KN 2 karena menurut definisi KN 2 adalah adalah kunjungan


neonatal yang kedua kalinya yaitu pada hari kedua sampai hari ke tujuh.

33
TOPIK 5: Pengumpulan Data dengan Metode Partisipatif
Topik 5 yang berjudul pengumpulan data dengan metode partisipatif,
membantu peserta dalam mempelajari beberapa metode teknik pengumpulan data
yang bisa dilakukan di masyarakat sebelum melakukan intervensi kesehatan. Metode
partisipatif merupakan metode yang paling efektif karena untuk menganalisis situasi
kesehatan dimasyarakat perlu melibatkan peran serta dari masyarakat. Pada topik ini
peserta akan mempelajari bagaimana menganalisis situasi komunitas untuk
selanjutkan dilakukan intervensi ke masyarakat Hal ini, diperlukan untuk menjadi
dasar perancangan dan perencanaan program di komunitas.

A. Analisis situasi kesehatan


Dalam bahan ajar asuhan kebidanan komunitas tahun 2018 menjelaskan
bahwa analisis situasi merupakan proses sistematis untuk melihat fakta, data atau
kondisi yang ada dalam suatu lingkup wilayah. Wilayah ini berisikan orang, lokasi
dan dimensi waktu. Artinya dalam setiap proses analisis situasi selalu
mendasarkan pada ketiga hal tersebut yaitu siapa, dimana, dan kapan. Analisis
situasi ini dimaksudkan untuk melihat fakta atau data itu bermasalah atau tidak,
artinya dengan analisis situasi dapat ditemukan masalah kesehatan, dan faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhinya baik konteks geografis, demografis,
sosial, budaya, ekonomi, bahkan politik. Tujuannya guna mengidentifikasi dan
memahami masalah – masalah ataupun kebutuhan – kebutuhan komunitas
(Wahyuni, 2018).
Tujuan dari analisis situasi kesehatan adalah sebagai berikut.
1. Memahami masalah kesehatan secara jelas dan spesifik yang ada di
wilayah dengan mengumpulkan data, menggali permasalahan
kesehatan baik terkait denagn konteks geografis, demografis, sosial,
budaya dan ekononomi bahkan politik.
2. Mempermudah dalam mengidetifkasi dan memahami masalah ataupun
kebutuhan dikomunitas sehingga dapat menentukan prioritas dalam
menyelsaikan masalah.
3. Mempermudah penentuan alternatif pemecahan masalah.
Pada analisis situasi kesehatan ada sejumlah variabel standar yang harus
diperhatikan yaitu sebagai berikut (Wahyuni, 2018) antara lain:
1. Status kesehatan

34
Analisis status kesehatan akan menghasilkan ukuran-ukuran status
kesehatan secara kuantitatif, penyebaran masalah menurut kelompok
umur penduduk, serta menurut tempat dan waktu. Ukuran yang
digunakan adalah angka kematian (mortalitas) dan angka kesakitan
(morbiditas). Analisis situasi kesehatan antara lain meliputi penyakit
yang paling banyak diderita oleh penduduk, penyakit yang banyak
diderita oleh bayi, jumlah dan penyebab kematian penduduk, jumlah dan
penyebab kematian ibu, bayi dan jumlah berat lahir rendah (BBLR),
jumlah balita gizi buruk, jumlah ibu hamil dengan komplikasi dan
penyebab komplikasi serta jumlah ibu hamil yang anemia.
2. Kependudukan
Analisis kependudukan mencakup jumlah penduduk, struktur umur,
jenis kelamin, mobilitas, pekerjaan, jumlah kepala keluarga (KK), jumlah
wanita usia subur (WUS) dan pertumbuhan penduduk, mata
pencaharian penduduk, agama mayoritras yang dianut, ratarata usia
menikah pertama kali, mobilitas penduduk, organisasi kemasyarakatan
yang ada dan cara penduduk menjaga ketersediaan sumber pangan. Di
desa, data tersebut dapat dilihat di kantor desa berupa monografi
desa, hanya saja perlu di telusuri lagi, karena akurasi dan kekinian
datanya sering tidak valid. Pada informasi penduduk rentan, desa
biasanya tidak punya, maka perlu dibuat sendiri atau bersama-sama
dengan desa mendata warga yang masuk dalam kategori rentan.
3. Pelayanan/upaya kesehatan
Analisis pelayanan kesehatan atau upaya kesehatan meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Analisis ini menghasilkan
data atau informasi tentang input, proses, output dan dampak dari
pelayanan kesehatan. Misalnya untuk mengetahui akses dan
pemanfaatan rumah tangga terhadap sarana pelayanan kesehatan RS,
puskesmas, puskesmas pembantu, dokter praktik, bidan praktik, dan
pelayan kesehatan UKBM yaitu posyandu, poskesdes, dan
polindes/bidan di desa, jumlah dukun bayi yang terlatih dan tidak terlatih,
jenis pelayanan kesehatan khusus bagi remaja, ibu hamil, lanjut usia
dan lain-lain, serta cara menjangkau fasilitas kesehatan (jarak, waktu,
tempuh, jenis transportasi, biaya transportasi dan kondisi jalan).

35
4. Perilaku kesehatan
Perilaku kesehatan adalah salah satu faktor determinan pada derajat
kesehatan. Perilaku ini meliputi seluruh perilaku seseorang atau
masyarakat yang dapat memberi akibat pada kesehatan, kesakitan atau
kematian. Perilaku ini sangat banyak dipengaruhi oleh pengetahuan,
kepercayaan dan kebiasaan yang dimiliki dan kemungkinannya
berpengaruh pada kesehatan atau kesakitan tubuhnya. Ada beberapa
elemen yang dapat dijelaskan di bawah ini untuk melihat perilaku yang
berakibat pada derajat kesehatan seseorang atau masyarakat. Gaya
hidup yang berkait dengan kesehatan biasanya juga bisa ditujukan pada
pola makan dan input yang masuk melalui mulut. Sedangkan di sisi lain
ada faktor yang perilaku yang berpangaruh pada kejiwaaan, sehingga
memunculkan stress dan akhirnya gangguan fisik. Sebagai contoh
keberadaan perilaku kawin cerai di Lombok, baisanya istri ditinggalkan
begitu saja ketika sedang hamil dan saat melahirkan. Ini menimbulkan
beban kejiwaaan yang dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil dan
melahirkan, risiko meninggal sangat memungkinkan risiko meninggal.
Kebiasaan lain yang berpengaruh pada kesehatan misalnya adalah pola
konsumsi lemak berlebihan, konsumsi rokok, alkohol, zat aditif
(Narkoba) dan perilaku seks yang tidak aman. Selain itu pola pencarian
pengobatan juga memberikan gambaran kebiasaan masyarakat
kemana mereka memilih mencari obat atau pengobatan. Seringkali
pertimbangan ini dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat setempat,
misalnya ke Puskesmas, atau ke mantri kesehatan. Ketika mereka
memilih, ada keterbatasan-keterbatasan sehingga pilihan yang
dijatuhkan menyesuaikan kemampuan yang mereka miliki.
Keterbatasan tersebut dapat berupa terbatas dalam memahami sakit,
terbatas dalam keuangan, terbatas pada informasi dan akses ke tempat
layanan kesehatan, begitu juga dengan kendala geografis dan sulitnya
akses yang tersedia. Dari keterangan di atas bahwa analisis perilaku
kesehatan dapat memberikan gambaran tentang pengetahuan, sikap
dan perilaku masyarakat sehubungan dengan kesehatan maupun
upaya kesehatan yang meliputi gaya hidup remaja, adat, kepercayaan,
norma, maupun tradisi yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan

36
masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan, perilaku sehat dan
higienis serta perilaku penduduk dalam pencarian pengobatan
5. Lingkungan
Lingkungan merupakan keadaan fisik yang berada di luar kita, yang
memiliki interaksi dengan manusia baik disengaja maupun tidak
disengaja. Interaksi timbal balik ini seringkali memberi konsekuensi yang
berakibat pada kesakitan seseorang atau masyarakat. Analisis
lingkungan mencakup aspek fisik, biologis dan sosial. Analisis ini
bertujuan memperoleh informasi tentang keadaan sanitasi lingkungan di
rumah tangga dan komunitas (misalnya air bersih, air limbah, sampah,
penggunaan bahan kimia, ternak/hewan peliharaan, kepemilikan
jamban dalam satu keluarga, jenis jamban yang digunakan, tipe tempat
tinggal, ketersediaan tempat pembuangan limbah rumah tangga,
sumber pencemaran di sekitar rumah) dan ketersediaan sarana
transportasi dan telekomunikasi untuk mengetahui informasi akses
masyarakat terhadap air dan penyehatan lingkungan. Pada lingkungan
sering dipakai sebagai media untuk sarang dan hidup suatu penyebab
penyakit, misalnya nyamuk yang membawa penyakit malaria atau
demam berdarah.
B. Analisis situasi yang partisipatif (participatory rural approach)
Salah satu metode yang dianggap tepat dalam melakukan upaya analisis
situasi kesehatan dan memiliki keterkaitan dengan faktor sosiokultural adalah
Participatory Rural Appraisal (PRA=pengkajian pedesaan secara partisipatif).
PRA mulai dikembangkan awal dasawarsa 1990-an oleh Robert Chambers. PRA
didefinisikan sebagai “sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong
masyarakat pedesaan untuk turut serta meningkatkan dan menganalisis
pengetahuan mereka mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri, agar dapat
membuat rencana dan tindakan” (Wahyuni, 2018). Teknik-teknik kajian yang
dikembangkan dalam pendekatan ini hanyalah merupakan alat pada proses
belajar dengan masyarakat, yang tidak berhenti pada saat pengkajian keadaan
saja, tetapi sampai pada perencanaan dan pengembangan program. Beberapa
pengertian partisipasi antara lain sebagai berikut.
1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek
tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan.

37
2. Partisipasi adalah "pemekaan" (membuat peka) pihak masyarakat untuk
meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi
proyek-proyek pembangunan.
3. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif , yang mengandung arti
bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan
menggunakan kebebasan untuk melakukan hal itu.
4. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat
dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring
proyek, agar memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan
dampak-dampak sosial.
5. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam
perubahan yang ditentukannya sendiri.
6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,
kehidupan, dan lingkungan mereka.
7. Partisipasi adalah kontribusi, partisipasi sama dengan organisasi, atau
sama dengan proses penguatan (Wagner et al, 2018).
Terdapat berbagai istilah/nama untuk metode ini, yang pada dasarnya lebih
merupakan adaptasi metode partisipatif ke dalam suatu wilayah isu tertentu,
namun substansi yang dimaksud sama. Prinsip dalam PRA antara lain sebagai
berikut.
1. Mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan), permasalahan yang
menjadi prioritas didahulukan untuk kepentingan kesehatan penduduk.
2. Pemberdayaan masyarakat, masyarakat terlibat aktif dalam pemecahan
masalah dengan cara ikut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan
setiap kegiatan interveni kesehatan.
3. Masyarakat sebagai pelaku, sebaliknya “orang luar” hanyalah fasilitator
Masyarakat mempunyai kontribusi besar untuk merubah permasalahan
yang ada dan menjadi tanggung jawabnya untuk menyelesaikan, tenaga
kesehatan hanya sebagai fasilitator untuk mendampingi selama proses
penyelesaian masalah.
4. Saling belajar dan menghargai perbedaan Sikap ini sangat dibutuhkan
karena keberagaman membuat segala sesuatu yang besar menjadi
lebih mudah dilaksanakan.

38
5. Santai dan informal Disesuaikan dengan kondisi dimasyarakat yang
lebih fleksibel dalam menangani kondisi tertentu.
6. Triangulasi (check and re-check) Setiap proses kegiatan dilakukan
untuk memantau keberhasilan kegiatan.
7. Mengoptimalkan hasil keputusan untuk menyelesaikan masalah yang
sudah disepakati ditindaklanjuti dan dilaksanakan dengan semaksimal
mungkin.
8. Orientasi praktis (implementasi)
9. Keberlanjutan dan selang waktu
10. Belajar dari kesalahan Pengalaman dalam menyelesaikan satu masalah
menjadi acuan untuk menyelesaikan masalah berikutnya. Bilamana
terdapat kekurangan diharapkan untuk selanjutnya tidak terjadi lagi.
11. Terbuka Keterbukaan untuk saling bekerja sama sangat membantu
peran serta masyarakat dalam menyelesaikan masalah bersama
(Wahyuni, 2018).
C. Latihan Soal
1. Seorang bidan melakukan analisis situasi kesehatan dengan melihat monografi
desa. Contoh data yang dikumpulkan adalah jumlah penduduk, struktur umur,
jenis kelamin, dan mobilitas, pekerjaan.
Apakah analisis kesehatan yang dilakukan oleh bidan tersebut?
a. Analisis status kesehatan
b. Analisis kependudukan
c. Analisis lingkungan
d. Analisis pelayanan/ upaya kesehatan
e. Analisis perilaku kesehatan
2. Di suatu Polindes seorang bidan desa melakukan asuhan kebidanan pada ibu
bersalin Kala I fase aktif. Bidan melakukan observasi kemajuan persalinan dan
mendokumentasikannya dalam partograf.
Apakah bentuk pelayanan kebidanan yang sedang dilakukan bidan sesuai kasus
di atas?
a. Mandiri
b. Rujukan
c. Limpahan
d. Kolaborasi
e. Promosi
D. Pembahasan
1. Jawaban B
Jawaban adalah analisis kependudukan karena analisis kependudukan
mencakup jumlah penduduk, struktur umur, jenis kelamin, mobilitas, pekerjaan,
jumlah kepala keluarga (KK), jumlah wanita usia subur (WUS) dan
pertumbuhan penduduk, mata pencaharian penduduk, agama mayoritas yang
dianut, rata-rata usia menikah pertama kali, mobilitas penduduk, organisasi

39
kemasyarakatan yang ada dan cara penduduk menjaga ketersediaan sumber
pangan. Di desa, data tersebut dapat dilihat di kantor desa berupa
monografi desa, hanya saja perlu di telusuri lagi, karena akurasi dan kekinian
datanya sering tidak valid.
2. Jawaban adalah A
Jawaban nya adalah mandiri karena bentuk pelayanan kebidanan yang sedang
dilakukan bidan sesuai kasus tersebut adalah bidan melakukan asuhan sendiri
tanpa berkolaborasi dengan tenaga professional yang lain.

40
TOPIK 6: Asuhan Kebidanan Keluarga dan Komunitas

Topik 6 yang berjudul asuhan keluarga dan komunitas, membantu peserta dalam
mempelajari konsep keluarga di komunitas sebagai dasar dalam memberikan asuhan
kebidanan pada keluarga di komunitas. Pada topik ini, peserta akan mempelajari dua
pokok bahasan yang disusun sebagai berikut: konsep keluarga dan asuhan
kebidanan pada keluarga di komunitas. Setelah menyelesaiakn pembelajaran di topik
ini, secara umum peserta diharapkan mampu mengidentifikasi konsep keluarga dan
asuhan kebidanan keluarga di komunitas. Secara khusus, peserta diharapkan mampu
mengidentifikasi: definisi keluarga, struktur dan peran fungsi keluarga, tipe/bentuk
keluarga, dan asuhan kebidanan keluarga di komunitas.
A. Konsep Keluarga
Beberapa ahli telah menguraikan pengertian tentang keluarga sesuai fungsi
perkembangannya di masyarakat. Marlyn M. Friedman (1998) mendefinisikan
keluarga sebagai kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
keterikatan aturan dan emosional di mana individu mempunyai peran masing-masing
yang merupakan bagian keluarga. Salvicion G. Bailon dan Aracelis Maglaya (1978)
menjelaskan keluarga sebagi dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah
tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling
berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing, dan
menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. Sedangkan menurut Depkes RI
(1998), keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah
satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. (Efendi dan Makhfudli, 2009;
Wahyuni, 2018)
Berdasarkan pengertian para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga
memiliki karakteristik sebagai berikut:
 Terdiri dari dua orang atau lebih dan hidup Bersama karena adanya adanya
hubungan darah, perkawinan, atau adopsi.
 Terdiri dari kepala keluarga dan anggota keluarga yang hidup bersama atau jika
terpisah mereka tetap berinteraksi.
 Anggota keluarga saling berinteraksi satu sama lain dan masing-masing memiliki
peran.
 Mempunyai tujuan menciptakan dan mempertahankan suatu budaya

41
Uraian di atas menjelaskan bahwa keluarga merupakan suatu sistem yang terdiri
dari kepala keluarga dan anggota keluarga yang saling berinteraksi untuk mencapai
tujuan Bersama. Keluarga yang merupakan suatu sistem ini, dapat saling
mempengaruhi dan dipengaruhi juga oleh lingkungan sekitar (masyarakat).
B. Struktur Keluarga
Struktur keluarga didasarkan pada organisasi keluarga, yaitu perilaku anggota
keluarga dan pola hubungan dalam keluarga. Setiap anggota keluarga memiliki peran
dan fungsinya masing-masing untuk mencapai tujuan. Organisasi keluarga yang baik
dapat digambarkan dengan hubungan yang kuat antar anggota untuk mencapai
tujuan.
Struktur keluarga dapat dididasarkan hal berikut:
a. Jalur hubungan darah, yaitu patrilineal dan matrilineal. Patrilineal adalah
keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi, di mana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah. Matrilineal
adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, di mana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
b. Keberadaan tempat tinggal, yaitu patrilokal dan matrilokal. Patrilokal adalah
sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami. Matrilokal
adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
c. Dominasi pengambilan keputusan, yaitu patriakal, matriakal dan equalitarian.
Patriakal adalah pengambilan keputusan ada pada pihak suami. Matriakal adalah
dominasi pengambilan keputusan pada pihak istri. Equalitarian, yaitu ayah dan ibu
yang memegang kekuasaan dalam keluarga.
d. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan
keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena
adanya hubungan dengan suami dan istri.

C. Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga terdiri dari berbagai macam, yaitu:
a. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-
anak.
b. Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah sanak saudara.
c. Keluarga berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri dari perempuan dan
laki-laki yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.

42
d. Keluarga Duda/Janda (Single Family) adalah keluarga yang telah terjadi karena
perceraian atau kematian.
e. Keluarga berkomposisi (Composite) adalah keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama.
f. Keluarga Kabitas (Cahabitation) adalah dua orang yang menjadi satu tanpa
pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
D. Peranan dan Fungsi Keluarga
Nasrul Efendi (1998), menyebutkan peran formal keluarga sebagai berikut:
a. Peran sebagai ayah. Ayah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya
berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman.
Juga sebagai kepala keluarga, anggota kelompok sosial, serta anggota
masyarakat dan lingkungan
b. Peran sebagai ibu. Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya yang mempunyai
peranan mengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anaknya,
pelindung dan salah satu anggota kelompok sosial, serta sebagai anggota
masyarakat dan lingkungan di samping dapat berperan sebagai pencari nafkah
tambahan keluarga.
c. Peran sebagai anak. Anak melaksanakan peran psikososial sesuai dengan
tingkat perkembangannya, baik fisik, mental, sosial dan spiritual.( Efendi dan
Makhfudli, 2009)
Di lihat dari fungsinya, terdapat tiga fungsi pokok keluarga terhadap anggota
keluarganya, yaitu sebagai berikut.
a. Asih, yaitu memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, dan kehangatan
kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan
berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.
b. Asuh, yaitu menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar
kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka
anak-anak yang sehat baik fisik, mental dan spiritual.
c. Asah, yaitu memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi
manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa
depannya.(Wahyuni, 2018)
E. Asuhan Kebidanan di Komunitas
a. Peran bidan dalam pelayanan kebidanan

43
Bidan memiliki peranan penting di keluarga untuk membantu perilaku hidup
sehat secara mandiri. Peran tersebut dilaksanakan baik secara mandiri maupun
kolaborasi dengan tenaga Kesehatan lain. Peran bidan pada keluarga adalah
sebagi berikut:
f. Health monitor.
Bidan membantu keluarga mengenal masalah kesehatan dengan
menganalisa data secara obyektif, serta berperan dalam membangun
kesadaran keluarga terhadap masalah untuk meningkatkan perkembangan
keluarga.
g. Pemberi pelayanan pada anggota keluarga yang sakit.
Bidan berperan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada anggota
keluarga yang memerlukan.
h. Koordinator pelayanan kesehatan keluarga
Bidan berperan mengkoordinasikan pelayanan kesehatan keluarga, terkait
dengan praktek kebidanan.
i. Sebagai fasilitator
Bidan mampu memfasilitasi pelayanan kesehatan dalam lingkup kebidanan
pada keluarga, serta mampu mencarikan cara pemecahan masalahnya.
j. Pendidik kesehatan
Bidan berperan sebagai pendidik dalam merubah perilaku keluarga menjadi
perilaku sehat.
k. Sebagai penyuluh dan konsultan
Bidan berperan sebagai penyuluh dan konsultan dalam asuhan kebidanan
keluarga.

b. Tanggung jawab bidan dalam asuhan kebidanan pada keluarga


a. Asuhan/pelayanan langsung
Pelayanan kebidanan yang diberikan oleh bidan adalah pelayanan yang
sesuai dengan tugas dan kewenangan bidan, dengan melibatkan peran aktif
keluarga.
b. Pendokumentasian proses asuhan kebidanan
Asuhan kebidanan pada keluarga wajib didokumentasikan sebagai gambaran
kemajuan status kesehatan keluarga pada khususnya dan kemajuan keluarga
dalam mengatasi masalah kesehatan yang sedang dialami.

44
c. Koordinasi dengan tim pelayanan Kesehatan lain dan manajemen kasus
Bidan berkolaborasi dengan profesi lain dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan sehingga penatalaksanaan masalah kesehatan dapat diatasi
secara komprehensif. Tanggung jawab bidan dalam manajemen kasus
meliputi kemampuan untuk mengkaji, menemukan, menentukan prioritas
masalah, mengidentifikasi cara mengatasi masalah dengan penyusunan
rencana dan mengimplementasikan rencana tersebut secara sistematis.
d. Menentukan frekuensi dan lamanya asuhan kebidanan
Intensitas kunjungan dalam asuhan kebidanan merupakan frekuensi asuhan,
sedangkan lama asuhan kebidanan merupakan waktu yang diperlukan bidan
dalam melakukan asuhan kebidanan dengan melibatkan peran aktif keluarga.

c. Tujuan asuhan kebidanan pada keluarga


Asuhan kebidanan pada keluarga memiliki tujuan umum untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan keluarga dalam upaya meningkatkan,
mencegah dan memelihara Kesehatan keluarga, untuk mencapai derajat
Kesehatan yang lebih baik dan mampu melaksanakan tugas keluarga secara
produktif. Secara khusus, tujuan asuhan kebidanan pada keluarga adalah
sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi masalah
Kesehatan yang dihadapi khususnya yang berkaitan dengan Kesehatan ibu,
bayi baru lahir dan anak;
b. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menanggulangi masalah
Kesehatan dasar dalam keluarga;
c. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan yang tepat;
d. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan pelayanan terhadap
anggota keluarga yang sakit;

d. Prinsip-prinsip dalam asuhan kebidanan pada keluarga


Prinsip-prinsip penting yang harus diperhatikan bidan dalam memberikan
asuhan kebidanan pada keluarga, adalah sebagai berikut:
a. Keluarga sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan Kesehatan
b. Tujuan utama asuhan kebidanan pada keluarga adalah peningkatan
status kesehatan keluarga, khususnya kesehatan ibu, bayi baru lahir,

45
dan anak agar keluarga dapat meningkatkan produktivitas dan
kesejahteraannya..
c. Asuhan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai peningkatan
kesehatan keluarga.
d. Bidan mampu melibatkan peran aktif dari semua anggota keluarga dalam
mengidentifikasi, merumuskan masalah dan kebutuhan keluarga dalam
rangka mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi keluarga.
e. Upaya promotif dan preventif lebih diutamakan dalam asuhan kebidanan
pada keluarga, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
f. Memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin dalam
memberikan asuhan kebidanan.
g. Sasaran asuhan kebidanan pada keluarga adalah keluarga secara
keseluruhan.
h. Pendekatan dalam asuhan kebidanan pada keluarga adalah pendekatan
pemecahan masalah (problem solving approach).
i. Kegiatan essensial dalam asuhan kebidanan pada keluarga adalah
penyuluhan, Pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan dasar.
j. Asuhan kebidanan pada keluarga diutamakan kepada keluarga yang
mempunyai risiko tinggi terhadap masalah kesehatan, terutama kesehatan
ibu, bayi baru lahir dan anak.
Keluarga yang tergolong mempunyai risiko tinggi dalam kesehatan antara
lain sebagai berikut:
a. Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur, dengan masalah
sebagi berikut:
1) Tingkat sosial ekonomi rendah
2) Keluarga kurang/tidak mampu mengatasi masalah kesehatn sendiri
3) Keluarga dengan penyakit keturunan
b. Keluarga dengan risiko tinggi kebidanan, yaitu sebagai berikut:
1) Ibu hamil dengan usia terlalu muda atau terlalu tua, terlalu sering sering
melahirkan, dan terlalu dekat jarak kehamilan dan persalinannya
2) Ibu hamil dengan anemia/kekurangan gizi
3) Primipara atau multipara
4) Riwayat persalinan dengan komplikasi
c. Keluarga yang memiliki anak dengan kondisi sebagai berikut:

46
1) Lahir prematur
2) Berat badan rendah atau sulit bertambah/naik
3) Lahir dengan cacat kongenital
4) Ibu menderita penyakit menular, dan sebagainya.

e. Langkah-langkah dalam asuhan kebidanan pada keluarga


a. Membina hubungan baik dengan seluruh anggota keluarga.
b. Melaksanakan pengkajian untuk menentukan adanya masalah kesehatan
keluarga.
c. Menganalisa data untuk menentukan masalah kesehatan keluarga
d. Merumuskan masalah dan mengelompokan masalah dengan mengacu pada
tipologi dan sifat masalah kesehatn keluarga dengan kriteria.
e. Menentukan sifat dan luasnya masalah dan kesanggupan keluarga dengan
mempertimbangkan dampaknya terhadap kesehatan keluarga.
f. Menentukan skala prioritas masalah dengan mempertimbangkan
dampaknya terhadap kesehatan keluarga.
g. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada keluarga sesuai dengan urutan
prioritas masalah yang telah disusun dengan Langkah-langkah yang
sistematis.
h. Melaksanakan asuhan kebidanan pada keluarga sesuai dengan rencana
yang telah disusun.
i. Melaksanakan evaluasi terhadap Tindakan yang telah dilakukan.
j. Meninjau Kembali masalah keluarga yang belum teratasi dan merumuskan
Kembali rencana asuhan kebidanan yang baru.
f. Implikasi dari pelayanan kebidanan yang dipusatkan pada keluarga
a. Pelayanan kesehatan dan asuhan kebidanan diarahkan untuk membantu
seluruh anggota keluarga dalam meningkatkan perilaku hidup sehat.
b. Cakupan pelayanan kesehatan dan asuhan kebidanan menjadi lebih luas
karena meliputi semua anggota keluarga. Sumber-sumber keluarga yang
ada dapat diarahkan untuk peningkatan kesehatan keluarga.
c. Pelayanan kesehatan dan asuhan kebidanan keluarga dipusatkan kepada
keluarga sebagai satu kesatuan yang utuh.
d. Pelayanan kesehatan dan asuhan kebidanan lebih ditekankan pada kondisi
rawan dalam keluarga, terutama pada keluarga dengan risiko tinggi.

47
e. Pelayanan kesehatan dan asuhan keluarga dilaksanakan oleh bidan yang
kompeten, secara kontinyu dan sistematis pada keluarga yang rawan
terhadap masalah kesehatan.
F. Asuhan Kebidanan pada Keluarga di Komunitas
a. Pengkajian
Pengkajian pada asuhan kebidanan pada keluarga di komunitas dilakukan
untuk menentukan adanya masalah kesehatan keluarga. Terdapat tiga
tahapan dalam pengkajian yaitu persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan.
Pengkajian dimulai dengan pengenalan keluarga, pengumpulan data, riwayat
keluarga, tahap dan tugas perkembangan keluarga. Metode yang digunakan
dalam pengkajian adalah wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi.
b. Analisis data
Analisis data dilakukan berdasarkan data yang diperoleh pada pengkajian
dan menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk menegakan
diagnose dan atau masalah kebidanan pada keluarga. Terdapat dua langkah
dalam merumuskan diagnosa asuhan kebidanan, yaitu mengidentifikasi dan
menganalisis data senjang hasil pengkajian keluarga, dan menegakan
diagnosa. Dagnosa atau masalah kebidanan adalah terdapatnya kesenjangan
(gap) antara harapan dengan kenyataan. Kesenjangan tersebut dapat
dikemukakan secara kualitatif maupun kuantitatif.
Perumusan diagnose dan/atau masalah dilakukan dengan
mempertimbangkan kriteria, yaitu:
1) Diagnose sesuai dengan nomenklatur kebidanan,
2) Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi keluarga/klien, serta
3) Masalah dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri,
kolaborasi dan rujukan.
Menurut Setyawan (2012), dalam mendiagnosa/menentukan maslah
keluarga, harus didasarkan pada:
a. Keluarga mengenal masalah kesehatan keluarganya dan membuat
keputusan tindakan dengan tepat,
b. Masalah kesehatan yang dijumpai dalam keluarga, harus
mempertimbangkan faktor risiko dan potensial terjadi masalah/penyakit,
c. Kemampuan keluarga dalam memecahkan masalah dilihat dari sumber
daya keluarga (finansial, pengetahuan, dan dukungan keluarga),

48
d. Disusun dengan melibatkan anggota keluarga,
e. Diagnose kebidanan pada keluarga merupakan gambaran kebutuhan atau
respon keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapi,
f. Mengacu pada pelayanan kesehatan promotive dan prefentif,
g. Rumusan diagnose harus mereflesksikan pendekatan promotive dan
preventif.

c. Penentuan skala prioritas


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prioritas masalah menurut Setyawan
(2012) adalah sebagai berikut:
a. Tidak mungkin masalah-masalah kesehatan dan kebidanan yang ditemukan
dalam keluarga dapat diatasi sekaligus.
b. Perlu mempertimbangkan masalah-masalah yang dapat mengancam
kehidupan keluarga, seperti masalah penyakit atau masalah kesehatan ibu
dan anak.
c. Perlu mempertimbangkan respon dan perhatian keluarga terhadap asuhan
kebidanan yang akan diberikan.
d. Keterlibatan keluarga dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi.
e. Sumber daya keluarga yang dapat menunjang pemecahan masalah
kesehatan/kebidanan pada keluarga.
f. Pengetahuan dan kebudayaan keluarga.
g. Diutamakan terhadap keluarga yang termasuk kelompok risiko tinggi.
Bailon dan Maglaya (1978), mengemukakan bahwa dalam menentukan
prioritas masalah kesehatan, perlu disusun skala prioritas sebagai berikut.

Tabel 6.1 Skala Prioritas Masalah


No. Kriteria Nilai Bobot
1 Sifat masalah 1
Skala:
a. Tidak/kurang sehat 3
b. Ancaman kesehatan 2
c. krisis 1
2 Kemungkinan masalah dapat diubah 2

49
Skala:
a. dengan mudah 2
b. hanya Sebagian 1
c. tidak dapat diubah 0
3 Potensi masalah untuk dicegah 1
Skala:
a. tinggi 3
b. cukup 2
c. rendah 1
4 Menonjolnya masalah 1
Skala:
a. Masalah berat, harus ditangani 2
b. Masalah tidak perlu segera ditangani 1
c. Masalah tidak dirasakan 0

Skoring:
1. Tentukan skor untuk setiap kriteria
2. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan dengan bobot
3. Jumlahkan skor untuk semua kriteria
4. Skor tertinggi adalah 5, dan sama untuk seluruh bobot.

Terdapat 4 kriteria dalam menentukan prioritas dari masalah-masalah


kesehatan, sebagai berikut:
a. Sifat masalah, dikelompokan menjadi: 1) ancaman kesehatan, 2)keadaan
sakit atau kurang sehat, 3) situasi krisis
b. Kemungkinan masalah dapat diubah, merupakan kemungkinan
keberhasilan untuk mengurangi masalah atau mencegah masalah bila
dilakukan asuhan kebidanan.
c. Potensi masalah untuk dicegah, adalah sifat dan beratnya masalah yang
akan timbul dan dapat dikurangi atau dicegah melalui asuhan kebidanan.
d. Masalah yang menonjol, adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah
dalam hal berat dan mendesaknya masalah untuk diatasi melalui asuhan
kebidanan.

50
d. Pelaksanaan/implementasi
Pelaksanaan pelayanan kebidanan pada keluarga di komunitas bersifat
pelayanan operasional yang sesuai dengan perencanaan berdasarkan
diagnose dan prioritas masalah. Bentuk pelaksanaan kegiatan merupakan
kegiatan yang bersifat mandiri, kolaborasi maupun rujukan sesuai dengan
lingkup wewenang bidan. Dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan kebidanan
pada keluarga selalu melibatkan peran aktif seluruh anggota keluarga. Susanto
(2012), mengemukakan perencanaan asuhan merupakan kumpulan tindakan
yang ditentukan bersama-sama sehingga masalah kesehatan yang telah
diidentifikasi dapat diselesaikan. Asuhan harus mewakili status yang diinginkan
yang dapat dicapai atau dipertahankan melalui implementasi.
Tujuan implementasi jangka panjang dari rangkaian proses penyelesaian
masalah kebidanan dalam keluarga di komunitas, berorientasi pada perilaku.
Sedangkan tujuan jagka pendek, merupakan hasil yang diharapkan dari setiap
akhir kegiatan yang dilakukan pada waktu tertentu disesuaikan dengan
penjabaran jangka panjang.
Terdapat prinsip-prinsip dalam implementasi asuhan kebidanan pada
keluarga di komunitas, yaitu:
a. Rencana penatalaksanaan disusun berdasarkan prioritas masalah.
b. Penatalaksanaan dilakukan secara bertahap berdasarkan urgensi masalah.
c. Tentukan tujuan bersama keluarga yang dapat diukur, realistis dan ada
batasan waktu.
d. Asuhan ditentukan berdasarkan sifat masalah dan sumber yang tersedia.
e. Pelibatan seluruh anggota keluarga dan memberdayakan keluarga untuk
mampu memecahkan masalah.
f. Implementasi harus memperhatikan nilai dan norma yang berlaku dalam
keluarga tersebut.
g. Implementasi dilakukan berorientasi pada pemecahan masalah yang paling
mudah dan paling murah.
h. Asuhan yang diberikan sesuai dengan tugas dan kewenangan bidan.
i. Monitoring dan evaluasi dilakukan sesuai dengan masalah dan strategi
pemecahan masalah.
j. Evaluasi jangka pendek dan jangka panjang.

51
k. Sinkronisasi hasil evaluasi dengan program-program puskesmas.
l. Berkolaborasi dengan tim kesehatan lain.
m.Melaporkan dan mendiskusikan dengan tim kesehatan lain.
G. Latihan Soal
1. Bidan desa melakukan pendataan pada warga. Dari hasil pendataan di
dapatkan 50% ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya secara rutin,
70% ibu tidak menyusui bayinya secara eksklusif, 10% balita gizi buruk, dan
60% PUS adalah unmet need KB.
Apakah penyebab masalah kebidanan komunitas pada kasus tersebut?
A. Pola hidup masyakat
B. Faktor sosial dan ekonomi
C. Faktor lingkungan dan adat istiadat
D. Faktor agama dan kepercayaan masyarakat
E. Pola hidup masyarakat yang tidak lepas dari faktor lingkungan.
adat istiadat, faktor ekonomi, dan sosial budaya
2. Seorang bidan bertugas di sebuah desa. Hasil pendataan jumlah penduduk
sebanyak 1.200 jiwa, 80% PUS menjadi akseptor KB, 70 % ibu hamil dengan
anemia dan sebagian besar tidak memeriksakan kehamilan ke tenaga
kesehatan. Sebagian besar warga tidak mempunyai jamban, didapatkan 5
warga menderita Filariasis, pertolongan persalinan banyak dilakukan oleh
dukun bayi yang tidak terlatih, masyarakat desa sangat patuh kepada tokoh
masyarakat, adat kebiasaan ibu hamil berpantang makanan tertentu.
Apakah masalah kebidanan yang paling tepat pada kasus tersebut?
A. Mayoritas rumah tidak mempunyai jamban
B. 70 % ibu hamil menderita anemia
C. 80 % PUS menjadi akseptor KB
D. Jumlah penduduk yang banyak
E. 5 orang menderita Filariasis
3. Seorang bidan pertama kali dinas di sebuah desa terpencil. Terdapat jumlah
bayi dan balita yang cukup banyak dan dukun bayi masih sangat berperan.
Mayoritas masyarakat bercocok tanam, budaya sangat kental. Jumlah AKI
tinggi dan penyebab paling banyak karena perdarahan antepartum.
Kegiatan posyandu tidak aktif, peran kader pasif, dan jarak desa dengan
pukesmas adalah 5 km.
Kegiatan apakah yang paling tepat pada kasus tersebut?
A. Penyuluhan bahaya perdarahan post-partum
B. Penyulahan tentang budaya yang menyimpang
C. Konseling tentang kegiatan posyandu
D. Penyuluhan tentang tanda-tanda persalinan
E. Berkolaborasi dengan tokoh masyarakat dan pemerintah daerah
setempat

H. Pembahasan
1. Jawaban E
Pelayanan kebidanan komunitas perlu memperhatikan berbagai aspek dalam
kehidupan masyarakat yaitu pola hidup masyararakat yang tidak lepas dari
faktor lingkungan, adat istiadat, faktor ekonomi, dan sosial budaya

52
2. Jawaban B
Masalah kebidanan adalah 70% ibu hamil dengan anemia karena merupakan
ruang lingkup pelayanan kebidanan, sedangkan pilihan yang lain adalah
masalah kesehatan yang perlu kolaborasi dengan petugas kesehatan lain
3. Jawaban E
Berkolaborasi dengan tokoh masyarakat dan pemerintah daerah setempat
untuk merencanakan pemecahan masalah secara bersama-sama sangat
diperlukan karena pemecahan masalah kesehatan tersebut perlu adanya
kerjasama dan dukungan dari tokoh masyarakat dan autoritas setempat.

53
TOPIK 7: Dokumentasi Asuhan Kebidanan Komunitas

Topik 7 yang berjudul dokumentasi asuhan kebidanan komunitas ini akan


mempelajari pendokumentasian asuhan kebidanan komunitas. Dokumentasi asuhan
kebidanan merupakan bagian dari pencatatan dan pelaporan data yang penting yang
berkaitan dengan kondisi klien. Pencatatan dan pelaporan merupakan indicator
keberhasilan suatu kegiatan. Keluaran dari pencatatan dan pelaporan merupakan
sebuah data dan informasi yang berharga serta bernilai bila menggunakan metode
yang tepat. Peserta akan mempelajari tentang konsep dasar dokumentasi dan metode
pendokumentasian manajemen kebidanan pada topik ini.
A. Konsep dasar dokumentasi
1. Definisi
Dokumentasi merupakan sistem pelaporan informasi tentang status
kesehatan dan semua kegiatan asuhan yang dilakukan oleh bidan. Dokumentasi
dalam asuhan kebidanan di komunitas merupakan suatu pencatatan lengkap dan
akurat terhadap suatu kejadian yang dilihat dan dilakukan oleh bidan dalam
melaksanakan asuhan kebidanan di komunitas Dokumentasi ini juga merupakan
suatu bukti yang dimiliki bidan dalam melakukan asuhan yang berguna untuk
kepentingan klien, bidan dan tim kesehatan. (Yulifah dan Yuswanto, 2014;
Wahyuni, 2018)

2. Tujuan dan fungsi dokumentasi


Dokumentasi memiliki tujuan untuk menyampaikan informasi penting tentang
situasi dan kondisi klien dari hasil bidan melakukan asuhan kebidanan. Selain itu
dokumen pasien digunakan untuk penunjang tertibnya administrasi dalam upaya
peningkatan pelayanan kesehatan di instansi. Pendokumentasian memiliki fungsi
penting yang meliputi dua hal, yaitu untuk mempertanggungjawabkan tindakan
yang telah dilakukan bidan dan sebagai bukti dari setiap tindakan bidan bila terjadi
gugatan.

3. Prinsip-prinsip dokumentasi
Prinsip dokumentasi asuhan kebidanan merupakan suatu hal yang diyakini
dalam proses pencatatan, penyimpanan informasi, data fakta yang bermakna
dalam pelaksanaan kegiatan yang merupakan alur pikir bagi bidan yang

54
memberikan arah dalam menangani kasus yang menjadi tanggung jawabnya.
Wildan dan Hidayat, 2009 dalam Wahyuni E (2018), mengemukakan prinsip-prinsip
pendokumentasian harus memenuhi prinsip lengkap, teliti, berdasarkan fakta, logis
dan dapat dibaca.
Menurut Fauziah, Afron dan Sudarti, 2010 dalam Wahyuni E. (2018),
dokumentasi memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Dokumentasi secara lengkap tentang suatu masalah penting yang bersifat klinis.
b. Lakukan penandatanganan dalam setiap pencatatan.
c. Tulislah dengan jelas dan rapih.
d. Gunakan ejaan dan kata-kata baku serta tata Bahasa medis yang tepat dan
umum.
e. Gunakan alat tulis yang terlihat jelas, seperti tinta yang baik untuk menghindari
terhapusnya catatan.
f. Gunakan singkatan resmi dalam pendokumentasian.
g. Gunakan pencatatan dengan grafik untuk mencatat tanda vital.
h. Catat nama pasien di setiap halaman.
i. Berhati-hati Ketika mencatat pasien dengan HIV/AIDS.
j. Hindari menerima instruksi verbal dari dokter melalui telpon, kecuali dalam
kondisi darurat dan harus ada aturan/ SOP dalam batas waktu berapa lama
harus verifikasi kembali dan di tandatangai oleh dokter/ nakes yang memberi
instruksi melalui telepon.
k. Tanyakan apabila ditemukan instruksi yang tidak tepat.
l. Hindari kokumentasi terhadap tindakan atau obat yang tidak/ belum diberikan.
m.Catat informasi yang lengkap tentang obat yang diberikan.
n. Catat keadaan/ riwayat alergi obat atau makanan.
o. Catat daerah atau tempat pemberian injeksi atau suntikan.
p. Catat hasil laboratorium yang abnormal.
Selain prinsip pendokumentasian, terdapat persyaratan dokumentasi
kebidanan yang perlu diketahui, yaitu: kesederhanaan, keakuratan, kesabaran,
ketepatan, kelengkapan, kejelasan dan keobjektifan.
4. Teknik pendokumentasian
Tehnik pendokumentasian merupakan cara menggunakan dokumentasi
dalam penerapan proses asuhan. Terdapat dua macam tehnik pendokumentasian,
yaitu tehnik naratif dan flow sheet.

55
a. Naratif
Tehnik pendokumentasian naratif merupakan tehnik yang digunakan untuk
mencatat perkembangan dari hari ke hari dalam bentuk narasi. Keuntungan tehnik
naratif adalah membuat dokumentasi yang kronologis sehingga membantu
menginterpretasikan kejadian pada pasien secara berurutan. Tehnik naratif juga
memberi kebebasan kepada petugas untuk memilih bagaiman informasi yang kan
dicatat.
Kekurangan tehnik naratif dalam pendokumentasian adalah sebagai berikut:
1) Memungkinkan terjadinya fragmentasi kata-kata yang berlebihan, kata yang tidak
berarti, kadang-kadang sulit mencari informasi Kembali, pesan mudah terlupakan,
pengulangan dibutuhkan dari setiap sumber.
2) Membutuhkan waktu yang panjang, urutan kronologis akan lebih sulit sebab
hubungan informasi yang didokumentasikan pada tempat yang sama.
Terdapat pedoman dalam tehnik pendokumentasian naratif sebagai berikut:
1) Gunakan Batasan-batasan standar.
2) Ikuti Langkah-langkah proses asuhan.
3) Buat suatu periode waktu tentang kapan petugas melakukan Tindakan.
4) Catat pernyataan evaluasi pada waktu khusus.

b. Flow Sheet
Flow sheet atau checklist merupakan tehnik pendokumentasian yang
memungkinkan petugas kesehatan mencatat hasil observasi atau pengukuran
secara berulang, yang tidak perlu ditulis secara naratif. Flow sheet merupakan cara
tercepat dan paling efisien untuk mencatat informasi, selain itu tenaga kesehatan
akan dengan mudah mengetahui keadaan klien hanya dengan melihat grafik yang
terdapat pada flow sheet.
Keuntungan dalam menggunakan flow sheet antara lain:
1) Meningkatkan kualitas pencatatan observasi.
2) Memperkuat aspek legal.
3) Memperkuat atau menghargai standar asuhan.
4) Menjadikan dokumentasi lebih tepat.
5) Mengurangi fragmentasi data pasien dan asuhan.
6) Membatasi narasi yang terlalu luas.
Sedangkan kerugian dalam menggunakan flow sheet adalah sebagai berikut:

56
1) Memperluas catatan medik dan menciptakan penggunaan penyimpanan.
2) Memungkinkan duplikasi data, rancangan dan format.
3) Tidak ada ruang untuk pencatatan tentang kejadian yang tidak biasa terjadi dan
bertahan untuk menggunakan lembar alur.
B. Metode pendokumentasian manajemen kebidanan
1. Metode dokumentasi SOAP
Metode dokumentasi SOAP merupakan pendokumentasian yang umum
dan sering digunakan dalam pendokumentasian layanan kebidanan. Di dalam
metode SOAP, S adalah data subjektif, O adalah data objektif, A adalah analisis, P
adalah planning.
a. Data subjektif
Data subjektif diperoleh dari ekspresi klien mengenai kekhawatiran dan
keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan
berhubungan langsung dengan diagnosis. Pendokumentasian data subjektif
pada klien yang menderita tuna wicara, memiliki kehususan dengan
memberikan tanda huruf “O” atau “X” dibelakang huruf “S”.
b. Data objektif
Pendokumentasian hasil observasi, pemeriksaan fisik klien, hasil pemeriksaan
laboratorium, catatan medis, dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat
dimasukan dalam data objektif.
c. Analisis
Analisis data adalah melakukan interpretasi data yang telah dikumpulkan,
mencakup diagnosis, masalah kebidanan, dan kebutuhan. Pada Langkah ini,
bidan melakukan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi dari data
subjektif dan objektif.
d. Penatalaksanaan
Pendokumentasian pada penetalaksanaan adalah mencatat seluruh
perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan, seperti Tindakan
antisipatif, Tindakan segera, Tindakan secara komprehensif, penyuluhan,
dukungan, kolaborasi, evaluasi dan rujukan.

2. Konsep manajemen kebidanan


Metode pendokumentasian yang digunakan dalam asuhan kebidanan
adalah metode SOAP. Metode ini merupakan intisari dari proses penatalaksanaan

57
kebidanan untuk tujuan mengadakan pendokumentasian asuhan.Bidan harus
memahami beberapa pengertian berkaitan dengan praktik pelayanan kebidanan,
antara lain sebagai berikut:
a. Pelayanan kebidanan merupakan seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab
praktik profesi bidan dalam sistim pelayanan kesehatan yang bertujuan
menungkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan
keluarga dan masyarakat.
b. Praktik kebidanan merupakan penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan
pelayanan kebidanan kepada klien dengan pendekatan manajemen kebidanan.
c. Manajemen kebidanan merupakan pendekatan yang digunakan bidan dalam
menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari
pengkajian, analisa data, diagnose kebidanan, perencanaan dan evaluasi.
d. Asuhan kebidanan merupakan penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi
tanggung jawab bidan dalam memberikan pelayanan kepada klien yang
mempunyai kebutuhan di bidang kesehatan ibu pada masa kehamilan,
persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana.

3. Langkah-langkah pendokumentasian asuhan kebidanan di komunitas


a. Identifikasi masalah
Bidan melakukan identifikasi keadaan dan masalah kesehatan masyarakat
desanya, terutama masalah kesehatan ibu dan anak secara valid dan akurat.
Pengumpulan data dilaksanakan secara langsung ke masyarakat melalui
wawancara untuk data subjektif. Data obyektif diperoleh dari hasil observasi,
pemeriksaan dan penelaahan catatan keluarga, masyarakat dan
lingkungannya.
1) Hal-hal yang perlu diidentifikasi di masyarakat antara lain:
a) Identitas Keluarga
b) Faktor lingkungan
c) Komunikasi, transportasi dan informasi
d) Pelayanan kesehatan dan sosial
e) Data Kesehatan ibu (kesehatan ibu hamil, kesehatan ibu nifas, ibu
menyusui,
f) keluarga berencana
g) Data Neonatus, bayi dan balita

58
h) Data anak usia sekolah ( 5 – 12 tahun)
i) Data remaja
j) Data senium atau menopause ( <45 - >65 tahun)
k) Data lansia
l) Data sosial budaya

2) Hal-hal yang perlu diidentifikasi di keluarga binaan antara lain:


1. Identitas keluarga
2. Penghasilan kepala keluarga tetap per bulan
3. Kepemilikan jaminan kesehatan
4. Jarak rumah dengan pelayanan kesehatan
5. Alat transportasi keluarga
6. Kepemilikan sarana dan prasarana
7. Pengetahuan

b. Analisa data
Analisa data dilakukan berdasarkan data yang dikumpulkan dan relevan.
Informasi dari data yang terkumpul berisi informasi sebagai berikut:
1. Hubungan antara penyakit atau status kesehatan dengan lingkungan,
keadaan sosial budaya (perilaku) pelayanan kesehatan yang ada, serta
faktor – faktor keturunan yang berpengaruh terhadap kesehatan.
2. Masalah – masalah kesehatan (termasuk penyakit) ibu dan anak balita.
3. Masalah utama kesehatan ibu dan anak serta penyebabnya.
4. Faktor – faktor pendukung dan penghambat bila upaya perbaikan kesehatan
ibu dan anak balita serta KB dilakukan.

c. Perumusan masalah
Perumusan masalah kesehatan masyarakat mengacu pada tipologi
masalah kesehatan sebagai berikut:

1) Ancaman kesehatan, adalah yang dapat meningkatkan terjadinya penyakit,


kecelakaan dan kegagalan dalam mencapai potensi kesehatan.
2) Kurang atau tidak sehat, adalah kegagalan dalam memantapkan
kesehatan.

59
3) Situasi krisis, adalah saat-saat yang banyak menuntut individu atau
keluarga dalam menyesuaikan diri .

d. Prioritas masalah
Prioritas masalah keluarga didasarkan pada beberapa kriteria berikut:
1) Sifat masalah, dikelompokkan menjadi ancaman kesehatan, keadaan sakit
atau kurang sehat, situasi krisis.
2) Kemungkinan masalah dapat diubah maksudnya kemungkinan
keberhasilan untuk mengurangi masalah atau menvegah masalah bila
dilakukan intervensi kesehatan.
3) Potensi masalah untuk dicegah maksudnya sifat dan beratnya masalah
yang akan timbul dan dapat dikurangi atau dicegah melalui tindakan
kesehatan.
4) Masalah yang menonjol maksudnya cara keluarga melihat dan menilai
maslah dalam hal berat dan mendesaknya masalah tersebut untuk diatasi
melalui intervensi kesehatan.
Untuk menentukan prioritas masalah kesehatan keluarga perlu disusun
skala prioritas sebagai berikut:
Tabel 7.1
Tabel Skala Prioritas
No. Kriteria Nilai Bobot
1 Sifat masalah 1
Skala:
a. Tidak/kurang sehat 3
b. Ancaman kesehatan 2
c. krisis 1
2 Kemungkinan masalah dapat diubah 2
Skala:
a. dengan mudah 2
b. hanya Sebagian 1
c. tidak dapat diubah 0
3 Potensi masalah untuk dicegah 1
Skala:

60
a. tinggi 3
b. cukup 2
c. rendah 1
4 Menonjolnya masalah 1
Skala:
a. Masalah berat, harus ditangani 2
b. Masalah tidak perlu segera ditangani 1
c. Masalah tidak dirasakan 0

Skoring:
1. Tentukan skor untuk setiap kriteria
2. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan dengan bobot
3. Jumlahkan skor untuk semua kriteria
4. Skor tertinggi adalah 5, dan sama untuk seluruh bobot.

e. Perencanaan
Rencana kesehatan keluarga adalah sekumpulan Tindakan yang
ditentukan bidan untuk dilaksanakan dalam memecahkan masalah kesehatan
yang telah diidentifikasi.

f. Pelaksanaan
Pelaksanaan yang dilakukan bidan di komunitas mencakup rencana
pelaksanaan yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

g. Evaluasi
Evaluasi disusun untuk mengetahui ketepatan atau kesempurnaan
antara hasil yang dicapai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kegiatan dikatakan berhasil apabila evaluasi menunjukan data yang sesuai
dengan tujuan yang akan dicapai.

4. Proses manajemen kebidanan menurut Helen Varney


Menurut Varney (1997), manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah
sebagai berikut:

61
a. Langkah I Pengkajian: Langkah ini dilakukan dengan mengumpulkan semua
data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap,
serta mengumpulkan semua informasi yang akurat dari sumber yang
berkaitan dengan kondisi klien.
b. Langkah II: Interpretasi data dasar
Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi yang benar terhadap diagnosa
atau masalah klien atau kebutuhan berdasarkan interpretasi yang benar atas
data-data yang telah dikumpulkan. Kata “masalah dan diagnosa” keduanya
digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti
diagnosa tetapi membutuhkan penanganan yang dituangkan dalam rencana
asuhan kebidanan terhadap klien. Masalah bisa menyertai diagnosa.
Kebutuhan adalah suatu bentuk asuhan yang harus diberikan kepada klien,
baik klien tahu ataupun tidak tahu.
c. Langkah III: mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian
masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Membutuhkan antisipasi,
bila mungkin dilakukan pencegahan. Penting untuk melakukan asuhan yang
aman.
d. Langkah IV: Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau
untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan
yang lain sesuai dengan kondisi klien.
e. Langkah V: Merencanakan asuhan yang menyeluruh
Merencanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-langkah
sebelumnya. Rencana asuhan yg menyeluruh meliputi apa yang sudah
diidentifikasi dari klien dan dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita
tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya.
f. Langkah VI: Melaksanakan perencanaan
Melaksanakan rencana asuhan pada langkah ke lima secara efisien dan
aman. Jika bidan tidak melakukannya sendiri ia tetap memikul tanggung
jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya.

g. Langkah VII: Evaluasi

62
Dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi
sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan didalam
masalah dan diagnosa.

5. Konsep manajemen kebidanan dengan pendekatan SOAP


Manajemen kebidanan adalah metode pendekatan yang digunakan bidan
untuk memberikan alur piker dalam pemecahan masalah atau pengambilan
keputusan klinis. Asuhan yang dilakukan harus dicatat dengan benar, sederhana,
jelas dan logis sehingga perlu suatu metode pendokumentasian. Metode
pendokumentasian yang digunakan dalam asuhan kebidanan adalah SOAP.
SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan tertulis.
Metode ini merupakan intisari dari proses penatalaksanaan kebidanan untuk
tujuan pendokumentasian asuhan. Bagan di bawah ini menjelaskan keterikatan
antara manajemen kebidanan sebagai pola piker dan pendokumentasian sebagai
catatan dari asuhan dengan pendekatan manajemen kebidanan 7 langkah Varney
dengan pendokumentasian SOAP.
Tabel 7.2
Keterkaitan Manajemen Kebidanan dengan Pendokumentasian SOAP
7 langkah Varney 5 langkah (Kompetensi Catatan SOAP
Bidan)
Data Data Sibjektif
Objektif
Masalah/Diagnosa Assessment/Diagnosis Assessment
Antisipasi masalah
potensial/Diagnosa lain
Menetapkan kebutuhan
segera untuk
konsultasi/kolaborasi
Perencanaan Perencanaan Plan:
Implementasi Implementasi Konsul
Evaluasi Evaluasi Test diagnostic/lab
Rujukan

63
Pendidikan/konseling
Follow up

C. Latihan Soal

1. Seorang perempuan, umur 23 tahun baru saja menikah datang ke


Puskemas, ingin berkonsultasi tentang persiapan kehamilan. Hasil
anamnesis: mempunyai kebiasaan mengkonsumsi sayur-sayuran mentah
dan gemar mengkonsumsi daging setengah matang, memelihara 12 kucing
dan 7 burung di rumah. Hasil pemeriksaan KU: Baik, TD 120/80 mmHg, S
36.50 C, N 84 x/menit, P 20 x/menit.

Pemeriksaan apakah yang perlu dilakukan pada kasus tersebut?

A. TORCH
B. Analisis urin
C. Kadar hemoglobin
D. PP test
E. Gula darah

2. Seorang bidan mendokumentasikan asuhannya dengan cara


medeskripsikan dan mencatat perkembangan dari hari ke hari dalam
bentuk narasi.

Apakah teknik dokumentasi pada kasus tersebut?

a. Naratif
b. Exploratori
c. Flow sheet
d. Subyektif
e. Obyektif

D. Pembahasan
1. Jawaban A
Jawaban adalah TORCH. Pada kasus perempuan tersebut mempunyai
faktor resiko yang tinggi terinfeksi TORCH karena kebiasaan
mengkonsumsi sayur-sayuran mentah dan gemar mengkonsumsi daging
setengah matang, memelihara 12 kucing dan 7 burung di rumah.
2. Jawaban A
Jawaban adalah naratif karena definisi dari tehnik pendokumentasian
naratif merupakan tehnik yang digunakan untuk mencatat perkembangan
dari hari ke hari dalam bentuk narasi.

64
TOPIK 8: Promosi Kesehatan dalam Asuhan Kebidanan
Komunitas

Topik 8 yang berjudul promosi kesehatan dalam asuhan kebidanan ini membahas
materi-materi yang merupakan dasar bidan dalam melakukan kegiatan promosi
kesehatan di komunitas. Bidan memiliki peran peran penting dalam kegiatan promosi
kesehatan di komunitas, sehingga diperlukan kemampuan minimal sesuai dengan
kompetensi inti bidan. Topik ini berisi tentang dasar-dasar promosi kesehatan dan
perencanaan program promosi kesehatan.
A. Dasar-Dasar Promosi Kesehatan
1. Pengertian promosi Kesehatan
Definisi promosi kesehatan menurut WHO (1984), adalah sebagai
berikut:
“Promosi kesehatan adalah proses yang mampu meningkatkan pengendalian individu
terhadap meningkatkan kesehatannya…. Promosi kesehatan adalah konsep positif
yang menekankan pada sumber sosial dan personal serta kapasitas fisik. Oleh sebab
itu, promosi kesehatan tidak hanya mencakup tanggung jawab di sektor kesehatan,
namun lebih ke arah gaya hidup sehat sampai kondisi sejahtera”.

Kemenkes RI (2005) mendefinisikan promosi kesehatan sebagai upaya


untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor
kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar
mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Berdasarkan kedua definisi tersebut, promosi kesehatan merupakan
tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah, untuk
meningkatkan kesehatan individu dan komunitas. Promosi kesehatan juga harus
mengakui peran individu, komunitas, dan masyarakat dalam memelihara
kesadaran, dukungan sosial, dan perkembangan otonomi, serta pemberdayaan
semua anggota keluarga dan semua orang dapat meraih kesehatan yang baik.
Apabila kesehatan ditingkatkan pada seluruh komponen masyarakat,
termasuk masyarakat marginal, mereka mampu menjangkau informasi dan
pelayanan dan atau secara aktif memilih pola hidup yang lebih sehat; mencakup
ibu remaja muda, ibu dan keluarga yang hidup dalam kemiskinan, serta kelompok
etnik minoritas dan tuna wisma. Keberhasilan promosi kesehatan dapat dilihat dari

65
kegiatan promosi yang bertahan dalam waktu yang lama. Oleh sebab itu, promosi
kesehatan harus memahami dan berespon terhadap kebutuhan klien. Bidan
dalam melaksanakan aktivitas promosi kesehatan harus selalu melakukan
penggalian opini klien di masyarakat disertai sikap hormat, sehingga klien
merasakan peran dirinya dalam upaya promosi kesehatan (Milbun, 1996).

2. Tujuan promosi Kesehatan


Tujuan penerapan promosi kesehatan yaitu menciptakan masyarakat
yang memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Mau (willingness) memelihara dan meningkatkan kesehatanya.
b. Mampu (ability) memelihara dan meningkatkan kesehatanya.
c. Memelihara kesehatan, berarti mau dan mampu mencegah penyakit.
d. Melindungi diri dari gangguan-gangguan kesehatan.
e. Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan mampu menigkatkan kesehatanya.
Menurut WHO, promosi kesehatan memiliki tujuan umum untuk merubah
perilaku individu/masyarakat di bidang kesehatan. Secara khusus, promosi
kesehatan menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai bagi masyarakat,
menolong individu agar mampu secara mandiri/berkelompok mengadakan
kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat, dan mendorong pengembangan dan
penggunaan sarana pelayanan kesehatan yang ada secara tepat.

3. Faktor yang mempengaruhi kesehatan dan ruang lingkup promosi


kesehatan
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan
Kondisi kesehatan seseorang di masyarakat dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti biologis, sosial, dan atau lingkungan. Usia, jenis kelamin, dan
keturunan merupakan faktor biologis yang menentukan individu terpredisposisi
terhadap sakit atau penyakit, dan kebanyakan dari ketiga faktor tersebut tidak
dapat dirubah. Namun, dengan adanya kemajuan tehnologi genetika, kita dapat
melakukan skrining sebagai bagian dari upaya pencegahan.
Faktor sosial dan lingkungan juga memberi pengaruh besar terhadap
kesehatan. Sebagai contoh, individu dengan pendapatan yang tinggi, lingkungan
kerja yang baik, tempat tinggal yang terjamin, ditunjang dengan jaringan sosial
dan pendukung yang sangat besar memiliki derajat kesehatan yang baik, akses

66
ke pelayanan yang adekuat, dan menerima pelayanan dengan standar tinggi saat
sakit dibandingkan dengan individu dengan keadaan sebaliknya (Graham, 2000;
Davey et al, 2001). Selain itu, faktor perilaku dan budaya juga berpengaruh
terhadap kesehatan, seperti gaya hidup dan kemampuan individu untuk mengkaji
kondisi kesehatanya, serta keputusan individu untuk melakukan kebiasaan yang
lebih sehat.

b. Ruang lingkup promosi kesehatan


Empat determinan kesehatan dan kesejahteraan menurut model klasik
dari Bloom yang merupakan ruang lingkup promosi kesehatan adalah sebagai
berikut:
1) Lingkungan
2) Perilaku
3) Pelayanan kesehatan
4) Faktor genetik
Paradigma ini, mengungkapkan bahwa keempat faktor tersebut saling
mempengaruhi. Perilaku mempengaruhi lingkungan dan lingkungan
mempengaruhi perilaku. Faktor pelayanan kesehatan, akan berperan dalam
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat bila pelayanan yang
disediakan digunakan oleh masyarakat. Faktor genetik yang tidak
menguntungkan akan berkurang risikonya bila seseorang berada dalam
lingkungan yang sehat dan berperilaku sehat. Dengan demikian, perilaku
memainkan peran yang penting bagi kesehatan. Oleh karena itu, ruang lingkup
utama sasaran promosi kesehatan adalah perilaku dan akar-akarnya serta
lingkungan, khususnya lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku.
Faktor perilaku kesehatan dikategorikan dalam 3 kelompok, yaitu:
1) Faktor predisposisi atau predisposing factor, yang merupakan prasyarat
terjadinya perilaku secara sukarela seperti: pengetahuan, sikap, keyakinan,
kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dsb)
2) Faktor pemungkin atau enabling factor, yang memungkinkan faktor prediksi
yang sudah kondusif, menjelma menjadi perilaku.
3) Faktor penguat atau reinforcing factor, yang memperkuat perilaku.

4. Strategi dan model dalam pendekatan promosi Kesehatan

67
a. Strategi dalam pendekatan promosi kesehatan
Strategi merupakan upaya mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan
agar tercapai secara efektif dan efisien. Berikut ini merupakan pendekatan strategi
dalam promosi kesehatan:
1) Strategi Global
Strategi global promosi kesehatan dari WHO (1984), dikenal dengan
strategi ABG (Advokasi kesehatan, Bina suasana, Gerakan masyarakat).
Advokasi merupakan upaya atau proses yang strategis dan terencana
untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak yang terkait
(stakeholder). Advokasi diarahkan untuk mendapat dukungan berupa kebijakan
(misalnya dalam bentuk peraturan perundang-undangan). Sasaran utama
advokasi adalah para penentu kebijakan (policy maker) dan para pembuat
keputusan (decision maker) pada masing-masing tingkat administrasi
pemerintah, dengan maksud agar mereka menyadari pentingnya kesehatan
sebagai asset sosial, politik, ekonomi dan sebagainya.
Bina suasana atau dukungan sosial adalah upaya menciptakan opini atau
lingkungan sosial yang mendorong individu dalam masyarakat untuk melakukan
perilaku yang diperkenalkan. Terdapat tiga pendekatan, yaitu: bina suasana
individu untukk tokoh masyarakat, bina suasana kelompok untuk kelompok
masyarakat, dan bina suasana masyarakat umum.
Gerakan masyarakat merupakan pemberdayaan (empowerment)
masyarakat),yaitu merupakan proses pemberian informasi secara terus
menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran.

2) Strategi Ottawa Charter


Strategi Ottawa Charter merupakan pendekatan promosi kesehatan yang
terdiri dari 5 strategi sebagai berikut:
a) Kebijakan berwawasan kesehatan (health public policy).
b) Lingkungan yang mendukung pelayanan (supportive environment).
c) Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health service).
d) Keterampilan individu (personal skill).
e) Gerakan masyarakat (community action).

b. Model dalam pendekatan promosi kesehatan

68
Model merupakan representasi serangkaian ide secara fisik dan tunggal ,
yang seringkali berbentuk diagram, yang merupakan penunjang untuk
pemahaman dan pemikiran. Model dalam kebidanan mengadopsi model
kedokteran dan ilmu pengetahuan secara luas. Model memberikan bentuk dalam
beberapa cara menyeragamkan, mengganti, atau memperlihatkan pola
(Seedhouse, 2002). Berikut ini terdapat beberapa model dan pendekatan yang
khas untuk representasi holistik individual untuk bidan dan dan kliennya.
1) Pendekatan medis
Tujuan pendekatan medis adalah terbebasnya dari segala gangguan, penyakit,
dan kecacatan yang dipastikan secara medis. Pendekatan ini melibatkan
partisipasi medis secara aktif untuk mencegah dan memperbaiki keadaan
sehat-sakit.
2) Pendekatan perubahan perilaku
Pendekatan perubahan perilaku berupaya mengubah perilaku dan sikap
individu dan masyarakat sehingga mereka dapat mengadopsi gaya hidup
sehat.
3) Pendekatan edukasi
Tujuan pendekatan edukasi adalah agar pemberi edukasi yaitu bidan, memberi
fakta dan informasi, dengan sesedikit mungkin nilai personal. Penerima
informasi yaitu individu dan masyarakat, dipercaya menggunakan segala
sesuatu yang ia pilih untuk mendukung perilaku sehat.pendekatan ini
menyajikan informasi mengenai kesehatan, membantu individu menggali nilai
dan sikap, dan membuat keputusan mereka sendiri.
4) Pendekatan berfokus pada klien
Pendekatan ini bertujuan untuk menjalin Kerjasama dengan klien agar dapat
membantu mengidentifikasi yang ingin diketahui dan dilakukan oleh klien, serta
membuat keputusan dan pilihan mereka sendiri. Pemberdayaan diri sendiri
klien menjadi tujuan utama pendekatan ini.
5) Pendekatan perubahan masyarakat
Pendekatan ini pada prinsipnya mengubah masyarakat dan bukan perilaku
setiap individu. Tujuan pendekatan ini adalah melakukan perubahan pada
lingkungan fisik, sosial dan ekonomi dalam upaya lebih mendukung untuk
menjadi sehat (Bowden and maining, 2011; Wahyuni E, 2018)
5. Prinsip-prinsip promosi Kesehatan

69
Terdapat beberapa prinsip promosi kesehatan yang harus diperhatikan
oleh kita sebagai bidan professional, yaitu:
a. Berfokus pada klien
b. Bersifat menyeluruh dan utuh (holistik)
c. Negosiasi
d. Interaktif

6. Jenis-jenis metode dalam promosi kesehatan


a. Metode individual (perorangan)
Metode individual digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina
seseorang yang telah mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau
inovasi. Misalnya, seorang ibu yang baru saja menjadi akseptor, karena baru
saja memperoleh penyuluhan kesehatan. Dasar pendekatan individu adalah
karena setiap individu mempunyai masalah yang berbeda-beda sehubungan
dengan penerimaan perilaku baru tersebut. Bentuk pendekatannya adalah
bimbingan dan penyuluhan serta interview satu lawan satu.
b. Metode kelompok
Terdapat dua metode kelompok yaitu kelompok besar dan kelompok kecil.
1) Kelompok besar
Dalam memilih metode kelompok harus mempertimbangkan
besarnya kelompok sasaran serta tingkat Pendidikan formal dari sasaran.
Untuk kelompok besar, metodenya akan berbeda dengan kelompok kecil.
Evektifias suatu metode akan tergantung pada besarnya sasaran
pendidikan. Metode caramah dapat digunakan pada sasaran dengan
pendidkan tinggi maupun rendah. Metode ini menggunakan penyampaian
informasi dan pengetahuan secara lisan. Sedangkan seminar merupakan
metode yang cocok untuk sasaran dengan pendidkan formal menengah ke
atas. Seminar merupakan penyajian dari seorang ahli atau beberapa ahli
tentang suatu topik yang dianggap hangat di masyarakat.
2) Kelompok kecil
Kelompok kecil memiliki Batasan kegiatan dengan jumlah peserta
kurang dari 15 orang. Metode-metode yang cocok digunakan dalam
kelompok kecil antara lain: Diskusi kelompok, curah pendapat (Brain

70
Storming), bola salju (Snow Balling), kelompok-kelompok kecil (Buzz
Group), role play (bermain peran), permainan simulasi (Simulation Game).
c. Metode masa
Metode Pendidikan kesehatan secara massa dipakai untuk
mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada
masyarakat yang sifatnya massa atau publik. Pendekatan ini biasanya
digunakan untuk menggugah kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi,
dan belum begitu diharapkan untuk sampai pada perubahan perilaku. Pada
umumnya bentuk pendekatan mass aini tidak langsung. Biasanya dengan
menggunakan atau melalui media massa. Beberapa contoh metode
Pendidikan kesehatan secara mass aini antara lain: ceramah umum, pidato-
pidato,kesehatan massa berupa tulisan-tulisan di majalah atau koran dan bill
board atau pesan yang dipasang di pinggir jalan baik berupa spanduk, poster,
dan sebagainya.

7. Perencanaan dalam program promosi Kesehatan


Program promosi kesehatan yang akan dilaksanakan tentu saja harus
diawali dengan pengkajian dan perencanaan yang baik. Hal-hal yang harus
disiapkan dalam perencanaan program promosi kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan
b. Tahapan membuat perencanaan/merancang satuan acara penyuluhan (SAP)
c. Menyusun jadwal rencana pelaksanaan
d. Menentukan prioritas pengajaran/topik/pokok bahasan

8. Media dalam promosi Kesehatan


Media dalam promosi kesehatan memiliki multi makna, diantaranya
menurut AECT (Association for Education and Communication Technology)
dalam Harsoyo (2002), memaknai media sebagai segala bentuk yang
dimanfaatkan dalam proses penyaluran informasi. Sedangkan menurut NEA
(National Education Association), memaknai media sebagai segala benda yang
dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, atau dibincangkan beserta
instrument yang digunakan untuk kegiatan tersebut.
Perkembangan pemanfaatan alat audio visual pembelajaran sebagai
media dalam promosi kesehatan, didasari pada pengalaman pembelajaran yang

71
membutuhkan media belajar seperti buku teks, bahan ajar, dan audio visual yang
didasarkan pada penemuan Edgar Dale, dalam klasifikasi 11 tingkat pengalaman
belajar dari yang paling konkrit sampai yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut
kemudian dikanel dengan nama “Kerucut Pengalaman” (The Cone of
Experience).

Gambar 8.1 Kerucut Pengalaman (Sumber:Edgar,1999)

Kerucut pengalaman ini menjelaskan kemampuan individu mengingat


Kembali materi yang disampaikan adalah berdasarkan jenis media yang
digunakan dalam penyampaian materi promosi kesehatan. Sebagai contoh, pada
individu yang diberikan materi promosi kesehatan dengan menggunakan media
simulasi atau mengerjakan hal yang nyata, akan mampu mengingat sekitar 90%
materi yang disampaikan. Namun jika media yang digunakan adalah membaca,
maka kemampuan mengingat materi yang disampaikan hanya 10%.

9. Peran media dan jenis media promosi Kesehatan


Media memiliki peran penting dalam pelaksanaan promosi kesehatan.
Peran media antara lain:
a. Mempermudah penyampaian informasi
b. Dapat menghindari kesalahan persepsi
c. Dapat memperjelas informasi
d. Dapat mempermudah pengertian

72
e. Dapat mengurangi komunikasi verbalistik
f. Dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap dengan mata
g. Dapat memperlancar komunikasi.
Berdasarkan peran-fungsinya sebagai penyaluran pesan/informasi
kesehatan, media promosi kesehatan dibagi menjadi 3 yakni media cetak, media
elektronik, dan media luar ruang.
a. Media cetak. Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri
dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Contoh
media ini adalah booklet, leaflet, flyer (selebaran), flip chart (lembar balik),
rubrik atau tulisan pada surat kabar atau majalah, poster, serta foto yang
mengungkapkan informasi kesehatan.
b. Media elektronik. Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis,
dapat dilihat dan didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika.
Contoh media elektronik adalah televisi, radio, video film, cassette, CD, VCD,
internet, dan SMS (telepon seluler).
c. Media luar ruang. Media ini merupakan media yang menyampaikan pesanya di
luar ruang, bisa melalui media cetak maupun elektronik, misalnya papan
reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi layer lebar, umbul-umbul yang
berisi pesan, slogan dan logo.
d. Media lain. Beberapa media lain diluar ketiga jenis media di atas adalah: iklan
di bus, pengadaan event yang merupakan suatu bentuk kegiatan yang
diadakan di pusat perbelanjaan atau hiburan yang menarik perhatian
pengunjung.
B. Perencanaan Program Promosi Kesehatan
1. Pengertian perencanaan dalam program promosi Kesehatan
Program promosi kesehatan memerlukan perencanaan yang terarah agar
mencapai hasil yang optimal. Perencanaan program promosi kesehatan ini
merupakan Langkah untuk memperkirakan atau memproyeksikan kegiatan yang
akan dilakukan dalam melaksanakan Pendidikan atau promosi kesehatan.
Perencanaan ini meliputi hal sebagai berikut: topik penyuluhan, tujuan, bahan/isi,
metode, dan alat serta evaluasi/penilaian.
Salah satu bentuk perencanaan penyuluhan yang paling sederhana adalah
penyusunan satuan acara penyuluhan (SAP). Unsur yang terdapat di dalam
perencanaan penyuluhan secara garis besar memenuhi unsur sebagai berikut:

73
a. Tujuan instruksional
Tujuan yang berbentuk perilaku atau kemampuan yang diharapkan dapat
dimiliki oleh target audien setelah proses penyuluhan. Tujuan instruksional
terdiri dari dua jenis yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum
menggambarkan kemampuan umum yang diharapkan tetapi belum terukur.
Sedangkan tujuan khusus menggambarkan kemampuan yang spesifik dan
terukur, yang merupakan penjabaran dari tujuan umum.
b. Bahan materi pengajaran
Bahan materi pengajaran disesuaikan dengan topik penyuluhan. Contoh:
Manfaat kalsium pada ibu hamil
c. Topik.
Topik berisi penjabaran yang lebih spesifik dari bahan materi umum. Contoh:
fungsi kalsium, bahan makanan sumber kalsium, dll.
d. Metode dan alat bantu mengajar.
Metode yang digunakan disesuaikan dengan kondisi audiennya. Contoh:
menggunakan metode caramah atau diskusi, dll.alat bantu yang digunakan
juga disesuaikan dengan metode yang dipilih.
e. Evaluasi/penilaian
Evaluasi dilakukan pada akhir kegiatan penyuluhan, seperti post tes dengan
cara lisan maupun tulisan. Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh
mana pemahaman audien tentang materi penyuluhan. Selain itu, evaluasi juga
dapat menilai ketepatan dan kesesuaian kegiatan dengan perencanaan.

2. Unsur perencanaan pengajaran


Pelaksanaan promosi kesehatan dapat berjalan dengan efektif apabila
memenuhi unsur sebagai berikut:
a. Menetapkan tujuan pembelajaran
Tujuan berfungsi untuk menentukan arah kegiatan pengajaran. Tujuan
pengajaran terdiri dari tujuan utama promosi kesehatan, yaitu untuk mencapai 3
hal berikut: peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat, peningkatan
perilaku masyarakat, dan peningkatan status kesehatan masyarakat.
Tujuan promosi juga dibagi menjadi tujuan jangka panjang, menengah dan
jangka pendek. Tujuan jangka panjang adalah untuk meningkatkan status
kesehatan dengan terciptanya kondisi masyarakat yang memiliki perilaku hidup

74
sehat atau mampu melaksanakan cara hidup sehat sebagai tujuan jangka
menengah. Sedangkan tujuan jangka pendek adalah terjadinya pengetahuan,
sikap, norma atau nilai-nilai kesehatan dan sebagainya.
Selain itu, dalam membuat tujuan instruksional, harus memperhatikan
ranah taksonomi menurut Bloom yang meliputi hal sebagai berikut: tujuan
kognitif (pengetahuan), tujuan afektif (sikap), dan tujuan psikomotor
(keterampilan).

b. Menentukan substansi/isi materi promosi kesehatan


Isi promosi kesehatan harus dibuat sesederhana mungkin sehingga mudah
dipahami oleh sasaran. Bila perlu menggunakan gambar dan Bahasa setempat
sehingga sasaran mau melaksanakan isi pesan tersebut.

c. Memilih metode belajar


Pemilihan metode/strategi belajar harus disesuaikan dengan tujuan
perubahan yang diharapkan, dengan ketentuan berikut ini.
1) Metode penyuluhan langsung, pemasangan poster, spanduk, penyebaran
leaflet, dll, dapat digunakan untuk tujuan perubahan pengetahuan.
2) Metode pemberian contoh konkrit yang dapat menggugah emosi, perasaan
dan sikap sasaran, misalnya dengan memperlihatkan foto, slide, atau melalui
pemutaran film/video, dapat digunakan untuk perubahan sikap.
3) Untuk perubahan kemampuan/keterampilan, sasaran harus diberi
kesempatan untuk mencoba ketrampilan tersebut.
Dalam pemilihan metode belajar yang didukung oleh alat bantu peraga
sesuai dengan tujuan kegiatan, pertimbangkan sumber dana dan sumber daya.
Jika sumber daya dan sumber dana minim, maka perlu mensiasati metode yang
lebih efektif.

d. Memilih alat bantu mengajar/media promosi kesehatan


Pemilihan media promosi, yaitu saluran yang akan digunakan untuk
menyampaikan pesan pada sasaran, didasarkan pada selera sasaran. Media
yang dipilih bergantung pada jenis sasaran, tingkat Pendidikan, aspek yang ingin
dicapai, metode yang digunakan dan sumber dana yang tersedia. Media yang
dipilih juga harus memberi dampak yang luas.

75
e. Merancang rencana kegiatan pelaksanaan
Buatlah uraian rencana yang menggambarkan aktivitas penyuluh dan
sasaran saat programpendidikan/promosi kesehatan yang akan dilakukan.
Rancangan kegiatan pelaksanaan dibuat sesuai kegiatan yang akan
dilaksanakan, meliputi: pembukaan, pelaksanaan kegiatan inti penyuluhan dan
penutupan.

f. Menyusun rencana evaluasi atau penilaian


Rencana penilaian harus disebutkan dalam perencanaan kegiatan.
Rencana evaluasi memuat waktu evaluasi dilaksanakan, tempat pelaksanaan,
kelompok sasaran yang akan dievaluasi dan siapa yang akan melaksanakan
evaluasi tersebut. Evaluasi yang akan dilaksanakan dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu evaluasi kegiatan penyuluhan dan evaluasi kegiatan. Evaluasi
kegiatan penyuluhan dilakukan untuk menilai Langkah-langkah yang telah
dijadwalkan dalam perencanaan. Sedangkan evaluasi kegiatan dilakukan untuk
menilai kesesuaian tujuan dan pelaksanaan kegiatan.
C. Latihan Soal
1. Seorang perempuan umur 25 tahun, mempunyai anak usia 2 bulan, datang ke
Puskesmas untuk berkonsultasi. Hasil anamnesis: belum pernah melakukan
hubungan seksual, merasa bimbang untuk memilih kontrasepsi yang cocok.
Hasil pemeriksaan: KU Baik, TD 110/ 80 mmHg, S 36.5 0 C, N 80 x/menit, P:
24x/menit, PP Test (-). Bidan kemudian memberikan promosi kesehatan
dengan metode individual.
Berapakah jumlah peserta promosi pada kasus tersebut?
a. 1 orang
b. 4 orang
c. 6 orang
d. 8 orang
e. 15 orang
2. Seorang bidan telah melakukan pengkajian di wilayah kerjanya. Hasil dari
pengkajian didapatkan bahwa 60% ibu hamil mengalami anemia. Bidan
kemudian melakukan penyuluhan kesehatan tentang nutrisi ibu hamil dan
pentingnya mengkonsumsi tablet Fe dengan menggunakan media video.

76
Apakah manfaat media yang paling efektif pada kasus tersebut?
a. Bisa dilihat oleh banyak orang
b. Mendapatkan banyak followers
c. Informasi mudah dimengerti
d. Memanfaatkan teknologi
e. Mengurangi ambiguitas
3. Seorang bidan sedang merintis program SUAMI SIAGA di wilayah binaannya.
Proses yang dilakukan oleh bidan desa tersebut adalah pendekatan kepada
tokoh masyarakat, melakukan penyuluhan kepada masyarakat, melibatkan
kader, memberikan leaflet dan memasang spanduk tentang SUAMI SIAGA,
Apakah nama kegiatan yang dilakukan pada kasus tersebut?
a. Pemberdayaan Masyarakat
b. Partisipasi Masyarakat
c. Kebidanan Komunitas
d. Promosi Kesehatan
e. Asuhan Kebidanan
D. Pembahasan
1. Jawaban A
Jawaban A karena metode individual adalah bimbingan atau interview yang
pendekatannya dengan satu lawan satu
2. Jawaban C
Jawaban adalah C karena media dalam promosi kesehatan mempunyai
manfaat untuk memfasilitasi dan mempermudah penyampaian informasi
3. Jawaban D
Jawaban D karena definisi promosi kesehatan adalah upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor
kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat,
agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan
yang bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan
didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

77
DAFTAR PUSTAKA

1. Adisasmita, R. 2006. Membangun Desa Partisipatif. Yogyakarta : Graha Ilmu


2. Baral OP, Vashisth K. 2014. Goal, strategies and programme of safe
motherhood in Nepal. Acad Voices Multidiscipl J. 3:19–23.
3. Bowden J and Manning V. 2011. Promosi kesehatan dalam kebidanan. Prinsip
dan praktek. Edisi 2. EGC
4. Efendi F dan Makhfudli. 2009. Keperawatan kesehatan komunitas. Teori dan
praktek dalam keperawatan. Salemba Medika
5. Gao Y, Gold L, Josif C, Bar-Zeev S, Steenkamp M, Barclay L, et al. 2014. A
cost-consequences analysis of a Midwifery Group Practice for Aboriginal
mothers and infants in the Top End of the Northern Territory, Australia.
Midwifery. 30(4):447–55. pmid:23786990
6. Gray M, Malott A, Davis BM, Sandor C. 2016. A scoping review of how new
midwifery practitioners transition to practice in Australia, New Zealand, Canada,
United Kingdom and The Netherlands. Midwifery. 42:74–9. pmid:27769012
7. IBI. 2006. 50Tahun IBI; Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta
8. International Confederation of Midwives (ICM). 2014. Core Document ICM.
Jakarta: IBI
9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Buku Ajar Kesehatan Ibu
dan Anak. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
10. Mitra, A. K. 2017. Modul askeb komunitas
11. O’Reilly, Andrea. 2010. “Outlaw(ing) Motherhood: A Theory and Politic of
Maternal Empowerment for the Twenty-first Century.” Hecate 36.1&2: 17-29.
Print.
12. Paudel DP, Nilgar B, Bhandankar M. 2013. Antenatal care service utilization
and contributing factors: a community based study in rural Belgaum,
Karnataka, India. IOSR J Dent Med Sci.9:25–31.
13. Phelan A, McCarthy S, Adams E. 2018. Examining missed care in community
nursing: A cross section survey design. Journal of advanced
nursing.74(3):626–36. pmid:28960457
14. Rawat, P. S. 2014. Patriarchal beliefs, women’s empowerment, and general
well-being. Vikalpa, 39(2), 43–55. https://doi.org/10.1177/0256090920140206
15. Senewe, F. P., & Wiryawan, Y. 2009.. Manajemen Pemantauan Wilayah
Setempat Dan Anak ( Pws-Kia ) Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. 1–11.
16. Wahyuni ED. 2018. Bahan Ajar Kebidanan. Kemenkes RI

78
17. Wagner AL, Porth JM, Bettampadi D, Boulton ML. 2018. Have community
health workers increased the de- livery of maternal and child healthcare in
India? J Public Health (Oxf). 40:e164–70. PubMed
https://doi.org/10.1093/pubmed/fdx087
18. Wang MP, Viswanath K, Lam TH, et al. 2013. Social determinants of health
information seeking among Chinese adults in Hong Kong. PloS one. 8:e73049
19. Widjajarta, D. M. 2019. Laporan Akhir Tim Pengkajian Hukum Tentang Hak dan
Kewajiban Tenaga Kesehatan.
20. Wittmann-Price, R. A., Wilson, L., & Gittings, K. K. 2019. Certified Academic
Clinical Nurse Educator: Review Manual .
https://doi.org/10.1891/9780826194947
21. WHO .2014. Trends in Maternal Mortality 1990-2013: Estimates by WHO,
UNICEF, UNFPA, The World Bank and the United Nations Population Division,
WHO, Geneva
22. WHO. 2016. ‘The Global Stretegy For Women’s, Children’s and Adolescents’
Health (2016-2030)’
23. Varney’s, H. 1997. Varney’’s Midwifery. Sudbury Massachusett, USA: Jones
and Barlett Publisers
24. Yulifah R dan Yuswanto TJA. 2014. Asuhan Kebidanan Komunitas. Edisi 12.
Salemba Medika

79

Anda mungkin juga menyukai