MATURIDI
Guru-guru Al-Maturidi
Beliau mula-mula menuntut ilmu daripada Abu Nasr al Iadhi, dan pernah berguru dengan silsilah
ulama’ yang bersambung sehingga Imam Abu Hanifah RA. Selain itu beliau pernah belajar
dengan Muhammad bin Maqatil ar Razi dan Abu Bakr Ahmad al-Jawzajani. Bapanya juga
seorang ulama yang pernah berguru dengan Abu Ahmad al Iadhi, dan Abu Bakar al Iadhi.
Dalam kitab Miftah Assa`adah Wa Mishbah Assiyadah, Syeikh Tasy Kauthari Zadah berkata :
ِ َأ َّما ْال َحنَفِ ُّي فَه َُو َأبُو َم ْنص، َأ َح ُدهُ َما َحنَفِ ٌّي َواآل َخ ُر َشافِ ِع ٌّي: ْس َأ ْه ِل ال ُّسنَّ ِة َو ْال َج َما َع ِة فِى ِع ْل ِم ْال َكالَ ِم َر ُجالَ ِن
ُور ُم َح َّم ُد َ ا ْعلَ ْم َأ َّن رَِئي
َاص ُر ِّ ْ ْ َّ ُ َّ َآل َأ ْ ُ ْ
ِ ِإ َما ُم الهُدَى … َو َّما ا َخ ُر الشافِ ِع ُّي فَهُ َو َش ْيخ ال ُّسن ِة َورَِئيْسُ ال َج َما َع ِة ِإ َما ُم ال ُمتَ َكل ِم ْينَ َون، ُّبْنُ ُم َح َّم ِد ْب ِن َمحْ ُمو ِد ال َمات ِر ْي ِدي
ُُّسنَّ ِة َسيِّ ِد ْال ُمرْ َسلِ ْينَ َوال َّذابُ ع َْن ال ِّد ْينَ َوالسَّا ِعي فِي ِح ْف ِظ َعقَاِئ ِد ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َأبُو ْال َح َس ِن اَأل ْش َع ِريُّ البَصْ ِري
Ketahuilah bahawa ketua Ahlus Sunnah Wal Jamaah dalam bidang Ilmu Kalam ialah dua orang :
Seorang daripadanya ialah bermazhab Hanafi, dan seorang lagi bermazhab Syafie. Orang yang
bermazhab Hanafi itu ialah Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al Maturidi,
penghulu bagi petunjuk. Manakala seorang lagi yang bermazhab Syafie ialah Syeikh as Sunnah,
dan ketua al Jamaah, Imam bagi ulama Ilmu Kalam, pendukung sunnah Penghulu bagi rasul-
rasul (Nabi Muhammad SAW), pengukuh Agama, dan penyelusur di dunia memelihara Akidah
Muslim, dia ialah Abu Hassan al Asy’ari.
Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi adalah deklarator madzhab Maturidi, aliran pemikiran dan
teologis besar yang merupakan cabang kedua dalam pemikiran Ahlussunnah Wal Jama’ah. Dia
berguru kepada para ulama terkemuka bermadzhab Hanafi, yang diakui kedalamannya dalam
bidang fiqih dan teologi, yang mereka peroleh dari sumber yang tak pernah kering,yaitu kitab-
kitab al-Iman Abu Hanifah yang telah memberikan kesegaran, penjelasan dan analisa terhadap
generasi demi generasi. al-Maturidi sendiri menyatakan,telah mempelajari kitab-kitab Abu
Hanifah tersebut, yaitu al-Fiqh al-Absath, al-Risalah, al-‘Alim wa al-Muta’allim dan al-
Washiyyah kepada guru-gurunya seperti Abu Nashr al-‘Iyadhi, al-Juzajani dan al-Balkhi. Ketiga
guru tersebut berguru kepada al-Imam Abu Sulaiman al-Jazujani, murid al-Imam Muhammad
bin al-Hasan al-Syaibani. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan di kemukakan beberapa nama
guru-guru al-Maturidi
Ø Abu Nashr al-‘Iyadhi
Ø Abu Bakar Ahmad bin Ishaq al-Jazujani
Ø Nushair bin Yahya al-Balkhi (w. 268 H/863 M)
Ø Muhammad bin Muqatil al-Razi (w. 248 H/863 M)
Karya-Karya al-Maturidi
Imam Ahlussunnah Wal Jama’ah, al-Imâm Abu Manshur al-Maturidi (w 333 H) dalam
karyanya; Kitâb at-Tauhîd menuliskan:
“ جل عن، وكان على ما عليه االن، فهو على ما كان، وجائز ارتفاع األمكنة وبقاؤه على ما كان،إن هللا سبحانه كان وال مكان
”التغير والزوال واالستحالة
“Sesungguhnya Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Tampat adalah makhluk memiliki
permulaan dan bisa diterima oleh akal jika ia memiliki penghabisan. Namun Allah ada tanpa
permulaan dan tanpa penghabisan, Dia ada sebelum ada tempat, dan Dia sekarang setelah
menciptakan tempat Dia sebagaimana sifat-Nya yang Azali; ada tanpa tempat. Dia maha suci
(artinya mustahil) dari adanya perubahan, habis, atau berpindah dari satu keadaan kepada
keadaan lain” (Kitâb at-Tauhîd, h. 69)
Al-Imâm Muhammad ibn Muhammad yang dikenal dengan nama Abu Manshur al-Maturidi
adalah salah seorang salaf terkemuka di kalangan Ahlussunnah, bahkan merupakan pimpinan
bagi kaum ini. Dikenal sebagai seorang yang teguh membela akidah Rasulullah, beliau adalah
salah seorang ulama Salaf yang telah memberikan kontribusi besar dalam membukukan akidah
Ahlussunnah. Dalam metode penjelasan akidah tersebut beliau atukan antara dalil-dalil naqliy
(al-Qur’an dan hadits) dengan argumen-erguman rasional. Ditambah dengan bantahan-bantahan
terhadap berbagai kesesatan dari kelompok-kelompok di luar Ahlussunnah, seperti Mu’tazilah,
Musyabbihah, Khawarij dan lainnya. Kegigihan beliau dalam membela akidah Ahlussunnah dan
menghidupkan syari’at menjadikan beliau sebagai kampium hingga digelari dengan Imam
Ahlussunnah.
Masih dalam kitab karyanya di atas, al-Imâm Abu Manshur al-Maturidi juga menuliskan sebagai
berikut:
“ واتصال، بل يرى بال وصف قيام وقعود واتكاء وتعلق، إذ الكيفية تكون لذي صورة، بال كيف: كيف يرى؟ قيل:فإن قيل
وال معنى، وخارج وداخل، ومماس ومباين، وساكن ومتحرك، ونور وظلمة، وقصير وطويل، ومقابلة ومدابرة،وانفصال
” يـأخذه الوهم أو يقدره العقل لتعاليه عن ذلك
“Jika ada yang berkata: Bagaimanakah Allah nanti dilihat? Jawab: Dia dilihat dengan tanpa sifat-
sifat benda (Kayfiyyah). Karena Kayfiyyah itu hanya terjadi pada sesuatu yang memiliki bentuk.
Allah dilihat bukan dalam sifat berdiri, duduk, bersandar atau bergantung. Tanpa adanya sifat
menempel, terpisah, berhadap-hadapan, atau membelakangi. Tanpa pada sifat pendek, panjang,
sinar, gelap, diam, gerak, dekat, jauh, di luar atau di dalam. Hal ini tidak boleh dikhayalkan
dengan prakiraan-prakiraan atau dipikirkan oleh akal, karena Allah maha suci dari itu semua”
(Kitâb at-Tauhîd, h. 85)
Tulisan al-Imâm al-Maturidi ini sangat jelas dalam mensucikan Allah dari arah dan tempat.
Perkataan beliau ini sekaligus dapat kita jadikan bantahan terhadap kaum Mujassimah, termasuk
Kaum Tanpa Madzhab sekarang; yang mengatakan bahwa para ulama Salaf telah menetapkan
adanya arah bagi Allah. Kita katakan: al-Maturidi adalah salah seorang ulama Salaf, ia dengan
sangat jelas telah menafikan apa yang kalian yakini.
“Adapun mengangkat tangan ke arah langit dalam berdo’a maka hal itu sebagai salah satu bentuk
ibadah kepada-Nya (bukan berarti Allah di dalam langit). Allah berhak memilih cara apapun
untuk dijadikan praktek ibadah para hamba kepada-Nya, juga Allah berhak menyuruh mereka
untuk menghadap ke arah manapun sebagai praktek ibadah mereka kepada-Nya. Jika seseorang
menyangka atau berkeyakinan bahwa mengangkat tangan dalam berdoa ke arah langit karena
Allah berada di arah sana, maka ia sama saja dengan orang yang berkeyakinan bahwa Allah
berada di arah bawah karena di dalam di dalam shalat wajah seseorang dihadapkan ke arah bumi
untuk menyembah Allah, atau sama saja dengan orang yang berkeyakinan bahwa Allah ada di
arah barat atau di arah timur sesuai arah kiblatnya masing-masing dalam shalat saat beribadah
Allah, atau juga sama saja orang tersebut dengan yang berkeyakinan bahwa Allah berada di arah
Mekah, karena orang-orang dari berbagai penjuru yang handak melaksanakan haji untuk
beribadah kepada-Nya menuju arah Mekah tersebut. Allah maha suci dari pada keyakinan
semacam ini semua” (Kitâb at-Tauhîd, h. 75-76)
Ada perbedaan ringan di kalangan sejarawan tentang tahun wafatnya Al -Iman Abu Manshur al-
Maturidi , hal ini berbeda dengan tahun kelahirannya, yang tidak ada informasi sama sekali di
kalangan mereka. Mayoritas literatur sejarah hampir sepakat bahwa Al -Iman Abu Manshur al-
Maturidi wafat pada tahun 333 H/944 M. akan tetapi Thasy Kubri Zadah dalam kitab Miftah al-
Sa’adah dan Ibn Kamal Basya dalam kitab Thabaqat al-Hanafiyyah menyebutkan bahwa ada
riwayat lemah yang mengatakan Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi wafat tahun 336 H.
sementara Abu al-Hasan al-Nadwi ulama kontemporer berkebangsaan India menyebutkan bahwa
Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi wafat tahun 332 H. barangkali al-Nadwi mengambil
informasi tersebut dari kitab Syarh al-Fiqih al-Akbar yang oleh pakar masih diragukan
autentisifikasinya sebagai karya Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi . boleh jadi,al-Nadwi
mengambilnya dari al-Bayadhi dalam kitab Isyarat al-Maram. Namun riwayat yang paling kuat
tentang wafatnya Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi adalah tahun 333 H/944 M, karena
mayoritas literatur biografi ulama madzhab Hanafi menyepakatinya.