Anda di halaman 1dari 5

M Farhan Bachtiar

XII MIPA 1/24


Tugas
TEKS EDITORAL
hal 43-48

Latihan Siswa Hal 43


Teks Editoral : Memilih Destinasi Negeri Sendiri
Jawaban:
2. Tujuan penulis redaksi dalam teks editoral ini adalah mengajak pembaca untuk
ikut berpikir mengenai masalah banyak nya wisatawan yang pergi berlibur ke luar
negeri padahal destinasi negeri tidak kalah bagus nya dan memberikan
pandangan kepada pembaca terhadap hal tersebut.
3. Pihak yang dituju dalam teks editoral ini adalah para wisatawan indonesia yang
berlibur ke luar negeri
4. fakta : ICPI memperkirakan jumlah wisatawan Indonesia yang berlibur ke luar
negeri pada 2019 bisa melewati angka 10 juta orang
Opini : perlu ada strategi bagaimana membuat turis domestik lebih memilih
destinasi dalam negeri ketimbang luar negeri

Latihan Siswa Hal 44

Teks Editoral : Sanksi Tegas bagi Pelanggar Jalur Sepeda


No Struktur Teks Paragraf

1 Orientasi 1

2 Isi 2,3,4,5,6,7,8

3 Reorientasi 9

Latihan Siswa hal 47

Teks Editoral : Sanksi Tegas bagi Pelanggar Jalur Sepeda


Aspek Kebahasaan :
1. Kata keterangan atau adverbia
⮚ Kesadaran pengendara motor dan mobil untuk menaati aturan masih rendah
sehingga tak jarang membahayakan pengguna sepeda.
⮚ Warga kota memang perlu didorong untuk lebih sering bersepeda karena
manfaatnya baik bagi kesehatan.
2. Kata hubung atau konjungsi
⮚ Semakin banyak warga yang beralih ke sepeda juga membuat udara lebih
sehat karena emisi gas buang kendaraan bermotor jadi berkurang.
⮚ Kamar mandi sangat penting, terutama bagi pekerja kantoran karena mereka
perlu membersihkan diri sebelum beraktivitas.
3. Kata kerja atau verba
⮚ Verba material
✔ Terhitung mulai hari ini seluruh pengguna kendaraan bermotor di Kota
Jakarta yang melintas di jalur sepeda akan dikenai denda tilang.
✔ Sedikitnya 400.000 warga Berlin mengayuh sepeda ke tempat kerja
setiap harinya.
✔ Selain memberi warna hijau pada jalur sepeda, pembatas berupa cone
yang dipasangi tali sebaiknya dipasang membentang di sepanjang jalur
sepeda.
⮚ Verba rasional
✔ hal yang terpenting sekarang ini adalah konsistensi dalam menegakkan
aturan.
✔ Saatnya Jakarta meniru kota-kota besar di dunia yang sangat
menghargai hak pesepeda di jalan raya.
✔ Hal yang tak kalah penting adalah penyediaan fasilitas lain yang
dibutuhkan oleh pesepeda.
4. Modalitas
⮚ Membandingkan Jakarta dengan Berlin dan kota laun di dunia memang
masih terlalu jauh.

Latihan Siswa hal 48

Jangan Hanya Bergantung pada Vaksin


Pengenalan Isu (Tesis)
Langkah pemerintah dalam membentuk Tim Nasional Percepatan Pengembangan
Vaksin Covid-19 pada pekan lalu memperlihatkan bahwa pemerintah mengandalkan
ketersediaan vaksin sebagai jalan keluar dari pandemi ini. Tim yang terdiri dari
sederet menteri, lembaga riset, perguruan tinggi, serta Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) akan bertugas hingga 31 Desember tahun depan.
Penyampaian Pendapat (Argumen)
Namun terdapat sejumlah masalah mendasar dari kebijakan pemerintah tersebut.
Pertama, tugas dan fungsinya dapat tumpang tindih dengan Komite Penanganan
Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang sudah dibentuk oleh Presiden.
Meskipun masih sama-sama dipimpin oleh Menteri Koordinator Perekonomian
Airlangga Hartato, keberadaan tim ini berpotensi menghambat birokrasi. Apalagi
masyarakat juga belum melihat hasil kerja nyata komite di lapangan.
Kedua, keberadaan tim tersebut juga berpotensi berbenturan dengan tugas
Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 yang dipimpin oleh Kementrian Riset dan
Teknologi atau Badan Riset dan Inovasi Nasional. Selain menghasilkan rapid test
(tes cepat covid) dan ventilator, konsorsium ini juga sedang mengembangkan vaksin
Merah Putih bersama Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Institue. Sebetulnya,
pemerintah bisa saja cukup menugasi konsorsium ini untuk melaksanakan
instruksinya perihal percepatan pengembangan vaksin.
Selain itu, ruang lingkup tim ini tidak terlalu jelas. Pembuatan vaksin yang mumpuni
pastinya memerlukan sebagian besar waktu yang tidak sedikit dan tidak boleh
terburu-buru. Misalnya, masyarakat tentunya tidak mau percepatan pengembangan
vaksin Merah Putih malah memicu pertanyaan dunia riset global akan kredibilitasnya
yang bahkan pemerintahnya saja terkesan tidak percaya dan membentuk tim lain
untuk melakukannya.
Kemudian, Pemerintah seharusnya sangat paham bahwa uji klinis tahap ketiga
adalah tahap paling penting dari perancangan vaksin atau obat. Uji klinis fase
terakhir ini tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa. AstraZeneca dan Universitas
Oxford bahkan terpaksa menghentikan uji klinis buatan mereka ketika menemukan
peserta uji klinis di Inggris mengalami efek samping yang serius. Sehingga, rasanya
tidak akan banyak yang bisa dilakukan oleh tim nasional bentukan Presiden ini.
Penegasan Ulang
Daripada hanya mengandalkan vaksin saja, sebaiknya pemerintah bisa memperbaiki
kapasitas pengetesan dan pelacakan pasien suspect. Melalui berbagai pusat
layanan kesehatan sebetulnya pemerintah dapat memperbaiki kualitas pengobatan
pasien dan kesiapan tenaga medis agar angka kematian pasien COVID-19 tidak
terus meningkat.
Tanpa upaya terpadu yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, tumpuan
harapan pada satu solusi saja bisa dapat berujung pada masalah baru. Terutama
jika waktu pengembangan vaksin jauh lebih lama dari apa yang dijanjikan oleh
pemerintah. Pemerintah tidak boleh menyimpan semua telur dalam satu keranjang,
upaya pengendalian wabah secara holistik dan ketat harus tetap dilakukan melalui
berbagai sudut.
Unsur kebahasaan :
1. Kata keterangan atau adverbia : Pembuatan vaksin yang mumpuni pastinya
memerlukan sebagian besar waktu yang tidak sedikit dan tidak boleh terburu-
buru.
2. Kata hubung : Pertama, tugas dan fungsinya dapat tumpang tindih dengan
Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang sudah
dibentuk oleh Presiden. (untuk menata argumentasi).
3. Kata verba : pemerintah (subjek) dalam membentuk (verba material) Tim
Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin Covid-19 (objek) pada pekan
lalu (keterangan waktu).
4. Modalitas

Aktivitas Siswa hal 48

Teks Editoral : Bahaya Pembukaan Bioskop

Pemberian izin pembukaan bioskop oleh pemerintah DKI Jakarta sungguh di luar
nalar. Tidak ada urgensi memberikan kelonggaran semacam itu saat wabah Covid-
19 belum terkendali.
Dalam dua pekan terakhir, jumlah rata-rata pasien baru Covid-19 di Ibu Kota hampir
600-an orang setiap hari. Angka itu naik drastis dibanding data pada akhir Juli lalu
ketika penambahan jumlah pasien baru masih di kisaran 400-an. Rasio positif di
Jakarta dalam dua pekan terakhir juga lebih dari 10 persen. Artinya, terdapat
sepuluh orang positif dari setiap seratus orang yang diuji usap. Situasi ini lebih buruk
ketimbang bulan lalu, ketika rasio positif di Jakarta sempat berada di ambang batas
aman versi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 5 persen.
Karena itu, sulit memahami alasan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
mengizinkan bioskop segera dibuka lagi. Memang, sejak ditutup pada Maret lalu,
ribuan karyawan sinema sudah dirumahkan. Terdapat 343 teater dengan 1.756 layar
di Indonesia—lebih dari 50 persennya berada di Jakarta dan sekitarnya. Tutupnya
bioskop-bioskop itu menyebabkan industri perfilman ikut mati suri. Pusat belanja
juga sepi pengunjung. Tapi, mudah-mudahan, alasan ekonomi tak dijadikan
pembenar untuk mengabaikan pertimbangan kesehatan dan keselamatan publik.
Gubernur Anies beralasan pembukaan bioskop dimungkinkan selama protokol
kesehatan dipatuhi. Selain jumlah penonton yang masuk ke sinema dibatasi, posisi
duduk para penikmat film bisa diatur, seperti layaknya penumpang pesawat terbang.
Hal itu merupakan alasan yang mudah dipatahkan karena membuka bioskop sama
saja dengan mengundang pusat keramaian baru. Risiko penularan virus corona bisa
melonjak ketika titik-titik berkumpulnya warga kembali dibuka.
Pernyataan Ketua Tim Pakar Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19,
Wiku Adisasmito untuk mendukung pembukaan bioskop bahkan lebih absurd.
Menurut dia, membiarkan warga beramai-ramai menonton sinema bisa
meningkatkan imunitas. Penjelasan semacam ini lebih terdengar seperti
keputusasaan pemerintah dalam mengendalikan penularan Covid-19. Kadang-
kadang Satgas sudah kehabisan akal untuk menekan laju pandemi ini di Indonesia.
Gubernur Anies dan jajarannya tidak boleh menyerah di hadapan serangan virus
corona. Salah satu kelemahan utama dalam program pengendalian penularan
Covid-19 di Indonesia adalah pelacakan kontak pasien positif. Saat ini kapasitas
pemerintah dalam pelacakan jejaring kontak pasien masih di bawah standar WHO.
Protokol Kementerian Kesehatan mensyaratkan 80 persen dari semua kontak
pasien harus sudah terlacak dan diisolasi dalam tiga hari selepas konfirmasi status
pasien. Jika hal itu tidak dilakukan, mustahil penyebaran virus ini bisa ditekan
sampai minimal.
Ketimbang sibuk membuka bioskop, pemerintah DKI Jakarta seharusnya
menggelontorkan anggaran untuk membantu Dinas Kesehatan dan Satgas guna
meningkatkan kapasitas pelacakan. Tanpa itu, pembatasan sosial seketat apa pun
bakal percuma. Jika wabah sudah terkendali, ekonomi pasti akan pulih kembali.
Struktur Teks : Orientasi ` = Paragraf 1
Isi = Paragraf 2,3,4,5
Reorientasi = Paragraf 6 dan 7
Aspek Kebahasaan :
1. Kata Keterangan atau adverbia : Kadang-kadang Satgas sudah kehabisan
akal untuk menekan laju pandemi ini di Indonesia.
2. Kata hubung : Hal itu merupakan alasan yang mudah dipatahkan karena
membuka bioskop sama saja dengan mengundang pusat keramaian baru.
(hubungan sebab akibat)
3. Kata kerja atau verba : Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (subjek)
mengizinkan (verba material) bioskop (objek) segera dibuka lagi (keterangan
waktu).
4. Modalitas : Tapi, mudah-mudahan, alasan ekonomi tak dijadikan pembenar
untuk mengabaikan pertimbangan kesehatan dan keselamatan publik.(untuk
menyatakan keinginan)

Anda mungkin juga menyukai