Anda di halaman 1dari 12

1

HANDOUT AKUNTANSI

INCOME TAX ARTICLE 21 (PPh Pasal 21) dan CORPORATE INCOME TAX

Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
wajib pajak yang bersangkutan.

PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21

A. Definisi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21


PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek dalam negeri.

B. Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21


Peserta wajib pajak PPh 21 ialah orang yang dikenai pajak atas penghasilannya atau
penerima penghasilan yang dipotong PPh21 berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-
32/PJ/2015 Pasal 3 wajib pajak PPh 21. Jika disimpulkan peserta wajib pajak terbagi menjadi 6
kategori, antara lain pegawai, bukan pegawai, penerima pensiun dan pesangon, anggota dewan
komisaris, mantan pegawai dan peserta kegiatan. Secara lebih rinci peserta wajib pajak adalah
sebagai berikut:
1. Pegawai;
2. Penerima uang pesangon, pensiun, atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya juga merupakan wajib pajak PPh 21;
3. Wajib pajak PPh 21 kategori bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
 Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek,
dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;
 Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang
iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari,
pemahat, pelukis dan seniman lainnya;
 Olahragawan;
 Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
 Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
 Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu
kepanitiaan;
 Agen iklan;
 Pengawas atau pengelola proyek;
 Pembawa pesanan atau menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
 Petugas penjaja barang dagangan;
 Petugas dinas luar asuransi; dan/atau
 Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
2

4. Wajib pajak PPh Pasal 21 kategori peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:
 Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
 Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
 Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
 Peserta pendidikan dan pelatihan; atau
 Peserta kegiatan lainnya.

C. Penerima Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21


Berikut ini adalah penerima penghasilan namun tidak dipotong oleh PPh Pasal 21:
1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-
orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama
mereka, dengan syarat:
a. Bukan Warga Negara Indonesia
b. di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
2. pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan
sepanjang bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau
pekerjaan lain untukmemperoleh penghasilan di Indonesia.

D. Perhitungan PPh Pasal 21


1. Unsur Penambah Penghasilan
Gaji Pokok
Penghasilan Rutin
Tunjangan

Bonus

Tunjangan Hari
Penghasilan Tidak Rutin
Raya
Unsur Penambah

Upah Lembur

Jaminan
Kecelakaan Kerja

Iuran BPJS atau Premi yang Jaminan


0,30 % dari upah
Dibayarkan Perusahaan Kematian

5% dari upah,yaitu 4%
Tunjangan PPh Pasal 21 Jaminan
dibayar pemberi kerja dan
Kesehatan
1% dibayar pegawai
Tunjangan BPJS yang
dibayarkan perusahaan
3

2. Unsur Pengurang Penghasilan

Tarif 5% dari penghasilan bruto, maksimal


Biaya Jabatan
Rp6.000.000/tahun atau Rp500.000/bulan
Unsur Pengurang

3,7% ditanggung oleh


Jaminan Hari Tua perusahaan, 2% oleh
karyawan

3%, dimana 2% oleh


Iuran BPJS yang
Jaminan Pensiun pemberi kerja dan 1%
Dibayarkan Karyawan
oleh karyawan

Jaminan Kesehatan 1% oleh karyawan

3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)


a. PTKP tahun 2001 sampai dengan 2008
Dasar tarif PTKP 2001 adalah UU No. 17 tahun 2000 dan efektif berlaku per tanggal 1 Januari
2001.
PTKP Pria/Wanita Lajang
TK/0 Rp 2.880.000
TK/1 Rp 4.320.000
TK/2 Rp 5.760.000
TK/3 Rp 7.200.000

PTKP Pria Kawin


K/0 Rp 4.320.000
K/1 Rp 5.760.000
K/2 Rp 7.200.000
K/3 Rp 8.640.000

PTKP Suami Istri Digabung


K/1/0 Rp 7.200.000
K/1/1 Rp 8.640.000
K/1/2 Rp10.080.000
K/1/3 Rp11.540.000

b. PTKP tahun 2009-2012


Dasar tarif PTKP 2009 sampai dengan 2012 adalah UU No. 36 Tahun 2008 dan mulai berlaku
per 1 Januari 2009.
PTKP Pria/Wanita Lajang
TK/0 Rp 15.840.000
TK/1 Rp 17.160.000
TK/2 Rp 18.480.000
TK/3 Rp 19.800.000

PTKP Pria Kawin


K/0 Rp 17.160.000
K/1 Rp 18.480.000
K/2 Rp 19.800.000
K/3 Rp 21.120.000
4

PTKP Suami Istri Digabung


K/1/0 Rp 33.000.000
K/1/1 Rp 34.320.000
K/1/2 Rp 35.640.000
K/1/3 Rp 36.960.000

c. PTKP Tahun 2013—2014


Dasar tarif PTKP 2013 sampai dengan 2014 adalah PMK Nomor 162/PMK.011/2012 dan
mulai berlaku per 1 Januari 2013.
PTKP Pria/Wanita Lajang
TK/0 Rp 24.300.000
TK/1 Rp 26.325.000
TK/2 Rp 28.350.000
TK/3 Rp 30.375.000

PTKP Pria Kawin


K/0 Rp 26.325.000
K/1 Rp 28.350.000
K/2 Rp 30.375.000
K/3 Rp 32.400.000

PTKP Suami Istri Digabung


K/1/0 Rp 50.625.000
K/1/1 Rp 52.650.000
K/1/2 Rp 54.675.000
K/1/3 Rp 56.700.000

d. PTKP Tahun 2015


Dasar tarif PTKP tahun 2015 adalah PMK Nomor 122/PMK.010/2015 dan efektif berlaku per
tanggal 1 Januari 2015.
PTKP Pria/Wanita Lajang
TK/0 Rp 36.000.000
TK/1 Rp 39.000.000
TK/2 Rp 42.000.000
TK/3 Rp 45.000.000

PTKP Pria Kawin


K/0 Rp 39.000.000
K/1 Rp 42.000.000
K/2 Rp 45.000.000
K/3 Rp 48.000.000

PTKP Suami Instri Digabung


K/1/0 Rp 75.000.000
K/1/1 Rp 78.000.000
K/1/2 Rp 81.000.000
K/1/3 Rp 84.000.000
5

e. PTKP Tahun 2016— sekarang


Dasar tarif PTKP tahun 2016 sampai dengan sekarang adalah PMK No. 101/PMK.010/2016
dan mulai berlaku per 1 Januari 2016.
PTKP Pria/Wanita Lajang
TK/0 Rp 54.000.000
TK/1 Rp 58.500.000
TK/2 Rp 63.000.000
TK/3 Rp 67.500.000

PTKP Pria Kawin


K/0 Rp 58.500.000
K/1 Rp 63.000.000
K/2 Rp 67.500.000
K/3 Rp 72.000.000

PTKP Suami Istri Digabung


K/1/0 Rp112.500.000
K/1/1 Rp117.000.000
K/1/2 Rp121.500.000
K/1/3 Rp126.000.000

*Catatan:
Maksimum 3 orang tanggungan keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus ke
atas dan atau ke bawah.
a. Keluarga sedarah dalam garus keturunan.
Lurus : ayah, ibu, anak, kakek, nenek
Ke samping : kakak, adik
b. Keluarga semenda dalam garis keturunan.
Lurus : mertua, anak tiri
Ke samping : ipar
c. Anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya
ditanggung oleh wajib pajak.
d. Anak yang belum dewasa.
Adalah anak yang belum berumur 18 tahun dan belum pernah menikah.

Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri. Dalam hal
tidak kawin, pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri, ditambah dengan PTKP keluarga
yang menjadi tanggungan sepenuhnya. Bagi karyawati kawin yang menunjukkan keterangan
tertuls dari pihak pemda setempat (serendah-rendahnya kecamatan), bahwa suaminya tidak
bekerja, diberikan tambahan PTKP untuk suami ditambah dengan PTKP keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya.

4. Tarif PPh Pasal 21 (Pasal 17 ayat (1) huruf a)


Tarif PPh Pasal 21 menurut UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 adalah sebagai berikut.
Lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP) Tarif Pajak
Sampai dengan Rp50.000.000 5%
Di atas Rp50.000.000-Rp250.000.000 15%
Di atas Rp250.000.000-Rp 500.000.000 25%
Di atas Rp 500.000.000 30%
Bagi penerima yang tidak memiliki NPWP maka dikenakan tarif PPh 21 sebesar 20% lebih tinggi.
6

5. Contoh Perhitungan PPh Pasal 21


SOAL
Lukman seorang karyawan dengan status menikah dan mempunyai tiga anak. Lukman bekerja
pada PT Bintang. Istri Lukman merupakan seorang ibu rumah tangga. Lukman menerima gaji
Rp5.500.000 sebulan. PT Bintang mengikuti program pensiun dari BPJS Kesehatan. Perusahaan
membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan sebesar Rp70.000 sebulan. Lukman juga membayar iuran pensiun sebesar Rp100.000
sebulan. Di samping itu, perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua karyawannya setiap
bulan sebesar 3,7% dari gaji,sedangkan Lukman membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan
sebesar 2,00% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dibayar oleh
pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 0,24% dan 0,30% dari gaji. Pada bulan
Agustus 2017 di samping menerima pembayaran gaji Lukman juga menerima uang lembur
(overtime) sebesar Rp3.000.000.
Hitunglah PPh Pasal 21 Lukman pada bulan Agustus 2017!

JAWABAN
Penghasilan Bruto
Gaji sebulan Rp 5.500.000
Ditambah:
Uang Lembur Rp3.000.000
JKK (0,24% x Rp5.500.000) Rp 13.200
JKM (0,30% x Rp5.500.000) Rp 16.500
Jumlah Penambah Rp 3.029.700
Jumlah Penghasilan Bruto Rp 8.529.700
Dikurangi:
Biaya Jabatan (5% x Rp8.529.700) Rp 426.485
Iuran Pensiun Rp 100.000
JHT (2% x Rp5.500.000) Rp 110.000
Jumlah Pengurang Rp (636.485)
Penghasilan Neto sebulan Rp 7.893.215
Penghasilan Neto Setahun Rp 94.718.580
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
WP (K/3) Rp(72.000.000)
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 22.718.580
Pembulatan PKP Rp 22.718.000

PPh Pasal 21 Terutang


5% x Rp22.718.000 Rp 1.135.900
PPh Pasal 21 Bulan Agustus
Rp1.135.900 : 12 Rp 94.658
7

PAJAK PENGHASILAN (PPh) BADAN

A. KONSEP DASAR PPh BADAN


1. Pengertian dan Dasar Pemotong Pajak
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha. Misalnya PT. CV, perseroan lainnya,
BUMN/BUMD dengan nama atau bentuk apapun, Fa, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun,
Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Ormas, Orsospol, atau Organisasi yang sejenis, Lembaga,
Bentuk Usaha Tetap dan Bentuk Badan Lainnya termasuk Reksadana.
PPh Badan yaitu pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima badan usaha yang
bertempat kedudukan di Indonesia.

2. Subjek dan Bukan Subjek Pajak Badan


a. Subjek PPh Badan
1) Dalam Negeri
Badan didirikan di Indonesia atau bertempat kedudukan di Indonesia.
2) Luar Negeri:
a) Badan yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
b) Menjalankan usaha/kegiatan melalui BUT di Indonesia.
c) Menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tanpa melalui BUT.
d) Bentuk Usaha Tetap
e) Bentuk usaha yang dipergunakan oleh Subjek Pajak OP Luar Negeri dan Subjek Pajak
Badan Luar Negeri untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan (pekerjaan
bebas) di Indonesia.

b. Bukan Subjek PPh Badan


1) Badan perwakilan negara asing
2) Organisasi Internasional
Yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan syarat Indonesia menjadi anggotanya dan
tidak menjalankan kegiatan usaha/ kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran
para anggotanya.
3) Unit tertentu dari badan pemerintah dengan syarat
a) Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b) Dibiayai dengan dana yang bersumber APBN atau APBD.
c) Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Daerah.
d) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

3. Dasar Hukum PPh Badan


a. UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
b. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
c. UU No. 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang
Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
d. UU No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang
Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
8

B. BIAYA YANG DAPAT DIKURANGKAN DAN TIDAK DAPAT DIKURANGKAN


1. Biaya-biaya yang Dapat Dikurangkan
Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT, dihitung berdasarkan
penghasilan bruto dikurangi:
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian
bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya
perjalan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan Pajak kecuali Pajak
Penghasilan.
b. Penyusutan atas harta berwujud dan amortisasi atas hak dan biaya lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Direktorat Jenderal
Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; dan
3) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada DJP, yang
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak.

2. Biaya-biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan


Dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT,
tidak boleh dikurangkan:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti: dividen, dividen yang
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
korporasi.
b. Biaya atau pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, dan anggota.
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk
usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan usaha asuransi, dan cadangan
biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa, yang dibayar oleh wajib pajak pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan
premi tersebut dihitung sbeagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan.
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan denan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak
yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan.
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan yang bukan merupakan objek
pajak, kecuali zakat atas penghasilan yang dibayar oleh wajib pajak badan dalam negeri yang
9

dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
h. Pajak penghasilan
i. Biaya atau pengeluaran pribadi wajib pajak yang bersangkutan atau orang yang menjadi
tanggungannya.
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang
modlanya tidak terbagi atas saham.
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pisana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan undang-undang di bidang perpajakan.

C. PERHITUNGAN PPH BADAN


1. Tarif PPh Badan Dalam Negeri
Jumlah Peredaran Bruto Potongan
No. Tahun Sampai dengan untuk Go
4,8 M s/d 50 M Lebih dari 50 M
4,8 M Public
1. 2009 28% dari laba 28% dari PKP, potongan 28% dari PKP -
Pot. 50% 50% untuk bagian 4,8M

2. 2010 25% dari laba 25% dari PKP, potongan 25% dari PKP 5%
Pot. 50% 50% untuk bagian 4,8M

3. 2013 1% dari peredaran 25% dari PKP, potongan 25% dari PKP 5%
bruto 50% untuk bagian 4,8M

4. 2018 0,5% dari 25% dari PKP, potongan 25% dari PKP 5%
peredaran bruto 50% untuk bagian 4,8M

2. Tarif PPh Badan Luar Negeri


Tarif tunggal, yaitu 20% x PKP

3. Contoh Perhitungan PPh Badan


SOAL 1
Diketahui peredaran bruto PT Pasti Jaya sebesar Rp4.500.000.000, dengan laba bersih
Rp500.000.000. Berapakah PPh Terutang PT Pasti Jaya, jika peredaran buto tersebut terjadi
pada:
a. 2009
b. 2010
c. 2013
d. 2018

JAWABAN
a. 2009
PPh Badan Terutang Tahun 2009 = 50% x 28% x Rp500.000.000
= Rp70.000.000
b. 2010
PPh Badan Terutang Tahun 2010 = 50% x 25% x Rp500.000.000
= Rp62.500.000
10

c. 2013
PPh Badan Terutang Tahun 2013 = 1% x Rp4.500.000.000
= Rp45.000.000

d. 2018
PPh Badan Terutang Tahun 2018 = 0,5% x Rp4.500.000.000
= Rp22.500.000

SOAL 2
Diketahui peredaran bruto PT Pasti Jaya sebesar Rp5.000.000.000, dengan laba bersih
Rp700.000.000. Berapakah PPh Terutang PT Pasti Jaya, jika peredaran buto tersebut terjadi
pada:
a. 2009
b. 2013

JAWAB
a. 2009
a. Bagian PKP yang mendapatkan fasilitas potongan 50%
Rp4.800.000.000
PKP yang mendapatkan fasilitas potongan 50% = ×PKP
Peredaran bruto
Rp4.800.000.000
= ×Rp700.000.000
Rp5.000.000.000
= Rp672.000.000

b. Bagian PKP yang tidak mendapatkan fasilitas potongan 50%


PKP yang tidak mendapatkan fasilitas potongan 50%= Rp700.000.000 – Rp672.000.000
= Rp28.000.000
c. PPh Badan yang terutang
 50% x 28% x Rp672.000.000 = Rp 94.080.000
 28% x Rp28.000.000 = Rp 28.000.000 +
Rp122.080.000
Sehingga PPh Badan Terutang Tahun 2009 PT Pasti Jaya Rp122.080.000.

b. 2013
a. Bagian PKP yang mendapatkan fasilitas potongan 50%
Rp4.800.000.000
PKP yang mendapatkan fasilitas potongan 50% = ×PKP
Peredaran bruto
Rp4.800.000.000
= ×Rp700.000.000
Rp5.000.000.000
= Rp672.000.000

b. Bagian PKP yang tidak mendapatkan fasilitas potongan 50%


PKP yang tidak mendapatkan fasilitas potongan 50%= Rp700.000.000 – Rp672.000.000
= Rp28.000.000
c. PPh Badan yang terutang
 50% x 25% x Rp672.000.000 = Rp 84.000.000
 25% x Rp28.000.000 = Rp 7.000.000 +
Rp 91.000.000
Sehingga PPh Badan Terutang Tahun 2009 PT Pasti Jaya Rp91.000.000.
11

LATIHAN SOAL C. Rp185.000


D. Rp222.000
E. Rp285.000
PILIHAN GANDA
1. Perhatikan tabel berikut ini. 4. Jika pada tahun 2016 PT Senbatsu memiliki peredaran bruto
1. Pajak Langsung Rp4.800.000.000, maka tarif PPh Badan untuk PT Senbatsu adalah... .
2. Pajak Subjektif a. 25% dari PKP dengan potongan 50%
3. Pajak Tidak Langsung b. 1% dari peredaran bruto
4. Pajak Objektif c. 1% dari laba bersih
5. Pajak Pusat d. 0,5% dari peredaran bruto
6. Pajak Daerah e. 0,5% dari laba bersih
Dilihat dari jenis-jenis pajak, maka Pajak Penghasilan (PPh)
dikategorikan sebagai jenis pajak dengan nomor... . 5. Pak Hanbin mempunyai penghasilan kena pajak Rp80.000.000/tahun.
A. 1, 4, dan 5 Besarnya pajak penghasilan Pasal 21 yang harus dibayarkan setahun
B. 1, 2, dan 5 adalah ... .
C. 1, 4, dan 6 a. Rp2.500.000
D. 3, 4, dan 5 b. Rp4.000.000
E. 2, 3, dan 6 c. Rp7.000.000
d. Rp12.000.000
2. Seorang wanita sudah menikah, suami bekerja serta tidak mempunyai e. Rp14.500.000
tanggungan. Maka Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk wanita tersebut
berdasakan PMK No. 010/2016 dalam satu bulan adalah... . 6. Gaji per bulan yang diterima Rp2.500.000, premi jaminan kecelakaan
A. Rp4.500.000 kerja yang diterima Rp20.000 dan premi jaminan kematian yang diterima
B. Rp4.875.000 Rp15.000. Biaya jabatan yang dikurangkan sebesar... .
C. Rp5.250.000 a. Rp125.000
D. Rp5.625.000 b. Rp126.750
E. Rp6.000.000 c. Rp200.000
d. Rp253.500
3. Kiko seorang karyawan di perusahaan pengalengan ikan dengan gaji e. Rp500.000
pada bulan Agustus 2017 Rp5.000.000 dan mendapat uang lembur
Rp1.000.000. Perusahaan Kiko membayarkan Jaminan Hari Tua sebesar
3,7%, sementara Kiko membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2%.
Maka nilai iuran Jaminan Hari Tua yang diperkenankan sebagai biaya
pengurang adalah....
A. Rp100.000
B. Rp120.000
12

7. Berikut ini informasi penghasilan Tuan Jarjrit pada tahun 2017.


Gaji ?
Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 1.200.000
Jaminan Kematian Rp 1.500.000
Biaya Jabatan Rp 3.635.000
Iuran Pensiun Rp 2.400.000
Jika diketahui tarif biaya jabatan adalah 5%, maka gaji yang diterima
Tuan Jarjrit pada tahun 2017 adalah sebesar... .
a. Rp67.600.000
b. Rp70.000.000
c. Rp72.400.000
d. Rp72.700.000
e. Rp75.400.000
“With God we are all equally in size – and equally same,
ESAI
1. Andi sudah menikah tanpa anak, merupakan pegawai PT Dwikarya
but categorized by our own manner.”
dimana ia memperoleh gaji sebulan Rp6.000.000. PT Dwikarya sendiri -Albert Einstein-
mengikuti program Jamsostek, yaitu premi JKK dan premi Jaminan
Kematian yang dibayar dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30%
dari gaji karyawan. Selain itu, PT Dwikarya juga menangggung iuran JHT
setiap bulan sebesr 3,70% dari gaji sedangkan Andi membayar iuran
JHT sebesar Rp2,00% dari gaji setiap bulan. Di samping itu PT Dwikarya
mengikuti program pensiun untuk pegawainya di mana pembayarannya
setiap bulan sebesar Rp100.000,, sedangkan Andi membayar iuran
pensiun sebesar Rp50.000. Pada bulan Juli 2017, Andi menerima uang
lembur Rp2.000.000.
Berapa PPh Pasal 21 bulan Juli Andi?

2. Pada tahun 2014 diketahui laba bersih PT Anpanman sebesar


Rp580.000.000. Hitunglah PPh PT Anpanman tahun 2014 jika:
a. Peredaran brutonya Rp3.000.000.000.
b. Peredaran brutonya Rp30.000.000.000.
c. Peredaran brutonya Rp300.000.000.000.

Anda mungkin juga menyukai