Anda di halaman 1dari 8

Analisis Novel Bumi Manusia

Sinopsis
1. Bab 1 & 2
Kisah seorang Minke, kaum pribumi yang disayangi oleh Dewi Fortuna. Dapat
kesempatan bersekolah di HBS dan bergaul dengan bangsa Belanda, tidak seperti sebangsanya
yang hidup dibawah kemelaratan dan kebodohan. Hari harinya diisi dengan menuntut ilmu,
berharap Ia bisa menjadi seorang cendekiawan.
Namun jauh didalam hatinya Ia tetaplah seorang pribumi, keinginannya mencari kasih
seorang Belanda tetaplah ada. Setiap hari Ia memimpikan wanita idealnya, sang Ratu Belanda.
Kulit putih nan mulus, serta postur tubuh yang menonjol di bagian yang tepat nampaknya
menjadi kriteria bagi pribumi satu ini. Tetapi Ia tetap menyadari bahwa wanita seperti itu hanya
bisa Ia dapatkan di mimpi saja.
Bergaul dengan bangsa Belanda pun sudah susah, diskriminasi selalu ada di setiap jalan
yang Ia tempuh. Meski begitu, Ia memiliki teman baik dari bangsa Belanda, Robert Suurhoff
namanya. Pada suatu hari Robert mengajak Minke untuk bertamu ke rumah temannya, yang dia
katakan “Putri Belanda yang sesungguhnya ada disana.”
Meskipun agak sungkan karena takut dikerjai oleh Robert, Minke memberanikan diri
datang. Bertemulah Ia dengan Annelies, setengah Belanda yang memenuhi kriteria Minke
sebagai wanita idaman. Mulailah Ia terjebak dalam pusaran tersebut. Makin banyak mereka
menghabiskan waktu, mereka menjadi makin akrab.
Ibu dari Annelies adalah pribumi, sementara ayahnya adalah seorang Belanda, bos besar
di sebuah perusahaan terkenal di bumi Jawa. Namun Annelies lebih memilih untuk bersikap dan
di didik sebagai seorang Belanda. Meskipun begitu, Minke tahu bahwa gadis ini unik begitu juga
dengan keluarganya.

2. Bab 3
Sikap Minke yang selalu menggoda, namun romantis membuat Annelies perlahan luluh.
Kedua insan ini saling merindukan satu sama lain, hari hari tanpa Minke memunculkan
perasaan baru bagi Annelies, yang Ia pun tak tahu apa itu. Minke pun mendapat teman baru,
yaitu Ibu Annelies.
Ibu Annelies biasa dipanggil Nyai Ontosoroh oleh para pegawainya, atau Mama oleh
Annelies. Ia adalah “Nyai” Belanda, atau wanita pribumi yang diperistri oleh para pejabat
Belanda. Hari harinya Ia habiskan dengan merajut dan mengurus perusahaan Ayah Annelies,
yang sekarang menjadi pemabuk.
Minke belajar banyak dari Mama, tentang kaum mereka, tentang perlakuan para Belanda
terhadap golongan mereka, tentang kehidupan, dan tentang cinta. Minke sangat antusias
ketika mendengar kata kata Mama yang sangat berarti kapanpun mereka bercengkerama.

3. Bab 4
Rindu antara dua insan itu semakin menjadi, dan akhirnya Minke diperbolehkan
tinggal di rumah Annelies, meskipun Minke sudah mengontrak. Jean Marais, seorang
veteran perang yang satu rumah sewa dengan Minke memperingatkan Minke agar selalu
hati hati dengan keluarga itu. Namun, Minke sudah kepalang suka dengan Annelies.
Selanjutnya kita dibawa kedalam kisah Jean Marais, orang Prancis yang menikahi
tantara Aceh yang Ia sempat ingin bunuh. Dan sekarang Minke lah yang biasa mengajak
anaknya May Marais jalan jalan ke taman. Jean Marais mengisahkan kepada Minke
bagaimana Ia bertemu wanita itu, dan memberi tahu arti cinta kepada Minke. Bahwa
cinta itu buta, dan bisa membutakan manusia dari akal sehatnya.
4. Bab 5
Mama adalah seorang pribumi yang “dipungut” oleh Herman Mellema, seorang
pengusaha susu yang sukses. Ia dijual oleh Ayahnya sendiri. Namun nasib Mama lebih
baik dari mereka yang hanya dinikahi. Meskipun tidak disekolahkan, Mama diajari
banyak hal oleh Tuan Mellema, yang bahkan lebih banyak dari para wanita Eropa
kebanyakan.
Mama sangat fasih berbicara bahasa Belanda, dan pengetahuannya sangat luas
khususnya dalam hal mengelola bisnis. Ia akhirnya melahirkan dua anak, Annelies dan
Robert. Tetapi Annelies dan Robert tidak dianggap anak sah karena Tuan Mellema tidak
menikahi Mama secara sah.
Alasannya terungkap ketika anak tunggal dari Tuan Mellema di Belanda datang.
Ia menuntut Tuan Mellema karena telah meninggalkan istrinya dan malah mencari teman
tidur di Indonesia. Nyai dianggap sebagai hal yang menjijikan di mata para Belanda.
Oleh karena itu, Mama selalu memberi Annelies kebebasan untuk memilih
pasangan hidupnya sendiri. Orang tua memang seharusnya mengawasi, tapi bukan
memilih dan mengekang pilihan anaknya.

5. Bab 6
Mama terus menceritakan tentang kehidupannya setelah dipungut oleh
Tuan Mellema. Bagaimana kodrat seorang Nyai yang tidak dianggap dan direndahkan
oleh bangsa Belanda. Dan bagaimana rasa hormatnya hilang kepada Tuan Mellema.
Robert Mellema akhirnya berbicara dengan Minke, menanyakan apakah Minke
suka dengan adiknya. Walaupun pembicaraan mereka dibumbui oleh ketegangan dan rasa
waspada dari kedua pihak. Robert Mellema ternyata ingin menjadi seorang pelaut, namun
ilmunya dinilai Minke masih kurang karena Ia hanya tamat ELS.
Karena sudah berbulan bulan Minke tidak memberi kabar, Ayahnya
memanggilnya dengan cara paksa, yaitu dengan bantuan polisi. Meskipun Mama dan
Annelies merasa khawatir dan curiga, namun Minke menyatakan bahwa Ia akan baik baik
saja.

6. Bab 7
Minke diantar oleh staf keresidenan ke rumahnya di Kota B, dimana Ayahnya
Akan diangkat menjadi bupati dalam beberapa hari kedepan. Sebagai pribumi yang
terpelajar, Ia tidak mau direndahkan oleh budaya Jawa yang mengikatnya. Ia sampai
harus beradu pendapat dengan Ayahnya, yang berlangsung berat sebelah
Ia diperintahkan untuk menjadi penerjemah saat pelantikan Ayahnya. Ia didandani
bak monyet Jawa yang salah bergaul dengan Eropa. Ia menyelesaikan tugasnya dengan
baik, dan setelah itu Ia menjadi terkenal karena penerjemahannya yang sangat bagus
tersebut.

7. Bab 8
Minke adalah Jawa terpelajar, disegani bahkan oleh Belanda sekalipun. Namun di
dalam Ia tetaplah Jawa. Ia merasakan semua hinaan yang ditujukan pada bangsanya, Staf
Keresidenan berpesan kepadanya agar Ia menjadi orang penting, seorang perintis dan
pemrakarsa bangkitnya bangsa Jawa.
Akhirnya Ia pulang, sepanjang jalan Ia memerhatikan orang yang gendut di
kereta. Dan kebetulan tujuan mereka sama yaitu Wonokromo. Minke merasa curiga
namun tidak mengindahkan karena rasa rindunya kepada Annelies sudah tak
tertahankan.
Sesampainya di stasiun Surabaya, Ia disambut hangat oleh Annelies dan mereka
pun pulang dengan andong yang disupiri oleh Darsam, orang kepercayaan Nyai
Ontosoroh. Betapa terkejutnya Minke ketika Darsam menyuruh Minke untuk tidak
tinggal di rumah Nyai untuk sementara karena Robert Mellema menyuruh Darsam untuk
membunuhnya.
Akhirnya dengan Minke menurut dan Ia dipulangkan ke Kranggan, tempat orang
tua asuhnya selama di HBS. Meski curiga, Annelies melepas kepergian Minke dengan
berat hati. Minke berkata kalau Ia tidak akan ke rumah hanya seminggu.

8. Bab 9
Diketahui bahawa sepeninggalnya Minke dipanggil oleh Ayahnya melalui Polisi,
Annelies jatuh sakit, dan Robert Mellema diperintahkan oleh Mama untuk menyelidiki
kepergian Minke Kantor Polisi. Tetapi Ia malah berbelok dan bertamu kerumah Ah
Tjong, tetangga mereka seorang pengusaha Tiongkok.
Hari masih pagi , tetapi Robert Mellema sudah disuguhi wanita dan minuman
keras, anak muda itu bingung dan malu malu, tetapi hasratnya tetap berbicara. Pilihannya
pun jatuh kepada Maiko, gadis Jepang yang diam diam mengidap penyakit Sipilis. Ia
layani Robert dengan sepenuh hati, Ia tahu waktunya tidak akan lama lagi sebelum anak
itu habis termakan penyakit mematikan itu.

9. Bab 10
Robert Mellem pulang dengan puas, rambutnya wangi dengan obat rambut yang
dipakaikan Maiko dan mulut yang bau minuman keras. Mama melihatnya sampai dan
langsung tahu apa yang dilakukannya. Mama merasa kecewa dan menyuruhnya pergi.
Maka dari saat itu, Robert Mellema tidak pernah menginjakkan kaki di rumah Nyai
Ontosoroh.

10. Bab 11
Baru beberapa hari tidak bertemu Annelies, Minke sudah jatuh sakit. Sementara
itu si gendut yang Ia lihat di kereta terus mengikuti dan mengawasinya. Orang tua asuh
Minke mulau menyadari yang dilakukannya dan mengusirnya ketika Ia tengah membeli
rujak. Si gendut itu kabur, tapi Minke masih berjaga-jaga.
Miriam, anak dari Staf Keresidenan mengirimkan surat kepada Minke. Surat
hangat bagai sepasang sahabat, meskipun mereka baru bertemu dua kali. Ia menyatakan
bahwa ada Douwes Dekker yang lain, itulah Minke. Jawa tetapi bukan Jawa. Seorang
Jawa tulen keluarga keraton yang di didik oleh orang Eropa, terpelajar, cerdas, dan tajam.
Miriam dan keluarganya berharap Minke bisa menjadi lentera untuk menuntun bangsanya
yang tersudut dalam penjajahan.
Sementara itu datang surat dari Nyai Ontosoroh yang meminta Minke untuk
kembali karena sakit Annelies semakin parah. Darsam segera membantu merapihkan
barang Minke dan mereka segera berangkan ke kediaman Nyai Ontosoroh.

11. Bab 12
Sesampainya di kediaman Nyai Ontosoroh, Minke bergegas menuju loteng,
tempat Annelies dirawat. Ia memanggil Annelies, tetapi dara itu tak kunjung bangun.
Ternyata Ia dibius oleh dokter. Dokter Martinet menjelaskan keadaan Annelies, yang
hanya menginginkan kehadiran Minke di sampingnya.
Sungguh indah kisah cinta antar dua insan ini. Penuh dengan lika liku kehidupan
yang membungkus keduanya. Pada dasarnya keduanya adalah pribumi, namun keduanya
di didik dengan cara Eropa. Dua insan yang bersatu di bawah bendera pribumi, di bawah
nama cinta. Cinta yang tak mengenal pamrih, cinta yang mengikat abadi, menyatukan
dua jiwa dalam satu rasa.
Minke berjanji kepada Dokter Martinet untuk menikahi Annelies dan tak akan
pernah memadunya. Annelies pun bangun dari bius dan menyadari kehadiran Minke di
sampingnya dengan penuh rasa rindu.

12. Bab 13
Kabar Minke bermain main dirumah seorang Nyai rupanya menjadi bahan
hasutan Robert Suurhoff, yang pada awalnya tertarik pada Annelies. Dengan rasa
cemburunya Ia menyebarkan kabar yang tidak tidak tentang Minke. Tentu saja Minke
tidak ambil pusing tentang hal itu, Ia tetap bersekolah seperti biasa.
Robert Suurhoff pun membocorkan identitas Minke sebagi penulis yang menulis
tentang Nyai Nyai Belanda. Yang Ia tahu pasti terinspirasi dari Nyai Ontosoroh. Namun
guru sastra HBS malah memujinya, dan itu tidak membuat Robert senang. Maka
ditantanglah gurunya tersebut untuk berkunjung ke rumah Nyai Ontosoroh. Setelah Ia
berkunjung, Ia pun memuji Nyai Ontosoroh atas pengetahuannya. Dan Ia memaklumi
kabar yang beredar di sekolah atas Minke.

13. Bab 14
Kehidupan berjalan kembali seperti biasa, dan kedua insan ini menyambung
kasih mereka seperti biasa pula. Terlihat mereka semakin dekat, Annelies semakin manja.
Dan Minke semakin dewasa dan bertanggung jawab. Banyak pihak yang memusuhi
minke, namun tidak sedikit pula yang mendukungnya. Kebanyakan dari kalangan ulama
dan tokoh masyarakat. Memang sudah saatnya “Nyai” dan “Totok” menemui akhir
trennya. Diskriminasi harus dihilangkan dan kebebasan pribadi harus ditegakkan.
Nyai Ontosoroh tetap melakukan tugasnya, mengurus perusahaan. Sedangkan
Annelies dan Minke bersiap siap untuk pernikahan mereka. Minke mengirimkan surat
kepada orang tuanya. Dan Ibunya ternyata memberi respon positif dan dengan sigap
langsung datang ke Surabaya.

14. Bab 15
Kedua besan bertemu untuk pertama kalinya dan langsung menjadi akrab. Nyai
Ontosoroh bagaikan bertemu teman lama. Dan tidak butuh waktu lama kedua
insan itu setuju untuk menjodohkan kedua anaknya. Betapa bahagianya seorang
Ibu ketika anaknya sudah mendapat pasangan hidup, seluruh perusahaan bersuka
cita atas kabar tersebut.

15. Bab 16
Tanggal kelulusan Minke tiba, Ia lulus dengan nilai tertinggi ke-dua se-
Hindia Belanda. Semua pengurus memberi ucapan selamat padanya. Tak lupa
hadir Annelies di sisi Minke, Annelies memakai gaun malam kesukaannya dan
menarik semua perhatian hadirin yang datang. Minke seolah-olah ingin
memamerkan bidadari yang Ia temukan di keluarga “Nyai” yang mereka hinakan
itu.
Minke meminta kepala sekolah HBS untuk mengumumkan pernikahan
mereka, dan mengundang seluruh badan HBS untuk datang. Dan yang paling
terpukul adalah Robert Suurhof, yang ternyata mengajak Minke ke rumah Nyai
Ontosoroh pertama kalinya karena ingin dekat dengan Annelies. Ia langsung
berlari pulang, mukanya merah padam dan air mata bertetesan di pipi merahnya.

16. Bab 17
Hari pernikahan pun tiba, keluarga sudah mempersiapkan pesta dengan
sangat baik. Bertata adat Jawa, acara suci itu akan dihadiri oleh pembesar HBS,
yang awalnya menentang Minke namun luluh karena prestasinya itu. Ibu Minke
sibuk mendandani anaknya sambil memberi wejangan.
Minke didandani bak monyet Jawa yang selama ini dia benci, Ibunya tahu
dan memberi nasihat bahwa setinggi apapun kita menjaba jangan sampai lupa dari
mana kita berasal. Karena budaya adalah identitas sebuah bangsa, jika budayanya
kuat maka identitas bangsa tersebut juga kuat.
Ijab pun dilaksanakan khidmat dan sacral, mengukuhkan ikaan kedua
insan yang luar biasa ini, diiringi dengan kidung dan gamelan Jawa yang indah
nan damai. Kedua insan itu penuh dengan suka cita malam itu, gamelan
berdendang dan penari bergolek mulus. Malam itu adalah malam terindah bagi
mereka berdua.

17. Bab 18
Hari hari menjadi pengantin baru mewarnai keseharian mereka, kehidupan
yang penuh cinta dan kasih sayang. Namun, Nyai Ontosoroh tetap menasihati
mereka untuk berhati hati, karena pernikahan mereka bukan tanpa tentangan dan
kebencian. Begitu juga Robert Suurhof, Ia langsung bergegas meninggalkan
pernikahan sesaat setelah memberi hadiah kepada kedua mempelai, sebuah hadiah
yang langsung dibuang oleh Minke, karena curiga akan isinya.
Namun masalah sepertinya selalu menghampiri mereka, anak resmi dari
Tuan Mellema membawa kasus ini ke pengadilan Eropa, yang dimana Ia tahu
keluarga Ontosoroh tidak bisa melawannya. Yang Ia tuntut adalah agar Annelies
dibawa ke Belanda, karena menurut aturan orang tua resmi Annelies adalah istri
sah dari Tuan Mellema yang bertempat tinggal di Bela

18. Bab 19
Hari hari Minke sekarang dihabiskan untuk menulis kata kata menentang
pengadilan Belanda, menyuarakan kebebasan dari diskriminasi yang keluarga
mereka alami. Ia juga dibantu oleh beberapa penulis Jawa dan tokoh Islam yang
juga menentang diskriminasi.
Namun hari itu akhirnya datang, pengadilan akan diadakan. Disinilah
terlihat jiwa petarung Nyai Ontosoroh yang berani membentak hakim sekalipun,
demi kebahagiaan anak dan menantunya yang Ia sayangi. Namun apa daya
seorang Nyai melawan pemerintahan Belanda, Nyai hanya dianggap hina oleh
mereka.

19. Bab 20
Kasus tersebut mutlak tidak bisa mereka menangkan, dan pihak jaksa telah
melaksanakan perintah hakim dengan menahan keluarga mereka di rumah.
Annelies jatuh sakit dan Minke tidak tahu harus berbuat apa. Sakitnya memang
karena frustasi. Rumah mereka dijaga 24 jam dan bergilir setiap 4 jam. Beberapa
percobaan membebaskan keluarga mereka telah dilakukan olhe tokoh tokoh
setempat. Bahkan sampai memicu peperangan yang menelan banyak korban jiwa
dari pihak pribumi.
Dan akhirnya Annelies dibawa menggunakan kereta, jalannya lunglai,
lemas, tidak tahu harus berbuat apa dengan nasibnya yang tidak pernah baik itu.
Minke dan Nyai Ontosoroh bersumpah untuk menyusul ke Belanda, namun
mereka tahu, apa gunanya mereka melawan Belanda. Karena pada akhirnya
Belanda pasti menang melawan Pribumi.

 Analisis Unsur Intrinsik


1.Tema
Tema novel ini adalah tentang kisah percintaan seorang pemuda keturunan priyayi
Jawa dengan seorang gadis keturunan Belanda dan perjuangannya di tengah
pergerakan Indonesia di awal abad ke-20.

2. Tokoh dan Penokohan


Minke : merupakan tokoh utama dalam novel ini, cerdas, berjiwa pribumi,
keturunan priyayi, siswa HBS, baik, penyayang.(hlm 33)
Annelies: putri dari orang belanda (Herman Mellema) dan pribumi (Nyai
Ontosoroh), pendiam, manja, labil.
Nyai Ontosoroh (Sanikem): istri simpanan dari Herman Mellema, mandiri, tegas,
bijaksana, pandai, dan tegar.
Herman Mellema : kaku dan kasar {“siapa kasih kowe ijin datang kemari,
monyet!”. Dengusnya dalam melayu-pasar, kaku dan kasar, juga isinya.”} (hal
64)
Robert Mellema : egois, tidak bermoral
Ayah Minke : masih berpatokan dengan adat istiadat Jawa, pemarah, keras
dalam mendidik Minke.
Ibu Minke : bijaksana, penyayang
Robert Surhorf : pengecut
Jean Marais : penyayang (ayah may marais)
May Marais : manja
Darsam : seorang Madura yang berwatak keras, patuh kepada
tuannya.
Ah Tjong : licik
Maiko : seorang pelacur dari Jepang, egois dan tidak jujur
Amelia Hammers Mellema : istri sah Herman Mellema, ambisius
Insinyur Maurits Mellema : ambisius,
Magda Petters : baik,
Mevrow Telinga : seorang yang penyayang (hal 268) {“memvrom telinga telah
beberapa kali mengomopres kepala ku dengan cuka-bawang merah”}
Miriam de la Croix :senior Minke di HBS
Sarah de la Croix :senior Minke di HBS
Herbert de la Croix : ayah Sarah dan Miriam

3.Latar
a. Latar tempat: Wonokromo dekat Surabaya di Jawa Timur (hal 24, dan setiap
penduduk Surabaya dan Wonokromo)
b. Latar waktu: Pagi
c. latar suasana: tegang dan genting

4. Sudut Pandang
Dalam novel Bumi Manusia pengarang menggunakan sudut pandang orang
pertama pelaku utama, seperti pada kutipan novel di bawah ini.
“Aku tunggu-tunggu meledaknya kemarahan Nyai karena puji-pujian”.

5. Alur dan Pengaluran


Alur cerita ini menggunakan alur keras, yaitu akhir cerita tidak dapat ditebak.
Pada awal dan tengah cerita, mungkin pembaca akan berpikir cerita akan berakhir
bahagia dengan pernikahan Minke dan Annelies, tetapi cerita ini diakhiri dengan
perpisahan Annelies dan Minke. Annelies harus pergi ke negaranya, Belanda,
sedangkan Minke tetap di Hindia sebagai seorang Pribumi.

Secara keseluruhan novel ini menggunakan alur maju, tetapi ditengah cerita
terdapat kilas balik, yaitu :
Agar ceritaku ini agak urut, biar kuutarakan dulu yang terjadi atas diri Robert
sepeninggalanku dari Wonokromo dibawa agen polisi klas satu itu ke
B……………

6. Unsur Ekstrinsik
Nilai Etika yang Terkandung dalam Novel “Bumi Manusia Dalam novel “Bumi
Manusia” terlihat
- Contoh etika dalam novel ini adalah di saat Minke sungkem kepada ayahnya.

Berikut kutipan dalam teks


“... kata mulutku, dan seperti mesin tanganku mengangkat sembah yang kesekian
kali....”
Tidak banyak etiket yang terkandung dalam novel ini, karena kebanyakan budaya
yang muncul merupakan penggambaran dari beberapa budaya yang ditonjolkan.

7. Amanat
Novel yang dilatarbelakangi pergerakan Indonesia di awal abad 20 ini,
menceritakan pergerakan, perjuangan, dan semangat pemuda Indonesia di masa
itu. Pengarang menyerukan agar pemuda-pemudi sekarang ini tetap mempunyai
semangat itu meskipun sekarang sudah tidak ada penjajahan kolonial. “Seorang
terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam
perbuatan”.

Anda mungkin juga menyukai