Anda di halaman 1dari 74

ANALISIS MODEL-MODEL PELATIHAN : BAB 6 EVALUASI

PELATIHAN
Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Analisis Model
Pelatihan yang dibimbing oleh Dr. Wiwin Herwina, M.Pd.

Disusun Oleh:

Haula Nushroh Al Manja 182103020

JURUSAN PENDIDIKAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
buku mengenai “Evaluasi Pelatihan” ini dengan lancar dan tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang telah
berjasa dalam menuntun ummatnya ke jalan yang benar.

Saya ucapkan banyak terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah


analisis model pelatihan yang telah membantu saya dalam penyusunan buku ini.
Tak lupa juga saya ucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang
juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam
pembuatan buku ini.

Semoga buku ini dapat memberikan manfaat dan bisa menambah wawasan
yang lebih luas bagi pembaca. Saya menyadari bahwa buku ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan buku ini.

Garut, November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
EVALUASI PELATIHAN ............................................................................ 1
A. Pengertian Evaluasi Pelatihan ................................................................ 2
B. Tujuan Evaluasi Pelatihan ...................................................................... 14
C. Langkah-Langkah Evaluasi Pelatihan .................................................... 23
D. Aspek-Aspek yang Dievaluasi ................................................................ 31
E. Teknik-Teknik Evaluasi.......................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 69

iii
EVALUASI PELATIHAN

1
A. Pengertian Evaluasi Pelatihan

Pada kajian dan bagian pengertian ini penulis memfokuskan pada makna

evaluasi dan pelatihan. Dalam pengertian evaluasi dan pelatihan terdapat pendapat

dari para ahli, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan yang lainnya. Akan

tetapi pendapat menurut para ahli, KBBI ataupun yang lainnya kesimpulannya

tidak jauh beda.

1. Pengertian Evaluasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti dari kata evaluasi

adalah penilaian. Evaluasi adalah suatu proses untuk menyediakan informasi

tentang sejauh mana suatu kegiatan tetentu telah dicapai, bagaimana

perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui

apakah ada selisih diantara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah

dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin

diperoleh. Kegiatan evaluasi bertujuan untuk mengukur dan menilai tingkat

ketercapaian suatu hal berdasarkan informasi yang dikumpulkan.

Menurut Stufflebeam (2007, p.326) dalam Atwi Suparman (2012:301)

mengemukakan “Evaluation is asystematic investigation of someobject’s

value”. Evaluasi adalah suatu investigasi yang sistematik tentang nilai suatu

obyek. Dalam pengertian tersebut, sebenarnya definisi dari evaluasi ini

bersifat konseptual dan umum sehingga kita perlu melihat definisi-definisi

dari yang lain. Akan tetapi berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan

bahwa evaluasi adalah penilaian yang sistematik tentang nilai, harga atau

manfaat dari suatu obyek.

2
Dalam buku “Analisis Model-Model Pelatihan” Karya Dr Wiwin

Herwina., M.Pd. Ada pengertian evaluasi menurut Djaali serta Muljono.

Djaali serta Muljono menandaskan kalau penilaian merupakan proses

evaluasi suatu bersumber pada kriteria ataupun tujuan yang sudah diresmikan,

yang diteruskan dengan pengambilan keputusan atas objek yang dievaluasi.

Berdasarkan pengertian evaluasi menurut Djaali serta Muljono dapat

disimpulkan bahwa evaluasi merupakan suatu proses dimana kita

mengevaluasi suatu program atau kegiatan berdasarkan kriteria atau tujuan

dari program tersebut yang nantinya hasil dari evaluasi ini akan digunakan

untuk mengambil keputusan berdasarkan objek yang sudah dievaluasi.

Selanjutnya, Owen menulis bahwa penilaian ialah proses pengumpulan

data untuk menolong pihak- pihak tertentu mengambil keputusan tentang

sesuatu objek ataupun evaluan. Penilaian bisa dipergunakan buat

meningkatkan, meninjau ulang, serta tingkatkan evaluan. Evaluan ini bisa

berbentuk rencana, program, kebijakan, organisasi, produk, ataupun pula

orang ataupun orang. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan

bahwa dengan adanya evaluasi dapat membantu kita dalam mengambil

keputusan mengenai rencana, program, kebijakan, organisasi, produk ataupun

orang. Sehingga nantinya hasil evaluasi itu dapat kita gunakan dan kita bisa

mengetahui apakah dalam evaluan ini dibutuhkan peningkatan, atau harus

ditinjau ulang.

Menurut Brikerhoff (1986:ix) evaluasi merupakan proses yang

menentukan sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Menurut

3
Brikerhoff, dalam pelaksanaan evaluasi ada tujuh elemen yang harus

dilakukan, yaitu: 1) penentuan fokus yang akan dievaluasi (focusing the

evaluation), 2) penyusunan desain evaluasi (designing the evaluation), 3)

pengumpulan informasi (collecting information), 4) analisis dan interpretasi

infomasi (analyzing and interpreting), 5) pembuatan laporan (reporting

information), 6) pengelolaan evaluasi (managing evaluation), dan 7) evaluasi

untuk evaluasi (evaluating evaluation).

Dalam pengertian tersebut menjelaskan bahwa dengan adanya evaluasi

kita bisa tahu sudah sejauh mana tujuan dari suatu program itu tercapai,

apakah semua tujuannya tercapai atau tidak. Makannya harus dilakukan

evaluasi. Hal pertama dalam melakukan evaluasi, evaluator harus

menentukan dulu fokus yang akan dievaluasi artinya hal apa saja yang akan

menjadi fokus untuk dievaluasi. Sehingga harus adanya kejelasan mengenai

apa yang harus dievaluasi setelah itu kita bisa menentukan desain apa yang

digunakan. Selanjutnya evaluator mengumpulkan data-data atau informasi

berkaitan dengan hal yang akan dievaluasi. Lalu menganalisis dan

menginterpretasi data-data yang sudah terkumpul serta membuat laporan.

Selain itu, evaluator juga harus mengevaluasi apa yang sudah dilakukan pada

saat kita mengevaluasi secara keseluruhan.

Komite Studi National tentang Evaluasi (National Study Committee on

Evaluation) dari UCLA (Stark & Thomas, 1994: 12), menyatakan bahwa :

“Evaluation is the process of ascertaining the decision of concern,

selecting appropriate information, and collecting and analyzing information

4
in order to report summary data useful to decision makers in selecting among

alternatives”. Evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan,

pengumpulan, analisis dan penyajian informasi yang dapat digunakan sebagai

dasar pengambilan keputusan serta penyusunan program selanjutnya.

Dalam pengertian tersebut menjelaskan bahwa dalam evaluasi kita akan

melakukan kegiatan pemilihan yang mana dalam pemilihan itu kita memilih

fokus yang akan dievaluasi, setelah itu kita mengumpulkan data-data yang

nantinya akan dievaluasi, kemudian kita menganalisis data-data tersebut.

Setelah data-data itu dianalisis nantinya akan membentuk sebuah informasi.

Yang mana informasi tersebut akan digunakan untuk mengambil keputusan

dari program tersebut. Apakah ketika program itu sudah selesai, tujuan dari

programnya sudah tercapai atau belum, sehingga ketika kita sudah

mengetahui mengenai hal itu kita bisa memutuskan apakah program tersebut

bisa dilanjut ke program selanjutnya atau tidak.

Menurut Wiraman, evaluasi itu mengumpulkan informasi mengenai

objek evaluasi dan menilai objek evaluasi dengan membandingkannya

dengan standar evaluasi, hasil evaluasi berupa informasi mengenai objek

evaluasi yang kemudian digunakan untuk pengambilan keputusan mengenai

objek evaluasi. Objek evaluasi dapat berupa kebijakan, program, proyek,

pegawai (orang), benda dan lain-lain. Berdasarkan pengertian tersebut bahwa

evaluasi adalah proses kita mengumpulkan informasi-informasi mengenai

objek evaluasi, yang pada akhirnya kita akan menilai objek evaluasi itu

dengan membandingkannya dengan standar evaluasi. Standar evaluasi yang

5
menjadi pembandingan penilaian terhadap informasi yang telah diperoleh

sebelum akhirnya mengambil keputusan. Dalam hal ini evaluasi menekankan

adanya standar yang dijadikan tolak ukur untuk mengetahui ketercapaian

program, orang, kebijakan, proyek dan lain-lain.

Evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari program pelatihan,

pada saat melaksanakan suatu program pelatihan pasti kita telah banyak

menghabiskan waktu, energy, serta biaya. Makanya agar pelatihan itu tidak

sia-sia, maka kita bisa melakukan evaluasi di akhir kegiatan. Dan suatu

langkah evaluasi dan tindak lanjut dilakukan secara teratur. Evaluasi suatu

program pelatihan diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh peningkatan

pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta ataupun staf dan seberapa besar

penerapannya dalam memberikan arti atau pengaruh pada dirinya, kelompok

dan organisasinya.

Dari beberapa uraian definisi tentang evaluasi, maka dapat disimpulkan

bahwa evaluasi adalah kegiatan terencana yang dilakukan untuk mendapatkan

informasi atau data mengenai atau menilai suatu objek dengan menggunakan

instrument, dimana instrument tersebut akan diukur atau dibandingkan

dengan standar yang telah ada atau ditetapkan sehingga mendapatkan hasil

yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan.

2. Pengertian Pelatihan

Kata pelatihan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu

“Pelatihan adalah proses, cara, perbuatan melatih, kegiatan atau keperjaan

melatih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan sebuah

6
proses yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan membahas

materi tertentu untuk menciptakan suatu karya atau mendapatkan keahlian

dibidang tertentu. Contohnya : Pelatihan Tata Kecantikan Rambut.

Orang yang mengikuti pelatihan akan meningkatkan kemampuan dan

kompetensi dirinya. Apabila kemampuan dan kompetensi seseorang telah

bertambah, maka orang tersebut akan lebih percaya diri dalam mengerjakan

pekerjaannya dan kinerjanya pun akan meningkat. Seperti penjelasan Prof.

Yusufhadi Miarso dalam buku “Menyemai Benih Teknologi Pendidikan”,

pelatihan adalah peningkatan kemampuan secara khusus dalam suatu

lingkungan kerja. Ini menjelaskan bahwa pelatihan merupakan suatu system

dalam upaya pengembangan sumber daya manusia.

Dengan kita melakukan suatu pelatihan, maka akan berdampak baik

untuk diri kita, dari yang tadinya tidak bisa menjadi bisa. Dari yang tadinya

tidak tahu menjadi tahu. Sehingga pada saat kita ingin terjun ke lingkungan

pekerjaan atau misal ingin membuat suatu usaha akan tetapi kita tidak

menguasai, makanya kita bisa memanfaatkan pelatihan ini agar kemampuan

dan kompetensi kita meningkat.

Pelatihan (training) menurut Ambar Teguh Sulistiyani dalam Rosidah

(2003:175) adalah proses sistematik perubahan perilaku para pegawai dalam

suatu arah guna meningkatkan tujuan-tujuan organisasionl. Pelatihan penting

karena pelatihan merupakan cara yang digunakan oleh organisasi untuk

mempertahankan, menjaga, memeihara pegawai publik dalam organisasi dan

sekaligus meningkatkan keahlian para pegawai untuk kemudian dapat

7
meningkatkan produktivitasnya. Makanya pelatihan itu bisa bermanfaat untuk

siapa saja, khususnya untuk pegawai dalam suatu organisasi sehingga para

pegawai itu bisa meningkat baik itu dari kemampuan maupun kompetensi

sehingga tujuan-tujuan di dalam organisasi itu dapat tercapai.

Pengertian pelatihan menurut Sedarmayanti (2013:198) adalah sebagai

sarana yang ditunjukan pada upaya untuk lebih mengaktifkan kerja para

anggota organisasi yang kurang aktif sebelumnya, mengurangi dampak-

dampak negatif yang dikarenakan kurangnya pendidikan, pengalaman yang

terbatas, atau kurangnya kepercayaan diri dari anggota atau kelompok

anggota tertentu.

Berdasarkan pengertian diatas, pelatihan dapat didefinisikan sebagai

salah satu sarana bagi mereka yang kurang dalam pendidikan, pengalaman

terbatas atau kurang kepercayaan diri dari anggota atau kelompok anggota

tertentu. Sehingga dengan dilakukannya pelatihan membuat orang yang

meskipun kurang dalam pendidikannya menjadi mempunyai kemampuan dan

juga kompetensi yang sesuai dengan bidang yang mereka ingin tekuni. Untuk

orang yang pengalamannya terbatas, pasti akan berdampak terhadap skill nya

yang bisa dibilang “pas-pasan”, tapi ketika dia melakukan suatu pelatihan,

skill yang dia punya akan terasah sehingga akan lebih meningkat kemampuan

dia.

Sikula dalam Mangkunegara (2009: 44) mengatakan pelatihan adalah

suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur dan

terorganisir dimana pegawai non managerial mempelajari pengetahuan dan

8
keterampilan teknik dalam tujuan terbatas. Berdasarkan pengertian tersebut,

pelatihan adalah pendidikan jangka pendek karena memang dalam pelatihan

itu bisa dilakukan 2 minggu atau lebih. Dan juga dalam pelatihan

dilaksanakan sesuai dengan prosedur dari penyelenggara pelatihan tersebut.

Menurut Samsudin (2009: 110) menyatakan bahwa pelatihan adalah

usaha untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan kerja dalam

waktu yang relatif singkat (pendek). Sama seperti pengertian pelatihan

menurut Sikula, bahwa pelatihan biasanya dilakukan pada waktu yang relatif

singkat, akan tetapi bisa memperbaiki dan meningkatkan dalam hal

keterampilan kerja.

Menurut Moekijat, pelatihan merupakan suatu bagian pendidikan yang

menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan

keterampilan diluar system pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang

relatif singkat dan praktek daripada teori. Berdasarkan pengertian tersebut,

dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan salah satu bagian dari

pendidikan karena didalamnya terdapat proses belajar meskipun diluar sistem

pendidikan yang berlaku atau bisa dibilang beda dengan pendidikan formal

yang ada akan tetapi dalam pembelajarannya kita dapat memperoleh dan

meningkatkan keterampilan dalam waktu relatif singkat.

Demikian pula R.Robinso memberikan pengertian bahwa pelatihan

adalah proses kegiatan pembelajaran antara pengalaman untuk

mengembangkan pola perilaku seseorang dalam bidang pengetahuan,

keterampilan dan sikap untuk mencapai standar tertentu. Berdasarkan

9
pengertian tersebut pengertian adalah suatu kegiatan pembelajaran yang dapat

memberikan suatu pengalaman dan juga dapat mengembangkan pola prilaku

seseorang baik dalam bidang keterampilan, sikap dan pengetahuan untuk

mencapai standar tertentu. Biasanya standar itu tergantung oleh suatu

perusahaan ataupun organisasi atau bisa juga yang lainnya.

Menurut Leonard Nadler yang dikutip oleh Soebagio Atmodiwinoyo

dalam bukunya “Manajemen Pelatihan” yang menegaskan bahwa Pelatihan

atau Training adalah pengalaman pembelajaran yang dipersiapkan oleh

organisasi untuk meningkatkan kinerja pegawai pada saat sekarang.

Berdasarkan pengertian tersebut, pelatihan adalah proses pembelajaran yang

memberikan pengalaman dan meningkatkan kinerja pegawai yang

dipersiapkan oleh suatu organisasi.

Jika dalam suatu perusahaan, pelatihan merupakan proses pengembangan

diri kepada karyawan agar mereka bisa bekerja lebih terampil dan juga

pengetahuan dan keahlian mereka meningkat. Dengan dilakukannya pelatihan

untuk karyawan oleh perusahaan bisa mengetahui bagaimana bekerja dengan

baik dan benar sesuai dengan standar operasional yang ditetapkan oleh

perusahaan, sehingga kedepannya akan tercapai target si perusahaan itu. akan

tetapi untuk mendapatkan karyawan yang memiliki keahlian dan pengetahuan

yang terus meningkat, perusahaan harus melaksanakan pelatihan secara

konsisten dan juga didalam pelaksanaan pelatihan itu disesuaikan dengan

kebutuhan dari jenis pekerjaan karyawan masing-masing serta ditunjang juga

kemampuan karyawan untuk mengikuti proses pelatihan yang dilaksanakan.

10
Masalah yang sering terjadi didalam suatu perusahaan adalah dimana

banyak karyawan yang belum memiliki kemampuan yang sesuai dengan

kriteria dan juga belum terampil dalam bekerja diperusahaan itu sehingga

untuk mengatasi hal tersebut, perusahaan harus melakukan pelatihan secara

khusus terhadap karyawan baru.

Dengan adanya program pelatihan, perusahaan bisa mengukur kinerja

karyawan dari waktu ke waktu, dengan hal ini perusahaan bisa mengevaluasi

apa yang seharusnya lebih ditekankan dalam pelatihan maupun di dalam

perusahaan. Kinerja merupakan hasil dari kerja seseorang dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

Penilaian kinerja karyawan dilakukan oleh manager-manager yang

bersangkutan didalam perusahaan.

Dari beberapa uraian definisi tentang pelatihan, maka dapat disimpulkan

bahwa pelatihan adalah suatu proses yang dapat dilakukan oleh siapun agar

meningkatkannya kemampuan dan kompetensi yang dimiliki oleh seseorang

baik itu dalam suatu perusahaan, organisasi ataupun yang lainnya dalam

jangka waktu relatif singkat.

Setelah kita mengetahui mengenai pengertian evaluasi dan pelatihan. Maka

sekarang kita akan membahas mengenai pengertian evaluasi pelatihan. Evaluasi

pelatihan merupakan bagian yang sangat penting dari program pelatihan,

dilakukannya evaluasi dapat memberikan masukan dan keputusan terhadap

pelatihan yang telah diselenggarakan. Dan juga dapat menjadi sebuah

pertimbangan apakah pelatihan itu bisa diteruskan atau diberhentikan. Agar

11
pelatihan tidak sia-sia, suatu langkah evaluasi dan tindak lanjut dilakukan secara

teratur. Evaluasi pelatihan sangat diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh

peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap staf terjadi dan seberapa besar

penerapannya dalam memberikan arti atau pengaruh pada dirinya, kelompok dan

organisasinya.

Suryana mengemukakan bahwa evaluasi pelatihan adalah proses

mengumpulkan informasi untuk membuat keputusan tentang aktivitas pelatihan

(Suryana 2004: 11). Pada saat kita membuat sebuah keputusan tentunya tidak bisa

asal-asalan atau karena sesuatu yang tidak jelas. Makanya dibutuhkanlah

informasi-informasi yang tepat dan sesuai agar kita nantinya bisa membuat sebuah

keputusan. Keputusan disini adalah keputusan akhir yang tentunya berdasarkan

hasil dari evaluasi yang sudah dilakukan. Dan nantinya si perusahaan atau

organisasi itu dapat melaksanakan suatu pelatihan yang sesuai dengan

informasinya.

Evaluasi pelatihan menurut Moekijat adalah suatu proses untuk menentukan

kemajuan suatu program pelatihan dibandingkan dengan tujuan yang ingin

dicapai. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa evaluasi

pelatihan merupakan suatu proses untuk mementukan kemajuan suatu program

pelatihan dengan cara membuat suatu keputusan berdasarkan hasil evaluasi yang

telah dilakukan. Selain kita bisa membuat suatu keputusan, kita juga bisa

mengetahui hasil yang diperoleh setelah dievaluasi yang kemudian dapat

diketahui seberapa jauh peningkatan dalam hal pengetahuan, sikap dan

keterampilan peserta itu dan seberapa besar pengaruh pelatihan itu terhadap

12
peserta pelatihan untuk diterapkan dirinya sendiri, kelompok dan organisasinya.

Yang kemudian hasilnya itu akan dibandingkan dengan tujuan yang ingin dicapai.

Apabila ditinjau dari segi evaluasinya pelatihan akan memiliki keberartian

yang lebih mendalam. Evaluasi ini akan memperlihatkan tingkat kerberhasilan

atau kegagalan suatu program. Beberapa kriteria yang digunakan dalam evaluasi

pelatihan akan berfokus pada hasil akhir. Henry Simamora (1987: 320)

menunjukan bahwa kriteria yang efektif dalam mengevaluasi pelatihan adalah

reaksi dari peserta, pengetahuan atau proses belajar mengajar, perubahan perilaku

akibat pelatihan dan hasil atau perbaikan yang dapat diukur. Kriteria tersebut

dalam konteks yang lebih luas dapat dikembangkan untuk mengetahui dampak

keberhasilan suatu program pelatihan yang sudah dilaksanakan.

Tujuan dilakukannya evaluasi pelatihan ini adalah untuk mengetahui hasil,

dampak, maupun manfaat yang diperoleh dari pelatihan yang diberikan kepada

karyawan. Dilakukannya evaluasi terhadap setiap pelatihan tentunya dapat

diketahui sejauh mana kontribusi pelatihan tersebut terhadap perubahan atau

peningkatan kinerja maupun kompetensi terhadap masing-masing anggota

organisasi maupun terhadap organisasi secara keseluruhan. Hal ini penting

mengingat bahwa belum tentu pelatihan yang diberikan dan telah menyerap dana

besar selalu memberikan hasil yang efektif sesuai dengan tujuan pelatihan yang

ingin dicapai oleh perusahaan.

Dari beberapa uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi

pelatihan adalah suatu proses untuk menentukan kemajuan suatu program

pelatihan dibandingkan dengan tujuan yang ingin dicapai dan juga suatu kegiatan

13
terencana yang dilakukan oleh suatu organisasi untuk mendapatkan informasi atau

data perkembangan pola perilaku individu dalam bidang pengetahuan,

keterampilan dan sikap dalam waktu yang relative singkat dengan menggunakan

instrument sebagai alat ukurnya.

B. Tujuan Evaluasi Pelatihan

Evaluasi program pelatihan merupakan pengumpulan secara sistematis

terhadap informasi deskriptif dan penilaian yang diperlukan untuk membuat

keputusan pelatihan yang efektif terkait dengan seleksi, adopsi, nilai,dan

modifikasi aktivitas pembelajaran yang bervariasi (Werner dan Desimon, 2006

dalam Kaswan, 2011). Kaswan (2011) menjabarkan definisi tersebut menjadi tiga

poin penting yaitu, pertama, informasi deskriptif yang dimaksud memberikan

gambaran tentang apa yang sedang dan telah terjadi, sedangkan informasi

penilaian mengkomunikasikan pendapat atau kepercayaan tentang apa yang telah

terjadi. Kedua, penilaian meliputi pengumpulan informasi secara efektif menurut

rencana yang ditentukan sebelumnya untuk memastikan bahwa informasi itu

cocok dan bermanfaat. Terakhir, evaluasi dilakukan untuk membantu manajer,

karyawan dan profesional HRD membuat keputusan berdasarkan informasi

mengenai program dan metode.

Dengan dilakukannya evaluasi pelatihan, kita akan mengumpulkan hasil yang

dibutuhkan untuk menentukan apakah suatu pelatihan itu efektif atau tidak.

Sehingga sangat diperlukannya evaluasi pelatihan agar kita bisa mengukur dan

dapat mengetahui terkait rencana pelatihan itu sendiri, apakah pelatihan itu sesuai

14
dengan tujuan yang diharapkan. Dan juga membandingkan hasil pelatihan dengan

tujuan yang diharapkan dari pelatih, pelaksana proyek dan peserta pelatihan.

Evaluasi pelatihan juga sudah selayaknya menjadi bagian integral dari

program pelatihan. Jika kita melakukan pelatihan tanpa melakukan evaluasi, sama

saja kita melakukan program pelatihan setengah jalan karena tidak pernah terukur

tingkat keberhasilannya. Dan juga pada saat kita akan melakukan pelatihan yang

sama pada periode berikutnya, kita tidak akan memiliki tolak ukur yang baik

dalam membuat pelatihan yang lebih tepat sasaran.

Purwanto dan Suparman (1999:30-33) memaparkan tujuan evaluasi adalah

1. Mengkomunikasikan program kepada masyarakat

Laporan hasil atau indormasi dari evaluasi program yang dilakukan dapat

memberikan pemahaman kepada khayalak tentang program atau tentang

kinerja/ performa. Oleh karena itu, mengkomunikasikan hasil evaluasi

program yang lebih lengkap dari sekedar angkat-angka kepada masyarakat

memiliki keuntungan dan kebaikan terhadap program yang dievaluasi.

2. Menyediakan informasi bagi pembuat keputusan

Informasi yang dihasilkan dari evaluasi program akan berguna bagi setiap

tahapanndari manajemen program mulai sejak perencanaan, pelaksanaan

maupun ketika akan mengulangi dan melanjutkan program. Hasil evaluasi

dapat dijadikan dasar bagi pembuatan keputusan, sehingga keputusan tersebut

valid dibandingkan keputusan yang hanya berdasarkan kepada intuisi saja.

Pembuat keputusan biasanya memerlukan informasi yang akurat agar dapat

memutuskan sesuatu secara tepat dan informasi yang akurat agar dapat

15
memutuskan sesuatu secara tepat dan informasi akurat tersebut antara lain

dapat diperoleh dari kegiatan evaluasi yang dilaksanakan secara sistematis.

Penyediaan informasi hasil evaluasi bagi pembuat keputusan tersebut tidak

terbatas pada keputusan oleh pejabat pemegang otoritas dalam institusi itu

saja, tetapi bisa meliputi pembuatan keputusan dalam berbagai level oleh

pihak-pihak lain yang terkait.

3. Menyempurnakan program yang ada

Suatu evaluasi program dilaksanakan dengan baik dapat membantu upaya-

upaya dalam rangka penyempurnaan jalannuya program sehingga lebih

efektif. Dengan instrumen yang ada, hasil yang dicapai dapat diukur dan

didiagnonis. Berbagai kelemahan dan kendala yang mungkin timbul dapat

ditemukan dan dikenali, kemudian dianalisis serta ditentukan alternatif

pemecahannya yang paling tepat. Komponen-komponen dalam sistem yang

memiliki kekurangan dan kelemahan dapat dipelajari dan dicari solusinya.

Berdasarkan hasil evaluasi akan dapat diperoleh informasi tentang dampak

dari berbagai aspek program dan berhasil juga teridentifikasi berbagai faktor

yang diperlukan atau perlu penyempurnaan.

4. Meningkatkan partisipasi dan pertumbuhan

Dengan adanya informasi hasil evaluasi atas suatu program, maka

masyarakat akan lebih terpanggil untuk berpartisipasi dan ikut mendukung

upaya-upaya peningkatan dan penyempurnaan program. Hasil evaluasi

program yang dimasyarakatkan akan mengugah kepedulian masyarakat

terhadap program, menarik perhatiannya dan akhirnya menumbuhkan rasa

16
ikut memilih (sense of belonging) terhadap program tersebut. apabila hal ini

telah terbina maka akan terciptanya suatu kontrol eksternal yang ikut memacu

dan mengawasi pertumbuhan kualitas dari program yang bersangkutan.

Menurut Fauzi (2011), fungsi utama evaluasi adalah memberikan data

informasi yang benar mengenai pelaksanaan suatu pelatihan sehingga

penyelenggaraan pelatihan tersebut dapat mengambil keputusan yang tepat apakah

pelatihan tersebut akan diteruskan, ditunda atau sama sekali tidak dilaksanakan

lagi. Oleh karena itu, evaluasi pelatihan berfungsi sebagai suatu usaha untuk:

a. Menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan pelatihan

b. Menemukan faktor pendorong dan penghambar pelaksanaan pelatihan.

c. Menemukan penyimpangan atau kekeliruan pelaksanaan pelatihan

d. Memperoleh bahan untuk penyusunan saran perbaikan, perubahan,

penghentian atau perluasan pelatihan.

Tujuan dilaksanakan evaluasi program pelatihan antara lain:

a. Untuk menilai program pelatihan apakah bisa mencapai tujuan pelatihan

atau tidak.

b. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan (efektivitas dan efisiensi) suatu

program pelatihan.

c. Untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana meningkatkan program

pelatihan berikutnya.

d. Untuk memutuskan apakah program pelatihan bisa dilanjutkan atau tidak.

Serta mampu mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan program

pelatihan.

17
e. Mengevaluasi keberadaan organisasi pelatihan, yaitu dengan

menunjukkan kontribusi pelatihan terhadap tujuan organisasi.

Evaluasi program pelatihan dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan

informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh

peserta sehingga dapat ditindaklanjuti kedepannya. Tujuan melaksanakan evaluasi

antara lain:

a. Menghentikan program, jika program tidak ada manfaatnya, atau tidak

dapat terlaksana sebagaimana yang diharapkan

b. Merevisi program, jika ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan

tujuan.

c. Melanjutkan program, jika pelaksanaan program menunjukkan segala

sesuatu berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan memberikan hasil

sesuai tujuan program

d. Menyebarluaskan program, jika program berhasil dengan baik maka

alangkah baiknya jika dilaksanakan lagi pada kegiatan atau tahun

berikutnya.

Lalu menurut Kirkpatrick terdapat tiga alasan dibutuhkannya evaluasi

pelatihan, yaitu:

1) To justify the existence and budget of the training department by showing

how it contributes to the organization’s objectives and goals

2) To decide whether to continue pr discontinue training program

3) To gain information on how to improve future training programs

18
Berdasarkan pernyataan Kirkpatrick, dapat dipahami bahwa alasan

dibutuhkannya suatu evaluasi pelatihan adalah:

1) Untuk menyelaraskan eksistensi atau keberadaan dan anggaran

departemen pelatihan dengan menunjukkan bagaimana program pelatihan

tersebut dapat berkontribusi pada tujuan organisasi

2) Untuk memutuskan apakah program pelatihan tersebut dapat dilanjutkan

atau dihentikan

3) Untuk membangun informasi bagaimana meningkatkan kualitas program

pelatihan selanjutnya

Namun pada akhirnya, sekurang-kurangnya ada empat kegunaan utama

evaluasi program pembelajaran, yaitu:

1) Mengkomunikasikan program kepada publik

Tidak jarang para stake holder mendapat laporan yang hanya bersifat garis

besar dari penyelenggara pelatihan tentang efektivitas program pendidikan

dan pelatihan yang telah berlangsung. Laporan demikian biasanya hanya

menyajikan beberapa poin penting atau angka-angka tanpa disertai penjelasan

detail tentang makna dan hal-hal terkait. Padahal laporan atau informasi yang

seperti itu dapat membentuk opini publik tentang sistem pembelajaran

maupun kinerja seluruh komponen yang terdapat didalamnya. Oleh karena itu

penyelenggara pendidikan atau pelatihan wajib memberikan informasi

tentang keefektivitasan suatu program kepada seluruh stake holdermelalui

hasil-hasil evaluasi yang telah dilaksanakan.

19
2) Menyediakan informasi bagi pembuat keputusan

Informasi yang dihasilkan dari evaluasi program pendidikan dan pelatihan

berguna bagi setiap tahapan dari manajemen organisasi dimulai dari

perencanaan, pelaksanaan, maupun ketika akan mengulangi atau melanjutkan

program yang ada. Hasil dari program evaluasi tersebut dijadikan dasar bagi

para line manageratau para pembuat keputusan agar memutuskan sesuatu

lebih tepat.

3) Peyempurnaan program yang ada

Evaluasi program pendidikan atau pelatihan yang baik dapat membantu

upaya-upaya dalam rangka penyempurnaan jalannya sehingga lebih efektif.

Berdasarkan hasil evaluasi dapat diperoleh informasi tentang komponen-

komponen dalam program pembelajaran yang memiliki kekurangan dan

kelemahan sehingga dapat dipelajari dan dicari solusinya.

4) Meningkatkan partisipasi

Dengan adanya informasi yang dihasilkan dari evaluasi program

pendidikan dan pelatihan maka para stake holder akan terpanggil untuk ikut

berpartisipasi dan ikut mendukung upaya-upaya peningkatan kualitas

program pendidikan dan pelatihan yang ada.

Arikunto dan Jabar (2009:18) mengatakan bahwa tujuan diadakannya

evaluasi program adalah untuk mengetahui pencapaian tujuan program dengan

langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program. Ada tujuh elemen yang

harus dilakukan menurut Brikerhoff (1986:ix) dalam Arikunto dan Jabar, untuk

pelaksanaan evaluasi, yaitu:

20
1) Penentuan fokus yang akan dievaluasi (focusing the evaluation)

2) Penyusunan desain evaluasi (designing the evaluation)

3) Pengumpulan informasi (collecting information)

4) Analisis dan intepretasi informasi (analyzing and interpreting)

5) Pembuatan laporang (reporting information)

6) Pengelolaan evaluasi (managing evaluation), dan

7) Evaluasi untuk evaluasi (evaluating evaluation).

Tujuan evaluasi menurut Scriven mempunyai dua fungsi yaitu fungsi formatif

dan fungsi sumatif. Fungsi formatif yaitu evaluasi dipakai untuk perbaikan dan

pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk dan

sebagainya) sedangkan fungsi sumatif yaitu evaluasi dipakai untuk

pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Dengan kata lain evaluasi

bertujuan membantu pengembangan, implementasi kebutuhan suatu program,

perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah

pengetahuan dan dukungan dari yang terlibat

Mutrofin (2010:157) menyatakan tujuan evaluasi program adalah untuk

mendapatkan informasi yang mungkin berguna pada saat memilih di antaranya

berbagai kebijakan atau program alternatif untuk mencapai tujuan sosial.

Selanjutnya menurut Tayibnapis (2000:59) tujuan evaluasi dapat bermacam-

macam, antara lain sebagai pekerjaan rutin atau tanggung jawab rutin untuk

membantu pekerjaan manajer dan karyawan dengan tujuan yang lebih banyak, dan

informasi yang lebih lengkap dari yang sudah ada atau memberikan informasi

21
untuk tim pembina atau penasehat, untuk klien, untuk dewan direktur atau

pemberi dana atau sponsor.

Tujuan evaluasi program seperti yang duraikan oleh Roswati (2008:66-67)

adalah sebagai berikut:

1) Menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang tindak lanjut suatu program di

masa depan

2) Penundaan pengambilan keputusan

3) Penggeseran tanggung jawab

4) Pembenaran/justifikasi program

5) Memenuhi kebutuhan akreditasi

6) Laporan akutansi untuk pendanaan

7) Menjawab atas permintaan pemberi tugas, informasi yang diperlukan

8) Membantu staf mengembangkan program

9) Mempelajari dampak/akibat yang tidak sesuai dengan rencana

10) Mengadakan usaha perbaikan bagi program yang sedang berjalan

11) Menilai manfaat dari program yang sedang berjalan

12) Memberikan masukan bagi program baru.

Berdasarkan pemaparan diatas maka dapatlah dipahami bahwa tujuan

evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan obyektif tentang

suatu program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan program,

dampak/hasil yang dicapai, efisiensi, serta pemanfaatan hasil evaluasi yang

difokuskan untuk program itu sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan apakah

dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan untuk

22
kepentingan penyusunan program berikutnya maupun penyusunan kebijakan yang

terkait dengan program.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapatlah dimaknai bahwa evaluasi program

bertujuan untuk mengetahui pencapaian tujuan program yang telah dilaksanakan.

Selanjutnya hasil evaluasi program dimanfaatkan sebagai dasar untuk

melaksanakan kegiatan tindak lanjut atau untuk melakukan pengambilan

keputusan berikutnya.

C. Langkah-Langkah Evaluasi Pelatihan

Dalam melakukan evaluasi terhadap program pelatihan agar berjalan sesuai

dalam mencapai tujuan dan diharapkan oleh pelaksana, pelatih (trainer), dan

peserta pelatihan pada umumnya menempuh empat langkah yaitu:

1. Persiapan Evaluasi atau Penyusunan Desain Evaluasi

Penyusunan desain perencanaan evaluasi dimaksudkan agar hasil yang

diperoleh dari evaluasi dapat lebih maksimal. Perencanaan ini penting bahkan

mempengaruhi prosedur evaluasi secara menyeluruh. Perencanaan evaluasi

dilakukan untuk memfasilitasi pengumpulan data, sehingga memungkinkan

membuat pernyataan yang valid tentang pengaruh sebuah efek atau yang

muncul di luar program, praktik, atau kebijakan yang diteliti.

a. Menentukan tujuan evaluasi harus jelas, terukur, berguna, relevansi

dan sesuai dengan kebutuhan peningkatan program pelatihan.

b. Merumuskan informasi harus didasarkan pada tujuan evaluasi yang

mencakup pertanyaan evaluasi dan menentukan jenis informasi yang

akan dicari.

23
c. Menentukan metode pengumpulan data. Ada beberapa prosedur

pengumpulan data yang menggunakan metode kuantitatif dengan cara

observasi, tes, survei.

Menurut Hamdani (2011: 319) ada berbagai hal yang harus menjadi

perhatian dalam menyusun desain evaluasi program, antara lain:

a. Sangat mempertimbangkan keputusan yang diambil dan saat

mengeluarkan kebijakan mengenai pelaksanaan suatu program

pelatihan.

b. Seorang pemimpin yang menunjuk seseorang sebagai evaluator

program. Evaluator tersebut bisa berasal dari berbagai internal

pengelola maupun orang ekternal dari program. Tugas dari seorang

evaluator yaitu untuk melakukan evaluasi suatu program dari LKP

c. Ketika proses penilaian program, yaitu saat penilaian program

melakukan penilaiannya, mengumpulkan data yang ada kemudian

dianalisis serta dilanjutkan dengan penyusunan laporan hasil evaluasi

atau penilaian.

d. Penilai proram atau evaluator menyampaikan hasil penemuannya

selama proses evaluasi kepada pengelola program atau pemimpin

lembaga latihan tersebut.

Sedangkan jika dituliskan setiap komponen maka hal-hal yang harus

diperhatikan pada tahap penyusunan desain meliputi:

1) Latar belakang

24
Dalam proses penyusunan latar belakang tersebut berindikator

dengan dasar pemikiran terutama yang rasional dengan penyelenggaraan

evaluasi tersebut.

2) Problematika

Problematika yang dimaksud berisi rumusan masalah yang akan

dianalisis dan dicari jawabannya, baik secara detail atau umum

3) Tujuan

Tujuan sebuah evaluasi ialah rumusan yang berkaitan dengan

rumusan masalah evaluasi pelatihan yakni berisikan tentang perumusan

tujuan secara khusus dan umum

4) Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel yaitu elemen pembelajaran yang merupakan

salah satu bagian penting dari penilaian pembelajaran dan menjadi

sumber informasi dalam kegiatan penilaian pembelajaran.

5) Instrumen dan sumber data

Instrumen merupakan segala jenis alat saat pengumpulan informasi

yang digunakan sesuai dengan teknik pengumpulan data yang ditetapkan

dalam proses evaluasi pembelajaran (Aritonang, dkk. 2012). Sedangkan

sumber dapat berupa dokumen kegiatan atau melalui orang yang

memberikan sebuah data atau informasi yang dibutuhkan.

6) Teknologi analisis data

25
Teknologi analisis data adalah metode aplikasi untuk menganalisis

informasi data yang telah didapatkan, lalu disesuaikan dengan pola dan

jenis permasalahan data.

Proses evaluasi atau penilaian tidak hanya dilakukan diakhir suatu

kegiatan, akan tetapi sebaliknya dilakukan dari sejak awal (Widoyoko, 2017).

Oleh sebab itu, sebelum melakukan evaluasi atau saat penyusunan desain

evaluasi sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut

a. Memperhatikan kekurangan dan kelemahan evaluasi yang pernah

digunakan, sehingga kita dapat berusaha memperbaiki kelemahan dan

kekurangan tersebut.

b. Perencanaan evaluasi sebaiknya dilakukan bersama dengan pimpinan

progam pelatihan karena desain evaluasi yang disusun dan ditetapkan

bersama akan lebih lancar dan efisien.

c. Sebelum melakukan evaluasi, sebaiknya evaluator mempersiapkan

apa yang diperlukan.

2. Mengembangkan Instrumen

Instrumen dapat dikembangkan setelah menentukan metode

pengumpulan data, menentukan bentuk instrumen yang akan digunakan dan

sasaran (responden) instrumen yang dituju.

3. Mengumpulkan dan Menganalisis Data Serta Menafsirkannya

Saat mengumpulkan data, setiap level ditangani secara berbeda. Pada

level respon digunakan kuesioner untuk mengumpulkan data kualitatif dalam

bentuk kuesioner. Kemudian pada tingkat pembelajaran digunakan metode

26
survei untuk mengumpulkan data berupa data kuantitatif. Selanjutnya pada

level tingkah laku, data-data yang didapat hasil dari observasi atau dengan

rencana aktivitas (action plan) yaitu tahapan tindakan dalam

mengimplementasikan hasil pelatihan yang telah diikuti. Kemudian terakhir,

level hasil atau dampak, data yang dikumpulkan dapat melalui atasan, peserta

pelatihan, bawahan dan rekan kerja. Selanjutnya data yang telah

terkumpul akan dianalisis, dalam menganalisis, dan menginterpretasikan

data harus didasarkan pada hasil data yang telah berhasil diperoleh.

4. Menyusun Laporan

Merupakan langkah terakhir dari kegiatan evaluasi pelatihan. langkah-

langkah tersebut dapat digunakan untuk menjawab sejauh mana evaluasi

pelatihan yang akan dilakukan dan bagaimana cara melaksanakan proses

pelatihan dari awal hingga akhir sehingga dapat improvisasi untuk pelatihan

selanjutnya.

Menurut Brinkerhoff dalam pelaksanaan evaluasi ada tujuh elemen yang harus

dilakukan, yaitu:

1) Penentuan fokus yang akan dievaluasi (focusing the evaluation)

2) Penyusunan desain evaluasi (designing the evaluation)

3) Pengumpulan infomasi (collecting information)

4) Analisis dn interpretasi informasi (analyzinf and interpreting)

5) Pembuatan laporan (reporting information)

6) Pengelolaan evaluasi (managing evaluation)

7) Evaluasi untuk evaluasi (evaluating evaluation)

27
Berdasarkan uraian diatas, menunjukkan bahwa dalam melakukan evaluasi,

evaluator pada tahap awal harus menentukan fokus yang akan dievaluasi dan

desain yang akan digunakan. Hal ini berarti harus ada kejelasan apa yang akan

dievaluasi yang secara implisit menekankan adanya tujuan evaluasi, serta adanya

perencanaan bagaimana melaksanakan evaluasi. Selanjutnya, dilakukan

pengumpulan data, menganalisis dan membuat interpretasi terhadap data yang

terkumpul serta membuat laporan. Selain itu, evaluator juga harus melakukan

pengaturan terhadap evaluasi dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan dalam

melaksanakan evaluasi secara keseluruhan.

Secara umum, langkah-langkah yang harus dilakukan evaluator dalam

melakukan evaluasi pembelajaran sistem atau program adalah sebagai berikut:

a. Fokus evaluasi

b. Perencanaan/desain evaluasi

c. Pengumpulan informasi

d. Kesimpulan dan pelaporan hsil evaluasi

e. Meta-evaluasi (Brinkerhoff, 1992)

Pada langkah pertama, yaitu fokus evaluasi, evaluator menentukan objek

yang akan dievaluasi, mengidentifikasi dan mempertimbangkan tujuan, lalu

mempertimbangkan elemen-elemen penting yang akan diselidiki. Selanjutnya

mendesain evaluasi. Evaluator membuat rencana, tujuan umum, dan prosedur

umum evaluasi.

Pada waktu pelaksanaan evaluasi, evaluator harus menentukan sumber

informasi yang akan diperoleh.

28
Langkah selanjutnya adalah menganalisis informasi. Evaluator memverifikasi

informasi dan kelengkapannya, lalu memilih cara analisis yang sesuai. Setelah

informasi dianalisis, langkah berikutnya adalah pembuatan laporan. Evaluator

harus mengidentifikasi siapa saja yang akan memperoleh laporan tersebut,

kerangka dan format laproan yang akan ditulis atau dikomunikasikan.

Pelaksanaan evaluasi bukan proses yang sederhana, oleh karena itu

diperlukan pengelolaan dari segi manusia/perilaku dan narasumber, prosedur,

kontrak, biaya, pelaporan juga pertanggungjawaban. Setelah evaluasi selesai ada

langkah terakhir, yaitu meta-evaluasi dilakukan oleh evaluator yang lebih tinggi.

Tahap evaluasi yang dilakukan dalam sebuah pelatihan dapat digunakan

untuk:

a. Cari tahu bagian mana dari pelaksanaan pelatihan yang berhasil mencapai

tujuan, dan bagian mana yang terlewat atau belum memenuhi tujuan,

sehingga dapat dilakukan tindakan korektif.

b. Memberi kesempatan peserta untuk mengungkapkan gagasan dan saran

para warga belajar dan untuk mengevaluasi efektivitas program pelatihan

yang dilaksanakan.

c. Memahami dampak kegiatan pelatihan, terutama yang terkait dengan

perubahan perilaku di masa depan.

d. Menganalisis hasil identifikasi kebutuhan pelatihan guna menyusun

rancangan pelatihan lanjutan.

29
Dalam mengevaluasi suatu kegiatan, para pelaku evaluasi (evaluator) pasti

melakukan langkah-langkah evaluasi, adapun langkah-langkah evaluasi sebagai

berikut:

1. Perencanaan Evaluasi

Dalam melaksanakan suatu kegiatan tentunya harus sesuai dengan yang

telah direncanakan. Hal ini dimaksudkan agar hasil yang diperolah dapat

lebih maksimal. Perencanaan akan mempengaruhi langkah-langkah

selanjutnya, bahkan akan mempengaruhi keefektifan prosedur evaluasi secara

menyeluruh

2. Pelaksanaan Evaluasi

Pelaksanaan evaluasi artinya, bagaimana cara melakukan sesuatu evaluasi

sesuai dengan perencanaan evaluasi. Pelaksanaan evaluasi sangat bergantung

pada jenis evaluasi yang digunakan.

3. Monitoring Pelaksanaan Evaluasi

Tujuan dari monitoring pelaksanaan evaluasi adalah untuk mencegah hal-

hal negatif dan meningkatkan pelaksanaan evaluasi. Monitoring mempunyai

dua fungsi pokok. Pertama untuk melihat relevansi pelaksanaan dengan

perencanaan evaluasi. Kedua untuk melihat hal-hal yang terjadi selama

pelaksanaan evaluasi.

4. Pengolahan Data Hasil Evaluasi

Prosedur pelaksanaan pengolahan hasil penilaian adalah sebagai berikut:

a. Menskor

30
Yaitu memberikan skor pada hasil evaluasi yang dapat dicapai oleh

pihak bersangkutan. Untuk menskor atau memberikan angka diperlukan

tiga jenis alat bantu yaitu kunci jawaban, kunci skoring dan pedoman

konversi.

b. Mengubah skor mentahan menjadi skor standar sesuai dengan norma

tertentu

c. Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai, baik berupa huruf

maupun angka

d. Melakukan analisis soal untuk mengetahui derajat validitas dan

reabilitas soal, tingkat kesukaran soal dan daya pembeda

5. Pelaporan Hasil Evaluasi

Semua hasil evaluasi harus dilaporkan kepada berbagai pihak yang

berkepentingan, seperti pengurus-pengurus program, aktifis dan lain

sebagainya. Hal ini dimaksudkan agar proses pelaksanaan program diketahui

oleh berbagai pihak sehingga pengurus bisa menentukan sikap yang objektif

dan mengambil langkah-langkah yang pasti sebagai tindak lanjut dalam

laporan tersebut.

6. Laporan

Laporan dimaksudkan untuk memberikan feedback kepada semua pihak

yang terlibat dalam program, baik secara langsung maupun tidak langsung.

D. Aspek-Aspek yang Dievaluasi

Pada saat kita akan mengevaluasi suatu pelatihan, tentunya kita tidak bisa asal

asalan dalam mengevaluasi, karena hasilnya juga akan kurang membantu pihak

31
dalam pengambil keputusan. Makanya pada saat mengevaluasi kita butuh hal-hal

yang akan menjadi fokus pada saat melakukan evaluasi. Henry Simamora (1987:

320) menunjukan bahwa kriteria yang efektif dalam mengevaluasi pelatihan

adalah reaksi dari peserta, pengetahuan atau proses belajar mengajar, perubahan

perilaku akibat pelatihan dan hasil atau perbaikan yang dapat diukur. Kriteria

tersebut dalam konteks yang lebih luas dapat dikembangkan untuk mengetahui

dampak keberhasilan suatu program pelatihan yang sudah dilaksanakan.

Kirkpatrick, D.L. dan Hamblin mengungkapkan bahwa evaluasi pelatihan

adalah usaha pengumpulan informasi secara sistematis untuk mengukur hasil

pelatihan berdasarkan informasi tersebut. Evaluasi pelatihan harus dirancang

bersamaan dengan perancangan pelatihan, berdasarkan pada perumusan tujuan

dan sasaran yang ingin dicapai. Evaluasi pelatihan mencoba mendapatkan

informasi mengenai hasil-hasil program pelatihan, kemudian menggunakan

informasi itu dalam penilaian apakah pelatihan telah mencapai tujuan pelatihan

secara keseluruhan. Evaluasi pelatihan memberikan umpan balik dari peserta yang

sangat membantu dalam memutuskan kebijakan mana yang akan diambil untuk

memperbaiki pelatihan tersebut. Umpan balik yang diperoleh meliputi reaksi

peserta, hasil pembelajaran peserta, perubahan perilaku di tempat kerja dan hasil

yang diperoleh.

Evaluasi pelatihan digunakan sebagai pertimbangan oleh penyelenggara

pelatihan dalam melakukan assesment dalam pelaksanaan kegiatan berikutnya.

Para ahli telah mengembangkan banyak model evaluasi yang dapat digunakan

untuk mengevaluasi program pelatihan, diantaranya ada:

32
1. Kirkpatrick’s Four Levels Evaluation Model.

Model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick. Evaluasi terhadap

efektivitas program pelatihan (training) mencakup empat level evaluasi,

diantaranya yaitu:

1) Level 1 – Reaksi

Level dimana yang proses pengukuran tingkat kepuasan peserta didik

terhadap suatu program. Poin yang dijadikan tolak ukur untuk pengukuran

ini ialah seperti materi diklat, instruktur saat pelatihan, fasilitas dan

mengukur bagaimana peserta pelatihan bereaksi terhadap program

pelatihan. Pada tahap reaksi ini, seseorang yang mengevaluasi atau disebut

evaluator mengukur reaksi atau respon peserta pelatihan. Respon atau

reaksi peserta itu bisa dilihat dari aktif atau tidaknya mereka selama

pelatihan berlangsung dan juga dilihat dari minat dan antusiasme peserta.

Evaluasi terhadap reaksi peserta pelatihan dapat dilakukan dengan

mengukur kepuasan peserta. Dalam sudut pandang level ini, program

pelatihan dianggap efektif apabila peserta merasakan kepuasan pada

pelaksanaan pelatihan. kepuasan peserta pelatihan dapat diambil dari

pandangan secara umum bagaimana opini terhadap pelaksanaan kegiatan

atau dapat dibeda-bedakan dari beberapa aspek. Aspek-aspek bisa dilihat

dari materi yang diberikan, fasilitas yang tesedia, pengajar, media

pembelajaran, ketepatan waktu dan sebagainya. Pengukuran reaksi ini

biasanya dilakukan dengan reaction sheet, yaitu semacam kuisioner yang

33
diisi peserta. Yang merupakan acuan untuk dijadikan ukuran adalah

sebagai berikut:

- Trainer, Indikator yang dapat diukur dalam komponen ini adalah

kesesuaian pengetahuan profesional dan keterampilan komunikasi

pelatih di lapangan, serta partisipasi pelatih dalam keterampilan

peserta pelatihan.

- Fasilitas pelatihan, indikator pada bagian ini adalah ruang kelas,

bahan, dan alat yang digunakan.

- Jadwal pelatihan, indikator pada bagian ini adalah ketepatan waktu

dan kesesuaian peserta pelatihan dan kondisi pembelajaran.

- Media pelatihan, indikator pada bagian ini adalah kesesuaian media

dengan materi yang akan disampaikan, yang dapat mendukung

pemberian petunjuk atau pelatihan untuk materi pelatihan.

- Materi pelatihan, indikator pada bagian ini adalah kesesuaian materi

dengan tujuan pelatihan, serta kesesuaian materi dengan topik

pelatihan.

- Konsumsi selama pelatihan berlangsung, indikator dalam komponen

ini jumlah dan kualitas dari makanan tersebut.

- Pemberian latihan atau tugas, indikator pada bagian ini adalah latihan

atau soal yang diberikan kepada peserta pelatihan.

- Studi kasus, indikator pada bagian ini adalah memberikan masalah

atau kasus kepada peserta untuk dipecahkan.

34
2) Level 2 – Pembelajaran

Pada level ini melihat sejauh mana pemahaman peserta mengenai

materi pembelajaran sebelumnya yang telah diberikan oleh pemateri atau

tutor. Hasil dari evaluasi pada level ini didapatkan dari perolehan atas

perbandingan hasil dari tes awal sebelum pelatihan dan hasil terakhir yang

dilakukan sesudah pelatihan. dan pada level ini juga mengukur bagaimana

peserta pelatihan menerima kegiatan pembelajaran, apakah peserta telah

berubah dari segi pengetahuan, keterampilan dan prilakunya. Pada tahap

ini, evaluator mengukur perubahan dari peserta pelatihan dilihat dari

pengetahuan, keterampilan dan prilakunya.

Evaluasi pembelajaran menggambarkan seberapa besar peningkatan

pengetahuan/kemampuan peserta setelah mengikuti kegiatan pelatihan.

Peserta pelatihan dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah

mengalami perubahan sikap, perbaikan pengetahuan ataupun peningkatan

keterampilan. Pembelajaran ini dapat diukur dengan nilai pre test dan nilai

post-test yang dimiliki peserta. Dengan nilai-nilai ini, pembelajaran dapat

diukur apakah pengetahuan peserta mengalami peningkatan ataukah sama

seperti sebelum mengikuti pelatihan. Pengukuran peningkatan

pengetahuan pada level ini dilakukan dengan mendapatkan gain score dari

masing-masing peserta.

3) Level 3 – Prilaku

Pada level ini dilihat dari peserta didik, kita bisa mengetahui batas

pemanfaatan dan pengaplikasian pengetahuan atau keterampilan yang

35
disampaikan selama pelatihan dalam perilaku keseharian peserta dan

mengetahui pengaruh dalam peningkatan kompetensi masing-masing

peserta. Dan juga kita bisa melihat perilaku karyawan dalam bekerja yang

berdampak pada kinerjanya.

Penilaian sikap pada evaluasi pembelajaran memuat perubahan sikap

yang terjadi pada saat kegiatan pelatihan dilakukan sehingga lebih bersifat

internal, sedangkan penilaian tingkah laku merupakan penilaian mengenai

bagaimana perubahan tingkah laku setelah peserta kembali ke tempat

kerja/ masyarakat. Pada evaluasi ini, perubahan pemikiran berupa

peningkatan pengetahuan dan kemampuan ditunjukkan dari sikap atau

tingkah laku. Evaluasi dilakukan dengan mengamati perubahan sikap yang

telah terjadi setelah mengikuti pelatihan apakah juga akan

diimplementasikan setelah peserta kembali ke tempat kerja, sehingga

penilaian tingkah laku ini lebih bersifat eksternal.

4) Level 4 – Hasil

Level ini dapat membuat kita mengetahui hasil pelatihan dari segi

peningkatan performa kinerja organisasi. pengumpulan informasi ini

bertujuan untuk melihat dampak terhadap kelompok atau organisasi. dan

juga hasil yang dimaksud dalam pelaksanaan pelatihan juga disini bisa

berbeda-beda, tergantung sasaran dan tujuan dari pelatihan itu sendiri.

Misalnya seperti meningkatnya produktivitas, membaiknya komunikasi

antarabagian, dan sebagainya.

36
Evaluasi hasil memuat bagaimana hasil akhir yang didapatkan oleh

organisasi dari pelatihan yang telah dilaksanakan. Evaluasi hasil ini sangat

tergantung dari tujuan yang ditetapkan penyelenggara atau instansi ketika

merencanakan pelatihan, sehingga indikator hasil ini dapat berbeda-beda

dalam setiap kasus pelatihan.Untuk kegiatan pelatihan yang bertujuan

untuk latihan kepemimpinan (leadership training) maupun membangun

kerja tim (teamwork), hasil yang diperoleh berupa impact (pengaruh).

Tidak semua pengaruh dari sebuah program dapat diukur dan juga

membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu evaluasi level 4 ini

lebih sulit di bandingkan dengan evaluasi pada level-level sebelumnya.

Sebagai contoh : jika pada saat pelatihan tidak diperoleh adanya perubahan

prilaku dari peserta pelatihan, maka pelatihan tersebut tidak efektif secara

keseluruhan. Akan tetapi hal itu bisa jadi akurat atau bisa jadi tidak akurat

dilihat dulu dari pelatihannya itu sendiri. Bisa jadi pelatihan yang

diselenggarakan itu sangat baik, akan tetapi tidak ada keinginan berubah dari

diri pesertanya atau memang bisa jadi mereka ingin berubah tapi tidak tahu

caranya untuk berubah.

Adapun proses pengumpulan data dalam mengevaluasi pelatihan yang

diperlihatkan dalam sebuah tabel sebagai berikut (Satriono dan Andree,

2007:12):

37
Deskripsi Metode Pengumpulan
Level Evaluasi Data
Reaksi Mengukur tingkat kepuasan peserta pelatihan Kuantitatif-survey
terhadapprogram pelatihan yang diikuti. (kuisioner),dengan
skala pengukuran yaitu
skala Likert.

Pembelajaran Mengukur tingkat pembelajaran yang dialami oleh Formal tes (tertulis)
peserta pelatihan.

Tingkah Laku Mengukur implementasi hasil pelatihan di tempat Action Plan, Observasi
kerja.

Hasil Mengukur keberhasilan pelatihan dari sudut pandang Evaluasi action plan
bisnis dan organisasi yang disebabkan adanya dan data laporan hasil
peningkatan kinerja/komtenesi peserta pelatihan. kerja

Model ini ialah kerangka atau desain evaluasi klasik untuk menilai

seberapa efektif penyelenggara pelatihan dalam ruang lingkup kelompok atau

organisasi (Ananda, Rafida & Wijaya: 2017). Sehingga berdasarkan

penjelasan tersebut, pelatihan yang sudah dipersiapkan, direncanakan dan

sudah dilaksanakan akan sia-sia apabila peserta yang mengikuti pelatihan

tersebut tidak mendapatkan manfaat dalam pelatihan itu, baik dari segi reaksi

(kepuasan peserta terhadap pelatihan yang sudah dilaksanakannya),

pembelajaran (sejauh mana peserta pelatihan dapat memahami materi yang

telah disampaikan oleh pemateri atau tutor yang hasil dari evaluasi ini didapat

atas perbandingan hasil dari tes awal sebelum pelatihan dan hasil tes akhir

setelah pelatihan, tingkah laku (ilmu yang sudah disampaikan oleh tutor baik

38
itu berupa teori maupun praktek dapat diaplikasikan dan dimanfaatkan pada

kehidupan sehari-hari dan membuat kompetensi mereka meningkat, dan hasil

(dilihat dari hasil pelatihan baik itu peningkatan performasi atau kinerja

organisasi dan dampaknya terhadap organisasi atau kelompok)

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa model evaluasi ini adalah untuk

memperoleh hasil dari suatu pelatihan dilihat dari peserta yang mengikuti

pelatihan pada saat setelah mengikuti pelatihan. Kita dapat melihatnya dari

empat level berdasarkan model evaluasi tersebut yang meliputi pengetahuan,

keterampilan dan tingkah laku pada saat berlangsungnya pelatihan tersebut.

dan tujuan dari evaluasi tersebut adalah untuk melihat efektifitas dari program

pelatihan yang diselenggarakan dan membantu para pembuatan keputusan

untuk membuat keputusan atas hasil evaluasi yang telah diperoleh.

Model evaluasi Kirkpatrick memiliki kelebihan yaitu kemudahan dalam

penerapan (applicable) karena tidak terlalu banyak melibatkan pihak lain

dalam proses evaluasi. Selain itu, kekurangan dari model ini antara lain

standar input yang tidak dijelaskan secara detail dan pengukuran pengaruh

dari hasil pelatihan (impact) tidak memiliki tolak ukur yang pasti. Data

pengukuran hasil ini lebih sulit didapatkan karena setelah lulus dari pelatihan,

peserta kembali ke lingkungan kerja masing-masing dan sulit untuk dijangkau

kembali oleh pihak penyelenggara pelatihan (Widoyoko, 2009)

Metode Kirkpatrick Analysis memberikan arah yang jelas dalam

melakukan evaluasi pelatihan dengan memberikan titik berat yang penting

pada hasil (outcome) pelatihan terhadap kinerja organisasi. Metode ini

39
memberikan petunjuk yang jelas mengenai hal-hal yang harus diukur untuk

mengevaluasi efektivitas pelatihan sehingga metode ini menyederhanakan

proses evaluasi pelatihan yang dapat menjadi sangat kompleks. Dengan

demikian, metode ini mudah digunakan dan sangat populer dalam organisasi.

Walaupun demikian, Kirkpatrick Analysis tidak mempertimbangkan

faktor individual dan kontekstual yang dapat mempengaruhi hasil training

dan hanya fokus pada reaksi peserta, pembelajaran yang terjadi, perubahan

perilaku, dan peningkatan kinerja organisasi. Sebagai contoh, adanya budaya

organizational learning dalam organisasi dapat meningkatkan efektivitas

pelatihan, sehingga pelatihan yang sama yang dilaksanakan pada dua unit

dengan budaya yang berbeda dapat menghasilkan evaluasi yang berbeda.

Berdasarkan teori dari Model Kirkpatrick, maka dibutuhkan parameter-

parameter sebagai indikator penentuan hasil evaluasi kegiatan pelatihan

kesehatan. Berikut ini parameter-parameter yang akan diimplementasikan

pada evaluasi dari dimensi model Kirkpatrick:

a. Level 1 Reaksi

Parameter level 1 dapat diukur dari tingkat kepuasan peserta yang

disimpulkan dari hasil pengolahan kuisioner kepuasan peserta atau

reaction sheet. Kelemahan dari pengumpulan data kuisioner adalah

kurangnya minat dari peserta untuk mengisi data ini. Dalam sistem yang

dibangun, pengumpulan data kuisioner disajikan dalam bentuk kuisioner

online, yang dapat diakses dari perangkat elektronik seperti komputer,

40
laptop, komputer tablet ataupun smartphone. Dengan cara ini, diharapkan

data dapat lebih mudah dan lebih cepat diakses.

b. .Level 2 Pembelajaran

Parameter level 2 dapat diukur dengan peningkatan pengetahuan

peserta sebelum dan sesudah pelaksanaan pelatihan. Nilai pengetahuan

sebelum pelatihan (pretest) dan sesudah pelatihan (posttest) ini kemudian

dihitung nilai gain score.

c. Level 3 Tingkah Laku

Parameter level 3 dapat diukur dari seberapa besar perubahan perilaku

atau tindakan hasil pelatihan untuk diimplementasikan di tempat kerja

yang disimpulkan dari hasil pengolahan kuisioner penerapan pengetahuan

yang didapat peserta dari pelatihan.d.

d. Level 4 Hasil Parameter

Level 4 dapat diukur dengan indikator-indikator hasil disesuaikan

dengan pelatihan dan kebutuhan pencapaian target organisasi tempat

peserta bekerja. Indikator hasil juga tergantung pada jenis pelatihan yang

dilaksanakan.

2. Evaluasi Model Stake (Model Countenance)

Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitu

description dan judgement dan membedakan adanya tiga tahap dalam

program pelatihan, yaitu antecedent (context), transaction (process) dan

outcomes. Stake mengatakan bahwa apabila kita menilai suatu program

pelatihan, kita melakukan perbandingan yang relatif antara program dengan

41
program yang lain, atau perbandingan yang absolute yaitu membandingkan

suatu program dengan standar tertentu. Penekanan yang umum atau hal yang

penting dalam model ini adalah bahwa evaluator yang membuat penilaian

tentang program yang dievaluasi. Stake mengatakan bahwa desciption disatu

pihak berbeda dengan judgement di lain fihak.

Dalam model ini antecedent (masukan), transaction (proses) dan outcomes

(hasil). Data dibagikan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan

antara tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan

dengan standar yang absolut untuk menilai manfaat program (Farida Yusuf

Tayibnapis, 2000: 22)

3. Evaluasi Model CIPP

Evaluasi model CIPP pertama kali ditawarkan oleh Stufflebeam pada

tahun 1965 sebagai hasil usahanya mengevaluasi ESEA (The Elementary And

Secondary Education Act). Tujuan dari pemberian konsep ini adalah bahwa

tujuan penting dari evaluasi bukanlah untuk membuktikan tetapi untuk

memperbaiki. Model CIPP adalah model yang digunakan untuk memberikan

informasi bagi pengambil keputusan. Oleh karena itu, tujuan dari penilaian ini

adalah pembuat keputusan. Model CIPP ini singkatan dari empat komponen

yaitu contexs, input, prosess, dan product.

a. Context

Situasi atau konteks yang mempengaruhi jenis tujuan dan strategi

pelatihan yang akan dirumuskan dalam sistem yang relevan. Fokus pada

metode adalah tujuan sistematis, kondisi aktual, masalah dan peluang

42
yang memengaruhi pengambilan keputusan dan perencanaan pelatihan

yang sedang berlangsung.

b. Input

Sarana dan rencana strategi yang ditetapkan untuk pembuatan

keputusan tentang perumusan tujuan-tujuan operasional kegiatan

pelatihan.

c. Process

Pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana dalam menyediakan

informasi untuk membuat keputusan dalam melaksanakan program

pelatihan.

d. Product

Produk dalam pelatihan adalah konten yang dilaksanakan program

pelatihan. Dalam hal ini penilaian hasil pencapaian tujuan selama

proses dan pada akhir program.

4. Model ROTI (Return On Training Investment)

Model yang dikembangkan oleh Jack Philips merupakan tingkat

evaluasi akhir untuk mengevaluasi efektivitas biaya setelah pelatihan. Fungsi

model ini adalah membuat manajemen perusahaan memandang pelatihan

sebagai hal yang mahal, tidak hanya merugikan keuangan, tetapi juga

memandang pelatihan sebagai investasi. Oleh karena itu, dengan

menggunakan model ini secara akurat dapat menghitung manfaat yang

diperoleh setelah melaksanakan pelatihan, yang tentunya dapat memberikan

gambaran yang lebih luas kepada peserta maupun perusahaan tentang

43
manfaat program pelatihan. Pada level ini diharapkan dapat melihat

keberhasilan program pelatihan dengan melihat umpan balik sehingga

membutuhkan data yang banyak dan harus akurat untuk mendukung hasil

evaluasi pelatihan yang efektif.

5. Model Evaluasi Formatif dan Sumatif

Evaluasi formatif digunakan untuk memperoleh informasi yang dapat

membantu meningkatkan proses. Melakukan evaluasi formatif selama

pelaksanaan program. Karena tujuan evaluasi formatif adalah untuk

mengetahui sejauhmana rencana pelatihan yang dirancang dapat berjalan

dan mengetahui kendala yang muncul. Setelah menentukan evaluasi

formatif selanjutnya hal yang dilakukan adalah evaluasi sumatif.

Evaluasi sumatif dilakukan antara membandingkan tujuan yang ingin

dicapai dan hasil yang dicapai, terlepas dari berhasil atau tidaknya

rencana pelatihan, terlepas dari proses terjadinya. Penilaian sumatif

dilakukan dengan membandingkan tujuan awal dengan hasil akhir yang

dicapai. Evaluasi ini dilakukan untuk mengevaluasi manfaat program

pelatihan sehingga program tertentu dapat ditentukan dari hasil evaluasi, dan

program akan dilanjutkan atau dihentikan. Waktu evaluasi sumatif terletak

pada akhir dari titik implementasi yang direncanakan, yaitu strategi

pengumpulan informasi akan memaksimalkan efektivitas eksternal dan

internal yang mungkin dikumpulkan dalam jangka waktu yang lama.

44
6. Discrepancy Model

Evaluasi model kesenjangan menurut Provus adalah untuk mengetahui

tingkat kesesuaian antara baku (standard) yang sudah ditentukan dalam

program dengan kinerja (performance) sesungguhnya dari program tersebut.

baku adalah kriteria yang ditetapkan, sedangkan kinerja adalah hasil

pelaksanaan program. Sedangkan kesenjangan yang dapat dievaluasi dalam

program pendidikan meliputi:

1) Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan program

2) Kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan akan diperoleh

dengan yang benar-benar direalisasikan

3) Kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan

yang ditentukan

4) Kesenjangan tujuan

5) Kesenjangan mengenai bagian program yang dapat diubah

6) Kesenjangan dalam sistem yang tidak konsisten.

Oleh karena itu model evaluasi ini memiliki lima tahap yaitu desain,

instalasi, proses, produk dan membandingkan

7. Nine Outcomes Model

Model lain yang sesuai dan mirip dengan evaluasi Kirkpatrick adalah Nine

Outcomes Model. Dalam mengidentifikasi, Donovan dan Townsend

mengajukan sembilan pertanyaan dengan fokus pada peserta pelatihan, yaitu:

a. Reaction to training (reaksi terhadap pelatihan) : Apakah peserta

menyukai pelatihan?

45
b. Satisfaction with the organization of a training event (kepuasan

dengan pengelolaan acara pelatihan) : seperti fasilitas, logistik,

makanan, dan lain-lain.

c. Knowledge acquisition (penerimaan pengetahuan) : apakah peserta

mempelajari sesuatu?

d. Skills improvement (peningkatan keterampilan) : dapatkah peserta

melakukan sesuatu yang baru atau yang lebih baik?

e. Attitude shift (perubahan sikap) : apakah peserta telah mengubah

pandangan mereka mengenai sesuatu?

f. Behavior change (perubahan perilaku) : apakah peserta telah

mengubah cara mereka dalam melakukan sesuatu sestelah mengikuti

pelatihan?

g. Result (hasil) : bagaimana pelatihan mempengaruhi/memberikan

dampak pada faktor keberhasilan organisasi?

h. Return on investment (pengembalian investasi) : untuk tingkat apa

pelatihan mengembalikan hasil yang lebih daripada biayanya?

i. Psychological capital (modal psikologis) : bagaimana pelatihan

mempengaruhi citra perusahaan?

Dalam sembilan pertanyaan, ada beberapa pertanyaan yang jawaban atau

penilaiannya sama seperti Model Kirkpatrick.

8. Model Pengukuran (Measurement Model)

Model pengukuran (measurement model) sangat menitikberatkan pada

kegiatan pengukuran. Pengukuran digunakan untuk menentukan kuantitas

46
suatu sifat (atribute) tertentu yang dimiliki oleh objek, orang maupun

peristiwa dalam bentuk unit ukuran tertentu. Dalam bidang pendidikan,

model pengukuran telah diterapkan untuk mengungkap perbedaan-perbedaan

individu maupun kelompok dalam hal kemampuan, minat, dan sikap. Objek

evaluasi dalam model ini adalah tingkah laku peserta didik, hasil belajar

(kognitif), pembawaan, sikap, minat, bakat, dan juga aspek-aspek kepribadian

peserta didik. Instrumen yang digunakan pada umumnya adalah tes tertulis

dalam bentuk tes objektif. Model ini menggunakan pendekatan Penilaian

Acuan Norma (PAN).

Menurut Edward L. Thorndike dan Robert L. Ebel, ada beberapa ciri dari

model pengukuran:

- Mengutamakan pengukuran dalam proses evaluasi. Pengukuran

merupakan kegiatan ilmiah yang dapat diterapkan pada berbagai

bidang.

- Evaluasi adalah pengukuran terhadap berbagai aspek tingkah laku

untuk melihat perbedaan individu atau kelompok. Karena tujuannya

untuk mengungkapkan perbedaan, maka sangat diperhatikan tingkat

kesukaran dan daya pembeda masing-masing butir, serta

dikembangkan acuan norma kelompok yang menggambarkan

kedudukan seseorang dalam kelompok.

- Ruang lingkup adalah hasil belajar aspek kognitif.

- Alat evaluasi yang digunakan adalah tes tertulis terutama bentuk

objektif.

47
- Meniru model evaluasi dalam ilmu alam yang mengutamakan

objektivitas. Oleh karena itu model ini cenderung mengembangkan

alat-alat evaluasi yang baku. Pembakuan dilakukan dengan

mencobakan kepada sampel yang cukup besar untuk melihat validitas

dan reliabilitas.

9. Model Evaluasi Berbasis Tujuan (Goal Oriented Evaluation)

Model evaluasi berbasis tujuan merupakan model yang dikembangkan

oleh Ralph W. Tyler, yang mana konsep evaluasi ini berorientasi kepada

tujuan. Model evaluasi berbasis tujuan secara umum mengukur tujuan yang

diterapkan oleh intervensi, kebijakan, program atau proyek dapat dicapai atau

tidak. Model evaluasi ini memfokuskan pada pengumpulan informasi yang

bertujuan mengukur pencapaian tujuan kebijakan, program, dan proyek untuk

pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan. Adapun prosedur dan

langkah dari model evaluasi berbasis tujuan (God Oriented) dalam

menentukan sejauh mana tujuan program telah dicapai menurut Ralph W.

Tyler dalam Fitzpatrick adalah sebagai berikut:

a. Establish broad goals or objectives.

b. Classify the goals or objectives.

c. Define objectives in behavioral terms.

d. Find situations in which achievement of objectives can be shown.

e. Develop or select measurement techniques.

f. Collect performance data.

g. Compare performance data with behaviorally stated objectives.

48
Dengan kata lain prosedur dan langkah dari model evaluasi goal oriented

ini menurut Ralph W. Tyler adalah sebagai berikut:

a. Menentukan tujuan umum atau sasaran

b. Menggolongkan tujuan atau sasaran

c. Mengidentifikasi tujuan dalam konteks perilaku

d. Menentukan situasi dimana pencapaian tujuan dapat ditunjukkan

e. Mengembangkan atau memilih teknik pengukuran

f. Mengumpulkan data kinerja

g. Membandingkan data kinerja dengan perilaku yang menggambarkan

tujuan

Model evaluasi berbasis tujuan dirancang dan dilaksanakan sebagai

berikut.

1) Menentukan tujuan umum atau sasaran

Tahap awal adalah dengan mengidentifikasikan dan mendefinisikan

tujuan atau objektif intervensi, layanan dari program yang tercantum

dalam rencana program.

2) Menggolongkan tujuan atau sasaran

Tujuan yang terdapat pada program diklasifikasikan sebagai indikator

evaluasi.

3) Mengidentifikasi tujuan dalam konteks perilaku

Tujuan atau indikator yang telah ditetapkan dibuat dalam kriteria

perilaku yang diharapkan dari tujuan program.

49
4) Menentukan situasi dimana pencapaian tujuan dapat ditunjukkan

Penentuan tujuan dilihar dari situasi yang diharapkan dari program

yang telah dilaksanakan.

5) Mengembangkan atau memilih teknik pengukuran

Menjaring dan menganalisis data/informasi mengenai indikator

program. Menganalisis data mengenai semua indikator program dengan

metode dan teknik yang telah ditetapkan.

6) Mengumpulkan data kinerja

Menjaring data responden yang telah ditetapkan sebagai sarana

penelitian menggunakan metode dan teknik pengukuran yang telah

ditetapkan sebagai sasaran penelitian menggunakan metode dan teknik

pengukuran yang telah ditetapkan.

7) Membandingkan data kinerja dengan perilaku yang menggambarkan

tujuan

Data kinerja hasil belajar yang telah didapat dari program

dibandingkan dengan tujuan dan ditabulasikan dan diberikan kesimpulan

hasil evaluasi program. Keputusan terhadap program dapat berupa

penindak lanjutan terhadap program yang akan diteruskan atau

pengambilan keputusan untuk tidak melanjutkan program tersebut.

10. Goal-Free Evaluation Approach Model

Model evaluasi bebas tujuan maksudnya, bahwa para evaluator atau

penilai mengambil dari berbagai laporan atau catatan pengaruh-pengaruh

nyata atau kongkrit dan pengaruh-pengaruh yang tidak diinginkan dalam

50
program pendidikan dan pelatihan. perhatian khusus diberikan secara tepat

terhadap usulan tujuan-tujuan dalam evaluasi, tetapi tidak dalam proses

evaluasi atau produk. Keuntungan yang dapat diambil dari evaluasi bebas

tujuan, bahwa dalam evaluasi bebas tujuan para penilai mengetahui antisipasi

pengaruh-pengaruh penting terhadap tujuan dasar dari penilai yang

menyimpang.

Pada umumnya tujuan program hanya merupakan formalitas, atau jarang

menunjukkan tujuan yang sebenarnya, atau tujuan menjadi berubah. Lagi pula

banyak hasil program penting yang tidak sesuai dengan tujuan program.

Fungsi evaluasi bebas tujuan untuk mengurangi bias dan menambah

objektivitas.

Ciri-ciri evaluasi bebas tujuan adalah sebagai berikut:

a. Evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan program

b. Tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu tidak dibenarkan

menyempitkan fokus evaluasi

c. Berfokus pada hasil yang sebenarnya, bukan pada hasil yang

direncanakan

d. Hubungan antara evaluator dengan manajer atau dengan karyawan

proyek sedapat-dapatnya sangat minimum.

e. Evaluasi menambah kemungkinan ditemukannya dampak yang

diramalkan.

51
E. Teknik-Teknik Evaluasi

Teknik evaluasi adalah cara yang dilakukan dalam mengevaluasi hasil belajar

dimana untuk memberikan perbaikan pembelajaran menjadi lebih baik ke

depannya. Sedangkan yang dimaksud evaluasi hasil belajar adalah cara yang

digunakan oleh pengajar dalam mengevaluasi proses hasil belajar mengajar

terhadap peserta didik.

Dalam penentuan metode evaluasi dalam pelatihan sangat terkait dengan

karakteristik dari pelatihan itu sendiri, yang di dalamnya terdapat manajemen

untuk penyelenggaraan pelatihan dan kegiatan pembelajaran dalam pelatihan.

Karena itu untuk menetukan teknik-teknik evaluasi yang digunakan harus

menyesuaian dengan kebutuhan dalam hasil evaluasi pelatihan yang diinginkan.

Dalam evaluasi ada yang namanya alat evaluasi. Dalam pengertian

umum, alat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah

seseorang untuk melaksanakan tugas atau mencapai tujuan secara lebih efektif

dan efisien. Kata “alat” biasa disebut juga dengan istilah “instrumen”. Dengan

demikian alat evaluasi disebut juga instrumen evaluasi. Alat evaluasi dikatakan

baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu yangdievaluasi dengan hasil

seperti keadaan yang dievaluasi. Dalam menggunakan alat tersebut evaluator

menggunakan cara atau teknik, dan oleh karena itu dikenal dengan teknik

evaluasi.

Di dalam evaluasi terdapat penilaian hasil belajar yang oleh Benyamin Bloom

mengklasifikasikan menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan

ranah psikomotoris. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual

52
yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman,

aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap

yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian,

organisasi, dan internalisasi. Sedangkan ranah psikomotoris berkenaan dengan

hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.

Secara garis besar, teknik evaluasi dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu

teknik tes dan teknik non tes. Teknik tes merupakan pengumpul informasi bersifat

lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan. Jika dikaitkan evaluasi suatu

pelatihan, maka tes mempunyai fungsi ganda yaitu untuk mengukur peserta

pelatihan dan keberhasilan program pelatihannya.

1. Teknik Tes

Tes ialah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk

memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang

seseorang dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat. Sejalan dengan

itu, Nana Sudjana mengemukakan bahwa tes sebagai alat penilaian adalah

pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban

dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan),

atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan)

Berdasarkan uraian pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa tes adalah

suatu alat pengumpul informasi berupa pertanyaan atau latihan atau alat lain

yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, intelegensi,

kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.

53
Tentunya, teknik tes ini pasti memiliki fungsi. Secara umum, fungsi tes

ada dua yaitu:

a. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan init es

berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yangtelah

dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar

mengajar dalam jangka waktu tertentu.

b. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebabmelalui tes

tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauhprogram pengajaran

yang telah ditentukan, telah dapat dicapai

Secara umum, tes dibedakan menjadi dua yaitu tes uraian dan tes objektif.

Tes uraian ialah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk

menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan

alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan

dengan menggunakan bahasa sendiri. Tes uraian terdiri atas uraian bebas,

uraian terbatas, dan berstruktur.

Sedangkan tes objektif berupa soal-soal bentuk objektif yang banyak

digunakan dalam menilai hasil belajar. Hal ini disebabkan antara lain

oleh luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup dalam tes dan

mudahnya menilai jawaban yang diberikan. Soal-soal bentuk objektif ini

dikenal ada beberapa bentuk, yakni jawaban singkat, benar-salah,

menjodohkan, dan pilihan ganda. Kecuali bentuk jawaban singkat, dalam

soal-soal bentuk objektif telah tesedia kemungkinan-kemungkinan

jawaban (options) yang dapat dipilih.

54
Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur peserta didik, maka

dibedakan atas adanya tiga macam tes, yaitu:

1) Tes Diagnostik

Tes diagnostik yaitu tes yang digunakan untuk mengetahui

kelemahan-kelemahan peserta didik sehingga berdasarkan kelemahan-

kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.

2) Tes Formatif

Dari arti kata “form” yang merupakan dasar istilah “formatif” maka

evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah

terbentuk setelah mengikuti sesuatu program tertentu. dalam

kedudukannya seperti ini tes formatif dapat juga dipandang sebagai tes

diagnostik pada akhir pelajaran. Evaluasi formatif atau tes formatif

diberikan pada akhir setiap program. Tes ini merupakan post-test atau tes

akhir proses.

3) Tes Sumatif

Tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya sekelompok program

atau sebuah program yang lebih besar. Dalam pengalaman disekolah, tes

formatif dapat disamakan dengan ulangan harian, sedangkan tes sumatif

ini dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasanya dilaksanakan

pada tiap akhir catur wulan atau akhir semester.

Scawia B. Anderson membedakan tes lebih spesifik lagi menurut

dimensi-dimensi seperti tersebut di bawah ini:

55
a. Tes ditinjau dari unsur suatu kegiatan dapat dibedakan atas: tes

pengukur prosesdan tes pengukur hasil.

b. Tes ditinjau dari tujuan penggunaan hasil, dibedakan atas : tes formatif,

tes subsmatif dan tes sumatif.

c. Tes ditinjau dari konstribusi yang diukur, dibedakan atas : tes

kepribadian, tes bakat, tes kemampuan, tes minat, perhatian, sikap.

d. Tes ditinjau dari isi atau bidang studi dibedakan atas tes matematika,

sejarah, IPA, olahraga, keterampilan dan sebagainya.

e. Tes ditinjau dari lingkup materi yang diungkap, dibedakan atas tes

pencapaian dan tes penelusuran. Tes hasil belajar mengungkap materi

yang luas sedangkan tes penelusuran dikenakan pada sebagian kecil

bahan agar tester dapat lebih cermat mengamati sesuatu.

f. Tes ditinjau dari keragaman butir atau tugas dibedakan atas tes

homogen dan tesheterogen. Tes yang digunakan untuk mengukur

sesuatu aspek misalnya faktor minat, maka tesnya terdiri dari butir-

butir yang seragam (homogen). Tester standar biasanya terdiri dari

butir-butir yang heterogen.

g. Tes ditinjau dari cara tester memberikan respons, dibedakan atas tes

tertulis, tes lisan, tes penampilan, tes pengenalan (benar-salah, pilihan

ganda, menjodohkan dan sebagainya).

h. Tes ditinjau dari cara skoring dibedakan atas tes objektif (dikenal

dengan “check-point”) dan tes subjektif (tes yang memerlukan

pertimbangan subjektifitas penilai).

56
i. Tes ditinjau dari standar dalam menentukan jawaban, yakni tes yang

menuntut adanya kebenaran mutlak (mengenal benar-salah) dan tes

yang dimaksudkan untuk sekadar mengetahui keadaan seseorang

misalnya tes untuk sikap atau pendapat seseorang.

j. Tes ditinjau dari cara pengadministrasian dibedakan atas pre test (tes

awal) yang dilakukan sebelum diberikannya perlakuan, dan post test

(tes akhir) yang dilakukan sesudah perlakuan.

k. Tes ditinjau dari tekanan aspek yang diukur, dibedakan atas “speed

test”, yakni tes yang digunakan untuk mengukur kecepatan testee

bekerja dan “power test” yakni test yang digunakan untuk mengukur

kemampuan testee.Pembedaan atas tes berdasarkan aspek ini dijumpai

pada tes psikologi seperti halnya mengukur tes kemampuan umum

(TKU).

l. Tes ditinjau dari banyaknya teste yang dites, dibedakan atas individual

dan tes kelompok. Tes pengukuran inteligensi yang sifatnya klinis,

merupakan contoh tes individual sedangkan tes-tes yang berhubungan

dengan pencapaian dilapangan pendidikan, industry atau militer,

pada umumnya merupakan tes kelompok.

m. Tes ditinjau dari penyusunannya, dibedakan atas tes buatan guru

dan tes yang diperdagangkan, yang dikenal dengan tes terstandar.

2. Teknik Non Tes

Dengan teknik non tes, penilaian hasil belajar peserta didik dilakukan

dengan tanpa “menguji” peserta didik, melainkan dengan melakukan

57
pengamatan secara sistematis atau dikenal dengan observasi, wawancara,

menyebarkan angket (kuesioner), memeriksa atau meneliti dokumen-

dokumen skala (baik skala sikap maupun skala penilaian), studi kasus, dan

sosiometri.

Penggunaan teknik non tes untuk menilai hasil dan proses belajar masih

sangat terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan tes. Padahal teknik ini

sifatnya lebih komprehensif, dalam artian dapat digunakan untuk menilai

berbagai aspek dari individu sehingga penilaian tidak hanya terbatas pada

aspek kognitif, tetapi juga mengungkap aspek afektif dan psikomotoris.

Evaluasi non tes merupakan jenis penilaian dengan tidak menggunakan

tes. Sigit Pramono menjelaskan pengertian dari evaluasi non tes yaitu

penilaian yang dilakukan tanpa menguji peserta didik, melainkan dilakukan

dengan menggunakan pengamatan secara sistematis, seperti observasi,

wawancara, menyebarkan angket dan meneliti dokumen.

Kegunaan instrumen evaluasi non tes. Instrumen evaluasi non tes dalam

suatu pembelajaran sangatlah penting, terutama dalam mengukur dan menilai

ranah afektif dan psikomotorik. Sukardi menegaskan kegunaan dari non tes

sangat berguna terutama pada evaluasi hasil pembelajaran yang erat kaitannya

dengan kualitas pribadi dan keterampilan, yang mana hanya tepat dievaluasi

melalui penampilan sebagai efek penguasaan aspek keterampilan.

Jenis instrumen evaluasi non tes terdapat berbagai macam. Kelima jenis

instrumen evaluasi non tes itu adalah sebagai berikut:

58
1) Observasi

Pengertian dari observasi yaitu metode atau cara-cara dalam

menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai

tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok

secara langsung. Sementara itu menurut Arifin, observasi merupakan

suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif,

serta rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang

sebenar-nya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan

tertentu. Adapun alat yang dapat digunakan dalam melakukan observasi

disebut dengan pedoman observasi. Pada kegiatan evaluasi pembelajaran,

observasi dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar peserta

didik.

Misalnya, tingkah laku peserta didik pada waktu belajar, peserta

didik dalam berdiskusi, peserta didik dalam mengerjakan tugas dan lain-

lain. dalam rangka evaluasi hasil belajar, observasi digunakan sebagai

teknik evaluasi untuk menilai kegiatan-kegiatan belajar yang bersifat

keterampilan atau skill. Observasi perilaku peserta didik juga dapat

dilakukan dengan menggunakan buku catatan khusus tentang kejadian-

kejadian yang berkaitan dengan peserta didik selama disekolah. Hasil

observasi yang dilakukan oleh guru dapat dijadikan sebagai umpan balik

dalam pembinaan.

59
2) Wawancara

Wawancara memiliki pengertian yaitu salah satu bentuk alat evaluasi

jenis non tes yang dilakukan melalui percakapan dan tanya jawab, baik

langsung maupun tidak langsung dengan peserta didik. Arti wawancara

langsung ialah proses tanya jawab yang dilakukan secara langsung antara

pewawancara atau guru dengan orang yang diwawancarai atau peserta

didik tanpa perantara. Sementara wawancara tidak langsung yaitu proses

tanya jawab antara pewawancara atau guru yang menanyakan sesuatu

kepada peserta didik melalui perantaraan orang lain atau media dengan

tidak menemui langsung kepada sumbernya.

3) Angket

Angket atau kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan

tertulis kepada responden untuk dijawab. Dalam proses pembelajaran di

kelas, responden yang dimaksud adalah peserta didik. Guru bertindak

sebagai perumus dan pembuat angket. Prinsip Penulisan Angket yaitu :

- Isi dan tujuan pertanyaan jelas

- Bahasa yang digunakan mudah dipaham

- Tipe dan bentuk pertanyaan (terbuka atau tertutup)

- Pertanyaan tidak mendua

- Tidak menanyakan yang sudah lupa

- Panjang pertanyaan (max 30 pertanyaan)

- Urutan pertanyaan (dari mudah ke sulit)

60
- Prinsip pengukuran

- Penampilan fisik angket.

4) Daftar Cek (Check List)

Pengertian dari daftar cek ialah suatu daftar yang berisi subjek dan

aspek-aspek yang akan diamati oleh guru. Melalui daftar cek ini dapat

memungkinkan guru sebagai penilai untuk mencatat tiap-tiap kejadian

yang penting dan yang menjadi fokus penilaian dari guru. Daftar cek

mudah digunakan untuk menilai tes psikomotorik dimana guru atau

pengama tinggal memberi tanda cek pada kompetensi yang muncul.

Daftar cek memiliki banyak manfaatnya. Adapun manfaat dari daftar cek

meliputi:

- Membantu guru untuk mengingat-ingat apa yang harus diamati

- Dapat memberikan informasi kepada stake holder

Penilaian unjuk kerja pada daftar cek berupa “ya” atau “tidak” pada

penilaian ini peserta didik mendapat nilai apabila kriteria penguasaan

kemampuan tertentu dapat diamati oleh penilai. Jika tidak dapat diamati,

peserta didik tidak memperoleh nilai.

5) Studi Kasus

Jenis non tes berikutnya ialah studi kasus. Arti studi kasus adalah

studi yang mendalam dan komprehensif tentang peserta didik, kelas atau

sekolah yang memiliki kasus tertentu. indikator studi kasus misalnya,

peserta didik ada yang sangat cerdas, ada yang sangat lamban, sangat

rajin, sangat nakal atau ada yang kesulitan dalam belajar. Dalam studi

61
kasus, penekanan yang penting untuk diperhatikan ialah diagnosis

masalah-masalah peserta didik dan memberikan rekomendasi untuk

mengatasinya. Pada pelaksanaan studi kasus, arifin menjelaskan bahwa

guru di sekolah harus terlebih dahulu mengumpulkan data dari berbagai

sumber dengan menggunakan berbagai teknik dan alat pengumpulan

data. Alat pengumpulan data yang dapat digunakan oleh guru salah

satunya adalah depth-interview, yaitu melakukan wawancara secara

mendalam.

Menurut Sudjana (2006:173) instrumen evaluasi program antara lain ada

kuesioner, wawancara dan pengamatan.

1. Kuesioner

Menurut Babbie dalam Sudjana (2006: 177) adalah alat pengumpulan data

secara tertulis yang berisi daftar pertanyaan atau pernyataan yang disusun

secara khusus dan digunakan untuk menggali dan menghimpun keterangan

dan informasi sebagaimana dibutuhkannya dan cocok untuk dianalisis.

Pertanyaan atau penyataan dalam kuesioner pada umumnya berisi fakta-fakta

yang diketahui dan dialami oleh responden, serta sikap, pendapat, aspirasi

atau tanggapan responden terhadap sesuatu yang diajukan kepadanya, yang

memerukan keterlibatan perasaan, pikiran dan sikap responden.

Selanjutnya, menurut Sudjana (2006:177) jenis kuesioner dapat dibagi

dalam 3 yaitu:

62
1) Kuesioner tertutup

Kuesioner tertutup terdiri atas pertanyaan atau pernyataan yang

jawabannya disediakan sebagai pilihan jawaban pada setiap pertanyaan

atau pernyataan. Responden dapat memilih alternatif jawaban yang sesuai

dengan pendapat dan kehendaknya.

Kelemahan jenis kuesioner tertutup adalah pilihan jawaban dapat

membatasi kebebasan responden.

2) Kuesioner terbuka

Kuesioner terbuka terdiri atas pernyataan yang memberikan

kebebasan kepada responden untuk mengemukakan berbagai alternatif

jawaban menurut pikiran dan cara responden dalam mengemukakan

jawaban masing-masing.

3) Kuesioner gabungan

Kuesioner ini terdiri atas pertanyaan dan pernyataan yang

dikombinasikan dengan jawaban-jawaban yang telah disediakan dan harus

dipilih, serta jawaban bebas.

2. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui komunikasi langsung

antara penanya dan pihak yang ditanya. Wawancara dilakukan oleh penanya

dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara melibatkan empat

komponen yaitu isi pertanyaan, pewawancara, responden dan situasi

wawancara. Isi pertanyaan diangkat dari tujuan evaluasi program, tujuan

63
pengumpulan data, masalah, komponen, dimensi, variabel dan atribut yang

perlu diidentifikasi melalui jawaban yang disampaikan oleh responden.

Terdapat sepuluh kelebihan wawancara dibandingkan dengan teknik

lainnya.

1) Penggunaan tenik wawancara dapat dilakukan secara fleksibel

sehingga memungkinkan untuk pengulangan atau memodifikasi

pertanyaan yang dirasa kurang jelas oleh responden dan adanya

peluang untuk melakukan “probing” oleh penanya kepada responden.

2) Intensitas respon terhadap pertanyaan yang diperoleh melalui

wawancara lebih tinggi dibandingkan dengan respon kuesioner.

3) Memungkinkan bagi penanya untuk memperoleh data penguat lain

melalui mimik responden dalam menjawab.

4) Dapat mengontrol lingkungan yang mungkin menganggu wawancara

seperti hubungan yang kurang mendukung, seperti suara gaduh dan

kekurangsiapan responden untuk diwawancarai.

5) Penanya dapat menyusun urutan pertanyaan sesuai dengan arah

pembicaraan antara penanya dan responden.

6) Penanya dapat mengakomodasi jawaban secara spontan yang

informatif dan responden.

7) Hanya responden sendiri yang menjawab pertanyaan secara langsung

tanpa harus dibantu orang lain yang mungkin dapat mempengaruhi

jawaban.

64
8) Memungkinkan penanya dapat memperoleh jawaban secara

menyeluruh untuk setiap pertanyaan.

9) Penanya dapat mengulur waktu yang tepat dan menggunakan tempat

yang cocok untuk melakukan wawancara.

10) Dapat digunakan dafar pertanyaan yang dilengkapi dengan bagan,

grafik dan sebagainya.

Namun wawancara mempunyai beberapa kelemahan sebagai berikut:

- Biaya pengumpulan data melalui wawancara, apabila responden

banyak, pada umumnya lebih besar bila dibandingakan dengan biaya

pengumpulan data melalui kuesioner.

- Pelaksanaan wawancara dan perjalanaan menemui responden

memerlukan waktu lebih lama dari waktu yang disediakan sesuai

dengan rencana.

- Wawancara memungkinkan bisa dengan cara yang mendesak

responden dalam menjawab pertanyaan, pencatatan jawaban mungkin

tidak lengkap lebih-lebih apabila tidak ada waktu tersedia untuk

mengulangi pertanyaan.

- Responden tidak memiliki kesempata mencari informasi dari

sumber lain sebelum atau ketika menjawab pertanyaan.

- Kemungkinan waktu wawancara kurang cocok dengan kondisi

responden seperti responden sedang dalam keadaan kurang sehat,

perasaan tegang, udara panas dan gangguan lainnya sehingga

jawaban responden tidak diperoleh secara wajar atau apa adanya.

65
- Kerahasiaan responden kurang terjamin. Nama dan alamat

responden dan situasi kehidupannya diketahui oleh penanya.

- Kalimat dan istilah yang digunakaan penanya terkadang tidak

seragam untuk seluruh respoden sehingga sering menyulitkan untuk

membandingkan kesamaan atau perbedaan jawaban dari setiap

responden.

- Wawancara tidak dapat menjangkau responden dalam jumlah dan

wilayah yang luas.

3. Pengamatan (Observation)

Pengamatan ialah teknik evaluasi program pendidikan yang digunakan

untuk mengkaji suatu gejala atau peristiwa melalui upaya mengamati dan

mencatat data secara sistematis. Observasi merupakan teknik pengumpulan

data yang tidak menggunakan perkataan atau disertai dengan komunikasi

lisan. Meskipun begitu, teknik ini pada umumnya melibatkan penglihatan

terhadap data visual, observasi dapat pula melibatkan indra lainnya seperti

pendengaran, sentuhan serta penciuman. Observasi dapat dilakukan secara

mandiri maupun bersama-sama. Dilihat dari jenisnya, observasi terdiri dari

observasi partisipatif dan observasi non-partisipatif. Observasi partisipatif

dilakukan oleh pengamat dengan melibatkan dirinya dalam kegiatan yang

sedang dilakukan atau peristiwa yang sedang dialami oleh orang lain.

sedangkan observasi non-partisipatif yaitu pengamat tidak melibatkan diri

dalam kegiatan yang tengah dilakukan.

66
Dibandingkan dengan teknik-teknik lainnya. Observasi memiliki beberapa

keunggulan, antara lain:

- Teknik observasi dilakukan tanpa harus berbicara. Evaluator dapat

menggunakan catatan lapangan atau rekaman gambar tentang tingkah

laku, peristiwa atau keadaan yang diobservasi.

- Objek yang diobservasi berada dalam lingkungan alamiah, bukan

lingkungan yang dimanipulasi sehingga data yang dihimpun akan

objektif.

- Analisa data dapat dilakukan secara berkelanjutan dalam rentang

waktu tertentu, sehingga memungkinkan bagi evaluator untuk

melakukan observasi lebih lama dibandingkan dengan pengumpulan

data dari metode survey dan eksperimen. \

Akan tetapi, dibalik keunggulannya, observasi juga pasti memiliki

beberapa kelemahan, antara lain:

- Kelemahan dalam pengontrolan terhadap variabel luar yang mungkin

mempengaruhi data yang terhimpun melalui observasi.

- Kesulitan membuat kuantifikasi data karena pengukuran dalam

observasi pada umumnya terjadi melalui presepsi evaluator terhadap

data yang bukan kuantitatif.

- Sampel terlalu kecil sehingga sulit untuk menarik generalisasi dan

untuk membandingkan data yang diperoleh melalui observasi dengan

data yang lainnya.

67
- Tidak mudah untuk memperoleh izin observasi. Evaluator sering

mengalami kesulitan untuk memperoleh persetujuan dari pihak-pihak

tersebut untuk melakukan observasi.

- Kesulitan dalam mengobservasi peristiwa yang mengandung isu yang

sensitif dan dalam menjaga kerahasiaan nama-nama orang yang

diobservasi.

68
DAFTAR PUSTAKA

Widoyoko, E. P. (2009). Evaluasi program pembelajaran. Yogyakarta: pustaka

pelajar, 238.

Aminah, H. (2015). Model Evaluasi Kirikpatrick Dan Aplikasinya Dalam

Pelaksanaan Pelatihan (Level Reaksi dan Pembelajaran) Di Pusat

Pendidikan Dan Pelatihan Perum Jakarta. JRMSI-Jurnal Riset Manajemen

Sains Indonesia, 6(1), 376-394.

Saputra, H. (2019). Evaluasi Program Pelatihan Desain Pembelajaran bagi Dosen

Universitas Terbuka. Jurnal Semarak, 2(2), 110-123.

Rizqia, H., & Soegoto, D. S. Pengaruh Pelatihan Kemampuan dan Pengalaman

Terhadap Kinerja Internal Audior (Studi Kasus pada unit internal audit PT

Telekomunikasi Indonesia,Tbk). Jurnal Ilmiah Magister Managemen

UNIKOM, 45.

Yulianti, E. (2015). Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Karyawan Grand Fatma

Hotel di Tenggarong Kutai Kartanegara. E-Jurnal Administrasi Bisnis,

3(4), 900-910.

ES, D. P. (2015). Evaluasi pelatihan (training) level II berdasarkan teori the four

levels Kirkpatrick. Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 3(2),

119-128.

Koswara, R. (2014). Manajemen pelatihan life skill dalam upaya pemberdayaan

santri di pondok pesantren. EMPOWERMENT: Jurnal Ilmiah Program

Studi Pendidikan Luar Sekolah, 3(1), 37-50.

69
Cahya, A. C. A., Yazida, I. Y. P. I., Saniyah, R. S. R., & Sucipto, S. (2021,

September). Peran Penting Penyusunan Desain Evaluasi Bagi Pelaksanaan

Program Pelatihan. In Seminar Nasional Peta Jalan Pendidikan dan

Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Vol. 1, No. 1).

Kamila, V. Z., & Subastian, E. (2016, October). SISTEM INFORMASI

EVALUASI PELATIHAN BIDANG KESEHATAN BERBASIS MODEL

EVALUASI KIRKPATRICK. In SCIENCE AND ENGINEERING

NATIONAL SEMINAR (Vol. 2, pp. 178-187).

Utomo, A. P., & Tehupeiory, K. P. (2014). Evaluasi pelatihan dengan metode

Kirkpatrick analysis. Jurnal Telematika, 9(2), 37.

Gusetyoningsih, R. (2021). Pelatihan.

Ii, B. A. B., & Pustaka, T. (2004). BAB II: Tinjauan Pustaka: Pelatihan.

Siringoringo, R. H., & Madya, W. (2015). Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan.

2(1), 1–8.

Munthe, A. P. (2015). Pentingnya evaluasi program di institusi pendidikan:

sebuah pengantar, pengertian, tujuan dan manfaat. Scholaria: Jurnal

Pendidikan dan Kebudayaan, 5(2), 1-14.

Widoyoko, E. P. (2017). Evaluasi Program Pelatihan. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Mukarramah, M. (2014). Pengembangan Tes Diagnostik dalamPembelajaran

Matematika di Kelas VII Pondok Pesantren An Nahdlah Layang Makassar

(Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar).

70
Mania, S. (2008). Teknik non tes: telaah atas fungsi wawancara dan kuesioner

dalam evaluasi pendidikan. Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu Tarbiyah Dan

Keguruan, 11(1), 45-54.

Hutapea, R. H. (2019). Instrumen Evaluasi Non-Tes dalam Penilaian Hasil Belajar

Ranah Afektif dan Psikomotorik. BIA': Jurnal Teologi dan Pendidikan

Kristen Kontekstual, 2(2), 151-165.

Lazwardi, D. (2017). Implementasi evaluasi program pendidikan di tingkat

sekolah dasar dan menengah. Al-Idarah: Jurnal Kependidikan Islam, 7(2),

142-156.

Shobariyah, E. (2018). Teknik Evaluasi Non Tes. Adz-Zikr: Jurnal Pendidikan

Agama Islam, 3(2), 1-13.

Ananda, R., & Rafida, T. (2017). Pengantar evaluasi program pendidikan. Cv.

Pusdikra Mitra Jaya.

Harun Sitompul, M. P. (2018). Konsep Evaluasi Program Pembelajaran. Prof. Dr.

Harun Sitompul, M. Pd. 2. Dr. R. Mursid, ST, MP.

Dr. H. A. Rusdiana, D.M. (2017). Manajemen Evaluasi Program Pendidikan.

Bandung: CV Pustaka Setia.

Muryadi, A. D. (2017). Model evaluasi program dalam penelitian evaluasi. Jurnal

Ilmiah Penjas (Penelitian, Pendidikan Dan Pengajaran), 3(1).

Mustafa, H. (2017). Evaluasi terhadap program pelatihan keterampilan pada

institut kemandirian dompet dhuafa tangerang (Bachelor's thesis, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,

2017).

71

Anda mungkin juga menyukai