0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
13 tayangan1 halaman
PT. Tirta Marta Bottling Company ditengarai menggelapkan pinjaman sebesar Rp1,4 triliun dari Bank Mandiri. Direktur perusahaan tersebut ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penggelapan pinjaman dan melanggar undang-undang korupsi. Bank Mandiri mencurigai laporan keuangan perusahaan yang menunjukkan gejala manipulasi untuk memperoleh pinjaman besar, padahal kinerja perusahaan menurun. Beberapa peg
PT. Tirta Marta Bottling Company ditengarai menggelapkan pinjaman sebesar Rp1,4 triliun dari Bank Mandiri. Direktur perusahaan tersebut ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penggelapan pinjaman dan melanggar undang-undang korupsi. Bank Mandiri mencurigai laporan keuangan perusahaan yang menunjukkan gejala manipulasi untuk memperoleh pinjaman besar, padahal kinerja perusahaan menurun. Beberapa peg
PT. Tirta Marta Bottling Company ditengarai menggelapkan pinjaman sebesar Rp1,4 triliun dari Bank Mandiri. Direktur perusahaan tersebut ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penggelapan pinjaman dan melanggar undang-undang korupsi. Bank Mandiri mencurigai laporan keuangan perusahaan yang menunjukkan gejala manipulasi untuk memperoleh pinjaman besar, padahal kinerja perusahaan menurun. Beberapa peg
Tirta Marta Bottling Company ditengarai menilap kredit
sebesar Rp 1,4 triliun dari Bank Mandiri. Kejaksaan juga telah menetapkan Rony Tedi, Direktur Tirta Amarta, sebagai tersangka penggelapan pinjaman ini, akhir Oktober 2017. Ia disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 55 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Pembobolan kredit ini terendus setelah manajemen kantor pusat Bank Mandiri membentuk tim untuk mengaudit kemampuan dan kinerja para nasabahnya pada akhir 2015. PT. Tirta Marta Bottling Company termasuk yang diperiksa karena tergolong sebagai debitor kelas menengah atas. Berdasarkan catatan Bank Mandiri, perusahaan ini termasuk debitor lama. Tirta Amarta pertama kali mendapat fasilitas Kredit Modal Kerja dari Bank Mandiri Commercial Banking Center Bandung pada 19 Desember 2008 Berdasarkan catatan Bank Mandiri, Tirta Amarta tercatat sebagai nasabah lancar. Artinya, mereka selalu membayar pinjaman tepat waktu dan sesuai dengan perjanjian. Sampai akhirnya perusahaan ini mengajukan fasilitas tambahan kredit dengan alasan untuk meluaskan usaha pada April 2015. Tirta Amarta mengajukan perpanjangan semua fasilitas Kredit Modal Kerja sebesar Rp 880,6 miliar, perpanjangan dan tambahan plafon letter of credit sebesar Rp 40 miliar, serta fasilitas Kredit Investasi sebesar Rp 250 miliar selama 72 bulan. Sebagai syarat permintaan tambahan kredit ini, Tirta Amarta menjaminkan sejumlah aset perusahaan. Selain itu, mereka menunjukkan keuangan perusahaan yang diklaim terus membaik. Bank Mandiri Bandung kemudian menyetujui penambahan kredit ini Setelah berbulan-bulan mengaudit, tim sampai pada kesimpulan bahwa Tirta Amarta seharusnya tidak layak mendapat kredit dalam jumlah besar. Ada indikasi perusahaan itu memanipulasi laporan keuangan agar terlihat sehat. Padahal omzet perusahaan menunjukkan kecenderungan turun. Bahkan ada dugaan penggelembungan nilai aset agar perusahaan ini bisa mendapat pinjaman kredit. Dugaan penyimpangan itu kemudian dilaporkan ke Kejaksaan Agung, awal Januari 2017. Dan pada akhir September 2017, Kejaksaan menerbitkan surat perintah penyidikan atas perkara ini. Dugaan penyimpangan itu kemudian dilaporkan ke Kejaksaan Agung, awal Januari 2017. Dan pada akhir September 2017, Kejaksaan menerbitkan surat perintah penyidikan atas perkara ini. Rony tidak sendiri untuk menggasak kredit senilai Rp 1,4 triliun ini, ia diduga bekerja sama dengan pegawai Bank Mandiri Bandung. Kejaksaan juga telah menetapkan 5 (lima) orang sebagai tersangka. Mereka bekerja di bagian Commercial Banking Manager (Surya Baruna Semengguk), Comercial Banking Head (Totok Suharto), Relationship Manager (Frans Zandstra), Wholesale Cresit Head (Poerwitono Poeji Wahjono) dan yang terakhir Senior Credit Risk Manager (Teguh Kartika Wibowo). Jaksa menyebut bahwa Internal Auditor Bank Mandiri terbukti lalai dalam melaksanakan tugasnya. Mereka tidak melakukan verifikasi pemberian fasilitas kredit dan abaikan proses pemberian kredit hingga pertimbangan pemberian kredit berdasarkan piutang tidak didasarkan pada syarat yang seharusnya sehingga negara dirugikan sebesar Rp 1,8 triliun.