Anda di halaman 1dari 7

“Pandangan Gereja Katolik Terhadap Aborsi”

Maria Friska Tilasanti


Mahasiswa STKIP Widya Yuwana Madiun

Abstrack
Di zaman ini, wacana mengenai aborsi dalam Gereja Katolik semakin penting.
Ada desakan sangat kuat dari berbagai pihak agar Gereja Katolik mengendurkan
aturannya dan memperbolehkan aborsi. Desakan terjadi karena Gereja Katolik sejak awal
sampai saat ini tetap mempertahankan pandangannya bahwa Aborsi harus dilarang
karena tidak sesuai dengan kehendak Allah dimana Allah Menghendaki kehidupan bukan
kematian. Zaman ini juga ditandai dengan perkembangan di berbagai bidang kehidupan
masyarakat. Perkembangan ini berdampak positif karena memberikan sumbangan positif
bagi manusia. Didalam dampak positif tersebut terselubung dampak negatif misalnya
aborsi. Banyak keluarga-keluarga Katolik dapat dengan mudah melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan ajaran Agama. Jika mereka tidak senang dengan bayi dalam
kandungan atau bayi tersebut tidak sesuai dengan keinginan mereka, mereka dengan
mudah melakukan aborsi. Hal ini karena prosesnya cepat dan mudah serta tanpa efek
samping. Maka tidak mengherankan banyak orang melakukan aborsi tanpa merasa beban
apa-apa seolah-olah manusia tidak ada arti lagi. Hal ini terjadi mungkin tanpa disadari
atau mungkin dengan penuh kesadaran.

Kata kunci : Pandangan Gereja, Katolik, Aborsi

I. Latar Belakang
Menjalani kehamilan itu berat, apalagi kehamilan yang tidak dikehendaki.
Terlepas dari alasan apa yang menyebabkan kehamilan, aborsi dilakukan karena terjadi
kehamilan yang tidak diinginkan. Apakah dikarenakan kontrasepsi yang gagal,
perkosaan, ekonomi, jenis kelamin atau hamil diluar nikah. Janin : (manusia dalam
rahim) pengguguran kandungan alias aborsi (abortus, bahasa Latin) secara umum dapat
dipilah dalam dua kategori, yakni aborsi alami (abort us natural) dan aborsi buatan
(abortus provocatus), yang termasuk didalamnya abortus provocatus criminalis, yang
merupakan tindakan kejahatan dan dilarang di Indonesia (diatur dalam pasal 15 ayat 2
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992).
Aborsi tidak hanya dilakukan oleh para wanita berstatus istri yang bermaksud
menghentikan kelangsungan kandungannya, tetapi juga banyak penyandang hamil
pranikah melakukannya. Kecenderungan melakukan aborsi ini tak lepas dari pandangan
terhadap hakikat kapan kehidupan anak manusia dimulai. Aborsi merupakan masalah
yang kompleks, mencakup nilai-nilai religius, etika, moral dan ilmiah serta secara
spesifik sebagai masalah biologi.

II. Apa Itu Aborsi


Secara sederhana kata aborsi adalah mati (gugurnya) hasil konsepsi. Pengertian
aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan (sebelum 20 minggu kehamilan), bukan semata untuk menyelamatkan jiwa
ibu hamil dalam keadaan darurat tapi juga bisa karena sang ibu tidak menghendaki
kehamilan itu. Aborsi berasal dari kata bahasa Latin Abortio, ialah pengeluaran hasil
konsepsi dari uterus secara premature pada umur dimana janin itu belum bisa hidup
diluar kandungan.
Secara medis janin bisa hidup diluar kandungan pada umur 24 minggu. Secara
medis aborsi berarti pengeluaran kandungan sebelum berumur 24 minggu dan
mengakibatkan kematian; sedangkan pengeluaran janinsesudah umur 24 minggu dan
mati tidak disebut aborsi tetapi pembunuhan bayi (infanticide). Sedangkan dalam
terminologi moral dan hukum, aborsi berarti pengeluaran janin sejak adanya konsepsi
sampai dengan kelahirannya yang mengakibatkan kematian. Pembunuhan yang disengaja
(procured abortion, induced abortion dan abortus provocatus) = pembunuhan yang
disengaja dan langsung diarahkan kepada manusia pada tahap awal hidupnya, antara saat
pembuahan sampai dengan kelahirannya, dengan cara apapun juga pelaksanaannya.
Aborsi Terapeutik = yang dilakukan untuk menyelamatkan hidup atau kesehatan
(fisik dan mental) seorang wanita hamil: kadang-kadang dilakukan sesudah pemerkosaan
atau inses (incest). Aborsi Terapeutik langsung = yang dilakukan untuk menyelamatkan
hidup atau kesehatan (fisik dan mental) seorang wanita hamil. Tindakan medisnya
sendiri bukan ditujukan langsung untuk membunuh janin itu tetapi pada suatu yang
lainnya misalnya pengangkatan Rahim atau saluran telur yang didalamnya ada janinnya.
Karena rahimnya diangkat maka janinnya ikut mati.
Aborsi eugenik = yang dilakukan terhadap janin yang cacat atau jenis kelaminnya
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Keguguran (miscarriage, spontaneous
abortion) = aborsi yang terjadi secara alami. Yang terjadi tanpa campur tangan manusia
tetapi terjadi secara alamiah oleh karena berbagai macam sebab. Secara moral keguguran
ini tidak menimbulkan masalah moral sebab terjadi tanpa campur tangan manusia.

III. Apa Itu Agama


Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan
pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan.
Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk
menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta.
Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas,
etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada
sekitar 4.2000 agama di dunia.
Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan, definisi
tentang apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab
suci. Praktik agama juga dapat mencakup ritual khotbah, peringatan, atau pemujaan
Tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan, festival pesta trance, inisiasi, jasa penguburan,
layanan pernikahan meditasi, doa, musik, seni, tari, masyarakat layanan atau aspek lain
dari kebudayaan manusia. Agama juga mungkin mengandung mitologi.
Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem
kepercayaan atau kadang-kadang mengatur tugas; namun, dalam kata-kata Emile
Durkheim agama berbeda dari keyakinan pribadi dalam bahwa itu adalah “sesuatu yang
nyata sosial” Emile Durkheim juga mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang
terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang
suci. Sebuah jajak pendapat global 2012 melaporkan bahwa 59% dari populasi dunia
adalah beragama, dan 36% tidak beragama, termasuk 13% yang ateis, dengan penurunan
9 persen pada keyakinan agama dari tahun 2005. Rata-rata, wanita lebih religius daripada
laki-laki. Beberapa orang mengikuti beberapa agama atau beberapa prinsip-prinsip
agama pada saat yang sama, terlepas dari apakah atau tidak prinsip-prinsip agama
mereka mengikuti tradisional yang memungkinkan untuk terjadi unsur sinkretisme.
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama adalah sistem yang mengatur
tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan yang Mahakuasa serta tata
kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Kata “Agama” berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti “tradisi”. Kata lain untuk
menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa latin religio dan berakar
pada kata kerja re-ligare yang berarti “mengikat kembali”. Maksudnya dengan berreligi,
seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Banyak bahasa memiliki kata-kata yang dapat diterjemahkan sebagai “agama”,
tetapi mereka mungkin menggunakannya dalam cara yang sangat berbeda, dan beberapa
tidak memiliki kata untuk mengungkapkan agama sama sekali. Sebagai contoh, dharma
kata sansekerta, kadang-kadang diterjemahkan sebagai “agama”, juga berarti hukum. Di
seluruh Asia Selatan klasik, studi hukum terdiri dari konsep-konsep seperti penebusan
dosa melalui kesalehan dan upacara serta tradisi praktis. Jepang pada awalnya memiliki
serikat serupa antara “hukum kekaisaran” dan universal atau “hukum Buddha”, tetapi ini
kemudian menjadi sumber independen dari kekuasaan. Tidak ada setara yang tepat dari
“agama” dalam bahasa Ibrani, dan Yudaisme tidak membedakan secara jelas antara,
identitas keagamaan nasional, ras, atau etnis. Salah satu konsep pusat adalah “halakha”
kadang-kadang diterjemahkan sebagai “hukum”, yang memandu praktik keagamaan dan
keyakinan dan banyak aspek kehidupan sehari-hari. Penggunaan istilah-istilah lain,
seperti ketaatan kepada Allah atau Islam yang juga didasarkan pada sejarah tertentu dan
kosakata.

IV. Pandangan Gereja tentang Aborsi


- Dasar Alkitabiah
Sangat menarik bahwa diseluruh Alkitab baik perjanjian Lama maupun Perjanjian
Baru, tidak ada satupun ayat yang menyebutkan kata “Aborsi” secara langsung dan
bagaimana harus bertindak bila terjadi kasus aborsi. Disini kita akan melihat teks-teks
Kitab Suci yang sering dipakai sebagai landasan argument dalam pembicaraan
mengenai aborsi.
 Kitab Keluaran 21:22-25
Perikop ini adalah bagian Kitab Suci yang sering disebut dalam kerangka
pembicaraan mengenai aborsi.
“Apabila ada orang berkelahi dan seorang dari mereka bertumbuk
kepada seorang perempuan yang sedang mengandung sehingga
keguguran kandungan, tetapi tidak mendapat kecelakaan yang
membawa maut, maka pastilah ia didenda sebanyak yang dikenakan
suami perempuan itu kepadanya, dan ia harus membayarnya menurut
keputusan hakim. Tetapi jika perempuan itu mendapat kecelakaan yang
membawa maut, maka engkau harus memberikan nyawa ganti nyawa,
mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki,
lecur ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak”.
Yang menarik dari teks ini adalah dapat dipakai oleh dua pihak yang pertama
melegitimasi aborsi dan yang kedua menolak aborsi. Kalau kita melihat secara
seksama teks diatas maka akan menjadi jelas bahwa peristiwa itu hanya
mengakibatkan keguguran maka orang yang menyebabkan keguguran itu tidak
perlu membayar dengan nyawa tetapi cukup dibayar dengan (sejumlah uang)
menurut keputusan hakim. Sebaliknya kalau peristiwa ini menyebabkan kematian
si ibu dengan anaknya, maka diperlakukan prinsip Lex Talionis, yakni nyawa
ganti nyawa.
Jadi yang dapat disimpulkan dari perikop ini adalah ketika si bayi keguguran
maka tidak perlu diganti dengan bayi tetapi bisa diganti dengan uang, karena bagi
yang pro-aborsi mengatakan bahwa janin itu belum masuk hitungan sebagai
persona manusia. Jika peristiwa itu menyebabkan kematian si ibu dan anak maka
akan dilakukan hukum pembalasan. Dalam alam pikiran Yahudi dimana yang
berlaku adalah hukum pembalasan (Lex Talionis).

- Ajaran Gereja
 Abad Pertengahan
Gereja mengakui dan mendukung kewajiban Negara yang perlu untuk
membela dan memajukan hak-hak manusia. Ajaran Gereja mengenai aborsi
dalam abad pertengahan tidak mengalami perubahan yang berarti karena memang
sejak awal mula Gereja, aborsi selalu dipandang salah dan mendapatkan hukuman
sebagai pembunuhan.
Dalam zaman ini, perkembangan yang terjadi adalah diskusi mengenai
hukuman itu sendiri. Dalam zaman ini terjadi dua arah jenis hukuman itu. Ada
satu aliran yang membedakan antara janin yang sudah terbentuk, yakni ketika
jiwa masuk kedalam janin, dan janin yang belum terbentuk, yakni janin yang
belum kemasukan jiwa. Hukuman dari aborsi itu tergantung pada saat aborsi
dilaksanakan. Kalau dilaksanakan sesudah janin berbentuk (=jiwa sudah masuk),
maka hukumannya sama dengan melakukan pembunuhan; sedangkan kalau
dilakukan sebelum janin berbentuk (=jiwa belum masuk) maka hukumannya
tidak sama dengan pembunuhan. Pembedaan macam ini kemudian disebut late
animation (penyawaan yang tertunda) sebab masuknya jiwa (anima) terjadi
beberapa hari sesudah adanya badan.
Sementara itu aliran pemikiran lainnya tidak membuat pembedaan antara janin
yang sudah terbentuk dan yang belum terbentuk. Semua aborsi adalah
pembunuhan, kapanpun pelaksanaannya. Dalam perkembangan selanjutnya aliran
ini kalah dibanding dengan aliran late animation.
Pandangan semacam ini semakin menjadi pandangan umum pada masa
sesudahnya. Didalam Gereja sendiri juga ada dekrit resmi yang membedakan
antara janin yang sudah dimasuki jiwa yang belum. Aborsi yang dilakukan
sesudah jiwa masuk kedalam badan disebut pembunuhan, sedangkan yang dibuat
sebelum jiwa masuk kedalam badan tidak disebut pembunuhan, tetapi Quasi
pembunuhan. Hukuman diberikan sesuai dengan tingkat pembunuhan janin yang
di aborsi itu.

- Magisterium Gereja
 Konsili Vatikan II
Salah satu dokumen resmi yang paling penting dimasa Gereja modern yang
mengutuk aborsi ialah Konstitusi Pastoral Gaudium Et Spes, yang diumumkan
secara resmi pada tanggal 7 Desember 1965. Disitu dikatakan “apa saja yang
berlawanan dengan kehidupan sendiri, misalnya bentuk pembunuhan yang
manapun juga, penumpasan suku, pengguguran , euthanasia dan bunuh diri yang
disengaja; apapun yang melanggar keutuhan pribadi manusia seperti
pemenggalan anggota badan, siksaan yang ditimpakan pada jiwa maupun raga,
dan sementara mencoreng peradaban manusiawi, perbuatan-perbuatan itu lebih
mencermarkan mereka yang melakukannya, daripada yang menanggung
ketidakadilan, lagipula sangat berlawanan dengan Sang Pencipta.

V. Kesimpulan
Menjalani kehamilan itu berat, apalagi kehamilan yang tidak dikehendaki.
Terlepas dari alasan apa yang menyebabkan kehamilan, aborsi dilakukan karena terjadi
kehamilan yang tidak diinginkan. Apakah karena kontrasepsi yang gagal, perkosaan,
masalah ekonomi, jenis kelamin atau hamil diluar nikah. Gereja mengajak kita untuk
menghormati hidup manusia sejak dari awal, oleh karena itu dapat dikatakan dengan
tegas, kita menolak adanya pengguguran. Aborsi hanya boleh dilakukan dengan keadaan
darurat sebagai cara untuk menyelamatkan ibunya. Jadi, aborsi yang dilakukan oleh
karena alasan lain, jelas-jelas dilarang. Gereja katolik sangat kuat mempertahankan
pandangannya bahwa aborsi harus dilarang karena berkaitan dengan hak asasi manusia.
Manusia mempunyai hak asasi manusia karena ia adalah manusia ciptaan Allah. Ia
diciptakan menurut gammbar dan rupa Allah.
Hak asasi itu datang dari kodratnya sebagai manusia dan menyatu lekat dengan
martabatnya sebagai manusia. Hak itu tidak dapat diberi atau diambil oleh orang lain
atau institusi lain, melainkan melekat dengan dirinya sebagai manusia. Sejak manusia
ada hak itu melekat padanya dan akan hilang bersama perginya manusia dari dunia ini
(meninggal). Bagi seorang manusia, hidup adalah nilai fundamental untuk dapat
merealisasikan nilai-nilai lainnya. Maka, hak untuk hidup menjadi syarat utama dan
mendasar ketika berbicara mengenai hak asasi manusia. Manusia diciptakan menurut
gambar Allah. Dalam kitab suci dikisahkan bahwa Allah melarang melakukan
pembunuhan terhadap sesama. Berdasarkan kenyataan diatas Gereja menganjurkan agar
pewartaan akan luhurnya pribadi manusia harus terus diwartakan karena manusia adalah
luhur.

Sumber :
KWI.2104.Katekismus Gereja Katolik.Folres:Nusa Indah
KWI. 2005. ABORSI. Jakarta Pusat
LAI.2008.Alkitab Deuterokanonika.Jakarta:Percetakan Lembaga
Indonesia
http://bilbisa.blogspot.com/2015/10/makalah-agama-katolik.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Agama
Dewantara, A. (2017). Filsafat Moral (Pergumulan Etis Keseharian Hidup Manusia).
Dewantara, A. (2017). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.
Dewantara, A. W. (2015). Pancasila Sebagai Pondasi Pendidikan Agama Di
Indonesia. CIVIS, 5(1/Januari).
Dewantara, A. W. (2017). Kerasulan Awam Di Bidang Politik (Sosial-Kemasyarakatan), Dan
Relevansinya Bagi Multikulturalisme Indonesia. JPAK: Jurnal Pendidikan Agama Katolik, 18(9),
3-15.
Dewantara, A. (2014). Filosofi Pendidikan Katolik dalam Perspektif Filsafat Aristotelian. JPAK:
Jurnal Pendidikan Agama Katolik, 12(6), 3-18.

Anda mungkin juga menyukai