Anda di halaman 1dari 19

EUTHANASIA

 Euthanasia dipahami secara umum sebagai upaya atau


cara untuk memperpendek hidup.
 Ada 2 jenis eutahasia

1. euthanasia aktif
adalah campur tangan manusia dengan tujuan untuk
memperpendek hidup orang yang hampir meninggal
2. euthanasia pasif
 adalah membiarkan orang yang dlm keadaan sakrat

maut cepat mati tanpa menggunakan sarana (terapi)


untuk menghentikannya.
Gereja Katolik melarang dalam bentuk apa pun untuk
memperpendek hidup manusia.
Kegagalan manusia dlm upaya menggunakan berbagai
sarana memperjang hidup manusia dianggap euthanasia.
Gereja tetap menjunjung hak dasar manusia unutk
meninggal dengan luhur tanpa mennjadi obyek
percobaan medis.
Meninggal dengan luhur berarti setiap orang memiliki hak
untuk menghadapi maut dengan ketenangan dan
keberanian, sebab maut merupakan bagian integral dari
hidup manusia.
Umumnya sel-sel telur ini dibuahi, dan dipilih yang
paling sehat; dan embryo itu yang dimasukkan
kedalam rahim wanita itu. Sedangkan sel-sel embryo
yang tidak sehat itu dibuang, (ini adalah aborsi!).
Kadang sel telur yang dibuahi dimasukkan ke dalam
freezer, untuk dipakai di waktu mendatang. IVF dan
ET dilakukan jika sang wanita tidak dapat
mengadung dengan cara yang normal, atau kalau ia
tidak dapat mengandung karena alasan kesehatan,
dan karenanya meminta seorang wanita lain untuk
mengandung anaknya (ibu angkat).
 Umumnya IVF melibatkan aborsi, karena embryo
yang tidak berguna dihancurkan/ dibuang.
 IVF adalah percobaan yang tidak
mempertimbangkan harkat sang bayi sebagai
manusia, melainkan hanya untuk memenuhi
keinginan orang tua. Bayangkan bagaimana embryo
tersebut dibekukan/ ‘frozen’.
 Pengambilan sperma dilakukan dengan
masturbasi. Masturbasi selalu dianggap sebagai
perbuatan dosa, dan tidak pernah dibenarkan. 
KGK 2352 menyebutkan:
“Masturbasi adalah rangsangan alat-alat kelamin yang
disengaja dengan tujuan membangkitkan kenikmatan seksual.
“Kenyataan ialah bahwa, baik Wewenang Mengajar Gereja
dalam tradisinya yang panjang dan tetap sama maupun
perasaan susila umat beriman tidak pernah meragukan, untuk
mencap masturbasi sebagai satu tindakan yang sangat
bertentangan dengan ketertiban”, karena penggunaan
kekuatan seksual dengan sengaja, dengan motif apa pun itu
dilakukan, di luar hubungan suami isteri yang normal,
bertentangan dengan hakikat tujuannya”.
 Persatuan sel telur dan sperma dilakukan di luar
hubungan suami istri yang normal. IVF/ bayi tabung
jelas meniadakan aspek ‘persatuan/ union’ antara suami
dengan istri. Aspek pro-creation juga disalah gunakan,
karena dilakukan secara tidak normal. Jadi kedua aspek
hubungan suami istri yang disebutkan dalam Humanae
Vitae 12, tidak dipenuhi dengan normal (Silakan baca
artikel Humanae Vitae itu benar.
 Praktek IVF atau bayi tabung menghilangkan hak sang
anak untuk dikandung dengan normal, melalui
hubungan perkawinan suami istri. Jika melibatkan ‘ibu
angkat’, ini juga berarti menghilangkan haknya untuk
dikandung oleh ibunya yang asli.
 Mungkin, yang paling jelas adalah ajaran Paus Yohanes
Paulus II dalam surat ensikliknya Evangelium Vitae 14/ The Gospel of
Life yang mengatakan demikian:
 “Bermacam teknik reproduksi buatan [seperti bayi tabung] yang
kelihatannya seolah mendukung kehidupan, dan yang sering
dilakukan untuk maksud demikian, sesungguhnya membuka pintu
ancaman terhadap kehidupan. Terpisah dari kenyataan bahwa hal
tersebut tidak dapat diterima secara moral, karena hal itu
memisahkan pro-creation dari konteks hubungan suani istri,
teknik-teknik yang demikian mempunyai tingkat kegagalan yang
cukup tinggi: tidak hanya dalam hal pembuahan (fertilisasi) tetapi
juga dari segi perkembangan embryo, yang mempunyai tingkat
resiko kematian yang tinggi, umumnya di dalam jangka waktu yang
pendek.
 Maka kita mengetahui bayi tabung/ IVF yang merupakan teknik
reproduksi buatan bertentangan dengan ajaran Gereja
Katolik.
 Memang, mungkin para pasangan yang tidak dapat mengandung
anak secara normal mengalami kenyataan yang cukup
menyakitkan. Jika mereka sungguh merindukan kehadiran anak-
anak di tengah mereka, mungkin adopsi anak adalah jalan
keluarnya. Memang kerinduan untuk membesarkan anak adalah
suatu keinginan yang mulia, namun kita harus tetap berpegang
bahwa tujuan yang baik (mempunyai anak) itu harus tidak
diperoleh dengan jalan yang tidak sesuai dengan ajaran Tuhan,
seperti IVF/ bayi tabung.
 . Lagipula, jumlah embryo yang dihasilkan
sering lebih banyak daripada yang dibutuhkan
untuk implantasi ke dalam rahim wanita itu,
dan “spare-embryo” [embryo cadangan] ini lalu
dihancurkan atau digunakan untuk penelitian
yang dengan dalih ilmu pengetahuan atau
kemajuan ilmu kedokteran, pada dasarnya
merendahkan kehidupan manusia pada tingkat
“materi biologis” semata yang dapat dibuang
begitu saja.”
D. Kebebasan Beragama dan Hubungan Antarumat
Beragama

1.Kebebasan Beragama menurut Dokumen Gereja


Konsili Vatikan II mengatakan bahwa pribadi
manusia berhak atas kebebasan beragama.
Kebebasan itu berarti semua orang harus kebal
terhadap paksaan dari pihak orang-orang
perorangan maupun kelompok-kelompok sosial
dan kuasa manusiawi manapun juga untuk
memeluk satu agama.
2. Hubungan Antarumat Beragama
Konsili Vatikan II dalam Nostrae Aetate art. 1 dan 2
mengatakan bahwa kita hendaknya menghormati
agama-agama dan kepercayaan lain, sebab dalam
agama-agama itu terdapat pula kebenaran dan
keselamatan. Kerukunan antarumat beragama
menjadi tanggung jawab kita semua tanpa kecuali.
a. Ajaran serta Pandangan Gereja Katolik
Pada prinsipnya, Gereja Katolik sangat mencintai
persaudaraan universal yang tidak membeda-
bedakan suku bangsa, warna kulit, bahasa, agama.
Gereja berpedoman pada sikap Yesus. Semasa
hidup-Nya di dunia, yesus menyapa dan
bersahabat dengan siapa saja apa pun keyakinan
dan agamanya.
b. Usaha-usaha Membina Kerja Sama dan Dialog
Antarumat Beragama
 Dialog kehidupan : dalam kenyataan hidup sehari-
hari, kita sering hidup bersama dan berdampingan
dengan umat beragama lain dalam suatu lingkungan
atau daerah.
 Dialog karya : dalam hidup bersama dengan umat
beragama lain, kita sering diajak dan didorong
untuk bekerja sama dalam kegiatan sosial
kemasyarakat, sosial karitatif, dan rekreatif.
 Dialog iman: dengan berdialog dan saling
memperkaya karena ada banyak ajaran yang sama.
Lebih dari itu, semua orang ternyata mempunyai
perjuangan yang sama dalam menghayati ajaran
imannya.
c. Akar masalah yang dihadapi berkaitan dengan
dialog dan kerukunan hidup beragama
1. Kurangnya wawasan tentang agama lain;
2. Keengganan untuk secara aktif menjalin kontak
dengan penganut agama lain;
3. Tumbuhnya kecurigaan sikap kecurigaan terhadap
agama lain;
4. Sangat tergantung dengan sikap atau gerakan yang
dianut oleh pemimpin;
5. Kurang digalakkannya kegiatan antaragama.

Anda mungkin juga menyukai