0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
18 tayangan44 halaman
Buku ini memberikan panduan lengkap dalam menulis novel dalam waktu 60 hari, mulai dari membangun komitmen, membuat jadwal menulis, hingga mengembangkan ide cerita. Tujuannya adalah membantu pembaca mewujudkan mimpi menjadi penulis melalui proses penulisan yang terstruktur dan berfokus pada tindakan menulis setiap hari.
Buku ini memberikan panduan lengkap dalam menulis novel dalam waktu 60 hari, mulai dari membangun komitmen, membuat jadwal menulis, hingga mengembangkan ide cerita. Tujuannya adalah membantu pembaca mewujudkan mimpi menjadi penulis melalui proses penulisan yang terstruktur dan berfokus pada tindakan menulis setiap hari.
Buku ini memberikan panduan lengkap dalam menulis novel dalam waktu 60 hari, mulai dari membangun komitmen, membuat jadwal menulis, hingga mengembangkan ide cerita. Tujuannya adalah membantu pembaca mewujudkan mimpi menjadi penulis melalui proses penulisan yang terstruktur dan berfokus pada tindakan menulis setiap hari.
membantumu dalam menulis novel. Serius! —Asma Nadia. Penulis. CEO Lingkar Pena Publishing House mudah diucapkan, namun sulit dipraktikkan. Dengan kata lain. gampang-gampang susah! Gampangnya ada orang yang mahir di bidang ini, namun ada juga yang susah bukan kepalang mengawali profesi ini. Tul. nggal^Kalo ngomong doang, sih. mudah. Pa^ fhulai menulis susahnya minta ampun! Sfp^kata pun langsung hilang ketiW hrndak dituang rtas. Kalo kamu nggak me omdo alias omong doang, coba kamu ikuti perjalanan hari membuat novel dalam buku ini. 5o. dalam hitungan hari. kamu bakal jadi penulis ngetop dan banjir karya. Penasaran, kan? Gebet a'/a langsung buku ini! PENUNTUN Si Arul Khan Seri Penuntun JADI PENULIS T.O.P. B.G.T. Penulis: Arul Khan Penyunting naskah: Doel Wahab Ilustrator: Dodi Rosadi Penyunting ilustrasi: Andi Yudha Asfandiyar Desain isi: Doel Wahab dan Dodi Rosadi Desain sampul: Andi YA dan Dodi Rosadi Pengarah desain: Andi Yudha Asfandiyar Layout dan seting: Kemas Buku Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved Cetakan I, Dzulhijjah 1426 H/Januari 2006 Diterbitkan oleh Penerbit DAR! Mizan Anggota IKAPI PT Mizan Bunaya Kreativa Jin. Cinambo No. 137 Cisaranten Wetan, Bandung 40294 Telp. (022) 7834315-Faks. (022) 7834316 e-mail: mizandar@yahoo.com http ://www .dar-mizan .com Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Khan, Arul Jadi penulis T.O.P. B.G.T ./Arul Khan; penyunting, Doel Wahab.—Cet. 1—Bandung: DAR! Mizan, 2006. 188 him.j ilus.: 17 cm.—(Seri penuntun). ISBN979-752-351-9I. Fiksi—Teknik Penulisan. I. Judul. II. Wahab, Doel. III. Seri. 808.3 Didistribusikan oleh: Mizan Media Utama (MMU) Jin. Cinambo (Cisaranten Wetan) No. 146 Ujungberung, Bandung 40294 Telp. (022) 7815500-Faks. (022) 7802288 e-mail: mizanmu@bdg.centrin.net.id Pengantar Penulis : Mewujudkan mimpi menjadi penulis T.O.P ~ 15 Suplemen Memoarku yang Pertama (Pipiet Senja) ~ 151 Tentang Tujuh Tahap Penting (Noviah Syahidah) - 161 Kepustakaan ~ 167 Untuk calon penulis novel yang menjejakkan penanya di mana pun; percayalah bahwa setiap goresan pena yang kita torehkan sangat bernilai dan memiliki makna terdalam di jenak kehidupan kita. Maka, menulislah! Untuk istri tercinta, Novia Syahidah ... dan anakku tersayang, Dinda Hiiwa Syahidah, serta untuk anggota miiis novelis .... Bukan hanya mengajarkan cara menulis novel dengan baik, buku ini lebih komplet lagi, yakni cara menulis novel dengan baik dan ngebut! Benny Rhamdani -Penulis, Editor Penerbit Cinta Buku ini nggak istimewa, tapi cukup untuk bekal menulis novel. Jadi, tetep layak dibeli.... Ali Muakhir -Penulis Cerita Anak dan Remaja Ide ada/ah berlian yang belum terasah. Buku ini menyodorkan seperangkat asah yang mudah digunakan, sistematis, dan fungsional ketika menulis novel untuk pemula. Akmal Nasery Basral Cerpenis, Wartawan Majalah TEMPO Pengantar Penulis Mewujudkan Mimpi Jadi Penulis T.O.P. Nulis novel? Nggak salah, nih?! Jangankan menulis novel, untuk menghasilkan satu halaman cerita saja susahnya minta ampun, apalagi mau puluhan, bahkan ratusan lembar! Ya, mungkin masih ada sederet pertanyaan lainnya yang tiba-tiba saja hadir ketika ada yang menyampaikan pertanyaan, "Mau jadi penulis novel?".Bisa jadi, kamu sendiri nggak pernah membayangkan menjadi seorang penulis novel sebagai profesi. Apalagi, bila melihat betapa tebalnya buku-buku novel yang berjejer di toko buku, semakin jauhlah keinginan untuk menggeluti dunia penulisan novel. Betul, kan? Namun, pernahkah kamu membayangkan bila menulis novel itu bisa dikerjakan siapa ajal Dan, tahukah kamu bila pekerjaan menulis novel itu bisa menyenangkan? Dan, tahukah kamu bahwa sebuah novel bisa dihasilkan hanya dalam waktu 60 hari? Dua bulan? Ah, masa, sih? Masih nggak percaya? Yuk, kita mulai program 60 hari menulis novel! Hari 1 Oke, kita mulai saja untuk menulis novel. Lalu, apa yang seharusnya pertama kali kamu lakukan? Hm ... duduk dan mulai menyalakan komputer? Eit, nanti dulu! Jangan terlalu terburu-buru menyalakan komputer. Ada satu hal yang lebih penting dari sekadar menyalakan komputer, yaitu komitmen. Kamu ulang kembali kata itu pelan-pelan, K-O- M-I-T-M - E - N! Komitmen? Ya, komitmen! Itu penting buat kamu-kamu yang mutusin untuk memulai menulis novel. Komitmen pada diri sendiri bahwa, "Aku akan menulis novel!" Sebab, tanpa komitmen atau keinginan yang kuat, apa pun yang akan kamu lakukan untuk menulis novel itu mustahil bakal terwujud! Berarti, komitmen itu penting banget, dong? Kafo dibilang komitmen itu "penting banget", bisa dikatakan memang "iya". Pasalnya, komitmen itu juga bisa menga- ' tasi hambatan psikologis mu sebagai penulis novel pemula. Bukan apa-apa, banyak orang dan termasuk calon penulis novel yang belum apa-apa udah nyerah di tengah jalan, hanya gara-gara melihat bahwa sebuah novel jumlah halamannya bisa berpuluh-puluh, bahkan beratus-ratus halaman! Dan juga kamu meyakini kalo hanya orang-orang tertentu sajalah yang bisa menulis novel. Malah, kamu sampai pada kesimpulan kalo kamu nggak memiliki kemam-puan buat menulis novel. Komitmen juga bisa menepis khayalan kamu. Mungkin, kamu pernah membayangkan bila suatu saat nanti kamu berhasil menulis novel, diterbitkan, dibaca banyak orang, dan menjadi novel best seller. Membayangkan bila nanti kamu akan menjadi seorang penulis novel hebat, seperti Gola Gong, Fahri Asiza, Asma Nadia, Pipiet Senja, atau Helvy Tiana Rosa. Namun, karena nggak ada komitmen, kamu hanya terperangkap dalam kurungan angan-angan belaka.Akhirnya, tak ada satu lembar pun yang berhasil kamu tulis! Duh, bete kan, kalo cuma mimpi-mimpi doang? Makanya, hal pertama yang harus kamu lakukan sebelum mulai menulis novel adalah membuat komitmen pada diri sendiri; komitmen buat menulis novel, komitmen untuk melalui semua hambatan dalam menulis novel, komit.Duh, bete kan, kalo cuma mimpi-mimpi doang? Makanya, hal pertama yang harus kamu lakukan sebelum mulai menulis novel adalah membuat komitmen pada diri sendiri; komitmen buat menulis novel, komitmen untuk melalui semua hambatan dalam menulis novel, komit, membuat terus belajar menulis novel, dan komitmen menyelesaikan satu novel perdana kamu. Mulai hari pertama ini,tanamkan dalam hati mu bahwa, "saya akan menulis novel", "saya akan menulis novel", "saya akan menulis novel". Pokoknya Kalo diibaratkan mobil, "KOMITMEN" itu bensin. Tanpa bensin, mobil nggak bakalan jalan. Tanpa "KOMITMEN", kamu nggak akan bisa jadi penulis novel! j yang namanya komitmen, perlu kamu pegang erat-erat. Jangan sampai lepas! Sebab, kalo lepas, kamu nggak akan pernah mewujudkan impian menjadi seorang penulis novel. Kalo diibaratkan mobil, "KOMITMEN" itu bensin. Tanpa bensin, mobil nggak bakalan jalan. Tanpa "KOMITMEN", kamu nggak akan bisa jadi penulis novel! f» Hari 2 Nah, sekarang saatnya kamu membuat jadwal menulis. Jadwal ini sangat membantu kamu untuk membiasakan diri menulis dalam jumlah halaman yang panjang, seperti proyek novel kamu ini. Jadwal menulis ini semacam waktu piket yang secara rutin kamu diwajibkan buat menulis. Berapa lama, sih, waktu yang akan kamu sediakan buat menulis novel? Hmmm ... mungkin satu atau dua jam di pagi hari atau sore hari, dan ditambah beberapa jam setiap akhir pekan. Dengan demikian, rata- rata kamu dapat menghasilkan satu hingga empat halaman atau sekitar 300 sampai 1500 kata per harinya, dan beberapa halaman yang lebih banyak di akhir pekan. Nah, kamu penuhi jadwal rutin tersebut. Yang pasti, setiap kamu memenuhi jadwal menulis tersebut harus ada yang kamu hasilkan. Mung-mkin, kamu hanya mampu menghasilkan beberapa paragraf atau bahkan hanya satu kalimat, tetapi itu jauh lebih baik dibandingkan kamu melewatkan jadwal menulis yang telah ditetapkan tanpa menghasilkan apa-apa. Jangan terburu-buru menghabiskan berjam-jam setiap harinya hanya untuk menulis, kemudian keesokan harinya kamu nggak menulis satu halaman pun. Banyak calon penulis yang menyerah di tengah jalan hanya gara-gara melewatkan jadwal menulis yang telah dibuatnya sendiri. Padahal dengan adanya jadwal menulis, kamu tetap akan memiliki semangat sampai proyek menulis kamu selesai. Hari 3 Mulailah menulis. Ya, menulis! Kamu nggak akan bisa menjadi seorang penulis novel kalo kamu nggak langsung menulis. Ada ungkapan menarik yang dikatakan Helvy Tiana Rosa. Menurut salah seorang pendiri Forum Lingkar Pena (FLP) ini, kalo seseorang yang ingin bisa bere- nang, ia harus nyebur ke dalam kolam renang.Mustahil, seseorang bisa berenang bila ia hanya berdiri di pinggir kolam. Karena itu, ia mesti nyebur ke kolam. Nggak bisa nulis dan nggak tahu bagaimana caranya menulis? Duh, kok, kamu udah nyerah dulu, sih! Menulis diary atau catatan ringan di biog (jurnal pribadi di Internet) adalah langkah awal kamu menjadi seorang penulis novel. So, mulailah menulis. Menulis apa ajal Yang penting, jangan lewatkan hari-harimu tanpa menulis. Hanya satu hal yang bisa mewujudkan impian kamu menjadi seorang penulis novel, yaitu MENULIS! Hanya satu hal yang bisa mewujudkan impian kamu menjadi seorang penulis novel, yaitu MENULIS! Hari 4 beka rang, ketika kamu udah siap menulis novel, apa yang pertama kali mesti kamu lakukan? Tentu a/a, kamu mesti punya ide atau gagasan cerita buat novelmu. Mungkin, sebenarnya kamu udah punya ide, malah banyak ide yang selama ini hanya ditumpuk di benakmu. Namun, kamu nggak tahu bagaimana menuangkan ide tersebut menjadi sebuah novel. Nah, pilih salah satu ide tersebut yang menurut kamu menarik, unik, dan cocok kamu jadikan bahan dasar membuat novel. Kalo kamu belum punya ide, temukan ide cerita apa yang akan kamu tulis buat bahan proyek novel pertamamu ini. Banyak, kok, kejadian di sekitar kamu yang bisa dijadikan ide menarik buat sebuah novel. Misalnya, melakukan observasi atau pengamatan. Dengan begitu, kamu akan mengasah intuisi menulismu sehingga semakin jeli mencari dan menangkap semua informasi yang ada. Penangkapan ide itu hanya bisa didapat kalo kamu sering jalan-jalan, gaul, menonton televisi, baca buku, ngobrol, dan segala macam, deh! Hal itu akan memperkaya imajinasi yang ada di benak kamu buat menemukan sebuah ide yang menarik bagi novelmu. Akan tetapi, kalo kamu diam aja di rumah, mengurung diri di kamar, atau bahkan mengisolasi diri dan nggak berhubungan dengan orang lain sela- ma kamu menggarap novel, yakin, deh, kamu seperti katak dalam tempurung! Kamu akan ketinggalan banyak informasi, dan bisa jadi, cerita yang kamu buat itu sangat jauh dari kenya-taan yang ada di lapangan. Misalnya, kamu menulis; di Amerika kalo orang menyetir mobil di sebelah kanan, padahal di negara tersebut yang namanya setir mobil ada di sebelah kiri. Duh, pembaca langsung bete kan, kalo menemukan fakta ini di novelmu?! Kalo kamu udah mendapatkan ide dan kamu merasa bahwa ide tersebut udah pernah diangkat dalam sebuah novel, tetap pertahankan ide tersebut. Jangan buru-buru dibuang, apalagi memaksakan diri mencari ide yang baru. Sebab,nggak ada ide yang orisinal. Yang membedakan adalah bagaimana seseorang menuangkan ide tersebut ke dalam bentuk cerita. Misalnya, seorang mahasiswa yang mengetahui bahwa ternyata kedua orangtuanya itu bukanlah orangtua kandung .... Ide ini sebenarnya tergolong pasaran dan kesannya biasa aja. Namun, kalo kamu bisa mengolahnya dengan alur cerita yang berbeda dan unik, tentu aja ide yang pasaran itu menjadi ide yang luar biasa! Nggak ada ide yang orisinal Yang membedakan adalah bagaimana menuangkan ide tersebut ke dalam bentuk cerita. J Hari 5 Memang, nggak ada aturan ide cerita seperti apa yang harus dipikirkan buat menulis novel. Nggak ada keharusan kalo kamu mesti nulls tentang ini atau nulls tentang itu. Bebaskan dirimu untuk mendapatkan ide apa aja yang menurutmu itu sesuai dan enak buat ditulis menjadi novel. Sering sekali seorang penulis pemula terburu-buru membuat sebuah novel dengan suatu gagasan atau ide cerita yang besar. Misalnya, melibatkan tokoh-tokoh cerita yang udah dikenal atau memakai seting (latar tempat) yang terkenal di penjuru dunia.Namun, ada baiknya bagi kamu yang baru mulai menulis novel, carilah ide yang sederhana, berpikirlah tentang gagasan-gagasan cerita yang kecil terlebih dahulu. Hal itu bukan berarti kamu dilarang sama sekali buat menggarap ide yang "besar", seperti perjalanan waktu, bumi di tahun 9DS6, atau tentang jaringan terorisme dunia. Yang menjadi masalah adalah ketika kamu mutusin mengambil ide yang "besar" itu, maka ada konsekuensinya; mesti punya data-data, mesti menguasai fisika kuantum, mesti tahu konspirasi antarnegara, dan mesti-mesti lainnya. Kebayang deh, bagaimana repotnya kamu nanti menggarap novel pertamamu itu! Pipiet Senja, seorang penulis prolifitik yang udah menghasilkan lebih dari 70 novel, sering sekali mengangkat pengalaman hidupnya menghadapi tha-lasemia sebagai salah satu ide buat novelnya. Dengan demikian, ia akan mudah membangun karakter tokoh, menciptakan dialog, hingga mutusin bagaimana alur cerita novelnya. Karena, semua yang ditulis oleh Pipiet Senja ini adalah kejadian yang dia alami sendiri. Mulailah dari ide cerita yang kecil dan sederhana!. Mulailah dari ide cerita yang kecil dan sederhana! Hari 6 KamU udah punya satu ide yang akan kamu jadikan bahan novel pertamamu. Untuk mempermudah penggarapan ide tersebut, kelompokkan ide ceritamu itu ke dalam jenis novel apa yang akan kamu hasilkan. Apakah misteri, fiksi ilmiah, romantis, spionase, petualangan, atau dongeng anak-anak. Setelah dikelompokkan, hal kedua yang kamu lakukan adalah mengumpulkan semua jenis bacaan. Sebaiknya, novel yang berkaitan dengan jenis novel yang akan kamu tulis. Bacalah beberapa di antaranya, nggak perlu sampai habis. Tapi, bacalah beberapa bab aja, terutama pada bagian awal, bagian pertengahan, dan bagian akhir. Dengan mengelompokkan jenis ide dan membaca bahan referensi yang sesuai dengan calon novelmu itu,kamu akan mengetahui bagaimana sesungguhnya para penulis novel menuangkan ide cerita mereka. Kamu akan mengetahui perbedaan antara menulis novel buat anak-anak dan pembaca dari kalangan remaja atau dewasa. Kamu akan mengetahui pilihan kata, jumlah kalimat dalam setiap paragraf, percakapan atau dialog, konflik, dan seeng-gaknya sampai gaya bahasa yang digunakan pada jenis novel tersebut. Kalo jenis novelmu itu tergolong fiksi ilmiah (science fiction), penggunaan teknologi, rumus-rumus, penemuan, atau alat-alat canggih, tentu akan mendominasi cerita. Sementara, kalo kamu Kelompokkan ide ceritamu itu ke dalam jenis novel apa yang akan kamu hasilkan. Apakah misteri, fiksi ilmiah, romantis, spionase, petualangan, atau dongeng anak-anak. menulis novel anak, kamu akan menemukan bahwa novel anak menggunakan bahasa yang sederhana dan sedikit bahkan nggak ada sama sekali menggunakan bahasa gaul atau slank yang dipakai buat menulis novel remaja. Begitu juga dengan novel spionase, novel ini menuntut ketegangan demi ketegangan, intrik, sampai pada pengungkapan misteri. Hari 7 Setelah kamu tahu manfaat mengelompokkan ide cerita dan mengumpulkan jenis bacaan yang sesuai, sekarang kamu melakukan langkah kedua di hari sebelumnya, yaitu membaca referensi novelmu, tapi kali ini jauh lebih detail! Ambil salah satu dari referensi novel tersebut. Kamu baca, pelajari, dan amati dengan saksama bagaimana seorang penulis novel merealisasikan dan mengemas idenya dalam novel tersebut.Setiap bab, setiap halaman, setiap paragraf, setiap kalimat, dan setiap katanya. Ya, seharian ini yang kamu kerjakan adalah meneliti referensi novel sesuai dengan ide ceritamu. Kalo perlu, kamu beri catatan khusus pada bebe- Seharian ini yang kamu kerjakan adalah meneliti referensi novel sesuai dengan ide ceritamu. beberapa kalimat atau pada bab-bab tertentu, lalu kamu tandai. Siapa tahu ketika mau menulis novel, kamu perlu contoh. Salah satunya adalah bagaimana seorang penulis novel membangun ketegangan cerita. Hari 8 KamU udah membaca referensi novel yang sesuai dengan ide ceritamu. Mulailah menulis dengan melakukan latihan singkat meniru apa yang ditulis oleh pengarang novel tersebut. Caranya? Bacalah beberapa kali satu halaman dari novel tersebut dengan cermat, lalu tulis ulang kembali penggalan cerita itu dengan gaya dan pemilihan bahasa yang sesuai dengan keinginanmu sendiri. Model seperti ini, sih, katanya copy the master alias menyalin dari bahan yang udah ada. Hal ini merupakan tahap kamu melatih kepekaan dan pengolahan ide.Proses ini sebenarnya nggak susah- susah amat sebab kamu udah punya jalan ceritanya, tokoh, dialog, bahkan kamu sempat menghafal kalimat-kalimatnya.Nah,kamu tinggal menyalin ulang dengan bahasa dan gayamu sendiri. Udah selesai dengan penggalan cerita yang pertama? Kalo udah, kamu ambil lagi halaman lain yang mengandung konflik atau cerita yang berbeda dan lakukan hal yang sama. Kalo kamu merasa tertantang buat menguji kemampuanmu dalam mengolah ide, cobalah membuat alternatif yang berbeda ketika kamu melakukan copy the master itu. Maksudnya, kamu munculkan kemungkinan-kemungkinan atau alternatif jalan cerita yang berbeda dari halaman tersebut. Malah, kamu bisa juga memunculkan tokoh baru yang nggak ada sama sekali dari bagian cerita yang kamu ambil untuk proses penulisan ulang itu. Tanpa sadar,dengan melakukan penulisan ulang tersebut, kamu udah menciptakan ciri khas sendiri buat tulisan-tulisan kamu nantinya. Kamu juga jadi tahu kalo cerita yang sama bisa dituturkan kembali secara berbeda oleh penulis yang berbeda pula.Oleh karena itu, kamu mesti pede aja dengan ide cerita yang kamu miliki dan yakin terhadap kemampuanmu menulis novel, yang tak kalah dibandingkan para penulis novel hebat pujaanmu itu. Ceileee .... Copy the master sangat membantu melatih kepekaan dan pengolahan ide cerita. Copy the master sangat membantu melatih kepekaan dan pengolahan ide cerita. Hari 9 Kembali pada soal ide. Kamu, kan, udah punya ide dari novelmu, coba kembangkanlah ide tersebut menjadi cerita sederhana sebanyak satu atau dua halaman.Tulislah dari permulaan hingga akhir cerita, yang seenggaknya dengan satu atau dua halaman itu, kamu bisa "mereka- reka" kalo cerita novelmu itu akan seperti apa. Kalo kamu masih punya ide yang lain, nggak ada salahnya, deh, kalo ide tersebut kamu kembangkan juga. Toh, siapa tahu dengan mengembangkan beberapa ide, kamu bisa memilih cerita mana yang kamu anggap paling menarik buat proyek penulisan novel pertamamu. Coba kembangkanlah ide tersebut menjadi cerita sederhana sebanyak satu atau dua halaman. Hari 10 KdfO kamu udah mengembangkan ide cerita dalam satu atau dua halaman, sekarang kamu perlu memasukkan ke dalamnya bagian-bagian penting dalam sebuah novel. Masukkan catatan tentang peristiwa- peristiwa apa aja yang mungkin muncul dari cerita tersebut, berapa tokoh yang akan terlibat, menggunakan latar tempat di mana, hingga data-data apa aja yang dibutuhkan Dengan demikian, kamu udah mendapatkan panduan cerita buat novel pertamamu. Panduan cerita ini sering disebut dengan outline atau kerangka cerita. Yang gampangnya, outline itu semacam sinopsis atau ringkasan cerita. Outline sangat membantu kamu dalam'menulis novel.Tanpa kerangka cerita,mustahil ada yang bisa menuliskan karya novel. Karena kerangka cerita, memainkan peranan penting buat memberikan arah atau sebagai rel jalan cerita novel tersebut. Ia semacam panduan awal bagi para penulis.Bahkan,buat penulis yang udah menghasilkan puluhan novel pun tetap akan memerlukan outline meskipun mereka nggak mencatatnya dan hanya direkam dalam benak mereka. Outline adalah ringkasan cerita yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan novelnya mulai bab awal sampai bab terakhir, Nah, buat kamu yang masih pemula banget dalam menulis novel, membuat outline adalah satu langkah penting yang mesti kamu lalui! Outline adalah ringkasan cerita yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan novelnya mulai bab awal sampai bab terakhir. Hari 11 Oke, saatnya ngebahas tokoh atau karakter yang akan masuk dalam cerita novelmu. Dalam outline sederhana yang telah kamu buat itu, kamu udah memasukkan beberapa tokoh di dalamnya. Untuk mempermudah kamu dalam menggunakan tokoh-tokoh tersebut, ada baiknya kamu memberikan detail atau perincian tokohmu dengan karakter, data diri, dan informasi lainnya. Termasuk, menentukan apa hubungan satu tokoh dengan tokoh-tokoh lain yang terlibat dalam calon novel pertamamu. Kamu merasa kesulitan tentang karakter tokoh-tokoh novelmu? Untuk mengatasinya cukup mudah, kok. Kamu tinggal memunculkan nama- nama temanmu. Kamu bayangkan bagaimana mereka, apa yang mereka biasa pakai, cara bicaranya, latar belakang keluarga atau pendidikannya, kesenangannya, dan sebagainya. Hal ini akan membantumu dalam mengenal karakter tokoh ceritamu. Kamu memberikan detail atau perincian tokohmu dengan karakter, data diri, dan informasi lainnya. Termasuk, menentukan apa hubungan satu tokoh dengan tokoh-tokoh lain. Misalnya, kamu udah nentuin kalo tokoh ceritamu yang bernama Andra itu memakai kacamata. Itu artinya, ada kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan oleh orang yang berkacamata, seperti membetulkan letak kacamata, membersihkan kacanya, dan sebagainya. Jadi, jangan lupa buat memasukkan informasi tambahan ini dalam cerita novelmu. Hal ini akan memperkaya, sekaligus menambah kekuatan tokoh dalam novelmu. Hari 12 Masih soal tokoh cerita. Kamu udah nentuin siapa-siapa dan informasi apa aja tentang tokoh cerita yang terlibat dalam cerita novelmu, tapi jangan terpaku. Bisa jadi, pada saat kamu menulis novel, salah satu tokohmu akan mengalami perkembangan. Fahri Asiza ketika menulis serial Syakila, ia membiarkan tokohnya "hidup" dan menentukan arah ceritanya masing-masing. Bagaimana bisa? Itu karena setiap tokoh dalam se- rial tersebut memiliki kekuatan masing-masing dan bisa memainkan perannya dalam imajinasi seorang penulis. Hal ini nggak mungkin kamu dapat kalo kamu nggak "kenal" dengan tokoh novelmu. Kenali tokoh-tokoh ceritamu dan biarkan mereka "hidup". Kenali tokoh-tokoh ceritamu dan biarkan mereka "hidup". Hari 13 Oke, kamu masih merasa kebingungan dengan tokoh atau kamu belum begitu kenal dengan tokoh-tokoh dalam calon novelmu? Nah, buat mengatasi hal itu, ambil buku bacaan (disarankan memang jenis-jenis novel yang sesuai dengan yang ingin kamu tulis) dan perhatikan bagaimana para penulis novel itu mendeskripsikan para tokohnya. Juga, perhatikan apakah masing-masing tokoh memiliki kebiasaan yang membedakannya dengan tokoh lain. Dengan cara ini, kamu bisa menemukan bagaimana seorang penulis novel mendeskripsikan emosi para tokohnya; mulai marah, senang, bercanda, bahkan saat merenung. Kamu bisa mengambil banyak pelajaran dari teknik menganalisis tokoh melalui membaca novel karya penulis novel. Tidak percaya? Bayangkan aja, seandainya saat ini kamu ingin menulis para pengemis yang hidup di pinggir-pinggir jalan, sementara kamu sendiri adalah seorang yang tinggal dalam keluarga yang berkecukupan. Nah, kan, repot jadinya karena kamu belum menguasai betul tokoh serta karakter dan lingkungannya. Memang, seandainya kamu melakukan observasi atau tinjauan ke lapangan dan wawancara dengan para gelandangan adalah salah satu cara yang bisa kamu lakukan buat mengetahui kehidupan para gelandangan. Namun, bila bila kamu nggak punya waktu yang banyak, karena proses observasi Memahami tokoh dari hasil bacaan novel yang menjadi referensimu, akan sangat membantu kamu untuk dapat menulis siapa aja dan karakter apa aja dalam novelmu. dan wawancara itu memang dan wawancara itu memang dibutuhkan banyak waktu dan biaya teknik menganalisis tokoh melalui novel karya penulis lain ini bisa kamu pertimbangkan. Memahami tokoh dari hasil bacaan novel yang menjadi referensimu, akan sangat membantu kamu untuk dapat menulis siapa aja dan karakter apa aja dalam novelmu. Hari 14 Menulis novel, tentu aja adalah jenis tulisan fiksi yang melibatkan banyak tokoh, berbagai konflik, beragam adegan,seringnya dialog,hingga banyaknya ekspresi dari masing-masing tokoh cerita. Untuk memudahkan kamu mengingat karakter setiap tokoh cerita, sebaiknya kamu membuat penggambaran masing-masing karakter atau profil tokoh. Profil tokoh memuat, antara lain; berapa umurnya, makanan kesukaannya, ciri khas ucapannya, hal-hal yang dilakukan ketika ia marah, melucu, atau diam, keadaan keluarganya, dan Sebaiknya kamu membuat penggambaran masing-masing karakter atau profil tokoh. dan yang paling penting nama tokoh dan keterlibatannya dalam sebuah konflik. Berikut ini salah satu contoh profil tokoh dalam novel Carikan Aku Istri (FBA Press, 2DD4). Coba kamu amati, deh! Profil Tokoh Surya Putra Pratama Surya, Sur, Aa, Akang 34 Tahun 1 dari lima bersaudara, yang lain perempuan Workaholic, tidak pemarah Lulusan SI Komunikasi dan selama menjadi mahasiswa, ia sangat rajin dan aktif di organisasi, orator Redaktur Pelaksana Majalah Mingguan Menggaruk-garuk kepala, berkhayal, suka mengadu kepada Bang Hamka, suka beradu pendapat dengan ibunya soal jodoh, ketika berbicara sering menggunakan kata, "Oh, ya?" Bahkan,Alfred Hitchcock membuat kartu indeks buat tokoh-tokoh dalam setiap cerita detektifnya. Dengan demikian, ia bisa menentukan alasan apa dan kepentingan apa melibatkan tokoh tertentu dalam suatu adegan cerita tertentu. Nama Panggilan Umur Anak ke Tipe Pendidikan Pekerjaan Kebiasaan Hari 15 walaupun kamu sedang menulis novel dengan melibatkan banyak tokoh cerita, tentukan satu tokoh cerita yang akan menjadi pelaku utama dalam ceritamu. Sesuai dengan labelnya "pelaku utama", tokohmu ini adalah tokoh sentral yang terlibat dalam semua masalah,ketegangan,konflik,pertarungan, misteri, dan segala hal dalam novelmu. Nggak hanya itu, si pelaku utama ini akan membawa jalan cerita sejak awal hingga bab terakhir novelmu. Kebanyakan para penulis novel pemula terjebak karena persoalan tokoh yang banyak ini. Mereka nggak bisa membedakan mana tokoh yang berperan sebagai pelaku utama dan mana yang berperan hanya sebagai pelaku pendamping. Sehingga, semua tokoh mendapatkan porsi yang sama besarnya dan merebut perhatian pembaca. Kalo ini terjadi, konsentrasi pembaca akan pecah dan jelas aja akan mengurangi penilaian mereka terhadap novelmu. Ingatlah! Pelaku utama merupakan tokoh sentral yang menjadi titik perhatian dari cerita novelmu. Ingatlah! Pelaku utama merupakan tokoh sentral yang menjadi titik perhatian dari cerita novelmu. Hari 16 Tentukan sudut pandang atau point of view (POV) yang kamu gunakan buat menulis ide ceritamu. Kamu bisa menggunakan salah satu sudut pandang, apakah menggunakan sudut pandang orang pertama atau sudut pandang orang ketiga, yang masing-masing memiliki kekuatan dan kelebihan Sudut pandang orang pertama menggunakan perspektif "aku" atau "saya". Jadi, bila kamu mutu- sin untuk menggunakan sudut pandang ini,semua cerita bahkan sampai semua kejadian pun berpusat pada tokoh "aku". Posisi kamu dalam sudut pandang ini, selain penulis cerita sekaligus sebagai tokoh cerita novelmu itu. Buat kamu yang senang bermain perasaan dan ingin mengeksplorasi emosi tokoh cerita, mungkin kamu bisa mempertimbangkan sudut pandang ini. Ungkapan-ungkapan batin, pendapat, dan opini sang tokoh bisa dimasukkan dalam alur cerita novelmu secara lebih bebas. Bah-kan, bisa dikatakan sudut pandang ini menguasai seluruh jalan cerita novelmu mulai bab pertama sampai bab terakhir. Berikut ini penggalan novel yang menggunakan sudut pandang orang pertama, yang diambil dari novel Putri Kejawen (Pustaka Annida, 2DD3) Ternyata rumah Bu Wuian sangat besar dan bertingkat. Tangga besar daiam rumahnya saja mirip tangga rumah orang-orang India yang pernah kulihat dalam film, saat masih tinggal di Wonogiri dulu. "Kamarmu di ujung sana!" jelasnya mengejutkanku. Penjelasan itu lebih terdengar seperti bentakan di telingaku. Ya Tuhan, kenapa wanita cantik ini jadi begitu kasar? Sikapnya yang waktu di yayasan tadi begitu ramah, memang mulai terlihat lain sejak kami berada dalam mobil mewahnya. "Sekarang kamu boleh istirahat dulu, besok baru kerja!" katanya lagi. e tap ketus. Lalu, ia pun pergi meninggalkanku terpaku dalam ketidaknyamanan rasa. Aku menarik napas berat, seperti menghirup udara pengap rasanya bernapas di rumah besar ini. Sudut pandang orang ketiga adalah kamu menggunakan perspektif orang ketiga. Artinya, kejadian, peristiwa, atau ungkapan batin yang bisa melibatkan tokoh siapa aja dalam ceritamu, diceritakan kembali oleh orang ketiga, yaitu kamu sendiri sebagai penulis novel. Nah, posisi kamu dalam sudut pandang ini ud- ah jelas sebagai orang yang menceritakan segala peristiwa dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam novelmu. Penulis cerita berada di luar cerita itu sendiri dan penyebutan tokohnya dengan menggunakan kamu, dia, mereka,atau menyebutkan nama, seperti Surya, Dinda, Hilwa, dan sebagainya. Jadi, emosi yang muncul bisa disandangkan pada semua tokoh cerita. Dengan demikian, mendeskripsikan segala hal yang berkaitan dengan emosi pun, seperti kamu mendeskripsikan bagaimana tanggapan dan reaksi sebagai orang ketiga. Bila ada ungkapan batin pun, porsinya nggak mencakup keseluruhan novel seperti layaknya bila kamu menggunakan sudut pandang orang pertama. Berikut contoh yang diambil dari novel DIT! (GIP, 2DD5): Dan ternyata tidak hanya John yang menghadangnya. Saat Ujang menoleh ke samping kanan, ia melihat orang lain. Ujang tidak kenal siapa orang kedua ini, tapi dari dandanan dan aroma yang sempat tercium oleh hidungnya dapat dipastikan kalau orang itu berandal, layaknya John, yang sedang mabuk. "Halo, Jagoan!" sapa John mengejek. Ujang diam. Matanya memerhatikan dengan saksama kedua sosok yang menghadangnya itu. Ia sadar ada hawa permusuhan yang coba ditebarkan kepadanya. "Puas lo? Puas lo ya, jadi anjing buduk- nya aparat'" Hawa permusuhan John semakin terasa. "Cuma orang yang siap mati saja yang berani macem-macem sama gue!" Ujang mengepal tangannya. Ia sudah siap menghadapi apa pun yang bakal terjadi. Pelan-pelan John berjalan. Mengitari Ujang dengan tatapan bak serigala terhadap mangsanya. "Gue mau tahu sampai sejauh mana nyali lo sampai berani berurusan sama gue," suara John masih saja sinis. Ujang masih waspada. Ia tahu, sejak melaporkan perbuatan Ujang yang menjual pil ekstasi untuk anak-anak di kampungnya kepada polisi, suatu saat nanti, John akan balas dendam. Ujang memang sudah menduga kalau ia akan menghadapi hal yang paling buruk sekalipun. Dan ternyata, hari ini dugaannya menjadi kenyataan. Dari dua contoh tersebut, kamu udah bisa, dong, melihat perbedaan soal sudut pandang ini. Masing-masing sudut pandang memiliki kelebihan dan kekuatan, juga sama-sama memiliki kekurangan dan kelemahan. Bergantung pada kamu, mau menggunakan sudut pandang yang mana. Kalo kamu menggunakan sudut pandang orang pertama, tokoh "aku" mendominasi cerita novelmu sejak awal sampai akhir. Sebaliknya, bila sudut pandang orang ketiga yang kamu pakai, perspektif orang ketigalah yang kamu gunakan. Apa pun pilihanmu, kamu mesti konsisten. Jangan mempertukarkan atau mencampuradukkan dua sudut pandang ini dalam cerita novelmu. Hari 17 UnSUr lain dalam cerita novel adalah latar (seting). Pengertian latar, biasanya berkaitan dengan tempat, waktu, ataupun suasana sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam novel. Dengan demikian, latar terbagi atas tiga bagian. Pertama, latar tempat, menunjukkan di mana lokasi atau tempat saat peristiwa dalam novel itu terjadi. Penggunaan latar tempat ini nggak hanya terpaku dengan lokasi-lokasi, seperti Jakarta, Bandung, atau Bali. Tetapi juga, tempat yang nggak secara detail disebutkan namanya, namun dapat dijelaskan gambaran tempat tersebut,misalnya di tepi pantai, di halte bus, atau di hutan. Kedua, latar waktu, menerangkan kapan terjadinya peristiwa tersebut. Untuk beberapa jenis novel, kapan waktu terjadinya cerita itu secara tegas disebutkan oleh sang penulis.contohnya Jumat, 28 Mei 2005 atau di sela-sela terjadinya Perang Mataram. Ketiga, latar sosial, menjelaskan bagaimana perilaku kehidupan sosial masyarakat yang berbeda dengan kehidupan sosial masyarakat lainnya. Penggunaan latar sosial ini nggak bisa dipisahkan dari dua latar sebelumnya. Karena, penggunaan tempat dan waktu akan menentukan suasana serta informasi yang akan kamu sampaikan dalam novelmu. Kaio kamu menggunakan seting di Jakarta pada 1980-an akan berbeda dengan Jakarta pada 2000-an. Sekarang, kamu udah punya ide, pikirkan untuk memasukkan soal seting ini ke dalam ide ceritamu itu. Hal ini akan memudahkanmu dalam menulis cerita, dan nantinya akan memudahkan pembaca membangun gambaran di benak mereka tentang apa yang kamu ceritakan. Hari 18 Sekarang, satu hal terakhir yang kamu perlukan buat menulis novel adalah plot atau alur cerita. Alur cerita ini menegaskan bagaimana unsur cerita, tokoh,dan seting itu digunakan dalam novelmu secara utuh, Pikirkan untuk memasukkan soal seting ini ke dalam ide ceritamu. Mulai halaman awal sampai halaman terakhir, plot memberikan penegasan bagaimana cerita ini berjalan. Bahasa mudahnya, plot adalah urutan kejadian atau peristiwa-peristiwa yang muncul karena adanya sebab-akibat. Ada dua jenis plot, yaitu alur maju dan alur balik (flash back). Alur maju adalah rangkaian peristiwa yang bersifat kronologis. Artinya, peristiwa-peristiwa terjadi secara berurutan dari segi waktu. Cerita dimulai pada tahap awal, tengah, dan akhir. Praktisnya, plot maju seperti ini, misalnya ... ... setelah mahasiswa itu tahu bahwa orangtuanya selama ini bukan orang tua kandungnya, ia memutuskan mencari orang tua kandungnya. Ia mengalami beberapa peristiwa di tengah pencariannya. Akhirnya, dia pun menemukan orang tua kandungnya dan menerima keduanya, baik orang tua kandung maupun orang tua tiri sebagai orangtuanya. Kalo pakai skema, contoh tadi seperti ini: A — B — C — D — E Sementara, alur balik (flash back), cerita nggak menurut aturan kronologis waktu. Alur flash back ini, memungkinkan cerita dimulai bisa dari sebagian tahap tengah atau tahap akhir, baru ke tahap permulaan. Atau, menceritakan kembali sebagian tahap tengah dan akhir cerita. Misalnya, masih gagasan cerita tadi, cerita dimulai dari peristiwa saat orangtua kandung tersebut menitipkan anaknya Satu hal terakhir yang kamu perlukan buat menulis novel adalah plot atau alur cerita. pada satu keluarga, lalu cerita beranjak pada beberapa tahun mendatang saat mahasiswa itu mengetahui bahwa orangtuanya selama ini bukan orangtua kandung. Ia pun memutuskan mencari orangtua kandungnya, mengalami beberapa peristiwa di tengah pencariannya dalam menemukan orangtua kandungnya itu, menjelaskan mengapa mereka menitipkannya, dan tetap menerima keduanya, baik orangtua kandung maupun orangtua tiri sebagai orangtuanya. Nah, skema alur balik seperti di bawah ini: DI — A — B — C — D2 — E Oh, ya, nggak mesti kamu menempatkan peristiwa lalu itu di awal cerita. Bisa aja, kamu menempatkannya di mana aja dan melihat kebutuhan cerita. Mungkin aja, skema ceritamu jadi seperti ini: A — El — B — C — D — E2 A — Cl — B — C2 — D — E A — BI — DI — C — B2 — D2 —E Skema ini bisa jadi kombinasi apa aja, bergantung pada sejauh mana imajinasi dan daya kreativitasmu mengolah ide atau gagasan ke dalam bentuk cerita. Nggak ada aturan baku yang mengharuskan kamu memilih bentuk seperti ini dan nggak boleh menggunakan bentuk yang lain. Yang jelas, semua karya fiksi baik cerita pendek maupun novel masing-masing memiliki alur cerita. Semua, sekali lagi, bergantung pada imajinasi dan kreativitasmu. Ada beberapa penulis yang menggunakan flash back dalam novelnya. Misalnya, dalam novel Senja yang Menghilang (DAR! Mizan, 2004) dan Di Selubung Malam (DAR! Mizan, 2004). Beralih pada ide cerita yang udah kamu punya, bacalah dan lakukan analisis sederhana. Misalnya, kira-kira ide ceritamu mau menggunakan alur cerita seperti apa? Nggak ada kekurangan dan kelebihan pada masing-masing alur. Alur cerita hanya membantu kronologis terjadinya peristiwa dalam novelmu. Hari 19 KamU udah belajar sedikit soal plot atau alur cerita, dan kamu juga udah punya gagasan cerita, tokoh-tokoh, serta seting. Cobalah tulis kerangka cerita yang sederhana dari bahan-bahan yang kamu punya itu. Buatlah dari awal, tengah, sampai akhir cerita, dan masukkan unsur- unsur yang telah ada, seperti tokoh atau seting. Nggak perlu banyak, mungkin satu atau maksimal dua hala-man aja. Kalo udah, penggallah bagian-bagian kerang-ka ceritamu itu sesuai dengan apa yang ingin kamu sampaikan. Jadikanlah penggalan- penggalan itu sebagai bab-bab dalam novelmu. Apakah yang kamu lakukan ini untuk meng-hasilkan outline atau panduan menulis yang jauh lebih lengkap? Penggallah bagian-bagian kerangka ceritamu itu sesuai dengan apa yang ingin kamu sampaikan. KdfO kamu mengalami kesulitan dalam mengembangkan ide untuk dijadikan outline cerita, oke, saatnya kamu tahu jurus rahasia mengembangkan idemu menjadi sebuah outline. Pertama, anggaplah ide dasar calon novelmu tentang seorang mahasiswa yang mengetahui bahwa orangtuanya selama ini bukanlah orangtua kandung. Kedua, dari ide sederhana ini, kamu dapat memenggalnya menjadi: seorang mahasiswa; mengetahui bahwa; orangtuanya selama ini; bukanlah orangtua kandung. Empat bagian ini adalah kata kunci ide novelmu. Ketiga, ambillah satu kata kunci dan ajukan pertanyaan - pertanyaan memakai rumus SW + IH, yang dalam bahasa Indonesia, berarti siapa, apa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana. Seandainya kamu mengambil kata kunci "seorang mahasiswa",dari kata kunci ini dan setelah Kalo kamu mengalami kesulitan dalam mengembangkan ide untuk dijadikan outline cerita, oke, saatnya kamu tahu jurus rahasia mengembangkan idemu menjadi sebuah outline. diajukan pertanyaan memakai rumusan tadi kamu menemukan; Hendra, mahasiswa semester enam Jurusan Komunikasi Universitas Kebangsaan, umurnya 21 tahun, aktivis organisasi kemahasiswaan kampus, hobi baca buku, dan senang traveling. Keempat, lakukan hal yang sama dengan tiga kata kunci lainnya. Dengan demikian, kamu udah menemukan empat bab buat calon novelmu. Yaitu, bab tentang sang mahasiswa yang menjadi tokoh utama; bab tentang keluarganya atau orangtua kandungnya yang dianggap sempurna; bab tentang bagaimana sang tokoh mengetahui kenyataan bahwa ia bukanlah anak kandung mereka; dan bab tentang siapa orangtua kandungnya. Kelima, saat kamu sampai pada tentang siapa orangtua kandungnya itu, kamu bisa mengembangkan cerita lebih jauh. Apakah mau bercerita tentang usaha menemukan orangtua kandungnya, bercerita soal kegalauan hati sang tokoh saat mengetahui kabar itu, atau bercerita tentang orangtua kandungnya dengan menggunakan flash back agar pembaca tahu bagaimana cerita itu bisa terjadi. Keenam, percayalah pada akhirnya, empat bab yang kamu miliki itu akan bertambah banyak bila kamu melakukan langkah kelima, plus dengan metode SW + IH, dan kamu bisa membuat kerangka cerita yang utuh. Hari 21 Saat kamu sedang berusaha menyusun satu kerangka cerita yang utuh, mungkin akan muncul alternatif-alternatif cerita yang lain, seperti pemecahan masalah atau apa yang dilakukan sang tokoh itu selanjutnya. Buatlah kerangka cerita lain yang menggunakan alternatif ceritamu itu karena kadang seorang penulis novel pun membuat beberapa kerangka cerita, dan mereka akan mutusin di tengah jalan saat menulis di depan komputer bagian-bagian mana yang akan ia pakai buat cerita novelnya. Akan tetapi, kalo kamu cukup menggunakan satu kerangka cerita aja, nggak apa-apa. Pastikan kalo kerangka cerita itu sebagai acuan dalam menulis novel pertamamu.Sehingga, kamu tahu apa yang mesti kamu tulis; tahu tokoh-tokoh mana aja yang terlibat dalam peristiwa itu, konflik yang terjadi berlangsung di mana, pada bagian mana puncak konflik (klimaks) itu terjadi, dan pada bagian mana penyelesaian konflik (antiklimaks) itu,dan bagaimana akhir cerita novelmu apakah selesai atau menggantung. Outline atau kerangka cerita merupakan panduan menulis yang sangat membantu penulis untuk menyelesaikan novelnya. Outline atau kerangka cerita merupakan panduan menulis yang sangat membantu penulis untuk menyelesaikan novelnya. Hari 22 beka rang, kamu udah melewati tiga pekan. Wah, nggak terasa, ya! Nah, selama tiga pekan tersebut, seenggaknya kamu udah memiliki tujuh hal, yaitu; • komitmen menulis novel • jadwal menulis novel • referensi • satu gagasan atau ide cerita • tokoh • seting (latar) cerita • kerangka cerita (outline) Sebelum kamu benar-benar akan terjun menggarap novel pertamamu, ada baiknya kamu perhatikan sekali lagi dengan lebih saksama ketujuh poin tersebut. Pastikan nggak ada satu pun yang kamu lewati dan kamu abaikan. Sebab, ketujuh poin ini adalah modal dasar setiap penulis entah itu penulis pemula atau penulis novel ternama untuk mulai menggarap novel. Anggap aja kamu sedang berada di dapur dan ingin memasak sesuatu. Semua yang kamu inginkan udah ada; mulai bumbu dapur, peralatan dapur, alat-alat memasak, bahan mentah masakan, dan keperluan lainnya. Nah, begitu juga dengan menulis novel. Kalo kamu udah punya tujuh poin tadi, berarti kamu udah memiliki semua yang kamu perlukan untuk "memasak" novelmu itu. Tujuh hal penting dalam menulis novel, yaitu komitmen, jadwal menulis, referensi, ide cerita, tokoh, seting, dan kerangka cerita. beka rang , mulailah menulis. Ya, menulis! Selama tiga minggu, kamu telah menyiapkan bahan novel pertamamu. Kamu udah memegang jalinan cerita yang dikembangkan dari awal sampai akhir. Tokoh-tokoh ceritamu pun udah meresap dalam benakmu, bahkan kamu udah pula mengumpulkan beberapa referensi; mulai referensi novel sejenis, referensi berkaitan dengan seting (latar tempat) di mana peristiwa dalam novel kamu itu terjadi. Kamu malah udah mempunyai beberapa dialog dan beberapa kalimat yang akan mendeskripsikan ceritamu. Kamu ... udah banyak memiliki bahan, maka udah saatnya pula, kamu segera menulis. Pasanglah target! Satu hari paling sedikit kamu mesti mendapatkan satu hingga empat halaman atau kamu tentukan sendiri jumlah halamannya. Jumlah halaman yang telah kamu tentukan itu, jadikan target yang harus kamu penuhi. Kadang, ketika mood atau keinginan menulis sedang datang, kamu bisa menghasilkan lima belas hingga dua puluh halaman setiap kali menulis. Tetapi, bagi penulis pemula, buatlah rata-rata target menulis sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Target 300 sampai 1.500 kata per hari, misalnya, dan kamu bisa melipatgandakan jumlah halamannya di setiap akhir pekan saat kamu memiliki watu yang lebih luang. Pokoknya, kamu nggak boleh melewatkan satu hari pun tanpa menghasilkan satu paragraf tulisan sebagai calon novel pertamamu itu. Ayo, buka komputermu, mesin tikmu, atau bukumu! Tulislah novel pertamamu! Kamu nggak boleh melewatkan satu hari pun tanpa menghasilkan satu paragraf tulisan. Hari 24 Jangan terlalu terburu-buru menyelesaikan setiap bab atau episode dari kerangka cerita yang kamu buat. Jangan terlalu puas telah menyelesaikan satu adegan atau episode novelmu sebab bisa jadi, apa yang kamu buat itu dapat menjadi sumber untuk proses pengembangan lebih jauh. Ya, pengembangan! Kata ini adalah kata yang membedakan antara menulis cerita pendek dan novel. Sesuai dengan namanya, cerita pendek adalah jenis cerita yang memiliki batasan halaman tertentu, sementara novel nggak. Nah, di sinilah kamu dituntut lebih mengembangkan apa yang telah kamu tulis. Menulis novel membebaskanmu berimajinasi,memainkan karakter atau tokohmu, melebarkan dialog-dialog, bahkan sampai memanjangkan paragraf-paragraf yang telah kamu tulis. ., , . Kamu masih bingung? Kalo masih bingung dengan kata "pengembangan" itu, kamu lihat, deh, contoh penggalan cerita ini: Pelan-pelan Irfan membuka kelopak matanya. Ia telah sadar. Kamu dituntut lebih mengembangkan apa yang telah kamu tulis. J/ "Syukurlah kau selamat, Fan." Suara itu jelas sekali sangat dikenalnya. Drigo. Untuk apa ia ada di sini? Bukankah ini Singapura dan Drigo masih di Jakarta? Dia terus dilanda kebingungan. "Aku menemukanmu dalam kondisi tidak sadar. Kukira kau sudah menjadi korban dalam peledakan itu, "lanjut Drigo. Kalo kamu jeli dan mata kamu teliti (ceile ... bahasanya!), kamu akan menemukan kalo cerita kedua memiliki maksud yang sama dengan cerita yang pertama. Hanya dalam cerita kedua ini, ada "pengembangan" cerita, yaitu saat-saat Irfan siuman. Ya, menceritakan lebih detail atau lebih panjang saat Irfan siuman serta apa yang dialaminya, itulah yang menunjukkan bahwa menulis novel memungkinkan untuk lebih mengembangkan bagian-bagian cerita yang telah kamu tulis itu. Namun, jangan sampai kamu terlalu asyik mengembangkan bagian kecil ceritamu itu sehingga melupakan bagian besar yang menjadi inti dari apa yang akan kamu sampaikan dalam novelmu itu. Kamu bisa mengembangan bagian cerita saat siuman itu dengan cerita yang lebih panjang lagi, tetapi jangan sampai hasilnya malah mengalihkan suasana cerita yang sedang kamu bangun. Karena cerita tokoh Irfan yang siuman itu, hanyalah satu bagian kecil dari inti cerita yang sebenarnya. Coba, deh, kamu buka novel spionase LABIRIN (DAR! Mizan, 2005) yang merupakan sumber contoh cerita tadi. Kamu, kan, udah menghasilkan beberapa halaman cerita, nah sekarang temukan bagian mana yang bisa kamu kembangkan! Ayo, tunggu apa lagi?! Hari 25 KafTlU udah belajar bagaimana mengembangkan bagian cerita yang telah kamu tulis itu, kan? Sekarang, ada satu hal yang mesti kamu perhatikan dalam melakukan proses "pengembangan" itu, yaitu setiap kata, setiap kalimat, setiap paragraf, setiap bab, hingga seluruh bab dalam novelmu itu merupakan bagian yang utuh dari inti novel yang kamu tulis.Maksudnya, walaupun dalam menulis novel untuk mengembangkan cerita itu lebih mungkin dilakukan, dibandingkan menulis cerpen, tetap ada rambu-rambu yang mesti kamu ingat. Novel memang karya fiksi yang panjang, tapi bukanlah karya yang bertele-tele! Biasanya, kelemahan seorang penulis novel pemula adalah terlalu banyak menceritakan hal-hal yang sama sekali nggak ada kaitannya dengan tema cerita. Bahkan, sampai menghabiskan dua per tiga bagian novelnya hanya menceritakan kehidupan sehari-hari sang tokoh, sementara konfliknya itu sendiri hanya sepertiganya atau kurang sama sekali. Hal ini karena-salah satunya, lho! dari target halaman yang dibuat penulis novel pemula itu; Bahwa untuk mendapatkan hasil tulisan dengan jumlah halaman yang banyak, seorang penulis novel berhak mengembangkan ceritanya dengan panjang, bisa memasukkan informasi dari mana pun, bahkan boleh menceritakan tentang apa aja\ Padahal, tanpa sadar, ia telah mengorbankan cerita dan pada akhirnya menyebabkan pembaca bosan membaca novel tersebut. Bahkan, seandainya beberapa halaman yang ditulis itu dihilangkan, nggak akan mengurangi cerita novel tersebutkah, kalo udah begini, pembaca akan males melanjutkan membaca novelmu itu. Pembaca jadi bete dengan novelmu! Novel memang karya fiksi yang panjang, tapi bukanlah karya yang bertele-tele! Hari 26 Uddh menjadi hal yang biasa bila pada bab-bab awal, pembaca membuat keputusan apakah mereka akan menyelesaikan membaca seluruh halaman novel, membaca sebagian, atau meng-hentikan bacaannya sama sekali. Hal tersebut bergantung pada mereka apakah menemukan alasan yang cukup kuat pada saat mereka mulai membuka halaman pertama. Apalagi dengan jumlah halaman novel yang lumayan banyak dan tebal, perlu ada timbal balik antara apa yang didapat dari novel tersebut dan keluangan waktu yang disediakan oleh mereka! Oleh karena itu, pada bab-bab inilah yang merupakan pertaruhan antara kamu dan pembaca novelmu. Apabila pembaca nggak menemukan hal yang menarik, menggugah rasa keingintahuan, dan menerbitkan penasaran dalam benak mereka, jangan berharap mereka akan melanjutkan membaca novelmu ke halaman berikutnya! Dengan demikian, buatlah pada awal-awal cerita novelmu suatu peristiwa yang menarik, menegangkan, dan mengundang tanda tanya. Akan lebih baik bila pada bab pertama, kamu udah menyuguhkan petikan konflik permulaan dan samar-samar, dibandingkan kamu menulis pemandangan sekitar atau biodata sang tokoh. Coba, deh, kamu baca contoh penggalan cerita dari halaman pertama novel Carikan Aku Istri Buatlah pada awal-awal cerita novelmu suatu peristiwa yang menarik, menegangkan, dan mengundang tanda tanya. (FBA Press, 2DD4); "Setahun lagi!" Mata wanita separuh baya itu lurus tajam menatapnya. "Umurmu berapa sekarang?" Surya tidak menjawab. Sebaliknya malah tersenyum nakal dan sedikit menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal itu. "Adik-adikmu, selain si bungsu Nur-maya, sudah pada menikah semuanya. Sudah punya anak, bahkan sebentar lagi adikmu, Nabi/a, anaknya akan nambah lagi satu." Surya berpikir sebentar, lalu, "Lima. Berarti kalau ditambah satu lagi dari Nabi/a, Ibu sudah punya enam orang cucu." "Iya. Tapi tak ada yang Ibu dapatkan dari satu-satunya anak lelaki Ibu, cucu darimu." Lagi-lagi lelaki itu hanya bisa tersenyum. "Tapi kan masih ada Nurmaya, Bu? Dia kan belum menikah," kata Surya berdiplomasi. "Kamu itu memang pandai mencari alasan." Terasa, kan, penggalan cerita tersebut udah masuk ke dalam konflik permulaan yang masih samar-samar, yaitu konflik antara tokoh Surya dan tokoh ibu. Soal keinginan ibu mendapatkan menantu dan cucu dari anak lelaki satu-satunya. Sebagai contoh lain, kamu juga bisa membaca bagaimana Novia Syahidah menulis pada halaman pertama dalam novel Titip Rindu Buat Ibu (DAR! Mizan, 2003): Angin yang bertiup maiam itu membuat kegelapan kian menggigit tulang. Suara binatang malam riuh rendah mendendangkan nyanyian alam. Sayup-sayup terdengar percakapan dari surau Haji Mahmud yang sederhana. Surau dengan penerangan lampu minyak yang nyalanya terkadang meredup ditiup angin dari celah-celah dinding. "Bagaimana keadaanmu, Nak?" sapa Haji Mahmud lembut. Pemuda yang duduk di hadapannya menunduk dalam. "Apakah saudara tirimu itu masih suka berbuat jahat padamu ?" "Tidak, Buya." "Jangan berbohong pada Buya, Faisal. Kau tidak bisa menutupi perasaanmu." Haji Mahmud menatap prihatin. Pemuda bernama Faisal itu mengangkat kepalanya. Ada riak bening berpendar di matanya yang hitam. Hari 27 Novel memang merupakan karya fiksi. Namun, nggak berarti untuk menulis novel, kamu sama sekali meninggalkan fakta-fakta yang sesungguhnya. Pasalnya, fakta akan memperkuat novelmu. Dengan fakta, membuat pembaca merasa dekat dengan cerita, seting, dan bahkan tokoh yang kamu ciptakan itu. Pembaca akan merasa kalo apa yang kamu tulis itu adalah kenyataan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, kamu ingin menulis karakter tokoh cerita yang berasal dari suku Sunda dengan memasukkan beberapa kata dalam bahasa Sunda ke dalam dialog tokoh tersebut. Pembaca novelmu akan segera mengetahui bila tokoh tersebut adalah orang Sunda, tanpa perlu menuliskan secara gamblang dari mana asal suku tokoh tersebut. Begitu juga ketika kamu mutusin untuk menggunakan suatu daerah sebagai latar tempat dan kebiasaan-kebiasaannya. Jangan sampai karena kekurangan data, kamu menyatakan sesuatu yang mengernyitkan kening pembaca. Ya, kamu harus teliti dalam mengolah ceritamu dan mendekatkannya dengan fakta. Mendekatkannya dengan kenyataan yang ada dalam kehi- Fakta akan membuat novelmu terasa lebih kuat, membuat pembaca merasa dekat dengan cerita, seting, dan bahkan tokoh cerita yang ada dalam kehidupan sehari-hari. dupan sehari-hari. Manfaatkan di sela-sela waktumu menulis novel buat melakukan riset yang akan memperkuat fakta cerita novelmu. Kamu bisa memulai dari perpustakaan, kliping surat kabar atau majalah, Internet, dan bertanya kepada setiap orang yang mengetahui permasalahan yang sedang kamu angkat. Bayangkan seandainya kamu menulis novel spionase atau detektif. Lalu, dalam ceritamu itu, kamu memunculkan tokoh seorang petugas kepolisian, sementara kamu nggak tahu sama sekali pangkatnya apa. Duh, kebayang, deh, bagaimana jadinya tokoh ceritamu itu. £— Hari 28 Kekuatan karya fiksi seperti novel ada pada kekuatan "berdialog" dengan pembacanya. Dialog di sini, nggak terpaku pada pengertian pembicaraan antar tokoh aja, tetapi juga tentang deskripsi peristiwa, suasana hati, keadaan sekeliling, ataupun keterangan latar tempat. Setiap paragraf yang kamu tulis semestinya memiliki tujuan. Karena, setiap paragraf memiliki kekuatan yang memastikan pembaca mengetahui apa Kekuatan karya fiksi seperti novel ada pada kekuatan "berdialog" dengan pembacanya. yang sedang "dikatakan" oleh novelmu. Hal ini juga akan mendorong pembaca dalam situasi yang kamu bangun, merasakan emosinya, membayangkan suasananya, dan melibatkan pembaca, seolah-olah mereka sendiri yang ada dalam konflik novel tersebut. Ini sekadar contoh penggambaran emosi yang diambil dari novel Mengemas Rindu (LPPH, 2DD4): Amoy duduk sendiri di taman mungil yang terletak di samping rumah Nenek Wen. Bangku dari batu yang dipahat itu membuatnya betah duduk melamun. Air mancur kecil yang keluar dari mulut sebuah patung singa membuat air kolam di tengah taman itu tak henti beriak. Nenek memang telaten dan berselera seni yang tinggi, batin Amoy kagum. Namun, sejenak kemudian pikirannya kembali melayang ke Bengkalis. Sedang apakah Ayah dan Mak sekarang? Ayah pasti sudah berangkat ke laut, menjalani hari-harinya sebagai nelayan. Dan Mak, pasti sudah asyik di dapur. Ah, ia jadi rindu gubal buatan Mak. Lalu Azis? Sudah lupakah pemuda itu padanya? Sudahkah ia mendapatkan gadis lain sebagai pengganti dirinya? Wajah Amoy berubah mendung. Hhh, tidak! Hati kecilnya membantah. Ia tahu betul bagaimana Azis. Pemuda itu pasti juga sedang terluka seperti dirinya. "Kasihan Bang Azis ...." Ia berbisik sendiri. Andai saja ia tahu tempat tinggal Azis di Malaysia, setidaknya tempat kuliahnya, pasti ia sudah sampai ke negeri itu. Sayang, ia tak menemukan sedikit pun informasi tentang Azis sejak berangkat ke Malaysia. Semuanya seperti sengaja dirahasiakan darinya. Bahkan, ketika ia berhasil menemui Mak diam-diam sebelum berangkat ke Singapura, Mak cuma menatapnya iba. Tak sepatah kata pun keluar dari mulut Mak perihal Azis. "Lupakanlah dia, Nak," ucap Mak waktu itu. Dan Amoy terpaksa pulang dengan tangan hampa. Masih untung ia tak dipergoki ayahnya. Ya, semua itu masih sangat lekat di ingatannya. Perlahan Amoy menarik napas dalam, menatap daun bougenville yang bergoyang tanpa bunga. Tenang aja, kamu nggak perlu merasa kurang pede karena nggak bisa menghasilkan tulisan yang bsa berdialog dengan pembaca. Toh, namanya juga kamu sedang belajar menulis novel! Melalui latihan demi latihan, kamu pasti akan bisa merangkai kata dan kalimat tersebut. Salah satu cara yang bisa kamu lakukan adalah dengan menggunakan kalimat yang umum, yang udah sehari-hari sering kamu dengar. Bahkan, kamu ucapkan dengan teman, sahabat, saudara, om, tante, teteh, aa, bapak, ibu, dan semua orang, deh! Entar, kalo diterusin kayak iklan mobil, ya?! Oh, ya, satu hal lagi yang perlu kamu pertimbangkan bahwa pembaca novel berasal dari tingkat pendidikan yang berbeda sehingga kamu nggak bisa sekenanya memasukkan kata-kata ilmiah, ungkapan, atau percakapan dalam bahasa asing tanpa kamu menjelaskan maksud dari percakapan tersebut. Hari 29 Hidupkan karakter tokoh ceritamu! Peran karakter tokoh cerita nggak hanya pada saat mereka melakukan dialog, tetapi juga bahasa tubuh dan apa yang sedang mereka lakukan. Isyarat nonverbal, seperti kening yang berkerut,menarik napas, atau memelototkan mata, kadang lebih berkomunikasi secara efektif dibandingkan kata-kata. Sejak awal, kamu memang udah menyiapkan diri untuk menjadikan tokoh ceritamu benar-benar "hidup" dengan menyiapkan semua informasi tentang tokohmu, dan bahkan mencatatnya dalam sebuah kartu indeks. Sekarang,saatnya kamu buktikan. Ketika kamu menulis novel, tulislah tokoh ceritamu itu seperti seseorang yang benar-benar ada di dunia nyata. Bahkan, lebih luar biasa lagi bila ada yang menyatakan kalo tokoh tersebut memang orang-orang yang ada di sekitarmu, atau malah ada yang bertanya, "Ini cerita tentang kamu, ya?" Keren, deh! Yuk, ambil novel-novel yang kamu jadikan referensi dan baca bagaimana para penulis itu menghidupkan tokoh dan ceritanya! Hari 30 Dalam menulis novel, kamu mesti teliti. Semua yang kamu butuhkan buat menulis novel udah kamu siapkan. Jangan sampai kamu mengabaikannya sehingga membuat ceritamu menjadi aneh. Nah, pastikan bila tokoh ceritamu adalah tokoh yang menyenangi petualangan alam bebas. Kamu benar-benar menceritakan pakaian yang dikenakannya yang berbeda dengan pakaian orang-orang kantoran. Kalo kamu menggunakan latar di pedesaan, tentu ada banyak hal menarik yang membedakan suasana sekitar pedesaan dengan suasana perkotaan. Bila kamu menggunakan sudut pandang orang ketiga, kamu adalah pencerita dan bukan orang yang terlibat dalam cerita tersebut. Hidupkan karakter tokoh ceritamu! Kalo kamu udah menyelesaikan satu paragraf, jangan merasa bosan buat membaca ulang kembali paragraf yang kamu tulis. Lalu, bandingkan dengan novel-novel lain yang menjadi referensimu! Seandainya paragraf itu perlu direvisi, bahkan penulisan ulang, kamu harus melakukannya! Hari 31 Saat sedang menulis, pasti kamu akan menemui hal-hal yang sifatnya writers block atau kebuntuan menulis! Gitu, nggak? Hal ini biasanya penyakit semua penulis kalo tiba-tiba aja merasa mandek dan bingung mau menulis apa atau bagaimana meneruskan cerita yang udah ditulis. Untuk beberapa kasus,yang namanya kebuntuan menulis ini bisa menyebabkan penulis pemula menghentikan sama sekali novelnya di tengah jalan. Wah,memang berabe, deh, kalo ketemu penyakit menulis yang satu ini. Makanya, kalo kamu Saat sedang menulis, pasti kamu akan menemui hal-hal yang sifatnya writers block atau kebuntuan menulis! merasa buntu, segera cari akar masalahnya. Mungkin, ada yang kurang dari perencanaan menulismu. Bisa jadi, referensi kamu lemah, kerangka kamu kurang lengkap, tokoh kamu nggak sesuai dengan cerita,atau kamu nggak memiliki data penunjang sama sekali. Atasi segera! Jangan sampai kebuntuan menulis ini semakin parah dan menyebabkan kamu enggan menyelesaikan novel pertamamu. Novia Syahidah, penulis novel Di Selubung Malam (DAR! Mizan, 2004), yang karyanya ini terpilih sebagai Novel Remaja Terpuji Anugerah Pena Forum Lingkar Pena (FLP), 2005, mengaku kalo ia sering menemui kebuntuan menulis bila bahan-bahan buat menulis novel itu kurang. Oleh karena itu, ia selalu menyempatkan diri membaca karya-karya novel atau referensi yang sejenis dengan cerita yang sedang dibuatnya. Harapannya, dengan melakukan hal tersebut, persoalan kebuntuan menulis akan terselesaikan. Sementara penulis novel lainnya, Zaenal Radar T., mengaku kalo sedang menemui kebuntuan dalam menulis,ia akan jalan-jalan atau menonton sinetron. Hal ini dilakukannya guna menyegarkan pikiran, yang mungkin saat itu pikirannya udah jenuh dalam menulis dan mesti diistirahatkan sejenak. Hari 32 Jangan beralih dari sudut pandang (point of view) yang udah ada sejak awal perencanaan menulis novelmu. Melalui ini, pembaca novelmu akan mendapatkan suatu pijakan terhadap karakter tokoh utama ataupun tokoh-tokoh lainnya dalam ceritamu. Apakah kamu menggunakan sudut pandang orang pertama, orang kedua, atau orang ketiga? Mumpung kamu baru sampai pada bab-bab awal ceritamu, kamu bisa mutusin mana sudut pandang terbaik yang bisa kamu gunakan, yang sesuai dengan kemampuanmu sebagai seorang penulis novel pemula. Kalo kamu merasa lebih mudah menggunakan sudut pandang orang pertama, segera perbaiki dan ubah sudut pandang orang ketiga yang telanjur kamu tulis. Memang, melakukan perubahan tersebut memerlukan waktu dan energi lagi, tapi kalo itu malah membuatmu mudah dalam menulis, why not? Gunakan sudut pandang sesuai dengan kemampuanmu menulis. Gunakan sudut pandang sesuai dengan kemampuanmu menulis. Hari 33 Siapkan buku kecil dan bawalah ke mana aja kamu pergi. Buku kecil tersebut berguna untuk mencatat gagasan-gagasan baru yang muncul setiap saat. Karena terkadang, tanpa diduga, ada aja gagasan yang muncul berkaitan dengan novelmu. Bahkan, kadang malah ide baru buat calon novelmu berikutnya. Bisa jadi, saat kamu sedang makan di kantin, sedang jalan-jalan di mal, atau sedang menghadiri pesta, tiba-tiba aja gagasan itu datang. Bila gagasan itu dipakai akan memperkaya nuansa atau alur cerita calon novelmu tersebut. Dengan membawa buku kecil, kamu tinggal mengambilnya dan mencatat gagasan tersebut. Catatan sangat berguna buat menulis setiap ide-ide baru yang kamu dapatkan saat itu juga. Bila hanya mengandalkan rekaman di otak, nggak bisa dipastikan kalo kamu bisa menyimpan ide tersebut dalam waktu cukup lama. Mungkin aja karena terlalu sibuk dengan pekerjaan, aktivitas kampus, dan kegiatan-kegiatan lain, menyebabkan ide yang disimpan di otak bisa terlupakan begitu aja. Sayang, kan? Tahu nggak, beberapa penulis novel kadang menggunakan tape recorder atau alat perekam buat menyimpan gagasan, bahkan susunan kalimat yang akan mereka gunakan. Penggunaan alat perekam dan buku kecil ini, hanyalah upaya buat menyimpan gagasan yang muncul begitu aja. Sehingga, Ide sifatnya liar. Ia bisa muncul di mana pun dan kapan pun tanpa bisa kita duga. Catatan sangat membantu buat merekam ide yang tiba- tiba datang. kamu nggak perlu khawatir kehilangan gagasan, kata-kata, dan bahkan alur cerita yang bagus buat novelmu! Ide sifatnya liar. Ia bisa muncul di mana pun dan kapan pun tanpa bisa kita duga. Catatan sangat membantu buat merekam ide yang tiba- tiba datang. Hari 34 Ketegangan adalah suatu ramuan dasar dalam membuat novel. Oleh karena itu, buatlah pembaca untuk selalu bertanya, "Apa yang akan terjadi berikutnya?".Dengan demikian, pembaca akan berusaha menemukan jawaban demi jawaban dalam novelmu. Ketegangan dibangun melalui konflik, perseteruan, beda pendapat, sampai pada pertarungan antara tokoh-tokoh dalam cerita novelmu. Setiap karya novel, biasanya selalu ada tokoh yang mewakili kebaikan (protagonis) dan tokoh yang selalu berseberangan (antagonis) dengan tokoh protagonist tokoh ini nggak mesti selalu jahat. Berbeda dengan karya fiksi lain yang berupa cerita pendek, yang hanya menyajikan satu konflik sederhana. Dalam sebuah novel terdapat banyak konflik kecil di luar konflik utama. Jenis novel sebagai karya yang berhalaman banyak menyebabkan kamu bebas menciptakan dan memasukkan berbagai macam konflik. Bukan hanya konflik yang melibatkan tokoh-tokoh utama, melainkan juga pada semua tokoh ceritamu. Konflik-konflik kecil inilah, yang pada akhirnya, melahirkan ketegangan dalam novelmu. Misalnya, gagasan cerita seorang mahasiswa yang mengetahui bahwa ternyata kedua orangtuanya selama ini bukanlah orangtua kandung. Ada beberapa konflik kecil yang bisa kita munculkan, seperti; Apakah orangtua kandungnya yang asli itu masih hidup atau nggak? Apakah mereka orang kaya atau orang miskin? Ketika si tokoh mahasiswa itu masih kecil, apakah mereka sengaja membuangnya atau dititipkan ke panti asuhan? Bagaimana hubungan mereka dengan orangtua mahasiswa tersebut selama ini? Wah, banyak hal yang bisa dimunculkan dalam novelmu untuk membuat ketegangan demi ketegangan. Hari 35 Walaupun novel memuat banyak konflik, kamu juga harus memastikan bahwa di antara konflik memiliki kekuatan yang berbeda. Jangan sampai konflik-konflik yang kamu bangun saling merebut perhatian pembaca dan membuat pembaca bertanya- Jangan membuat pembaca nggak bisa menemukan konflik utama dalam novelmu! tanya, misalnya; "Mana sesungguhnya konflik utama novel ini?". Kamu harus memberikan penekanan, porsi yang berbeda, dan konsisten menjaga konflik utama novelmu. Munculnya konflik-konflik lain, hanyalah konflik pendukung yang akan mengantarkan pembaca pada konflik sebenarnya yang menjadi inti cerita novelmu. Begitu juga dengan ketegangan yang kamu bangun. Ketegangan-ketegangan itu, hanyalah pintu pembuka untuk sampai pada ketegangan utama dalam novelmu. Hari 36 I penulis novel pemula, membuat draf cerita melalui tulisan tangan sangat membantu untuk membuat alur cerita dan melakukan revisi sebelum beralih pada komputer. Dengan membuat draf tulisan tangan, kamu memiliki waktu yang lebih luang untuk melihat kembali cerita yang telah kamu buat kapan aja dan di mana aja. Mencocokkan datamu dengan bahan referensi yang terdapat di perpustakaan, toko buku, ataupun hasil pencarianmu di warung Internet. Sehingga, ketika kamu menyalin draf tersebut ke dalam komputer, maka kamu udah mendapatkan cerita yang sesungguhnya. Hal ini juga akan sangat membantu kamu agar nggak bersu-sah payah lagi melakukan editing atau tahap perbaikan. Memang, membuat draf tulisan terlebih dahulu akan memakan waktu yang lama. Namun,hal ini sangat membantu dan kamu nggak merasa seperti sedang dikej menyelesaikan novelmu!. -kejar harimau untuk Hari 37 Jangan pernah merasa puas dengan gagas-an cerita yang telah kamu tuliskan! Oleh karena itu, baca ... baca ... dan baca kembali tulisanmu! Sebab, bisa jadi dengan sering membaca kembali apa yang telah kamu tuliskan itu, kamu akan menemukan sebuah gagasan baru yang lebih mengejutkan dan unik untuk cerita novelmu. Dengan demikian, kamu akan mendapatkan alur cerita yang menurutmu jauh lebih baik. Dalam menggarap novel, hal yang wajar bila di tengah jalan mengganti beberapa paragraf, mengganti alur cerita, mengganti tokoh- tokoh cerita,dan bahkan menghilangkannya sama sekali. Novel Berjanji di Surau Lama ketika udah sampai pada tahap akhir novel tersebut, sang penulis akhirnya mengganti seluruh tokoh dalam ceritanya. Atau, novel Carikan Aku Istri yang diganti sudut pandangnya dari sudut pandang orang pertama menjadi sudut pandang orang ketiga, dan itu dilakukan oleh penulisnya ketika jumlah halaman udah mencapai angka 100. Waw! Jadi,sering-seringlah membaca hasil tulisanmu dan bukalah kemungkinan untuk melakukan perbaikan atau perubahan. Hari 38 Pembaca sangat menyenangi novel yang menjelaskan secara detail dan terperinci tentang segala sesuatunya. Apakah itu suasana hati,keadaan alam, kondisi tempat tinggal, apa yang diucapkan, suhu udara, dan sebagainya. Terutama, ketika kamu menggunakan latar tempat. Dengan perincian atau detail yang kamu tulis tentang lokasi atau keunikan apa yang ada di lokasi Jangan pernah merasa puas dengan gagasan cerita yang telah kamu tuliskan! tersebut akan memperkaya cerita novelmu. Sehingga, pembaca akan merasa benar-benar berada di tempat yang tertulis dalam novelmu. Simak penggambaran singkat berikut ini yang diambil dari novel Senja yang Menghilang'. Rumah itu bercat cokelat muda. Dari celah-celah pagar besi, siapa pun akan bisa melihat beberapa tanaman yang tertata rapi di ha/amannya; sekumpulan bambu Jepang, pohon pinus, dan beberapa tanaman bunga- ada bunga aster dan mawar di sana yang kelopaknya mulai memekar. Di teras ada sepasang bangku terbuat dari bambu, satu meja yang raknya dipenuhi oleh majalah serta koran, dan satu pot berisi tanaman pakis berada di pojoknya. Asri! Namun, kamu mesti selektif juga memberikan detail dan penjelasan dalam ceritamu.Jangan membuat pembaca novelmu bosan karena terlalu banyak penjelasan di setiap paragraf ceritamu.Bahkan,sampai menghabiskan beberapa halamananya untuk mendeskripsikan, misalnya bagaimana suasana di Tulislah secara detail dan terperinci, tapi jangan berlebihan! tepi pantai setelah hujan turun. Tulislah secara detail dan terperinci, tapi jangan berlebihan! m Hari 39 Tulislah dengan imajinasi, tapi jangan pernah melupakan ceritamu sendiri! Ya, imajinasi adalah kekuatan yang diperlukan setiap penulis novel. Dengan berimajinasi, seorang penulis novel akan menciptakan karakter, misteri, ketegangan, konflik, alur cerita,hingga bagaimana ia menyelesaikan cerita tersebut. Apalagi, buat novel-novel yang berjenis fiksi ilmiah (science fiction), seperti; Area X (DAR! Mizan, 2003) dan Terdampar di Planet Ars; jenis misteri atau spionase, seperti Labirin (DAR! Mizan, 2005) dan serial Syakiia (DAR! Mizan, 2003-2004), atau contoh lainnya novel serial Harry Potter, para penulisnya mengembangkan imajinasi mereka sampai batas maksimal. Namun, mereka tetap berpijak pada logika cerita.Artinya,seberapa liar pun mereka mempergunakan imajinasi, namun cerita tetap terjaga dan mengundang minat pembaca untuk menyelesaikan bacaannya. Hari 40 Novel memang karya fiksi yang berjumlah halaman banyak, tetapi bukan berarti kamu mesti phobia (ketakutan) terhadap banyaknya jumlah halaman yang harus kamu selesaikan tersebut. Dan, bukan berarti, kamu juga nggak akan bisa menyelesaikan proyek menulis novelmu sampai pada halaman terakhir. Percaya, deh, perasaan-perasaan seperti itu bukan karena kamu nggak bisa, melainkan hanya rasa nggak yakin yang datangnya dari dirimu sendiri. Atasi hal tersebut! Yakinlah kepada dirimu bahwa kamu bisa menulis novel! Biarkan imajinasi dan pikiranmu mengalir begitu aja ketika menulis novel. Jumlah halaman yang banyak bukan alasan untuk nggak menulis novel! Jumlah halaman yang banyak bukan alasan untuk nggak menulis novel! Hari 41 Ka fTl U masih membawa catatan atau alat perekam ke mana pun kamu pergi? Jangan sampai gagasan cerita atau ide yang tiba-tiba muncul di tengah jalan itu hilang begitu aja. Mungkin, nggak akan terpakai buat proyek cerita novelmu sekarang, tapi siapa tahu, bahan-bahan yang udah kamu catat dan rekam itu akan berguna nanti, misalnya untuk proyek novelmu selanjutnya. Begitu juga ketika kamu menemukan data baru yang nggak kalah menariknya, misalnya di majalah, surat kabar, atau Internet. Simpanlah data-data tersebut di tempat khusus yang mudah dibuka kembali bila diperlukan. Hari 42 KamU masih mengerjakan novelmu, kan? Nah, cobalah untuk menulis apa-apa yang saat itu ada dalam benakmu. Ya, kalo saat ini kamu duduk di depan komputer dan tiba-tiba dalam benakmu muncul cerita bagus buat halaman terakhir novelmu,sementara kamu sedang mengerjakan bab-bab awal, ya ... tulislah halaman terakhir itu terlebih dahulu. Jangan terpaku pada aturan standar penulisan ketika seorang penulis novel harus meyelesai-kan bab awal terlebih dahulu sebelum menyelesaikan bab selanjutnya. Beberapa penulis novel mengambil pola menuliskan di beberapa bagian pertengahan novel mereka; ada yang langsung pada konflik cerita dan ada pula yang udah menulis di akhir cerita mereka. Mungkin, hal yang baik-buat menjaga alur dan nuansa cerita dengan menulis novel berdasarkan bab per bab. Namun, nggak ada salahnya bila kamu mencoba menulis nggak berurutan. Hal ini akan membantumu menuangkan gagasan-gagasan cerita yang ada dalam benakmu, yang masih segar dan baru itu. Daripada gagasan itu kamu endapkan, dengan kemungkinan akan kehilangan daya tariknya, hanya gara-gara kamu udah terlalu letih dahulu untuk menyelesaikan halaman sebelumnya. Jadi, tulislah ceritamu di bagian mana aja\ Jangan biarkan gagasanmu hilang hanya gara-gara terlalu lama menunggu giliran bagian cerita tersebut Cobalah menulis apa yang muncul dalam benakmu saat itu walaupun yang kamu tulis nantinya adalah halaman terakhir novelmu. ditulis. Bisa jadi, pada saat itu, kamu menemukan ungkapan, kata- kata, kalimat, dan malah paragraf yang jauh lebih bagus. Yang kemungkinan besar, nggak bisa kamu jamin hal itu akan muncul untuk kedua kalinya. Cobalah menulis apa yang muncul dalam benakmu saat itu walaupun yang kamu tulis nantinya adalah halaman terakhir novelmu. Hari 43 Jagalah karakter tokoh ceritamu. Jangan melupakan dan menukarkan identitas di antara tokoh-tokoh cerita yang sejak awal ada dalam novelmu. Misalnya, pada awal cerita, kamu menulis tentang tokoh "A" yang vegetarian, tetapi pada bagian tertentu kamu malah mengangkat tokoh "A" yang sedang memakan daging. Ini merupakan kesalahan yang fatal bagi seorang penulis novel, yaitu nggak bisa menjaga tokoh ataupun atribut lain dalam cerita. Biasanya, buat penulis pemula, karena jumlah halaman yang dihasilkan banyak menyebabkan munculnya kesalahan-kesalahan kecil. Salah satunya berkaitan dengan tokoh cerita. Inilah gunanya kartu indeks yang kamu tuliskan setiap karakter dan informasi yang berkaitan dengan tokoh ceritamu. $ Hari 44 Jangan menjadikan pekerjaan menulis novel ini sebagai pekerjaan rumah yang menakutkan dan harus segera diselesaikan. Kamu bukanlah robot yang bisa mengerjakan satu tugas aja. Lakukanlah kebiasaan yang sering kamu kerjakan. Misalnya, menonton teve, jalan-jalan, bergaul dengan teman, baca buku, naik sepeda, atau apa aja yang bisa kamu lakukan. Jangan memaksakan diri hanya untuk menulis novel! Nikmati aja saat-saat menulis novel itu! Hari 45 Seka rang, carilah teman atau siapa aja yang bisa kamu ajak diskusi soal novelmu.Katakan kepada mereka tentang ide cerita novelmu dan mintalah Nikmatilah saat-saat menulis novel! pendapat mereka tentang hal tersebut. Berdis-kusilah! Mungkin, dengan melakukan diskusi-diskusi ringan, kamu akan menemukan gagasan cerita atau informasi tambahan buat novelmu. m Hari 46 Buka draf naskah novel yang telah kamu tulis dan hitunglah berapa halaman yang telah kamu tulis. Apabila kamu benar-benar memegang komitmen buat menghasilkan tulisan paling sedikit satu hingga empat halaman, atau sekitar 300 sampai 1.500 kata per harinya dan beberapa halaman yang lebih banyak di akhir pekan, kamu mungkin udah mencapai minimal 50 halaman. Atau, bahkan lebih? Luar biasa! Ya, kamu udah melakukan hal yang sangat luar biasa. Kamu udah menulis novel! Nah, itu berarti,kamu udah saatnya memasuki tahap selanjutnya dari program penulisan novel ini, yaitu meneruskan kembali novelmu hingga selesai sambil melakukan perbaikan-perbaikan (proses editing) untuk cerita yang telah kamu hasilkan. Hari 47 KamU udah menemukan teman atau anggota keluarga yang bisa diajak berdiskusi tentang ide dari novelmu itu? Hari ini, ajak teman atau anggota keluargamu itu untuk melangkah lebih jauh, melibatkannya dalam proyek penulisan novel pertamamu. Mintalah mereka membaca draf novel yang telah kamu hasilkan! Dua keuntungan yang bisa didapatkan dengan melakukan hal tersebut. Pertama, novelmu adalah hasil karya yang akan dibaca oleh banyak orang. Dengan melibatkan orang-orang terdekat sebagai pembaca pertama draf novelmu, maka kamu akan mengetahui secara langsung tanggapan mereka terhadap draf tersebut. Kedua, kehadiran mereka akan membuka peluangmu buat melakukan diskusi atau tukar pikiran yang lebih jauh tentang proyek yang sedang kamu kerjakan ini. Kamu akan mendapatkan saran, masukan, bahkan kritikan positif yang dikeluarkan secara jujur oleh mereka. Mintalah orang lain untuk membaca draf novel yang telah kamu hasilkan! __f Hari 48 Jangan ceritakan, tapi tunjukkan! Ya, kamu tuntun pembaca untuk merasakan bagaimana karakter tokoh-tokoh ceritamu yang sebenarnya. Menulislah secara detail tentang lokasi yang digunakan, pakailah bahasa sederhana yang sehari-hari digunakan banyak orang, ajak pembaca buat berimajinasi dan selama ini, kamu udah melakukan hal itu semua! Persoalannya, walaupun kamu udah berusaha semampumu menggarap novel pertamamu ini, biarkan imajinasi pembaca bergerak sendiri buat menemukan ceritanya. Bila pembaca bisa tertawa, menangis, marah, dan bahkan seolah-oleh mereka terlibat dalam ceritamu, itu berarti kamu udah berhasil menyampaikan ide cerita melalui tulisanmu. Bagaimana caranya? Kamu cukup melakukan hal tersebut dengan melihat ekspresi dari mereka yang kamu pilih sebagai pembaca draf novelmu. Sebaiknya, jangan kamu yang pertama kali mengajukan pertanyaan, tapi biarlah pembaca draf novelmu yang memberikan pernyataan terhadap alur cerita dalam novelmu itu. Biarkan pembaca yang menilai karya novelmu! Biarkan pembaca yang menilai karya novelmu! Hari 49 Struktur kalimat yang baik adalah kalimat yang sesuai dengan kaidah tata bahasa dan menggunakan kata yang sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Nah, sekarang kamu harus melupakan pernyataan itu! Tidak berarti kamu benar-benar mengabaikan kaidah tata bahasa sama sekali, tetapi berlakulah fleksibel atau berilah kelonggaran terhadap cerita novel yang kamu buat.Sebab, pada saat ini,kamu bukan sedang menggarap sebuah karya ilmiah, melainkan kamu sedang mengerjakan novel. Biarkan bahasa atau percakapan sehari-hari menjadi percakapan atau dialog dalam tokoh-tokoh ceritamu. Dengan demikian, pembaca akan merasa nyaman dan dapat langsung mengerti dengan apa yang kamu tulis dan ingin kamu sampaikan dalam novelmu itu. Bahkan, kamu bisa menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing. Kalo perlu, kamu juga bisa memasukkan kata- kata gaul yang sedang ngetren saat ini. Hal ini dimaksudkan agar pembaca merasa dekat dengan cerita novelmu. Dan dengan menggunakan bahasa sehari-hari, diharapkan pembaca akan tahu kalo karakter ceritamu itu ada dalam kehidupan nyata. Wah ... hebat, kan? Namun, karena novel adalah bahasa tulisan dan bukan bahasa lisan yang pengucapannya dilengkapi dengan ekspresi dari orang yang berbicara, kamu mesti memerhatikan betul penggunaan bahasa tersebut dalam novelmu. Cukup mudah untuk mengetahui apakah kamu udah pas menggunakan kalimat tersebut atau bukan, yaitu baca keras-keras setiap kalimat langsung dari draf novelmu. Lalu, tanyakan apakah kalimat tersebut enak didengar? Apakah kalimat langsung yang kamu gunakan nggak terkesan kaku? Apakah kata-kata yang dipergunakan sering didengar orang lain? Apakah dengan menggunakan sebuah kata tertentu nggak membuat pembaca bertanya-tanya? Kalo kamu menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing, apakah kata tersebut juga udah diketahui oleh umum? Seberapa pentingkah bahasa daerah atau bahasa asing itu menjadi bagian dari novelmu? Apakah lebih baik bahasa tersebut diganti dengan bahasa Indonesia aja? Kalo harus menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing, apakah penggunaannya nggak mengurangi ketegangan cerita yang kamu bangun? Dikhawatirkan, pembaca akan menghentikan rasa penasaran untuk terus membaca novelmu karena mereka terlalu sibuk mencari arti kata dari bahasa daerah atau bahasa asing yang kamu gunakan. Baca keras-keras ceritamu! Hal ini sangat membantumu buat menemukan mana kalimat janggal dan terdengar aneh. Baca keras-keras ceritamu! Hal ini sangat membantumu buat menemukan mana kalimat janggal dan terdengar aneh. Hari 50 Kalo saat ini proyek novelmu sedang dalam tahap mengerjakan puncak konflik (klimaks), perlakukanlah secara berhati-hati. Sering sekali, penulis novel pemula membiarkan konflik yang biasa dan apa adanya sehingga nggak meninggalkan bekas kepada pembaca. Bahkan, ada pula yang menggarap konfliknya dengan terburu-buru. Perlu dicatat, konflik adalah jantung dari cerita yang kamu buat. Bahasa kerennya, konflik merupakan inti dari seluruh cerita. Dengan demikian, tentu aja pembaca ingin mengetahui bagaimana inti cerita itu disajikan oleh seorang penulis novel. Kalo kamu menulis cerita tentang mencari orangtua kandung, pembaca berharap bahwa kamu menyajikan saat-saat si tokoh bertemu dengan sang orangtua, apa yang dialami oleh tokoh tersebut, termasuk pergulatan batinnya. Dan, apa pula tanggapan sang tokoh ketika ia harus menghadapi kenyataan kalo orangtuanya tersebut, ternyata nggak sesuai dengan apa yang diharapkan olehnya. Oleh karena itu, jadikanlah konflik sebagai kekuatanmu menyampaikan tema besar yang ada dalam novelmu ini. Berikan porsi atau bab tersendiri dalam novelmu untuk menceritakan tentang puncak konflik, dan dalam bab lain, buatlah penyelesaian konfliknya (antiklimaks). Jangan bernafsu buat mengakhiri atau mematikan tokoh ceritamu hanya karena kamu nggak sabar mengolah konflik. Konflik adalah jantung dari cerita yang kamu buat. Konflik merupakan inti dari seluruh cerita. Konflik adalah jantung dari cerita yang kamu buat. Konflik merupakan inti dari seluruh cerita. Hari 51 Duh, kamu masih bingung bagaimana membangun dan menuliskan konflik dengan baik? Atau, kamu merasa kalo konflik yang kamu tulis kesannya biasa aja? Atau, kamu merasa konflik kamu itu udah bagus banget, tapi bingung menuliskannya? Nggak apa-apa, namanya juga penulis pemula. Jadi, wajar dong, kalo kamu belum piawai mengolah kata-kata menjadi kalimat yang menggambarkan konflik ceritamu itu. Wajar dong, kalo kamu bingung dan merasa bete karena hasil tulisanmu nggak sesuai dengan yang kamu bayangkan. Uih ... sebel banget, kan? Pokoknya, kamu jangan menyerah dan jangan putus asa dulu. Perjuangan belum berakhir ... hehe he .... Kayak slogan tayangan teve aja. Toh, sejak awal, kamu udah menyiapkan novel-novel yang menjadi referensimu dalam menulis, bukan? Baca kembali referensi novel tersebut, dan lihatlah bagaimana mereka membangun konflik dan menyelesaikannya dengan baik. Perhatikan seteliti mungkin setiap kata, kalimat, dan paragraf yang Lihat, bagaimana penulis novel yang kamu kagumi itu memperlakukan emosi setiap tokoh ceritanya ketika dalam suasana konflik, digunakan. Lihat, bagaimana penulis novel yang kamu kagumi itu memperlakukan emosi setiap tokoh ceritanya ketika dalam suasana konflik. m Hari 52 KamU udah bosen, jenuh, dan merasa semakin hari kemampuanmu menulis semakin menurun? Jangan heran, ini penyakit yang nggak hanya mendera para penulis pemula, mereka yang udah menulis puluhan novel pun kadang merasakan hal yang sama. Yang membedakan, mereka bisa mengatasi penyakit itu dan menyelesaikan tulisannya. Eh, kamu tahu nggak, biasanya penyakit yang paling sering muncul itu adalah penyakit jumlah halaman. Ya, kamu begitu bete banget gara-gara udah berminggu-minggu nulis jumlah halaman, tapi yang kamu dapatkan hanya puluhan lembar. Dan kamu selalu bertanya, "Kapan selesainya?". Tenang, jangan panik dan jangan buru-buru meninggalkan proyek pertamamu ini. Coba, buka komputermu dan hitung kembali berapa halaman yang telah kamu hasilkan hingga hari ini. Mungkin, memang udah saatnya mengakhiri cerita novelmu. Pasalnya, sejumlah penerbit menerapkan kebijakan yang beragam untuk menerbitkan naskahnya. Salah satunya, berkaitan dengan jumlah halaman. Kalo kamu udah mendapatkan jumlah 80 sampai 100 halaman dengan 1,5 spasi, maka kamu udah bisa mengakhiri novelmu. Jumlah seperti itu udah cukup, kok, buat diajukan pada penerbftHan tetapi, kamu me! awal, kamu punya komitmen untuk menyelesaikan proyek pertama menulis novelmu itu. Jadi, kalo penyakit halaman ini muncul, kamu mesti cukup tangguh buat mengatasinya. Mungkin, kamu hanya dapat satu halaman atau bahkan satu paragraf, tapi itu udah lebih baik daripada nggak menulis apa-apa. sejak Hari 53 Oke, sekarang saatnya kamu menyelesaikan akhir cerita novelmu itu. Bagian akhir nggak kalah pentingnya buat sebuah novel. Karena seperti yang telah kamu ketahui ketika membahas soal konflik bagian akhir sebuah novel merupakan bagian konflik itu diselesaikan atau anti- klimaks. Sering sekali penulis novel menggunakan rumus dalam cerita detektif, yaitu untuk mengetahui siapa pembunuh dan motif si pelaku, maka bacalah di bagian akhir cerita tersebut. Rumus ini bisa kamu pakai buat menjawab semua pertanyaan dan rasa penasaran pembaca yang telah kamu sajikan di permulaan dan pertengahan cerita novelmu. Beri kepuasan kepada pembaca buat mengetahui sesuatu yang menjadi alasan mereka membaca novelmu sejak halaman pertama. Kamu bisa memunculkan beberapa draf alternatif yang bisa kamu pilih sebagai cerita untuk mengakhiri novelmu.Beberapa draf ini sangat membantumu untuk melengkapi bagian-bagian novel yang telah kamu susun sebelumnya. Pastikan, pilihanmu adalah pilihan terbaik buat menyelesaikan novelmu. Hari 54 Ada penulis novel yang membuat akhir cerita novelnya dengan akhir (ending) cerita yang menggantung, berakhir bahagia (happy ending), atau berakhir dengan kesedihan (sad ending). Tentukan, model akhir cerita seperti apa yang ingin kamu pilih! Di antara ketiga jenis ending yang tadi Rumus dalam cerita detektif, yaitu untuk mengetahui siapa pembunuh dan motif si pelaku, maka bacalah di bagian akhir cerita tersebut. _9 disebutkan, ending yang menggantung akan menempatkan serta membiarkan pembaca menentukan sendiri ke arah mana cerita ini akan bermuara. Apakah akan berakhir bahagia atau berakhir dengan kesedihan? Apakah ceritanya semakin berkembang atau berakhir begitu aja? Apakah akan memunculkan konflik baru atau nggak? Semua itu terserah kepada pembaca. Model seperti ini juga menguntungkan kamu buat menulis lanjutan novelmu di buku yang berbeda. Akan tetapi, model seperti ini juga memiliki kelemahan. Kaio ending yang menggantung, bila nggak digarap dengan baik, akan menjebak cerita novel yang telah susah payah kamu buat menjadi cerita yang membosankan, menjemukan, dan nggak jelas mau dibawa ke mana ceritanya. Oleh karena itu,bila seseorang mutusin buat membaca sebuah cerita novel sampai halaman akhir, ia akan mengharapkan akhir cerita yang udah tentu seenggaknya sesuai dengan dugaan sang pembaca. Paling nggak, cerita itu nggak menyisakan ruang kosong yang menyebabkan pembaca bertanya-tanya; entah nasib sang tokoh, konflik, bahkan ceritanya itu. Mau bikin bagian akhir novelmu menggantung? Mari, kita sama-sama lihat bagaimana Novia Syahidah mengakhiri novel Di Selubung Malamnya. Tentukan, model akhir cerita seperti apa yang ingin kamu pilih! Jamanik menatap kertas di tangannya dengan mata kabur. Genangan di pelupuk matanya nyaris menitik seandainya ia tak cepat-cepat mengusapnya. Dengan perasaan yang sulit diartikan, kembali diejanya kata demi kata, kalimat demi kalimat yang tertera di kertas itu. Ia seakan tak yakin bahwa di dalam surat itu tersirat sebuah harapan baginya, harapan untuk bisa bertemu lagi dengan Baiq Mandalika suatu saat kelak. Kak Jamanik .... Meskipun saya harus pergi jauh ke negeri yang entah ada di mana, namun sesungguhnya hati saya tetap ada di Lombok.Tak ada yang mampu menukar kecintaan seorang putri Sasak terhadap tanah Lombok ini, kecuali ketentuan dari Yang Maha kuasa. Dan sejauh-jauhnya langkah ini terayun, saya berharap suatu saat nanti akan kembali berpijak di sini. Saya akan tetap berdoa untuk Kakak.Meski jasad Kakak terpenjara, semoga hati Kakak tetap bisa bebas mengembara, mencari kedamaian dan kecintaan dari-Nya. Sungguh, saya percaya bahwa Kak Jamanik sangat ikhlas menjalani suratan nasib, dan semoga keikhlasan itu diturunkan pula oleh Allah ke dalam hati saya selama berada di rantau yang jauh. Hingga saya yakin bahwa di mana pun kita berada, sesungguhnya rid-ha dan rahmat- Nya adalah yang paling berharga. Jamanik mendekap surat itu ke dadanya. Terngiang kembali ucapan Tuan Guru Zainuddin beberapa waktu sebelum ia mendekam di penjara ini. "Aku tahu kau menyukai gadis bernama Mandalika itu, Jamanik. Tapi kau juga harus ingat satu hal, selagi dia belum menjadi bagian yang sah dalam hidupmu, kau tidak boleh larut dalam perasaan itu. Kau harus bisa menjaga agar hatimu tidak merana dalam angan-angan, tidak berharap yang muluk-muluk, dan tidak berkhayal yang bukan-bukan. Percayalah, jika Allah memang sudah takdirkan dia menjadi pendampingmu, kelak Allah akan mengantarkannya ke sisimu." Jamanik menghela napas dalam. Kembali ditatapnya lembaran surat di tangannya. Ia yakin, kalimat-kalimat dalam surat itu ditulis Baiq Mandalika dengan segenap perasaan dan kejujuran. Kalimat yang membuatnya juga yakin bahwa suatu saat nanti, gadis itu pasti akan kembali ke Lombok. Meski entah kapan .... Hari 55 Pastikan novel yang telah kamu tulis memiliki penyelesaian cerita yang baik. Baik, bukan berarti paling bagus dan sempurna. Seenggaknya yang dimaksud baik di sini adalah kamu telah menyelesaikan novelmu secara utuh. Bab atau paragraf terakhir yang telah kamu tulis itu memang benar-benar untuk menutup cerita novelmu dan nggak membuat pembaca bertanya-tanya tentang novel tersebut. Pasalnya, penutup cerita ibarat kesimpulan dari semua pergulatan karakter, tokoh, dan ide cerita novelmu. Selain itu, kata "penutup" juga berarti akhir dari cerita yang kamu buat. Kemudian,tanyakan apakah kamu nggak terlalu terburu-buru menutup cerita novelmu itu? Apakah ketika membacanya, kamu mendapatkan bahwa penutup cerita novelmu memang berkaitan erat dengan bab-bab sebelumnya? Apakah nggak ada konflik yang tertinggal untuk diselesaikan dalam penutup novelmu? Mungkin,kamu memerlukan bantuan orang lain untuk mengetahui pendapat mereka mengenai akhir cerita yang kamu buat. So, jangan tunda lagi, lakukanlah! Pintalah pendapat mereka tentang akhir ceritamu. Toh, sejak awal kamu udah melibatkan ora- Akhiri cerita novelmu dengan baik. Lalu, bacalah bagaimana penulis- penulis novel favoritmu mengakhiri cerita mereka. Kamu akan menemukan cara yang baik mengakhiri cerita dalam novelmu! ng lain sebagai pembaca draf novelmu, bukan? Akhiri cerita novelmu dengan baik. Lalu, bacalah bagaimana penulis- penulis novel favoritmu mengakhiri cerita mereka! Hari 56 Sekarang, kamu udah menyelesaikan cerita novelmu. Nah, udah saatnya kamu beralih pada judul, baik judul besar novelmu maupun judul- judul kecil yang memisahkan bagian-bagian cerita dalam novelmu. Judul memiliki peran penting bagi ceritamu. Selain nama pengarang dan cover (sampul buku) seandainya novelmu diterbitkan maka judul yang menarik, unik, dan anehlah yang menyebabkan banyak orang memutuskan membaca sebuah karya. Begitu juga dengan para editor yang bekerja di penerbitan buku. Karenajudul bagi editor merupakan nilai jual cerita novelmu di pasaran. Bagi kamu yang memutuskan untuk membuat judul setiap bab atau setiap episode ceritamu, maka buatlah judul itu semenarik mungkin. Seenggak-nya ketika kamu memilih kata atau rangkaian kata, ada keyakinan kalo judul itu adalah pilihan yang terbaik. Buatlah judul semenarik, seunik, dan seaneh mungkin! Selain itu, judul juga menggambarkan isi dari keseluruhan cerita novel. Kadang hanya membaca judul, seseorang bisa mengetahui jenis atau genre apa novel tersebut. Seandainya ada dua judul novel, Aku dan Titip Rindu Buat Ibu, judul yang kedua ini jauh lebih menarik dibandingkan judul pertama. Helvy Tiana Rosa dalam bukunya Segenggam Gumam (Syaamil, 2DD4) memberikan penekanan terhadap pemilihan judul: "Judul yang baik dan menarik haruslah yang membuat pembaca tertarik dan ingin tahu. Tetapi di sisi lain, judul juga harus mampu menggambarkan cerita secara keseluruhan." Lalu, bagaimana dengan judul novelmu? Buatlah judul semenarik, seunik, dan seaneh mungkin! Hari 57 Nggak terasa kamu udah memasuki minggu kesembilan, bukan? Dan, kamu udah menyelesai-kan novel pertamamu itu. Atau, kamu udah dalam tahap akhir menyelesaikan cerita? Wah ... luar biasa, bukan? Kaio udah selesai, kamu mesti membaca cerita novel yang telah kamu buat sekali lagi. Dengan membaca ulang, kamu bisa memastikan bahwa nggak ada bagian-bagian tertinggal dari cerita novel tersebut. Tentu, kamu akan menemukan kekurangan mungkin dialognya, penggunaan kalimat atau kata, penggarapan seting tempat, atau data- data lainnya. Tetapi untuk saat ini, yang perlu kamu perhatikan ketika membaca ulang itu, adalah cerita yang kamu buat udah utuh, baik itu permulaan, pertengahan, maupun akhir cerita. Kalo kamu udah membaca ulang, cetaklah novelmu di kertas dan berikan tanda-tanda atau kode tertentu yang menunjukkan kekurangan tersebut. Hal ini akan membantu kamu lebih mudah menemukan bagian mana yang mesti kamu perbaiki bila sedang melakukan proses pengeditan. Hari 58 Sekarang, novel pertamamu udah selesai dan udah dicetak di kertas. Lalu, apa yang selanjutnya harus kamu lakukan? Tinggalkan! Ya, tinggalkan novelmu! Biarkan novelmu mengendap buat beberapa lama. Jangan menyentuhnya dan jangan membacanya sama sekali, bahkan nggak untuk satu kalimat pun! Cetaklah novelmu di kertas dan berikan tanda-tanda atau kode tertentu yang menunjukkan kekurangan dalam novelmu. Izzatul Jannah penulis novel Gadis Daiam Kaca (D&D Publishing, 2003) perlu beberapa minggu untuk mengendapkan novel yang telah ia selesaikan. Begitu juga dengan Pipiet Senja, Novia Syahidah, Zaenal Radar T., dan penulis-penulis lainnya. Bahkan, Pipiet Senja setelah menyelesaikan novel dalam dua minggu, ia memerlukan waktu yang sama untuk mengendapkan novel tersebut. Proses pengendapan ini sangat membantumu untuk sejenak mengalihkan perhatian dan mengistirahatkan otakmu. Dengan demikian, ketika saat melakukan proses editing naskah, kamu akan mendapatkan tenaga, pikiran, dan semangat yang masih baru (fresh). Setiap penulis memiliki rentang waktu yang berbeda buat melakukan proses ini. Ada yang satu minggu, satu bulan, berbulan-bulan, dan ada juga yang per tahun. Untuk kamu ... hmmm, dua minggu tampaknya waktu yang cukup, deh, untuk mengendapkan novelmu itu. Hari 59 Hdfi ini, kamu nggak mengerjakan apa pun yang berkaitan dengan pengerjaan novel. Ya, kamu masih dalam masa melakukan pengendapan. Banyak hal yang bisa kamu lakukan, jalan-jalan atau membaca buku. Tapi, pernah kamu berpikir buat bergabung dengan kelompok atau komunitas kepenulisan? Saat ini, banyak kelompok dan komunitas yang kegiatannya nggak terlepas dari hal-hal yang berkaitan dengan kepenulisan. Banyak manfaat yang bisa kamu dapatkan. Dengan bergabung di kelompok atau komunitas kepenulisan,kamu bisa bertukar pikiran, berdiskusi, atau mendapat wawasan dari para penulis lain. Kamu bisa mendengarkan pengalaman para penulis ketika mengerjakan dan menghasilkan novelnya. Kamu juga bisa mendapatkan informasi acara, workshop, seminar, pelatihan, dan kegiatan-kegi atan lain yang berkaitan dengan kepenulisan. Hal ini penting banget karena dengan ikut bergabung dalam komunitas kepenulisan, kamu bisa tahu rahasia menembus penerbit. Ya, kamu bisa belajar dari para penulis senior yang udah menerbitkan bukunya. Kamu bisa bertanya seluk-beluk dunia penerbitan. Informasi ini sangat membantu kamu apabila naskah novel pertamamu itu ingin kamu terbitkan. Pokoknya, banyak banget, deh, manfaatnya kaio kamu gabung dengan kelompok atau komunitas yang isinya para penulis. So, gaul dong, dengan sesama penulis! Bergabung di kelompok atau komunitas kepenulisan, kamu bisa bertukar pikiran, berdiskusi, atau mendapat wawasan dari para penulis lain. Hari 60 KamU, kan, sedang menunggu masa pengendapan itu berakhir. Berikut ini beberapa hal yang kudu dan wajib kamu lakukan apabila masa pengendapan itu berakhir: • Membaca kembali naskah novelmu. Temukan hal-hal yang menurutmu janggal sehingga perlu ditulis ulang kembali, atau sesuatu di bagian ceritamu yang perlu mendapatkan porsi penceritaan jauh lebih baik, atau perlu dihilangkan sama sekali; • Melakukan proses editing, baik cerita maupun penggunaan kata. Memeriksa titik, koma, tanda seru,atau simbol-simbol yang kamu gunakan; • Memastikan bahwa novelmu memiliki permulaan. Bagian tersebut mulai mengenalkan tokoh dan gagasan cerita, suatu pertengahan saat terdapat konflik cerita, dan bagian akhir saat konflik itu diselesaikan; • Sekali lagi ajak saudara, teman, sahabat, dan bahkan kalo perlu, guru kamu di sekolah buat membaca novelmu.Pintalah saran dan kritik mereka. Dengarkan dan pertim- bangkan untuk memperbaiki novelmu berdasarkan kritik dan saran mereka; • Jangan terlalu puas dengan hasil yang kamu dapat. Banyak penulis novel yang melakukan revisi demi revisi. Semua itu dilakukan mereka untuk menghasilkan sebuah karya yang terbaik. Memang, nggak ada karya yang sempurna,tapi apa salahnya kalo kamu mencoba untuk menjauhi batas ketidaksempurnaan; • Kalo poin-poin tersebut udah benar-benar kamu lakukan, cetaklah kembali novelmu dengan rapi biasanya menggunakan margin kanan 4 cm, kiri 3 cm, atas 4 cm, bawah 3 cm,dan menggunakan spasi 2 atau 1,5. Lalu, berilah sebuah pengantar dan sinopsis atau ringkasan cerita. Nggak lupa, lampirkan biodata singkat yang menjelaskan siapa kamu dan prestasi yang telah kamu capai. Setelah semua itu selesai, kirimlah ke penerbit! Sambil menunggu proses penilaian dari redaksi penerbit atas novelmu, sebaiknya kamu mulai lagi menggarap novel yang kedua! Mulailah dari hari pertama dan seterusnya! Ternyata, menulis novel itu mudah, kan? Selamat, kamu telah berhasil membuat novel! Memoarku yang Pertama Suka duka Pipiet Senja dalam menulis novel Saya pernah mengalami in-coma. Selama dua puluh satu hari, saya sempat berada di ruang isolasi; antara eling dan nggak eling. Hanya Kuasa Allah lah yang telah menarik "pulang" ruh si sulung ini pada pangkuan keluarganya. Tatkala hati sudah sumerah, pasrah lillahita'-ala jika memang Dia menghendaki ruh ini kembali ke-pada-Nya, ternyata Allah mengabulkan doa panjang kedua orangtua dan enam saudara saya. Pada 1978, bulan Ramadhan memasuki pekan kedua, saya ceritanya mondok di sebuah pesantren kawasan Rangkasbitung.Malam itu, mak menginap di kobong bersama saya. Mak menceritakan kesedihannya bahwa rumah kami di Cimahi akan diambil oleh rentenir karena mak menunggak pinjaman uang. Tanpa berpikir panjang, hanya karena merasa iba melihat ibu tercinta berurai air mata, saya menyanggupi buat membantu. Maka,saya segera sibuk merapikan bundelan naskah yang selalu saya simpan di antara tumpukan pakaian di tas. Bundelan naskah itu berupa catatan harian yang belum sempat dimasukkan dalam buku harian. Kemudian, saya mengetiknya. Sepanjang ma- lam itu, diselingi shalat Tahajud. Saya mengetik mengetik, dan terus mengetik. Beberapa kali mak terbangun. Beliau mengingatkan saya agar istirahat. Namun, kemudian mak ikut bergabung bersama saya. Kami pun shalat Tahajud bersama. Memohon langsung kepada Sang Pemurah agar kami diberi jalan keluar dan diberi kemudahan untuk mendapatkan rezeki yang halal. Amiiin .... Saya naik kereta dari Stasiun Rangkasbitung menuju kota. Meskipun kereta pertama, tetaplah penuh sesak. Para penumpang dicampur dengan bakul ikan pindang, kaleng kerupuk, duren, pete. Baunya itu, lho ... luar biasa, pusiiing ...! Saya berzikir sepanjang jalan walaupun hati tetap kebat-kebit. Bagaimana caranya menjajakan naskah yang belum jadi ini? Ya, tentu saja, naskah ini belum jadi. Lha wong, baru ditik tadi malam! Hasil begadang sepanjang malam itu berupa tematik dan prolog. Sembilan halaman kertas ukuran folio. Tak kurang, tak lebih! Bahkan,setibanya di stasiun kota, saya masih deg-deg-plas. Ke mana sebaiknya naskah ini dijajakan? Namun, saya tetap punya keyakinan akan ke-murahan-Nya. Di musala stasiun kota itu, saya menyempatkan diri shalat Dhuha dua rakaat. Agak lama, saya tepekur, berdoa panjang. Saat keluar dari musala, ide itu muncul begitu saja. Saya teringat kepada seorang rekan sesama pengarang. Dia lebih senior daripada saya. Kami suka berkorespondensi. Dia pernah bilang, di tempatnya bekerja sedang dibuka usaha penerbitan buku. Macam-macam bukunya, seperti buku ilmiah, fiksi, sastra, dan sebagainya. Berbekal keyakinan akan kemurahan Allah Swt, ditambah mental badak, barangkali, ya?Akhirnya, ke situlah langkah saya diayunkan. Ketika sampai di depan resepsionis, saya diberi tahu bahwa senior itu telah lama hengkang dari penerbitan tersebut. Ups, beberapa saat, saya hanya ceiingak-ceiinguk di lobi yang sejuk ber-AC wangi itu. Sampai kemudian, ada seorang wartawati yang mengenali saya. Dia mengajak saya ke lantai empat untuk dikenalkan kepada Aristides Katoppo, atasannya. Di ruangan nyaman itu, ternyata sudah ada dua senior, yakni Leon Agusta dan Sutardji Calzoum Bachri. Mereka pun baru memberikan naskah buat diterbitkan. "Hei, apa kabar Pipiet Senja? Mana Pipiet Malamnya?" Sutardji berseloroh. Alhamdulillah, dia masih mengenali saya. Beberapa bulan sebelumnya, dia Leon Agusta dan sejumlah senior dari Jakarta memang pernah mampir ke rumah saya, mengikuti acara lesehan kepenulisan yang diselenggarakan Forum Penyair Bandung. Beruntung, kali ini kedua senior itu sama sekali nggak bertampang "perang". Perlu kamu tahu, sejak dekade 70-an, ada semacam Jakartasentris di kalangan sastrawan kita. Artinya, para sastrawan yang bermukim di ibu kota, kebanyakan "galak-galak" terhadap rekannya di daerah. Entahlah, kenapa begitu, tanyakan saja pada ... rumput yang bergoyang! Saya serahkan sembilan halaman yang diklip dalam map itu kepada Pak Aristides Katoppo. Untuk beberapa saat, saya mencoba mempresentasikan buku yang akan saya garap tersebut. Selesai itu, saya mencoba mengetuk hati mereka. Terpaksa, walaupun dengan menahan rasa malu tak terhingga, saya paparkan juga sekilas tentang kesulitan yang sedang saya alami. Terutama, tentang utang bekas biaya pengobatan saya. "Buku ini semacam memoar, catatan kehidupan saya seorang penderita kelainan darah bawaan yang secara berkala harus ditransfusi, sering ngedrop hingga sekarat "Saya baru membuat prolognya, insya Allah akan saya rampungkan secepatnya "Mmmm ... masalahnya adalah ... mmm, jujur saja saat ini, saya lagi butuh banget uang ....Rumah kami akan diambil rentenir karena menunggak pinjaman .... Ibu saya meminjam uang dari rentenir setahun yang lalu "Semua itu terpaksa dilakukan ibu saya demi mengobati putrinya ini "Mmmm ... kalo bisa, honornya ingin saya minta duluan sekarang juga Beberapa saat, mulut saya terkatup rapat. Kedua senior seketika memberi dukungan simpati, bahkan seolah-olah begitu akrab dengan saya. Intinya, mereka mendorong direktur penerbitan itu agar segera membantu kesulitan saya. Oh ... oooh ... inilah solidaritas antarseniman. Jadi, image Jakarta-sentris atau senioritas itu ... raib seketika! "Oke ... oke ... berapa yang Anda butuhkan?" tanya Aristides, bahkan hanya sepintas lalu saja mencermati naskah saya. "Mmmm ... bisakah 250 ribu?" "Baik, bisa. Ini saya bikinkan memonya." S re t, s re t, s re t ... tanda tangan, eh, paraf di atas memo! Berbekal secarik rekomendasi dari Aristides itu, saya mencairkannya di bagian keuangan. Saya langsung menandatangani kontrak segala. Serasa mimpi saja, saat Bondan Winarno menjelaskan jumlah honorarium yang berhak saya terima. Satu juta, katanya. Saat keluar melalui lift dengan 250 ribu. Subhanallah, nggak bisa saya lukiskan bagaimana mengharubirunya hati ini. Saya berlari mencari suatu sudut untuk bersujud syukur. Alhamdulillah, jerit saya berulang- ulang dalam hati. Nggak henti-hentinya, saya mengucapkan terima kasih kepada Sang Maha Pemurah. Air mata membasahi pipi saya yang pucat. Inilah honorarium terbesar ketiga yang pernah saya terima. Usia saya masih 22 tahun. Saya masih sangat muda untuk mampu menghasilkan uang satu juta rupiah. Bila dibandingkan dengan penghasilan kebanyakan pegawai atau karyawan biasa kala itu.Kalau tak salah, gaji bapak sebagai seorang perwira menengah sekitar 100 ribuan. Saya kembali ke stasiun kota, lalu shalat Zuhur di musala. Keluar dari musala, barulah terasa perut keroncongan. Sahurnya hanya dengan sema- ngkuk mi instan dan sebutir telur. Duh, Gusti... jerit saya dalam hati. Terasa lemas sekali dibarengi keringat bercucuran membasahi sekujur tubuh yang terbalut kemeja kedombrangan dan celana jins belel. Padahal, di ruang kerja Aristides, saya sempat ditawari minuman, tapi saya menolaknya dengan halus. Mungkin, dia nggak tahu kalau saya berpuasa. Entahlah .... Kereta /angsam yang menuju Rangkasbitung akan berangkat. Sesaat hati sempat sabii. Apakah saya harus membatalkan puasa karena rasa lelah dan lemas yang nyaris nggak tertahankan ini? Saya lantas berpikir, apakah itu karena saya memiliki uang banyak dan masih ada lagi tiga perempatnya hingga seluruh energi habis terkuras? Lantas, saya ingin membatalkan puasa dengan makan-makan dan minum di tengah hari bolong? Astaghfirullah, mohon berilah kekuatan-Mu, Ya Rabb\ Hujan lebat, petir saling menyambar di atas kereta yang bergerak bagai siput. Kereta sempat mogok tepat di atas jembatan yang tinggi kecuramannya luar biasa di mata saya. Saat saya melongok ke luar jendela yang tiris oleh curah hujan. Masya Allah! Tangan-tangan Malaikat 'Izrail seakan sedang siap mencabut nyawa para penumpang kereta /angsam petang itu. Lantas ... Allahu Akbar, Allahu Akbaaar...! Ya, akhirnya suara azan magrib sayup-sayup terdengar dari surau di pinggir rel kereta. Bersama para penumpang Muslim lainnya, saya pun berbuka dengan penganan yang dibeli dari nyai-nyai kue baskom.Kue-kue kampung itu terasa amat lezat dan nikmat bagi orang yang baru berbuka puasa. Alhamdulillah, nikmat-Mu ini, Ya Rabb! Sepanjang perjalanan, saya merasakan kesakitan luar biasa pada bagian perut. Ya, limpa saya ngamuk rupanya. Saya meringkuk di sudut bangku panjang sambil merasakan sakit nggak teperi. Saya cuma bisa meneteskan air mata. Berzikir sebanyak-banyaknya. Pasrah, tawakal, dan berserah diri kepada Sang Pencipta. Saya pikir, kalaupun memang harus pergi juga saat ini .... Ya Allah, tolong jangan biarkan bibir saya jauh dari asma-Mu. Demikianlah di balik cerita memoar pertama saya, Sepotong Hati di Sudut Kamar (Sinar Kasih, 1979). Akhirnya, saya ambruk juga dan diboyong mak kembali ke RS Dustira, Cimahi. Karena sudah terikat janji dengan penerbit meskipun terbaring sakit saya tetap berusaha keras merampungkannya. Mesin tik yang dibeli dari pasar loak itu nggak pernah jauh-jauh dari ranjang. Begitu para suster dan dokter lengah, saya akan "taktek-tok" mengetik. Kalau ada pasien mengeluh, biasa-nya kuboyong "si Denok" ke kamar mandi, dan berjam- jam saya pun menulis di situ. "Jangan memaksakan diri, Bapak nggak izinkan kamu mengetik dulu!" ayah saya akhirnya mengamankan "si Denok" dari jangkauan saya. "Aduuuh, nggak bisa begitu atuh, Bapak!" protes saya panik sekali. "Kan, kata Bapak, kita harus selalu amanah dengan kepercayaan orang "Itu betul, tapi bukan begini caranya. Kelakuanmu seperti ini, malah hanya akan memperlama kesembuhanmu. Kamu ini lagi komplikasi. Apa mau seperti dulu lagi ... masuk ke ruangan isolasi?" "Yeee ... jangan atuh, Bapak! Teteh mah da mau sembuh, hiksss Saya jadi sesenggukan, merasa nggak berdaya. Tangis saya baru berhenti ketika melihat benda mungil di tangan Bapak. "Apa itu?" tanya saya ingin tahu. "Tape recorder, Teteh, kemarin saya yang belinya disuruh Bapak," adik saya, En, yang menjawab. Otak saya sekejap berputar. Apa pikiran saya sama dengan Bapak? "Sekarang, ayo, omongkan saja semua yang mau kamu tulis!" saran bapak sambil menyodorkan tape recorder mini. Oh, benar saja! Mau nggak mau, saya mengikuti gagasan bapak yang juga adalah titahnya, dan sama sekali nggak bisa dibangkang lagi. Mulailah saya ngomong, ngomong, dan ngomoooooong .... Adik saya, En, yang ngebut mengetikkannya. Hasilnya, ... sungguh menyebalkan! Nggak keruan! "Mana paragraf, mana dialog, ini bukan titik, seharusnya koma ... aduuuuh!" "Yeeeh ...,si Teteh mah bukannya terima kasih udah dibantuin juga!" En manyun hebat. "Bukan begitu,eh ... iya, makasih mah makasih, tapi ini ... apaan?!" "Kerjain aja sendiri!" adik saya yang manis ngacir, nggak sudi membantu lagi. Begitu sudah sembuh, saya mengetik ulang hingga merasa puas dan pede buat diserahkan kepada penerbit. Sepotong Hati di Sudut Kamar, itulah satu-satunya karya saya yang pernah melakoni berbagai peristiwa; sakit, air mata, kepedihan, pembangkangan terhadap dokter, ribuan pil, injeksi, transfusi .... Apa pun itu, begitu banyak ibrah yang saya dapatkan. Bila mengingatnya kini, ketika saya sudah melahirkan puluhan buku ... subhanallah .... Nikmat dan berkahnya sungguh tak termaknai! Tentang Tujuh Tahap Penting Proses kreatif Novia Syahidah ketika menulis novel Di Selubung Malam Novel Di Selubung Malam itu, saya tulis sekitar Juni-Juli 2003, sepulang saya dari NTB. Mungkin, mereka yang udah biasa membaca tulisan-tulisan saya yang lain, nggak akan heran lagi kenapa saya menulis novel dengan latar Lombok-Sumbawa. Karena memang sejak awal, saya menekuni dunia kepenulisan fiksi dan saya lebih suka mengangkat tema budaya dan daerah. Bukan buat gaya-gayaan atau ingin tampil beda dari teman-teman penulis muda lainnya, melainkan karena kecenderungan semata. Menulis adalah panggilan jiwa yang nggak bisa direkayasa, apalagi dipaksakan. Jadi,wajar kalo kita menemukan seseorang yang memilih spesifikasi berbeda dalam tema, alur, dan pasar tulisan, dibandingkan penulis yang lain. Sebab, setiap orang memiliki kecenderungan, pola pikir, bakat, kesenangan, dan lingkungan yang berbeda-beda pula. Bagi saya, sebelum orang lain bisa menikmati tulisan saya, maka saya harus terlebih dahulu bias menikmatinya. Dan, ketika membaca tulisan saya yang bertema budaya kedaerahan inilah, saya me- rasa sangat menikmatinya dibandingkan tulisan-tulisan saya yang lain. Lalu, bagaimana proses kreatif terciptanya novel Di Selubung Malam tersebut? Nggak lari dari kalimat pertama saya tadi, lahirnya novel ini jelas dilatarbelakangi perjalanan saya ke NTB pada Mei 2003. Banyak catatan dan cerita menarik yang saya kantongi sepulang saya dari sana. Namun demikian, bukanlah hal yang gampang menyorot sesuatu yang berada di luar lingkungan keseharian kita. Saya tetap harus (sangat) berhati-hati dalam memilih persoalan yang akan diangkat menjadi konflik cerita. Unsur SARAyang begitu sensitif adalah pertimbangan terberat buat saya. Padahal, bisa jadi, inilah hal yang sangat perlu disorot, sekaligus sangat rawan pula buat disinggung. Namun, seorang penulis tentulah punya kiat tersendiri agar masalah- masalah semacam itu nggak menjadi kendala dalam menuangkan ide- idenya. Kehalusan bahasa, kepekaan rasa, serta kepiawaian dalam menjalin cerita adalah modal utama buat mengatasi semua itu. Intinyajangan memosisikan diri sebagai hakim yang menentukan salah atau benarnya sesuatu, tapi jadilah sahabat yang bersifat mengajak buat melihat sesuatu dari kacamata objektif, serta memberikan banyak perbandingan. Setelah itu, biarkan pembaca yang menilainya. Untuk novel Di Selubung Malam, saya memilih tema paling populer di daerah Lombok, yaitu ten- tang adat dan budayanya yang unik dan cukup rumit. Sebab, buat menulis sebuah novel dengan latar daerah tertentu, kita memang dituntut buat mengangkat tema yang khas dan berkaitan erat dengan daerah tersebut. Ini semua buat menghindari kesan "tempelan" terhadap latar yang kita ambil. Dengan demikian, cerita novel tersebut akan memiliki kekuatan secara emosional dan menyatu dengan logika pembaca. Namun, meskipun temanya masalah adat dan budaya, sebenarnya puncak konflik dalam novel tersebut adalah masalah perjudian yang berbuntut perkosaan dan pembunuhan. Tentunya, ini sah-sah aja karena yang terpenting adalah menyatunya konflik, tema, dan latar secara padu sehingga pembaca bisa merasakan aroma lingkungan cerita yang kita bangun. Lalu, tahap-tahap penting apa aja yang saya lakukan dalam menyelesaikan novel ini? Pertama, memilih latar atau seting cerita. Seperti kebiasaan saya selama ini, saya lebih suka memilih latar cerita terlebih dahulu sebelum menulis sebuah cerita. Sebab, dengan mengetahui daerah yang akan dijadikan latar itulah, saya bisa mempelajari hal-hal penting yang bisa saya garap. Jadi, dengan sendirinya, mencari referensi sebanyak mungkin tentang daerah yang akan dijadikan latar cerita merupakan pekerjaan awal bagi saya. Kedua, saya baru memilih tema atau ide cerita. Biasanya, setelah saya mempelajari latar sebuah daerah, saya akan bisa menentukan, apa bagian paling menarik dari daerah tersebut. Dan, bagian tersebut, tentunya harus berkaitan erat dengan adat dan budaya daerah setempat. Sebab, tema dan latar adalah dua unsur yang harus saling mengikat buat menciptakan nuansa khas daerah tersebut. Ketiga, merupakan tahap pengumpulan referensi tambahan. Referensi mengenai latar aja tentu belum cukup. Kita perlu mencari referensi lain yang berhubungan dengan cerita yang akan kita bangun. Sebab, dalam sebuah novel, sering sekali dijumpai beberapa tema atau konflik tambahan. Tema atau konflik tambahan itu nggak berkaitan langsung dengan tema utama, namun sangat diperlukan buat menguatkan alur cerita. Kaio tema atau konflik tambahan tersebut di luar pengetahuan kita,di sini tentu juga diper-lukan referensi tambahan. Keempat, mulai menulis. Ketika semua bahan referensi udah siap, tema dan konflik juga udah dipilih, barulah saya mulai menulis. Dengan lengkapnya bahan yang akan digarap, akan sangat melancarkan saya dalam menulis. Bagaimana bentuk alur cerita yang akan dibangun, itu sama sekali belum terpikirkan sebab saya selalu memulai dari hal-hal yang menarik menurut saya. Mungkin, karena saya juga kurang rajin membuat coretan-coretan sebelum menulis dan pengaruh kebiasaan saya yang selalu menulis secara spon-tan. Keiima, inilah tahap buat mengembangkan imajinasi agar cerita yang kita buat benar-benar memukau. Ibaratnya, pembaca bukan hanya seperti sedang membaca cerita, melainkan seperti menon- tonnya.Atau,lebih dahsyat lagi,pembaca seperti ikut masuk ke dalam lingkungan cerita yang kita cipta-kan. Di sini sangat diperlukan kekuatan emosi dalam bangunan cerita. Emosi tersebut bisa dibangun melalui narasi ataupun dialog. Karena saya kurang menguasai narasi, saya lebih menekankan pada dialog. Kekuatan emosi ini juga sangat diperlukan buat mempertajam konflik cerita. Keenam, barulah masuk ke tahap editing atau perbaikan. Pada tahap ini, yang perlu dilakukan adalah memperbaiki huruf-huruf dan tanda baca. Di tahap ini, saya juga melakukan pembagian cerita ke dalam beberapa bab. Kira-kira di bagian mana sebaiknya sebuah cerita dipenggal sebelum masuk ke bab selanjutnya. Begitupun dalam mengatur alur yang mungkin masih kurang tepat. Misalnya, bab dua lebih tepat diletakkan pada bab tiga atau sebaliknya. Ketujuh, inilah tahap pengendapan. Lamanya proses pengendapan sebuah cerita, sangat bergantung pada masing-masing penulis. Ada yang hanya memerlukan waktu begitu singkat, ada yang malah sangat lama hingga berbulan-bulan. Masing-masing, tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Setelah masa pengendapan selesai, hal terakhir yang perlu dilakukan adalah membaca ulang keseluruhan cerita dan memperbaiki kesalahan dan kekurangan yang masih ada. Sekadar catatan aja, apa yang kita tulis hari ini, baru akan terasa kekurangannya beberapa hari, minggu, atau bulan berikutnya. Sebab, ketika me- nulis, emosi biasanya lebih ke depan sehingga kita jadi subjektif dalam menilai. Namun, setelah mengalami pengendapan, barulah logika kita yang bermain dan bisa menilai sesuatu secara objektif. Itulah tujuh tahap penting yang saya lakukan dalam menulis sebuah novel, termasuk novel Di Selubung Malam. Kepustakaan King, Stephen, On Writing, Bandung: Qanita, 2DDS. Nadeak, Wilson, Bagaimana Menjadi Penulis yang Sukses, Bandung: Sinar Baru, 1983. Nurgiyantoro, Burhan, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: UGM Press, 1995. Rosa, Helvy Tiana, Segenggam Gumam, Bandung: Syaamil, 2DD3. Salman Faridi, ed., Proses Kreatif Penulis Hebat, Bandung: DAR! Mizan, 2DD3. Thahar, Harris Effendi, Kiat Menulis Cerita Pendek, Bandung: Angkasa, 1999. ARUL KHAN bekerja sebagai media relations pada NGO bidang kesehatan untuk dhuafa dan koresponden salah satu media luar negeri. Saat ini, ia sedang menyelesaikan studi Pasca sarjana Magister Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta konsentrasi Ilmu Jurnalistik. Menulis esai, catatan perjalanan jurnalistik, cerpen, ataupun puisi di majalah Ceria Remaja,GATRA, Mandiri Online, Satu Arah (Malaysia), GARDA, PARAS, tabloid Fikri, Kharisma, cyber-sastra.net, Akcaya Pontianak Post, SKM Partisipasi, dan sebagainya.Ia juga menulis karya fiksi dalam bahasa Malaysia, dan beberapa karyanya itu, diterbitkan di SARIN A dan Es as tera Malaysia. Mantan redaktur majalah UMMI dan wartawan majalah GATRA ini telah menerbitkan karya-karya fiksi, antara lain novel Carikan Aku Istri (FBA Press, 2DD4), novel Senja yang Menghilang (DAR! Mizan, 2004), kumpulan cerpen Romantisme Masa Lalu (DAR! Mizan, 2004), novel Labirin (DAR! Mizan, 2005), serial Gang Buntu 13 ke-I; Bintang Sinetron (DAR! Mizan, 2005), Gang Buntu 13 ke-2; Hati yang Terluka (DAR! Mizan, 2005), Gang Buntu 13 ke-3 Cewek Sombong Banget(DMK\ Mizan, 2005), Gang Buntu 13 ke-4; Ujian, Oh Ujian (DAR! Mizan, 2005), Lelaki yang Kupilih (FBA Press, 2DD5), Ada Janji untuk Istriku (LPPH, 2005), dan The Graffiti Lover (Syaamil, 2005). Cerpen-cerpennya juga dimuat di antologi Putri Surat Cinta (LPPH, 2005), Episode Kelam Feli (MU3 Books, 2005), Jendela Cinta (GIP, 2005), dan 17 Tahun (FBA Press, 2005). Buku nonfiksinya, Pendidikan Integralistik Menurut Moh. Natsir (STAIN Press, 2003) terpilih sebagai salah satu karya dalam program buku unggulan IKAPI-Ford Foundation.Dan, puisinya juga termuat dalam antologi puisi Bisikan Kata Teriakan Kota (DKJ, Bentang Budaya, 2003). Saat ini, ia diamanahi sebagai Ketua Umum Indonesia Muslim Blogger (1MB), sebuah komunitas Muslim yang berinteraksi melalui blog di dunia Internet. Ia dapat dihubungi melalui e-mail di arulkhana @yahoo.com atau mengunjungi blog-nya di www. arulkhan.blogdrive.com.