BAB I
PENDAHULUAN
Pendahuluan
TNI AD sebagai bagian dari TNI yang merupakan alat pertahanan negara memiliki
tugas pokok seperti yang tersebut dalam UU No. 34 Tahun 2004, yaitu menegakkan
kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Tugas pokok
TNI AD tersebut selanjutnya dijelaskan secara lebih spesifik lagi pada UU No. 34 Tahun
2004 Pasal 7, yaitu bahwa TNI AD dapat melakukan Operasi Militer Perang (OMP) untuk
menghadapi kekuatan militer negara luar seperti Invasi, agresi, infiltrasi dan sejenisnya serta
melakukan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) untuk mengatasi gerakan separatis
bersenjata, pemberontakan, terorisme, mengamankan Obvitnas, mengamankan wilayah
perbatasan dan lain-lain. Dan dalam hal menyangkut pelaksanaan tugas OMSP, maka
Satuan Infanteri memiliki peran dominan sekaligus sebagai garda terdepan dalam
penyelesaiannya.
Mencermati latar belakang diatas dimana Personel Batalyon Infanteri Raider belum
sepenuhnya mampu melaksanakan operasi tempur di wilayah darat secara profesional
khususnya di wilayah gunung hutan, daerah permukiman dan rawa-sungai, maka dapat
ditemukan beberapa Identifikasi Persoalan yang diantaranya pertama kurang optimalnya
alat perlengkapan dan senjata yang digunakan, kedua kurangnya dukungan logistik dan
obat-obatan yang dibekalkan secara spesifik dihadapkan dengan tipologi daerah operasi,
dan ketiga kurangnya alat komunikasi sebagai sarana Kodal dalam pelaksanaan operasi.
Dari beberapa persoalan tersebut maka dapat dicarikan Rumusan Masalah yaitu
“Bagaimana membuat suatu konsep modernisasi alat perlengkapan dan persenjataan
satuan Batalyon Infanteri Raider dihadapkan dengan kondisi geografis wilayah
Indonesia?”. Untuk memecahkan permasalahan tersebut, penulis mencoba menganalisa
dari berbagai sudut pandang.
Pentingnya tulisan ini dibuat adalah untuk mencari solusi terhadap pemecahan
persoalan yang berkaitan dengan konsep modernisasi alat perlengkapan dan persenjataan
satuan Batalyon Infanteri Raider yang sesuai dihadapkan dengan kondisi geografis wilayah
Indonesia. Metode yang digunakan dalam penulisan essay ini dengan metode Deskriptif
analisis dengan pengamatan di lapangan, pendekatan empiris(pengalaman) dan study
kepustakaan dengan menggunakan beberapa referensi yang ada.
Nilai guna dari tulisan ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman
kepada pembaca dan Komando atas berkaitan dengan pembuatan suatu konsep
modernisasi alat perlengkapan dan persenjataan satuan Batalyon Infanteri Raider
dihadapkan dengan kondisi geografis wilayah Indonesia. Adapun maksud dan tujuan dari
tulisan ini adalah dimana maksudnya untuk memberikan gambaran kepada Komando atas
tentang konsep modernisasi alat perlengkapan dan persenjataan satuan Batalyon Infanteri
Raider dihadapkan dengan kondisi geografis wilayah Indonesia. Tujuan dari tulisan ini adalah
sebagai sumbang saran kepada Komando atas berkaitan dengan konsep modernisasi alat
perlengkapan dan persenjataan satuan Batalyon Infanteri Raider dihadapkan dengan kondisi
geografis wilayah Indonesia. Adapun Ruang lingkup dari tulisan ini diawali dari
Pendahuluan, pembahasan dan diakhiri dengan penutup. Dalam pembuatan tulisan ini
dengan Pembatasan pada Satuan Batalyon Infanteri yang berkualifikasi Raider atau biasa
disebut dengan Batalyon Infanteri Raider (Yonif Raider).
Pembahasan
Berdasarkan data dan fakta yang terjadi dilapangan terkait dengan kegagalan
ataupun kurang optimalnya pencapaian keberhasilan Satuan Batalyon Infanteri Raider dalam
suatu operasi tempur antara lain cukup banyaknya korban tempur di Papua saat
melaksanakan Ops Pamrahwan dan kegagalan dalam operasi penyergapan terhadap GAM
di daerah rawa Cot Trieng Aceh. Hal ini dapat terjadi karena beberapa alasan diantaranya 1)
tingkat kesulitan alam di daerah operasi, 2) keterbatasan alat perlengkapan yang digunakan
dalam pelaksanaan operasi dan 3) ketidaksesuaian persenjataan yang digunakan
dihadapkan dengan tipologi daerah operasi.