Anda di halaman 1dari 11

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Petugas Cek Kesesuaian

Format Artikel

Prof. Dr. Ir. Yuwana, M.Sc Dr. Ir. Budiyanto, M.Sc Ela Sri Lestari

Kajian Mutu Kopi Bubuk Lanang Jenis Robusta Berdasarkan Umur Tanaman
Quality of Peaberry Ground Coffee Type of Robusta Based on Age of Plants
Meutia Zavika*, Yuwana, Budiyanto
Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
Jalan W.R. Supratman, Kandang Limun, Bengkulu 38371A
*
e-mail : meutiazavika44@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mutu kopi bubuk lanang jenis robusta
berdasarkan umur tanaman. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) non faktorial. Faktornya yaitu kopi beras lanang pada umur tanaman 5 tahun, 10
tahun, 15 tahun, dan 20 tahun dengan 3 kali pengulangan sehingga diperoleh 12 sampel. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa umur tanaman berpengaruh terhadap mutu kopi bubuk lanang
yang dihasilkan. Kadar air yang didapat untuk keempat umur tanaman sesuai SNI Kopi Bubuk
yaitu tidak lebih dari 7 %. Uji warna yang dihasilkan dari keempat kopi bubuk lanang dengan
umur tanaman berbeda memiliki warna yang sama yaitu 5YR 4/4 (Reddish Brown) dan sesuai
SNI warna kopi bubuk normal. Kadar abu untuk umur tanaman 5 dan 20 tahun tidak memenuhi
SNI Kopi Bubuk dimana nilai kadar abu maksimal hanya 5 %. Kadar kafein kopi lanang lebih
tinggi dari kopi normal, sehingga dari keempat umur tanaman tidak ada yang memenuhi SNI
Kopi Bubuk dimana nilai kadar kafein maksimal hanya 2 %. Kadar sari kopi untuk umur tanaman
5 tahun masuk persyaratan II SNI Kopi Bubuk dimana nilai kadar sari untuk mutu kopi bubuk II
maksimal 60 %. Hasil uji organoleptik yaitu nilai overall rasa tertinggi berada pada kopi bubuk
lanang dengan umur tanaman 20 tahun sebesar 7,77 dan terendah pada umur tanaman 10 tahun
dengan nilai 7,38. Untuk aroma yang dihasilkan dari keempat kopi bubuk lanang dengan umur
tanaman yang berbeda yaitu didominasi oleh aroma coklat, kacang dan karamel.
Kata kunci : Kopi, Kopi Lanang, Kopi Bubuk, Umur Tanaman.

ABSTRACT
This research aims to assess the quality of Robusta ground coffee based on age of plants.
This research was conducted using a non factorial Complete Randomized Design (CRD). The
factor is peaberry coffee beans at the age of plants 5 years, 10 years, 15 years, and 20 years with
3 repetitions so that 12 samples are obtained. The results showed that the age of the plant
influences the quality of the ground coffee produced. The water content obtained for the four
plant ages in accordance with SNI for Ground Coffee is not more than 7%. The color test
produced from the four ground coffee with different age of plants has the same color which is
5YR 4/4 (Reddish Brown) and is in accordance with SNI for normal ground coffee color. Ash
content for age of plants 5 years and 20 years does not fit SNI for Ground Coffee where the
maximum ash content is only 5%. Caffeine content of peaberry coffee is higher than normal
coffee, so that of the four age of plants does not fit SNI for Ground Coffee where the maximum
caffeine content is only 2%. Coffee extract content for age of plants 5 years is included in the
1
second requirements of SNI for Ground Coffee where the value of extract content for the second
quality of ground coffee is maximum of 60%. Organoleptic test results showed that the highest
overall taste value was in ground coffee with a age of plants 20 years at 7.77 and the lowest at a
age of plants 10 years with a value of 7.38. For the aroma produced from the four peaberry
ground coffee with different age of plants that is dominated by the aroma of chocolate, nut and
caramel.
Keywords: Coffee, Peaberry Coffee, Ground Coffee, Age of Plants.
PENDAHULUAN
Indonesia memproduksi berbagai jenis kopi yang memilki nilai ekonomis yang tinggi yaitu
kopi luwak dan kopi lanang (Peaberry coffee). Kopi lanang awalnya dianggap gagal berkembang
oleh petani karena bentuknya biji tunggal, padahal normalnya biji kopi memiliki dua bakal biji.
Kopi lanang yang dipasar internasional biasa disebut peaberry coffee, merupakan kopi spesialti
yang bentuk bijinya berbeda dengan biji kopi pada umumnya. Kata spesialiti dalam dunia bisnis
kopi dipakai untuk kopi-kopi premium yang sudah diakui di dunia internasional. Hanya kopi-kopi
yang sudah uji verifikasi dan tidak semua jenis kopi di Indonesia bisa menjadi kopi spesialiti
(Rachmawati, 2015).
Biji kopi mengandung senyawa volatil dan nonvolatil. Senyawa volatil memberi pengaruh
pada aroma kopi, sedangkan nonvolatil memberi pengaruh pada mutu kopi (Nurhakim dan Sri
2014). Kopi Robusta mengandung kafein 1 – 2 % dan asam organik 10,4 %. Kafein yang
terkandung di dalam biji kopi sangrai robusta adalah sebesar 2 %. Kandungan standar kafein
dalam secangkir kopi robusta seduh yaitu 1,4 – 2,9 %. Sedangkan kadar kafein pada kopi bubuk
robusta lanang yaitu 2,01 % (Aditya, 2016).
Menurut Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) atau Indonesian Coffee
and Cocoa Research Institute (ICCRI) usia ideal tanaman kopi yang produktif yakni,   5 sampai
20 tahun. Tanaman kopi dapat disebut tua jika telah melewati usia 20 tahun. Tanaman kopi tua
terlihat dari bentuk atau morfologi seperti batangnya lebih besar dan cenderung keropos sehingga
tidak optimal lagi untuk menopang produktifitas buah, akar tanaman kopi yang sudah tua tidak
optimal untuk menyerap nutrisi. Kondisi ini menyebabkan produktifitas lebih rendah sekitar 30
persen (Bintoro., dkk, 2016).
Kopi lanang (Peaberry coffee) adalah kopi yang memiliki kelainan fisik. Terjadi karena
pembentukan biji pada bakal buah tidak sempurna sehingga dua bakal biji yang ada hanya satu
yang berkembang (Rahardjo, 2013). Beberapa hal yang menyebabkan terbentuknya kopi lanang
adalah karena pohon sudah tua ataupun pohon mengalami stres, atau bisa juga akibat kelainan
genetik. Informasi tentang hubungan umur tanaman dengan kualitas kopi lanang belum
diketahui, oleh karena itu perlu dilakukan kajian mengenai mutu kopi bubuk lanang jenis
robusta berdasarkan umur tanaman.

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Februari 2020,
bertempat di Laboratorium Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Bengkulu. Alat yang telah digunakan dalam penelitian adalah GPS
(Garmin 64s untuk mengukur ketinggian suatu tempat), mesin roasting (Traditional Drum
Roaster untuk menyangrai kopi beras), mesin grinder (Faema A6 Doser untuk menggiling kopi
sangrai), kemasan alumunium foil standing pouch dengan zipper dan valve (untuk mengemas
kopi bubuk agar terhindar dari kontaminasi luar), tanur (untuk pengabuan kopi bubuk), cawan
porselen, cawan alumunium, loyang, nampan, kompor listrik, desikator, neraca analitik, tissue,

2
oven (Philip harris ltd untuk menguji kadar air kopi bubuk), munsell colour (untuk mengukur
tingkat warna kopi bubuk), spektrofotometri (Genesys 10S UV-Vis untuk mengukur absorbansi
kafein kopi), kertas saring, corong, erlenmeyer, gelas ukur, pipet tetes, gelas piala, labu ukur,
penangas air, corong pisah, statif, alat destilasi (alat pendukung uji kafein untuk memisahkan
kloroform dan kristal kafein), selang, baskom, dan water pump (untuk memompa air ke dalam
alat destilasi agar tetap dingin). Bahan utama dalam penelitian ini adalah kopi beras lanang yang
berasal dari empat umur tanaman yang berbeda, yaitu umur tanaman 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun
dan 20 tahun. Bahan pendukung penelitian yaitu, kafein anhidrat, air bersih, kloroform, akuades,
dan CaCO3.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) non
faktorial. Faktornya yaitu, biji kopi beras lanang pada umur tanaman 5 tahun (M1), biji kopi
beras lanang pada umur tanaman 10 tahun (M2), biji kopi beras lanang dengan umur tanaman 15
tahun (M3), dan biji kopi beras lanang pada umur tanaman 20 tahun (M4) dengan 3 kali
pengulangan sehingga menghasilkan 12 sampel. Tabel pengacakan urutan pelaksanaan penelitian
dapat dilihat pada tabel 1. Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu, mutu fisik (kadar air,
warna), mutu kimia (kadar abu, kadar kafein, sari kopi), dan organoleptik (rasa, aroma).
Tabel 1. Tabel Pengacakan Urutan Pelaksanaan Penelitian.
Pengulangan
Umur Tanaman
A B C
M1 M1A M1B M1C
M2 M2A M2B M2C
M3 M3A M3B M3C
M4 M4A M4B M4C

Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan ANOVA (Analisis Of Varians)


dengan kepercayaan 95%. Apabila data hasil pengamatan berbeda nyata kemudian diuji
menggunakan uji lanjutan yaitu BNT 5%. Data yang telah didapatkan disajikan dalam bentuk
grafik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Setelah didapatkan kopi bubuk, selanjutnya dilakukan pengujian kadar air pada kopi
bubuk. Namun, hasil yang didapatkan ternyata tidak seragam. Grafik nilai kadar air masing-
masing pada kopi bubuk lanang berdasarkan umur tanaman dapat dilihat pada Gambar 1.

Kadar Air
4a 3,67a
3a 3,33 a
Kadar Air (%)

4
3
Kadar Air
2
1
0
5 10 15 20
Umur Tanaman (Tahun)

3
Gambar 1. Grafik nilai kadar air (%) masing-masing pada kopi bubuk lanang berdasarkan
umur tanaman

Dapat dilihat pada gambar diatas, kadar air tertinggi terdapat pada kopi bubuk lanang
dengan umur tanaman 5 tahun sebesar 4 %, sedangkan kadar air terendah terdapat pada kopi
bubuk lanang dengan umur tanaman 10 tahun sebesar 3 %. Hasil uji Anova kadar air
menunjukkan bahwa, kopi bubuk lanang pada umur tanaman 5, 10, 15, dan 20 tahun didapatkan
hasil berbeda tidak nyata dengan nilai probabiliti 0,9635 lebih besar dari 0.05.
Hasil uji kadar air yang tidak seragam dilakukan kalibrasi terhadap hasil pada uji
berikutnya. Hal ini dilakukan agar hasil uji yang didapat didasari oleh umur tanaman yang
berbeda, bukan karena pengaruh kadar air yang berbeda. Maka dari itu, kadar air acuan untuk
melakukan perhitungan kalibrasi yaitu sebesar 2 %. Kadar air acuan ini mengacu pada penelitian
Ruswanto, dkk (2016) bahwa medium roast menghasilkan kadar air berkisar 2,02-2,21 %. Hal ini
diperkuat oleh Mulato (2002) yang menerangkan bahwa semakin lama waktu penyangraian atau
tingkat penyangraian maka air yang diuapkan akan semakin tinggi sehingga kadar air akan
berkisar antara 2-3 %. Meski begitu, kadar air yang didapat pada setiap umur tanaman masih
masuk ke dalam persyaratan mutu SNI Kopi Bubuk. Kadar air kopi bubuk menurut BSN (2004)
yaitu maksimal 7 % untuk persyaratan mutu I dan mutu II.
Warna
Pengujian warna pada kopi bubuk dilakukan menggunakan buku munsell soil color chart.
Dimensi-dimensi warna berdasarkan munsell color ada tiga yaitu, hue, value dan chroma. Hue
merupakan nama-nama warna yang dibagi menjadi lima yaitu, red, green, blue, yellow, dan
purple. Value merupakan tingkatan atau urutan kecerahan suatu warna. Sedangkan chroma yaitu
nilai yang menyatakan kekuatan atau kelemahan warna.
Warna kopi bubuk didapatkan pada saat proses penyangraian. Menurut Setyani, dkk
(2017) Penyangraian diakhiri saat aroma dan citarasa kopi yang diinginkan telah tercapai, hal ini
dapat ditentukan dari perubahan warna biji yang semula berwarna kehijauan menjadi warna
coklat. Diagram warna kopi bubuk lanang berdasarkan umur tanaman dapat dilihat pada gambar
2.
Chroma : 4
4.5
4 5 YR 4/4 (Reddish Brown )
3.5
3
2.5
Value

2
1.5
1
0.5
Chroma : 4 Chroma : Chroma :4 Chroma : 4
0
5 4 10 15 20
Umur Tanaman (Tahun)
Gambar 2. Diagram nilai warna masing-masing pada kopi bubuk lanang berdasarkan umur
tanaman

Gambar 2 menunjukan nilai HVC (Hue, Value, Chroma) pada kopi bubuk lanang dengan
umur tanaman yang berbeda menggunakan munsell color. Nilai yang didapat untuk keempat kopi
bubuk tersebut sama, yaitu jatuh pada Hue : 5YR, Value : 4, dan Chroma : 4 dengan nama warna
Reddish Brown atau coklat kemerahan. Hal ini sejalan dengan penelitian Rejo (2011) yang
4
menyebutkan bahwa skor warna kopi yang dihasilkan adalah coklat. Keadaan warna yang didapat
yaitu normal sesuai dengan persyaratan mutu kopi bubuk (BSN, 2004).
Perbedaan warna tidak ditemukan pada keempat kopi bubuk ini dikarenakan tingkatan
penyangraian yang sama yaitu medium roast. Hal ini sesuai dengan penelitian Prasetyo (2009)
bahwa proses penyangraian biji kopi berpengaruh terhadap warna kopi yang dihasilkan. Menurut
Edison (2019), kopi medium roast berwarna cokelat standar agak cenderung terang. Timbulnya
warna coklat karena kopi bubuk mengandung protein, gula dan mendapat perlakuan panas
sehingga menyebabkan munculnya reaksi Maillard (Primadia, 2009).
Kadar Abu
Kadar abu yang tinggi dikarenakan kandungan mineral yang tinggi, selain itu kotoran dan
sisa kulit ari juga dapat mempengaruhi kadar abu yang terkandung dalam biji kopi (Erna, 2012).
Kadar mineral dalam kopi bubuk ditentukan untuk mengetahui kemurnian dari kopi dan
memastikan tidak adanya bahan-bahan lain oleh banyaknya abu total atau garam mineral yang
terkandung dalam kopi tersebut dengan membandingkan nilai kadar abu maksimal pada SNI.
Grafik nilai kadar abu masing-masing pada kopi bubuk lanang berdasarkan umur tanaman dapat
dilihat pada Gambar 3.

Kadar Abu
5.2 5,11a 5,09a
4,91a
Kadar Abu (%)

5 4,62a
4.8 Kadar Abu
4.6
4.4
4.2
5 10 15 20
Umur Tanaman (Tahun)

Gambar 3. Grafik rata-rata nilai kadar abu (%) masing-masing pada kopi bubuk lanang
berdasarkan umur tanaman

Berdasarkan grafik pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa nilai kadar abu tertinggi jatuh
pada umur tanaman 5 tahun sebesar 5,11 % sedangkan kadar abu terendah terdapat pada umur
tanaman 15 tahun sebesar 4,62 %. Hasil uji Anova kadar abu menunjukkan bahwa, kopi bubuk
lanang pada umur tanaman 5, 10, 15, dan 20 tahun didapatkan hasil berbeda tidak nyata dengan
nilai probabiliti 0,3685 lebih besar dari 0.05.
Hasil analisa kadar abu yang dihasilkan pada umur tanaman 5 dan 20 tahun lebih tinggi
dari syarat mutu kadar abu pada SNI Kopi Bubuk, sedangkan untuk umur tanaman 10 dan 15
tahun masih dalam batas standar. Hal ini dikarenakan pada umur tanaman 10 dan 15 tahun
kualitas ceri kopi yang dihasilkan masih bagus. Menurut BSN (2004), bahwa kadar abu yang
dihasilkan pada kopi bubuk maksimal hanya 5% untuk persyaratan mutu I dan II.
Kadar Sari Kopi
Kadar sari (water extract) atau kadar seduhan adalah jumlah bahan yang larut apabila
bahan tersebut diekstrak dengan air panas. Menurut Suwarmini, dkk (2017) kadar sari kopi
berhubungan dengan kelarutan bahan itu sendiri yaitu semakin tinggi kadar sari kopi maka
kelarutan bahan tersebut terhadap air juga semakin tinggi. Kadar sari produk menentukan mutu
organoleptik seduhan yang meliputi cita rasa, warna, aroma, dan kesegaran (Muchtadi dan
5
Sugiyono, 1992). Grafik kadar sari kopi masing-masing pada kopi bubuk lanang berdasarkan
umur tanaman dapat dilihat pada Gambar 4.

Sari Kopi
50 42,87 a

Sari Kopi (%)


40 23,80b
21, 88 b 20,28b
30 Sari Kopi
20
10
0
5 10 15 20
Umur Tanaman (Tahun)

Gambar 4. Grafik rata-rata Kadar Sari Kopi (%) pada kopi bubuk lanang berdasarkan umur
tanaman

Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa nilai sari kopi terbesar terdapat pada
umur tanaman 5 tahun sebesar 42,87 % sedangkan nilai sari kopi terendah terdapat pada umur
tanaman 15 tahun sebesar 20,28 %. Hasil uji Anova kadar sari kopi menunjukkan bahwa, kopi
bubuk lanang pada umur tanaman 5, 10, 15, dan 20 tahun berbeda nyata dengan nilai probabiliti
0,0077 lebih kecil dari 0.05.
Hasil analisa kadar sari kopi yang dihasilkan pada setiap umur tanaman masih dalam
batas standar kadar sari yang ada pada SNI Kopi Bubuk. Namun, untuk kopi bubuk lanang
dengan umur tanaman 5 tahun masuk ke dalam persyaratan mutu II, sedangkan kopi bubuk
lanang dengan umur tanaman 10, 15, dan 20 tahun masuk ke dalam mutu I. Syarat mutu kopi
bubuk parameter kadar sari adalah 20-36 % untuk mutu kopi bubuk I dan maksimal 60 % untuk
mutu kopi bubuk II (BSN, 2004).
Kadar Kafein
Kafein merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun teh,
daun mete, biji kola, biji coklat dan beberapa minuman penyegar (Novita dan Barita, 2017).
Salah satu cara pengukuran kafein yaitu menggunakan Spektofotometri Uv-Vis. Prinsip dari
Spektrofotometri UV-VIS adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet (200 – 350
nm) dan sinar tampak (350 – 800 nm) oleh suatu senyawa. Pengukuran absorpsi harus dilakukan
pada panjang gelombang absorban maksimum karena kepekaan maksimum dapat diperoleh jika
larutan dengan konsentrasi tertentu memberikan signal yang kuat pada panjang gelombang
tersebut. Panjang gelombang maksimum yang didapatkan sebesar 276 nm. Kurva larutan standar
kafein dapat dilihat pada Gambar 5.

6
0.1
0.08 f(x) = 0.000882857142857143 x − 0.00147619047619046
R² = 0.995752003198165

Absorbance
0.06
0.04
0.02
0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi (ppm)

Gambar 5. Kurva Larutan Standar Kafein pada Panjang gelombang 276 nm

Berdasarkan gambar di atas, semakin besar konsentrasi larutan standar, maka semakin
besar pula nilai absorban yang didapat. Nilai absorban berdasarkan konsentrasi yang berbeda-
beda dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Absorban berdasarkan konsentrasi yang berbeda
Hasil Uji Spektrofotometer pada Larutan Standard
Konsentrasi (ppm) Abs
0 0
20 0,016
40 0,034
60 0,049
80 0,067
100 0,09

Setelah didapat hasil uji larutan standar, selanjutnya pengukuran absorban pada larutan
kafein masing-masing umur tanaman. Hasil absorban yang didapat dilakukan perhitungan
sehingga didapat hasil kadar kafein. Grafik nilai kadar kafein masing-masing pada kopi bubuk
lanang berdasarkan umur tanaman dapat dilihat pada Gambar 6.

Kafein
2.3 2,26 a
Kadar Kafein (%)

2,21ab 2,23ab
2.25 2,17 b
Kafein
2.2
2.15
2.1
5 10 15 20
Umur Tanaman (Tahun)

Gambar 6. Grafik nilai rata-rata kadar kafein (%) kopi bubuk lanang berdasarkan umur tanaman

Berdasarkan gambar diatas, nilai kadar kafein tertinggi terdapat pada umur tanaman 5
tahun sebesar 2,26 %, sedangkan nilai kadar kafein terendah terdapat pada umur tanaman 15
tahun sebesar 2,17 %. Hasil uji Anova kadar kafein menunjukkan bahwa, kopi bubuk lanang pada

7
umur tanaman 5, 10, 15, dan 20 tahun berbeda tidak nyata dengan nilai probabiliti 0,1166 lebih
besar dari 0.05.
Hasil analisa kadar kafein kopi bubuk lanang yang dihasilkan pada setiap umur tanaman
tidak memenuhi SNI Kopi Bubuk. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Aditya (2016) kadar
kafein pada kopi bubuk robusta lanang yaitu 2,01 %. Syarat mutu kopi bubuk parameter kafein
adalah 0,9-2 % untuk mutu kopi bubuk I dan 0,45-2 % untuk mutu kopi bubuk II (BSN, 2004).
Uji Organoleptik
Penelitian ini menggunakan pengujian sensoris dengan cara cupping test pada kopi yang
dilakukan oleh panelis terlatih sebanyak 3 orang. Pengujian cupping test ini mengikuti prosedur
SCAA (Specialty Coffee Assosiation of America). Hasil penelitian pengujian mutu kopi bubuk
dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji cita rasa kopi


Umur Tanaman Umur Tanaman Umur Tanaman Umur Tanaman 20
Cupping Test 5 tahun 10 tahun 15 tahun tahun
Aroma kering 7,38 7,38 7,43* 7,29
Aroma Seduh 7,12 7,26 7,29* 7,25
Aftertaste 7,25 7,24 7,13 7,33*
Acidity 6,38 6,29 6,87 7,3*
Mouthfeel 7,17 6,93 7,52* 7,21
Sweetness 6,85 6,49 6,88 7,27*
Final score 7,62 7,38 7,44 7,77*
Kategori Very Good Very Good Very Good Excellent
Aroma yang Karamel, Coklat, Coklat, Coklat,
dihasilkan coklat, kacang, karamel kacang, kacang, kayu
jamu, kayu rempah- teh hitam, gula aren, kayu
rempah, karamel manis, madu
Ket : * = Nilai tertinggi cita rasa dari kopi seduh dengan umur tanaman 5 tahun, 10 tahun,
15 tahun, dan 20 tahun.
Berdasarkan Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa setiap umur tanaman kopi tidak terlalu
pengaruh terhadap atribut cita rasa kopi, dimana cita rasa kopi yang dihasilkan tidak terlalu
berbeda. Dari hasil cupping test didapatkan kategori Very Good untuk kopi bubuk lanang dengan
umur tanaman 5, 10 dan 15 tahun dan kategori Excellent untuk kopi bubuk lanang dengan umur
tanaman 20 tahun. Tabel tersebut menunjukkan nilai tertinggi berada pada kopi bubuk lanang
dengan umur tanaman 20 tahun dengan nilai 7,77. Sedangkan untuk aroma yang dihasilkan pada
setiap kopi bubuk lanang dengan umur tanaman yang berbeda rata-rata memiliki aroma coklat
meskipun terdapat beberapa aroma lain yang mendominasi. Hal ini sesuai dengan Yusianto dan
Cahya (2016) pada penyangraian standar (medium) komponen aromatic membentuk aroma
chocolaty.
Aroma kopi kering
Aroma kopi bubuk kering merupakan aroma kopi yang belum diseduh. Berdasarkan tabel
di atas, nilai aroma kopi kering tertinggi yaitu terdapat pada kopi bubuk lanang dengan umur
tanaman 15 tahun sebesar 7,43, sedangkan untuk nilai aroma kering terendah yaitu terdapat pada
kopi bubuk lanang dengan umur tanaman 20 tahun sebesar 7,29. Hasil uji anova aroma kering
menunjukkan bahwa, kopi bubuk lanang pada umur tanaman 5, 10, 15, dan 20 tahun berbeda
8
tidak nyata dengan nilai probabiliti 0,9841 lebih besar dari 0.05.
Aroma Kopi Seduh
Aroma kopi yang ditangkap indera penciuman merupakan hasil penguapan senyawa
volatil kopi (Setyani., dkk, 2017). Aroma kopi seduh merupakan penilaian aroma kopi bubuk
yang telah ditambahkan air dengan perbandingan 1:15, yaitu 10 g kopi bubuk dan 150 ml air
dengan suhu 92 oC. Perbandingan ini sesuai dengan standar Specialty Coffee Assosiation of
America (SCAA). Berdasarkan tabel di atas, nilai aroma seduh tertinggi yaitu terdapat pada kopi
bubuk lanang dengan umur tanaman 15 tahun sebesar 7,29, sedangkan untuk nilai aroma seduh
terendah yaitu terdapat pada kopi bubuk lanang dengan umur tanaman 5 tahun sebesar 7,12. Hasil
uji anova aroma seduh menunjukkan bahwa, kopi bubuk lanang pada umur tanaman 5, 10, 15,
dan 20 tahun berbeda tidak nyata dengan nilai probabiliti 0,9646 lebih besar dari 0.05.

Aftertaste
Aftertaste didefinisikan sebagai seberapa panjang flavor positif (rasa dan aroma) yang
tertinggal setelah seduhan kopi dikeluarkan atau ditelan (Yusianto dan Cahya, 2016).
Berdasarkan tabel diatas, nilai aftertaste tertinggi terdapat pada kopi bubuk lanang dengan umur
tanaman 20 tahun sebesar 7,33, sedangkan nilai untuk aftertaste terkecil terdapat pada kopi
bubuk lanang dengan umur tanaman 15 tahun sebesar 7,13. Hasil uji anova aftertaste
menunjukkan bahwa, kopi bubuk lanang pada umur tanaman 5, 10, 15, dan 20 tahun berbeda
tidak nyata dengan nilai probabiliti 0,8683 lebih besar dari 0.05.
Tingkat Keasaman (acidity)
Acidity sering digambarkan sebagai karakter yang memberikan sensasi di tepi lidah.
Tingkat keasaman yang baik akan terasa manis seperti rasa buah segar yang langsung terasa saat
kopi diseruput. Berdasarkan tabel diatas, nilai acidity tertinggi terdapat pada kopi bubuk lanang
dengan umur tanaman 20 tahun sebesar 7,3, sedangkan nilai untuk acidity terkecil terdapat pada
kopi bubuk lanang dengan umur tanaman 10 tahun sebesar 6,29. Hasil uji anova acidity
menunjukkan bahwa, kopi bubuk lanang pada umur tanaman 5, 10, 15, dan 20 tahun berbeda
tidak nyata dengan nilai probabiliti 0,1033 lebih besar dari 0.05.
Mouthfeel
Mouthfeel merupakan rasa ketika kopi masuk ke dalam mulut khususnya antara lidah
dan langit langit mulut. Berdasarkan tabel diatas, nilai mouthfeel tertinggi terdapat pada kopi
bubuk lanang dengan umur tanaman 15 tahun sebesar 7,52, sedangkan nilai untuk mouthfeel
terkecil terdapat pada kopi bubuk lanang dengan umur tanaman 10 tahun sebesar 6,93. Hasil uji
anova mouthfeel menunjukkan bahwa, kopi bubuk lanang pada umur tanaman 5, 10, 15, dan 20
tahun berbeda tidak nyata dengan nilai probabiliti 0,2581 lebih besar dari 0.05.
Sweetness
Sweetness muncul dikarenakan karbohidrat berperan sebagai pembentuk rasa manis pada
seduhan kopi (Rini., dkk, 2017). Sweetness pada kopi bubuk berbeda dengan sukrosa yang
ditemukan dalam minuman ringan/soft drink. Berdasarkan tabel diatas, nilai sweetness tertinggi
terdapat pada kopi bubuk lanang dengan umur tanaman 20 tahun sebesar 7,27, sedangkan nilai
untuk sweetness terkecil terdapat pada kopi bubuk lanang dengan umur tanaman 10 tahun sebesar
6,49. Hasil uji anova sweetness menunjukkan bahwa, kopi bubuk lanang pada umur tanaman 5,
10, 15, dan 20 tahun berbeda tidak nyata dengan nilai probabiliti 0,1074 lebih besar dari 0.05.
KESIMPULAN

9
Umur tanaman berpengaruh terhadap mutu kopi bubuk lanang (Peaberry coffee) yang
dihasilkan. Berdasarkan hasil dan pembahasan yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa mutu
fisik kopi bubuk lanang yang dihasilkan dari umur tanaman 5, 10, 15, dan 20 tahun memiliki
kadar air sesuai SNI Kopi Bubuk yaitu maksimal 7 %, dimana kadar air tertinggi berada pada
umur tanaman 5 tahun sebesar 4% dan kadar air terendah berada pada umur tanaman 10 tahun
sebesar 3 %. Uji fisik selanjutnya yaitu uji warna dimana warna yang dihasilkan dari keempat
kopi bubuk lanang dengan umur tanaman berbeda memiliki warna yang sama yaitu 5YR 4/4
(Reddish Brown) dan sesuai SNI warna kopi bubuk normal. Hasil uji kimia, seperti kadar abu,
kadar kafein dan sari kopi nilai tertinggi sama-sama berada pada umur tanaman 5 tahun dan nilai
terendah sama-sama berada pada umur tanaman 15 tahun. Untuk kadar abu tertinggi dengan nilai
5,11 % dan terendah dengan nilai 4,62 %. Namun, umur tanaman 5 dan 20 tahun tidak memenuhi
SNI Kopi Bubuk dimana nilai kadar abu maksimal hanya 5 %. Untuk kadar kafein tertinggi
dengan nilai 2,26 % dan terendah dengan nilai 2,17 %. Namun, dikarenakan kopi lanang
memiliki kadar kafein lebih tinggi dari kopi normal maka dari keempat umur tanaman tidak ada
yang memenuhi SNI Kopi Bubuk dimana nilai kadar kafein maksimal hanya 2 %. Untuk kadar
sari kopi tertinggi dengan nilai 42,75 % dan terendah 20,28 %. Namun, untuk umur tanaman 5
tahun masuk persyaratan II SNI Kopi Bubuk dimana nilai kadar sari untuk mutu kopi bubuk I
sebesar 20-36 % dan maksimal 60 % untuk mutu kopi bubuk II. Uji terakhir yaitu Cupping Test
dengan nilai overall rasa tertinggi berada pada kopi bubuk lanang dengan umur tanaman 20 tahun
sebesar 7,77 dan terendah pada umur tanaman 10 tahun dengan nilai 7,38. Untuk aroma yang
dihasilkan dari keempat kopi bubuk lanang dengan umur tanaman yang berbeda yaitu didominasi
oleh aroma coklat, kacang dan karamel.
DAFTAR PUSTAKA

Aditya, I. W., K. A. Nocianitri., dan N. L. A. Yusasrini. 2016. Kajian Kandungan Kafein Kopi
Bubuk, Nilai Ph dan Karakteristik Aroma dan Rasa Seduhan Kopi Jantan (Pea Berry
Coffee) dan Betina (Flat Beans Coffee) Jenis Arabika dan Robusta. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Pangan 5(1) : 1-12.
Badan Standarisasi Nasional. 2004. SNI 01-3542-2004 Kopi Bubuk. BSN. Jakarta.
Bintoro, M., dan Y. Ningsih. 2016. IBM Kelompok Tani Kopi Rakyat. Jurnal Pengabdian
Masyarakat J-Dinamika 1(2) : 103-107.
Edison, W. 2019. Master Roasting Coffee : Dari Memilih Biji Hingga Menguji Citarasa Kopi.
Jakarta. PT Gramedia. 102 hal.
Erna, C. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan dan Karakteristik Fitokimia pada Kopi Luwak Arabika
dan Pengaruhnya terhadap Tekanan Darah Tikus Normal dan Tikus Hipertensi. Tesis.
Depok. Universitas Indonesia.
Muchtadi, T. R., dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.
Bogor. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.
Mulato, S. 2002. Perancangan dan Pengujian Mesin Sangrai Biji Kopi Tipe Silinder. Pelita
Perkebunan 18(1): 31-45.
Novita, L., dan B. Aritonang. 2017. Penetapan Kadar Kafein Pada Minuman Berenergi Sediaan
Sachet Yang Beredar Di Sekitar Pasar Petisah Medan. Jurnal Kimia Saintek dan
Pendidikan 1(1) : 37-42.
Nurhakim, Y.I., dan S. Rahayu. 2014. Perkebunan Kopi Skala Kecil Cepat Panen. Depok. Infra
Pustaka. 160 hal.
10
Prasetyo, D. 2009. Analisis Pengaruh Produktivitas Sumber Daya Manusia Terhadap Produksi
dan Mutu Kopi Bubuk Pada Industri Kopi Bubuk Skala Kecil di Bandar Lampung. Tesis.
Bandar Lampung. Universitas Lampung.
Primadia, A. D. 2009. Pengaruh Peubah Proses Dekafinasi Kopi dalam Reaktor Kolom Tunggal
terhadap Mutu Kopi. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Rachmawati, M. 2015. Penyutradaraan Dokumenter Laporan Perjalanan Taste of Coffee.
Tugas Akhir. Institut Seni Indonesia. Yogyakarta.
Rahardjo, P. 2013. Panduan Budi Daya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Jakarta.
Penebar Swadaya. 212 hal.
Rejo, A., S. Rahayu., dan T. Panggabean. 2011. Karakteristik Mutu Biji Kopi Pada Proses
Dekafeinasi. Universitas Sriwijaya. 1-15.
Rini, A. I. P., A. A. P. Agung., S. Wiranatha., dan I. W. G. S. Yoga. 2017. Pengaruh Kadar Biji
Pecah Dalam Penyangraian Terhadap Citarasa Kopi Robusta Desa Pucak Sari,
Buleleng, Bali. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri 5(3) : 74-84
Ruswanto., Mursalin., D. Fortuna. 2016. Pengaruh Tingkat kematangan Sangrai terhadap Mutu
Kopi Libtukom yang Dihasilkan. Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI. 72-78
Setyani, S., Subeki., dan H. A. Grace. 2017. Karakteristik Sensori, Kandungan Kafein, dan
Asam Klorogenat Kopi Bubuk Robusta (Coffea Canephora L.) di Tanggamus, Lampung.
Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI). 10-11
Oktober 2017. Bandar Lampung. 98-107
Suwarmini, N. N., S. Mulyani., dan I. G. A. L. Triani. 2017. Pengaruh Blending Kopi Robusta
Dan Arabika Terhadap Kualitas Seduhan Kopi. Jurnal Rekayasa dan Manajemen
Agroindustri 5(3) : 85-92.
Yusianto., dan C. Ismayadi. 2016. KOPI: Mutu Fisik dan Citarasa Kopi. Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia. Jember.

11

Anda mungkin juga menyukai