Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

Kopi adalah sejenis minuman dalam bentuk bubuk yang berasal dari proses
pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kata kopi awalnya berasal dari bahasa Turki
kahveh yang diambil dari bahasa Arab Qahwah. Kopi digolongkan ke dalam famili
Rubiaceae dengan genus Coffea. Secara umum, kopi hanya memiliki dua spesies yaitu
Coffea Arabia dan Coffea Robusta (Saputra, 2008). Kopi dapat digolongkan sebagai
minuman psikostimulant yang akan menyebabkan orang tetap terjaga, mengurangi kelelahan,
dan memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi (Bhara, 2005). Secara umum
dikenal 4 jenis kopi yaitu kopi Arabika (Coffee Arabica), kopi Liberika (Coffee Liberica),
kopi Robusta (Coffee Cannephora) dan kopi Exselca (Coffee Dewevrei). Sedangkan jenisjenis kopi berdasarkan pengolahannya terdiri dari kopi bubuk dan kopi instan.
Sebelum kopi dipergunakan sebagai bahan minuman, terlebih dahulu dilakukan
proses roasting. "Flavor" kopi yang dihasilkan selama proses roasting tergantung pada jenis
kopi hijau yang dipergunakan, cara pengolahan biji kopi, penyangraian, penggilingan,
penyimpanan dan metode penyeduhannya. Cita rasa kopi akan ditentukan akhirnya oleh cara
pengolahan di pabrik-pabrik. Penyangraian biji kopi akan mengubah secara kimiawi
kandungan-kandungan dalam biji kopi, disertai susut bobotnya, bertambah besarnya ukuran
biji kopi dan perubahan warna bijinya. Kopi biji setelah disangrai akan mengalami perubahan
kimia yang merupakan unsur cita rasa yang lezat (Ridwansyah, 2003).
Evaluasi sensori adalah merupakan suatu metode yang dilakukan oleh manusia
menggunakan panca indera manusia yaitu mata, hidung, mulut, tangan dan juga telinga.
Melalui lima panca indera dasar ini, kita dapat menilai atribut sensori sesuatu produk seperti
warna, rupa, bentuk, rasa, dan tekstur (Abdullah, 2005). Bidang penilaian sensori
memerlukan subjek untuk menilai produk. Subjek ini kemudian disebut sebagai panelis, dan
panelis dapat dibedakan menjadi panelis konsumen, panelis jenis konsumen, dan panelis
laboratorium. Setiap pemakaian panelis sangat tergantung pada metode yang digunakan
dalam sebuah penelitian. Tujuan makalah ini dibuat untuk mengetahui uji sensorik (evaluasi
sensori) pada kopi bubuk Robusta dan kopi bubuk Arabika.

BAB 2
ISI
A. Uji Sensori Pada Kopi Bubuk Robusta.
Kata Robusta berasal dari kata Robustyang artinya kuat. Kopi robusta memiliki
ukuran biji kopi yang besar, bentuknya oval dan memiliki aroma yang kurang harum. Kopi
Robusta dapat dikembangkan dalam lingkungan dimana kopi Arabika tidak dapat tumbuh.
Kopi Robusta dapat tumbuh didataran rendah, namun lokasi paling baik untuk
membudidayakannya pada ketinggian 400-800 meter dpl. Suhu optimum pertumbuhan
kopi Robusta berkisar 24-30C dengan curah hujan 2000-3000 mm per tahun. Kandungan
kafein dari kopi Robusta lebih tinggi dibandingkan dengan kopi Arabika.
Uji sensoris pada kopi bubuk Robusta dengan campuran daun dan kulit kayu
manis dilaksanakan berdasarkan warna, aroma, kepahitan serta rasa seduhan kopi yang
dihasilkan dan dilakukan pada 15 panelis dengan menggunakan metoda skoring. Skor
kesukaan panelis dibagi dalam 5 nilai yaitu nilai 1 untuk sangat tidak suka, nilai 2 untuk
tidak suka, nilai 3 untuk agak suka, nilai 4 untuk suka dan 5 untuk sangat suka.
Table 1. Sensory properties of brew of coffee powder and coffee blended

Coffee
Powder

Materials (%)
Cinnamon Cinnamon
Leaf

Bark

Sensory Parameters
Colour

Flavour

Bitterness

Preference

Powder
Powder
80
20
3.4
3.2
3.2
3.2
84
16
4.1
4.0
3.3
3.2
88
12
3.4
3.4
3.4
3.5
92
8
3.2
3.5
3.2
3.4
96
4
2.4
3.4
3.9
3.5
90
10
3.2
4.1
3.0
3.5
92
8
3.2
4.0
3.0
3.5
94
6
3.4
4.0
2.9
4.0
96
4
3.3
3.4
3.2
3.4
98
2
3.4
3.5
3.5
3.7
100
3.6
4.0
3.2
4.0
*) Values followed by the same letter are not significantly different at = 0.05. 1=
very dislike ; 2= dislike;3=rather like; 4= like; 5= very like
(Rohmah, 2009).
1. Warna seduhan
2

Warna seduhan kopi tergantung dari tingkat penyangraian yang dilakukan, tetapi
hasil warna seduhan juga dipengaruhi oleh campuran yang diberikan. Warna seduhan
merupakan faktor pokok dalam penentuan seduhan kopi, hal ini karena warna seduhan
adalah sesuatu yang nampak pertama sebelum konsumen tertarik untuk mencoba
merasakan rasanya.
2. Aroma Seduhan
Aroma seduhan kopi muncul sebagai akibat menguapnya senyawa volatile dari
seduhan yang tertangkap oleh sensor aroma dalam hidung manusia. Aroma seduhan juga
sangat penting dalam menentukan tingkat kesukaan konsumen. Berbeda dengan warna
seduhan, aroma sifatnya sangat cepat berubah terkait dengan banyaknya senyawa yang
menguap sehingga suhu seduhan sangat menentukan aroma yang dikeluarkan.
3. Kepahitan Seduhan
Dalam uji organoleptik kopi sebenarnya yang lebih mempengaruhi kualitas aroma
adalah keasaman seduhan kopi, karena keasaman yang tinggi memberikan kualitas aroma
yang baik dan sangat menentukan penerimaan konsumen. Sedangkan uji kepahitan kopi
ini dilakukan karena konsumen agak sukar untuk membedakan rasa asam dari seduhan,
tetapi hasil analisa pH seduhan pada kopi dan campurannya memperoleh nilai keasaman
yang cukup baik yaitu berkisar 5,3-5,7. Hasil uji kepahitan menunjukkan bahwa panelis
kurang menyukai seduhan yang pahit, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya senyawa
kafein, karena kafein menyumbangkan rasa pahit pada kopi. Michael (2000) menyatakan
bahwa kafein dapat meningkatkan rasa tetapi dapat mengurangi penerimaan kesukaan
terhadap kepahitan.
4. Kesukaan Cita Rasa Seduhan
Kesukaan cita rasa seduhan dimaksudkan untuk menentukan apakah campuran
kopi dengan daun dan kulit kayu manis dapat menghasilkan cita rasa seduhan yang
disukai oleh panelis. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa campuran kopi dengan kulit kayu
manis menunjukkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir dari uji kesukaan cita rasa ini
memperoleh skor yang baik, yaitu antara 3-4 dengan keterangan agak suka dan suka.
Tingkat kesukaan terendah terlihat pada campuran kopi dengan daun 16 % dan 20 %
yaitu 3,2 dengan keterangan agak suka, sedangkan campuran kopi dengan kulit kayu
manis 4 % menunjukkan tingkat kesukaan yang sama dengan kontrol yaitu 4 dengan

keterangan suka. Hal ini mungkin disebabkan adanya senyawa kimia pada kayu manis
yang memberikan kualitas cita rasa yang baik.
B. Uji Sensori Pada Kopi Bubuk Arabika.
Kopi Arabika merupakan kopi tradisional yang rasanya dianggap paling enak oleh
para penikmat kopi. Biji kopi Arabika memiliki ciri-ciri ukuran biji yang lebih kecil
dibandingkan dengan kopi Robusta, kandungan kafein yang rendah, rasa dan aroma yang
lebih nikmat serta harga yang lebih mahal. Di Indonesia menghasilkan 6 dari 7 jenis kopi
Arabika yaitu Gayo (Aceh), Mandaling (Sumatera Utara), Kintamani (Bali), Mangkuraja
(Bengkulu), Jawa dan Kalosi (Toraja). Kopi luwak juga termasuk dalam jenis Arabika
yang langka.
Varietas kopi bubuk Arabika yang digunakan untuk menentukan evaluasi
sensorisnya adalah P 88, Gayo 1 dan Bergendal. Uji sensori atau uji organoleptik pada
kopi bubuk Arabika dilaksanakan menggunakan panelis laboratorium yang berjumlah 10
orang. Hasil dari evaluasi sensori didapatkan dalam bentuk analisis deskriptif yang
berbentuk sarang laba-laba bagi bubuk kopi berbagai varietas selama dalam penyimpanan
(Gambar 1).

Gambar 1. Hasil Analisis deskriptif (ADK) Penyimpanan Bubuk kopi Arabika


pada berbagai Varietas. (Rosita, 2012).
Evaluasi sensori pada kopi bubuk Arabika menggunakan Analisis Deskriptif
Kuantitatif (ADK) untuk mendapatkan suatu metode yang dapat dilakukan oleh penilai
4

terlatih dan bukan pakar. Tujuan yang didapatkan dari ADK ini adalah panelis dilatih
menggunakan produk yang diuji. Adanya ulangan untuk mendapatkan nilai statistik dan
panelis dipilih berdasarkan kemampuan mengetahui perbedaan spesifik produk (Abdullah,
2005).
Gambar 1 menunjukkan bahwa panelis memberikan rasa yang terbaik pada varietas
Gayo 1, sehingga pada akhirnya panelis memilih varietas Gayo 1 diterima secara
keseluruhan berdasarkan atribut-atribut yang telah disepakati oleh panelis. Hal ini
dilaporkan oleh Yusufa (2008), bahwa dari tes cita rasa, baik dalam negeri maupun luar
negeri (Jepang, USA dan Australia) telah menemukan tiga varietas kopi Arabika Gayo
mempunyai cita rasa tinggi yakni Gayo 1 (pada ketinggian 1.250 meter dari permukaan
laut/dpl), P 88 (1.400 meter dpl), dan Borbor (1.520 meter dpl). Keunggulan tiga varietas
kopi tersebut dilihat dari beberapa indikator yaitu fragrance (bau bubuk kopi), aroma (bau
kopi setelah diseduh dengan air panas), body (kekentalan), flavor (rasa) dan rasa di mulut
dan kerongkongan setelah minum kopi (after taste). Varietas Bergendal (V3) merupakan
varietas yang memiliki nilai yang rendah untuk semua atribut sensori yang dicobakan, yaitu
warna, keasaman, aroma, rasa dan penerimaan keseluruhan.
1. Warna
Warna mempunyai peranan penting pada komoditas pangan, yaitu daya tarik,
tanda pengenal dan atribut mutu. Di antara sifat-sifat produk pangan, warna merupakan
faktor mutu yang paling menarik perhatian konsumen dan paling cepat memberikan kesan
disukai atau tidak disukai (Soekarto, 1985).
Warna yang paling disukai oleh panelis adalah berasal dari bubuk kopi dari
varietas P88. Warna biji kopi beras dapat bervariasi dari abu-abu kebiruan, kuning cokelat
sampai hitam. Biji kopi yang baik biasanya berwarna abu-abu kebiruan dengan rupa yang
seragam. Tetapi warna yang dihasilkan dari bubuk kopi juga berpengaruh pada saat proses
penyangraian (Anonymous 2010). Warna yang terbentuk pada bubuk kopi juga sangat
ditentukan oleh reaksi Maillard, karena dari reaksi ini terjadi kondensasi antara asam
amino atau protein dengan adanya jumlah gula (Jing dan Kitts, 2002).

2. Keasaman

Tingkat keasaman yang paling tinggi adalah V1, yaitu varietas P88, diikuti
berturut-turut varietas V2 dan V3. Tingkat keasaman pada bubuk kopi disebabkan juga
oleh proses fermentasi. Dalam penelitian ini bubuk kopi dihasilkan dari proses fermentasi
basah. Prinsip fermentasi adalah peruraian senyawa-senyawa yang terkandung di dalam
lapisan lendir oleh mikroba alami dan dibantu dengan oksigen dari udara. Proses
fermentasi dapat dilakukan secara basah (merendam biji kopi di dalam genangan air) dan
secara kering (tanpa rendaman air).
3. Aroma
Aroma merupakan suatu nilai yang terkandung dalam produk yang langsung dapat
dinikmati oleh konsumen. Soekarto (1985) menyatakan bahwa aroma suatu produk dalam
banyak hal menentukan bau atau tidaknya suatu produk, bahkan aroma atau bau lebih
kompleks dari pada rasa. Kepekaan indera pembauan biasanya lebih tinggi dari indera
pencicipan. Bahkan industri pangan menganggap uji bau sangat penting karena dengan
cepat dapat memberikan hasil penilaian suatu produk.
Aroma yang disukai oleh panelis adalah secara berturut-turut, Varietas P88,
Varietas Gayo 1 dan Varietas Bergendal. Hasil penelitian Sulistiowati (2001) menyatakan
bahwa aroma kopi yang baik dengan skor 7-8 (berdasarkan SNI 01-2907-1992) diperoleh
dari fermentasi basah dengan lama fermentasi 12-36 jam.

4. Rasa dan Penerimaan Keseluruhan


Rasa atau cita rasa merupakan atribut penting yang mempengaruhi penerimaan
seseorang terhadap suatu minuman dan karena cita rasa ini akan mempengaruhi
permintaan minuman kopi yang tinggi. Rasa yang disukai oleh panelis adalah bubuk kopi
dari Varietas Gayo 1. Hal ini disebabkan Varietas Gayo 1 ini sudah diakui oleh dunia
karena memiliki rasa yang unik (Yusufa, 2008).
Atribut penerimaan merupakan suatu atribut yang penting dalam hal penerimaan
suatu produk sebelum produk tersebut dilepas ke pasaran. Panelis telah memilih bahwa
bubuk kopi varietas Gayo 1 diterima.

BAB 3
6

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan isi dari makalah diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Kopi Robusta memiliki aroma yang kurang harum dan mengandung kafein yang
lebih tinggi serta ukuran biji kopi yang besar dibandingkan dengan Kopi Arabika.
2. UJi organoleptik kopi bubuk Robusta dengan campuran daun dan kulit kayu
manis berdasarkan warna, aroma, kepahitan dan cita rasa seduhan kopi.
3. Campuran kayu manis kedalam kopi Robusta memberikan senyawa kimia untuk
meningkatkan kualitas cita rasa dalam kopi.
4. Kopi Arabika adalah kopi tradisional dan memiliki ukuran biji yang lebih kecil,
kafein yang rendah, aroma yang nikmat serta harga yang mahal.
5. Uji sensori pada kopi bubuk Arabika dilaksanakan berdasarkan pada warna,
aroma, keasaman dan rasa serta penerimaan keseluruhan.
6. Tiga varietas kopi bubuk Arabika yang diuji adalah P88, Gayo 1, dan Bergendal,
hanya varietas Gayo 1 yang diterima baik oleh panelis.
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
7

Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. http://www.library.usu.ac.id/download/fp / tekperridwansyah4.pdf. Diakses pada 04 Maret 2016.
Rohmah, M. 2009. Kajian Sifat Kimia Fisik dan Organoleptik Kopi Robusta (Coffea
Connephora), Kayu Manis (Cinnamon Burmanii) dan Campurannya. Jurnal
Teknologi Pertanian, 4(2). 75-83.
Rosita, F., Marliah, A., dan Hayati R. 2012. Sifat Kimia dan Evaluasi Sensori Bubuk Kopi
Arabika. Jurnal Floratek, 7. 66-75
Soekarto, T.S. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.
Bharata Karya Aksara : Jakarta.
Sulistiowati. 2001. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Citarasa Seduhan Kopi. Warta Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia : Jember.
Yusufa, A. 2008. Sensasi Kopi Arabika. http://anuryusufa88.blogspot.com. Diakses pada 04
Maret 2016

Anda mungkin juga menyukai