0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
38 tayangan2 halaman
Statement on Auditing Standars (Pernyataan Standar Auditing – PSA) dan Hubungannya dengan Generally Accepted Auditing Standard (Standar Pemeriksaan yang Diterima secara Umum – GAAS)
Judul Asli
Statement on Auditing Standars Dan Hubungannya Dengan Generally Accepted Auditing Standard
Statement on Auditing Standars (Pernyataan Standar Auditing – PSA) dan Hubungannya dengan Generally Accepted Auditing Standard (Standar Pemeriksaan yang Diterima secara Umum – GAAS)
Statement on Auditing Standars (Pernyataan Standar Auditing – PSA) dan Hubungannya dengan Generally Accepted Auditing Standard (Standar Pemeriksaan yang Diterima secara Umum – GAAS)
NPM : 2106647940 Nama dosen : Dr. Muhammad Razikun, CPA
Statement on Auditing Standars (Pernyataan Standar Auditing – PSA) dan
Hubungannya dengan Generally Accepted Auditing Standard (Standar Pemeriksaan yang Diterima secara Umum – GAAS)
Menurut Arens, Elder dan Beasley dalam buku berjudul
Auditing dan Jasa Assurance (2011:4) bahwa “audit adalah pengumpulan data dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan.” Audit itu sebagaimana laporan keuangan itu dicek oleh pihak luar yang independent, disertai bukti-bukti pencatatan dan jurnal-jurnlanya. Dengan begitu, tugas auditor yakni mengecek apakah penjurnalannya sudah benar atau tidak dengan mengumpulkan alat bukti, dan setiap jurnal harus disertai bukti pendukungnya (Dr. M. Razikun, 2022). Untuk melakukan audit diperlukan panduan dalam memberikan jasa bagi akuntan publik di Indonesia yakni Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) terdiri dari tiga standar yaitu standar auditing, standar atestasi, dan standar jasa akuntansi dan review. Standar auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Di Amerika Serikat, standar auditing semacam ini disebut Generally Accepted Auditing Standards (GAAS) yang dikeluarkan oleh AICPA. Kepatuhan terhadap PSA yang diterbitkan oleh IAPI ini bersifat wajib bagi seluruh anggota IAPI. Termasuk di dalam PSA adalah Interpretasi Pernyataan Standar Auditng (IPSA), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh IAPI terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh IAPI dalam PSA. Berikut Standar Auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (2011:150,1-150.2) terdiri atas sepuluh standar auditing yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu: 1. Standar Umum Standar umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu pekerjaannya. Standar umum ini mencakup tiga bagian yaitu: a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor; b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dan sikap mental harus dipertahankan oleh auditor; c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2. Standar Pekerjaan Lapangan Standar pekerjaan lapangan terdiri dari tiga, yaitu: a. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya; b. Pemahaman memadai atas pengendalian internal harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan; c. Bahan Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memahami untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. 3. Standar Pelaporan Standar pelaporan terdiri dari empat item, diantaranya: a. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau sesuai dengan SAK; b. Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansitersebut dalam periode sebelumnya; c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai. kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor; d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor. “Dengan adanya standar yang ditetapkan, diharapkan bahwa dalam pelaksanaan pemeriksaan para auditor harus memenuhi standar-standar yang berlaku umum di Indonesia. Sehingga hasil pemeriksaannya dapat memberikan keyakinan yang penuh oleh para pengguna jasa auditor baih pihak intern maupun pihak eksternal.”(Cut Novalia, 2014: 20). Dalam uraiannya Luh Ayu Ratih Purnamasari (2014: 5-6) menguraikan hubungan Pernyataan Standar Audit (PSA) dan GAAS sebagai berikut. “Kesepuluh standar audit yang berlaku umum (GAAS) masih terlalu umum untuk memberikan pedoman yang berarti, sehingga auditor menggunakan PSA yang diterbitkan Dewan Standar Profesional Akuntan Publik (DSPAP) sebagai pedoman yang lebih khusus. PSA menginterpretasikan kesepuluh standar audit yang berlaku umum dan merupakan referensi paling terotorisasi yang tersedia bagi auditor. Pernyataan tersebut memiliki status GAAS dan sering kali disebut sebagai standar audit atau GAAS, meskipun bukan bagian dari kesepuluh standar audit yang berlaku umum. Standar audit yang berlaku umum dan PSA dianggap sebagai literatur terotorisasi, dan setiap anggota yang melakukan audit atas laporan keuangan historis diharuskan mengikuti standar- standar ini menurut kode etik IAPI. DSPAP mengeluarkan penyataan baru bila timbul permasalahan audit yang cukup penting hingga layak mendapat interpretasi resmi………………………………………………………………………………………. GAAS dan PSA dipandang oleh para praktisi sebagai standar minimum kinerja dan bukan sebagai standar maksimum atau yang ideal. Pada saat yang sama, keberadaan standar audit tidak berarti bahwa auditor harus selalu mengikutinya. Jika auditor percaya bahwa persyaratan standar tidak praktis atau tidak mungkin dilakukan, auditor dibenarkan untuk mengikuti standar alternatif. Demikian pula, jika masalahnya tidak bernilai signifikan, juga tidak perlu mengikuti standar. Akan tetapi, beban untuk menunjukkan alasan yang membenarkan penyimpanan dari standar itu berada di pundak auditor. Apabila menginginkan pedoman yang lebih spesifik, auditor harus melihat sumber-sumber yang kurang terotorisasi, termasuk buku teks, jurnal, dan sebagainya.”