Anda di halaman 1dari 4

VANDALISME

(Vandalisme di Mushola Darussalam Tangerang)


Maraknya vandalisme akhir-akhir ini merupakan salah satu contoh bukti merosotnya
moral remaja di zaman sekarang. Menurut KBBI, vandalisme adalah perbuatan merusak dan
menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam dsb),
perusakan dan penghancuran secara kasar dan ganas. Menurut Lase dalam Sari (2016),
vandalisme merupakan tindakan atau perilaku yang merugikan, merusak berbagai objek
lingkungan fisik dan lingkungan buatan, baik milik pribadi (privat properties) maupun
fasilitas atau milik umum (public amenities). Menurut Laksono dalam Sari (2016),
vandalisme adalah suatu tindakan yang secara langsung atau tidak langsung merusak
keindahan alam, kelestarian alam dan merugikan alam.
Pada tahun 2020 yang lalu, sempat viral kasus vandalisme di Mushola Darussalam,
kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Pelakunya adalah seorang remaja berinisial S berusia
18 Tahun. Video aksi pelaku viral dan tersebar luas di media sosial. Aksi vandalisme pelaku
berupa coretan-coretan menggunakan cat semprot di bagian tembok, lantai, serta perusakan
Al-Qur’an. Tidak berselang selama setelah aksi vandalisme tersebut, pihak kepolisian
akhirnya berhasil menangkap dan mengamankan pelaku. Menurut keterangan pihak
kepolisian, ada beberapa alasan mengapa remaja tersebut melakukan aksi vandalisme. Yang
pertama, pelaku meyakini apa yang dia lakukan itu adalah suatu hal yang benar berdasarkan
pemahamnnya dan melakukan itu atas inisiatif sendiri dan tanpa perintah siapapun. Alasan
kedua adalah kesal karena dilarang keluar rumah oleh orang tuanya.
Menurut teori Piaget, pelaku berada pada tahap moralitas otonom, dimana remaja
mulai menyadari aturan-aturan dan hukum-hukum yang diciptakan oleh orang dan bahwa
dalam memutuskan suatu tindakan, seseorang seharusnya mempertimbangkan intensi aktor
maupun konsekuensinya. Sedangkan menurut teori Kohlberg, pelaku berada pada tahap
pascakonvensional dimana aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral dirumuskan secara
jelas berdasarkan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat
diterapkan, hal ini terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegangan pada prinsip
tersebut dan terlepas pula dari identifikasi diri dengan kelompok tersebut.
Jika dikaitkan dengan materi perkembangan moral, pelaku melakukan aksi
vandalisme dikarenakan individu tidak memiliki karakter moral, mereka mungkin akan
kehilangan tenaga ketika berada di bawah tekanan atau lelah, gagal untuk meneruskan
sesuatu, atau mudah teralihkan dan putus asa, serta gagal untuk bertindak secara bermoral.
Menurut Lase dalam Sari (2016: 11-12) mengemukakan ada dua faktor yang menjadi pemicu
terhadap timbulnya aksi vandalisme, yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah.
Masalah dalam lingkungan keluarga yang memicu terjadinya tindakan vandalisme remaja
yaitu:
a. Ketidakharmonisan di dalam keluarga dapat mengakibatkan remaja
mengekspresikan perasaannya melalui tindakan vandalisme.
b. Tempat tinggal berjauhan dari sekolah, sehingga remaja harus berpisah dengan
orang tua. Seperti remaja yang tinggal di rumah saudara, rumah temannya atau
kos. Perilaku remaja menjadi bebas dan kurang mendapat pengawasan dari orang
tua.
c. Pola asuh keluarga yang terlalu ketat atau terlalu longgar. Hal ini sebagai bentuk
ekspresi kasih sayang dan perhatian dari orang tua.
d. Kurangnya pembinaan melalui jalur agama, khususnya tentang menghargai
lingkungan hidup sebagai ciptaan Tuhan, yang harus dimanfaatkan, dipelihara
atau dijaga dan dilestarikan.
e. Pekerjaan orang tua juga memiliki pengaruh yang besar, khususnya pekerjaan
Ibu. Kurangnya waktu ibu dan perhatian ibu bersama anak-anaknya berdampak
pada perilaku anak.
Selain itu, masalah dalam lingkungan sekolah juga bisa memicu terjadinya tindakan
vandalisme remaja terhadap lingkungan sekitar, diantaranya adalah:
a. Kurangnya kasih sayang guru, artinya siswa atau remaja tidak mendapat
perhatian dari guru dalam proses belajar mengajar.
b. Ekspresi kejengkelan dikarenakan sering dipanggil guru, yang umumnya
berkaitan dengan tingkah laku negatif.
c. Banyaknya remaja memiliki peluang untuk bebas setelah pulang sekolah.
d. Tidak adanya wadah untuk mengembangkan bakatnya.

Dalam sebuah artikel, disebutkan bahwa terdapat 5 faktor yang menjadi penyebab
maraknya vandalisme yang dilakukan kalangan remaja, yaitu
1. Faktor psikologis remaja
Remaja berada pada masa transisi dari anak menuju dewasa, yang ditandai dengan
proses pencarian jati diri dan memiliki emosi yang belum stabil. Remaja
cenderung ingin mencoba sesuatu hal yang baru, dengan tujuan untuk mendapat
pengakuan dari lingkungan.
2. Lingkungan pergaulan
Lingkungan pergaulan yang tidak baikk dapat mempengaruhi perilaku remaja
pada tindakan yang negatif. Hal ini semata-mata sebagai bentuk eksistensi diri di
lingkungan pertemanannya.
3. Pengaruh media sosial
Kemunculan konten-konten berbau vandalisme di media sosial juga secara tidak
langsung mempengaruhi remaja untuk melakukan hal serupa di kehidupan nyata.
4. Lingkungan keluarga
Pola asuh orang tua turut andil dalam perilaku vandalisme pada remaja. Hal ini
dikarenakan keluarga adalah orang terdekat di generasi remaja yang secara
langsung terlibat dalam perkembangan diri dan psikis remaja.
5. Sanksi yang tidak tegas
Sanksi yang tidak tegas dari lingkungan sekitar dan pemerintah setempat juga
turut menjadi penyebab meluasnya aksi vandalisme di kalangan remaja.

Adapun dampak dari aksi vandalisme yang dilakukan pelaku terdiri atas dua, yaitu
dampak pada dirinya sendiri dan dampak terhadap lingkungan. Dampak yang dialami pelaku
adalah diamankan oleh pihak kepolisian dan akan dijauhi oleh orang-orang disekitarnya
sebagai dampak dari aksi yang telah dilakukan. Adapun terhadap lingkungan yaitu rusaknya
fasilitas umum, yaitu masjid akibat dari coretan-coretan dan perusakan Al-Qur’an.
Adapun rekomendasi dari kelompok kami untuk mengantisipasi terjadinya
vandalisme di kalangan remaja adalah bagaimana peran keluarga, terutama orang tua.
Pengaruh keluarga sangat besar dalam pembentukan pondasi moral anak untuk
perkembangan kepribadian anak. Keluarga yang gagal membentuk kepribadian anak biasanya
adalah keluarga yang penuh dengan konflik atau tidak bahagia. Tugas berat para orang tua
adalah meyakinkan fungsi keluarga mereka benar-benar aman, nyaman bagi anak-anak
mereka. Rumah adalah surga bagi anak, dimaa mereka dapat menjadi cerdas, sholeh, dan
tentu saja tercukupi lahir dan bathinnya. Menurut teori psikoanalisis Freud, aspek pengasuhan
anak yang dapat mendorong perkembangan moral adalah dengan praktik yang menanamkan
rasa takut terhadap hukuman dan kehilangan cinta orang tua.

para ahli perkembangan anak yang mempelajari teknik pengasuhan anak dan
perkembangan moral berfokus pada teknik-teknik disiplin yang diterapkan oleh orang tua. ini
meliputi menarik menarik cinta, memperlihatkan kekuasaan, dan membujuk.

 menarik cinta (love withdrawal) : merupakan suatu teknik disiplin dimana


orang tua tidak memberikan atensi atau cintanya kepada remaja; Contohnya
orang tua menolak berbicara kepada remaja atau menyatakan bahwa ia tidak
menyukai anak itu.

 memperlihatkan kekuasaan (power assertion) : merupakan suatu teknik


disiplin dimana orang tua berusaha memperoleh control terhadap remaja atau
terhadap sumber daya remaja. contohnya memukul, mengancam, atau
menghentikan hak.

 membujuk (induction) : merupakan suatu teknik disiplin di mana orangtua


menggunakan penalaran dan penjelasan mengenai konsekuensi dari tindakan
remaja terhadap orang lain. contohnya membujuk adalah “ jangan
memukulnya, ia hanya mencoba.

References
Fauziah, I. (2019, November 24). Kajian Teori Vandalisme. Retrieved from id.scribd.com
Sari, M. R. (2016). Hubungan Antara Konformitas Negatif Dengan Tindakan Vandalisme pada Siswa
kelas VII SMP Negeri 10 Salatiga. Strata Satu Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana.

Sari, Y. N. (2021, Juni 3). Mengenal Vandalisme Pada Remaja, Orang Tua Harus Apa? Retrieved from
Parenting: Sehatq.com

Anda mungkin juga menyukai