Anda di halaman 1dari 7

Kenakalan Remaja: Vandalisme sebagai Akibat dari Konformitas Negatif pada Remaja

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 1989), vandalisme adalah
perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya dan barang berharga (keindahan alam, dan
sebagainya). Pada intinya vandalisme adalah perusakan dan memiliki konotasi yang negatif.
Perusakan dapat diartikan sebagai sesuatu hal yang dilakukan terhadap suatu benda atau properti
yang menjadikannya menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Menurut Soemarwoto (1987),
vandalisme yang umumnya terjadi adalah dalam bentuk corat-coret dan bentuk lain adalah
memotong pohon, memeting bunga, dan mengambil tanaman. Sejalan dengan Soemarwoto, Bell
(1996) menambahkan bahwa vandalisme merupakan kecenderungan merusak objek fisik yang
dapat terlihat seperti merusak serta mencorat-coret tembok, jembatan, halte, bangunan umum,
dan lain-lain yang merupakan hasil dari interaksi seseorang dengan lingkungan fisik yaitu
persepsinya terhadap objek tersebut.

Penyebab Terjadinya Vandalisme pada Remaja

Goldstein (1996) menyatakan bahwa vandalisme merupakan perilaku yang termotivasi,


berupa dorongan pada individu untuk melakukan perusakan nilai seni dan fungsi pada benda-
benda milik orang lain. Terkait dengan perilaku yang termotivasi ini, Pedersen (1990) dalam
sebuah studinya menemukan, siswa yang mengakui melakukan perusakan umumnya meyakini
bahwa siswa lain juga melakukan vandalisme. Perilaku vandalisme pada remaja yang dilakukan
tidak hanya pada satu orang siswa saja menunjukkan bahwa hal ini aspek kepribadian remaja
yang berkembang secara menonjol dipengaruhi oleh pengalamannya bergaul dengan teman
sebaya.

Conformity atau konformitas yaitu motif untuk menjadi sama, sesuai, seragam dengan
nilai, kebiasaan, kegemaran (hobi), atau budaya teman sebayanya. Konformitas ini terjadi ketika
remaja memiliki kecenderungan yang kuat untuk masuk dan diakui di dalam kelompok. Kondisi
ini membuat remaja berusaha menyesuaikan diri dengan norma kelompok agar mendapatkan
penerimaan dan menghindari penolakan (Evert, dalam Monks dkk, 2004). Dasar dari
konformitas adalah ketika individu melakukan aktivitas dimana terdapat tendensi yang kuat
untuk melakukan sesuatu yang sama dengan yang lainnya, walaupun tindakan tersebut
merupakan cara-cara yang menyimpang, seperti tindakan vandalisme.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Vandalisme pada Remaja

Terjadinya vandalisme pada remaja melibatkan dua faktor, diantaranya faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal yang memicu timbulnya tindakan vandalisme pada remaja
terdiri dari sensation seeking, krisis identitas dan kontrol diri yang lemah.

 Sensatin Seeking

Salah satu faktor internal yang mempengaruhi tindakan vandalisme adalah sensation
seeking (Zuckerman, 2007). Beberapa penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa
sensation seeking memiliki peran terhadap munculnya tindakan vandalisme khususnya pada
remaja. Menurut Zuckerman (1990) sensation seeking adalah sifat manusia untuk mencari
sensasi dan pengalaman yang berbeda, baru, kompleks, serta berkeinginan untuk mengambil
tindakan yang beresiko pada fisik dan sosial hanya untuk mendapatkan sebuah pengalaman.

Arnett (1996) pada penelitiannya menyebutkan sensastion seeking mengarah kepada


perilaku semberono yang mana perilaku ini memberikan rangsangan yang baru dan intens
pada setiap orang yang tinggi sensation seeking-nya. Sensation seeking dikatakan sebagai
faktor internal terhadap perilaku vandalisme, karena sensation seeking merupakan trait
kepribadian yang diyakini memiliki dasar biologis yang mengekspresikan kebutuhan
fisiologis, kebutuhan pengalaman baru, dan kemauan untuk mengambil risiko secara sosial,
fisik dan keuangan untuk mendapatkan rangsangan tersebut.

 Krisis Identitas

Salah satu masalah yang kerap muncul dalam relasi adalah krisis identitas, yaitu rasa
ingin diakui oleh orang-orang sekitarnya. Krisis identitas adalah salah satunya agar
tercapainya identitas peran siswa dalam lingkungannya, kegagalan dalam mencapai integrasi
tersebut akan melibatkan berbagai aspek peran identitas sehingga untuk mencapai identitas
tersebut siswa lebih memilih melakukan vandalisme walaupun identitas tersebut negatif.
Tidak bisa dipungkiri bahwa siswa merupakan individu yang aktualisasinya butuh diakui,
manusia berusaha memenuhi kebutuhannya dalam aktualisasi diri di dalam lingkungannya.
Sehingga siswa membutuhkan rasa diterima oleh orang-orang di sekitar dalam
lingkungannya, di rumah, di sekolah maupun di mana lingkungan dia hidup.

 Kontrol Diri Lemah

Kontrol diri yang lemah menunjukkan perasaan yang susah dikendalikan di mana
keadaan yang menyebabkan gangguan pada diri seseorang, baik karena perasaan yang timbul
terlalu kuat dan mampu mendorong perubahan suasana hati seseorang menjadi marah,
mengamuk, benci, jengkel, kesal hati ketika terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan atau
bahkan perasaan saat bahagia atau senang sehingga siswa tersebut memberikan respon atau
bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Respon atau tingkah laku negatif seperti
perilaku vandalisme muncul ketika remaja memilki kontrol diri yang lemah

Selain faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi tindakan vandalisme, faktor eksternal
juga dapat mempengaruhi perilaku vandalisme. Faktor eksternal sebagai penyebab menculnya
vandalisme pada remaja dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan
masyarakat, dan teman sebaya (Kartono, 1992).

 Faktor Lingkungan keluarga

Masalah dalam lingkungan keluarga dapat memicu terjadinya tindakan vandalisme


remaja terhadap lingkungan buatan, misalnya ketidakharmonisan dalam keluarga
mengakibatkan remaja mengekspresikan perasaannya melalui tindakan vandalisme.
Ketidakharmonisan dalam keluarga dapat memicu perilaku anak menjadi bebas dan kurang
mendapat kontrol dari orang tua. Kehidupan keluarga yang tidak harmonis karena sering
terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir dengan
perceraian (Brokenhome) sangat berpengaruh besar pada perkembangan anak apalagi anak
yang memasuki rentang usia remaja dimana mereka membutuhkan perhatian dan dukungan
dari orang-orang terdekat terutama orang tuanya.

 Faktor Lingkungan Sekolah

Masalah dalam lingkungan sekolah dapat memicu terjadinya tindakan vandalisme remaja
terhadap lingkungan. Dalam lingkungan sekolah, sekelompok siswa seringkali melakukan
suatu perkumpulan meskipun tidak mempunyai tujuan dan apabila mereka berkumpul maka
timbulah berbagai ide negatif termasuk mencoret dan merusakkan benda atau fasilitas yang
ada. Tindakan vandalisme tersebut juga disebabkan oleh kurangnya pengawasan dari pihak
sekolah dalam mengatasi masalah-masalah di lingkungan siswa.

 Faktor Lingkungan Masyarakat

Sikap tidak peduli masyarakat turut menyebabkan masalah vandalisme semakin


meningkat. Setiap individu dalam sebuah masyarakat memunyai peranan penting dalam
membentuk komunitas yang sehat, malangnya sikap masyarakat yang acuh tak acuh
membuat siswa semakin merasa bahwa tindakan vandalisme yang mereka lakukan
merupakan hal yang wajar. Kerusakan benda atau fasilitas yang berlaku di sekitaran mereka
sudah tidak lagi menjadi masalah mereka dan ini menyebabkan siswa terus menerus
melakukan kegiatan vandalisme.

Selain faktor-faktor di atas, terdapat faktor lain yang diungkapkan oleh As’ad (2004) terkait
banyak remaja terutama yang haus kasih sayang dan perhatian dari keluarga, teman sebaya
merupakan orang yang paling dekat dengan mereka. Teman sebaya sering dijadikan sandaran
utama untuk mencurahkan masalah yang sedang dihadapi, bertukar perasaan dan pengalaman.
Kebersamaan sehari-hari itulah yang menyebabkan teman sebaya mempunyai pengaruh besar
terhadap pembangunan nilai hidup bagi remaja, terutama dari segi tingkah laku serta tindakan.

Faktor teman sebaya ini menjelaskan bahwa remaja lebih mudah meniru dan terpengaruh
dengan rekan sebayanya. Biasanya golongan yang melakukan tindakan vandalisme merupakan
remaja dalam kumpulan. Mereka tidak mempunyai tujuan dan apabila berkumpul timbul
berbagai ide termasuk mencorat-coret fasilitas publik maupun properti orang lain. Remaja dalam
kelompok memiliki konformitas yang berpengaruh terhadap tindakan yang mereka lakukan.
Menurut Albrecht (2011) konformitas dapat mempengaruhi tindakan vandalisme ketika
konformitas dalam suatu kelompok memiliki tujuan yang awalnya berkembang kemudian
berubah menjadi perilaku menyimpang seperti kekerasan, vandalisme, pencurian dan perilaku
ilegal lainnya.
Antisipasi Vandalisme :
- Diadakannya Sosialisasi Kepada Remaja Dan Masyarakat
Vandalisme pada remaja biasanya dilatar belakangi karena faktor konformitas dan
bersifat keinsengan belaka. Oleh karena itu, diperlukan adanya sosialisasi dari pemerintah
ataupun pendidik untuk mensosialisasikan pencegahan tindakan vandalism pada remaja.
- Penyediaan Tempat Khusus
Vandalisme juga biasanya terjadi dikarenakan remaja tidak tahu untuk bagaimana
menuangkan kreatifitas seni Lukis mereka, oleh karena itu adanya penyediaan tempat
khusus ini dapat menjadi wadah bagi remaja untuk menuangkan kreatifitas mereka di
tempat yang sesuai dan bukan di tempat – tempat fasilitas umum.
- Perhatian Orang Tua
Kurang rasanya perhatian dari orang tua juga dapat menimbulkan vandalisme, hal
ini dikarenakan remaja butuh pengakuan akan eksistensi jati dirinya dan ini tidak
didapatkan dikarenakan orang tua yang kurang memperhatikan diri mereka.

Rehabilitasi Vandalisme :
- Terapi Perilaku Kognitif
Terapi perilaku Kognitif merupakan salah satu jenis dalam psikoterapi yang bertujuan
mengubah pemikiran negative individu menjadi pemikiran yang positif.

Faktor Internal
 Sensation Seeking : Trait kepribadian yang diyakini memiliki dasar biologis yang
mengekspresikan kebutuhan fisiologis, dan kemauan untuk mengambil risiko secara
sosial.
 Krisis Identitas : Kegagalan mencapai integrasi akan melibatkan berbagai aspek peran
identitas sehingga memungkinkan remaja lebih memilih melakukan vandalisme
walaupun identitas tersebut negatif.
 Kontrol Diri Lemah : Respon atau tingkah laku negatif seperti perilaku vandalisme
muncul ketika remaja memilki kontrol diri yang lemah
Faktor Eksternal
 Faktor Lingkungan Keluarga : . Ketidakharmonisan dalam keluarga dapat memicu
perilaku anak menjadi bebas dan kurang mendapat kontrol dari orang tua.
 Faktor Lingkungan Sekolah : Kurangnya pengawasan dari pihak sekolah dalam
mengatasi masalah-masalah di lingkungan siswa memicu terjadinya tindakan vandalisme.
 Faktor Lingkungan Masyarakat : Sikap masyarakat yang acuh tak acuh membuat remaja
semakin merasa bahwa tindakan vandalisme yang mereka lakukan merupakan hal yang
wajar.

Menurut Cohen (dalam Long & Burke,2015) remaja yang melakukan vandalisme sperti
monyoret (graffiti) akan merasakan kesenangan dan perasaan lepas, karena hal tersebut
merupakan bentuk dari ekspresi diri. Namun, vandalisme juga memberikan dampak negatif
berupa menurunnya prestasi sekolah dan seiring berkembangnya teknologi, para remaja yang
melakukan vandalisme akan berdampak pada narsisme

Mencoret-coret fasilitas umum milik tentunya merugikan negara, coretan yang ada
membuat orang merasa tidak nyaman melihatnya.

Referensi

Putri, Nurul N. (2019). Pengaruh Sesation Seeking, Konformitas, Usia, Dan Pengalaman
Mendaki terhadap Vandalisme Pendaki Gunung. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta

Yanti, R., Arifyanto, A. T., Rudin, A. (2020). Faktor-Faktor Penyebab Vandalisme Siswa Dan
Upaya Penanggulangannya. Jurnal Bening. Vol 4 No 1.
Afshani, Ali R. & Javaherchian, Neda. (2015). The Relationship between Self-Control and
Vandalism among the First- and Second-Year High School Students at Yazd City. Journal. Appl.
Environ. Biol. Sci., 5(9S)729-734.

Anda mungkin juga menyukai