Anda di halaman 1dari 10

Bab 3

Ekonomi dan Keadilan


Keadilan merupakan suatu topik penting dalam etika telebih dalam
konteks ekonomi dan bisnis, karena tidak pernah sebatas perasaan atau
sikap batin saja tetapi menyangkut kepentingan atau barang yang dimiliki
atau dituntut oleh pelbagai pihak. Antara ekonomi dan keadilan terjalin
hubungan erat, karena dua-duanya bersasal dari sumber daya yang sama
yaitu masalah kelangkaan. Kelangkaan adalah asal-usul dari ekonomi
dalam dua arti. Tentang barang yang melimpah ruah dan tidak
menimbulkan masalah ekonomi dan tentang barang yang tidak melimpah
ruah namun menimbulkan masalah ekonomi.

Ekonomi sebagai ilmu didefinisikan sebagai studi tentang cara


bagaimana masyarakat menggunakan sumber daya yang langka untuk
memproduksikan komoditas-komoditas yang berharga dan
mendistribusikannya diantara orang-orang yang berbeda. Masalah
keadilan atau ketidakadilan baru muncul, jika tidak tersedia barang cukup
bagi semua orang yang menginginkannya. Adil tidaknya suatu keadaan
selalu terkait juga dengan kelangkaan.

Ekonomi dan keadilan selalu terkait atau sekurang-kurangnya


seharusnya terkait. Keadilan menjadi kata hampa belaka, bila tidak
tersedia barang yang cukup (kemakmuran) untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Tetapi kemakmuran saja tidak menjamin adanya keadilan,
bila kekayaan tidak terbagi dengan seimbang.

1. Hakikat keadilan

Orang-orang Roma kuno terkenal karena menciptakan suatu sistem


hukum yang bagus (Ius Romanum), yang masih dikagumi dan dipelajari
sekarang ini juga, bukan saja oleh para sejarawan tetapi juga oleh para
ahli hukum. Pengarang Roma, Ulpianus, yang dalam hal ini mengutip
orang bernama Celcus, menggambarkan keadilan dengan “tribuere
cuique suum”. Dalam bahasa Inggris berbunyi “to give everybody his
own” atau
dalam bahasa Indonesia “memberikan kepada setiap orang yang dia
empunya”. Bagi kita titik tolak untuk refleksi tentang keadilan adalah
memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya.

Tiga ciri khas penanda keadilan : keadilan tertuju pada orang lain,
keadilan harus ditegakan, dan keadilan menuntut persamaan. Tiga unsur
hakiki yang terkandung dalam pengertian keadilan itu perlu dijelaskan
lebih lanjut.

Pertama, keadilan tertuju pada orang lain atau keadilan selalu


ditandai other directedness (J. Finnis). Masalah keadilan atau ketidakadilan
hanya bisa timbul dalam konteks antar-manusia. Untuk itu diperlukan
sekurang-kurangnya dua orang manusia.

Kedua, keadilan harus ditegakan atau dilaksanakan. Jadi, keadilan


tidak diharapkan saja atau dianjurkan saja. Keadilan mengikat kita,
sehingga kita mempunyai kewajiban. Ciri itu disebabkan karena keadilan
selalu berkaitan dengan hak yang harus dipenuhi.

Oleh karena itu dalam konteks keadilan bias dipakai “bahasa hak”
atau “bahasa kewajiban”, tanpa mengubah artinya. Dalam mitologi
Romawi dewi Iustitia (keadilan) digambarkan dengan memegang
timbangan dalam tangan. Timbangan menunjuk kepada cirri kedua:
keadilan harus dilaksanakan persis sesuai dengan bobobt hak seseorang.

Ketiga, keadilan menuntut persamaan (equality). Atas dasar


keadilan, kita harus memebrikan kepada setiap orang apa yang menjadi
haknya, tanpa kecuali. Dewi Iustita yang memegang timbanga dalam
tangannya, digambarkan juga dengan matanya tertutup dengan kain.
Sifat terakhir ini menunjuk kepada cirri ketiga. Keadilan harus
dilaksanakan terhadap semua orang, tanpa melihat orangnya siapa.

2. Pembagian Keadilan

Jenis-Jenis keadilan :

1. Pembagian Klasik
Cara membagi keadilan ini terutama ditemukan dalam kalangan
thomisme, aliran filsafat yang mengikuti jejak filsuf dan teolog besar,
Thomas Aquinas (1225-1274). Dia juga mendasrkan pandangan
filosofisnya atas pemikiran Aristoteles dalam masalah keadilan pun
demikian. Keadilan dapat menyangkut kewajiban individu-individu
terhadap masyarakat, lalu kewajiban masyarakat terhadap individu-
individu dan akhirnya kewajiban antara individu-individu sata sama lain.
Tiga macam keadilan itu masing-masing disebut keadilan umum,
distributive dan komutatif. Hal itu sekarang perlu dijelaskan lebih rinci.

 Keadilan umum (general justice) : berdasarkan keadilan ini para


anggota masyarakat diwajibkan untuk member kepada masyarakat
(secara konkret berarti: negara) apa yang menjadi haknya. Keadilan
umum ini menyajikan landasan untuk paham common good
(kebaikan umum atau kebaikan bersama). Berarti kita harus
menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi.

 Keadilan distributive (distributive justice) : berdasarkan keadilan ini


negara (secara konkret berarti: pemerintah) harus membagi
segalanya dengan cara yang sama kepada para anggota masyarakat.
Dalam bahasa Indonesia bisa dipakai nama “keadilan membagi”.

 Keadilan komutatif (commutative justice) : berdasarkan keadilan ini


setiap orang harus memberikan kepada orang lain apa yang menjadi
haknya. Hal itu berlaku pada taraf individu maupun social. Dalam
bahasa Indonesia bisa dipakai nama “keadilan tukar-menukar”.
Keadilan komutatif menjadi fundamennya, jika orang mengadakan
perjanjian atau kontrak.

2. Pembagian pengarang Modern

Pembagian keadilan menurut beberapa pengarang modern tentang


etika bisnis, khususnya John Boatrigh dan Manuel Velasquez. Mereka pun
mendasarkan pemikirannya dari Aristoteles. Maka tidak mengherankan,
bila pembagian kedua ini bertupang tindih dengan pembagian pertama.
 Keadilan distributive (distributive justice) : dimengerti dengan cara
pembagian klasik. Benefits and burdens.

 Keadilan retributive (retributive justice) : berkaitan dengan


terjadinya kesalahan. Hukuman atau denda yang diberikan kepada
orang yang bersalah haruslah bersifat adil. Tiga sayarat yang harus
dipenuhi supaya hukuman dapat dinilai adil. Pertama, kesengajaan
dan kebebasan.Kedua, asas praduga tak bersalah. Ketiga, Hukuman
harus konsisten dan proporsional dengan pelanggaran yang
dilakukan. Syarat konsistensi terpenuhi, jika selalu diambil tindakan
terhadap suatu pelanggaran dan jika semua pelanggar dikenakan
hukuman yang sama. Syarat prroporsionalitas terpenuhi, jika
hukuman atau denda yang ditetapkan tidak melebihi kerugian yang
diakibatkan.

 Keadilan kompensatoris (compensatory justice) menyangkut juga


kesalahan yang dilakukan, tetapi menurut aspek lain. Berdasarkan
keadilan ini orang mempunyai kewajiban moral untuk memberikan
kompensasi atau ganti rugi kepada orang atau instansi yang
dirugikan. Supaya kewajiban kompensasi ini berlaku, perlu terpenuhi
tiga syarat. Pertama, tindakan yan mengakibatkan kerugian harus
salah atau disebabkan kelalaian. Kedua, perbuatan seseorang harus
sungguh-sungguh menyebabkan kerugian. Ketiga, kerugian harus
disebabkan oleh orang yang bebas.

3. Keadilan Individual dan Keadilan Sosial


Cara yang paling baik untuk menguraikan keadilan social dan adalah
membedakannya dengan keadilan individual. Pelaksanaan keadilan
individual tergantung pada kemauan atau keputusan satu orang (atau
bisa beberapa orang ) saja. Dalam pelaksanaan keadilan social,
tergantung dari struktur-struktur masyarakat di bidang social-ekonomi,
politik, budaya dan sebagainya.
Keadilan social terlaksana jika hak-hak social terpenuhi. Tetapi perlu
diakui bahwa keadilan individual sering kali dapat dilaksanakan dengan
sempurna. Namun keadilan social tidak pernah terlaksana dengan
sempurna karena kompleksitas masyarakat modern.

3. Keadilan distributif pada khususnya

Dalam etika modern ada 2 macam prinsip untuk keadilan distributif :

1. Prinsip formal
Menyatakan bahwa kasus-kasus yang sama harus diperlakukan
dengan cara yang sama, sedangkan kasus-kasus yang tidak sama boleh
saja diperlakukan dengan cara yang tidak sama.

2. Prinsip material
Beauchamp dan Bowie menyebut 6 prinsip mengenai prinsip material
yang melengkapi prinsip moral. Keadilan distributif terwujud, kalau
diberikan :

1. Kepada setiap orang bagian yang sama ;


2. Kepada setiap orang sesuai dengan kebutuhan individualnya;
3. Kepada setiap orang sesuai dengan haknya;
4. Kepada setiap orang sesuai dengan usaha individualnya;
5. Kepada setiap orang sesuai dengan kontribusinya kepada
masyarakat;
6. Kepada setiap orang sesuai dengan jasanya.
Berdasarkan prinsip-prinsip material terbentuklah beberapa teori
keadilan distributif.

1. Teori Egalitarianisme

Teori ini didsarkan pada prinsip pertama yaitu bahwa kita baru membagi
dengan adil, bila semua orang mendapat bagian yang sama (equal).
Pemikiran ini merupakan keyakinan umum sejak Revolusi Prancis
menumbangkan monarki absolut dan feodalisme. Dalam artikel
pertamanya yaitu Deklarasi Hak Manusia dan Warga Negara (1789).
Beberapa tahun sebelumnya di Amerika Serikat dalam The Declaration of
Independence (1776) sudah ditegaskan “All men are created equal”.

1. Teori Sosialistis

Teori ini memilih prinsip kebutuhan sebagai dasarnya. Masyarakat diatur


dengan adil, jika kebutuhan semua warganya terpenuhi, seperti
kebutuhan pokok/primer. Dalam teori sosialis terkenal prinsip oleh Karl
Marx (1818-1883) diambil oleh dari sosialis Prancis, Louis Blanc (1811-
1882): “From each according to his ability, to each according to his
needs”.

1. Teori Liberalistis

Menolak pembagian atas dasar kebutuhan sebagai tidak adil karena


manusia adalah makhluk bebas. Berarti kita harus membagi menurut
usaha-usaha bebas dari individu-individu bersangkutan. Menolak pula
sebagai sangat tidak etis sikap free rider: benalu menumpang pada usaha
orang lain tanpa mengeluarkan air keringat sendiri. Teori ini digarisbawahi
pentingnya dari prinsip hak, usaha tetapi secara khusus prinsip jasa.
Terutama prestasi dilihat sebagai perwujudan pilihan bebas seseorang.

ς 4. John Rawls tentang keadilan distributif

John Rawls dilahirkan di Baltimore, Mayland , Amerika Serikat, tahun


1921. Pendidikannya di bidang ekonomi dan filsafat. Bukunya yang
termasyur berjudul A Theory of Justice (1971), salah satu buku filsafat
dari abad ke
20 yang paling banyak ditanggapi dan dikomentari. Sebelum dan
sesudahnya ia menulis beberapa artikel namun baru tahun 1993 terrbit
bukunya yang kedua Political Liberalism, yang untuk merevisi
oandangannya dalam buku perama, antara lain dengan mengakui bahwa
masyarakat modern sangat heterogen dan karenanya toleransi harus
menjadi ciri khas masyarakat yang adil.

Menurutnya keadilan distributif hanya muncul berkaitan dengan apa yang


tergantung pada kemauan manusia. Yang harus dibagi dengan adil dalam
masyarakat hanyalah the social primary goods yaitu :

1. Kebebasan-kebebasan dasar : mengemukakan pendapat,


kebebasan hati nurani, dasn kebebasan berkumpul, integrasi pribadi
dan kebebasan politik;
2. Kebebasan bergerak dan kebebasan memilih profesi;
3. Kuasa dan keuntungan yang berkaitan dengan jabatan-jabatan dan
posisi-posisi penuh tanggung jawab;
4. Pendapatan dan milik;
5. Dasar-dasar sosial dan harga diri.
Nilai-nilai dasar tersebut dibagi dengan adil jika menurut isinya (just) dan
menurut prosedurnya (fair). Metode serupa harus dipakai juga untuk
menentukan prinsip keadilan distributif. Perumuskan prinsip-prinsip itu
harus dimasuki the original position. Maksudnya, kita seolah-olah keluar
dari masyarakat di mana kita hidup, pada awal mula sejarah belum
dimulai, dan situasi khayalan dimana masyarakat belum terbentuk.
Dengan begitu kita berada dibalik the veil of ignorance/ dibalik selubung
ketidaktahuan. Dengan posisi itu kita dapat menyetujui prinsip-prinsip
keadilan berikut ini.

Prinsip pertama : setiap orang mempunyai hak yang sama atas


kebebasan-

kebebasan dasar yang paling luas yang dapat dicocokan

dengan kebebasan- kebebasan yang sejenis untuk semua

orang, dan
Prinsip kedua: ketidak samaan sosial dan ekonomis diatur demikian

rupa sehingga :

1. menguntungkan terutama orang-orang yang minimal beruntung dan


serentak juga
2. melekat pada jabatan-jabatan dan posisi-posisi yang terbuka bagi
semua orang dalam keadaan yang menjamin persamaan peluang
yang fair.
Prinsip 1 dapat disebut “kebebasan yang sedapat
mungkin sama”. Dalam hal ini Rawls menganut egalitarianisme. Prinsip 2
bagian a disebut prinsip perbedaan. Dengan itu Rawls menolak
egalitarianisme radikal. Denagn prinsip perbedaan itu sebenarnya Rawls
meletakan dasar etis untuk Walfare State Modern. Prinsip 2 bagian b
disebut prinsip persamaan peluang yang fair.

Menurut Rawls, prinsip pertama harus diberi prioritas mutlak. Prinsip 2b


harus ditempatkan di atas prinsip perbedaan (2a). Pada skala nilai dalam
masyrakat adil yang dicita-citakan Rawls, paling atas harus ditempatkan
hak-hak kebebasan yang klasik, yang pada kenyataannya sama dengan
yang kita sebut Hak Asasi Manusia. Lantas harus dijamin peluang yang
sama bagi semua warga negara untuk memangku jabatan yang penting.
Akhirnya dapat diterima perbedaan sosial-ekonomis tertentu demi
peningkatan kesejahteraan bagi orang-orang yang minimal
beruntung.

ς 5. Robert Nozick tentang keadilan distributif

Nozick menjadi terkenal karena bukunya Anachy, State, and Utopia (1974)
yang memuat pemikiran liberalistisnya tentang keadilan. Teorinya tentang
keadilan distributif disebutnya “entilement theory”. Menurutnya kita
memiliki sesuatu dengan adil, jika pemilikan itu berasal dari keputusan
bebas yang mempunyai landasan hak. Ada 3 kemungkinan yang
mengeluarkan 3 prinsip. Pertama, prinsip original acquisition: kita
memperoleh sesuatu untuk pertama kali. Kedua, prinsip transfer: kita
memiliki sesuatu karena diberikan oleh orang lain. Ketiga, prinsip
rectification of injustice: kita mendapat sesuatu kembali yang sebelumnya
dicuri dari kita.

Nozick mempunyai 2 keberatan mendasar terhadap prinsip-prinsip


material keadilan distributif yang tradisional. Prinsip-prinsip itu bersifat
ahistoris dan mempunyaai pola yang ditentukan sebelumnya. Ketiga
prinsip Nozick merupakan prinsip-prinsip historis, artinya mereka tidak
saja melihat hasil pembagian tetapi mempertanggungjawabkan juga
proses yang melandaskan pembagian atau pemilikan. Keberatannya juga
berlaku untuk prinsip perbedaan dari Rawls karena Rawls melihat keadaan
aktual dari mereka yang minimal untung dan tidak memperhatikan
mereka sampai terjerat dalam keadaan itu.

Kesimpulan Nozick adalah bahwa keadilan harus ditegakkan, jika diakui


bakat-bakat dan sifat-sifat pribadi beserta segala konsekuensinya (seperti
hasil kerja) sebagai satu-satunya landasan hak. Ia juga berpendapat
bahwa prinsip dasar Immanuel Kant juga harus dipegang teguh. Tidak
pernah menjadi adil memerangi kemiskinan dengan memaksakan
perubahan struktural dalam masyarakat. Membantu orang miskin
memang merupakan solidaritas tetapi kewajiban itu termasuk etika
pribadi dan haknya hanya boleh dijalankan dengan keputusan-keputusan
bebas.

6. Keadilan ekonomis

Keadilan memegang peranan penting dalam konteks ekonomi dan bisnis,


karena menyangkut barang yang diincar banyak orang untuk dimilki atau
dipakai. Sejarawan ide sosial dan politik yang berkebangsaan Kanada,
C.B. MacPherson, berpendapat bahwa dalam zaman modern keadilan
ekonomis tidak banyak diperhatikan, sampai muncul lagi dengan kuatnya
sekitar pertengahan abad ke 19 dan berperang penting dalam demokrasi-
demokrasi parlementer sepangjang abad ke 20.

Masyarakat tidak mungkin dikatakan diatur dengan baik kalau tidak


ditandai dengan keadilan. Namun alangkah lebih baik keadilan harus
berperan pada tahap sosial maupun individual. Juga dalam konteks
ekonomi dan bisnis. Keadilan ekonomis harus diwujudkan dalam
masyarakat, tetapi keadilan merupakan juga keutamaan yang harus
dimiliki oleh pelaku bisnis secara pribadi. Supaya dapat hidup dengan
baik, disamping nilai-nilai ekonomis, pebisnis pun harus memberi tempat
juga kepada nilai-nilai moral yaitu yang terpenting adalah keadilan.

Anda mungkin juga menyukai