Anda di halaman 1dari 10

HAKIKAT MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN ISLAM

MATA KULIAH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Disusun Oleh:

Nurul Azizah (2030202204)

Dosen Pengampuh:

Drs. Abu Mansur, M.Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH

PALEMBANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “HAKIKAT
MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN ISLAM” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam, UIN Raden Fatah Palembang. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang hakikat masyarakat dalam pendidikan
islam bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Drs, Abu Mansur, M.Pd.I selaku dosen
mata kuliah filsafat pendidikan islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga penulus dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Penulis menyadari, makalah yang penulis tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Palembang, 10 April 2020

Nurul Azizah

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
Daftar isi.....................................................................................................................................ii
BAB I........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN........................................................................................................................2
A. Pengertian Hakikat Masyarakat.........................................................................................2
B. Tatanan Hidup Bermasyarakat Menurut Pandangan Islam...............................................3
BAB III.......................................................................................................................................5
PENUTUP..................................................................................................................................5
a. Kesimpulan.........................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................7

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah mahkluk Allah SWT yang diciptakan dalam rupa yang
paling sempurna, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. At-Tīn/95: 4 yang artinya:
“sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Tetapi dalam melaksanakan kelangsungan hidupnya, manusia membutuhkan peran
antar sesama manusia yang biasa disebut dengan interaksi sosial.
Dalam kehidupannya, manusia bukan saja sebagai mahkluk individual, tetapi
manusia juga sebagai mahkluk sosial. Perannya sebagai mahkluk individual, manusia
membutuhkan makan, minum, istirahat, tempat tinggal dan kebutuhan lainnya.
Sedangkan perannya sebagai mahkluk sosial, manusia membutuhkan orang lain guna
melangsungkan kebutuhan hidupnya.
Sekumpulan manusia yang hidup dan saling berinteraksi satu dengan yang
lain serta membentuk suatu sistem tatanan hidup dalam suatu tempat tinggal atau
wilayah inilah yang nantinya disebut dengan masyarakat. Maka untuk lebih mengetahui
mengenai masyarakat disini penulis akan menjelaskan mengenai masyarakat dalam
pendidikan islam.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka penulis mengambisl tiga rumusan masalah yaitu:
a. Apa itu masyarakat?
b. Jelaskan bagaimana pandangan islan mengenai masyarakat!
c. Jelaskan bagaimana pandangan islam mengatur tatanan hidup bermasyarakat!

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan yaitu:


a. Untuk mengetahui apa itu masyarakat
b. Untuk mengetahui bagaimana islam memandang mengenai masyarakat
c. Untuk mengetahui tatanan hidup bermasyarakat sesuai ajaran islam

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hakikat Masyarakat


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata masyarakat adalah
sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang
mereka anggap sama. Contoh: masyarakat terpelajar.
Selain itu Ralp Linton dalam bukunya “The Study of Man” hal 91
mengemukakan bahwa Masyarakat adalah setiap kelompok Manusia yang telah cukup
lama hidup dan bekerja sama, Sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan
berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batasan-batasan. Masyarakat
adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga
mereka dapat mengatur diri mereka dan mengganggap diri mereka sebagai suatu
kesatuan sosial degan batas-batas yang telah dirumuskan dengan jelas.
J.L. Gillin dan J.P. Gillin dalam bukunya “Cultural Sociology” mendefinisikan
Masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi,
sikap dan perasaan persatuan yang sama.
Adapun dalam pandangan islam masyarakat adalah sekelompok manusia yang
hendak mewujudkan masyarakat yang ideal dengan berpedoman kepada petunjuk-
petunjuk Al-quran dan sunnah rasul ‫ﷺ‬. Sedangkan secara lebih spesifik yakni
sekelompok umat islam yang memiliki cirri-ciri dalam sikap, prilaku, budaya dan yang
lainnya sesuai dengan syari’at islam. Sebagaimana firman Allah SWT. Dalam QS. Ar-
Ra’d Ayat 11

ؕ‌ۡ‫ت ِّم ۡۢن بَ ۡي ِن يَد َۡي ِه َو ِم ۡن خ َۡلفِ ٖه يَ ۡحفَظُ ۡونَهٗ ِم ۡن اَمۡ ِر هّٰللا ِ‌ؕ اِ َّن هّٰللا َ اَل يُ َغيِّ ُر َما بِقَ ۡو ٍم َح ٰتّى يُ َغيِّر ُۡوا َما بِا َ ۡنفُ ِس ِهم‬
ٌ ‫لَهٗ ُم َعقِّ ٰب‬
‫َواِ َذ ۤا اَ َرا َد هّٰللا ُ بِقَ ۡو ٍم س ُۡۤو ًءا فَاَل َم َر َّد لَ ۚهٗ‌ َو َما لَهُمۡ ِّم ۡن د ُۡونِ ٖه ِم ۡن وَّا ٍل‬

“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan
dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada
yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

2
Jadi dapat kita pahami bahwa masyarakat dalam pandangan islam yaitu orang-
orang yang ingin mewujudkan tatanan masyarakat yang sesuai dengan petunjuk Al-
Qur’an dan sunnah rasulullah ‫ ﷺ‬sebagaimana dalam surah Ar-Ra’d ayat 11 bahwa Allah
tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai kaum tersebut mengubah nasibnya
sendiri. Maka dari itu suatu masyarakat harus mempunyai tatanan hidup yang sesuai
dengan syari’at-syari’at islam agar memiliki kehidupan yang bahagia dunia dan di
akhirat antar masyarakat dan menghindari dari hal-hal yang tidak seusai dengan ajaran
islam mengenai tatanan bermasyarakat.

B. Tatanan Hidup Bermasyarakat Menurut Pandangan Islam


Tatanan hidup bermasyarakat sudah tercantum jelas dalam firman Allah Surat
al-Hujurat ayat 11-13
‫رًا ِم ْنه َُّن‬ƒƒْ‫يَاَيُّهَاالَّ ِذ ْينَ اَ َمنُوْ االَيَ ْس َخرْ قَوْ ٌم ِم ْن قَوْ ٍم َع َسى اَ ْن يَ ُكوْ نُوْ ا َخ ْيرًا ِم ْنهُ ْم َوالَنِ َسا ٌء ِم ْن نِ َسا ٍء َع َسى اَ ْن يَ ُك َّن َخي‬
َ‫ك هُ ُم الظَّالِ ُموْ نَ () يَاَيُّهَاالَّ ِذ ْين‬ َ ‫ان َو َم ْن لَ ْم يَتُبْ فَُأولَِئ‬
ِ ‫ د َْاِإل ْي َم‬ƒ‫ق بَ ْع‬
ُ ْ‫و‬ƒ ‫ ُم ْالفُ ُس‬ƒ ‫س اِإل ْس‬ ِ ‫ا‬ƒƒَ‫ابَ ُزوْ ا بِاْالَ ْلق‬ƒƒَ‫ ُك ْم َوالَتَن‬ƒ ‫َوالَت َْل ِم ُزوْ ااَ ْنفُ َس‬
َ ‫ب بِْئ‬
‫ ِه‬ƒ‫ َل لَحْ َم اَ ِخ ْي‬ƒ‫ ُد ُك ْم اَ ْن يَا ْء ُك‬ƒ‫ا اَي ُِحبُّ اَ َح‬ƒ‫ْض‬
ً ‫ ُك ْم بَع‬ƒ‫ْض‬ ُ ‫وْ ا َوالَيَ ْغتَبْ بَع‬ƒ‫َّس‬ ُ ‫ْض الظَّنِّ اِ ْث ٌم َوالَتَ َجس‬
َ ‫وْ ا َكثِ ْيرًا ِمنَ الظَّنِّ اِ َّن بَع‬ƒƒُ‫اَ َمنُوْ ااجْ تَنِب‬
‫ارفُوْ ا اِ ْن‬ƒَ ƒ‫عُوْ بًا َوقَبَاِئ َل لِتَ َع‬ƒ ‫ا ُك ْم ُش‬ƒƒَ‫َم ْيتًافَ َك ِر ْهتُ ُموْ هُ َواتَّقُوهللاَ اِ َّن هللاَ تَوَّابٌ َّر ِح ْي ٌم () يَاَيُّهَاالنَّاسُ اِنَّا خَ لَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َواُ ْنثَى َو َج َع ْلن‬
‫)( اَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َدهللاِ اَ ْتقَا ُك ْم اِ َّن هللاَ َعلِ ْي ٌم خَ بِ ْي ٌر‬
(11). Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan
kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang yang diolok-olok lebih baik dari mereka
yang mengolok-olok dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olok wanita lain karena
boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olok lebih baik dari wanita yang mengolok-olok
dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil
dengan gelar-gelar yang buruk, seburuk-buruk panggilan yang buruk sesudah iman dan
barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. (12).
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang
lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain, sukakah salah
seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (13) Hai manusia, sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seseorang laki-laki seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal, sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

3
Adapun penjelasan dari ayat di atas yaitu:
 Ayat 11 menjelaskan bahwa dalam bermasyarakat seseorang dilarang untuk
mengolok-ngolok atau mencaci maki orang lain karena belum tentu seseorang yang di
caci maki itu lebih buruk daripada orang yang mencaci maki karena bisa jadi orang
yang di caci lebih baik daripada orang yang mencaci di hadapan Allah. Selain itu ayat
11 juga menjelaskan adab tatanan bermasyarakat bahwa janganlah memanggil dengan
panggilan atau gelar yang buruk Karena hal tersebut biasa saja membawa dampak
negative seperti permusuhan dan lain-lain sebagainya.
 Ayat 12 : Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran menerangkan bahwa suatu hal
yang mengiringi dugaan merupakan awal mula seseorang untuk membongkar aib dan
mengetahui keburukan saudaranya sendiri. Perilaku buruk ini berdasarkan ayat di atas
jelas sangat dilarang dan harus kita jauhi. Sementara menurut Ibnu Katsir dalam
Tafsir Al Qur’anil ‘Adhim juga menjabarkan ayat di atas Menurutnya, dengan tegas
Allah melarang seluruh hamba-Nya yang beriman agar menjauhi prasangka buruk
(su’uzan). Membicarakan keburukan orang lain atau serinng kita sebut dengan ghibah
dalam ayat tersebut juga diibaratkan sedang memakan bangkai saudaranya sendiri.
Bisa dibayangkan perbuatan memakan bangkai tentu sesuatu yang sangat hina bagi
kita manusia.
 Ayat 13 menjelaskan bahwa dalam bermasyarakat Allah menciptakan manusia dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan yang berebeda suku dan bangsa agar saling
mengenal, dan dari ayat ini pula dapat kita ambil kesimpulan bahwa dalam
bermasyarakat seseorang harus saling menghormati tidak memandaang ras, suku,
warna kulit dan lan-lain sebagainya.

4
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan
Dalam pandangan islam masyarakat adalah sekelompok manusia yang hendak
mewujudkan masyarakat yang ideal dengan berpedoman kepada petunjuk-petunjuk
Al-quran dan sunnah rasul ‫ﷺ‬. Sedangkan secara lebih spesifik yakni sekelompok
umat islam yang memiliki cirri-ciri dalam sikap, prilaku, budaya dan yang lainnya
sesuai dengan syari’at islam. Sebagaimana firman Allah SWT. Dalam QS. Ar-Ra’d
Ayat 11

ؕ‌ۡ‫ ِهم‬ƒ‫ا بِا َ ۡنفُ ِس‬ƒƒ‫و ٍم َح ٰتّى يُ َغيِّر ُۡوا َم‬ƒۡ ƒَ‫ت ِّم ۡۢن بَ ۡي ِن يَد َۡي ِه َو ِم ۡن خ َۡلفِ ٖه يَ ۡحفَظُ ۡونَهٗ ِم ۡن اَمۡ ِر هّٰللا ِ‌ؕ اِ َّن هّٰللا َ اَل يُ َغيِّ ُر َما بِق‬
ٌ ‫لَهٗ ُم َعقِّ ٰب‬
‫هّٰللا‬
ٍ ‫َواِ َذ ۤا اَ َرا َد ُ بِقَ ۡو ٍم س ُۡۤو ًءا فَاَل َم َر َّد لَ ۚهٗ‌ َو َما لَهُمۡ ِّم ۡن د ُۡونِ ٖه ِم ۡن و‬
‫َّال‬

“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran,


dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan
diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum,
maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain
Dia.”
Jadi dapat kita pahami bahwa masyarakat dalam pandangan islam yaitu orang-
orang yang ingin mewujudkan tatanan masyarakat yang sesuai dengan petunjuk Al-
Qur’an dan sunnah rasulullah ‫ ﷺ‬sebagaimana dalam surah Ar-Ra’d ayat 11 bahwa
Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai kaum tersebut mengubah
nasibnya sendiri. Maka dari itu suatu masyarakat harus mempunyai tatanan hidup
yang sesuai dengan syari’at-syari’at islam agar memiliki kehidupan yang bahagia
dunia dan di akhirat antar masyarakat dan menghindari dari hal-hal yang tidak seusai
dengan ajaran islam mengenai tatanan bermasyarakat.
Adapun penjelasan mengenai tatanan hidup bermasyarakat dalam pandangan
islam yaitu dari surah Al-Hujurat ayat 11-13 yaitu:
• Ayat 11 menjelaskan bahwa dalam bermasyarakat seseorang dilarang untuk
mengolok-ngolok atau mencaci maki orang lain karena belum tentu seseorang yang
di caci maki itu lebih buruk daripada orang yang mencaci maki karena bisa jadi

5
orang yang di caci lebih baik daripada orang yang mencaci di hadapan Allah.
Selain itu ayat 11 juga menjelaskan adab tatanan bermasyarakat bahwa janganlah
memanggil dengan panggilan atau gelar yang buruk Karena hal tersebut biasa saja
membawa dampak negative seperti permusuhan dan lain-lain sebagainya.
• Ayat 12 : Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran menerangkan bahwa suatu hal
yang mengiringi dugaan merupakan awal mula seseorang untuk membongkar aib
dan mengetahui keburukan saudaranya sendiri. Perilaku buruk ini berdasarkan ayat
di atas jelas sangat dilarang dan harus kita jauhi. Sementara menurut Ibnu Katsir
dalam Tafsir Al Qur’anil ‘Adhim juga menjabarkan ayat di atas Menurutnya,
dengan tegas Allah melarang seluruh hamba-Nya yang beriman agar menjauhi
prasangka buruk (su’uzan). Membicarakan keburukan orang lain atau serinng kita
sebut dengan ghibah dalam ayat tersebut juga diibaratkan sedang memakan
bangkai saudaranya sendiri. Bisa dibayangkan perbuatan memakan bangkai tentu
sesuatu yang sangat hina bagi kita manusia.
• Ayat 13 menjelaskan bahwa dalam bermasyarakat Allah menciptakan manusia dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan yang berebeda suku dan bangsa agar
saling mengenal, dan dari ayat ini pula dapat kita ambil kesimpulan bahwa dalam
bermasyarakat seseorang harus saling menghormati tidak memandaang ras, suku,
warna kulit dan lan-lain sebagainya

6
DAFTAR PUSTAKA

Arifin Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2010.


Departemen Agama RI. 2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan)
Jilid IX. Jakarta: LP Al-Qur‟an Departemen Agama
https://m-republika-co-id.cdn.ampproject.org/v/s/m.republika.co.id/amp/qa7qv8430?
usqp=mq331AQTKAFQApgB-OeLq8zxjee5AbABIA%3D
%3D&amp_js_v=a6&amp_gsa=1#referrer=https://www.google.com&csi=0

Anda mungkin juga menyukai