LP Dan Askep Sle (Anak)
LP Dan Askep Sle (Anak)
2021
1. Pengertian
Menurut dokter umum RS Pertamina Balikpapan (RSPB) dr Fajar Rudy Qimindra
(2008) secara lengkap nama dari penyakit “Lupus” ini adalah “Systemik Lupus
Erythematosus (SLE)”. Istilah lupus berasal dari bahasa latin yang berarti anjing hutan atau
serigala. Sedangkan kata Erythematosus dalam bahasa yunani berarti kemerah-merahan.
Pada saat itu diperkirakan, penyakit kelainan kulit kemerahan di sekitar hidung dan pipi itu
disebabkan oleh gigitan anjing hutan. Sehingga dari sinilah istilah lupus tetap digunakan
untuk penyakit Systemic Lupus Erythematosus.
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan gangguan multisistem autoimun kronis
yang berhubungan dengan beberapa kelainan imunologi dan berbagai manifestasi klinis
(Krishnamurthy, 2011).
Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah
penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya
perubahan sistem imun (Albar, 2013).
Systemic lupus erytematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun pada jaringan ikat.
Autoimun berarti bahwa system imun menyerang jaringan tubuh sendiri. Pada SLE ini,
system imun terutama menyerang inti sel ( Matt, 2013).
2. Etiologi
Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga ada beberapa factor yang terlibat
seperti factor genetic,obat-obatan,hormonal dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi
SLE. System imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan
jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat menghasilkan antibody
secara terus menerus. Antibody ini juga berperan dalam kompleks imun sehingga
mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakan multiorgan dalam
fatogenesis melibatkan gangguan mendasar dalam pemeliharaan self tolerance bersama
aktifitas sel B, hal ini dapat terjadi sekunder terhadap beberapa factor :
a. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B
b. Hiperaktivitas sel T helper
c. Kerusakan pada fungsi sel T supresor
a. Factor genetic
Berbagai gen dapat berperan dalam respon imun abnormal sehingga timbul produk
autoantibodi yang berlebihan. Kecenderungan genetik untuk menderita SLE telah
ditunjukkan oleh studi yang dilakukan pada anak kembar. Sekitar 2-5% anak kembar
dizigot berisiko menderita SLE, sementara pada kembar monozigot, risiko terjadinya
SLE adalah 58%. Risiko terjadinya SLE pada individu yang memiliki saudara dengan
penyakit ini adalah 20 kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi umum. Studi
mengenai genome telah mengidentifikasi beberapa kelompok gen yang memiliki korelasi
dengan SLE. MHC (Major Histocompatibility Complex) kelas II khususnya HLA- DR2
(Human Leukosit Antigen-DR2), telah dikaitkan dengan timbulnya SLE. Selain itu,
kekurangan pada struktur komponen komplemen merupakan salah satu faktor risiko
tertinggi yang dapat menimbulkan SLE. Sebanyak 90% orang dengan defisiensi C1q
homozigot akan berisiko menderita SLE. Di Kaukasia telah dilaporkan bahwa defisiensi
varian S dari struktur komplemen reseptor 1, akan berisiko lebih tinggi menderita SLE.
Diketahui peneliti dari Australian National University (ANU) di Canberra berhasil
mengidentifikasikan untuk pertama kalinya penyebab genetik dari penyakit lupus.
Dengan pendekatan yang digunakan melalui pemeriksaan DNA, tim peneliti berhasil
mengidentifikasi penyebab khusus penyakit lupus yang diderita pasien yang diteliti.
Penyebabnya adalah adanya peningkatan jumlah molekul tertentu yang disebut
interferon-alpha.
b. Faktor Imunologi
1) Antigen
Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC (Antigen Presenting Cell) akan
memperkenalkan antigen kepada sel T. Pada penderita lupus, beberapa reseptor yang
berada di permukaan sel T mengalami perubahan pada struktur maupun fungsinya
sehingga pengalihan informasi normal tidak dapat dikenali. Hal ini menyebabkan
reseptor yang telah berubah di permukaan sel T akan salah mengenali perintah dari
sel T.
1) Sumsum tulang
Sumsum tulang merupakan “pabrik” pembuatan sel-sel penting bagi tubuh. Di dalam
sumsum tulang dihasilkan berbagai jenis sel yang berperan dalam pertahanan tubuh.
Sejumlah sel yang dihasilkan oleh sumsum tulang berperan dalam produksi sel-sel
fagosit, sebagian berperan dalam penggumpalan darah, dan sebagian lagi berperan
dalam penguraian senyawa.
2) Kelenjar timus
Kelenjar timus terletak di atas thoraks, sebagian di atas jantung dan paru-paru. Dalam
system limfatik, kelenjar timus merupakan organ yang penting, terutama pada bayi
yang baru lahir karena organ tersebut mengatur perkembangan limpa dan nodus
limpa. Setelah pubertas, kelenjar timus akan mengecil, tetapi tetap merupakan organ
kekebalan yang penting. Menurut pengamatan biologis,kelenjar timus tampak seperti
organ biasa tanpa suatu fungsi khusus. Meskipun demikian, kelenjar timus
sebenarnya memiliki fungsi yang teramat penting. Di dalam kelenjar timus, limfosit
T di bentuk dan mendapat semacam “pelatihan” yang berupa transfer informasi.
Informasi ini berguna untuk mengenali karakteristik khusus sel-sel tubuh. Di dini,
limfosit dilatih untuk mengenal identitas sel-sel dalam tubuh dan diprogram untuk
membentuk antibody melawan mikroorganisme spesifik. Terakhir, limfosit yang
bermuatan informasi itu meninggalkan kelenjar timus. Dengan demikian, ketika
limfosit bekerja dalam tubuh, mereka tidak menyerang sel-sel yang identitasnya telah
dikenali, tetapi hanya menyerang dan membinasakan sel-sel lain yang bersifat asing.
3) Limpa
Limpa adalah organ terbesar dalam system limfatik dan terletak di sisi kiri bagian
atas abdomen, di antara rusuk terbawah serta lambung. Di dalam limpa terdapat
pembuluh limpa dan pembuluh darah. Fungsi utama limpa adalah menghancurkan
sel-sel darah merah yang rusak, bakteri, dan benda-benda asing dalam darah, serta
menghasilkan limfosit dan antibody. Limfosit yang telah dibuat limpa akan
mengikuti aliran darah.
Limpa mengandung sejumlah besar sel makrofag ( sel pembersih ). Makrofag
menelan dan mencerna sel-sel darah merah atau sel-sel darah lainnya yang rusak dan
tua, serta bahan-bahan lain, yang dibawa darah ke limpa. Di dalam limpa, makrofag
mengubah protein hemoglobin dalm sel-sel darah merah yang ditelannya menjadi
bilirubin ( pigmen empedu ).
4) Tonsil
Gambar 2.2
Tonsil
Tonsil merupakan bagian dari system limfatik dan berperan penting dalam
pertahanan tubuh terhadap penyakit. Tonsil ada yang terletak di dekat dasar lidah, di
bagian kiri dan kanan pangkal tenggorok ( disebut amandel ) serta di rongga hidung
( disebut polip ). Tonsil berperan dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi ( sebagai
penghasil limfosit ) yang dapat tersebar dari hidung, mulut dan tenggorok. Tonsil
dapat meradang jika sedang “ bertempur “ melawan bibit penyakit.
c. Mekanisme system pertahanan tubuh
System pertahanan tubuh kita dibagi menjadi dua, yaitu system pertahanan tubuh
nonspesifik dan system pertahanan tubuh spesifik
1) Pertahanan tubuh nonspesifik
Pertahanan tubuh nonspesifik bertujuan untuk menangkal masuknya segala
macam zat atau bahan asing ke dalam tubuh, yang dapat menimbulkan kerusakan
tubuh ( penyakit ) tanpa membedakan jenis zat atau bahan asing tersebut. Contoh zat-
zat asing itu, antara lain bakteri,virus, atau zat-zat yang berbahaya bagi tubuh. Yang
termasuk pertahanan tubuh nonspesifik antara lain pertahanan fisik ( kulit dan selaput
lendir ), kimiawi ( enzim dan keasaman lambung ), mekanis ( gerakan usus dan
Gambar 2.3
Pertahanan tubuh terhadap infeksi ketika suatu bagian kulit terluka dan dua
kapiler pecah
Fungsi kulit bagi pertahanan tubuh adalah ibarat banteng pertahanan
yang kuat dalam peperangan. Di samping berfungsi melindungi tubuh dari
panas, dingin, dan sinar matahari, kulit juga memiliki kemampuan untuk
melindungi tubuh dari mikroorganisme yang merugikan. Fungsi perlindungan
utama kulit diwujudkan lewat lapisan sel mati yang merupakan bagian terluar
kulit. Setiap sel baru yang dihasilkan oleh pembelahan sel bergerak dari
bagian dalam kulit menuju ke permukaan luar.
Selain itu, sel-sel kulit juga mampu menghasilkan suatu protein kuat
yang disebut keratin. Senyawa keratin mempunyai struktur yang sangat kuat
dan keras sehingga kulit didekomposisi oleh berbagai mikroorganisme
pathogen. Keratin tersebut terdapat pada sel-sel mati yang selalu lepas dari
permukaan kulit dan digantikan oleh sel-sel berkeratin yang baru. Sel-sel
baru yang berasal dari bawah menggantikan sel-sel yang sudah using
sehingga membentuk penghalang yang tidak dapat tembus.
Di samping memberikan perlindungan secara fisik, kulit juga member
perlindungan secara kimia. Kulit menghasilkan keringat dan minyak yang
memberikan suasana asam pada kulit. Hal itu dapat mencegah tumbuhnya
mikroorganisme pathogen pada kulit. Keringat menyediakan zat makanan
bagi bakteri dan jamur tertentu yang hidup sebagai mikroflora normal pada
kulit dan menghasilkan bahan-bahan sisa bersifat asam, seperti asam laktat,
yang membantu menurunkan tingkat pH ( keasaman ) kulit. Media bersifat
asam di permukaan kulit ini menciptakan lingkungan yang tidak bersahabat
bagi mikroorganisme berbahaya.
Kulit yang terluka merupakan salah satu jalan masuknya mikroba asing
ke dalam tubuh. Meskipun demikian, kulit juga memiliki respon untuk segera
memperbaiki jaringan kulit yang terluka secara cepat. Ketika terjadi luka, sel-
sel pertahanan tubuh akan segera bergerak ke daerah luka untuk menerangi
mikroba asing serta membuang sisa-sisa jaringan yang sudah rusak.
Kemudian, sejumlah sel pertahanan lainnya akan memproduksi benang-
benang fibrin, yaitu suatu protein yang berfungsi untuk menutup kembali
luka.
(2) Membran Mukosa
Semua saluran tubuh yang memiliki kontak langsung dengan lingkungan
luar, seperti saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran ekresi, ataupun
saluran reproduksi selalu memiliki organ-organ yang dilapisi oleh lapisan
mukosa. Lapisan mukosa yang terdapat pada berbagai saluran tadi memiliki
fungsi penting dalam mencegah masuknya berbagai mikroba asing yang
berbahaya. Berikut ini adalah beberapa contoh pertahanan yang dilakukan
lapisan mukosa.
Pada mata terdapat kelenjar penghasil air mata yang banyak mengandung
enzim lisozim. Enzim ini dapat merusak dinding sel bakteri sehingga bakteri
tidak dapat masuk menginfeksi mata.
tidak semua mikroorganisme atau mikroba asing dapat di tahan oleh kulit
ataupun lapisan mukosa sehingga mereka dapat lolos masuk ke dalam tubuh.
Selanjutnya, mikroba asing tersebut akan bertemu dengan pertahanan tubuh
nonspesifik internal yang terdiri dari atas aksi fagositosis, respon peradangan, sel
natural killer (NK), dan senyawa anti mikroba.
(1) Fagosistosis
Fagosistosis merupakan mekanisme penelanan benda asing, terutama
mikroba, oleh sel-sel tertentu. Khususnya sel-sel darah putih. Berbagai sel
yang dapat melakukan fagositosis, antara lain neotrofil,monosit, makrofag,
dan eosinofil.
(2) Respon Peradangan
Pernahkah salah satu bagian tubuh anda terluka dan pada bagian yang
terluka tersebut terjadi pembengkakan yang berwarna kemerahan? Itulah
yang di sebut dengan peradangan (inflamasi). Peradangan adalah tanggapan
atau respon cepat setempat terhadap krusakan jaringan yang di sebabkan
oleh teriris, tergigih, tersengat, ataupun infeksi mikroorganisme. Tanda-
tanda suatu bagian tubuh mengalami peradangan, antara lain berwarna
kemerahan, terasa nyeri, panas, dan membengkak. Mengapa respons
peradangan juga merupakan salah satu bentuk pertahanan tubuh dan
bagaimanakah terjadinya peristiwa peradangan tersebut?
Adanya daerah yang terluka dan terinfeksi mikroba akan menyebabkan
pembuluh darah arteriola prakapiler mengalami dilatasi (pelebaran serta
peningkatan permeabilitas)dan pembuluh venula pascakapiler menyempit.
Hal itu akan meningkatkan aliran darah pada pada daerah yang terluka
sehingga bagian tersebut meningkat suhunya dan berwarna kemerahan.
Sementara itu, pembekakan (edema) pada bagian yang meradang
disebabkan oleh meningkatnya cairan yang keluar dari jaringan akibat
Gambar 2.4
Mekanisme interferon melawan virus
2) Pertahanan tubuh spesifik
Mikroorganisme asing yang berhasil melewati pertahanan tubuh nonspesifik akan
berhadapan dengan pertahanan tubuh yang lebih canggih, yaitu pertahanan tubuh
spesifik. Pada pertahanan tubuh spesifik, sel-sel pertahanan dapat merespon
Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibody di dalam tubuh yang
disebut sebagai autoantibody. Selanjutnya antibody-antibodi yang tersebut membentuk
kompleks imun. Kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan atau organ yang
akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan.
b. Gejala integument
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85% kasus SLE. Lesi
kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lesi kulit akut, subakut, discoid dan
livido retikulkaris. Ruam kulit yang dianggap khas dan banyak menolong dalam
mengarahkan diagnosis SLE adalah ruam kulit berbentuk kupu-kupu ( butterfly rash )
berupa eritema yang sedikit edematus pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan
yang tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas. Pada bagian tubuh yabg terkena sinar
matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena hipersensitivitas . lesi ini termasuk
lesi kulit akut. Lesi kulit subakut yang khas berbentuk anular .
Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai
yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema periungual. Livido retikularis,
suatu bentuk vaskutitis ringan , sangat sering ditemui pada SLE. Kelainan kulit yang
jarang ditemukan ialah bulla ( dapat menjadi mehoragik), ekimosis, petekie dan purpura.
Kadang-kadang terdapat urtikaria yang tidak berperan terhadap kortikosteroid dan
antihistamin. Biasanya menghilang perlahan-lahan beberapa bulan setelah penyakit
tenang secara klinis dan serologis. Alopesia dapat pulih kembali jika penyakit mengalami
remisi. Ulserasi selaput lendir paling sering pada palatum durum dan biasanya tidak
nyeri. Terjadi perbaikan spontan kalau penyakit mengalami remisi. Fenomen raynaud
pada sebagian pasien tidak mempunyai korelasi dengan aktivitas penyakit, sedangkan
pada sebagian lagi akan membaik jika penyakit mereda.
c. Kardiovaskuler
Kelainan jantung dapat berupa perikarditis ringan sampai berat ( efusi kerikard), iskemia
miokard dan endokarditis verukosa ( libman sacks)
d. Paru
Efusi pleura unilateral ringan lebih sering terjadi dari pada yang bilateral.
Mungkin ditemukan sel LE ( lamp dalam cairan pleura ) biasanya efusi menghilang
dengan pemberian terapi yang adekuat. Diagnosis pneumonitis penyakit SLE baru dapat
ditegakkan jika factor-faktor lain seperti infeksi virus, jamur, tuberculosis dan sebagainya
telah disingkirkan.
e. Sistem vaskuler
f. Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk bekuan darah di
Kerusakan jaringan
Penebalan Ketidakefekti
Gangguan Ekspansi
perikardium fan perfusi
Nyeri akut citra tubuh dada tidak
Kerusakan jaringan
adekuat
integritas perifer
Kontraksi kulit
jantung Ketidake
Resiko
infeksi fektifan
pola
Penurunan nafas
curah jantung
7. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil pemeriksaan
darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan secara penurunan berat badan dan
kemungkinan pula arthritis, pleuritis dan perikarditis. Tidak ada 1 terlaboratorium
megungkapkan anemia yang sedang hingga berat, trombositopenia, leukositosis atau
leucopenia dan antibody antinukleus yang positif. Tes imunologi diagnostik lainnya mungkin
tetapi tidak memastikan diagnostic
a. Pemeriksaan Darah Rutin dan Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penyakit Lupus Eritematosus Sistemik
( SLE ) adalah pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan urin. Hasil pemeriksaan darah
pada penderita SLE menunjukkan adanya anemia hemolitik, trombositopenia,
limfopenia, atau leukopenia; erytrocytesedimentation rate (ESR) meningkat selama
penyakit aktif, Coombs test mungkin positif, level IgG mungkin tinggi, ratio albumin-
globulin terbalik, dan serum globulin meningkat. Selain itu, hasil pemeriksaan urin pada
penderita SLE menunjukkan adanya proteinuria, hematuria, peningkatan kreatinin, dan
ditemukannya Cast, heme granular atau sel darah merah pada urin
3) Kardiovaskuler
a) Fenomena raynoud
b) Hipertensi
c) Edeme
d) Pericardial friction rub
e) Aritmia
f) Murmur
g) Nutrisi dan metabolic
h) Lesi pada mulut
i) Penurunan berat badan
4) Pola eliminasi
a) Peningkatan pengeluaran urin
b) Konstipasi /diare
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubngan dengan gangguan aliran arteri
atau vena.
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas jantung.
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
f. Kerusakkan integritas kulit berhubungan dengan imunodefisiensi.
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit
3. Perencanaan Keperawatan
a. Ketidakefektifan Pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan
1) Tujuan : pola nafas kembali efektif
2) KH : Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan dalam batas normal, Tidak
menggunakan otot-otot bantu pernapasan, Tanda Tanda vital dalam rentang
normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-100
x/menit, RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)
3) Intervensi
Intervensi rasional
Monitor kecepatan, ritme, Untuk mengetahui keadekuatan
kedalaman,dan usaha pasien saat pernapasan
bernafas
Monitor suara nafas seperti snoring
Mengetahui adanya sumbatan pada
jalan nafas
Posisikan pasien semi fowler Untuk memaksimalkan potensial
ventilasi
Berikan HE tentang pengobatan : Informasi ini dapat membantu pasien
indikasi , dosis, frekuensi , dan dalam mengonsumsi obat dengan
kemungkinan efek samping. aman dan benar
Kolaborasi dalam pemberian terapi Meningkatkan ventilasi dan asupan
oksigen oksigen
Intervensi rasional
Kaji secara komprehensif sirkulasi Sirkulasi perifer dapat menunjukkan
Intervensi Rasional
Kaji suara nafas dan suara jantung Data dasar dalam menentukan
intervensi lebih lanjut
Ukur CVP pasien Mengetahui kelebihan atau
kekurangan cairan tubuh
Monitor aktivitas pasien Mengurangi kebutuhan oksigen
Monitor saturasi oksigen Mengetahui manifestasi penurunan
curah jantung
Kolaborasi pemberian laksatif Mengejan dapat memperparah
penurunan curah jantung
Intervensi Rasional
Monitor karakteristik, warna, Untuk mengetahui keadaan luka dan
ukuran, cairan, dan bau luka perkembangannya
Bersihkan luka dengan normal salin Normal salin merupakan cairan
Intervensi rasional
Monitor kulit yang memerah dan Dengan memonitoring area kulit yang
terjadi kerusakan merah dan terjadi kerusakan untuk
mengurangi resiko dekubitus
Mobilisasi klien setiap 2 jam Dengan memobilisasi klien dapat
mengurangi penekanan
Lakukan perawatan kulit secara Untuk meningkatkan proses
aseptic 2 kali sehari penyembuhan lesi kulit serta
mencegah terjadinys infeksi sekunder
Berikan pendidikan kesehatan kepada Meningkatkan pengetahuan pasien
klien dan keluarganya tentang dan keluarganya mengenai pentingnya
pentingnya menjaga kebersihan kulit menjaga kebersihan kulit serta supaya
sekitar luka guna mempercepat pasien lebih kooperatif
penyembuhan dan ajarkan teknik
perawatannya
Kolaborasi pemberian NSAID dan Mempercepat penyembuhan
kortikosteroid.
3) Intervensi
Intervensi Rasional
Monitor frekuensi kalimat Untuk mengetahui seberapa
yang mengkritik diri sendiribesar klien mampu menerima
keadaan dirinya
Bantu klien untuk mengenali Untuk meningkatkan percaya
tindakan yang akan diri klien
meningkatkan penampilannya
Anjurkan kontak mata dalam Agar klien lebih percaya diri
berkomunikasi dengan orang
lain
Gunakan gambaran mengenai Mekanisme evaluasi dari
gambaran diri persepsi citra diri
Carpenito and Moyet, (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC
Smeltzer. Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8.
Volume 3. Jakarta : EGC.
Tiffany Putri Alamanda, A. Taruna, Yusuf Aulia Rahman | Anak Perempuan Berusia 14 Tahun dengan
Lupus Eritematosus Sistemik dengan Nefritis dan Hipertensi Grade I Majority | Volume 7 | Nomor
3 | Desember 2018|
Website : www.stikesbanyuwangi.ac.id
FORMAT PENGKAJIAN
( KEPERAWATAN ANAK )
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Nama : An. PA
b. Umur : 14 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
f. Alamat : Dsn Krajan 4/2 Parijatah Banyuwangi
g. Pekerjaan : Pelajar
h. Nomor Register : 144000
i. Tanggal MRS : 18 Agustus 2021 Jam 16.52 WIB
j. Tanggal Pengkajian : 18 Agustus 2021 Jam 17.00 WIB
k. Diagnosa Medis : SLE
Biodata Penanggungjawab
a. Nama : Ny. A
b. Umur : 29 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
f. Pendidikan : S1
g. Status Perkawinan : Menikah
h. Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
i. Alamat : Dsn Krajan 4/2 Parijatah Banyuwangi
Nyeri pada seluruh badan nyeri bertambah ketika dibuat aktifitas. Nyeri hilang timbul dan
berkurang bila dibuat istirahat tapi terjadang juga tidak hilang seluruhnya. Skala nyeri bila pasien
kita minta untuk memilih skor adalah 5.
5. Genogram
BCG : Ya/tidak
8. Riwayat Perkembangan
a. Motorik Kasar
Saat ini anak dapat jalan naik tangga sendiri tapi kadang masih berpegangan dan anak dapat
bermain dengan menggunakan sendal kecil. Lari menghindari hambatan dan tantangan.
Berjalan diatas diatas garis. Berdiri diatas satu kaki untuk 5-10 detik. Melonjat diatas satu
kaki. Belum dapat mengendarai sepeda roda tiga. Dapat melompat diatas benda setinggi
15cm mendarat dengan kedua kaki bersama. Melempar bola diatas kepala. Tetapi masih
belum dapat menangkap bola yang dilempar kepadanya.
b. Motorik Halus
a. Keadaan Sakit
KU lemah, composmentis dan pasien terbaring ditempat tidur.
7) Dada/ Thorak
a) Pemeriksaan Paru
(1) Inspeksi
Bentuk normal chest , tidak terdapat kelainan bentuk tulang belakang , tidak terdapat batuk,
pengambangan dada simetris, tidak terdapat sianosis, tidak terdapat retraksi intercostal
maupun retraksi suprasternal, Pola nafas normal.
(2) Palpasi
Taktil fremitus teraba sama antara kedua lapang baru.
(3) Perkusi
Sonor
(4) Auskultasi
Auskultasi aliran udara pada area vesikuler, area bronchial, dan area bronkovesikuler bersih,
dan tidak terdapat suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing, rales, dan pleural friction
rub
b) Pemeriksaan Jantung
(1) Inspeksi
Tampak ictus cordis dan tidak mengalami pelebaran.
(2) Palpasi
Pulsasi ictus cordis teraba kuat di ICS 4
(3) Perkusi
Batas atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
(4) Auskultasi
BPJ I dan II tunggal tidak ada suara jantung tambahan seperti murmur dan gallop.
8) Payudara
a) Inspeksi
Payudara simetris dan warna kulit sama dengan warna kulit sekitar, areola berwarna coklat.
b) Palpasi
Tidak teraba massa maupun nyeri tekan
5 5
Atrofi :
Tdk ada Tdk ada
a. Tidak 0 0
b. Ya
1
0
Total Skor :
● Diare kronik (lebih dari 2 minggu). ● Keadaan anatomi daerah mulut yang
● (Tersangka) penyakit jantung bawaan. menyebabkan kesulitan makan
● (Tersangka) infeksi human (misal: bibir sumbing).
immunodeficiency virus (HIV). ● Trauma
● (Tersangka) kanker. ● Kelainan metabolik bawaan (inborn
● Penyakit hati kronik. error metabolism)
● Penyakit ginjal kronik. ● Reterdasi mental
● TB paru ● Keterlambatan perkembangan
● Luka bakar luas ● Rencana/pasca operasi mayor
● Lain – lain ( Berdasarkan (misal: laparatomi, torakotomi).
pertimbangan ● Terpasang stoma.
Dokter) ..............................................
Intepretasi skor: Klien mengalami risiko rendah dengan total skor 0
3-7 tahun 3
4
7-13 tahun 2
≥13 tahun 1
Gangguan perilaku/psikiatri 2
Diagnosis lainnya 1
15. Penatalaksanaan
Terapi medis yang diberikan adalah:
Mahasiswa
Hari/
Tgl/ DATA ETIOLOGI MASALAH
Jam
Rabu 18 DS: Auto imun menyerang(lesi Penurunan perfusi
Agustus pasien mengeluhan, bengkak jaringan) jaringan perifer
2021 pada seluruh tubuh, demam,
Jam nyeri sendi Bengkak hilang
16.00 timbul dan berpindahpindah dari pembentukan lupus
WIB satu bagian tubuh kebagian tubuh
lain, dimulai dari kaki sebelah produksi antibody terus
kanan. Pasien juga mengeluhkan menerus
demam naik turun.
pencetus inflamasi multi
DO: organ
KU tampak lemah
nadi 96 x/menit isi dan otak
tegangan cukup
pernafasan 25 x/menit,
suhu 36,2 ºC. suplai O2 menurun
Tekanan darah 120/ 90
mmHG, penurunan kadar Hb
Mata terdapat konjungtiva
ananemis (+/+) penurunan perfusi jaringan
perifer
penurunan kadar Hb 6 gr/dl
penurunan jumlah leukosit
2000 mcl
penurunan jumlah eritrosit
2.5juta/µl
penurunan kadar hematokrit
30%
penurunan trombosit 20.000
per mikroliter darah
hematuri (30 eritrosit/ LPB),
DO:
KU tampak lemah Hb turun
nadi 96 x/menit isi dan
tegangan cukup
pernafasan 25 x/menit, Anemia, leokopenia,
suhu 36,2 ºC. trombositopenia
Tekanan darah 120/ 90
mmHG, Infeksi
Mata terdapat konjungtiva
ananemis (+/+)
penurunan kadar Hb 6 gr/dl
penurunan jumlah leukosit
2000 mcl
penurunan jumlah eritrosit
2.5juta/µl
penurunan kadar hematokrit
30%
penurunan trombosit 20.000
per mikroliter darah
hematuri (30 eritrosit/ LPB)
penurunan neotrofil pada
batang, neotrofil pada hitung
jenis sebesar 950 per
kilometer darah.
DO:
KU tampak lemah
nadi 96 x/menit isi dan tegangan
cukup
pernafasan 25 x/menit,
suhu 36,2 ºC.
Tekanan darah 160/ 100 mmHG,
Mata terdapat konjungtiva
ananemis (+/+)
penurunan kadar Hb 6 gr/dl
penurunan jumlah leukosit 2000
mcl
penurunan jumlah eritrosit
2.5juta/µl
penurunan kadar hematokrit 30%
penurunan trombosit 20.000 per
mikroliter darah
hematuri (30 eritrosit/ LPB),
DS :
pasien mengeluhan, bengkak pada
seluruh tubuh, demam, nyeri sendi
Bengkak hilang timbul dan berpindah
pindah dari satu bagian tubuh
kebagian tubuh lain, dimulai dari
kaki sebelah kanan. Pasien juga
mengeluhkan demam naik turun.
Kulit wajah menjadi kemerahan
diikuti dengan munculnya vesikel
dan bula terutama di bagian pipi dan
leher
DO:
KU tampak lemah
nadi 96 x/menit isi dan tegangan
cukup
pernafasan 25 x/menit,
suhu 36,2 ºC.
Tekanan darah 160/ 100 mmHG,
Mata terdapat konjungtiva
ananemis (+/+)
penurunan kadar Hb 6 gr/dl
penurunan jumlah leukosit 2000
mcl
penurunan jumlah eritrosit
2.5juta/µl
DO:
KU tampak lemah,
nadi 96 x/menit isi dan
muka terdapat malar rash (+),
butterfly rash (+)
terdapat 2 bulapada daerah dagu
berukuran 5x10 mm dan 2x2 mm
terdapat kebotakan pada beberapa
bagian rambut,
Mata terdapat konjungtiva
ananemis (+/+)
Sariawan(+)
INTERVENSI KEPERAWATAN
N DIAGNOSA
NOC NIC
O KEPERAWATAN
1 Penurunan perfusi Noc: Sirculation Status Peripheral Sensation
jaringan perifer Setelah dilakukan tindakan Menejemen:
Berhubungan dengan keperawatan selama 2 x 24 jam 1. Monitor adanya daerah
penurunan kadar HB diharapkan, perfusi jaringan tertentu yang hanya peka
ditandai dengan: perifer kembali normal, dengan pada panas/dingin/tajam
KU tampak lemah KH : /tumpul
nadi 96 x/menit isi dan Mendemonrasikan status 2. Monitor adanya paretes
tegangan cukup sirkulation 3. Instruksikan keluarga untuk
pernafasan 25 x/menit, mengobservasi kulit jika ada
suhu 36,2 ºC. 1. Nadi dalam rentang normal isi atau laserasi
Tekanan darah 160/ (80-120X/menit) dan RR 4. Gunakan sarung tangan
100 mmHG, dalam rentang normal (20- untuk proteksi
Mata terdapat 30X/menit) 5. Batasi gerakan pada kepala
konjungtiva ananemis 2. Akral hangat leher dan punggung
(+/+) 3. Tekanan darah dalam rentang 6. Memonitor kemampuan
normal BAB
penurunan kadar Hb 6
4. Tidak ada ortastatik 7. Kolaborasi pemberian
gr/dl
hipertensi analgetik
penurunan jumlah
5. Tidak ada tanda dan tanda 8. Monitor adanya edema
leukosit 2000 mcl
peningkatan tekanan intra 9. Diskusikan mengenai
penurunan jumlah karanial penyebab adanya perubahan
Nomer Tanggal
Implementasi Evaluasi
Diagnosa dan Jam
1 Rabu 18 1. Monitor adanya daerah tertentu yang S:
Agustus hanya peka pada panas/dingin/tajam pasien masih mengeluh ,
2021 Jam /tumpul bengkak pada seluruh
16.00 R/ saat kita palpasi pada daerah tubuh tubuh, nyeri sendi.
WIB yang edema pasien merasakan sakit
terutama persendian O: Status srikulasi blm baik
18.00 2. Monitor adanya paretes KU lemah, kesadaran
WIB R/ tidak terjadi adanya paretes CM, Nadi (95X/menit)
3. Instruksikan keluarga untuk dan RR dalam rentang
mengobservasi kulit jika ada lesi atau normal (24X/menit)
18.00 laserasi Tensi (150/90mmHG),
WIB R/ pada muka terdapat malar rash (+), Suhu (36.5OC)
butterfly rash (+), terdapat 2 bulapada Akral hangat
daerah dagu berukuran 5x10 mm dan A: masalah blm teratasi
18.00 2x2 mm P : Lanjutkan intervensi
WIB 4. Gunakan sarung tangan untuk
proteksi saat melakukan tindakan
observasi
18.00 R/ pasti selalu menggunakan denga
WIB hasil observasi : Nadi = 95x/, S=
36.5OC, T= 150/90 mmHG, akral
hangat. Compus mentis.
5. Batasi gerakan pada kepala leher dan
19.30 punggung
WIB R/ pasien istirahat total setiap 4 jam
sekali pasien mika-miki.
6. Memonitor kemampuan BAB
R/ udah 3 hari ini apsien blm BAB
7. Kolaborasi pemberian analgetik
19.30 R/ Inj. Santagesik (Metamizole
WIB Natrium) 3X2 ml
8. Monitor adanya edema
R/ edema masih ada apada daerah