Anda di halaman 1dari 3

Nama : M.

Fiqi Juli Saputro

NIM : 201810040311202

KELAS : Etika Profesi Komunikasi C

Periklanan merupakan satu unsur yang tak bisa dipisahkan dari bisnis modern. Kenyataan
ini berkaitan erat dengan cara berproduksi industri modern yang menghasilkan produk-produk
dalam kuantitas besar, sehingga harus mencari pembeli (Bertens, 2000 : 263). Iklan merupakan
salah satu strategi memasarkan produk, guna untuk mendekatkan barang yang hendak dijual
dengan konsumen. Dalam hal ini berarti bahwa dalam iklan yang ditayangkan harus dituntut
untuk selalu mengatakan hal yang bersifat fakta atau sesuai kepada konsumen tentang produk
sambil membiarkan konsumen bebas untuk menentukan, mereka membeli atau tidak membeli
produk itu (Sony Keraf, 1993 : 142).

Periklanan mempunyai 2 (dua) fungsi utama, yaitu fungsi informatif (yakni bertujuan
menginformasikan produk yang ditampilkan) dan fungsi persuasif (yakni bertujuan mengajak
atau merubah suatu keyakinan terhadap produk tersebut). Tetapi pada kenyataannya tidak ada
iklan yang semata-mata informatif dan tidak ada iklan yang semata-mata persuasif. Iklan tentang
produk baru biasanya mempunyai informasi yang kuat. Misalnya tentang tempat pariwisata dan
iklan tentang harga makanan di toko swalayan. Sedangkan iklan tentang produk yang ada banyak
mereknya akan memiliki unsur persuasif yang lebih menonjol, seperti iklan tentang pakaian
bermerek dan rumah (Bertens, 2000 : 265)

Etika periklanan merupakan batasan kewajaran nilai dan kejujuran didalam sebuah iklan.
Menurut Persatuan Perusahaan Periklanan Indoneasia (P3I), etika periklanan yaitu seperangkat
norma yang mesti ditaati oleh para pelaku dalam periklanan saat mengemas dan
menyebarluaskan pesan iklan kepada publik baik melalui media massa maupun media ruang.
Menurut EPI (Etika Pariwara Indonesia), etika periklanan merupakan ketentuan-ketentuan
normatif yang menyangkut profesi dan usaha periklanan yang sudah disepakati untuk dihormati,
ditaati, dan ditegakkan oleh semua asosiasi dan lembaga pengembangannya.

Adapun hubungan etika periklanan sesama pengiklan antara lain sebagai berikut :
1. Bersaing secara sehat, tidak boleh saling menjatuhkan atau mencemarkan nama baik
usaha satu sama lain,

2. Berlaku jujur, benar, bertanggung jawab,

3. Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan
golongan,

4. Serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Karena kemungkinan dipermainkannya kebenaran dan terjadinya manipulasi merupakan


hal-hal rawan dalam bisnis periklanan, maka perlu adanya kontrol yang tepat yang dapat
mengimbangi kerawanan tersebut (Bertens,2000 : 274) Berikut pengawasan aktivitas periklanan:

1. Kontrol oleh Pemerintah.

Pemerintah harus melindungi masyarakat konsumen terhadap keganasan periklanan. Di


Indonesia iklan tentang makanan dan obat diawasi secara langsung oleh BPPOM (Bertens,
2000 : 275)

2. Kontrol oleh para pengiklan

Dilakukan dengan menyusun sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui
oleh profesi periklanan itu sendiri. Di Indonesia kita kita memiliki tata karma dan tata cara
periklanan Indonesia yang disempurnakan (1996) yang dikeluarkan oleh AMLI (Asosiasi
Perusahaan Media Luar Ruang Indonesia), ASPINDO (Asosiasi Pemrakarsa dan Penyantun
Iklan Indonesia), PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia), SPS (Serikat Penerbit Surat
Kabar). Pengawasan kode etik ini dipercayakan kepada KPI (Komisi Periklanan Indonesia) yang
terdiri atas unsure semua asosiasi pendukung dari tata karma tersebut (Bertens, 2000 : 275)

3. Kontrol oleh masyarakat

Beberapa lembaga juga turut menggalakkan etika periklanan, yaitu YLKI (Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia) dan lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen. Lembaga-lembaga
tersebut sebagai pengontrol atas kualitas dan kebenaran periklanan.
Karena kemungkinan dipermainkannya kebenaran dan terjadinya manipulasi merupakan hal-hal
rawan dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi
kerawanan tersebut.

Kontrol oleh pemerintah. Di Indonesia sendiri beberapa Undang-Undang telah ditetapkan untuk
melindungi konsumen terhadap beberapa produk yang menyalahi aturan, diantaranya telah
terdapat iklan tentang makanan dan obat yang diawasi oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan (POM) dari Departemen Kesehatan.

Kontrol oleh para pengiklan. Cara paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang
periklanan adalah pengaturan diri (self-regulation) oleh dunia periklanan seperti menyusun
sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh profesi periklanan.

Kontrol oleh masyarakat. Masyarakat luas tentu harus ikut serta dalam mengawasi mutu etis
periklanan, dengan mendukung dan menggalakkan lembaga-lembaga konsumen, diantaranya
yang terdapat di Indonesia (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia di Jakarta dan kemudian
Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen di Semarang). Di Indonesia sendiri kita
mempunyai Citra Adhi Pariwara yang setiap tahun dikeluarkan oleh “Persatuan Perusahaan
Periklanan Indonesia”. Dan apresiasi tersebut dapat memberikan pengaruh positif terhadap
perusahaan lain untuk dapat berkreasi secara lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai