Anda di halaman 1dari 23

Pengaruh Penerapan Kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan

Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong


Kecematan Saronggi Kabupaten Sumenep Tahun 2009 M

A. Latar Belakang Masalah

Allah menciptakan manusia dengan dibekali berbagai macam perasaan (feeling). Salah satunya
adalah perasaan “Ingin Tahu (idle courocity)” dan perasaan “Tidak Puas” terhadap sesuatu yang
ia miliki. Dengan rasa keingintahuannya ia berusaha untuk mendapatkan berbagai macam
informasi yang banyak, dan dengan rasa ketidakpuasannya ia ingin memiliki sesuatu yang lebih.
Manusia adalah makhluk yang dinamis, dan bercita-cita ingin meraih kehidupan yang cemerlang,
sejahtera, dan bahagia dalam arti yang luas, baik lahiriah maupun bathiniah, duniawi dan
ukhrawi.

Namun cita-cita tersebut tidak mungkin tercapai dan terwujud jika manusia itu sendiri tidak
berusaha seoptimal mungkin dalam meningkatkan kemampuannya melalui proses kependidikan,
karena proses kependidikan adalah suatu kegiatan secara bertahap berdasarkan perencanaan yang
matang untuk mencapai tujuan atau cita-cita tersebut.

Pendidikan adalah yang utama dan terutama didalam kehidupan era masa sekarang ini. Sejauh
kita memandang maka sejauh itu pulalah kita harus memperlengkapi diri kita dengan berbagai
pendidikan. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bahkan mutlak bagi manusia dalam rangka
merubah keadaan hidupnya menjadi lebih baik dan terarah. Tanpa pendidikan sama sekali
mustahil mereka dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju,
sejahtera dan bahagia menurut konsep pandang hidup mereka.

Dalam kaitannya dengan pendidikan, Lodge (dalam Zuhairini, 2004:10) mengemukakan


pengertian pendidikan dalam arti yang luas, yaitu “life is education, and education is life“, akan
berarti bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan manusia itu adalah proses pendidikan. Jadi
pendidikan bagi manusia merupakan kebutuhan sepanjang hidupnya yang dapat memberikan
pengaruh baik dalam menata masa depan yang cemerlang, sejahtera dan bahagia.

Selanjutnya dalam arti yang sempit Lodge menjelaskan pengertian pendidikan sebagai berikut :
“ in the narrower sense, education is restricted to that functions, its background, and its outlook
to the member of the rising generations. In practice identical with schooling, i.e. formal
instruction under controlled conditions “.

Dalam arti yang sempit, pendidikan hanya mempunyai fungsi yang terbatas, yaitu memberikan
dasar-dasar dan pandangan hidup ke generasi yang sedang tumbuh, yang dalam prakteknya
identik dengan pendidikan formal di sekolah dan dalam situasi dan kondisi serta lingkungan
belajar yang serba terkontrol.

Dengan pengertian pendidikan diatas, dapat kita pahami bahwa pendidikan formal di sekolah
hanyalah bagian kecil saja dari pada pendidikan informal secara umum, tapi pendidikan formal
merupakan pendidikan inti yang sangat urgen dan tidak bisa lepas kaitannya dengan proses
pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan formal memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
dengan pendidikan informal dalam lingkungan keluarga.

 Pertama, pendidikan formal di sekolah memiliki lingkup isi pendidikan yang lebih luas,
bukan hanya berkenaan dengan pembinaan segi-segi moral tetapi juga ilmu pengetahuan
dan keterampilan.

Kedua, pendidikan di sekolah dapat memberikan pengetahuan yang lebih tinggi, lebih
luas dan mendalam. Sejarah pendidikan sekolah diawali karena ketidakmampuan
keluarga memberikan pengetahuan dan keterampilan yang lebih tinggi dan mendalam.

Ketiga, karena memiliki rancangan atau kurikulum secara formal dan tertulis, pendidikan
di sekolah dilaksanakan secara berencana, sistematis, dan lebih mendasar. (Sukmadinata,
2009:2). Jadi pendidikan formal lebih bersifat sistematis dan konsisten berdasarkan
berbagai pandangan teoritikal dan praktikal sepanjang waktu sesuai dengan kebutuhan
peserta didik. Sehingga  secara umum pendidikan dapat mengarahkan peserta didik
terhadap peningkatan penguasaan pengetahuan, kemampuan, keterampilan,
pengembangan sikap dan nilai-nilai dalam rangka pembentukan dan pengembangan diri
peserta didik tersebut, dan tujuan pendidikan yang meliputi kepentingan, kemaslahatan
dan kesejahteraan peserta didik dan masyarakat bahkan tuntutan lapangan kerjapun akan
mudah tercapai.
Pendidikan juga suatu proses pembelajaran. Sebab pada kenyataannya proses pendidikan yang
dilaksanakan diberbagai lembaga pendidikan banyak dilakukan bahkan tidak lepas dari apa yang
namanya proses belajar mengajar. Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar dan
mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar
yang dirancang dan dijalankan secara professional (Fathurrahman, 2007:8). Sehingga dapat
dikatakan bahwa belajar mengajar tidak dapat disepelekan dan diabaikan dalam dunia
pendidikan.

Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan perlu dibuat sebuah kurikulum
pendidikan yang nilai relevansinya tinggi, atau kesesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan
masyarakat dan pembangunan nasional. Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang
memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar (Sukmadinata,
2009:5). Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum
juga merupakan komponen pendidikan yang mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan
demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan dan sebagai acuan dalam setiap satuan pendidikan.
Karena kurikulum ini sifatnya urgen maka dibutuhkan perhatian khusus dalam pelaksanaan dan
pengembangannya sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah, sosial budaya masyarakat
dan karakteristik siswa. Upaya pengembangan kurikulum yang senantiasa dilakukan oleh
pemerintah dari tahun ke tahun melahirkan sebuah kurikulum baru yang merupakan
pengembangan kurikulum sebelumnya, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi yang
paling dekat dengan pembelajaran yakni sekolah dan satuan pendidikan (Mulyasa, 2007:21).
Paradigma baru ini memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan dan pelibatan
masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah.

Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) ini seorang guru dituntut untuk mampu
mengubah sumber pembelajaran (Learning Resource) menjadi bahan ajar (Teaching Material),
sehingga materi yang diajarkan kepada peserta didik  tidak monoton pada buku yang menjadi
pegangan di sekolah tersebut serta hal ini akan mengurangi kejenuhan siswa saat belajar. Dengan
demikian proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik, guru bisa memberikan pelajaran
dengan bahan ajar dan metode yang variatif sehingga peserta didik merasa nyaman dan materi
yang diajarkan menarik untuk dipahami yang pada akhirnya peserta didik bisa terhindar dari
kejenuhan. Jika hal ini terjadi disetiap proses belajar mengajar diberbagai lembaga pendidikan
maka tujuan pembelajaran bisa tercapai juga, yakni pemahaman optimal, penguasaan, aplikasi
yang akurat sehingga tatanan kognitif, afektif dan psikomotorik akan stabil sebagaimana yang
diharapkan tenaga edukatif pada umumnya.
Ketiga ranah penilaian tersebut merupakan faktor determinan untuk menentukan sukses tidaknya
prestasi belajar siswa dalam sebuah pembelajaran yang mengacu pada sistem pembelajaran
KTSP. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan strategi pengembangan
kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. (Mulyasa,
2007:20).

Prestasi merupakan hasil yang memuaskan dari segala usaha yang dicapai manusia secara
maksimal. Sedangkan belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor (Djamarah, 2008:13).

Sementara yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes
atau angka nilai yang diberikan oleh guru (Tu’u, 2004:75). Sedangkan menurut W.J.S
Purwadarminto (1976:767) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai sebaik-
baiknya menurut kemampuan anak pada waktu tertentu terhadap hal-hal yang dikerjakan atau
dilakukan. Berdasarkan pendapat tersebut, dalam penelitian ini prestasi belajar siswa dapat
diketahui dari nilai raport peserta didik yang meliputi ketiga aspek diatas sebagai hasil dari
sebuah pembelajaran di sekolah.

Jadi peningkatan prestasi belajar siswa yang meliputi ketiga ranah tersebut (kognitif, afektif,
psikomotorik), merupakan orientasi yang diprioritaskan dalam pengembangan kurikulum tingkat
satuan pendidikan diberbagai sekolah. Sehingga penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian lebih mendalam dengan mengangkat judul “Pengaruh Penerapan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong Kecamatan
Saronggi Tahun 2009 “.

B. Rumusan Masalah

Merujuk pada paparan diatas, maka diambil beberapa rumusan masalah guna pembahasan
sebagai batasan penelitian, antara lain :

1. Apakah penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan berpengaruh terhadap prestasi


belajar siswa kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong?
2. Sejauhmana pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan terhadap prestasi
belajar siswa kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong?
C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah rumusan tentang hal yang akan dicapai oleh kegiatan penelitian
(Dhofir, 2000:21).
Berdasarkan permasalahan diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini
adalah :

1. Ingin mengetahui ada tidaknya pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan
terhadap prestasi belajar siswa kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong.
2. Ingin mengetahui sejauhmana pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan
terhadap prestasi belajar siswa kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian adalah follow up penggunaan informasi yang tertera dalam kesimpulan
(Dhofir, 2000:21)
Dari setiap penelitian yang dilakukan dipastikan dapat memberi manfaat baik bagi objek, atau
peneliti khususnya dan juga bagi seluruh komponen yang terlibat didalamnya. Manfaat atau nilai
guna yang bisa diambil dari penulisan skripsi ini adalah :

1.

Segi Teoritis
a. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam disiplin pendidikan bahwa
penerapan dan pengembangan kurikulum sangat dibutuhkan dalam proses belajar
mengajar yang efektif di lembaga pendidikan sesuai dengan kompetensi yang ingin
dicapai.
b. Untuk memperkuat teori bahwa penerapan dan pengembangan kurikulum yang baik
dapat memicu kreatifitas siswa dalam berprestasi.

2.

Segi Praktis
a. Dengan adanya penerapan dan pengembangan kurikulum yang baik dapat mewujudkan
lembaga pendidikan yang efektif, produktif, dan berprestasi, serta dapat meningkatkan
kreatifitas siswa dalam berprestasi khususnya di SDN Aengtongtong.
b. Sebagai bahan munaqosyah dan bahan dokumen untuk penelitian lebih lanjut.
E. Alasan Pemilihan Judul

Alasan penulis mengangkat judul ini adalah karena memiliki dua alasan, yakni :

1. Secara Subjektif
a. Lokasi penelitian yang dapat dijangkau dengan mudah
b. Pada tahun ini kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sudah diberlakukan
disetiap satuan pendidikan termasuk di SDN Aeng tongtong
c. Judul penelitian sesuai dengan disiplin ilmu yang diambil oleh peneliti yaitu Fakultas
Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)
2.

Secara Objektif
a. Sejauh pengamatan penulis, judul ini belum pernah ada yang meneliti
b. Keberhasilan dalam belajar merupakan idaman setiap orang, karena itulah perlu
kejelasan cara meraih sukses melalui penelitian
c. Penelitian ini akan bermanfaat sekali untuk pengembangan penerapan kurikulum
tingkat satuan pendidikan terhadap kreatifitas siswa berprestasi dalam belajar di SDN
Aengtongtong

F. Asumsi atau Postulat

Asumsi atau anggapan dasar disebut juga postulat. Menurut Prof. Dr. Winarno Surakhmad M.
Sc., Anggapan dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh
penyelidik (Dhofir, 2000:23). Namun hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Sebelum penelitian ini dilakukan ada beberapa anggapan dasar yang muncul baik dari diri
peneliti pribadi atau dari orang lain ataupun dari praktisi pendidikan.

1.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan salah satu wujud reformasi
pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk
mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan masing-
masing (Mulyasa, 2007:21).

2.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan strategi pengembangan
kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi (Mulyasa,
2007:20).

3.

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena
kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses
belajar (http://sunartombs.wordpress.com /2009/05/15/PAKEM Science fu).

4.

Menurut penulis, penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang berdasarkan pada
karakteristik dan potensi siswa di sekolah, memungkinkan dapat memicu dan memacu
terhadap prestasi belajar siswa secara optimal.

G. Hipotesis

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu gambaran yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 1998:67).
Karena masalah yang diteliti ini merupakan usaha untuk mencari ada tidaknya pengaruh, maka
ada dua hipotesis yang muncul, yakni :

1. Hipotesis Kerja (Ha)


Adanya pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan terhadap prestasi
belajar siswa kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong
2. Hipotesis Nihil (Hi)
Tidak ada pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan terhadap prestasi
belajar siswa kelas 4,5,6 SDNAengtongtong

H. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami isi skripsi ini, maka penulis perlu
membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Ruang Lingkup Materi
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah penerapan kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) terhadap prestasi belajar siswa kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong
kecamatan saronggi kabupaten sumenep.

Maka untuk mempermudah penulis dalam membahas penelitian ini, perlu kiranya penulis
membuat batasan ruang lingkup materi. Adapun permasalahan yang menjadi kajian pokok dalam
penelitian ini adalah terdiri dari dua variable, yakni :

Variabel X : Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

No Sub Variabel Indikator


1.      Prinsip Pelaksanaan

01 Penerapan KTSP 2.      Prinsip Pengembangan KTSP

3.      Pengembangan Program


1.      Pre Test

02 Pelaksanaan Pembelajaran 2.      Pembentukan Kompetensi

3.      Post Test

Variable Y : Prestasi Belajar

No Sub Variabel Indikator


01 Hasil raport –          Dicari angka dalam raport

2. Ruang Lingkup Subjek


Subjek penelitian adalah sesuatu yang menjadi kajian pokok penelitian. Maka dari ini yang
menjadi subjek adalah siswa kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong kecamatan saronggi kabupaten
sumenep.

3. Ruang Lingkup Lokasi


Lokasi adalah tempat sesuatu berada. Maka dalam hal ini adalah tempat subjek berada. Jadi
lokasi penelitian ini adalah di desa Aengtongtong kecamatan saronggi kabupaten sumenep.
4. Ruang Lingkup Waktu
Waktu adalah masa kapan terjadinya sesuatu. Dalam hal ini waktu penelitian adalah pada tahun
2009 M.

I. Batasan Istilah dalam Judul

Judul penelitian ini adalah “Pengaruh Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terhadap
Prestasi Belajar Siswa Kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong Kecamatan Saronggi Kabupaten
Sumenep Tahun 2009 M “. Sedangkan untuk memperjelas maksud dari judul tersebut dan dalam
upaya untuk menghindari kesalahpahaman serta kekeliruan penafsiran tentang judul tersebut,
maka penulis ketengahkan arti kata atau istilah yang terdapat dalam judul yang berdasarkan pada
pengertian dalam kamus dan standar pengertian umum yang berlaku dengan batasan-batasan.
Kata dan istilah yang perlu penulis ketengahkan sebagai berikut :

1. Pengaruh : Daya yang ada atau yang timbul dari sesuatu (orang, benda dsb) yang
berkuasa atau yang berkekuatan (ghaib dsb). (Purwadarminto, 1976:731).
2. KTSP : Adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan dimasing-
masing satuan pendidikan (BNSP, 2006:10).
3. Prestasi : Adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya)
(Purwadarminto, 1976:768).
4. Belajar : Adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor (Djamarah, 2008:13).

J. Kajian Pustaka

1. Tinjauan Teoritis tentang Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


a. Pengertian Kurikulum dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Pengertian Kurikulum
Sebelum penulis memaparkan pengertian kurikulum tingkat satuan pendidikan alangkah lebih
baiknya apabila penulis mengutarakan pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para pakar
pendidikan. Pada zaman yunani kuno, kurikulum dianggap sebagai kumpulan mata-mata
pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Bahkan dalam ligkungan atau
hubungan tertentu pandangan lama ini masih dipakai sampai sekarang. Banyak orang tua bahkan
juga guru-guru kalau ditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar bidang studi
atau mata-mata pelajaran. Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi
pelajaran.
Pendapat-penadapat yang muncul selanjutnya dari sebagian ahli yang mengartikan kurikulum
dalam pengertian yang lebih luas, yakni “Segala usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk
memperoleh hasil yang diharapkan dalam situasi didalam maupun diluar sekolah”, atau sejumlah
pengalaman yang potensial dapat diberikan oleh sekolah dengan tujuan agar anak dan pemuda
dibiasakan berpikir dan berbuat menurut kelompok atau masyarakat tempat ia hidup”, yang
kemudian lebih dipersingkat sebagai “Suatu cara mempersiapkan anak-anak untuk berpartisipasi
sebagai anggota yang produktif dalam masyarakat”, atau “segala kegiatan dibawah tanggung
jawab sekolah yang mempengaruhi anak dalam pendidikannya” (Alipandie, 1984:117).

Pengertian diatas dapat dipahami bahwa pendidikan tidak hanya terbatas pada dinding-dinding
kelas belaka, melainkan lebih diperluas lagi pada luar sekolah. Bahkan ada pula yang
berpendapat bahwa segala sesuatu yang mempunyai dampak positif terhadap tingkah laku
peserta didik baik yang datang dari sekolah, keluarga maupun masyarakat dapat dipandang
bagian dari kurikulum.

Hal ini selaras dengan penafsiran Ronald C. Doll (Dalam Sukmadinata, 2009:4) yang
menyatakan :
The commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of courses of
study and list of subjects and courses to all the experiences which are offered to learners under
the auspices or direction of the school…

Definisi Doll ini tidak hanya menunjukkan adanya perubahan penekanan dari isi kepada proses
atau lebih memberikan tekanan pada pengalaman, tetapi juga menunjukkan adanya perubahan
lingkup dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas. Hal ini menunjukkan bahwa
yang dimaksud pengalaman siswa dalam belajar yang diajarkan ataupun menjadi tanggug jawab
sekolah mengandung makna yang cukup luas, yakni mencakup berbagai upaya guru dalam
mendorong terjadinya pengalaman tersebut dan memfasilitasinya.

Dalam kaitannya konsep kurikulum yang ditegaskan oleh Ronald Doll, Mauritz Johnson masih
dalam buku yang sama mengajukan keberatan terhadap apa yang dikemukakan oleh Doll.
Kemudian Johnson membedakan dengan tegas antara kurikulum dengan pengajaran. Semua
yang berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan, seperti perencanaan isi, kegiatan belajar-
mengajar, evaluasi, termasuk pengajaran. Sedangkan kurikulum hanya berkenaan dengan hasil-
hasil belajar yang diharapkan oleh siswa.
Berbeda dengan Hilda Taba, dia berpendapat bahwa ada perbedaan antara kurikulum dan
pengajaran, menurutnya bukan terletak pada implementasinya tetapi pada keluasan cakupannya.
Kurikulum berkenaan dengan cakupan tujuan isi dan metode yang lebih luas atau lebih umum,
sedangkan yang lebih sempit dan lebih khusus menjadi tugas pengajaran (Sukmadinata, 2009:6).

Bagaimanapun rumusan-rumusan pengertian kurikulum diatas, jelaslah bahwa kurikulum harus


dipandang sebagai suatu program yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan
pendidikan dan pengajaran.
Sedangkan menurut BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), definisi kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu (BNSP,2006:7).
Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan pasal 1 ayat 15, kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional
yang disusun oleh dan dilaksanakan dimasing-masing satuan pendidikan (Muslich, 2008:4).

KTSP merupakan singkatan dari kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya
masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik.

KTSP juga merupakan acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan
berbagai ranah pendidikan (kognitif, psikomotorik, dan afektif) dalam seluruh jenjang dan jalur
pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah. Disamping itu pengembangan kurikulum
ini diupayakan dapat memberikan wawasan baru terhadap sistem yang berjalan selama ini, dan
juga dapat membawa dampak terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja sekolah,
khususnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran diberbagai sekolahan.
Penerapan kurikulum 2006 (KTSP) ini menuntut aktivasi dan partisipasi para peserta didik yang
lebih banyak dalam proses pembelajaran. Struktur kurikulum tingkat satuan pendidikan berbeda
dengan kurikulum sebelumnya, KTSP dirancang sedemikian rupa, sehingga tidak ada lagi jam
efektif yang begitu mencolok banyaknya. Kurikulum sebelumnya, sebagian mata pelajaran
memiliki waktu yang banyak, sebagian mata pelajaran yang lain memiliki waktu sedikit dengan
alasan urgen dan padatnya materi.
Penekanan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) bukan mengejar target materi tetapi
memaksimalkan proses dalam pembelajaran dan mengembangkan kompetensi peserta didik,
apalah arti bila materi tercapai dengan proses yang tidak maksimal akan tetapi dengan proses
pembelajaran yang maksimal akan membuahkan hasil (out put) yang berkualitas.

Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) ini sengaja disusun oleh masing-masing satuan
pendidikan supaya terasa lebih familiar dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan dan akan
merasa memiliki tanggung jawab yang memadai.  Dalam KTSP pengembangan kurikulum ini
dilakukan oleh guru, kepala sekolah, serta komite sekolah dan dewan pendidikan. Dan dalam
pengembangannya harus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan
(SKL), tanpa lepas dari Supervisi Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dibidang
pendidikan tersebut.

b. Keterkaitan antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK)
Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakan keharusan agar sistem pendidikan
nasional selalu relevan dan kompetitif (Mulyasa, 2007:9).

Kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya,


yakni kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang diterapkan sejak tahun 2004, sehingga belum
lama KBK diterapkan sudah diganti dengan KTSP yang dianggap sebagai kurikulum baru tahun
2006 ini. Karena itu muncul istilah plesetan dikalangan pengelola dan pelaku pendidikan di
sekolah, seperti KBK singkatan dari kurikulum berbasis kebingungan dan lainnya. Dan terkait
dengan kurikulum KTSP ini Badan Standar Nasional (BSNP) telah menyusun panduan
penyusunannya tersebut. Sedangkan KBK merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
tentang kompetensi dan hasil belajar, serta memberdayakan sumber daya pendidikan. Kurikulum
ini disebut KBK karena menggunakan pendekatan kompetensi, dan kemampuan minimal yang
harus dicapai oleh peserta didik pada setiap tingkatan kelas dan pada akhir satuan pendidikan
dirumuskan secara eksplisit. Disamping itu, dirumuskan pula materi standar untuk mendukung
pencapaian kompetensi dan indikator sebagai tolak ukur terhadap pencapaian hasil pembelajaran.

Berdasarkan pemaparan diatas, perbedaan esensial antara KTSP dan KBK tidak ada. Kedua-
duanya merupakan seperangkat rencana pendidikan yang berorientasi pada kompetensi dan hasil
belajar peserta didik. Namun perbedaan nampak pada teknis pelaksanaannya saja. KBK disusun
oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini adalah Depdiknas, sedangkan KTSP disusun oleh
tingkat satuan pendidikan masing-masing, yakni sekolah yang bersangkutan walaupun masih
didasarkan pada rambu-rambu nasional panduan penyusunan KTSP yang disusun oleh Badan
Independen, yakni Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dengan harapan, jika pada
tahun-tahun sebelumnya masing-masing satuan sekolah terkesan terlalu didikte dari atas, maka
dengan otonomi yang luas ini penerapan dan pengembangan kurikulum tingkat satuan
pendidikan pada berbagai sekolahan mampu memberikan nuansa-nuansa baru sesuai dengan
karakteristik sekolah itu sendiri, sehingga dapat melahirkan keunggulan-keunggulan kompetitif
dan komparatif.

c. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)


Dalam Mulyasa (2007:247) dijelaskan bahwa dalam pelaksanaannya, kurikulum tingkat satuan
pendidikan sedikitnya memperhatikan tujuh prinsip, diantaranya :

 1. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta


didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta
didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh
kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan.

2. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu :


a. Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
b. Belajar untuk memahami dan menghayati,
c. Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
d. Belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain,
e. Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang
efektif, aktif, kreatif, dan menyenangkan.

3. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang


bersifat perbaikan, pengayaan, dan atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap
perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan
pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan,
kesosialan, dan moral.

4. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang
saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri
handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberikan
daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan
contoh dan teladan).

5. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan


multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan
sekitar sebagai sumber belajar.

6. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya


serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan
kajian secara optimal.

7. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan


lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan
kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

d. Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)


Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang kompleks, dan melibatkan berbagai
komponen, yang menuntut keterampilan teknis dari pihak pengembang terhadap pengembangan
berbagai komponen kurikulum. Disamping itu dalam pengembangan KTSP ini harus
memperhatikan tujuh prinsip pengembangan, diantaranya (Dalam Muhaimin, 2008:21) :

 a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya.
 b. Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman
karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta
menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat
istiadat, status sosial ekonomi, dan jender.
 c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Kurikulum
dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang
berkembang secara dinamis.
 d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan
melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan
dengan kebutuhan kehidupan, termasuk didalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia
usaha dan dunia kerja.
 e. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan
dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan
disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
 f. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan,
pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat yang
berkaitan dengan unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
 g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum
dikembangkan dengan memerhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk
membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
 e. Pengembangan Program

Upaya pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai
macam pengembangan program. Dalam (Mulyasa, 2007:249) dijelaskan bahwa pengembangan
KTSP mencakup pengembangan program tahunan, program semester, program modul (pokok
bahasan), program mingguan dan harian, pengayaan dan remedial, serta program bimbingan dan
konseling.

a. Program Tahunan
Program tahunan merupakan program umum setiap mata pelajaran di setiap kelas yang
dikembangkan oleh guru mata pelajaran tersebut. Program ini perlu disusun dan
dipersiapkan serta dikembangkan sebelum tahun ajaran, karena program ini merupakan
pedoman bagi pengembangan program berikutnya.

b. Program Semesteran
Program semesteran berisikan garis-garis mengenai hal-hal yang akan dilaksanakan dan
dicapai dalam setiap semester. Program ini merupakan penjabaran dari program tahunan.

c. Program Mingguan dan Harian


Program ini merupakan penjabaran dari program semesteran. Melalui program ini kita
dapat mengetahui tujuan-tujuan yang telah dicapai dan yang perlu diulang, serta dapat
mengidentifikasi kemajuan peserta didik dalam belajar dan kesulitannya. Sehingga
nantinya kita dapat menemukan solusi pemecahannya dan kesulitan yang dihadapi
peserta didik dapat teratasi.

d. Program Pengayaan dan Remedia


Program ini dilaksanakan sebagai media tambahan dan tindak lanjut dari analisis yang
dilakukan guru mata pelajaran untuk peserta didik dalam proses pembelajaran sekolah
dan guru perlu memberikan perlakuan khusus bagi peserta didik yang mengalami
kesulitan belajar dengan melalui kegiatan remedial. Dengan ini peserta didik akan tetap
mendapat kesempatan untuk memahami pelajaran dengan lebih baik. Sedangkan
pengayaan diberikan kepada siswa yang memiliki kemampuan cemerlang dalam
menangkap pelajaran serta untuk mempertahankan kecepatan belajarnya.

e. Program Bimbingan dan Konseling


Program ini merupakan suatu program yang disediakan sekolah untuk membantu
mengoptimalkan perkembangan siswa (Sukmadinata, 2004:233). Program ini merupakan
teknik bimbingan yang menjadi sasarannya bukan hanya terjadinya perubahan tingkah
laku, tetapi hal yang lebih mendasar dari itu, yaitu perubahan sikap. Disamping itu
bimbingan dan konseling ini berusaha membantu peserta didik dalam memahami dirinya,
mengenal dan menunjukkan arah perkembangan dirinya, menyesuaikan diri dengan
tuntutan lingkungan serta mengatasi problema-problema yang dihadapinya.

f. Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam proses pendidikan, pembelajaran merupakan kegiatan yang sangat pokok.
Sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya tujuan pendidikan banyak bergantung
kepada proses pembelajaran yang dirancang dan dijalankan secara profesional.
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik (Mulyasa,
2007:255). Keberhasilan suatu proses sangat didukung oleh faktor-faktor penunjang yang
berada disekitar (lingkungan) proses, demikian juga sebaliknya lingkungan sekitar proses
yang tidak baik dapat mengganggu proses itu bekerja maksimal (Yamin, 2007:60). Proses
interaksi antara peserta didik dengan pendidik (guru), dan lingkungan sangat menentukan
terhadap lancarnya pelaksanaan di sekolah. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor
yang mempengaruhinya. Guru adalah komponen utama yang sangat berpengaruh dalam
mengkondisikan lingkungan pembelajaran yang nenunjang terjadinya perubahan perilaku
bagi peserta didik. Dan pelaksanaan pembelajaran berbasis KTSP mencakup tiga hal,
yakni pre tes (tes awal), pembentukan kompetensi, dan post test.
a. Pre Tes (tes awal)
Pre tes merupakan kegiatan pendahuluan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Pre tes ini
memiliki banyak kegunaan selain untuk mengetahui kadar kemampuan dan pemahaman peserta
didik pada materi yang lalu. Dalam Mulyasa (2007:255), dikemukakan beberapa kegunaan dari
pre tes tersebut, diantaranya:

 1. Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, karena dengan pre tes maka
pikiran mereka akan terfokus pada soal-soal yang harus mereka kerjakan.
 2. Untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses
pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan hasil pre
tes dengan post test.
 3. Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai
kompetensi dasar yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran.
 4. Untuk mengetahui dari mana seharusnya proses pembelajaran dimulai, kompetensi
dasar mana yang telah dikuasai peserta didik, serta kompetensi dasar mana yang perlu
mendapat penekanan dan perhatian khusus.
Untuk mencapai hasil yang ketiga dan yang keempat dari hasil pre tes, maka harus segera
dilaksanakan pemeriksaan secara cepat dan cermat sebelum proses pembelajaran
dilaksanakan.

b. Pembentukan Kompetensi
Pembentukan kompetensi merupakan kegiatan inti dari pelaksanaan proses pembelajaran, yakni
bagaimana kompetensi dibentuk pada peserta didik, dan bagaimana tujuan-tujuan belajar
direalisasikan (Mulyasa, 2007:256).
Dalam pembentukan kompetensi ini harus dilakukan dengan tenang dan menyenangkan. Dan hal
ini menuntut keaktifan dan kekreatifan guru dalam menciptakan suasana yang kondusif. Kualitas
pembentukan kompetensi dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Dapat dikatakan
berhasil dari segi proses apabila seluruh atau sebagian besar peserta didik dapat terlibat secara
aktif baik fisik, mental dan sosial dalam proses pembentukan kompetensi dasar. Sedangkan dari
segi hasil dapat dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku pada diri peserta didik
secara keseluruhan atau sebagian besar.  Proses pembelajaran yang dilakukan hendaknya
disampaikan dengan menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang kondusif, agar
peserta didik dapat mengembangkan kompetensi dasar dan potensinya secara optimal. Sehingga
akan dengan mudah peserta didik menyesuaikan diri dengan masyarakat setelah lulus dari
jenjang pendidikan tertentu.

c. Post Test
Setelah pembentukan kompetensi terwujud, maka langkah yang harus dilakukan oleh guru
adalah melaksanakan post test untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman peserta didik
dalam menyerap ilmu selama berlangsungnya suatu pembelajaran. Dalam melaksanakan post test
seorang pendidik/guru bisa memberikan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada peserta
didik atau dengan cara mempresentasikan kembali apa-apa yang sudah dijelaskan atau
diterangkan selama proses pembelajaran berlangsung. Dibawah ini terdapat beberapa fungsi post
test yang dikemukakan oleh Mulyasa (2007:257) sebagai berikut :

 1. Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah
ditentukan, baik secara individu maupun kelompok. Hal ini dapat diketahui dengan
membandingkan antara hasil pre tes dan post tes.
 2. Untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai oleh peserta
didik, serta kompetensi dan tujuan-tujuan yang belum dikuasainya. Sehubungan dengan
ini, apabila sebagian besar peserta didik belum menguasainya maka dilakukan
pembelajaran kembali (remedial teaching).
 3. Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan remedial, dan yang
perlu mengikuti kegiatan pengayaan, serta untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar
yang dihadapi.
 4. Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap kegiatan pembelajaran dan
pembentukan kompetensi yang telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan,
pelaksanaan maupun evaluasi.

2. Tinjauan Teoritis tentang Prestasi Belajar


Sebagai landasan untuk memahami tentang pengertian prestasi belajar, disini perlu penulis
paparkan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan prestasi, dan apa yang dimaksud dengan
belajar, serta berbagai definisi tentang prestasi belajar yang dikemukakan oleh para pakar
pendidikan (ilmuwan).

a. Pengertian Prestasi
Kebutuhan untuk berprestasi adalah merupakan harapan dan cita-cita setiap peserta didik
dalam sebuah pembelajaran.
W.J.S Winkel Purwadarminto (1976:768) mengartikan, “Prestasi adalah hasil yang
dicapai”. Sedangkan sebagian ahli mendefinisikan prestasi adalah hasil yang telah dicapai
seseorang dalam melakukan kegiatan.
Dari pendefinisian prestasi diatas, dapat penulis simpulkan bahwa prestasi adalah segala
usaha yang dicapai seseorang secara maksimal dan memuaskan sebagai hasil dalam
melakukan suatu kegiatan.


b. Pengertian Belajar
Terkait dengan pengertian belajar, banyak para ahli yang mendefinisikannya. Salah
satunya adalah Cronbach dalam (Djamarah, 2008:13) berpendapat bahwa belajar sebagai
suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Sedangkan Howard L. Kingskey mengatakan bahwa belajar adalah proses
dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau
latihan. Dua pendapat tersebut serujuk dengan apa yang dikatakan oleh Ahmadi
(2005:17), bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan
pelatihan. Sedangkan M. Sobry Sutikno (Dalam Fathurrohman, 2007:5) mengartikan
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan yang baru sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Dari beberapa penafsiran tentang belajar yang dikemukakan oleh oleh para pakar
pendidikan diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses usaha seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari pengalaman dan
praktek (pelatihan) didalam berinteraksi dengan lingkungannya. Tentunya perubahan
tersebut menyangkut ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

c. Pengertian Prestasi belajar


Sebelum penulis paparkan definisi prestasi belajar, terlebih dahulu akan dipaparkan
definisi prestasi akademik. Prestasi akademik adalah hasil belajar yang diperoleh dari
kegiatan pembelajaran di sekolah atau di perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan
biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian (Tu’u, 2004:75). Sementara masih
dalam buku yang sama, prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai
tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Sedangkan menurut W.J.S Purwadarminto
(1976:767) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai sebaik-baiknya
menurut kemampuan anak pada waktu tertentu terhadap hal-hal yang dikerjakan atau
dilakukan. Berdasarkan pendapat tersebut, prestasi dalam penelitian ini adalah hasil yang
telah dicapai peserta didik dalam proses pembelajaran.

d. Macam-Macam Prestasi
Prestasi belajar yang diperoleh peserta didik merupakan hasil belajar yang dicapai pada
waktu-waktu tertentu dalam sebuah pembelajaran yang meliputi beberapa aspek yang
berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik sendiri.
Benyamin Bloom dalam (Sudjana, 2009:22) mengklasifikasi hasil belajar menjadi tiga
ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris.
Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek,
yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan,
jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
Ranah psikomotoris, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak, yang terdiri dari enam aspek, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan
dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketetapan, gerakan keterampilan
kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

e. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar


Dalam upaya meningkatkan prestasi belajar, perlu diperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah segala
bentuk aktivitas yang dilakukan oleh seseorang baik berupa dorongan ataupun hambatan.
Dalam Ahmadi (2005:105) disebutkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar peserta didik, diantaranya :

1. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, hal ini meliputi :

 a. Kecerdasan (intelegensi)
Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri
dengan keadaan yang
 dihadapinya.
b. Bakat
Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan
pembawaan.
 c. Minat
Minat adalah kecenderungan yang mantap dalam subjek untuk merasa tertarik pada
bidang tertentu.
 d. Motivasi
Motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu (Sutikno, 2007:19).

2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya dari
luar diri peserta didik (siswa), yang meliputi :

a. Keadaan Keluarga
Keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pertama, sebab dalam lingkungan inilah
pertama-tama anak mendapatkan pendidikan, bimbingan, asuhan, pembiasaan, dan
latihan. Keluarga bukan hanya menjadi tempat anak dipelihara dan dibesarkan tetapi juga
tempat anak hidup dan dididik pertama kali (Sukmadinata, 2004:6)

b. Keadaan Sekolah
Sekolah sering disebut sebagai lingkungan kedua setelah keluarga. Disamping itu sekolah
merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan
keberhasilan belajar siswa. Karena tidak seperti dalam lingkungan keluarga, di sekolah
ada kurikulum sebagai rencana pendidikan dan pengajaran, ada guru-guru yang lebih
profesional, ada sarana-prasarana dan fasilitas pendidikan khusus sebagai pendukung
proses pendidikan, serta ada pengelolaan pendidikan yang khusus pula yang semua itu
dapat memacu dan memicu siswa untuk belajar yang lebih giat lagi.

c. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah.
Lingkungan masyarakat juga merupakan salah satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya
terhadap hasil belajar siswa dalam proses pelaksanaan pendidikan. Sebab dalam
kehidupan sehari-hari anak lebih dominan bergaul dengan lingkungan alam sekitar
dimana anak berada, sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan pribadi
anak.

K. Metode Penelitian

1. Rancangan Penelitian
Dalam kegiatan penelitian, kerangka atau rancangan penelitian merupakan unsur pokok yang
harus ada sebelum proses penelitian dilaksanakan. Karena dengan sebuah rancangan yang baik
pelaksanaan penelitian menjadi terarah, jelas, dan maksimal.  Terkait dengan penelitian ini, maka
penulis menggunakan jenis penelitian korelasional kuantitatif, yaitu sebuah penelitian yang
menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data, serta penampilan
dari hasilnya yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan antara dua variabel
(Arikunto, 2006:270).

2. Teknik Penentuan Subjek Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian populasi, dimana seluruh populasi merupakan sample.
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang mencakup semua elemen dan unsur-unsur
(Dhofir, 2000:36). Sedangkan sampel masih dalam buku yang sama, adalah sebagian subjek
penelitian yang memiliki kemampuan mewakili seluruh data (populasi). Dalam hal ini yang
menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas 4,5,6 SDN Aengtongotong Kecamatan Saronggi
Kabupaten Sumenep Tahun 2009 M.

No Kelas Populasi Sampel


01 I 8 –
02 II 16 –
03 II 11 –
04 IV 14 14
05 V 13 13
06 VI 16 16

3. Teknik Pengumpulan data


Teknik pengumpulan data adalah cara yang dipakai untuk mengumpulkan data dengan
menggunakan metode-metode tertentu. Metode-metode yang akan digunakan dalam penelitian
ini, antara lain :

 a. Metode Angket
Angket adalah suatu teknik atau alat pengumpul data yang berbentuk pertanyaan-
pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara tertulis pula (Sukmadinata, 2004:271).
Metode ini digunakan untuk mencari dan menyaring data yang bersumber dari responden.

b. Metode Wawancara
Wawancara atau interview merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan
secara tatap muka, pertanyaan diberikan secara lisan dan jawabannyapun diterima secara
lisan pula (Sukmadinata, 2004:222). Dengan metode ini peneliti dapat langsung
mengetahui reaksi yang ada pada responden dalam waktu yang relatif singkat.

c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah “mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, legger, agenda dan
sebagainya” (Arikunto, 1998:236).
Metode dokumenter ini digunakan untuk memperoleh data di SDN Aengtongtong, baik
dari segi jumlah siswa, nilai raport, struktur sekolah, denah sekolah, yang kesemuanya itu
menunjang terhadap proses penelitian ini.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan pengelolaan data dari data-data yang sudah terkumpul.
Diharapkan dari pengelolaan data tersebut dapat diperoleh gambaran yang akurat dan konkrit
dari subjek penelitian. Penulis juga menggunakan statistik guna membantu analisa data sebagai
hasil dari penelitian ini.
Dalam penelitian ini yang menjadi Variabel X adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
sedangkan Variabel Y adalah Prestasi Belajar Siswa Kelas 4,5,6 SDN Aengtongtong Kecamatan
Saronggi Kabupaten Sumenep Tahun 2009 M. Adapun rumus korelasi yang digunakan adalah
Product Moment, dengan alasan karena penelitian ini terdiri dari dua variabel yang interval.

Rumus product momentnya adalah sebagai berikut :

     ∑xy

xy = √(∑x²) (∑y²)
π

Keterangan :

 xy  =  Kofisien korelasi antara gejala X dan gejala Y


π

 ∑xy  =  Jumlah product X dan Y


 ∑x²    =  Jumlah gejala x kecil kuadrat
 ∑y²    =  Jumlah gejala y kecil kuadrat

Anda mungkin juga menyukai