Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu menjadi salah satu acuan penulis dalam

melakukan suatu penelitian sehingga penulis dapat memperbanyak kajian teori

dalam melakukan penelitian yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis

tidak dapat menemukan penelitian dengan judul yang sama seperti judul

penelitian penulis, namun mengangkat beberapa penelitian sebagai bahan

referensi dalam memperkaya bahan kajian pada penulisan peneliti. Berikut

beberapa jurnal yang terkait dengan penelitian yang dilakukan sebagai beikut:

Tabel 1: Penelitian Terdahulu.

Nama dan Judul


No Hasil Penelitian Relevansi dari Penelitian
Peneliti

1 (Anak Agung Hasil penelitian ini Persamaan:


Gede Agung, menunjukkan bahwa bali
2015) sebagai salah satu tujuan Penelitian ini sama-sama
Pengembangan wisata dalam meneliti tentang
Model Wisata pengembangan model pengembangan wisata
Edukasi-Ekonomi wisata edukasi yang edukasi berbasis
Berbasis Industri dilakukan sudah berjalan masyarakat.
Kreatif dengan baik dalam
Berwawasan meningkatkan ekonomi Perbedaan:
Kearifan Lokal masyarakat, sambutan
Untuk dari masyarakat sangat (Anak Agung Gede Agung,
Menigkatkan positif, hanya saja 2015) meneliti tentang
Ekonomi keberlanjutan program wisata edukasi dalam
Masyarakat. kurang bantuan publikasi meningkatkan ekonomi
dan promosi. masyarakat, sedangkan
penelitian yang akan
dilakukan meneliti tentang
keterlibatan masyarakat

21
lokal dalam pengembangan
wisata edukasi di kampung
coklat.
2 (Ferdina Esty Hasil penelitian ini Persamaan:
Wilujeng) menunjukkan bahwa
Pengelolaan pengelolaan wisata Penelitian ini sama-sama
Wisata Eduksi edukasi kampung coklat meneliti tentang
Kampung Coklat di Desa Plosorejo pengembangan wisata
di Desa Plosorejo kecamatan Kademangan edukasi berbasis
Kecamatan kabupaten Blitar tersebut masyarakat.
Kademangan telah sesuai. Dalam
Kabupaten Blitar. pengelolaan wisata Perbedaan:
edukasi kampung coklat
di Desa Plosorejo (Ferdina Esty Wilujeng)
kecamatan Kademangan meneliti tentang tahapan
kabupaten Blitar melalui dalam pengelolaan wisata
beberapa tahap. Tahapan edukasi sebagai pendidikan
tersebut yakni mulai dari non formal, sedangkan jika
perencanaan, peneliti akan meneliti
pelaksanaan dan tentang keterlibatan
evaluasi. Ketiga hal masyarakat lokal dalam
tersebut dijalankan untuk pengembangan wisata
mengelola wisata edukasi edukasi di kampung coklat.
kampung coklat.
3 (Revalda A. J. B. Hasil penelitian ini Persamaan:
Salakory) menunjukkan bahwa
Pengembangan Pengembangan Penelitian ini sama-sama
Ekowisata ekowisata berbasis meneliti tentang
Berbasis masyarakat di Kepulauan Pengembangan wisata
Masyarakat di Banda didasarkan pada edukasi berbasis
Kepulauan Banda, prinsip pengembangan masyarakat.
Kabupaten destinasi wisata agar
Maluku Tengah. berkelanjutan secara Perbedaan:
ekonomi, sosial dan
lingkungan dengan (Revalda A. J. B. Salakory)
membentuk suatu meneliti tentang
organisasi ekowisata pengembangan ekowisata
yang terdiri dari dengan menjadikan rumah
masyarakat yang penduduk sebagai homestay
berkompeten di bidang demi peningkatan
ekowisata serta kesejahteraan, sedangkan
melibatkan masyarakat jika peneliti akan meneliti
dalam pelaksanaan jasa tentang tentang keterlibatan
ekowisata. masyarakat lokal dalam
pengembangan wisata
edukasi di kampung coklat

22
4 (Arsvira Dani Hasil penelitian ini Persamaan:
Ardhala, 2016) menunjukkan bahwa
Konsep dalam pengembangan Penelitian ini sama-sama
Pengembangan kawasan industri kreatif meneliti tentang
Kawasan kampung sepatu sebagai pengembangan wisata
Kampung Sepatu kawasan wisata edukasi edukasi berbasis
Sebagai Kawasan mampu memberikan masyarakat.
Wisata Industri dampak yang sangat
Kreatif Di Kota signifikan dalam Perbedaan:
Mojokerto. mendukung proses
kegiatan produksi (Arsvira Dani Ardhala,
prototype alas kaki. 2016) meneliti tentang
Selain itu, kegiatan ini pengembangan kawasan
dapat menambah kampung wisata edukasi
lapangan pekerjaan bagi sebagai kawasan industri
masyarakat sehingga kreatif dari sisi produksi
mampu mengurangi prototype alas kaki
jumlah pengangguran. sedangkan jika peneliti
akan meneliti tentang
keterlibatan masyarakat
lokal dalam pengembangan
wisata edukasi di kampung
coklat.
5 (Oda I.B. Hasil penelitian ini Persamaan:
Hariyanto, Rian menunjukkan bahwa
Andriani, Yuliana dalam pengembangan Penelitian ini sama-sama
Pinaringsih destinasi wisata kampung meneliti tentang
Kristiutami, 2018) tulip sebagai wisata pengembangan wisata
Pengembangan edukasi mampu edukasi berbasis
Kampung Tulip mendorong pesatnya masyarakat.
Sebagai Wisata perkembangan pariwisata
Edukasi di di Kota Bandung. Hal ini Perbedaan:
Bandung) banyak bermunculan
berbagai macam produk (Oda I.B. Hariyanto, Rian
wisata yang menarik Andriani, Yuliana
sesuai dengan kebutuhan Pinaringsih Kristiutami,
dan minat masyarakat. 2018) meneliti tentang
Konsep wisata edukasi pengembangan kawasan
ini merupakan konsep kampung wisata edukasi
wisata one stop dari sisi one stop
destination yang destination yang
menyediakan aktivitas menyediakan aktivitas dan
dan fasilitas rekreasi fasilitas rekreasi sedangkan
yang dapat dinikmati jika peneliti akan meneliti
oleh semua golongan dan tentang keterlibatan
memberikan pengetahuan masyarakat lokal dalam
kepada wisatawan. pengembangan wisata
edukasi di kampung coklat.

23
2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Pengertian Pariwisata

Secara etimologis, pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “ pari”

berarti banyak, berkali-kali, berpura-pura dan “wisata” berarti perjalanan atau

bepergian. Berdasarkan arti kata ini pariwisata didefinisikan sebagai perjalanan

yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari satu tempat ke tempat lain

dengan maksdu tujuan tertentu. Pariwisata yang berakar kata wisata menurut UU

Republik Indonesia No. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan mendefinisikan

wisata sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau

sekelompok orang mengunjungi tempat tertentu dengan tujuan rekreasi,

mengembangkan pribadi atau mempelajari daya tarik wisata yang dikunjungi.

Seseorang atau kelompok orang yang melakukan wisata disebut wisatawan

(tourist). Keseluruhan fenomena wisata yang dilakukan wisatawan, termasuk

berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh pengusaha, masyarakat, dan

pemerintah serta usaha-usaha yang terakit dalam bidang tersebut, didefinisikan

dengan istilah pariwisata.

2.2.2 Jenis Pariwisata

1) Wisata Edukasi

Menurut Ritchie (2003), wisata edukasi adalah aktifitas

pariwisata yang dilakukan oleh wisatawan yang melakukan liburan

sehari dan mereka yang melakukan perjalanan untuk pendidikan

dan pembelajaran sebagai tujuan utama.

Wisata edukasi yang dimaksudkan dalam kategori wisata

minat khusus (special interest tourist). Ismayanti (2010)

24
berpendapat bahwa “pariwisata minat khusus merupakan

pariwisata yang menawarkan kegiatan yang tidak biasa dilakukan

oleh wisatawan pada umumnya atau wisata dengan keahlian atau

ketertarikan khusus”. Terdapat beberapa kriteria yang

dipergunakan sebagai pedoman dalam menetapkan suatu bentuk

wisata minat khusus (Fandeli, 2002) yaitu adanya unsur:

a) Learning, yaitu pariwisata yang mendasar pada

unsur belajar.

b) Rewarding, yaitu pariwisata yang memasukan unsur

pemberian penghargaan atau mengakui dan

mengagumi keindahan atau keunikan serta kekayaan

dari suatu atraksi yang kemudian menimbulkan

penghargaan.

c) Enciching, yaitu pariwisata yang memasukan suatu

peluang terjadinya pengkayaan pengetahuan antara

wisatawan dengan lingkungan atau masyarakat.

d) Adventuring, yaitu pariwisata yang dirancang dan

dikemas sehingga terbentuk wisata petualangan.

Pengembangan wisata edukasi tidak terlepas dari sarana

dan prasarana pendukung lainnya. Menurut Wood (2002:28), ciri-

ciri sarana dan jasa wisata edukasi (edutourism) menuju pada jenis

sarana dan jasa adalah sebagai berikut:

a. Melindungi lingkungan sekitarnya baik yang berupa lingkungan

alami maupun kebudayaan lokal.

25
b. Memiliki dampak minimal terhadap lingkungan alami selama masa

konstruksi dan operasinya.

c. Sesuai dengan konteks budaya dan fisik wilayah setempat,

misalnya ditandai dengan arsitektur yang menyatu dengan bentuk,

landscape, dan warna lingkungan setempat.

d. Mengelola limbah dan sampah dengan hati-hat.

e. Memenuhi kebutuhan energi melalui penggunaan alat dan sarana

berdesain pasif (desain yang tidak bnyak mengubah lingkungan

alami).

f. Dalam pembangunan dan pengelolaannya mengupayakan

kerjasama dengan komunitas lokal.

g. Menawarkan program yang berkualitas untuk memberikan

pendidikan mengenai lingkungan alami dan kebudayaan setempat

terhadap tenaga kerja dan wisatawan.

h. Mengakomodasikan berbagai program penelitian dalam rangka

kontribusi kegiatan edutourism terhadap pengembangan

berkelanjutan wilayah setempat.

2) Wisata Berbasis Masyarakat

Menurut Telfer dan Sharplet (2008), Wisata berbasis

masyarakat atau Community Based Tourism (CBT) merupakan

salah satu jenis pariwisata yang memasukkan partisipasi

masyarakat sebagai unsur utama dalam pariwisata guna mencapai

tujuan pembangunan pariwisata berkelanjutan. Pemahaman ini

sejalan dengan pemikiran Timothy dan Boyd (2003) yang

26
berpendapat bahwa pariwisata berbasis masyarakat sebagai

partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata.

Tosun (1999), membagi partisipasi masyarakat dalam

proses pembangunan pariwisata menjadi tiga tingkatan, yaitu:

1. Non-Partisipasi yaitu tujuan pembangunan pariwisata tidak

untuk pelibatan secara kolektif oleh masyarakat, keputusan

terkait dengan pemenuhan kebutuhan pokok untuk

meminimalkan resiko, kebijakan jangka pendek, hanya

melibatkan elite lokal, dominasi pemerintah.

2. Partisipasi pasif yaitu hanya sebagai pendukung atau

pengikut, keputusan yang dibuat untuk masyarakat bukan

dari masyarakat, hanya terlibat dalam implementasi, minim

kontribusi masyarakat.

3. Partisipasi aktif yaitu partisipasi yang dilakukan secara

langsung atau otentik dari proses awal hingga akhir.

Secara internasional, sektor ekonomi pariwisata didominasi

oleh usaha kecil yang menyediakan barang dan jasa untuk

pelanggan wisata yang berkunjung. Wisata berbasis masyarakat

(CBT) sebagai bentuk dari pariwisata yang berupaya

memberdayakan masyarakat untuk mengelola pertumbuhan

pariwisata dan mencapai aspirasi masyarakat yang berkaitan

dengan kesejahteraan mereka yang termasuk dalam ekonomi,

sosial dan lingkungan. CBT tidak hanya melibatkan kemitraan

antara pariwisata, bisnis dan komunitas untuk memberikan manfaat

27
bagi keduanya, tetapi juga melibatkan komunitas (dan eksternal)

dukungan untuk usaha pariwisata kecil, yang pada gilirannya

berkomitmen untuk memberikan dukungan yang meningkatkan

kesejahteraan kolektif. CBT memberdayakan masyarakat lokal

untuk menentukan dan mengamankan masa depan sosial-ekonomi

mereka melalui kegiatan fee for service yang biasanya menyajikan

dan merayakan tradisi lokal dan gaya hidup.

Pariwisata merupakan sebuah “Community Industry”,

artinya keberlanjutan pembangunan pariwisata sangat tergantung

dan ditentukan oleh penerimaan dan dukungan masyarakat

terhadap pariwisata. Implikasi pariwisata sebagai sebuah industri

masayarakat adalah adanya kepastian bagi masyarakat untuk

berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata. Salah satu bentuk

perencanaan yang partisipatif dalam pembangunan pariwisata

adalah dengan menerapkan Community Based Tourism (CBT)

sebagai pendekatan pembangunan. Definisi CBTyaitu:

a) Bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada

masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat dalam

manajemen dan pembangunan pariwisata.

b) Masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha-usaha

pariwisata juga mendapat keuntungan.

c) Menuntut pemberdayaan secara demokratisasi dan

distribusi keuntungan kepada komunitas yang kurang

beruntung di pedesaan.

28
d) Membangun kemitraan dengan para pemangku kepentingan

yang relevan.

e) Dapatkan reputasi yang diakui dengan otoritas terkait.

f) Meningkatkan kesejahteraan sosial dan pemeliharaan

martabat manusia.

g) Termasuk mekanisme pembagian manfaat yang adil dan

transparan.

h) Meningkatkan hubungan dengan ekonomi lokal dan

regional.

i) Hormati budaya dan tradisi setempat.

j) Berkontribusi pada konservasi sumber daya alam.

k) Meningkatkan kualitas pengalaman pengunjung dengan

memperkuat tuan rumah dan tamu yang bermakna

Community Based Tourism (CBT) berkaitan erat

dengan paradigma pembangunan terdapat beberapa

karakteristik. Menurut Erawan (2003) pengembangan

pariwisata berkelanjutan memiliki karakteristik, antara lain:

1. Mengedepankan kualitas pengalaman

2. Menekankan pada keadilan sosial dan peran serta

masyarakat.

3. Pengembangan disesuaikan limit atau keterbatasan

sumber daya

4. Menawarkan kegiatan yang luas mencakup elemen

rekreasi, pendidikan dan budaya

29
5. Menonjolkan karakter wilayah

6. Memeberikan kesempatan kepada para wisatawan

untuk mengambil pelajaran, mengenali wilayah

yang dikunjunginya

7. Tidak berkompetisi dengan mematikan usaha

sektor industri lain yang ingin berkelanjutan

8. Terpadu dengan rencana dan prioritas

kabupaten/kota, provinsi dan regional (Erawan

dalam Dewa Putu Oka Prasiasa).

2.2.3 Pengembangan Wisata

Pengembangan wisata suatu daerah akan memberikan dampak

yang signifikan apabila diperhatikan dalam segi manfaatnya. Adapun

manfaat yang diperoleh dari adanya pengembangan wisata sebagai berikut:

1) Manfaat Pengembangan Wisata dari segi ekonomi

Pengembangan wisata secara tidak langsung mampu

mendatangkan devisa Negara melalui pajak seperti pajak restoran,

pajak karyawan dan lain-lain.

2) Manfaat Pengembangan Wisata dari segi budaya

Pengembangan wisata membawa sebuah pehamanan dan

pengertian antar budaya melalui interaksi wisatawan dengan

masyarakat lokal dari tempat wisata tersebut berada. Dari interaksi

tersebut masyarakat para wisatawan mampu mengenal dan

menghargai budaya dari masyarakat setempat dan memahami latar

belakang kebudayaan lokal yang dianut oleh masyarakat tersebut.

30
3) Manfaat Pengembangan Wisata dari segi Peluang dan Kesempatan

Kerja

Pengembangan wisata secara tidak langsung mampu

menciptakan peluang dalam kesempatan kerja, hal ini bisa dilihat

dari masyarakat yang mendirikan berbagai macam usaha yang

dapat mendukung objek pariwisata tersebut menjadi lebih baik dan

menarik.

Dalam pengembangan pariwisata juga diperlukan aspek-aspek

yang mendukung dalam pengembangan wisata tersebut. Adapaun aspek-

aspek yang dimaksud sebagai berikut:

a) Pengembangan Wisata dari Aspek Fisik Lingkungan Hidup

Pengembangan Wisata dengan memadukan kesatuan ruang

dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk

manusia dan perilakunya yang mampu mempengaruhi

kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta makhluk

hidup lainnya.

Pengembangan wisata dari segi lingkungan hidup yang

terdapat di wisata kampung coklat yaitu dengan tetap menjaga

lingkungan sekitar dari kerusakan seperti halnya dalam menjaga

lingkungan dari sampah. Dengan mejaga lingkungan dari sampah,

masyarakat maupun pemilik wisata meyakini dengan adanya

lingkungan yang bersih membuat daerah sekitar nyaman dan sehat

karena lingkungan merupakan bagian dari cerminan pola

kebiasaaan masyarakat itu sendiri.

31
b) Pengembangan Wisata dari Aspek Daya Tarik

Pengembangan Wisata yang memiliki ciri khas unik yang

memberikan sensasi yang berbeda mampu membuat berkembang

suatu tempat wisata. Hal ini dikarenakan tempat tersebut

mempunyai daya tarik yang mampu mendorong wisatawan untuk

datang mengunjunginya.

Pengembangan wisata dari aspek daya tarik terlihat dari

konsep wisata kampung coklat yang memadukan wisata edukasi

dari cara menanam pohon coklat hingga menjadikan olahan coklat

sebagai makanan dan minuman yang dikreasi semenarik mungkin

sebagai daya tarik wisata yang membedakan dengan tempat wisata

lainnya.

c) Pengembangan Wisata dari Aspek Aksesbilitas

Pengembangan Wisata dengan memperhatikan aksesbilitas

menjadi salah satu komponen infrastruktur yang penting dan perlu

diperhatikan dalam mewujudkan destinasi tempat wisata yang

mudah dan aman dijangkau.

Pengembangan wisata dari aspek akesebilitas yang terdapat

di kampung coklat juga memadai dengan lokasi yang mudah

dijangkau dari pusat kota sekitar 30 menit dan infrastruktur jalan

yang sudah memadai.

d) Pengembangan Wisata dari Aspek Aktivitas dan Fasilitas

32
Pengembangan wisata juga dibutuhkan adanya fasilitas

yang berfungsi sebagai pelengkap dan untuk memenuhi berbagai

kebutuhan wisatawan yang bermacam-macam.

Pengembangan wisata dari aspek aktivitas dan fasilitas

yang terdapat di wisata kampung coklat juga sudah memadai

seperti tempat ibadah, lahan parkir yang luas, wahana tempat

bermain, rumah makan, gedung seminar, gallery coklat serta

fasiltas-fasilitas penunjang lainnya yang terdapat pada wisata

kampung coklat

2.3 Landasan Teori Tindakan Sosial (Max Weber)

Tindakan sosial menurut Max Weber dapat didefinisikan sebagai suatu

tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti subjektif

bagi dirinya dan diarahkan kepadan tindakan orang lain. Sebaliknya tindakan

invidu yang diarahkan kepada benda mati atau objek fisik semata tanpa di

hubungkannya dengan tindakan orang lain bukan merupakan tindakan sosial.

Max Weber mengatakan, individu manusia dalam masyarakat merupakan

aktor yang kreatif dan realitas sosial bukan merupakan alat yang statis dari pada

paksaan fakta sosial. Artinya tindakan manusita tidak sepenuhnya ditentukan oleh

norma, kebiasaan, nila, dan sebagainya yang tercakup di dalam konsep fakta

sosial. Walaupun pada akhirnya Weber mengakui bahwa dalam masyarakat

terdapat struktur sosial dan pranata sosial. Dikatakan bahwa struktur sosial dan

pranata sosial merupakan dua konsep yang saling berkaitan dalam membentuk

tindakan sosial.

33
Weber secara khusus mengklasifikasikan tindakan sosial yang memiliki

arti subjektif tersebut kedalam empat tipe. Atas dasar rasionalitas tindakan sosial,

Weber membedakan tindakan sosial manusia ke dalam empat tipe, semakin

rasionalitas tindakan sosial itu semakin mudah dipahami (Ritzer, 2001).

a) Tindakan Rasionalitas Instrumental (Zwerk Rational)

Tindakan ini merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan

seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang

berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang

dipergunakan untuk mencapainya. Tindakan ini telah dipertimbangkan

dengan matang agar ia mencapai tujuan tertentu. Dengan perkataan lain

menilai dan menentukan tujuan itu dan bisa saja tindakan itu dijadikan

sebagai cara untuk mencapai tujuan lain.

b) Tindakan Rasional Nilai (Werk Rational)

Sedangkan tindakan rasional nilai memiliki sifat bahwa alat-alat

yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar,

sementara tujuantujuannya sudah ada di dalam hubungannya dengan nilai-

nilai individu yang bersifat absolut.

c) Tindakan Afektif (Affectual Action)

Tipe tindakan sosial ini lebih didominasi perasaan atau emosi tanpa

refleksi intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan afektif sifatnya

spontan, tidak rasional, dan merupakan ekspresi emosional dari individu.

d) Tindakan Tradisional (Traditional Action)

34
Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku

tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa

refleksi yang sadar atau perencanaan.

Dari penjelasan di atas tindakan sosial yang dilakukan oleh masyarakat di

Desa Plosorejo Kademangan Kabupaten Blitar dapat dijadikan alternative dalam

proses pengembangan wisata edukasi berbasis masyarakat. Masyarakat yang

dulunya mengganggap perkebunan coklat sebagai perkebunan biasa, kini mampu

menghasilkan nilai guna bagi individu atau kelompok yang mampu mengolahnya.

Dengan kreatifitas dan inovasi yang ada pada kampung coklat ini, tindakan

yang dilakukan oleh masyarakat melalui proses pembelajaran secara langsung

tentang bagaimana budidaya pengolahan biji buah coklat yang diolah menjadi

berbagai makanan atau minuman. Proses edukasi yang didapat secara langsung

mampu meningkatkan kreatifitas dan inovasi terhadap hal yang mereka pelajari.

Penulis beranggapan bahwa di era modern seperti ini, sudah tidak tepat

lagi jika kita masih terlalu sempit memandang sesuatu hal berdasarkan dikotomi-

dikotomi ada sejak sejak dulu. Dengan adanya proses edukasi yang didapat, secara

langsung menunjukkan bahwa sudah perlu adanya pergeseran saat ini, bahwa

dikotomi selama ini, sudah waktunya mengalami perubahan dan masyarakat perlu

mendapatkan pendidikan kreatifitas tersebut.

35

Anda mungkin juga menyukai