Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“MANAJEMEN TIME”

Dosen Pengajar :
Andro Runtu, S.Kep.,M.Kep
Ever Lontaan, S.Kep.,M.MKes

Kelompok 2 :
Anugrah Karuh
Anugrah Tumwu
Angela Pinasang
Anisa porajow
Anggreini Repi
Anjeli Wowor

AKADEMI KEPEAWATAN BETHESDA TOMOHON


2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang maha Esa, atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“MANAJEMEN TIME”

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.


Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan dari kekurangan-kekurangan yang ada,
sehingga karya tulis ini ini bisa bermanfaat.
Akhir kata, kami berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga
karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kitasemua.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsep manajemen luka dibuat untuk mendapatkan hasil penyembuhan luka yang optimal

baik dilihat dari kualitas integritas jaringan, waktu proses penyembuhan maupun efektifitas

biaya perawatannya. Arti secara harfiah manajemen adalah Ilmu dan seni dalam

merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan dan mengendalikan sesuatu untuk

mencapai tujuan sedangkan luka merupakan suatu gangguan yang tidak terbatas hanya pada

kerusakan kulit tetapi berupa gangguan pada aspek biologis, psikologis, sosial dan spritual

yang ikut berubah. Terdapat banyak konsep tentang manajemen luka, salah satunya konsep

“TIME” yang diperkenalkan oleh Dr. Vincent Falanga tahun 2004

Luka bukan hanya masalah ‘lubang pada kulit’ tapi lebih dari itu ada banyak aspek yang

perlu dipertimbangkan untuk mencapai tujuan tertutupnya ‘lubang’ tersebut. Untuk itu perlu

sebuah pendekatan sistematis dalam mendesain kerangka kerja agar tujuan penyembuhan

luka dapat tercapai. Falanga (2004) mengembangkan kerangka kerja yang dikenal sebagai

TIME untuk mendukung pendekatan yang lebih komprehensif dalam perawatan luka kronik.

Istilah ini kemudian dimodifikasi eleh European Wound Management Association WBP

Advosory Board untuk memaksimalkan penggunaannya agar lebih universal.


BAB 11
PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teori
A. TIME(Tissue management, Infection control, Moisture balance management,
epitelization Management)
TIME terdiri dari berbagai strategi yang dapat dilakukan pada berbagai macam tipe
luka yang berbeda-beda untuk mengoptimalkan penyembuhan luka. International
Wound Bed Preparation Advisory Board (IWBPAB) banyak mengembangkan konsep
persiapan dasar luka. Persiapan dasar luka adalah penatalaksanaan luka sehingga
dapat meningkatkan penyembuhan dari dalam tubuh diri sendiri atau memfasilitasi
efektifitas terapi yang lain. Metode ini bertujuan mempersiapkan dasar luka dari
adanya infeksi, benda asing, atau jaringan mati menjadi merah terang dengan proses
epitelisasi yang baik. TIME Management diperkenalkan pertama kali oleh Prof.
Vincent Falanga dan Dr. Gary Sibbllad berdasarkan pengalamanya merawat luka
kronis pada tahun 2003 yang disponsori oleh produk Smith dan Nephew dalam
penelitian ini sehingga keluar lah akronim (sebutan) manajemen TIME. T Tissue
Management (manajemen jaringan), I Inflammation atau Infection
Control(pengendalian infeksi), M Moist Balance (Keseimbangan kelembapan), dan E
Edge of the Wound (pinggiran luka) (Ousey, 2011

B. PROSES PENYEMBUHAN LUKA “TIME MANAGEMENT”


Penyembuhan luka dijabarkan sebagai “ suatu proses yang kompleks dan
dinamisPenyembuhan luka dijabarkan sebagai “ suatu proses yang kompleks dan
dinamisyang  menghasilkan  pengembalian  keutuhan  dan  fungsi anatomis’.  Luka
yangyang  menghasilkan  pengembalian  keutuhan  dan  fungsi anatomis’.  Luka
yangsembuh merupakan sebuah spektrum dari penyembuhan. Luka yang sembuh
secarasembuh merupakan sebuah spektrum dari penyembuhan. Luka yang sembuh
secaraideal adalah luka yang kembali ke struktur, fungsi dan penampilan anatomis
yangideal adalah luka yang kembali ke struktur, fungsi dan penampilan anatomis
yangnormal. Pada manusia, sembuh ideal hanya dapat terjadi dijaringan
epidermis,normal. Pada manusia, sembuh ideal hanya dapat terjadi dijaringan
epidermis,membran mukosa, dan tulang. Ketika terjadi luka di dermis, penampilan
normalmembran mukosa, dan tulang. Ketika terjadi luka di dermis, penampilan
normaltidak  dapat  kembali  karena  jaringan  parut  menggantikan  jaringan  dermis
dantidak  dapat  kembali  karena  jaringan  parut  menggantikan  jaringan  dermis
danepidermis  yang  hilang.  Di  sisi  lain,  penyembuhan  luka  minimal
memilikiepidermis  yang  hilang.  Di  sisi  lain,  penyembuhan  luka  minimal
memilikikontinuitas anatomis (luka telah tertutup) tapi tidak memiliki
fungsi.kontinuitas anatomis (luka telah tertutup) tapi tidak memiliki fungsi.Tidak
tergantung  oleh  penyebab  luka,  proses  penyembuhan  luka  dapatTidak  tergantung
oleh  penyebab  luka,  proses  penyembuhan  luka  dapatdiperkirakan,  dan  berbagai
hal  terjadi  secara  bersamaan.  Adapun  tahapdiperkirakan,  dan  berbagai  hal  terjadi
secara  bersamaan.  Adapun  tahap penyembuhan luka dapat dijabarkan dalam
penyembuhan luka dapat dijabarkan dalam empat tahap, sempat tahap, sebagai berikut
(Black ebagai berikut (Black &&Hawks, 2014) :Hawks, 2014) :Respons vaskular
(Tissue)Respons vaskular (Tissue)Fase peradangan (Inflamasi)Fase peradangan
(Inflamasi)Proliferasi atau resolusi (Moisturized)Proliferasi atau resolusi
(Moisturized)Maturasi ata rekonstruksi (Epitalisasi)Maturasi ata rekonstruksi
(Epitalisas

Pendekatan TIME untuk manajemen lukaA.Respon vaskular (Tissue)Pengkajian dan


debridement material lain yang tidak layak (jaringan nekrotik,nanah eksudat, beberapa yang
berhubungan dengan organisme biofilm,dll) pada permukaan luka (Leaper et al.,
2014).Jaringan  nekrotik  dan  slough  menyediakan  media  pertumbuhan  yang  kayauntuk
bakteri  yang  akan  memperparah  peradangan  dan infeksi.  Falangamengusulkan istiah
“beban nekrotik” untuk menggambarkan beban jaringannekrotik, kelebihan eksudat dan
bakteri dalam jaringan yang mati. Akumulasi beban nekrotik dalam luka kronis kemungkinan
untuk memperpanjang responinflamasi, mekanis menghalangi kontraksi luka dan
menghambat re-epithalisasi(Schultz, Barillo, Mozingo, & Chin, 2004).Debridement sendiri
dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, yaitu (Leaper etal., 2014; Schultz et al., 2004):
1.Autolytic debridementDebridemen  autolitik  didasarkan  pada  kemampuan
macrofag  untukmemfagositosis  debris  dan  jaringan  nekrotik.  Penggunaan
Hydrocoloidsdan hydrogels digunakan secara luas untuk mendukung lingkungan
yanglembab  yang  akan  meningkatkan  aktifitas  makrofag.  Alginat  juga
dapatdigunakan untuk mendukung suasana lembab.
2.Biological debridemen
Maggots  atau  belatung  berasal  dari  larva  lalat  lucillia  sericata
yangmensekresikan   enzim   yang   dapat   dicerna   oleh   belatung   dan  
hanyameninggalkan jaringan yang sehat (Thomas, 2001).
3.Enzymatic debridementDebridement   enzimatik   juga   dapat   mendukung  
autolysis.   Contohnya penggunaan enzym seperti elastase, collagenase, dan
fibrinolysin. Enzim-enzim tersebut dapat melepaskan ikatan jaringan nekrotik
terhadap bantalanluka (Douglass, 2003).
4.Mechanical debridement
Metode  mekanikal  debridement  antara  lain:  wet-to-dry  dressing
denganmenggunakan kasa yang dilembabkan dengan Nacl kemudian ditempelkan
pada luka dan dibiarkan mengering, setelah itu diangkat. Cara ini dapatmengangkat
slough  pada  pasien  dan  dapat  merusak  jaringan  yang  baru.Irigasi dengan tekanan
tinggi juga dapat digunakan dan efektif untuk jumlah bakteri pada luka dibanding
dengan mencuci luka dengan cara biasa.
5.Sharp atau Surgical debridement
Merupakan  metode  debridement  yang  paling  cepat  namun  tidak  cocokuntuk
semua  jenis  luka  (utamanya  luka  dengan  perfusi  jelek).  Selain  itusharp/  surgical
debridement  dapat  menimbulkan  resiko  perdarahan,  olehkarena  itu  harus
dilaksanakan  oleh  petugas  yang  telah  kompeten,  terlatihdan profesional (Faibairn,
et,al, 2002)
Penilaian   etiologi   setiap   luka,   perlu   untuk   antiseptik   topikal   dan   atau penggunaan
antibiotik sistemik untuk mengendalikan infeksi dan pengelolaanyang  tidak  baik  pada  fase
peradangan  terkait  dengan  infeksi  (Leaper  et  al.,2014).Mengelola  kolonisasi  luka
dengan  mikroorganisme  dapat  dilakukan  dengan penggunaan yang bijaksana perban
antiseptik- diresapi modern atau irigasidapat  mengurangi  mikroorganisme  dipermukaan
luka  dan  dalam  biofilm.Pengobatan  yang  biasanya  dilakukan  meliputi  agen
antimikroba,  resistensimikroba,  dressing  perak,  dressing  yodium,  dressing PHMB,  madu,
dansurfaktan (Leaper et al., 2014; Schultz et al., 2004).
C. Proliferasi atau resolusi (Moisturize)
Berlebih  atau  tidak  produksi  eksudat  dapat  mempengaruhi  penyembuhan.Eksudat
yang  berlebihan  dan  bau  dapat  secara  signifikan  mempengaruhikualitas hidup
pasien, karakteristik eksudat yang penting, dan setiap perubahanseperti  
meningkatkan   bioburden   atau   autolisis   jaringan   nekrotik   dapatmenunjukkan    
perubahan    status    luka.    Rekomendasi    diperbarui    untukmenajemen eksudat
fokus pada pemilihan dressing atau perangkat yang sesuai(Leaper et al.,
2014).D.Maturasi atau rekonstruksi (Epitalisasi)Penilaian  tepi  luka  dapat
menunjukkan  apakah  kontaksi  luka  dan  ephitelisasimaju,  dan  pengobatan  efektif
sesuai  kebutuhan  untuk  re-evaluasi.  Berbagai peningkatan modalitas pengobatan
yang diusulkan untuk meningkatkanpenyembuhan  luka  dan  dengan  demikian
pengaruh  efek  “tepi” terapi  initermasuk terapi elektromagnetik (EMT), terapi laser,
terapi ultrasound, terapioksigen sistemik dan NPWT (Leaper et al., 2014

a. Tissue Management (Manajemen Jaringan)


T yang ada dalam TIME berhubungan dengan tampilan fisik dari dasar luka. Tampilan dasar
luka bisa berwarna hitam atau jaringan nekrotik, warna kuning atau slough dan juga warna
merah atau jaringanya sudah bergranulasi (Halim, et.al 2012)Jaringan nekrotik yang
menempel pada luka akan mengganggu klinis untuk mengkaji kedalaman luka dan kondisi
luka. Sehingga pengkajian luka sering tidak tepat akibat jaringan nekrotik menghalanginya.
Observasi dari luar terlihat luka sudah menghitam saja, padahal dibagian dalam atau dibawah
jaringan nekrotik sudah bermunculan undermining yang juga berkontribusi dalam
menghambat proses penyembuhan luka (Halim et.al 2012)Hal lain terjadi akibat jaringan
nekrotik ini menjadi tempat yang sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri.
Koloni bakteri di aringan nekrotik dapat memproduksi metalloproteinase yang memberikan
efek negative terhadap komponen matriks ekstraseluler selama proses penyembuhan (Halim
et,al 2012)Manajemen jaringan adalah tindakan yang dilakukan pada T akronim TIME.
Manajemen jaringan adalah proses menyingkirkan jaringan mati atau jaringan nekrotik,
bakteri dan sel yang menghambat proses penyembuhan luka sehingga dapat menurunkan
kontaminasi luka dan kerusakan jaringan. Tujuan dari manajemen jaringan adalah untuk
mengembalikan dasar luka yang sesuai dengan fungsi matriksekstraseluler yang optimal.
Manajemen jaringan yang dimaksudkan dalam pembahasan ini sering kita kenal dengan
istilah debridement(Halim et.al 2012)Tindakan utama manajemen jaringan adalah melakukan
debridement yang dimulai dari mengkaji dasar luka sehingga dapat dipilih jenis-jenis
debridement yang akan dilakukan. Debridement adalah sebuah kegiatan mengangkat atau
menghilangkan jaringan mati (devaskularisasi), jaringan terinfeksi, dan benda asing dari
dasar luka sehingga dapat ditemukan dasar luka dengan vaskularisasi yang baik. Untuk
mendapatkan dasar luka yang baik (tidak ada jaringan yang mati dan benda asing), diperlukan
tindakan debridement secara berkelanjutan. Kaji luka, lingkungan dan factor, sistemik pasien
sebelum melakukan debridement, tentukan pencapaian hasil dan pilih jenis debridement yang
cocok untuk pasien tersebut.Pengangkatan jaringan mati (Manajemen T) memerlukan waktu
tambahan dalam penuuembuhan luka. Waktu efeketif dalam pengangkatan jaringan mati
yaitu sekitar dua minggu (14 hari) dan tentunya tanpa daktu penyulit yang berarti, misal GDS
terkontrol, penyumbatan atau gangguan pebuluh darah teratasi, mobilisasi baik dan lain
sebagainya. jika kondisi sistemik pasien tidak medukung, persiapan dasar luka akan
memanjang hingga 4-6 minggu. (Arisanty, 2013)

b. Infection-Inflamation Control ( Manajemen Infeksi dan Inflamasi)


TIME yang ke dua adalah Infection-Inflamation Control yaitu kegiatan mengatasi
perkembangan jumlah kuman pada luka. Inflamasi merupakan respon normal tubuh ketika
terjadi cedera pada jaringan tubuh. respon ini bertujuan untuk melindungi atau meperbaiki
kerusakan. Hal ini ditandai dengan panas, kemerahan, nyeri dan bengkak yang merupakan
tanda-tanda klinis dari terjadinya infeksi. Untuk dapat membedakan keduanya dibutuhkan
pemahaman terhadap proses penyembuhan luka dan memastikan tanda serta gejala yang
normalnya muncul pada masing-masing tahap penyembuhan luka.Sebelum terjadi infeksi,
ada proses perkembangbiakan kuman mulai dari kontaminasi, kolonisasi, kolonisasi krisis,
kemudian infeksi. Luka dikatakan infeksi jika ada tanda tanda inflamasi/infeksi, eksudat
purulent, bertambah, dan berbau, luka meluas/ break down, dan pemeriksaan penunjang
diagnostic menunjukan leucosis dan makrofag meningkat, kultur eksudat menunjukan bakteri
>106/g jaringan. (Schult et., 2003 dalam Arisanty 2013)

c. Moisture Balance Management ( Manajemen pengaturan kelembapan luka)


TIME bermaksud untuk meningkatkan keseimbangan kelembapan yang bertujuan untuk
mendorong penyembuhan dengan prinsip penyembuhan luka kelembapan. Luka yang kering
dan dehidrasi data mengakibatkan nyeri dan gatal pada pasien. Luka kering uga dapat
menghambat penyembuhan luka karena sel epitel tidak bisa berpindah melalui jaringan (Mat
saat, 2012)Kebanyakan luka memiliki derajat yang basah dikarenakan keberadaan eksudat.
Hal ini merupakan fenomena yang normal pada semua jenis luka dan dengan berbagai
etiologi. Produksi eksudat ini merupakan bagian dari proses inflamasi yang terjadi pada luka.
Pada luka operasi produksi eksudat adalah hal normal pada 48 hingga 72 jam, namun secara
umum bila eksudat yang dihasilkan banyak dan dalam tempo waktu yang panjang justru
mengakibatkakn keterlambatan penyembuhan luka. (Mat Saat, 2012)Matt Saat (2012)
mengemukakan evolusi kelembapan pada penyembuhan luka (moist wound healing) bahwa
cairan yang berlebihan pada luka kronis dapat menyebabkan dangguan kegiatan sel mediator
seperti growth factor pada jaringan. Banyaknya eksudat pada luka kronis dapat menimbulkan
maserasi dan perlukaan baru pada daerah sekitar luka sehingga konsep kelembapan yang
dikembangkan adalah keseimbangan kelembapan luka. Tujuan manajemenya adalah
melindungi kulit sekitar luka, menyerap eksudat, mempertahankan kelembapan dan
mendukung penyembuhan luka dengan menetukan jenis dan fungsi balutan yang akan
digunakan. Balutan tersebut harus bersifat memberikan kelembapan bila luka kering dan
menyerap kelembapan bila luka
.
d. Epitelization Advancement Management (Manajemen Tepi Luka)
Perkembangan tepi luka dalam pengertian keratinosit dan kontraksi luka adalah satu dari
indicator utama penyembuhan luka. Secara sederhana keratinosit tidak mampu berproliferasi
dan mengangkat seluruh jaringan nekrotik, biofilm, hipergranulasi, slough, munculnya kalus.
Untuk menghilangkan lingkungan yang merugikan dalam proses penyembuhan luka, maka
perlu dilakukan debridement. Pengendalian infeksi serta peradangan yang berlebihan harus
dicapai untuk mengurangi tingkat prostease ke level normal sehingga dengan kondisi tersebut
replica sel epitel dapat terjadi.Proses epiletisasi adalah proses penutupan luka yang dimulai
dari tepi luka, sedangkan proses penutupan luka terjadi pada fase poliferasi. Tepi luka yang
siap melakukan proses penutupan (epitelisasi) adalah tepi luka yang halus, bersih, tipis,
menyatu dengan dasar luka, dan lunak. Dasar luka yang belum menyatu dengan tepi luka
disebabkan oleh adanya kedalaman, undermining, atau jaringan mati. Jika di tepi luka masih
ada nekrosis jaringan nekrosis tersebut harus diangkat. Jika ada undermining dan kedalaman
maka proses granulasi harus dirangsang dengan menciptakan konsidi yang sangat lembab dan
seimbang. Jika terjadi kesamaan antara tinggi luka dengan tepi luka maka proses epitelisasi
dapat terjadi dengan baik dan rata.

BAB III
3.1 Kesimpulan
TIME terdiri dari berbagai strategi yang dapat dilakukan pada berbagai macam tipe luka yang
berbeda-beda untuk mengoptimalkan penyembuhan luka. International Wound Bed
Preparation Advisory Board (IWBPAB) banyak mengembangkan konsep persiapan dasar
luka. Persiapan dasar luka adalah penatalaksanaan luka sehingga dapat meningkatkan
penyembuhan dari dalam tubuh diri sendiri atau memfasilitasi efektifitas terapi yang lain.
Metode ini bertujuan mempersiapkan dasar luka dari adanya infeksi, benda asing, atau
jaringan mati menjadi merah terang dengan proses epitelisasi yang baik.

3.2 Saran
bagi pembaca, agar menjadi lebih baik dari sebelumnya dan lebih memahami lagi tentang
MANAJEMEN TIME .Berpikir positif, lebih dewasa dan berpikir kedepan untuk
mendapatkan solusi bagi setiap masalah
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.ump.ac.id/9462/3/Maulida%20Khoerunisa%20BAB%20II.pdf
https://123dok.com/document/qm64rp8y-prinsip-time-manajemen-perawatan-luka.html

Anda mungkin juga menyukai