Anda di halaman 1dari 90

ii

KATA PENGANTAR

Upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dilakukan dengan


berbagai cara, antara lain dengan pembaruan kurikulum dan pelatihan bagi
guru. Dengan harapan guru akan mengubah model atau pendekatan
pembelajaran di sekolah yang lebih bermakna.
Kita menyadari bahwa diperlukan upaya perbaikan kualitas
pembelajaran di sekolah. Selama ini pembelajaran guru-guru di sekolah masih
berfokus pada konten saja dan belum mengajarkan cara berpikir dan nilai-nilai
yang ada dalam pembelajaran. Dengan harapan guru dapat menyajikan
pembelajaran bermakna yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu upaya yang dapat digunakan untuk memperbaiki pembelajaran di
sekolah adalah melalui Pendekatan Teaching Trough Problem Solving (TTP).
Modul Teaching Trough Problem Solving (TTP) disusun sebagai salah
satu bahan ajar dalam pelaksanaan Program Induksi Guru Pemula (PIGP)
bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di lingkungan Dinas Pendidikan Kota
Surabaya. Dalam modul ini disajikan materi pemahaman konseptual,
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Teaching Trough Problem
Solving (TTP), lesson plan berbasis pendekatan Teaching Trough Problem
Solving (TTP), panduan penyusunan best practice bagi guru, dan panduan
bagi guru untuk membuat video pembelajaran yang baik. Dengan demikian
modul ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan
pendidikan di Kota Surabaya.

Surabaya, 21 November 2021

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i


KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. v
BAB I PEMAHAMAN KONSEPTUAL MATEMATIKA .............................. 1
A. Pengertian Konsep dalam Matematika ............................................. 1
B. Pemahaman Konseptual dalam Matematika..................................... 3
C. Rich Task ......................................................................................... 7
BAB II MATHEMATICAL ARGUMENTATION ......................................... 10
A. Mathematical Argumentation ............................................................ 10
B. Strategi Pembelajaran Matematika Berbasiskan
Mathematical Argumentation ............................................................ 11
C. Penerapan Mathematical Argumentation di Kelas ............................ 12
D. Pentingnya Representasi dalam Pemahaman Konseptual
Matematika ....................................................................................... 15
BAB III TEACHING THROUGH PROBLEM-SOLVING (TTP) ................. 19
A. Pengertian Teaching Through Problem Solving ................................ 19
B. Sintaks Teaching Through Problem Solving ..................................... 20
C. Bansho ............................................................................................. 21
D. Neriage Map ..................................................................................... 25
BAB IV LESSON PLAN .......................................................................... 27
A. Pengertian Lesson Plan .................................................................... 27
B. Teaching Through Problem Solving (TTP) Lesson Plan ................... 29
C. Struktur Teaching Through Problem Solving (TTP)
Lesson Plan ...................................................................................... 30
BAB V PEDOMAN PENYUSUNAN BEST PRACTICE BAGI GURU ....... 50
A. Pengertian Best Practice .................................................................. 51
B. Karakteristik Laporan ........................................................................ 51
C. Isi Best Practice ................................................................................ 52
D. Teknik Penulisan dan Penyusunan Naskah Laporan ........................ 53
E. Penilaian Best Practice ..................................................................... 53
BAB VI PEMBUATAN VIDEO PEMBELAJARAN .................................... 59

iii
A. Pengertian dan Manfaat Video Pembelajaran ................................... 59
B. Karakteristik dan Kriteria Media Video .............................................. 61
C. Tahap Pembuatan Video Pembelajaran ........................................... 62
D. Peralatan dan Manfaat pada Videografi ............................................ 64
E. Teknik Simulasi Blended/ Hybrid Learning ........................................ 69
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 74

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Contoh soal deductive reasoning ....................................... 14


Gambar 2.2 Contoh Soal Inductive Reasoning ....................................... 14
Gambar 2.3 Connectionist’s View ........................................................... 15
Gambar 2.4 Contoh soal representasi matematika tentang segitiga ....... 16
Gambar 2.5 Contoh penerapan koneksi dasar matematika konkret
di sekolah dasar ................................................................... 17
Gambar 2.6 Model of Argumentation ...................................................... 17
Gambar 3.1 Sintaks TTP......................................................................... 20
Gambar 3.2 Struktur Bansho .................................................................. 23
Gambar 3.3 Contoh Bansho ................................................................... 24
Gambar 3.4 Soal/ Masalah Matematika .................................................. 26
Gambar 3.5 Contoh Neriage Map ........................................................... 26
Gambar 4.1 Struktur TTP Lesson Plan ................................................... 31
Gambar 6.1 Strategi Blended/ Hybrid Learning ....................................... 70

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penilaian Lesson Plan ........................................... 62


Lampiran 2 Instrumen Penilaian Video Pembelajaran ............................... 63
Lampiran 3 Instrumen Penilaian Best Practice .......................................... 69

vi
BAB I
PEMAHAMAN KONSEPTUAL MATEMATIKA

Matematika merupakan salah satu muatan pelajaran yang diajarkan di


sekolah. Bahkan sebenarnya kita belajar dan sudah mengenal matematika
sejak dari usia dini. Matematika merupakan proses kegiatan yang berdasarkan
penalaran, bukan menekankan dari hasil observasi atau eksperimen,
matematika terbentuk karena pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,
proses dan penalaran (Russeffendi dalam Rahmah, 2018:2). James dan
James dalam Rahmah (2018:3) menyatakan bahwa Matematika merupakan
ilmu logika, bentuk, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan
satu sama lain. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pentingnya
kita belajar matematika untuk meningkatkan proses bernalar dan
menggunakan logika berpikir. Itu berarti bahwa matematika bermakna,
dibutuhkan, dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi, dalam
kenyataannya ketika siswa sudah lulus dari sekolah justru tidak menggunakan
ilmu matematika yang dipelajari selama di sekolah untuk kehidupan sehari-
hari atau pun sebagai pendukung dalam kecakapan hidup di masa depan. Hal
tersebut terjadi karena selama ini kita belajar matematika hanya berfokus pada
konten saja dan masih menganggap matematika diidentikkan dengan angka
tanpa nilai belum pada mathematical thinking dan value. Tanpa kita sadari
bahwa belajar matematika dengan mathematical thinking akan mengajarkan
kita untuk berpikir kritis, kreatif, sistematis, menalar, dan menyelesaikan
masalah dalam kehidupan kita sehari-hari (Schneider, 1999). Dengan belajar
matematika dengan mathematical value akan mengajarkan kita untuk hidup
lebih jujur, cermat, teliti, kreatif, dan pantang menyerah (Hasan, 2010).
Dengan demikian pembelajaran matematika akan lebih bermakna dan
bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

A. Pengertian Konsep dalam Matematika


Matematika merupakan suatu bidang yang memiliki karakteristik
unik yang berbeda dengan bidang lainnya. Salah satu karakteristiknya

1
adalah objeknya bersifat abstrak. Salah satu objek abstrak di dalam
matematika adalah konsep.
Konsep dalam matematika diartikan sebagai ide abstrak yang
memungkinkan manusia mengelompokkan objek-objek ke dalam contoh
dan bukan contoh (Gagne dalam Russefendi, 2006:142). Sedangkan
Martin mendefinisikan konsep sebagai suatu proses pengelompokan atau
mengklasifikasikan sejumlah objek, peristiwa atau ide yang serupa
menurut sifat-sifat atau atribut nilai tertentu yang dimiliki ke dalam suatu
kategori. Hal ini senada dengan pengertian konsep menurut Farrel dan
Farmer yang mencoba mengartikan konsep sebagai suatu klasifikasi dari
objek-objek, sifat-sifat objek, atau kejadian-kejadian yang ditentukan
dengan cara mengabstraksikannya (Musliana, 2007:7). Hal ini juga
didukung oleh Bruning, Schraw & Roning (1995:57) yang mendefinisikan
konsep sebagai struktur mental sehingga kita dapat merepresentasikan
kategori yang bermakna.
Selain itu, konsep merupakan bangunan dasar untuk berpikir dan
berkomunikasi (Ibrahim, 2010:60). Konsep dapat memberi rangsangan
pada siswa untuk mengklasifikasikan berbagai objek, ide, dan membuat
aturan dan prinsip tentang sesuatu hal. Konsep juga dapat menjadi
fondasi bagi skemata ide yang membentuk suatu pemikiran. Sebenarnya,
konsep-konsep dipelajari sejak usia muda dan berkesinambungan sejalan
dengan usia manusia. Konsep berkembang dari sesuatu yang sederhana
menjadi sangat kompleks.
Lebih lanjut Bell (dalam Suradi, 1992) mengemukakan bahwa
konsep dalam matematika adalah ide abstrak matematika yang
memungkinkan manusia untuk dapat mengklasifikasikan
(mengelompokkan) objek atau kejadian, dan menerangkan apakah objek
atau kejadian itu merupakan contoh atau bukan contoh dari ide tersebut.
Misalkan konsep persegi maka persegi merupakan ide abstrak yang
dapat digunakan untuk mengklasifikasi objek menjadi contoh konsep
persegi atau bukan contoh persegi.

2
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep
dalam matematika merupakan suatu ide abstrak yang digunakan untuk
pengklasifikasian sekumpulan objek. Misalkan konsep tiga, selama ini kita
terjebak bahwa tiga adalah 3. Secara tidak langsung kita mendefinisikan
simbol 3 sebagai konsep tiga. Sementara konsep “tiga” sanggatlah
abstrak bagi anak-anak sehingga perlu suatu penyimbolan.

B. Pemahaman Konseptual dalam Matematika


Pemahaman konseptual merupakan salah satu keterampilan
matematika berdasarkan National Centre for Education Statistics (NCES).
NCES menjelaskan kemampuan matematika terdiri dari: (Al dkk, 2019)
1. Pemahaman konseptual (Conceptual Understanding)
Students demonstrate conceptual understanding in mathematics when
they provide evidence that they can recognize, label, and generate
examples of concepts; use and interrelate models, diagrams,
manipulatives, and varied representations of concepts; identify and
apply principles; know and apply facts and definitions; compare,
contrast, and integrate related concepts and principles; recognize,
interpret, and apply the signs, symbols, and terms used to represent
concepts.
2. Pengetahuan Prosedural (Procedural Knowledge)
Students demonstrate procedural knowledge in mathematics when
they select and apply appropriate procedures correctly; verify or justify
the correctness of a procedure using concrete models or symbolic
methods; or extend or modify procedures to deal with factors inherent
in problem settings. Procedural knowledge encompasses the abilities
to read and produce graphs and tables, execute geometric
constructions, and perform non-computational skills such as rounding
and ordering.
3. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Students demonstrate problem-solving in mathematics when they
recognize and formulate problems; determine the consistency of

3
data; use strategies, data, and models; generate, extend, and modify
procedures; use reasoning in new settings, and judge the
reasonableness and correctness of solutions.

Beberapa indikator seseorang yang memiliki pemahaman konsep


matematis adalah sebagai berikut.
1. Menyatakan ulang sebuah konsep
Menyatakan ulang konsep adalah kemampuan anak untuk
mengungkapkan atau mendefinisikan kembali secara lisan ataupun
tulisan mengenai sebuah konsep yang telah dipelajarinya.
Contoh:
Apa yang kalian ketahui tentang bilangan prima?
Jawab:
Bilangan prima adalah suatu bilangan yang hanya memiliki dua faktor
yaitu satu dan dirinya sendiri. Seperti 2, 3,5,7,11, dst,
2. Mengklasifikasikan objek menurut sifat tertentu sesuai dengan
konsepnya.
Pada kemampuan ini anak mampu mengklasifikasikan objek-objek
menurut sifat tertentu yang telah diakomodir oleh anak itu sendiri.
Contoh:
Terdapat banyak gambar bangun datar, ketika anak mampu
mengklasifikasikan mana yang bangun segi empat segi tiga, segi lima,
dst. Maka anak tersebut memiliki kemampuan pemahaman konsep
bangun datar dilihat dari sifat jumlah sisinya.
3. Memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep
Pada indikator ini, anak mampu menentukan mana yang contoh dari
konsep matematika yang mereka pahami dan mana yang bukan
merupakan contohnya dengan alasan yang rasional.
4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.
Dalam indikator ini, anak mampu menyajikan sebuah konsep dalam
beberapa bentuk representasi matematis yang masih relevan dengan
konsep yang dipahaminya.

4
5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep.
Indikator ini lebih mengarah pada bagaimana anak mampu
menentukan syarat yang memang perlu atau mutlak atau syarat
minimal untuk menentukan objek menjadi bagian dari konsep yang
telah ditetapkan.
6. Menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau
operasi tertentu.
Anak yang telah memahami sebuah konsep mampu menggunakan
dan memilih prosedur penyelesaian permasalahan sesuai dengan
syarat minimal penyelesaian masalah dan memiliki koherensi yang
logis.
7. Mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah
Pengaplikasian konsep dalam sebuah pemecahan masalah
merupakan salah satu tanda bahwa anak mampu memahami sebuah
konsep karena konsep tersebut digunakan secara real.
Contoh pemahaman konseptual dalam matematika.
Seorang anak mendapat perintah dari gurunya untuk menggambarkan
pecahan ¼. Kemudian beberapa anak menggambar seperti gambar di
bawah ini. Menurut kalian, bagaimana pemahaman konsep anak-anak
tersebut dengan pecahan ¼?

5
Mengapa kita harus fokus di dalam pembelajaran konseptual dalam
matematika.
1. Konsep adalah sebuah ide yang abstrak
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa konsep adalah sebuah ide yang
sangat abstrak bagi anak-anak sehingga perlu jembatan agar konsep
itu dapat dipahami oleh anak-anak secara holistik.
2. Sebuah konsep dapat direpresentasikan ke dalam beberapa bentuk
baik itu semi konkret maupun konkret.
Konsep yang berupa ide yang abstrak dapat diubah dalam bentuk
representasi yang memudahkan anak untuk memahami. Seperti
konsep segitiga, mungkin terlalu abstrak bagi anak, namun ketika
diwujudkan dalam gambar segitiga, anak-anak akan mampu
memahami konsep segitiga dengan lebih mudah.
3. Pembelajaran yang menanamkan pemahaman konsep melibatkan
proses abstraksi dan generalisasi, dan hal ini hal yang menyulitkan
bagi siswa.
Dalam proses memahami sebuah konsep, anak membutuhkan
kemampuan berpikir yang tinggi agar konsep dapat dipahami dengan
utuh. Sehingga dibutuhkan model pembelajaran yang khusus yang
menanamkan pemahaman konsep secara sistematis.
4. Hubungan antara representasi yang berbeda adalah suatu hal yang
penting untuk meningkatkan pembelajaran konseptual.
Dalam matematika, representasi konsep-konsep dalam matematika
sangat beragam dan dibutuhkan hubungan di antara representasi-
representasi tersebut. Penemuan dan pengembangan hubungan itu
akan menanamkan proses berpikir tingkat tinggi bagi anak-anak
maupun guru.
Permasalahan berikutnya yang muncul adalah bagaimana
membelajarkan pemahaman konseptual dalam matematika. Tentunya
dibutuhkan jembatan yang mampu membuat anak berpikir dan analisis.
Hal yang paling dekat dengan anak adalah tugas-tugas atau masalah-
masalah yang harus diselesaikan oleh anak. Namun tugas yang

6
bagaimana yang harus kita berikan untuk menanamkan pemahaman
konseptual pada anak? Berikutnya kita akan bahas Rich task.

C. Rich Task
Rich Task memiliki berbagai karakteristik yang bersama-sama
menawarkan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang
berbeda. Rich task mengandung permasalahan yang berada dalam
konteks sehari–hari anak atau sesuatu yang dapat diimajinasikan. Dalam
rich task, anak menggunakan penalaran untuk menunjukkan proses
penemuan penyelesaiannya. Selain itu rich task memiliki karakteristik
antara lain sebagai berikut:
● dapat diakses oleh berbagai anak karena menawarkan proses berpikir
bukan hanya sekadar penyelesaian tugas.
● menarik anak dengan titik awal yang menarik atau penemuan awal
yang menarik
● menawarkan peluang untuk kesuksesan awal sehingga menarik anak
untuk melanjutkan proses berpikirnya.
● menantang anak untuk berpikir sendiri
● menawarkan tingkat tantangan yang berbeda (rendah - sedang -
tinggi)
● memungkinkan peserta didik untuk mengajukan pertanyaan mereka
sendiri
● memungkinkan untuk metode yang berbeda dan berbagai tanggapan
● menawarkan peluang untuk mengidentifikasi solusi yang elegan atau
efisien
● memiliki potensi untuk memperluas keterampilan peserta didik atau
memperdalam pemahaman matematika mereka
● mendorong kreativitas dan aplikasi imajinatif dari pengetahuan
● memiliki potensi untuk mengungkapkan pola atau mengarah ke
generalisasi
● mendorong kolaborasi dan diskusi

7
● mendorong peserta didik untuk mengembangkan rasa percaya diri
dan kemandirian
Tidak semua rich task memiliki semua karakteristik di atas, namun
beberapa karakteristik yang dikolaborasikan dalam proses belajar yang
menunjukkan keaktifan siswa sudah cukup untuk dikatakan sebuah
tugas adalah rich task.
Rich Task dan cakupan kurikulum tidak bertentangan satu sama
lain. Rich Task dapat menawarkan kesempatan untuk mengeksplorasi
dan mengembangkan pemahaman konsep matematika yang merupakan
bagian dari kurikulum. Sifat Rich Task memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mempertanyakan dan mengembangkan pemahaman
mereka tentang ide-ide matematika, dan untuk mendapatkan
kepercayaan diri untuk menerapkan pengetahuan mereka dalam
berbagai konteks, bahkan yang tidak dikenal.
Rich Task mendorong peserta didik untuk berpikir kreatif, bekerja
secara logis, mengkomunikasikan ide-ide, mensintesis hasil mereka,
menganalisis sudut pandang yang berbeda, mencari kesamaan dan
mengevaluasi temuan.
Dalam "Better Mathematics: A Curriculum Development Study", Afzal
Ahmed of West Sussex Institute of Higher Education menawarkan
beberapa kriteria untuk mengidentifikasi rich task yang dinamai "Rich
Mathematical Activity" in 1987:
● harus dapat diakses oleh semua orang di awal
● perlu memungkinkan tantangan lebih lanjut dan dapat diperpanjang
● harus mengundang anak-anak untuk membuat keputusan
● harus melibatkan anak-anak dalam
○ berspekulasi
○ pembuatan dan pengujian hipotesis
○ membuktikan atau menjelaskan
○ mencerminkan
○ menafsirkan
● seharusnya tidak membatasi anak-anak untuk mencari ke arah lain

8
● harus mempromosikan diskusi dan komunikasi
● harus mendorong orisinalitas/penemuan
● harus mendorong "bagaimana jika?" dan "bagaimana jika tidak?"
pertanyaan
● harus memiliki unsur kejutan
● harus menyenangkan.
Karakteristik-karakteristik di atas juga tidak harus berada dalam satu
tugas. Beberapa kriteria yang mampu menanamkan pemahaman
konseptual anak dapat juga disebut rich task.
Perhatikan contoh dua tugas di bawah ini!

Tugas 1 Tugas 2

Mengapa sepeda menggunakan roda


yang berbentuk lingkaran bukan roda

a. Beri tanda titik pusat lingkaran? yang berbentuk kotak?

b. Gambarkan jari-jari lingkaran di


atas?
c. Sebutkan sifat-sifat bangun
datar lingkaran!

Coba analisis, mana yang termasuk rich task! Lalu karakteristik mana
saja yang kalian gunakan sebagai dasar untuk menentukan hal tersebut!

9
BAB II
MATHEMATICAL ARGUMENTATION

Matematika ada dalam kehidupan sehari-hari, tetapi sering tidak


disadari. Padahal matematika sebagai salah satu disiplin ilmu memiliki peran
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, bernalar secara logis,
sistematis, cermat, dan kreatif dalam mengomunikasikan gagasan dan
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan ini dapat
menjadi modal untuk dapat menguasai dan memanfaatkan kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS) di era revolusi industri yang
semakin pesat.
Untuk memenuhi tuntutan zaman dimana sekolah menjadi basis
pengembangan kemampuan atau kecakapan hidup siswa. Di tingkat dasar,
khususnya di SD, salah satu kemampuan yang perlu dikembangkan adalah
penalaran dan matematika sebagai salah satu bidang studi yang dapat
memfasilitasi pengembangan kemampuan tersebut. Berdasarkan
kemampuan penalaran siswa dalam mengatasi suatu masalah dan
kemampuan siswa dalam mengomunikasikannya, maka diperlukan kegiatan
yang mampu mengakomodasi kemampuan matematis siswa tersebut, salah
satunya melalui mathematical argumentation atau argumentasi matematika.
Argumentasi matematika mengajak siswa agar dapat menggunakan
pengetahuan-pengetahuannya terdahulu untuk membangun argumen-
argumen yang menguatkan atau menentang dari diskusi yang disajikan guru
di kelas melalui masalah-masalah matematis.

A. Mathematical Argumentation
Toulmin (2003) mendefinisikan argumentasi sebagai diskursus
beralasan—dan masuk akal—tentang suatu masalah yang diperdebatkan,
di mana unsur rasionalitas lebih dimunculkan daripada unsur emosional,
dan disampaikan melalui berbagai cara penalaran. Hanna dan de Villers
(2008) menjelaskan bahwa untuk memberikan argumen yang tepat maka
perlu didukung oleh penalaran yang valid sehingga dapat menarik

10
kesimpulan yang diperlukan. Mathematical argumentation atau
argumentasi matematika ini merupakan sebuah pembuktian melalui hasil
penalaran yang bertujuan untuk mendukung atau menentang sebuah
klaim matematika. Kegiatan pembelajaran disajikan di dalam sebuah
diskusi kelas. Selanjutnya klaim ini harus didasarkan pada bukti-bukti yang
relevan sebagai dasar untuk mendukung atau menentangnya melalui
sebuah diskursus yang disajikan guru.
Jadi apa itu argumentasi? Argumentasi dapat diartikan sebagai
suatu proses penalaran secara sistematis untuk mendukung suatu
gagasan. Argumen perlu didukung oleh pembenaran dan pembenaran
harus diperoleh dari penalaran matematis.
Berdasar standar proses NTCM dalam proses argumentasi
matematika perlu adanya Reasoning and proof yang meliputi:
1. Mengenali penalaran dan pembuktian sebagai aspek fundamental
matematika
2. Membuat dan menyelidiki dugaan matematika
3. Kembangkan dan evaluasi argumen dan bukti matematika
4. Pilih dan gunakan berbagai jenis penalaran dan metode pembuktian

B. Strategi Pembelajaran Matematika Berbasiskan Mathematical


Argumentation
Dalam menerapkan pembelajaran yang berbasis pada argumentasi
matematika, ada beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan. Menurut
Durand-Guerrier et al (2011), pertimbangan penggunaan mathematical
argumentation di dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
1. Jenis tugas berupa open-ended problem, seperti pernyataan tentang
kebenaran atau kesalahan dari suatu masalah yang disajikan di mana
peran siswa diaktifkan di dalam pengambilan keputusan dari
pemecahan masalah tersebut, studi kritis argumentasi siswa, diskusi
tentang dasar pembenaran, bercerita, atau bekerja pada
pengembangan bukti.

11
2. Manajemen kegiatan, seperti diskusi siswa, pembuatan karya tulis,
penggunaan perangkat lunak, diagram, dan instrumen. Untuk teknik
manajemen kelas dapat berupa penggunaan diagram penalaran,
meta-level diskursus, mengelola register semiotik yang berbeda,
diskusi seluruh kelas, bekerja dalam kelompok, dan bekerja secara
individual.
3. Peran masing-masing siswa dan guru di dalam kegiatan di kelas.
Menurut Hoffkamp Schneider dan Paravicini (2013), desain
pembelajaran berbasiskan mathematical argumentation terdiri atas
tiga tahap, yaitu:
a. Tahap informasi, di mana siswa diberikan informasi tentang dasar-
dasar logika dan metode dengan bukti yang ’kontradikti’;
b. Tahap kognisi, merupakan sesi latihan di mana bukti matematika
dianalisis dan dibandingkan;
c. Tahap metakognisi, berupa sesi latihan yang menyediakan
kegiatan untuk berpikir tentang argumentasi dan bukti.

C. Penerapan Mathematical Argumentation di Kelas


Penerapan mathematical argumentation di kelas diawali dengan
memberikan masalah matematika. Untuk memecahkan masalah tersebut,
siswa akan menerima Lembar Kerja (LK). Sebagai contoh:
Tiga anak laki-laki, Ali, Baba dan Chandra sedang bermain di dalam
kelas. Tiba-tiba terdengar suara kaca pecah yang keras dari guru, Bu
Suzie. Dia bergegas ke kelas dan melihat kaca jendela pecah.
Bu Suzie : “Siapa yang memecahkan kaca jendela?”
Ali : "Baba memecahkan kaca jendela.“
Baba : Chandra memecahkan kaca jendela.”
Chandra : “Saya memecahkan kaca jendela.”
Jika hanya satu anak laki-laki yang mengatakan yang sebenarnya,
lalu siapa yang memecahkan kaca jendela?

12
Pada soal tersebut siswa diminta melakukan analisis siapa yang
telah memecahkan kaca jendela. Setiap pilihan harus dilengkapi dengan
alasan atau argumen. Prediksi argumen siswa yang muncul terkait
dengan pilihannya pada tahap argumentasi. Pada tahap argumentasi
kelas, masing-masing memberikan tanggapan terhadap argumen lainnya.
Tanggapan dapat berupa dukungan, sanggahan, ataupun pertanyaan.
Pada tahap mediasi kelas, guru mengumpulkan argumen setiap kelompok
dan membahas bersama-sama tentang kelebihan dan kekurangannya.
Selanjutnya, pada tahap integrasi pengetahuan, siswa memperoleh
pengetahuan sebenarnya melalui proses konfirmasi oleh guru dan disertai
dengan data-data yang berlaku secara umum.
Dalam menerapkan mathematical argumentation pada
pembelajaran matematika di kelas, hal yang perlu diperhatikan adalah
pengetahuan siswa terhadap materi prasyarat. Pengetahuan ini akan
menyokong argumentasi-argumentasi yang muncul untuk membangun
sebuah klaim matematika. Dalam pengambilan keputusan tersebut
simpulan dapat diperoleh malalui deductive reasoning maupun inductive
reasoning.
1. Deductive Reasoning
Deductive reasoning merupakan proses menggunakan pernyataan
umum dan penalaran logis untuk mencapai kesimpulan khusus.
(Blitzer, R. F. (2011). Thinking mathematically. 5th ed. Boston, MA:
Pearson.)

13
Gambar 2.1. Contoh soal deductive reasoning

Dari Contoh soal tersebut ada pernyataan umum yang sesuai dan
tidak sesuai serta perlu atau tidaknya sebuah digunakan sebagai
pendukung prasyarat mencapai kesimpulan dan penalaran logis
diperlukan.
2. Inductive Reasoning
Inductive Reasoning merupakan Proses sampai pada
kesimpulan umum berdasarkan pengamatan contoh-contoh khusus.
(Blitzer, R. F. (2011). Thinking mathematically. 5th ed. Boston, MA:
Pearson)

Gambar 2.2 Contoh Soal Inductive Reasoning

14
Peran guru dalam memberikan petunjuk dalam argumentasi bisa
dilakukan selama memungkinkan untuk memacu daya berpikir siswa.
Dengan adanya diskusi berpasangan maupun diskusi dalam kelompok
besar bersama dengan guru maka proses pemahaman konsep yang
diperoleh akan

D. Pentingnya Representasi dalam Pemahaman Konseptual Matematika


Kemampuan merepresentasikan suatu konsep matematika
merupakan suatu hal yang menjadi tujuan pembelajaran. Guru sebagai
fasilitator hendaknya mempromosikan pemahaman konseptual tersebut
dengan menarik dan mendukung siswa membangun konsep berpikir
matematisnya melalui berbagai diskusi dan argumentasi.

Gambar 2.3 Connectionist’s View


(Skemp, R. R. (1989))
Berdasarkan bagan tersebut apabila bagian satu dan lainnya
terkoneksi maka akan diperoleh pemahaman antara satu sama lain.

15
Indikator teori Pemahaman Skemp meliputi: kemampuan siswa untuk
mengklasifikasikan objek berdasarkan persyaratan yang dapat
membangun konsep, kemampuan siswa menerapkan konsep,
kemampuan siswa memberikan contoh suatu konsep, kemampuan siswa
mempresentasikan konsep dalam representasi matematika, kemampuan
siswa menghubungkan berbagai konsep matematika, dan kemampuan
mengembangkan syarat dan ketentuan yang diperlukan sebuah konsep.

Gambar 2.4 Contoh soal representasi matematika tentang segitiga

Dalam penggunaan benda konkret sebagai salah satu kegiatan


pembelajaran akan memberikan pemahaman dan menjadi koneksi antara

16
satu konsep dengan konsep lain yang saling terhubung sehingga
memudahkan siswa menemukan konsep baru.

Gambar 2.5 Contoh penerapan koneksi dasar matematika konkret di sekolah


dasar

Memasukkan argumen dalam pembelajaran dapat berupa


pertanyaan yang dapat menjadi pemicu siswa berprikir kritis, apakah
pernyataan tersebut sudah tepat, apakah pernyataan tersebut selalu benar
dan mengapa pernyataan tersebut benilai kebenaran.

Gambar 2.6 Model of Argumentation

17
Dalam argumentasi tidak lepas dari permasalahan singkat yang
dihadirkan kemudian menentukan hubungan dan memutuskan apakah
pernyataan tersebut benar atau tidak dengan membuat, berdiskusi,
membandingkan dan menentukan mana yang paling tepat. Setelah
diperoleh keputusan maka dapat diambil kesimpulan dan kesepakatan
dalam menjawab permasalahan yang diberikan. Ketepatan dalam
argumentasi tentunya tidak lepas dari prasyarat bahwa siswa telah
menguasai dasar utama sebelum menjawab pertanyaan dan dapat
menghubungkan dengan pernyataan-pernyataan yang timbul dari diskusi
untuk menentukan penyelesaian.

18
BAB III
TEACHING THROUGH PROBLEM-SOLVING
(TTP)

A. Pengertian Teaching Through Problem Solving


Mengajar matematika bukan hanya sekadar menjelaskan materi/
konsep, memberi contoh cara pengerjaan soal, memberikan latihan soal,
dan mengevaluasi soal yang dikerjakan siswa. Akan tetapi mengajar
matematika perlu menyelesaikan masalah dan membangun konsep
pengetahuan tentang materi matematika. Dengan kata lain, siswa
diberikan suatu permasalahan, kemudian siswa membangun konsep dari
pemecahan permasalahan tersebut. Tetapi siswa harus memahami
konsep prasyarat sebelumnya. Dengan begitu siswa akan menemukan
konsep sendiri dan dengan bimbingan guru siswa akan diarahkan ke
konsep yang lebih luas. Pembelajaran tersebut lebih kita kenal dengan
teaching through problem solving.
Menurut Teh Kim Hong (2021) teaching through problem solving
merupakan model pembelajaran yang menekankan proses memanfaatkan
pengetahuan sebelumnya untuk memahami dan menemukan pemecahan
suatu permasalahan. Dulu pembelajaran matematika selalu diawali
dengan penjelasan dari guru, pemberian contoh soal latihan. Sekarang
sudah tidak lagi. Dalam pembelajaran matematika, guru harus mengecek
pengetahuan awal siswa dengan memberikan introduction. Ketika siswa
sudah merespon dan mengonfirmasikan pengetahuan prasyarat, guru
memberikan tugas untuk diselesaikan oleh siswa secara berkelompok
untuk diskusi. Dengan demikian siswa akan mampu mengembangkan
pengetahuannya secara individu di dalam kelompok.
Ketika guru menjelaskan materi jangan memberikan konsep di
bawah level pengetahuan siswa. Guru harus mengajar materi di atas level
pengetahuan siswa, supaya pengetahuan siswa semakin meningkat. Akan
tetapi guru harus tetap mengecek pengetahuan awal (prasyarat) agar bisa
mengaitkan dengan pelajaran yang akan dipelajari.

19
Donaldson (2011) menyebutkan bahwa teaching through problem
solving adalah pendekatan instruksional di mana guru menggunakan
pemecahan masalah sebagai sarana utama untuk mengajarkan konsep
matematika dan membantu siswa mensintesis pengetahuan matematika
mereka. Jadi guru tidak serta merta memberikan konsep secara langsung
tetapi siswa menemukan sendiri konsep materi berdasarkan ide-ide hasil
pekerjaan siswa yang lain yang saling dikaitkan. Guru tetap memberikan
bimbingan dan arahan.
Adapun tujuan dari pembelajaran teaching through problem solving
diantaranya: (1) mengembangkan pemahaman konseptual (2)
memperluas pemahaman, (3) memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mencoba berbagai cara menemukan solusi dari setiap
permasalahan yang dihadapi. Jadi dapat disimpulkan bahwa teaching
through problem solving adalah pembelajaran yang bukan sekadar
berfokus pada ketercapaian tujuan belajar tetapi juga pada proses
memecahkan masalahnya.

B. Sintaks Teaching Through Problem Solving


Setiap model pembelajaran selalu memiliki sintaks. Adapun
sintaks dari pembelajaran teaching through problem solving seperti di
bawah ini

Gambar 3.1 Sintaks TTP

20
Penjelasan
a. Introduction
Guru melakukan apersepsi pembelajaran dengan pertanyaan kepada
siswa. Guru menggali pengetahuan awal siswa sebagai pengetahuan
prasyarat sebelum memulai pembelajaran. Pengetahuan awal siswa
sangatlah penting untuk mengaitkan dengan materi yang akan
dipelajari.
b. Posing The Problem
Menyajikan permasalahan kepada siswa. Masalah yang diberikan
kepada siswa sesuai dengan materi yang akan dipelajari.
c. Solving Problem
Siswa diberi kesempatan oleh guru untuk menemukan solusi
permasalahan yang diberikan. Siswa diberi waktu untuk
mengerjakannya. Kemudian guru membagi siswa ke dalam beberapa
kelompok untuk berdiskusi mencari solusi pemecahannya.
d. Discussing
Siswa berdiskusi di dalam kelompok. Setelah waktu berakhirnya, siswa
perwakilan masing-masing kelompok ke depan kelas, menempelkan
hasil pekerjaannya di papan tulis kemudian mempresentasikannya.
Siswa yang lain menanggapi hasil tampilan kelompok. Di akhir tampilan
kelompok guru mengarahkan siswa untuk menemukan konsep.
e. Summarizing
Siswa meringkas ide-ide dan menyimpulkan konsep pembelajaran yang
telah dipelajari..

C. Bansho
1. Pengertian
Bansho merupakan pemodelan organisasi yang efektif dalam
mengembangkan kemampuan mencatat (Yoshida, 2002 dalam LNS,
2011). Bansho merupakan istilah yang digunakan guru-guru Jepang
yang mengacu pada penggunaan dan pengorganisasian papan (LNS,
2011). Bansho juga menjadi contoh dalam melatih kemampuan siswa

21
dalam mencatat pelajaran yang telah dipelajari pada buku catatan
mereka.
Zarivnij dalam Basuki (2018) menyatakan bahwa dengan
Bansho, pemikiran matematika siswa menjadi eksplisit ketika
menyelesaikan masalah melalui pengorganisasian hasil kerja siswa
dan membangkitkan produksi pengetahuan melalui diskusi, organisasi
dan penjelasan matematis dari solusi siswa pada pembelajaran
pemecahan masalah. Dengan bansho diharapkan dapat membiasakan
siswa mampu memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi dalam
kehidupan.
Penelitian tentang bansho dilakukan oleh Takahashi (2006)
yang menyebutkan bahwa salah satu karakteristik pembelajaran
matematika di Jepang adalah dengan menggunakan Bansho. Guru-
guru Jepang menggunakan bansho sebagai bantuan visual agar siswa
dapat melihat koneksi antar konsep dan penyelesaian dari masalah
matematika yang menjadi bahan pembelajaran.
Zarivnij (2011) memaparkan bahwa bansho dapat menangkap
perkembangan pemikiran siswa secara individu dan kelompok. Strategi
tersebut memungkinkan siswa untuk:
a. memecahkan masalah dengan akal pikiran;
b. membangun pemahaman tentang strategi dan konsep dengan
mendengarkan, berdiskusi, dan merenungkan solusi;
c. membangun pemahaman konsep melalui koneksi yang ditulis oleh
guru di papan tulis.
2. Karakteristik Bansho
Bansho mempunyai beberapa karakteristik, diantaranya:
a. menulis pada papan tulis
b. berupa rekaman penjelasan materi pembelajaran
c. ada aturan dalam penulisannya
3. Tujuan Bansho
Dalam penerapan TTP diperlukan bansho sebagai jembatan
penyampaian materi pembelajaran. Bansho merupakan bagian penting

22
dalam penerapan pembelajaran TTP pada matematika. Adapun tujuan
bansho, diantaranya:
a. mencatat/ merekam pelajaran
b. membantu siswa mengingat dan berpikir apa yang perlu mereka
lakukan
c. membantu siswa melihat berbagai hubungan dalam kemajuan
pembelajaran
d. membantu pemikiran siswa untuk menemukan ide baru
e. membina keterampilan mencatat siswa yang terorganisir
4. Struktur Bansho
Bansho memiliki struktur tampilan. Adapun tampilan bansho dapat
dilihat pada gambar berikut ini,

Sumber : Teaching through Problem Solving: Bansho and Neriage Map Teh
Kim Hong tehkhrsm@gmail.com
Gambar 3.2 Struktur Bansho

Penjelasan
1. Problem (permasalahan)

23
Ketika memulai pembelajaran, guru menunjukkan permasalahan terkait
materi yang akan dipelajari. Permasalahan ini sekaligus untuk
mengonfirmasi pengetahuan awal siswa.
2. Task (tugas)
Guru memberikan tugas terkait pembelajaran yang akan dipelajari.
3. Student’s Idea (ide siswa)
Setelah memberikan tugas. Guru memberi waktu kepada siswa untuk
menuangkan ide-idenya. Siswa menunjukkan hasil pekerjaannya dan
ditempel di papan tulis. Memajang ide-ide siswa di papan tulis, guru, dan
siswa saling berdiskusi terkait ide-ide tersebut.
4. Summary (ringkasan)
Meringkas ide-ide siswa menjadi satu pemahaman konsep materi. Guru
bertanya jawab kepada siswa untuk mengarahkan siswa ke ringkasan
materi berupa konsep-konsep materi.
5. Exercise (berlatih)
Siswa mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan oleh guru..
6. What has been learnt? (apa yang telah dipelajari)
Siswa dengan bimbingan guru untuk merefleksi pembelajaran hari ini.

Sumber : Teaching through Problem Solving: Banshoand NeraigeMap Teh


Kim Hong tehkhrsm@gmail.com
Gambar 3.3 Contoh Bansho

24
D. Neriage Map
1. Pengertian Neriage Map
Neriage map merupakan suatu rencana yang digambarkan dalam
bentuk alur atau peta pemikiran siswa ketika berkolaborasi dalam diskusi
pembelajaran yang menerapkan teaching through problem solving (TTP).
Neriage map juga disebut sebagai jantung dari TTP. Di dalam neriage
map berisi temuan-temuan siswa, sehingga guru harus menyiapkan
antisipasi/ kemungkinan-kemungkinan jawaban siswa.
2. Tujuan Menyusun Neriage Map
Neriage map yang dibuat oleh guru dalam melaksanakan
pembelajaran TTP bertujuan untuk memandu guru agar fokus dalam
diskusi bersama siswa. Selain itu, melalui neriage map guru berperan
sebagai fasilitator bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir matematika, membantu siswa menemukan berbagai macam ide,
memeroleh fakta, konsep, dan solusi terhadap masalah yang disajikan.
3. Strategi Menyusun Neriage Map
Berikut merupakan strategi yang dilakukan seorang guru untuk
menyusun neriage map.
a. menentukan masalah
Masalah matematika yang disajikan adalah masalah yang bersifat
terbuka (open problem) atau biasa disebut rich task. Masalah tersebut
dapat diselesaikan dengan banyak cara (open process), ada berbagai
jawaban atau hasil yang benar (open product), dan ketika masalah
sudah terselesaikan, akan membuka jalan atau menjembatani ke
masalah-masalah yang lainnya (open ways to develop).
b. menentukan prediksi jawaban siswa
Guru menentukan prediksi jawaban siswa yang diperoleh dengan cara
yang paling umum atau mudah dilakukan sebagian anak.
c. menentukan prediksi jawaban siswa yang lain
Guru menentukan prediksi jawaban siswa yang lainnya, yang dapat
diperoleh dengan cara yang tidak umum dilakukan sebagian besar
oleh siswa.

25
d. mengidentifikasi argumentasi-argumentasi matematika siswa
e. menuliskan konsep-konsep yang ditemukan siswa
Guru menuliskan konsep-konsep yang diperoleh siswa dari hasil
berpikir matematikanya dalam menyelesaikan masalah yang disajikan.
4. Contoh Menyusun Neriage Map
a. Menyajikan permasalahan
Tentukan ada berapa cara untuk menghitung banyaknya titik pada
gambar berikut ini! Tuliskan dengan kalimat matematika yang benar!

Gambar 3.4 Soal/ Masalah Matematika

2. Menentukan alternatif jawaban siswa seperti berikut:

Gambar 3.5 Contoh Neriage Map

26
BAB IV
LESSON PLAN

A. Pengertian Lesson Plan


Dalam pembelajaran matematika berbasis Teaching Through
Problem Solving (TTP), hal yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu oleh
guru adalah lesson plan. Lesson plan merupakan perencanaan
pembelajaran yang dibuat oleh guru untuk memudahkan langkah
pembelajaran dalam pencapaian tujuan pembelajaran TTP.
Perencanaan program pembelajaran merupakan suatu penetapan
yang memuat komponen-komponen pembelajaran secara sistematis
(Philip Combs dalam Kurniawati, 2009:66). Sebagaimana pula yang
tertuang dalam Permendiknas No. 41 Tahun 2007 yang menyatakan,
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau lesson plan adalah rencana
yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran
untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi
dan telah dijabarkan dalam silabus.
Berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan, sebuah Lesson Plan
memiliki peran penting dalam pembelajaran karena Lesson Plan
merupakan salah satu pendukung pembelajaran sebagaimana
diungkapkan oleh Sanjaya bahwa:
1. Pembelajaran adalah proses yang bertujuan.
Sesederhana apapun proses pembelajaran yang berusaha diciptakan
oleh seorang guru di kelasnya, maka proses tersebut harus diarahkan
guna mencapai suatu tujuan pembelajaran. Maka sebuah
perencanaan dibutuhkan sebagai tolak ukur ketercapaian tujuan
pembelajaran yang dimaksud.
2. Pembelajaran adalah proses kerjasama.
Proses kerjasama yang direncanakan seorang guru tentu harus
memiliki perencanaan yang baik agar proses kerjasama yang terjalin
antara guru dan siswa dapat terukur sehingga pembelajaran yang

27
dikembangkan guru dapat merespon semua aspek yang dibutuhkan
oleh siswa terutama dalam memahami konsep matematika.
Dalam mencapai tujuan pembelajaran matematika berbasis TTP
sebuah Lesson Plan tentunya menjadi hal yang tidak dapat terpisahkan
dalam pelaksanaan pembelajaran seorang guru di kelas matematikanya.
Namun, sebelum TTP Lesson Plan dibuat guru harus memperhatikan
beberapa hal penting, di antaranya:
1. Tujuan Pembelajaran
Guru harus menentukan tujuan pembelajaran di awal pembelajaran
agar pembelajaran yang dilaksanakan di kelas lebih terarah dan dapat
terukur hasilnya. Pada penetapan tujuan pembelajaran guru harus
mengetahui mau dibawa ke mana siswanya selama pembelajaran di
kelas berlangsung nantinya.
2. Penilaian
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan, guru juga harus
menentukan penilaian apa yang akan digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa selama atau setelah pembelajaran berlangsung.
Apakah siswa telah mampu mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan?
Dalam pembelajaran matematika berbasis TTP penilaian tidak hanya
dilakukan di akhir pembelajaran tetapi juga dapat dilakukan di awal
dan selama pembelajaran. Penilaian singkat di awal pembelajaran
digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan awal yang
dimiliki oleh siswa sebagai sarana penghantar siswa untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang diharapkan.
3. Prosedur
Dalam pembelajaran matematika berbasis TTP, setiap tahap
pembelajaran TTP harus dilaksanakan secara runtut sebagai langkah
guru untuk membawa siswa menuju tujuan pembelajaran yang
diharapkan di awal pembelajaran serta memastikan hal apa yang perlu
dibenahi dalam pembelajaran berikutnya saat melaksanakan refleksi
pembelajaran.

28
4. Sumber belajar
Dalam menjalankan setiap tahap pembelajaran matematika berbasis
TTP guru juga harus menentukan sumber belajar sebagai referensi
materi bagi guru. Selain itu guru juga harus menentukan sumber
belajar bagi siswa sehingga sumber belajar tersebut dapat
menjembatani siswa dalam memecahkan masalah yang dibahas di
kelas untuk selanjutnya menemukan konsep yang menjadi tujuan
pembelajaran.
Sumber belajar bagi siswa juga diharapkan dapat menstimulasi
keaktifan dan kreativitas siswa dalam pembelajaran di kelas. Sumber
belajar yang dimaksud seyogyanya mudah diperoleh, familiar dengan
siswa, serta dapat diaplikasikan oleh siswa dalam pembelajaran di
kelas nantinya. Sebagai contoh, kita dapat menggunakan kertas lipat
untuk menjembatani siswa dalam memecahkan masalah serta
memahami konsep materi simetri lipat.
5. Prior Knowledge (Pengetahuan siswa sebelumnya)
Guru harus memastikan pengetahuan atau konsep yang dipahami
oleh siswa terlebih dahulu. Hal ini merupakan hal penting dalam
pelaksanaan pembelajaran matematika berbasis Teaching Through
Problem Solving (TTP).
Mengapa hal tersebut perlu dilakukan? Karena prior knowledge
(pengetahuan awal) siswa merupakan batu pijakan pertama guru untuk
menentukan langkah selanjutnya dalam pembelajaran matematika
berbasis TTP sehingga tujuan pembelajaran dapat memperoleh hasil
maksimal.

B. Teaching Through Problem Solving (TTP) Lesson Plan


Salah satu pendukung keberhasilan keterlaksanaan pembelajaran
matematika berbasis TTP adalah pembuatan Lesson Plan yang
diharapkan dapat menumbuhkembangkan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah serta memahami konsep dalam pembelajaran
matematika.

29
NCTM (2000: 182) menyatakan, “pemecahan masalah adalah
landasan matematika sekolah, tanpa kemampuan memecahkan masalah,
kemanfaatan dan kekuatan ide matematika,pengetahuan, dan
keterampilan sangat terbatas”. Siswa dapat menemukan aturan baru di
tingkat yang lebih tinggi yang tidak dapat diungkapkan, dengan
pemecahan masalah (Nasution, 2010). Senada dengan Nasution,
berpendapat Wilson, Fernandez, dan Hadaway (1993: 66) bahwa, "seni
pemecahan masalah adalah jantung dari matematika".
Sejalan dengan pendapat yang telah dikemukakan, TTP Lesson Plan
diharapkan dapat memberikan gambaran skenario pembelajaran
matematika yang efektif dan dapat meningkatkan kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah.
Agar siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dan maksimal
maka Lesson Plan yang nantinya menjadi acuan guru dalam mengajar di
kelas harus memenuhi setiap tahap pembelajaran Teaching Through
Problem Solving (TTP) yang meliputi:
1. Introduction
2. Posing the Problem
3. Student Problem Solving
4. Comparison and Discussion
5. Summarizing
Kelima tahap pembelajaran matematika berbasis TTP di atas
diharapkan dapat dilaksanakan secara berurutan dalam pembelajaran di
kelas matematika yang dilaksanakan oleh guru baik pembelajaran tersebut
dilaksanakan secara luring maupun daring. Setip tahap pembelajaran TTP
dapat dikondisikan sesuai dengan mode pembelajaran yang dilaksanakan
oleh guru dan siswa.

C. Struktur Teaching Through Problem Solving (TTP) Lesson Plan


Pembelajaran matematika berbasis TTP dapat berjalan secara optimal
apabila seluruh tahap pembelajaran dalam TTP dapat dilaksanakan secara
runtut karena setiap tahapan dalam TTP saling berkesinambungan dan

30
dapat mendukung kemampuan siswa dalam memecahkan suatu masalah
dan mengembangkan pemahaman konsep siswa dengan mudah. Selain
itu, Lesson Plan yang dibuat akan memudahkan guru untuk merefleksi
setiap hasil pembelajaran yang dilaksanakan.

THE LESSON PLAN

Gambar 4.1 Struktur TTP Lesson Plan


Sumber : Planning A TTP Lesson Plan in Mathematics: Teh Kim Hong
tehkhrsm@gmail.com

Seperti yang terlihat pada struktur TTP Lesson Plan di atas,


semua tahap pembelajaran matematika berbasis Teaching Through
Problem Solving (TTP) harus tertulis dalam Lesson Plan agar
pembelajaran yang dilaksanakan dapat berjalan optimal. Lalu, hal apa saja
yang harus dilakukan oleh guru pada setiap tahap pembelajaran yang
ada?
1. Introduction
Guru membantu siswa untuk mengingat kembali apa yang telah mereka
pelajari sebelumnya untuk menjembatani pengetahuan mereka dalam
menyelesaikan masalah yang akan dibahas dalam pembelajaran di
kelas matematika mereka hari ini.

31
Guru dapat meminta beberapa siswa untuk berbagi pengetahuan
mereka tentang pembelajaran sebelumnya agar guru mengetahui
sejauh mana prior knowledge (pengetahuan awal) siswa. Prior
knowledge yang dimiliki oleh siswa di kelas harus telah mencapai level
prior knowledge yang diharapkan oleh guru pada perencanaan
pembelajaran sebelumnya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Jika siswa belum sampai pada level prior knowledge yang diharapkan
maka guru dapat mengulang kembali materi tersebut terlebih dahulu.
2. Posing the Problem
Pada tahap ini guru membantu siswa memahami masalah yang
dibahas dan mengidentifikasi tantangan matematika yang terselubung
dalam masalah yang dikemukakan. Namun, bantuan dari guru bukan
merupakan jawaban permasalahan yang dikemukakan melainkan
stimulus bagi siswa untuk menemukan strategi dalam memecahkan
masalah yang dibahas. Upayakan siswa menemukan sendiri
pemecahan masalah dengan cara masing-masing.
3. Student Problem Solving
Guru memantau dan mencatat pendekatan solusi yang siswa temukan
saat mereka memecahkan masalah secara mandiri. Guru dapat
berkeliling ke bangku siswa jika pembelajaran dilaksanakan secara
luring dan mengamati serta melakukan tanya jawab pada saat meet jika
pembelajaran dilaksanakan secara daring.
Pada tahap ini guru juga harus memikirkan bagaimana cara memandu
diskusi secara keseluruhan sehingga seluruh siswa dapat melakukan
usaha maksimal untuk menyelesaikan masalah yang dibahas di kelas.
4. Comparison and Discussion
Guru membantu siswa membandingkan dan berdiskusi satu sama lain
mengenai pendekatan penyelesaian masalah mereka masing-masing.
Siswa dapat membandingkan penyelesaian masalah yang telah
ditemukannya dengan diskusi kelompok kecil jika pembelajaran
dilaksanakan secara luring atau dengan menggunakan fitur breakout

32
rooms pada aplikasi rapat yang digunakan saat pembelajaran
dilaksanakan secara daring.
Pada tahap ini selain kemampuan pemecahan masalah, siswa juga
belajar berani dan percaya diri untuk mengemukakan pendapatnya
dalam memecahkan masalah yang dibahas di kelas.
5. Summarizing
Pada tahap akhir pembelajaran matematika berbasis Teaching
Through Problem Solving (TTP) guru membantu siswa untuk
menyepakati pendekatan terbaik yang telah ditemukan oleh teman-
teman mereka di kelas. Guru membantu siswa mengidentifikasi aturan
umum atau karakter yang mereka temukan saat memecahkan masalah
yang dibahas dalam pembelajaran matematika di kelas mereka.
Selanjutnya, guru dapat meminta siswa untuk mencatat ringkasan dari
materi yang telah mereka pelajari bersama di kelas serta refleksi dari
permasalahan yang telah dibahas di kelas mereka pada buku catatan
masing-masing.

33
TAKAHASHI LESSON PLAN

34
35
36
37
38
THE EXAMPLE OF LESSON PLAN

39
40
41
42
CONTOH LESSON PLAN
Judul : Loker Sepatu Kelasku
Tujuan : Di akhir pembelajaran ini siswa dapat :
1. Siswa mampu menyelesaikan masalah tentang penjumlahan,
pengurangan, dan perkalian desimal.
2. Siswa menggunakan pengetahuan mereka tentang kekutan 10 dan
menerapkannya pada perhitungan desimal.

Diperlukan pengetahuan sebelumnya :


1. Konsep pecahan desimal
2. Kekuatan angka sepuluh
3. Penjumlahan dan perkalian pecahan

Bahan :
1. Kurikulum Nasional K13 Matematika KD 3.2 Tentang Pecahan
2. Virginia Government Education
3. Buku kotak
4. Salinan tugas untuk setiap siswa
5. Pensil, kertas kotak dll

Uraian Kegiatan Pembelajaran :

Introduction (10 Menit)

Guru memberikan pertanyaan awal :


1. Apakah 1/10 nilainya sama dengan 0,1 ? Jelaskan jawabanmu
2. Apakah 0,6 sama dengan 6 ?
3. Bilangan mana yang Mendekati 0 dan yang mendekati 1?
a. 0,65
b. 0,5
c. 0,25
d. 0,4
Jawaban yang diharapkan dari siswa :

43
1. Iya sama, karena merupakan sebuah pecahan yang mempunyai
penyebut khusus yaitu sepuluh, seratus, seribu, dan seterusnya. Jika
hanya ada 1 angka dibelakang koma maka artinya penyebutnya 10
2. Tidak sama, karena 0.6 kurang dari 0 dan 6 lebih dari 0

3. Jawaban yang diharapkan :


a. 0,65 = mendekati 1
b. 0,5 = mendekati 1
c. 0,25 = mendekati 0
d. 0,4 = mendekati 0

· Gambar apa ini ?


· Ada berapa sepatu di rak bagian atas ?
· Siapa yang biasanya membuat rak sepatu ?
Dukungan Guru :
1. Guru mengulas pengetahuan awal siswa tentang pecahan desimal
2. Guru mengakses pengetahuan awal mereka terkait dengan penaksiran
bilangan desimal. Pemikiran ini akan mendukung siswa dalam
memperkirakan jumlah panjang rak sepatu yang dibutuhkan dalam
tugas.

Poin Evaluasi :
Apakah mereka mampu menjawab pertanyaan yang diberikan?

Posing the problem (5 Menit)

44
Supaya bersih sekolahku menerapkan lepas sepatu ketika masuk kelas.
Pak Guru akan membuat loker sepatu di sepanjang dinding bagian luar
kelasku. Yuk bantu pak guru menghitung :
* Jika setiap pasang sepatu membutuhkan panjang 0,6 meter. Berapa
panjang minimum dinding yang dibutuhkan untuk loker yang memuat 15
pasang sepatu siswa kelas 5?
Tunjukkan dan berikan alasanmu dengan menggunakan gambar, kata,
dan simbol.
Dukungan Guru :
Guru memberikan siswa LKPD beberapa kotak yang ukurannya sama, dan
dengan menggunakan pensilnya siswa memasukkan angka angka yang
diminta pada tiap kotaknya

… … … … … … … … … … … … … … …

Perintahnya berikan ukuran setiap kotaknya dengan angka yang diminta


yaitu satu kotak memuat sepasang sepatu
Poin penilaian :
Apakah siswa telah memasukkan ukuran yang diminta dengan benar ?

Students Solving the Problem (30 menit)

Proses pemecahan masalah :


1. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok
2. Siswa mengerjakan tugas yang diberikan berupa mengisi kotak-kotak
yang diberikan
3. Siswa menyelesaikan soal yaitu mencari variasi perhitungan pecahan
desimal untuk membuat rak sepatu
4. Siswa menemukan pola penjumlahan pecahan desimal

45
5. Siswa menemukan pola perkalian desimal
6. Siswa menemukan pola perkalian dan penjumlahan pecahan desimal
dengan bilangan bulat
7. Siswa akan memilih strategi yang tepat terkait dengan perhitungan
desimal untuk menemukan panjang minimum ruang dinding yang
dibutuhkan.
8. Siswa akan secara akurat menerapkan strategi mereka untuk
mendapatkan setidaknya satu solusi yang valid.
Proses Komunikasi dan penalaran :
1. Siswa berkomunikasi dengan kelompoknya proses berpikir mereka
tentang panjang minimum dinding yang dibutuhkan untuk membuat
loker yang memuat semua 15 pasang sepatu
2. Siswa membenarkan proses solusi mereka secara terorganisir dan
koheren.
3. Siswa akan menggunakan bahasa matematika yang sesuai, termasuk
nilai tempat desimal dan operasi, untuk mengekspresikan ide
mereka.
Representasi konsep :
1. Siswa menggunakan setidaknya satu cara yang tepat untuk
mengeksplorasi masalah dan membenarkan solusi dan strategi
mereka.
2. Siswa akan menjelaskan hubungan antara representasi mereka dan
representasi rekan-rekan mereka.
3. Siswa akan menghubungkan dan memperluas pemikiran ke ide-ide
matematika lainnya seperti hubungan basis sepuluh dan prosedur
yang dikembangkan dari perhitungan bilangan bulat.
Jika masih ada waktu ajukan pertanyaan tambahan :
1. Bagaimana kalau ada 30 pasang sepatu ?
2. Bagaimana kalau setiap pasang sepatu memerlukan 0.7 meter?
Dukungan Guru :

46
1. Guru mengamati siswa saat mereka mengerjakan tugas dan
mendengarkan siswa mengapa mereka memilih strategi tersebut, jika
ada kesalahpahaman guru mengajukan pertanyaan pertanyaan
lanjutan
Misal : jika ada siswa yang menjawab 90 Meter
berikan pertanyaan : Apakah 90 meter masuk akal untuk 15 pasang
sepatu?
2. Guru mendorong semua siswa terlibat dalam diskusi kelompok
masing-masing.
3. Guru memutuskan strategi mana yang akan dibahas
mengembangkan ide-ide dan mendukung pembelajaran siswa. Bisa
strategi yang benar maupun yang kurang benar yang dibahas.
Poin penilaian :
1. Apakah mereka dapat mengisi kotak yang diberikan sesuai
perintah?
2. Apakah siswa menemukan pola penjumlahan dan perkalian pecahan?

Comparison and discussions

· Guru menyuruh seorang siswa mewakili kelompoknya untuk


menampilkan jawabannya didepan kelas dan menuliskan jawabanya
papan tulis
· Siswa mampu menyelesaikan dengan benar dengan menggunakan
penjumlahan berulang untuk mendapatkan bilangan bulat dan kemudian
mengalikan.
· Guru meminta siswa untuk menempelkan gambarnya dipapan tulis
· Guru dapat bertanya kepada siswa
1. Apa yang mereka ketahui sebelumnya dari soal tadi
2. Strategi apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah matematika
tadi?
3. Apakah cara hitung siswa yang satu sama dengan yang lain?
4. Apakah hasilnya sama memakai pola berbeda dari kelompok lain ?

47
· Siswa lain menanggapi hasil presentasi siswa lainnya
· Hubungkan tanggapan siswa yang berbeda dan hubungkan
tanggapan dengan ide-ide matematika kunci yang muncul.

Kesimpulan

1. Guru bersama siswa membuat kesimpulan tentang pokok-pokok


penting dalam kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan, bahwa :

a. Menghitung perkalian pecahan desimal dapat dilakukan dengan


cara penjumlahan berulang
b. Menghitung panjang ruang minimum dapat menggunakan cara
mengelompokkan dan mengalikan pecahan desimal dan bilangan
bulat
c. Menghitung perkalian pecahan desimal dapat menggunakan cara
memanfaatkan keistimewaan angka 10, begitu juga angka 5
d. Menemukan panjang minimum ruangan untuk loker sepatu
sekolahku dapat menggunakan penjumlahan, pengurangan dan
pembagian
2. Siswa mampu mengemukakan hasil belajar hari ini
3. Siswa mencatat semua cara yang benar yang telah dibuat kelompok
belajar lain.

Dukungan guru :

1. Guru memastikan bahwa semua siswa sudah mengerti apa yang


dipelajari hari ini
2. Guru menugaskan perwakilan siswa mengekspresikan
pengalamannya dalam pembelajaran hari ini

Poin penilaian :
1. Sudahkah siswa mencatat temuannya dan temuan kelompok lain?
2. Siswa semangat dan aktif selama pembelajaran

48
49
BAB V
PEDOMAN PENYUSUNAN BEST PRACTICE BAGI GURU

Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang


sangat penting. Sehingga dapat menjadi tolak ukur bagi perkembangan suatu
bangsa. Bangsa Indonesia mempunyai dasar negara Pancasila sebagai
pandangan hidupnya yang di dalamnya telah merumuskan sistem pendidikan
yang tertuang dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional.
Di dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 pasal 1 ayat 1 disebutkan
bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selanjutnya dalam pasal 1 ayat
4 undang-undang tersebut menyatakan bahwa Profesional adalah pekerjaan
atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan
profesi. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk: 1
meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran, dan 2
meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Mengingat fungsi strategis dari tenaga kependidikan yang ada di
sekolah, dan dalam rangka memberikan layanan dukungan dalam
pembelajaran di sekolah, maka masing-masing guru senantiasa berusaha
untuk melakukan pengalaman terbaik (Best Practice) sesuai dengan
kompetensi dimiliki dan yang mungkin dikembangkan, sehingga benar-benar
nyata tercermin dalam kinerjanya. Tentu saja kinerja atau pengalaman terbaik
yang ditampilkan oleh guru masih relatif bervariasi.
Atas dasar itu, Dinas Pendidikan Kota Surabaya memberikan
kesempatan kepada Guru Pemula untuk berusaha menunjukkan pengalaman
terbaik dalam melakukan pembelajaran di kelasnya yang menjadi tanggung

50
jawabnya. Program ini merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan
Indonesia pintar, terampil, dan berkarakter.

A. Pengertian Best Practice


Istilah best practice mengandung arti “pengalaman terbaik” dari
keberhasilan seseorang atau kelompok dalam melaksanakan tugas,
termasuk dalam mengatasi berbagai masalah dalam lingkungan tertentu.
Best Practice guru adalah pengalaman terbaik yang dimiliki Guru
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai kepala sekolah. Guru
harus memiliki kompetensi: (a) kepribadian; (b) manajerial; (c)
kewirausahaan; (d) supervisi; dan (e) sosial. (kemendikbud 20216).
Wujud Best Practice Guru adalah laporan tentang pengalaman
terbaik dalam keberhasilan pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan
pelaksanaan tupoksi sebagai kepala sekolah.
Suatu pengalaman dapat dikategorikan sebagai best practice karena
memiliki pertanda khas sebagai berikut:
1. mampu mengembangkan cara baru dan inovatif dalam mengatasi
suatu masalah dalam pendidikan khususnya pembelajaran;
2. mampu memberikan sebuah perubahan atau perbedaan sehingga
sering dikatakan hasilnya luar biasa (outstanding result);
3. mampu mengatasi persoalan tertentu secara berkelanjutan
(keberhasilan lestari atau berlangsung lama) atau dampak dan
manfaatnya berkelanjutan (tidak sesaat);
4. mampu menjadi model dan memberi inspirasi dalam membuat
kebijakan (pejabat) serta inspiratif perorangan, termasuk murid;
5. cara dan metode yang digunakan bersifat ekonomis dan efisien.

B. Karakteristik Laporan
1. Orisinalitas; topik dan bahasan merupakan ide yang memuat
keaslian maupun kreativitas dengan memadukan sejumlah gagasan
maupun ide-ide baru tanpa mengurangi keaslian sumber utamanya.

51
2. Inovatif; hasil yang dicapai memuat ide kebaruan atau novelty, bukan
jiplakan atau peniruan apa adanya, dan berkaitan dengan
peningkatan kualitas kinerja kepala sekolah yang lebih terampil,
elegan, dan bermakna.
3. Elaboratif; kepiawaian seseorang dalam menguraikan, merinci,
menghubungkan suatu konsep/data satu dengan lainnya sehingga
menghasilkan gagasan/karya baru yang lebih kompleks tetapi terurai.
4. Inspiratif; memberikan dorongan dan motivasi maupun spirit dalam
melaksanakan tugas pangawas sekolah bagi orang lain.
5. Empirik; menunjukkan bukti nyata kinerja berbasis pengalaman,
dalam supervisi manajerial maupun akademik untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran.
6. Aplikatif; hasil best practice dapat direflikasi, dimanfaatkan, dan atau
dikembangkan baik di sekolah sendiri maupun di sekolah lain.

C. Isi Best Practice


Laporan Best Practice yang disusun dan ditulis oleh Guru sebagai
peserta lomba harus berisi tentang hal-hal sebagai berikut.
1. Bagian Awal
Bagian ini terdiri atas halaman judul, halaman pernyataan keaslian
naskah lomba bermaterai cukup, halaman lembar persetujuan dari
atasan langsung dan atau pejabat terkait, kata pengantar, abstrak
atau ringkasan, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar
lampiran.
2. Bagian Isi
Bagian ini berisi paparan tentang hal-hal sebagai berikut:
a. Pendahuluan, berisi paparan latar belakang, masalah, tujuan,
dan manfaat Best Practice yang dilaporkan.
b. Metode Pemecahan Masalah, berisi paparan teori atau
pengalaman yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan
masalah, dan metode atau cara yang digunakan untuk

52
menyelesaikan masalah beserta langkah-langkah rinci dari
metode atau cara tersebut.
c. Pelaksanaan dan Hasil yang dicapai, berisi tentang paparan
tentang pelaksanaan Best Practice terkait tempat, waktu, dan
perangkat atau instrumen yang digunakan ketika Best Practice
dilakukan serta hasil yang diperoleh dari pelaksanaan pemecahan
masalah yang telah dilakukan disertai dengan data dan informasi
yang mendukung.
3. Bagian Akhir
Bagian ini berisi tentang simpulan, refleksi dan rekomendasi.
4. Daftar pustaka dan lampiran-lampiran

D. Teknik Penulisan dan Penyusunan Naskah Laporan


1. Penulisan naskah Best practice harus menggunakan sistematika
penulisan sebagaimana tertera pada lampiran pedoman ini.
2. Jumlah halaman naskah berkisar antara 20-40 halaman tidak
termasuk lampiran, dengan kertas berukuran A4.
3. Isi laporan dengan proporsi: pendahuluan (3-6 halaman), isi (15-30
halaman), dan penutup (2-4 halaman).
4. Naskah diketik dengan spasi 1,5, huruf Time New Roman ukuran
huruf 12, batas tepi/margin kiri 3 cm, kanan 2,5 cm, atas 3 cm, dan
bawah 3 cm. Khusus untuk ukuran huruf tabel dan gambar
disesuaikan dengan kebutuhan.

E. Penilaian Best Practice


Penilaian laporan Best Practice didasarkan pada OPIK (Orisinalitas,
Perlu, Ilmiah, dan Konsisten) untuk setiap karya inovatif yang dikirimkan.
1. Orisinalitas, karya inovatif yang dibuat benar-benar merupakan
karya asli penyusunnya, bukan merupakan plagiat, jiplakan, atau
disusun dengan niat dan prosedur yang tidak jujur. Laporan karya
inovatif yang tidak orisinil antara lain ditandai oleh:
adanya bagian-bagian tulisan yang dirubah di sana-sini, bentuk
ketikan yang tidak sama, tempelan nama, terdapat petunjuk adanya

53
lokasi dan subjek yang tidak konsisten, terdapat tanggal pembuatan
yang tidak sesuai, terdapat berbagai data yang tidak konsisten, tidak
akurat;
 waktu pelaksanaan kegiatan yang kurang wajar;
 adanya kesamaan isi, data dan hal lain yang sangat mencolok
dengan laporan orang lain; dan
 tidak adanya lampiran dokumen-dokumen kegiatan yang dapat
memberikan bukti bahwa kegiatan itu telah dilaksanakan.
2. Perlu, hal yang dilaporkan atau gagasan yang dituliskan, harus
sesuatu yang diperlukan dan mempunyai manfaat dalam menunjang
pengembangan keprofesian dari guru, kepala sekolah, dan kepala
pada jenjang sekolah dasar yang bersangkutan. Manfaat tersebut
diutamakan untuk memperbaiki mutu pembelajaran di satuan
pendidikan guru bersangkutan. Karya Inovasi yang tidak perlu antara
lain ditandai oleh:
 masalah yang dikaji terlalu luas;
 tidak langsung berhubungan dengan permasalahan yang
berkaitan dengan upaya pengembangan profesi dari guru yang
bersangkutan.
3. Ilmiah, laporan disajikan dengan memakai kerangka isi dan
mempunyai kebenaran yang sesuai dengan kaidah-kaidah
kebenaran ilmiah dan mengkuti kerangka isi yang telah ditetapkan.
Laporan Karya Inovasi yang tidak Ilmiah antara lain ditandai dengan
adanya:
 latar belakang masalah yang tidak jelas sehingga tidak dapat
menunjukkan pentingnya hal yang dibahas dan hubungan
masalah tersebut dengan upayanya untuk mengembangkan
profesinya;
 kebenaran yang tidak terdukung oleh kebenaran teori,
kebenaran fakta dan kebenaran analisisnya;
 kesimpulan yang tidak/belum menjawab permasalahan yang
diajukan.

54
4. Konsisten, isi Karya Inovasi harus sesuai dengan tugas dan fungsi
penyusunnya. Bila penulisnya seorang guru, maka isi laporan
haruslah berada pada bidang tugas guru yang bersangkutan, dan
memasalahkan tentang tugas pembelajaran yang sesuai dengan
tugasnya di sekolah

Sumber : Pedoman Lomba Best Practice bagi Kemendikbud 2016

55
Format Sampul

BEST PRACTICE

Tuliskan Judul dengan huruf Time New Roman

(font 22, semua dalam huruf kapital)

LOGO

Oleh :

(Tuliskan Nama Lengkap, NIP)

(nama sekolah dan Dinas Pendidikan Kota Surabaya )

TAHUN 2021

56
Biodata Penulis

BIODATA PENULIS

Nama :
NIP :
Tempat/Tanggal Lahir :
Pangkat/Jabatan/Golongan :
TMT sebagai guru :
Masa Kerja : … bulan … tahun
Jenis Kelamin :
Pendidikan
:
Terakhir/Spesialisasi
Alamat :
Nomor Telepon :
Alamat email :
Nama Instansi/Sekolah :
Telp / Fax :
Kelurahan :
Kecamatan :
Kabupaten/kota :
Provinsi :

(nama kota), (tanggal) (bulan) 2021


Mengetahui :
Atasan langsung Guru

Nama Nama
NIP NIP.

57
Template Sistematika Isi Laporan Best Practices

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN LEMBAR PERSETUJUAN DARI ATASAN LANGSUNG DAN
ATAU PEJABAT TERKAIT
KATA PENGANTAR
ABSTRAK ATAU RINGKASAN
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang,
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan,
D. Manfaat
BAB II METODE PEMECAHAN MASALAH
(Berisi uraian teori atau pengalaman yang dijadikan rujukan dalam
menyelesaikan masalah, dan metode atau cara yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah beserta langkah-langkah rinci dari metode atau cara
tersebut)
BAB III PELAKSANAAN DAN HASIL YANG DIPEROLEH
(Berisi uraian tentang pelaksanaan best practice terkait tempat, waktu, dan
perangkat atau instrumen yang digunakan ketika best practice dilakukan serta
hasil yang diperoleh dari pelaksanaan pemecahan masalah yang telah
dilakukan disertai dengan data dan informasi yang mendukung)
BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan,
B. Refleksi,
C. Rekomendasi)
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

58
BAB VI
PEMBUATAN VIDEO PEMBELAJARAN

Bagaimana seharusnya guru membuat video pembelajaran? Apakah guru


harus menguasai kemampuan IT yang mumpuni? Untuk menjawab
pertanyaan mendasar tersebut mari kita simak pernyataan Prof. Dr. M. Atwi
Suparman, M.Sc. (Pakar Teknologi Pendidikan & Guru Besar Universitas
Terbuka); “Selama ini, banyak orang menganggap bahwa jika orang jago IT
(Teknologi Informasi) maka jago TP (Teknologi Pembelajaran), padahal tidak
demikian, keduanya hal berbeda. IT dalam konteks pembelajaran adalah less
more part of pembelajaran.
Dari pernyataan tersebut, mari kita samakan persepsi awal bahwa untuk dapat
membuat/mengembangkan teknologi pembelajaran seperti video
pembelajaran tidak harus jago dalam bidang IT, poin utama yang justru harus
dimiliki guru adalah kemampuan menganalisis permasalahan siswa dalam
pembelajaran serta membawa analisis tersebut untuk dikemas dalam sebuah
konsep yang akan dijadikan video pembelajaran.
Selanjutnya mari kita simak uraian materi berikut!

A. Pengertian dan Manfaat Video Pembelajaran


Media pembelajaran berbasis multimedia merupakan media pembelajaran
yang memanfaatkan penggabungan antara gambar, suara atau audio, dan
video. Film dan Video merupakan contoh media pembelajaran berbasis
multimedia yang dapat dimanfaatkan untuk penyampaian materi. Dalam
modul ini, akan dibahas mendalam mengenai apa itu video pembelajaran.
1. Pengertian Video Pembelajaran
Beberapa pakar Pendidikan memberikan definisi video pembelajaran
diantaranya Cheppy Riyana yang dikutip melalui paparan presentasi
workshop penyusunan video pembelajaran GTK Kemendikbudristek
tahun 2021, menyatakan bahwa Video pembelajaran adalah media
yang menyajikan audio dan visual yang berisi pesan-pesan
pembelajaran baik yang berisi konsep, prinsip, prosedur, teori aplikasi

59
pengetahuan untuk membantu pemahaman terhadap suatu materi
pembelajaran.
Sedangkan menurut Azhar Arsyad (2011:49), media video yang
digunakan dalam proses belajar mengajar memiliki banyak manfaat dan
keuntungan, diantaranya video merupakan pengganti alam sekitar dan
dapat menunjukkan objek yang secara normal tidak dapat dilihat
peserta didik, misalnya materi proses pencernaan makanan dan
pernafasan. Video dapat menggambarkan suatu proses secara tepat
dan dapat dilihat secara berulang-ulang, mampu mendorong dan
meningkatkan motivasi peserta didik untuk tetap melihatnya.
2. Manfaat Video Pembelajaran
Dalam buku Media Pembelajaran disebutkan bahwa terdapat 7
keuntungan utama menggunakan media pembelajaran video (Arsyad,
2013:50), diantaranya:
a. Video dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar peserta
didik saat mereka membaca, berdiskusi, berpraktik, dan lain-lain.
Film merupakan pengganti alam sekitar dan bahkan dapat
menunjukkan objek yang secara normal tidak dapat dilihat.
b. Video dapat menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat
disaksikan secara berulang-ulang jika dipandang perlu.
c. Selain mendorong dan meningkatkan motivasi, video menanamkan
sikap dan segi-segi afektif lainnya.
d. Video yang mengandung nilai-nilai positif dapat mengundang
pemikiran dan pembahasan dalam kelompok peserta didik, seperti
slogan: film dan video dapat membawa dunia ke dalam kelas.
e. Video dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya apabila dilihat
secara langsung.
f. Video dapat ditunjukkan pada kelompok besar atau kelompok kecil,
kelompok heterogen maupun perorangan.
g. Dengan kemampuan teknik pengambilan gambar frame demi frame,
film yang dalam kecepatan normal memakan waktu satu minggu
dapat ditampilkan secara singkat dalam video beberapa menit saja.

60
B. Karakteristik dan Kriteria Media Video
Sebagai media pembelajaran, video mempunyai karakteristik yang
berbeda dibandingkan media lain. Adapun karakteristik video sebagai
media pembelajaran diantaranya:
1. Kejelasan Pesan yang Disampaikan
Dengan media video siswa dapat memahami pesan pembelajaran
secara lebih bermakna dan informasi dapat diterima secara utuh
sehingga dengan sendirinya informasi akan tersimpan dalam memori
jangka panjang dan bersifat retensi.
2. Mampu Berdiri Sendiri
Video yang dikembangkan tidak bergantung pada bahan ajar lain atau
tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain.
3. Mudah Digunakan
Media video menggunakan bahasa yang sederhana, mudah
dimengerti, dan menggunakan bahasa yang umum.
4. Representatif Isi
Materi harus benar-benar representatif, misalnya materi simulasi atau
demonstrasi. Pada dasarnya materi pelajaran baik sosial maupun sain
dapat dibuat menjadi media video.
5. Visualisasi
Materi dikemas secara multimedia terdapat didalamnya teks, animasi,
sound, dan video sesuai tuntutan materi.
6. Resolusi Tinggi
Tampilan berupa grafis media video dibuat dengan teknologi rekayasa
digital dengan resolusi tinggi tetapi support untuk setiap spech sistem
komputer.
7. Klasikal atau Individual
Video pembelajaran dapat digunakan oleh para siswa secara individual,
tidak hanya dalam setting sekolah, tetapi juga di rumah.
Adapun menurut Cheppy Riyana (2007) dalam proses pengembangan dan
pembuatan video pembelajaran harus mempertimbangkan kriteria sebagai
berikut:

61
1. Tipe Materi
Media video cocok untuk materi pelajaran yang bersifat
menggambarkan suatu proses tertentu, sebuah alur demonstrasi,
sebuah konsep atau mendeskripsikan sesuatu.
Misalnya bagaimana membuat cake yang benar, bagaimana
membuat pola pakaian, proses metabolisme tubuh, dan lain-lain.
2. Durasi Waktu
Media video memiliki durasi yang lebih singkat yaitu sekitar 20-40
menit, berbeda dengan film yang pada umumnya berdurasi antara 2-
3,5 jam. Mengingat kemampuan daya ingat dan kemampuan
berkonstentrasi manusia yang cukup terbatas antara 15-20 menit,
menjadikan media video mampu memberikan keunggulan
dibandingkan dengan film.
3. Format Sajian Video
Video pembelajaran yang mengutamakan kejelasan dan penguasaan
materi. Format video yang cocok untuk pembelajaran diantaranya:
naratif (narator), wawancara, presenter, format gabungan.
4. Ketentuan Teknis
Video tidak terlepas dari aspek teknis yaitu kamera, teknik
pengambilan gambar, teknik pencahayaan, editting, dan suara.
Pembelajaran lebih menekankan pada kejelasan pesan, dengan
demikian, sajian-sajian yang komunikatif perlu dukungan teknis.
5. Efek Musik
Penambahan musik dalam media video akan mampu menarik
perhatian siswa untuk memyimak pelajaran yang diberikan.

C. Tahap Pembuatan Video Pembelajaran


1. Pra Produksi
Pembuatan video pembelajaran berbeda dengan pembuatan program
televisi secara umum. Pembuatan video untuk pembelajaran selalu
didahului dengan serangkaian kegiatan yang panjang. Media

62
video/televisi merupakan salah satu media massa yang populer di
masyarakat.
Untuk menyiapkan materi pembelajaran (pra produksi) baik dalam
bentuk media video maupun siaran televisi harus melalui tahapan-
tahapan berikut:
a. Penentuan Ide/Eksplorasi Gagasan
b. Analisis Sasaran
c. Penyusunan Garis Besar Isi Media (GBIM)
d. Penyusunan Jabaran Materi (JM)
e. Penulisan Naskah
f. Pengkajian Naskah
Hasil akhir tahap pra produksi: Naskah video pembelajaran yang telah
disetujui oleh pengkaji dan dinyatakan kebenarannya, sehingga naskah
tersebut layak produksi.
2. Produksi
Pada tahapan Pra Produksi diharapkan sudah melibatkan pengkaji
materi dan pengkaji media. Pengkaji materi dibutuhkan untuk
memastikan kebenaran materi yang dituliskan dalam naskah video
pembelajaran. Bapak/ibu guru dapat melibatkan rekan sejawat sesuai
mata pelajaran yang diampu. Pengkaji media dapat berasal dari ahli
media atau sesama guru yang berpengalaman dalam pembuatan
media video.
Setelah naskah diterima oleh Sutradara, untuk melakukan kegiatan
produksi, maka langkah-langkah kegiatan yang dilakukan diantaranya:
a. Rembuk Naskah (Script Conference)
b. Pembentukan Tim Produksi (Production Crews)
c. Pembuatan Shooting Script
d. Penyusunan Anggaran
e. Pemilihan Pemain (Casting)
f. Pencarian Lokasi (Hunting)
g. Rapat Tim Produksi (Production Meeting)
h. Setting Lokasi (Blocking Area /Location Set)

63
i. Pengambilan Gambar
Pada tahapan produksi video pembelajaran tidak harus melibatkan tim
produksi dalam skala besar, sehingga dapat dikerjakan oleh Bapak Ibu
Guru dengan mengajak teman sejawat.
Hasil akhir tahap produksi: Sekumpulan klip video dan suara dari
lapangan yang siap diserahkan kepada editor untuk dipilih sesuai
naskah.
3. Pasca Produksi
Setelah produksi (pengambilan gambar) selesai dilakukan, tahap
selanjutnya yaitu pasca produksi. Kegiatan yang sebaiknya dilakukan
yaitu:
a. Editing (penggabungan dan Pemilihan Gambar)
b. Mixing (penyelarasan suara, musik, dan efek)
c. Pratinjau (preview)
d. Ujicoba
e. Revisi
f. Distribusi (Penyiaran)
Hasil akhir tahap pasca produksi: Sebuah media video pembelajaran
yang siap dimanfaatkan oleh siswa dan guru dalam pembelajaran
klasikal maupun individual.

D. Peralatan dan Manfaat Pada Videografi


Pertama kali yang perlu kita ketahui untuk pengambilan gambar adalah
pengenalan terhadap kamera. Kamera merupakan bagian penting dalam
sebuah pengambilan gambar. Tanpa kamera sebuah produksi tidak bisa
berjalan, karena di kamera inilah gambar & suara direkam ke dalam
film/pita video.
1. Bagian Utama Kamera
Pada dasarnya setiap kamera terdiri dari tiga bagian utama, yaitu :
a. Lensa
Lensa mempunyai fungsi untuk memilih bidang pandang tertentu dan
ditangkap secara optik yang menghasilkan gambar dan diteruskan

64
ke permukaan tabung kamera (yang nantinya oleh tabung kamera
diubah lagi dari optik ke elektrik).
Ada beberapa jenis lensa menurut panjang fokalnya. Panjang fokal
adalah jarak antara pusat optik lensa dengan titik di mana gambar
terlihat dalam keadaan focus.
Ada beberapa jenis lensa, yaitu :
1) Lensa Normal
Lensa ini sering disebut dengan lensa standart. Gambar yang
dihasilkan dengan lensa normal ini memberi kesan yang biasa
dan datar. Tidak ada efek distorsi atau melengkung.
2) Lensa Wide/Sudut Lebar
Disebut lensa sudut lebar karena jangkauan dari subyek yang
bisa ditangkap oleh lensa cukup lebar, sebagai gambaran
dengan menggunakan lensa sudut lebar, kita tidak perlu mundur
mengambil jarak karena ada beberapa bagian yang tidak
tertangkap lensa, terutama pada pengambilan gambar grup shot,
arsitektur, keramaian sebuah pasar, dan lain-lain.
3) Lensa Tele
Lensa dengan focal length yang panjang, bila menggunakan
lensa ini subyek jadi terasa dekat sehingga kedalam menjadi
kurang, keuntungannya kita bisa merekam gambar dari jarak
cukup jauh tetapi dapat menghasilkan gambar seperti kalau kita
dari jarak dekat. Selain itu penggunaan tele lens memberikan
keuntungan pada kita akan ruang tajam yang sempit, sehingga
kita dengan leluasa bisa melokalisir subyek, sementara yang
lainnya akan terlihat blur. Kerugiannya disamping kedalam
kurang, sedikit saja goyangannya pada kamera akan terlihat
sekali dari hasil rekamannya, biarpun kita sudah memperoleh
focus yang maksimal. Untuk menghindari goyangan kamera, kita
bisa menggunakan tripod atau monopod.

65
4) Lensa Macro
Lensa ini sangat baik digunakan untuk merekam benda-benda
kecil, seperti capung, serangga, buah yang kecil-kecil. Panjang
fokal lensa macro antara 55-105 mm, tetapi didalam lensa macro
(beda dengan lensa biasanya) ditambah beberapa jenis lensa
sehingga kita bisa merekam gambar dari jarak dekat sekali, dan
perbandingan antara subyek dengan yang ditangkap oleh lensa
bisa mencapai 1:1.
5) Lensa Vario/Zoom
Lensa jenis ini merupakan penggabungan dari lensa sudut lebar
sampai ke lensa tele. Jadi kita tidak perlu lagi mengganti lensa,
cukup satu lensa sudah mencakup semua jenis lensa : lensa
normal, lensa wide, lensa tele, dan lensa macro. Pada umumnya
kamera video sudah dilengkapi dengan lensa zoom.
b. Tubuh Kamera
Tubuh kamera ini berisi tabung pengambil gambar (pick up tube) yang
berfungsi untuk merubah gambar optik yang dihasilkan lensa menjadi
sinyal elektrik. Di tubuh kamera ini biasanya juga dilengkapi dengan
beberapa fasilitas kamera, seperti white balance, steady shot, digital
effect, shutter speed, dan lain-lain. Tergantung jenis kamera dan
kebutuhannya.
c. Recorder/VCR
Salah satu bagian dari kamera adalah VCR (Video Casette Recorder)
alat perekam gambar dan suara. Di beberapa kamera ada yang
recordernya terpisah seperti jenis U-matic. Tetapi ada juga yang
menjadi satu dengan bodi kamera. Kelebihan menjadi satunya bodi
kamera dengan recorder adalah keringanan dan efisiensi waktu.
Pekerjaan menjadi lebih mudah.
2. Gerakan Dasar Kamera Video
Ada beberapa macam Gerakan dasar kamera yaitu:

66
a. PANNING
PAN adalah gerakan kamera ke kiri atau ke kanan pada poros
horisontalnya. Gerakan ini juga sering disebut menoleh karena poros
kamera tidak berubah seperti pada leher. Pada gerakan ini letak
kamera tidak berpindah tempat.
Ada dua macam gerakan Pan yaitu :
1) Pan Left adalah gerakan menoleh ke kiri
2) Pan Right adalah gerakan menoleh ke kanan
b. TILTING
TILT adalah gerakan kamera keatas atau kebawah pada poros
vertikalnya. Atau kata lain dari gerakan tilting ini adalah gerakan
mendongak atau menunduk. Pada gerakan ini letak kamera tidak
berpindah tempat.
Ada dua macam gerakan Tilt yaitu :
1) Tilt Up adalah gerakan mendongak
2) Tilt Down adalah gerakan menunduk
c. TRACKING
TRACK adalah gerakan kamera maju mendekati subyek atau mundur
menjauhi subyek. Jadi pada gerakan ini Letak kamera berubah namun
posisi hadapnya tetap.
Ada dua macam gerakan Track yaitu :
1) Track In adalah gerakan mendekat
2) Track Out adalah gerakan menjauh
d. CRABING
CRAB adalah gerakan kamera bergerak menyamping baik ke samping
kiri atau ke samping kanan subyek. Gerakan ini persis cara berjalan
kepiting (crab). Jadi pada gerakan ini Letak kamera berubah namun
posisi hadapnya tetap.
Ada dua macam gerakan Crab yaitu :
1) Crab Left adalah gerakan ke samping kiri
2) Crab Right adalah gerakan ke samping kanan

67
e. ELEVATE & DEPRESS
Elevate & Depress adalah gerakan kamera naik-turun. Gerakan ini
disebut juga Crane Up & Crane Down, bila menggunakan crane. Jadi
pada gerakan ini Letak kamera berubah namun posisi hadapnya tetap.
f. ZOOMING
Zoom sebenarnya bukanlah gerakan kamera yang sesungguhnya,
melainkan perubahan in-vision sudut pandang kamera. Jadi pada zoom
sebenarnya tidak ada pergerakan kamera sama sekali melainkan
perbesaran yang dihasilkan baik lewat optik maupun digital. Efek
psikologis yang dihasilkan antara zoom dengan track sangat berbeda.
Ada dua macam gerakan zoom yaitu :
a. Zoom in adalah perbesaran
b. Zoom out adalah pengecilan
Zoom menimbulkan efek hosepiping, sementara track terkesan
melibatkan penonton secara langsung.
Gerakan gerakan dasar tersebut bisa dkombinasikan sehingga menjadi
gerakan kamera yang dinamis misalnya kita menginginkan pergerakan
Elevate bersamaan dengan tilt down sambil crab left dan juga pan right
dengan zoom out. Jadi, dengan istilah tersebut kita bisa memberikan
intruksi yang jelas untuk setiap gerakan kamera
3. Jenis-Jenis Sudut Pengambilan Gambar
Sudut pengambilan gambar atau camera angle adalah sudut penempatan
kamera mengambil gambar suatu obyek, pemandangan atau adegan.
Dengan sudut tertentu kita bisa mengahsilkan suatu shot yang menarik,
dengan perspektif yang unik dan menciptakan kesan tertentu pada
gambar yang disajikan
a. Normal Angle
Pada posisi normal angle, kamera ditempatkan kira-kira setinggi mata
subyek. Tentu saja normal angle sangat tergantung pada tingi subyek
yang dishooting. Bila kita merekam kelompok anak-anak kecil yang
sedang bermain, normal angle untuk orang dewasa tentu saja terlalu
tinggi, maka kamera harus diturunkan setinggi mata anak. Pada

68
program wawancara, bilamana semua pemain pada posisi duduk di
kursi, kita bisa pasang level untuk menaikkan setting/kursi, dengan
demikian juru kamera bisa mengambil gambar/ menshoot adegan
tanpa harus membungkukkan badan selama produksi berlangsung.
b. Hight Camera Angle
Posisi kamera lebih tinggi di atas mata, sehingga kamera harus
menunduk untuk mengambil subyeknya. Hight Camera Angle sangat
berguna untuk mempertunjukkan keseluruhan set beserta obyek-
obyeknya.
Dengan posisi high camera angle ini dapat menciptakan kesan obyek
nampak kecil, rendah, hina, perasaan kesepian, kurang gairah,
kehilangan dominasi.
c. Low Camera Angle
Posisi kamera di bawah ketinggian mata, sehingga kamera harus
mendongak untuk merekam agambar subyek. Posisi ini memberikan
kesan cenderung menambah ukuran tinggi obyek, memberikan kesan
kuat, dominan dan dinamis.
d. Bird Eye View (mata elang)
Kamera mengambil subyeknya dari atas. Seperti burung elang yang
mencari mangsa .
e. Subjective Camera Angle
Kamera diletakkan di tempat seorang karakter (tokoh) yang tidak
nampak dalam layer dan mempertunjukkan pada penonton suatu
pandangan dari sudut pandang karakter tersebut.
f. Objective Camera Angle
Kamera merekam peristiwa atau adegan seperti apa adanya.

E. Teknik Simulasi Blended/ Hybrid Learning


Hybrid learning adalah metode pembelajaran yang menggabungkan
atau mengkombinasikan antara pembelajaran daring dengan
pembelajaran tatap muka (PTM). Sehingga dalam pelaksanaannya, ada

69
kalanya siswa dan guru bertatap muka langsung di kelas. Ada kalanya
melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Peserta didik kemudian akan ditata atau diatur jadwal untuk masuk ke
kelas dan sebaliknya, yakni belajar dari rumah secara online. Tetap
mengikuti kelas, namun dengan menggunakan metode pembelajaran
daring. Kemudian akan bergantian dengan siswa lainnya, sehingga
semua mendapat kesempatan sama untuk mengikuti PJJ dan PTM.
Lewat blended learning ini, maka diharapkan bisa mengatasi
keterbatasan yang dimiliki oleh pembelajaran jarak jauh atau
pembelajaran daring.
Bagaimana bapak/ibu guru melakukan pembelajaran blended/hybrid
learning menggunakan LMS Microsoft Office 365? Berikut ini penjelasan
teknik simulasi pembelajaran blended/hybrid learning serta alat-alat
yang dibutuhkan untuk menunjang simulasi tersebut.
Simak penjelasan teknisnya melalui tautan video berikut:

Gambar 6.1 Strategi Blended/ Hybrid Learning


Peralatan yang diperlukan:
1. Handphone (HP) atau webcam external
2. Laptop
3. LCD Proyektor
4. Tripod
Penjelasan teknis:
Pengaturan layar menjadi 3 bagian disetting melalui akun gurunya
(penyelenggara):

70
1. 1 akun di laptop sharescreen materi
2. 1 akun di HP sorot/spotlight arahkan ke area guru,
3. akun HP 1nya sorot & arahkan ke papan tulis
Keterangan:
1 akun bisa dipakai lebih dari 1 perangkat. Penjelasan dalam video
menggunakan 3 perangkat dengan 2 akun yang berbeda. 1 akun di laptop
(camera off) sama dengan akun di HP 1 (camera on). HP yang ke-2
(camera on) menggunakan akun yang berbeda. Prinsipnya jika mau on
camera semua harus gunakan akun yang berbeda.
Alternatif lain yang minimalis: Gunakan 1 webcam eksternal yang
dipasangkan ke tripod dengan login 1 akun saja. Konsekuensinya hanya
ada 1 tampilan saja dan guru yang harus memindah secara manual arah
sorot kamera yang ingin ditampilkan ke siswa yang di rumah.

Nah, Bapak/Ibu guru sudah mempelajari tentang pembuatan video


pembelajaran. Pada akhir dari kegiatan pembelajaran 8 kali ini saatnya
kita berdikusi.
Yuk, silahkan pelajari materi diskusi kita kali ini.

Diskusi

Apakah Bapak/Ibu guru sudah pernah membuat video


pembelajaran?
Menurut Bapak/Ibu kendala apa saja yang ditemukan saat
membuat video pembelajaran?
Jelaskan bagaimana cara merancang video pembelajaran yang
baik dan sesuai dengan kebutuhan siswa saat ini!

71
Tugas

Membuat Video Pembelajaran


Ketentuan:
1. Durasi video maksimal 10 menit
2. Video tidak melanggar hak cipta (penggunaan aset gambar,
audio, animasi, dan menggunakan lisensi creative commons);
3. Konten video terdiri dari pembukaan (salam pembuka,
menyebutkan nama dan asal sekolah), isi/substansi, dan
penutup (evaluasi, simpulan/ refleksi, dan salam penutup);
4. Kualitas video yang diposting di platform media sosial minimal
HD
5. Orientasi video berbentuk landscape.

Rangkuman
1. Untuk dapat membuat/mengembangkan teknologi pembelajaran
seperti video pembelajaran tidak harus jago dalam bidang IT, poin
utama yang justru harus dimiliki guru adalah kemampuan menganalisis
permasalahan siswa dalam pembelajaran serta membawa analisis
tersebut untuk dikemas dalam sebuah konsep yang akan dijadikan
video pembelajaran.
2. Video pembelajaran adalah media yang menyajikan audio dan visual
yang berisi pesan-pesan pembelajaran baik yang berisi konsep, prinsip,
prosedur, teori aplikasi pengetahuan untuk membantu pemahaman
terhadap suatu materi pembelajaran.
3. Sebagai media pembelajaran, video pembelajaran mempunyai
karakteristik yaitu; a) Kejelasan pesan, b) Mampu berdiri sendiri, c)
Mudah digunakan, d) Representatif isi, e) Visualisasi, f) Resolusi tinggi,
dan g) Individual atau Klasikal.
4. Adapun dalam proses pengembangan dan pembuatan video
pembelajaran harus mempertimbangkan kriteria sebagai berikut; a)
Tipe materi, b) Durasi waktu, c) Format sajian video, d) Ketentuan
teknis, dan e) Efek music.

72
5. Tahapan pembuatan video pembelajaran terdiri dari; a) Pra produksi,
b) Produksi, c) Pasca Produksi.
6. Sebagai seorang guru perlu memahami peralatan yang dibutuhkan
untuk memproduksi sebuah video pembelajaran seperti; alat rekam,
aplikasi kamera, aplikasi multimedia, tripod, gimbal, lighting, crhoma
key screen, dan lain-lain.
7. Hybrid learning adalah metode pembelajaran yang menggabungkan
atau mengkombinasikan antara pembelajaran daring dengan
pembelajaran tatap muka (PTM). Sehingga dalam pelaksanaannya,
ada kalanya siswa dan guru bertatap muka langsung di kelas. Ada
kalanya melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

73
DAFTAR PUSTAKA

Al Mutawah, Masooma Ali & +, Al-Mutawah & Thomas, Ruby & Eid, Abdulla &
Mahmoud, Enaz & Fateel, Moosa. (2019). Conceptual Understanding,
Procedural Knowledge and Problem-Solving Skills in Mathematics:
High School Graduates Work Analysis and Standpoints. International
Journal of Education and Practice. 7. 258-273.
10.18488/journal.61.2019.73.258.273.

Ariana, Yoki. 2021. Workshop Penyusunan Video Pembelajaran bagi Finalis


Sayembara Video Pembelajaran Literasi dan Numerasi GTK Dikdas.
Jakarta.

Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press

Bruning, R.G., Schraw, G.J., & Ronning,.R.R,. 1995. Cognitive Psychology


and Instruction. (2nd Ed.). New Jersey: Prentice-Hall

Depdiknas. (2003). UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas. Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007a tentang Standar Proses.


Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. 2007

Donaldson, Sarah E. (2011). TEACHING THROUGH PROBLEM SOLVING:


PRACTICES OF FOUR HIGH SCHOOL MATHEMATICS
TEACHERS. Dissertation Submitted to the Graduate Faculty of The
University of Georgia in Partial Fulfillment of the Requirements for the
Degree DOCTOR OF PHILOSOPHY ATHENS, GEORGIA 2011

Durand-Guerrier, V., Boero, P., Douek, N., Epp, S.S., & Tanguay, D. (2011).
Argumentation and Proof in The Mathematics Classroom. In Proof
and Proving in Mathematics Education (pp.349-367). Netherlands:
Springer.

Hanna, G., & de Villiers, M. (2008). ICMI Study 19: Proof and Proving in The
Mathematics Education. ZDM, 40(2),329-336.
Hasan, S. H. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, Badan
Pengembangan dan Penelitian Kurikulum, Pusat Kurikulum.

Hermawan, Hendrik. 2021. Workshop Penyusunan Video Pembelajaran bagi


Finalis Sayembara Video Pembelajaran Literasi dan Numerasi GTK
Dikdas. Jakarta.

74
Hoffkamp, A., Schnider, J., & Paravicini, W. (2013). Mathematical
Enculturation-Argumentation and Proof at The Transition from School
to University. In Proceedings of the 8th Congress of the European
Society for Research in Mathematics Education, Antalya, Turkey.

Hock Gan, Teck. Presented PPT-Promoting Conceptual Understanding in


Mathematics IMPORTANCE OF REPRESENTATION. SEAMEO
RECSAM, Malaysia
https://matematika.fmipa.unesa.ac.id/1843/kuliah-umum-teaching-
problem-solving-vs-teaching-through-problem-solving/

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujmer/article/download/652/631
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/10178/Prosiding%2
0KNPMP%203%202018-775p%20ok_p013-775_p151-
158.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Ibrahim, Muslimin. (2010). Seri Pembelajaran Inovatif Konsep, MIskonsepsi


dan Cara Pembelajarannya. Surabaya: Unesa University Press.

Knudsen, J., Stevens, H. S. Lara-Meloy, T., Kim, H. J. & Shechtman, N. (2018).


Mathematical argumentation in middle school – The what, why, and
how. Thousand Oaks, CA: Corwin.

Musliana. 2007. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Konstrutivis


Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas IV SDN 11 Abeli.
Skripsi. Kendari: FKIP Universitas Haluoleo.

Nasution, S. (2010). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar.


Jakarta: PT Bumi Aksara.

National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and standards


for school mathematics. Reston, VA: NCTM.

Ogawa, J., dan Shimizu, S. (1999). New Industrial Applications from


Traditional Methods, 17(1), 13-20.

Rahmat, Basuki dkk. (2018). Menumbuhkan Kreativitas Siswa dengan


Pembelajaran Menggunakan Bansho. ISSN 2502-6526. Published by
KNPMP III 2018. Didownload pada pukul 07.28 tanggal 12 Desember
2021.

Rahmah, Nur. (2018). Hakikat Pendidikan Matematika. Al-Khwarizmi: Jurnal


Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. 1. 1-10.
10.24256/jpmipa.v1i2.88.

Rumah Sekolah Cendekia. 2017. Materi Videografi. Diakses melalui link:


https://www.scribd.com/document/363288077/MATERI-
VIDEOGRAFI

75
Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan
CBSA. Bandung : Tarsito

Sanjaya, Wina. (2010). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran.


Jakarta: Kencana.

Secondary National Strategy. (2007). Mathematics at Key Stage 4: developing


your scheme of work. DfES.

Skemp, R. R. (1976). Relational Understanding and Instrumental


Understanding. Mathematics Teaching, 77, 20-26.
Schneider. D.J. (1999). The Belief Machine. Dalam English, 1999.
Mathematical Thinking and Learning. New Jersey: Lawrence
Erlbaum Associates Publishers.
Suradi. (1992). Mengajarkan Konsep-Konsep Matematika, Makalah, PPs, ITB,
Bandung.

Takahashi, Akihiko. (2021). Teaching Mathematics Through Problem-Solving:


A Pedagogical Approach from Japan. 10.4324/9781003015475.
Toulmin, S.E. (2003). The Uses of Argument. (1st ed. in 1958).
Cambridge University Press.

Wilson, J. W., Fernandez, M. L., & Hadaway, N. (1993). Mathematical problem


solving. In P. S. Wilson (Ed.), Research ideas for the classroom: High
school mathematics (pp. 57– 78). New York, NY: Macmillan.

Wiratmoko, SetyoHadi. 2021. Workshop Penyusunan Video Pembelajaran


bagi Finalis Sayembara Video Pembelajaran Literasi dan Numerasi
GTK Dikdas. Jakarta.

76
Lampiran 1 Instrumen Penilaian Lesson Plan

Nama :
Instansi :

Nilai Keterangan
No. Aspek
1 2 3 4 5
1 Rich Task
- promote conceptual understanding
- promote mathematical reasoning
- promote problem-solving ability
2. Sintaks TTP
- Introduction
Membantu mengingat kembali materi yang
sudah dipelajari serta menyiapkan siswa ke
masalah yang akan dibahas hari ini.
- Posing the problem
Membantu siswa memahami permasalahan
yang ditanyakan dan mengidentifikasi
tatangan di dalam problem tersebut.
- Student problem solving
Memonitor dan mengambil peran dalam
solusi siswa ketika mereka mengerjakan
secara individu, dan memikirkan bagaimana
merencanakan diskusi kelas.
- Comparison & discussion
Membatu siswa menggambarkan dan
mendiskusikan setiap pendekatan siswa,
lebih dari menunjukkan dan menceritakan
yang ditunjukkan.
- Summarizing
Membantu siswa merangkum pendekatan
terbaik, dan mengidentifikasi aturan atau
karakteristik yang telah didiskusikan,
membantu siswa merekam jejak apa yang
telah mereka pelajari.
3 Bansho
Merekam rangkaian pelajaran
Membantu siswa mengingat apa yang mereka
lakukan dan pikirkan
Membantu siswa melihat hubungan beberapa
bagian dan kemajuan dalam pelajaran
Membantu menstimulus siswa
mengorganisasikan keterampilan mencatat
dengan modeling.
4 Neriage Map
Membantu guru untuk fokus dalam diskusi
Membantu guru memunculkan pertanyaan
yang mendorong berpikir kritis siswa
Membantu mengantisipasi jawaban dan alur
berpikir siswa
Skor:
1 = Sangat kurang 2 = Kurang 3 = Cukup 4 = Baik 5 = Baik Sekali

77
Lampiran 2 Instrumen Penilaian Video Pembelajaran

No Nilai
Aspek Keterangan
. 1 2 3 4 5
1. Kualitas Teknis
- Pencahayaan
- Komposisi
- Background Setting
- Audio
- Caption
2. Presenter
- Kecepatan Narator
- Kejelasan Narator
- Kesimpulan
- Interaktif
- Percaya Diri
- Penampilan
3. Aspek Informasi
- Penguat Pesan
- Segmentasi Materi
- Efektivitas Informasi
- Durasi
- Petunjuk
4. Orisinalitas, Inovasi, dan
Leadership
A. Kualitas Teknis (Bobot 25)
Nilai = Skor perolehan/skor maksimal x bobot
Nilai : (skor perolehan / 25) x 25
3. Pencahayaan
Skor 5 jika pencahayaan sempurna, subyek sepenuhnya jelas
Skor 4 jika pencahayaan baik, subyek sepenuhnya jelas
Skor 3 jika pencahayaan baik, subyek sebagian jelas
Skor 2 jika pencahayaan cukup, subyek sebagian jelas
Skor 1 jika pencahayaan sangat kurang/gelap, subyek tidak jelas

4. Komposisi
Skor 5 jika subjek muncul sepenuhnya di tempat yang sesuai ukuran
dalam bingkai
Skor 4 jika subyek muncul sebagian besar sesuai ukuran dalam
bingkai
Skor 3 jika subyek muncul sebagian sesuai ukuran dalam bingkai
Skor 2 jika subyek muncul sebagian kecil sesuai ukuran dalam bingkai
Skor 1 jika subyek muncul tidak sesuai/tidak sebanding dengan
ukuran dalam bingkai

78
5. Background Setting
Skor 5 jika latar belakang dan pengaturan lingkungan untuk subjek
dan kontennya sesuai
Skor 4 jika latar belakang sesuai, pengaturan lingkungan cukup sesuai
dengan subyek dan konten
Skor 3 jika latar belakang cukup sesuai, pengaturan lingkungan cukup
sesuai dengan subyek dan konten
Skor 2 jika latar belakang kurang sesuai, pengaturan lingkungan
kurang sesuai dengan subyek dan konten
Skor 1 jika latar belakang sangat kurang sesuai, pengaturan
lingkungan sangat kurang sesuai dengan subyek dan konten

6. Narasi/Audio
Skor 5 jika narasi terdengar jelas dan bisa didengarkan. Tidak ada
kebisingan latar belakang, gema, atau yang tidak diinginkan
lainnya.Volume stabil
Skor 4 jika narasi terdengar jelas dan bisa didengarkan. Tidak ada
kebisingan latar belakang, gema, atau yang tidak diinginkan
lainnya.Volume kurang stabil
Skor 3 jika narasi terdengar jelas dan bisa didengarkan. Ada sedikit
kebisingan latar belakang, gema, atau yang tidak diinginkan
lainnya.Volume tidak stabil
Skor 2 jika narasi terdengar kurang jelas dan kurang bisa didengarkan.
Banyak kebisingan latar belakang, gema, atau yang tidak diinginkan
lainnya.Volume tidak stabil
Skor 1 jika narasi terdengar tidak jelas dan tidak bisa didengarkan.
Banyak kebisingan latar belakang, gema, atau yang tidak diinginkan
lainnya.Volume tidak stabil

5. Caption
Skor 5 jika teks video tersedia dan hanya kesalahan kecil di
kapitalisasi, tanda baca, ejaan, pembicara identifikasi, spasi dan
waktu
Skor 4 jika teks video tersedia terdapat 25% kesalahan di kapitalisasi,
tanda baca, ejaan, pembicara identifikasi, spasi dan waktu
Skor 3 jika teks video tersedia terdapat 50% kesalahan di kapitalisasi,
tanda baca, ejaan, pembicara identifikasi, spasi dan waktu
Skor 2 jika teks video tersedia terdapat 75% kesalahan di kapitalisasi,
tanda baca, ejaan, pembicara identifikasi, spasi dan waktu
Skor 1 jika teks video tidak tersedia sama sekali

B. Presenter (Bobot 45)


Nilai = Skor perolehan/skor maksimal x bobot
Nilai : (skor perolehan : 30) x 45
1. Kecepatan Narator
Skor 5 jika narasi disampaikan pada kecepatan yang wajar terdengar,
dan memberikan waktu untuk memproses dan pahami isinya

79
Skor 4 jika narasi disampaikan pada kecepatan yang cukup jelas
terdengar, memberikan waktu untuk memproses dan memahami
isinya
Skor 3 jika narasi disampaikan cepat, cukup jelas terdengar, dan
memberikan waktu untuk memproses dan memahami isinya
Skor 2 jika narasi disampaikan sangat cepat kurang jelas terdengar ,
kurang memberikan waktu untuk memproses dan memahami isinya
Skor 1 jika narasi disampaikan sangat cepat tidak jelas terdengar, dan
tidak memberikan waktu untuk memproses dan memahami isinya

2. Kejelasan Narator
Skor 5 jika kalimat dan kata yang digunakan jelas dan bisa dimengerti
Skor 4 jika kalimat dan kata yang digunakan jelas dan cukup bisa
dimengerti
Skor 3 jika kalimat dan kata yang digunakan jelas dan ada bagian yang
kurang dimengerti
Skor 2 jika kalimat dan kata yang digunakan cukup jelas dan ada
bagian yang kurang dimengerti
Skor 1 jika kalimat dan kata yang digunakan sangat tidak jelas dan
tidak bisa dimengerti

3. Kesimpulan
Skor 5 jika video diakhiri dengan ringkasan singkat dari poin-poin
penting dan tindak lanjut yang harus dilakukan sesuai dengan tujuan
Skor 4 jika video diakhiri dengan ringkasan singkat dari poin-poin
penting dan sebagian tindak lanjut yang harus dilakukan sesuai
dengan tujuan
Skor 3 jika video diakhiri dengan ringkasan singkat dari sebagian poin-
poin penting dan sebagian tindak lanjut yang harus dilakukan sesuai
dengan tujuan
Skor 2 jika video diakhiri dengan ringkasan singkat dari poin-poin
penting namun tidak ada tindak lanjut yang harus dilakukan sesuai
dengan tujuan
Skor 1 jika video tidak diakhiri dengan ringkasan singkat dari poin-poin
penting dan tidak ada tindak lanjut yang harus dilakukan sesuai
dengan tujuan

4. Interaktif
Skor 5 jika pembicara bersemangat melalui ucapan, postur, gerakan,
dan perangai
Skor 4 jika pembicara bersemangat melalui ucapan, postur, gerakan,
dan perangai
Skor 3 jika pembicara bersemangat melalui ucapan, postur, gerakan,
dan perangai
Skor 2 jika pembicara bersemangat melalui ucapan, postur, gerakan,
dan perangai
Skor 1 jika pembicara bersemangat melalui ucapan, postur, gerakan,
dan perangai

80
5. Percaya Diri
Skor 5 jika narator merasa nyaman dan percaya diri di depan mikrofon
atau kamera, tidak gugup
Skor 4 jika narator merasa cukup nyaman dan percaya diri di depan
mikrofon atau kamera, tidak gugup
Skor 3 jika narator merasa cukup nyaman dan percaya diri di depan
mikrofon atau kamera, sedikit gugup
Skor 2 jika narator kurang merasa nyaman dan percaya diri di depan
mikrofon atau kamera, sangat gugup
Skor 1 jika narator merasa tidak nyaman dan tidak percaya diri di
depan mikrofon atau kamera,sangat gugup

6. Penampilan
Skor 5 jika berpenampilan menarik dan atraktif
Skor 4 jika berpenampilan menarik dan cukup atraktif
Skor 3 jika berpenampilan cukup menarik dan cukup atraktif
Skor 2 jika berpenampilan kurang menarik dan kurang atraktif
Skor 1 jika berpenampilan tidak menarik dan tidak atraktif

C. Aspek Informasi (20)


Nilai = Skor perolehan/skor maksimal x bobot
Nilai : (skor perolehan/ 25) x 20
1. Penguat Pesan
Skor 5 jika video menggunakan teks di layar, gambar, atau simbol
muncul lebih dari 3 kunci kata, perubahan warna untuk menguatkan
hal penting
Skor 4 jika video menggunakan teks di layar, gambar, atau simbol
muncul 3 kunci kata, perubahan warna untuk menguatkan hal penting
Skor 3 jika video menggunakan teks di layar, gambar, atau simbol
muncul 2 kunci kata, perubahan warna untuk menguatkan hal penting
Skor 2 jika video menggunakan teks di layar, gambar, atau simbol
munculnya 1 kunci kata, perubahan warna untuk menguatkan hal
penting
Skor 1 jika video tidak menggunakan teks di layar, gambar, atau
simbol untuk menguatkan hal penting

2. Segmentasi Materi
Skor 5 jika materi berdasarkan topik spesifik yang disusun secara logis
dan terstruktur serta sesuai tema terkait inovasi
pembelajaran/implementasi mata pelajaran yang diampunya dengan
sumber belajar
Skor 4 jika materi berdasarkan topik spesifik yang disusun secara logis
dan terstruktur, cukup sesuai dengan tema terkait inovasi
pembelajaran/implementasi mata pelajaran yang diampunya dengan
sumber belajar
Skor 3 jika materi berdasarkan topik spesifik yang disusun secara logis
, cukup terstruktur, cukup sesuai tema terkait inovasi

81
pembelajaran/implementasi mata pelajaran yang diampunya dengan
sumber belajar
Skor 2 jika materi berdasarkan topik yang kurang spesifik yang
disusun secara logis, kurang terstruktur serta kurang sesuai tema
terkait inovasi pembelajaran/implementasi mata pelajaran yang
diampunya dengan sumber belajar
Skor 1 jika materi tidak spesifik, tidak logis dan tidak terstruktur, tidak
sesuai dengan tema terkait inovasi pembelajaran/implementasi mata
pelajaran yang diampunya dengan sumber belajar

3. Efektifitas Informasi
Skor 5 jika video menyajikan informasi yang membantu siswa
mencapai tujuan belajar tanpa informasi lain yang tidak relevan
Skor 4 jika video menyajikan informasi yang membantu siswa
mencapai tujuan belajar, masih ada 25% informasi lain yang tidak
relevan
Skor 3 jika video menyajikan informasi yang membantu siswa
mencapai tujuan belajar, masih ada 50% informasi lain yang tidak
relevan
Skor 2 jika video menyajikan informasi yang membantu siswa
mencapai tujuan belajar,masih ada 75% informasi lain yang tidak
relevan
Skor 1 jika video menyajikan informasi yang membantu siswa
mencapai tujuan belajar, lebih dari 75% informasi lain yang tidak
relevan

4. Durasi
Skor 5 jika durasi video sesuai dengan rentang perhatian pemirsa
berkisar di 10 - 15 menit
Skor 4 jika durasi video sesuai dengan rentang perhatian pemirsa
berkisar di 16 menit
Skor 3 jika durasi video sesuai dengan rentang perhatian pemirsa
berkisar di 17 menit
Skor 2 jika durasi video sesuai dengan rentang perhatian pemirsa
berkisar di 18 menit
Skor 1 jika durasi video sesuai dengan rentang perhatian pemirsa
berkisar lebih dari 18 menit

5. Petunjuk
Skor 5 jika narator menunjukkan poin-poin penting, kelebihan yang
dimiliki, informasi berisi petunjuk yang dapat dipahami dengan mudah
Skor 4 jika narator menunjukkan poin-poin penting, kelebihan yang
dimiliki, 80% informasi berisi petunjuk yang mudah dipahami
Skor 3 jika narator menunjukkan poin-poin penting, kelebihan yang
dimiliki, 60% informasi berisi petunjuk yang dapat dipahami dengan
mudah

82
Skor 2 jika narator menunjukkan poin-poin penting, kelebihan yang
dimiliki, 40% informasi berisi petunjuk yang dapat dipahami dengan
mudah
Skor 1 jika narator menunjukkan poin-poin penting, kelebihan yang
dimiliki, 20% informasi berisi petunjuk yang dapat dipahami dengan
mudah

D. Orisinalitas, Inovasi & Leaderships (10)


Nilai = Skor perolehan/skor maksimal x bobot
Nilai : (skor perolehan/ 5) x 10
Skor 5 jika karya orisinalitas/bukan jiplakan, mengandung inovasi dan
leaderships serta kolaborasi dari berbagai unsur
Skor 4 jika karya orisinalitas/bukan jiplakan, mengandung inovasi dan
leaderships , kurang ada kolaborasi dari berbagai unsur
Skor 3 jika karya orisinalitas/bukan jiplakan, cukup inovasi dan
leaderships kurang kolaborasi dari berbagai unsur
Skor 2 jika karya orisinalitas/bukan jiplakan, mengandung kurang inovasi
dan leaderships, kurang kolaborasi dari berbagai unsur
Skor 1 jika karya tidak orisinal/ jiplakan, tidak mengandung inovasi dan
leaderships tidak ada kolaborasi dari berbagai unsur

83
Lampiran 3 Instrumen Penilaian Best Practice

Sumber : Pedoman Lomba Best Practice bagi Kemendikbud 2016

84

Anda mungkin juga menyukai