PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
1. Hukum Islam adalah rangkaian kata ‘hukum’ dan ‘Islam’, secara terpisah
yang diberi wewenang oleh masyarakat itu, berlaku dan mengikat seluruh
wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia Mukallaf
yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam.
1
2. Mudharib adalah manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan
untuk mengelola suatu usaha yang produktif dan halal. Dilengkapi dengan
otak kemampuan yang tinggi untuk berfikir dan bekerja dalam kehidupan
sehari-hari.1
3. Bagi hasil (Mudharabah) adalah Akad yang dilakukan oleh shahibul mal
sesuai kesepakatan.2
4. Pihak ketiga adalah orang lain dengan kesepakatan bagi hasil dari hak
1 Oni Sahroni, Fiqih muamalah Kontemporer (Jakarta: Republika Penerbit, 2020), 222
2 Imam Taqiyudin, Kifayatul Akhyar (Sukoharjo: Darul Aqidah, 2009), 695.
2
Pada kasus Pada Peternak Yanto di Desa pesawaran, Kecamatan Kedondong,
dengan mudharib yang dimana hasil dari kerja sama tersebut dibagi dua
sesuai kesepakatan awal, tetapi pada kenyataan bahwa mudharib tidak bisa
dari ternak kambing tadi senilai Rp 5000.000 dan dibagi dua antara shohibul
mal dan mudharib yaitu Rp 2.500.000 per 1 orang, tetapi mudharib membagi
bahwa uang yang diberikan kepada pihak ketiga tersebut dinamakan upah,
sedangkan kita ketahui bahwa upah berbeda dengan bagi hasil dan
ada 2 pihak sebagai subjek yaitu shahibul mal dan mudharib keterlibatan
shahibul mal dalam akad ini adalah modal. Sementara keterlibatan mudharib
adalah kerja yang dia lakukan dalam mengelola modal. Karena itulah masing-
itulah keterlibatan ini tidak ada, maka masing-masing tidak memiliki hak
3
semua di limpahkan ke pihak ketiga yang mengerjakannya, kemudian gaji
Menurut Prof. Dr. Hasan Abdul Ghani dalam risalahnya al-ahkam al-
mengukur kerja apa yang boleh meminta bantuan orang lain dirinci menjadi 2
1. Kerja yang tidak mungkin ditangani mudharib itu sendiri. Karena tidak
hal ini, mudharib bias memperkerjakan orang lain dan upahnya dijadikan
bantuan orang lain dalam hal ini mudharib tidak boleh memperkerjakan
ukuran berat dan tidaknya kerja semacam ini kembali lagi kepada urf
4
B. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk
semua kebutuhan manusia harus bekerja dengan berbagai cara yang baik salah
satunya dengan bermudharabah atau bagi hasil. Sesuatu yang dilakukan oleh
antara pemilik modal dengan pengelola modal yang hasilnya dibagi sama rata
sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati kedua belah pihak. Salah
dalam sistem tersebut terdapat bagi hasil antara pemilik ternak (shahibul mal)
dengan pengelola ternak (mudharib). Namun tentu saja untuk orang yang
muslim berusaha dalam bidang peternakan agar berkah dan di ridhoi allah swt
5
lainnya berbeda-beda. Meski berbeda-beda bentuknya, tetapi ada titik
antara pemilik ternak (shahibul mal) pemilik modal berupa ternak kambing
sama rata.
untuk melakukan kerjasama karena mudhorib ini tidak bisa mengelola ternak
kambing ini dengan sendiri karena adanya pekerjaan yang harus dilakukan
dan tidak dapat digantikan yaitu mengurus pertanian sawah. Adanya pihak
ketiga ini untuk mengurus ternak kambing mudhorib dalam mengelola ternak
ternak kambing tersebut terjual dan telah diurus oleh pihak ketiga hasil nya di
bagi sama rata. setelah dari hak mudharib diperoleh dari shahibul mal atas
kesepakatan bagi hasil ternak kambing dengan shahibul mal yang mana
6
kambing tersebut di miliki oleh shahibul mal bukan pemilik mudharib. Pada
persoalan itu.
Dalam ajaran Islam sendiri bagi hasil harus diberikan sesuai kesepakatan
akad diawal setelah ia melakukan kerjasama ternak kambing, Maka dalam hal
ketiga dengan sistem bagi hasil dari hak mudharib yang terindikasi adanya
ketidakjelasan bagi hasil yang melanggar hukum Islam. Dari fokus penelitian
7
D. Rumusan masalah
Berdasarkan praktik mudharib memperkerjakan pihak ketiga dalam
pihak ketiga dalam kerjasama bagi hasil ternak kambing tersebut Pada
Pesawaran?
E. Tujuan Penelitian
Adapun yang ingin dicapai dalam peneltian ini adalah :
8
F. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis penelitian ini sangat bermanfaat, untuk menambah
G. Kajian Terdahulu
Sejauh pengetahuan penulis, saat ini terdapat beberapa karya ilmiah
seperti jurnal, artikel, ataupun karya ilmiah lainnya yang membahas tentang
lainnya yang terjadi di masyarakat. Maka dari itu, dalam penulisan skripsi
sebagai bukti bahwa penulis telah memahami masalah yang sedang akan
diteliti.
Tentang Praktek Bagi Hasil Antara Pemilik Dan Penggarap Kebun Pada
Petani kopi. Studi Kasus Dusun Bedeng 9 Desa Ogan Lima Lampung
atau kerjasama bagi hasil perkebunan kopi dilakukan antara pemilik dan
9
penggarap/pengelola kebun kopi dilakukan secara lisan (tidak tertulis)
penelitian ratih apriliana dewi dengan penelitian yang akan penulis teliti
kesepakatan.3
disimpulkan bahwa sistem bagi hasil pertanian yang ada di Desa Way
3Ratih apriliana dewi “Tinjauan Hukum Islam Tentang Praktek Bagi Hasil Antara Pemilik Dan
Penggarap Kebun Pada Petani Kopi”(skripsi, uin raden intan 2017), 1
10
3. Rizal Datwis, IAIN Sultan Amai Gorontalo tahun 2016, dengan jurnalnya
jenis penelitian kualitatif yang menjadi perbedaan ialah adanya jumlah pihak
penelitian yang akan penulis teliti terdapat pada jumlah pihak yang terlibat
dalam kesepakatan.5
4 Rizal Darwis, “Sistem Bagi Hasil Pertanian Pada Masyarakat Petani Penggarap”, Jurnal Hukum
Modal Dan Pekerja Didesa Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat”(skripsi, uin raden
2018), 1
11
H. Metode Penelitian
Sebelum dikemukakan metode penelitian yang digunakan dalam
Metode dapat diartikan sebagai suatu cara untuk melakukan suatu teknis
penelitian adalah cara berfikir dan berbuat yang dipersiapkan secara baik
yang mampu mengantarkan penulis mendapat data yang valid dan otentik,
a. Jenis peneltian
12
berkaitan dengan latar belakang kondisi saat ini dari subjek yang
segi social dari suatu kelompok atau golongan tertentu yang masih
kurang diketahui.
b. Sifat penelitian
kambing.
13
2. Sumber Data
Sehingga data yang didapat oleh peneliti merupakan data yang benar.
penelitian ini sebagai pelengkap dari data primer yang diperoleh dari
6Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2016), h. 225.
7Abdulkadir Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum, (Bandung: Pt. Citra Aditiya Bakti, 2004), h.
115-116.
14
3. Populasi dan sampel
a. Populasi
b. Sampel
Dalam hal ini sampel yang digunakan adalah random sampling yaitu
data yang memiliki kelompok subjek didasari atas ciri-ciri atau sifat-
orang mudharib dan 1 orang pihak ke tiga Oleh karena itu, penelitian
15
menjawab setiap permasalahan yang tengah dihadapi sesuai dengan
tujuan penelitian.
4. Pengumpulan data
metode, yaitu:
a. Wawancara
Dalam hal ini, yang menjadi interview adalah orang yang yang
9Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakatra: PT.Raja Grafindo Persada, 2001), 124.
16
b. Dokumentasi
dokumentasi baik data itu yang berupa catatan harian, memori atau
5. Pengolahan data
peneliti.
10Lexy J. Moeloeng, Metodelogi Penelitian Kuantitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1987), 140.
17
c. Rekontruksi data (reconstructing) yaitu menyusun ulang data secara
6. Analisa data
11Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum,( Jakarta: Pustaka Belajar, 2001), 90-91.
12Saifudin Anwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1999), 40.
18
I. Sistematika Pembahasan
gambaran umum geografis tempat penelitian dan praktik yang terjadi ditempat
penelitian.
mempekerjakan pihak ketiga dalam bagi hasil ternak kambing serta penerapan
kesimpulan,dan saran.
19
J. Kerangka teoritik
membutuhkannya, atau karena tidak bisa bekerja sendiri. Karena hal yang
sendiri.
Namun menurut prof. Dr. Hasan Abdul Ghani dalam risalahnya al-
“untuk mengukur kerja apa bolehnya meminta bantuan orang lain dirinci
menjadi 2”
1. Kerja yang tidak mungkin di tangani oleh mudharib itu sendiri. Baik
antara pemilik modal dengan pengelola modal yang hasilnya dibagi sama rata
sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati kedua belah pihak. Salah
13
Hasan Abdul Ghani, (al-Ahkam al-Fiqhiyah al-Mutta’alliqah bi ad-mudharabah), 101-10
20
dalam sistem tersebut terdapat bagi hasil antara pemilik ternak (shahibul mal)
belah pihak, dan proporsi (nisbah) keduanya harus dijelaskan pada waktu
bentuk prosentase seperti 50:50, 60:40, 70:30, atau bahkan 99:1 menurut
kesepakatan bersama. Maka dari itu keuntungan akan terlihat jelas tanpa
21
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
Fiqh muamalat terdiri atas dua kata, yaitu fiqh dan muamalat. Pengertian
fiqh menurut bahasa berasal dari kata faqiha, yafqahu, fiqhan yang berarti
manusia dengan manusia dengan manusia yang lain dalam bidang kegiatan
ekonomi.
mempunyai dua arti, yaitu arti umum dan arti khusus. Dalam arti umum,
22
kawinan tidak termasuk muamalah dalam arti khusus, karena sasarannya
manusia lain yang berkaitan dengan benda atau mal. Hakikat dari hubungan
tersebut adalah berkaitan dengan hak dan kewajiban antara manusia yang satu
dengan manusia yang lain. Contohnya seperti hak penjual untuk menerima
uang pembayaran atas barang yang dijualnya, dan hak pembeli untuk
kepada orang lain, dan hak penyewa untuk menerima manfaat atau rumah
yang disewanya.16
3. Prinsip-Prinsip Muamalat
hubungan antara manusia dengan manusia lain yang sasarannya adalah harta
benda atau mal. Hubungan tersebut sangat luas karena mencakup hubungan
antara sesama manusia, baik muslim maupun non muslim. Namun ada
15
Ibid, 1
16 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2017), 2.
23
beberapa prinsip yang menjadi acuan dan pedoman secara umum untuk
letak hukum ekonomi, sebagian ada dalam hukum perdata dan sebagian lagi
Para ahli ekonomi islam telah memberikan definisi ekonomi islam dengan
ragam yang brbeda sesuai dengan sudut pandang para ahli tersebut. Apabila
pada hal yang sama yaitu ilmu pengetahuan yang berupaya untuk
permasalahan ekonomi secara apa yang telah disyariatkan oleh Allah SWT.
Tidak ada definisi ekonomi islam yang baku yang digunakan sebagai
dihadapi oleh orang islam, meskipun demikian, definisdefinisi yang ada saat
ini telah memberi arahan yang baik dalam perkembangan ekonomi Islam di
24
muslim untuk menjawab masalah ekonomi yang ditangkapnya, pada Al-
1. Pengertian Mudharabah
Salah satu bentuk kerja sama dalam menggerakkan antara pemilik modal
dan seseorang adalah bagi hasil, yang dilandasi oleh rasa tolong menolong.
Sebab ada orang yang mempunyai modal, tetapi tidak mempunyai keahlian
dalam menjalankan roda perusahaan. Ada juga orang yang mempunyai modal
dan keahlian, tetapi tidak mempunyai waktu. Sebaliknya ada orang yang
maka kedua belah pihak akan mendapatkan keuntungan modal dan skill
qiradh juga mengacu pada makna yang sama. Secara lughowi mudharabah
berasal dari kata ad-dharb (( الضربderivasi dari wazan fi’il ضربا- – یضرب
25
ضربberarti memukul dan berjalan.19 Selain ad-dharb ada juga qiradh (القراض
Akad antara dua pihak dimana salah satu pihak mengeluarkan sejumlah
19 Adib Bisri dan Munawwir, Al-Bisri Kamus Arab-Indonesia Indonesia-Arab (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1999),432.
20
Ibid, 592
21
Abdullah Al-Muslih, Fiqih Ekonomi Islam Keuangan Islam (Jakarta: Darul Haq, 2004), 168.
22
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah Jilid 4 (Jakarta: Darul Fath, 2004),217.
26
menjadi tanggungan pemilik modal saja, ‘amil tidak menanggung kerugian
mudharabah adalah akad yang dilakukan oleh shahibul mal dengan mudharib
ditanggung oleh shahibul mal sepanjang kerugian itu bukan akibat kelalaian
mudharabah dan lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini
a. Al –Qur’an
23 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 5 (Jakarta: Gema Insani, 2011), 476.
24
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung : CV Penerbit J-ART, 2005), 575
27
Dalam ayat di atas dasar dilakukannya akad mudharabah adalah kata
“yadhribun” (( یضربونyang sama dengan akar kata mudharabah yang memiliki
b. Hadist
25
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),
225
26
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung : CV Penerbit J-ART, 2005), 554
27
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 5 (Jakarta: Gema Insani, 2011), 477.
28
kualitas rendah untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual (HR
Ibnu Majah)28
sahabat lainnya.
miskin dan ada pula yang kaya. sedangkan, banyak orang kaya yang tidak
yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal, dengan demikian, adanya
saling bermanfaat.29
d. Kaidah Fiqih
29
Artinya : Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali
disyariatkan oleh firman Allah, hadist, ijma’ dan qiyas dan diberlakukan pada
masa Rasulullah saw dan beliau tidak melarangnya, karena manusia dapat
1. Rukun Mudharabah
ulama guna menentukan sahnya akad tersebut, tetapi para ulama berbeda
pendapat tentang rukun mudharabah adalah ijab dan qabul yakni lafadz yang
ulama Malikiyah bahwa rukun mudharabah terdiri dari : Ra’sul mal (modal),
menurut ulama Hanafiyah, rukun mudharabah adalah ijab dan qabul dengan
lafal yang menunjukkan makna ijab dan qabul itu. Sedangkan menurut ulama
30 5 H. A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih : Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Masalah- masalah yang
Praktis, (Jakarta : Pranamedia, 2011), 185.
30
d. Ijab qabul (sighat)
e. Modal (rasul’mal)
f. Pekerjaan (amal)
g. Keuntungan atau nisbah31
yaitu :
Dari perbedaan para ulama diatas dipahami bahwa rukun pada akad
Dalam akad mudharabah harus ada dua pelaku, dimana ada yang
bertindak sebagai pemilik modal (shahibul mal) dan yang lainnya menjadi
uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja
31
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), 139
31
yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, ketrampilan, selling skill,
berbentuk barang. Modal harus uang tunai karena barang tidak dapat
kontribusi apa pun padahal mudharib telah bekerja. Para ulama Syafi’i
an-taraddin minkum (saling rela). Di sini kedua belah pihak harus secara
kerja.
32
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, ( Jakarta : PT RajaGrafino Persada,
2014), 205
32
d. Nisbah keuntungan
Nisbah yakni rukun yang menjadi ciri khusus dalam akad mudharabah.
Nisbah ini merupakan imbalan yang berhak diterima oleh shahibul mal
4. Syarat Mudharabah
majikan dan wakil.34 Hal itu karena mudharib berkerja atas perintah dari
pemilik modal dan itu mengandung unsur wakalah yang mengandung arti
mewakilkan. Syarat bagi keduanya juga harus orang yang cakap untuk
kecapakan, seperti gila, sakit dan lain-lain. Selain itu, jumhur ulama juga
muslim.
33
Ibid, 205
34
Dimyauddin djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah (Jakarta : Pustaka Pelajar, 2008), 228
33
b. Sighat (ijab dan qabul)
setuju,” atau, “saya terima,” dan sebagainya. Apabila telah terpenuhi ijab
c. Modal
Modal adalah sejumlah uang yang diberikan oleh shahibul mal kepada
Hanafi, Maliki dan Syafi’i apabila modal itu dipegang sebagiannya oleh
35
Ismali Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer Hukum Perjanjian, Ekonomi, Bisnis dan
sosial, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2012,),143
36
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2014), 62
34
dibenarkan. Namun, menurut Mazhab Hanbali, boleh saja sebagian modal
itu berada ditangan pemilik modal, asal saja tidak menganggu kelancaran
d. Nisbah Keuntungan
belah pihak, dan proporsi (nisbah) keduanya harus dijelaskan pada waktu
dalam bentuk prosentase seperti 50:50, 60:40, 70:30, atau bahkan 99:1
bagi rugi atau profit and loss sharring (PLS), dalam akad ini return dan
timing cash flow tergantung kepada kinerja riilnya. Apabila laba dari
usahanya besar maka kedua belah pihak akan mendapatkan bagian yang
besar pula. Tapi apabila labanya kecil maka keduanya akan mendapatkan
37 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008),
206
35
besaran nisbah ini muncul dari hasil tawar menawar antara shahibul mal
yang sudah disebutkan diatas, namun para fuqaha sepakat bahwa nisbah
mazhab Hanafi akad itu fasid (rusak). Demikian juga halnya, apabila
maka akad itu batal menurut mazhab Hanafi, sebab kerugian tetap
ditanggung sendiri oleh pemilik modal, oleh sebab itu mazhab Hanafi
shahihah dan mudharabah faasidah. Jika mudharabah itu fasid, maka para
pekerja (pelaksana) hanya menerima upah kerja saja sesuai dengan upah
bersama.
38
Ibid, 209
36
modal. Pekerjaan dalam kaitan ini berhubungan dengan manajemen
5. Macam-macam Mudharabah
dua, yaitu :
a. Mudharabah Muthalaqah
bebas mengolah modal itu dengan usaha apa saja yang menurut
diinginkan.40 Misalnya jenis barang apa saja, didaerah mana saja, dengan
siapa saja, asal saja apa yang dilakukan itu diperkirakan akan
b. Mudharabah Muqayyadah
39
Ismali Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer Hukum Perjanjian, Ekonomi, Bisnis dan
sosial, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2012), 143
40
M. Ali Hasan, Berbagai Macam transaksi dalam Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo), 172
37
perjanjian yang dikemukanan oleh pemilik modal. Misalnya harus
aliran dana dari shahibul mal kepada mudharib dan shahibul mal
41Ibid , 172
42
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT Raja Grafindo,
2008),172
38
pelaksana usaha.43 Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat
tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha
melakukan akad mudharabah lagi dengan orang lain dengan uang tersebut,
modal yang sebenarnya, karena apabila akad mudharabah telah terjadi dan
pekerja telah menerima modalnya, maka usaha yang dilakukan adalah amanat
baik, maka dia harus menanggung resiko yang ada, termasuk mengganti
terbaik.
43
Ibid, 213
44Qomarul Huda, Fiqh Muamalah (Yogyakarta : Teras, 2011),116-117
39
6. Hikmah Mudharabah
mampu mengelolanya dan disana ada juga orang yang tidak memiliki
terwujudlah kerja sama harta dan amal. Allah ta’ala tidak mensyariatkan
selain konsep ta’awuniyah dan amanah yang dalam pelaksanaan usaha ini
hendaknya juga harus diterapkan, agar usaha ini sesuai dengan prinsip
islami dan tidak merugikan salah satu pihak yang melakukan akad
45
Imam Taqiyudin, Kifayatul Akhyar (Sukoharjo: Darul Aqidah, 2009), 699.
40
c. La’dzolimun : usahah yang dijalankan itu tidak menzalimi salah satu
atau gharar.
rasa cinta dan kasih sayang sesama manusia, yaitu ketika ada seseorang
itu juga masih ada faedah yang lain yaitu ketika suatu amanah
mudharabah akan banyak diminati orang. Dan barang kali suatu saat
41
nanti ia akan menjadi kaya, padahal sebelumnya fakir. Semua adalah
modalnya, sedangkan tenaga kerja (skill) mendapat upah dari pekerjaan itu,
bisa juga bahwa tenaga kerja tidak mendapat upah tetapi mendapatkan
sebagian keuntungan dari hasil usahanya itu. Persentase juga di tetapkan atas
yang amat baik bagi tenaga kerja, karena mereka merasa puas mendapatkan
keuntungan dari kerjasama itu. Hal ini merupakan motivasi yang amat kuat
bagi mereka sehingga bekerja lebih giat untuk mendapatkan keuntungan yang
lebih banyak pula. Para tenaga kerja (skill) merasa memiliki usaha yang
46
Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi, indahnya syariat islam, penerjemah Faisal Saleh dkk: penyunting,
Harlis Kurniawan, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), 482 .
42
1. Hak pekerja
keterampilannya
sekiranya terjadi kerugian maka tidak ada ganti rugi dan tuntutan
mendapatkan upah
yang jauh, maka dia pun berhak mendapatka uang makan dan
sebagainya.
modal.
3. Kontrak Berakhir
43
b. Kontrak berakhir apabila salah satu pihak meninggal dunia. Kontrak
47 M. Ali Hasan, masail fiqliyah, (jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Ed. Revisi, cet. 4, 119-
120.
44
pengusaha. Hal ini karena mudharabah berhubungan dengan
musuh sama saja dengan mati. Hal itu menghilangkan keahlian dalam
Hal ini karena modal harus dipegang oleh pengusaha. Jika modal
45
Begitu pula, mudharabah dianggap rusak jika modal diberikan kepada
Dalam menjalankan bisnis, satu hal yang sangat penting adalah masalah
akad (perjanjian). Akad sebagai salah satu cara untuk memproleh harta dalam
merupakan cara yang diridhoi Allah swt dan harus ditegakkan isinya.49
Kata “Akad” berasal dari bahasa arab al-aqdu dalam bentuk jamak
disebut al-uquud yang berarti ikatan atau simpul tali. Menurut para ulama
fiqh, kata akad didefinisikan sebagai hubungan antara ijab dan kabul sesuai
diri tentang perbuatan yang akan dilakukan dalam satu hal yang khusus. 50
Akad ini diwujudkan pertama, dalam ijab dan kabul. Kedua, sesuai
dengan kehendak syariat. Ketiga, adanya akibat hukum pada objek perikatan.
Akad (ikatan, keputusan, atau penguatan) atau perjanjian atau transaksi dapat
48
Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi, indahnya syariat islam, penerjemah Faisal Saleh dkk: penyunting,
Harlis Kurniawan, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), 498
49 Muhammad Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2012), 5-6.
50 T.M. Hasbi Ash-Shidiqy, Pengantar Fiqh Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984),8.
46
Dalam istilah fiqh, secara umum akad berarti sesuatu yang menjadi tekad
seseorang untuk melaksankan, baik yang muncul dari satu pihak, seperti
wakaf, talak, sumpah maupun yang muncul dari dua pihak, seperti jual beli,
sewa, wakalah, dan gadai. Secara khusus akad berarti kesetaraan antara ijab
adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk
keinginan diri dengan sesuatu yang lain dengan cara memunculkan adanya
komitmen tertentu yang di syariah kan. Terkadang kata aqad menurut istilah
bagi dirinya sendiri atau bagi orang lain dengan kata harus.
Dalam istilah fiqh, secara umum akad berarti suatu yang menjadi tekad
seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari satu pihak, seperti
47
wakaf, talak, dan sumpah, maupun yang muncul dari dua pihak seperti jual
Apabila kita mengikuti definisi akad yang umum yang mencakup semua jenis
tassaruf yang dibenarkan oleh syara‟ , maka rukun akad akan berbeda
tassaruf bisa sempurna denga kehendak satu pihak, seperti talak dan waqaf
maka tasarrufnya sah dengan pernyataan pihak yang memiliki kehendak untuk
seperti jual beli dan ijarah, maka untuk keabsahan akad diperlukan adanya
yang khusus, maka untuk keabsahan akad harus ada dua pernyataan
tersebut dikalangan fuqaha dikenal dengan istilah ijab dan kabul. Ulama-
sesuatu.53
Untuk sahnya akad harus memenuhi hukum akad yang merupakan unsur
52 Abdullah Al-mushlih dan shalah Ash-shawi, Fiqh Ekonomi Keuangan Islam (Jakarta:Darul Haq,
2008),26.
53 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2017), 114
48
1) Al- Aqid atau pihak-pihak yang ber akad adalah orang, persekutuan,atau
hukum. Karena itu, orang gila dan anak kecil yang belum mumayyid
tidak sah melakukan transaksi jual beli, kecuali membeli sasuatu yang
kecil-kecil atau murah seperti korek api, korek kuping, dan lain-lain.54
2) Shighat, atau perbuatan yang menunjukan terjadinya akad berupa ijab dan
kabul. Dalam akad jual beli, ijab adalah ucapan yangdiucapkan oleh
penjual, sedangkan kabul adalah ucapan setuju atau rela yang berasal dari
pembeli
3) Al- Ma‟qud alaih atau objek akad. Objek akad adalah amwal atau jasa
4) Tujuan pokok akad itu jelas dan diakui syara dan tujuan akad itu terkait
jual beli adalah untuk memindahkan hak penjual kepada pembeli dengan
sebab itu jika tujuan akad tidak sesuai dengan tujuan aslinya maka suatu
54 Mardani, Praktik Jual Beli Via Telepon dan Internet, ( Tanggerang Hukum dan Ham ,
49
BAB III
Deskripsi Objek Penelitian
1. Sejarah Desa
50
menjadi 3 ( tiga ) Desa, yaitu Desa Induk menjadi Desa Gunung Sugih
DESA
51
6. 2019- sekarang Azwan Feri Arif Setiawan
2. Demografi
L
Sebelah Utara : Desa Sukamandi Kec. Way Lima
e
Sebelah Selatan : Desa Tempel Rejo Kec. Kedondong
t
Sebelah Barat : Desa Pasar Baru Kec. Kedondong
a
Sebelah Timur : Desa Margodadi Kec. Way Lima
k
2) Pemukiman 250 ha
3) Pertanian Sawah 65 ha
4) Ladang/tegalan 35 ha
5) Hutan 245 ha
6) Rawa-rawa 0,25 ha
7) Perkantoran -
8) Sekolah 0,75 ha
9) Jalan 10 km
52
c. Orbitasi
3. Data penduduk
4. Fasilitas public
a. Pendidikan
53
5. Keadaan Ekonomi
a. Pertanian
1) Padi sawah : 65 Ha
2) Padi Ladang : - -
3) Jagung : 4 Ha
4) Palawija : 5 Ha
5) Tembakau : - -
6) Tebu : - -
7) Kakao/Cokelat : 182 Ha
8) Sawit
9) Karet
b. Peternakan
2) Sapi 52 Ekor
6) Burung - -
7) Lain-lain - -
54
c. Perikanan
2) Tambak udang
3) Lain-lain
2) Pedagang 66 Orang
3) PNS 33 Orang
4) Tukang 86 Orang
5) Guru 75 Orang
8) Pesiunan 54 Orang
9) Sopir / Angkutan - -
e. Pembagian Wilayah
55
3) Dusun Pesawaran II Jumlah 3 RT
Jumlah 20 RT
modal dan seseorang adalah bagi hasil, yang dilandasi oleh rasa tolong
waktu. Sebaliknya ada orang yang mempunyai keahlian dan waktu, tetapi
tidak mempunyai modal. Dengan demikian, apabila ada kerja sama dalam
satu.
56
Persetujuan kedua belah pihak, merupakan konsekuensi dari prinsip
an-taraddin minkum (saling rela). Di sini kedua belah pihak harus secara
kerja
tersebut dengan harga Rp.5.000.000 per ekor dalam Akad bagi hasil dan
apabila terjual hasilnya di bagi sama rata antara hak shahibul mal dan
tidak bisa ditinggalkan yaitu sebagai petani sawah maka dari itu
pemilik ternak (shahibul mal) pemilik modal berupa ternak kambing dan
akad bagi hasil dari stengah hak mudharib yang diproleh dari shohibul
57
mal yaitu Rp 2.500.000 dibagi dua untuk pihak ketiga senilai Rp
.1.250.000.
pertanian sawah.57
bentuk akad dan berbagai cara transaksi yang dibuat oleh manusia
ketentuan umum yang ada dalam syara‟. Hal tersebut sesuai dengan
kaidah.
dan telah diurus oleh pihak ketiga hasil nya di bagi sama rata. Mereka
menggunakan Akad bagi hasil, setelah dari hak mudharib diperoleh dari
shahibul mal atas kesepakatan bagi hasil ternak kambing dengan shahibul
mal yang mana kambing tersebut di miliki oleh shahibul mal bukan
57 Yanto, Pengelola Ternak Kambing (Wawancara Dengan Penulis, (Pesawaran 06 November 2021)
58
bagi hasil yang diberikan mudharib kepada pihak ketiga dinamakan
upah.58
harus dibagi secara proporsional kepada kedua belah pihak, dan proporsi
kesepakatan bersama.
mudharib kepada pihak ketiga itu sama seperti upah, sedangkan yang
dinamakan bagi hasil itu antara shohibul mal dan mudharib menurut
mal dan mudharib yaitu bagi hasil antara keduanya. Padahal bagi hasil itu
misal dalam kerja sama mendapat keuntungan senilai 1 juta rupiah, jadi
bagi hasilnya dibagi dua sesuai kesepakatan antara kedua belah pihak
sedangkan upah itu berbanding terbalik dengan bagi hasil yang dilakukan
mengukur kerja apa yang boleh meminta bantuan orang lain dirinci
58 Yudis, Pihak Ketiga Pengelola Ternak, Wawancara dengan Penulis, (Pesawaran 07 november 2021).
59
3. Kerja yang tidak mungkin ditangani mudharib itu sendiri. Karena tidak
mazhab Hanafi akad itu fasid (rusak). Demikian juga halnya, apabila
bersama, maka akad itu batal menurut mazhab Hanafi, sebab kerugian
tetap ditanggung sendiri oleh pemilik modal, oleh sebab itu mazhab
kesepakatan aal tanpa adanya pihak ketiga yang mebuat nisbah atau
60
mazhab Hanafi menyatakan bahwa mudharabah itu ada dua
upah kerja saja sesuai dengan upah yang berlaku dikalangan pedagang
61
BAB IV
ANALISA DATA
pesawaran dalam ternak kambing yang terdiri dari shohibul mal (pemilik
meminta bantuan atau melakukan kerja sama dengan mudharib atau pengelola
untuk merawat kambingnya, dan setelah terjual hasil dibagi dua sesuai
dalam kerja sama bagi hasil antara shohibul mal dan mudharib tersebut maka
pembagian hasil yang harusnya Rp 5000.000 juta rupiah dibagi dua, mudharib
ketiga dinamakan upah sedangkan dalam islam upah itu berbeda dengan bagi
hasil.
62
Keuntungan harus dibagi secara proporsional kepada kedua belah pihak,
prosentase seperti 50:50, 60:40, 70:30, atau bahkan 99:1 menurut kesepakatan
bersama.
taraddin minkum (saling rela). Di sini kedua belah pihak harus secara rela
Dalam menjalankan bisnis, satu hal yang sangat penting adalah masalah
akad (perjanjian). Akad sebagai salah satu cara untuk memproleh harta dalam
merupakan cara yang diridhoi Allah swt dan harus ditegakkan isinya.
Nisbah yakni rukun yang menjadi ciri khusus dalam akad mudharabah.
Nisbah ini merupakan imbalan yang berhak diterima oleh shahibul mal
dengan bagi hasil tetapi membayar upah, pentingnya akad dan ijab qabul
63
sebelum meksanakan kerja sama itu penting, jadi bisa ditentukan bahwa itu
mudharabah atau ijarah dan ini tidak sesuai dengan kesepakatan awal yaitu
bagi hasil.
melakukan akad mudharabah lagi dengan orang lain dengan uang tersebut,
modal yang sebenarnya, karena apabila akad mudharabah telah terjadi dan
pekerja telah menerima modalnya, maka usaha yang dilakukan adalah amanat
oleh karena itu kita sering melakukan kerja sama antara satu, dua bahkan 3
orang sekalipun, dalam kerja sama ini penggarap membantu pemilik lahan
untuk merawat serta menjaga lahan tersebut dengan baik. Penggarap pun sama
64
pekerjaan dengan hasil berapapun diterima asal menutupi kebutuhan
Sighat (ijab dan qabul) Sighat harus diucapkan oleh kedua pihak untuk
melakukan sebuah kontrak atau kerja sama. Sama hal nya dengan shohibul
mal atau pemilik kambing tersebut dan mudharib atau pengelola kambing
tersebut kesepakatan di awal bagi hasil bagiamana dan apakah ada pihak
melakukan akad mudharabah lagi dengan orang lain dengan uang tersebut,
modal yang sebenarnya, karena apabila akad mudharabah telah terjadi dan
pekerja telah menerima modalnya, maka usaha yang dilakukan adalah amanat
kepercayaan yang diberikan shohibul mal yang berupa kerja sama bagi hasil
65
Apabila dia tidak mengusahakan dengan baik, maka dia harus
dari pemilik kambing jangan sampai yang harusnya bagi hasil antara
keduanya tetapi melakukan kerja sama lagi oleh pihak ketiga walaupun
terbaik.
antara pemilik modal dengan pengelola modal yang hasilnya dibagi sama rata
sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati kedua belah pihak. Salah
dalam sistem tersebut terdapat bagi hasil antara pemilik ternak (shahibul mal)
dengan pengelola ternak (mudharib). Namun tentu saja untuk orang yang
muslim berusaha dalam bidang peternakan agar berkah dan di ridhoi allah swt
66
Persetujuan kedua belah pihak, merupakan konsekuensi dari prinsip an-
taraddin minkum (saling rela). Di sini kedua belah pihak harus secara rela
67
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
kambing) dan mudharib (pengelola) melakukan kerja sama bagi hasil dalam
perawatan kambing dan ketika kambing sudah dijual maka hasil dibagi dua
dan pembagian dari mudharib tersebut dibagi lagi dengan pihak ketiga senilai
Rp 1.250.000 tetapi yang berbeda dari mudharib ini dinamakan upah bukan
ketiga dalam kerjasama bagi hasil ternak kambing Pada Peternak Yanto di
menurut hukum islam itu sah karna sudah terpenuhi syarat dan rukun kerja
ghrarar atau tidak pasti dan juga mudharib seharusnya menjaga kepercayaan
68
dari shohibul mal itu sebaik baiknya, dan antara mereka akad awal itu bagi
hasil bukan upah karena upah dan bagi hasil itu tidak sama.
B. Rekomendasi
dalam melakukan kerja sama, jangan sampai kerja sama tersebut dapat
merugikan salah satu pihak, dan juga menghindari unsur kerja sama tersebut
tidak ada kejelasan dan terdapat unsur gharar karna pada dasarnya manusia
akan membutuhkan satu sama dengan yang lainnya maka hendaklah tolong
69