Anda di halaman 1dari 27

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRESENTASE

BAGI HASIL DALAM PRAKTIK MUZARAAH


(Studi Kasus di Kecamatan Boja Kabupaten Kendal)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan sebagai Syarat Penelitian dan Penulisan Skripsi pada Program


Studi Muamalat/Hukum Ekonomi Syariah (S1)

Oleh:
Nama: Lismaauliarahmah
NIM: 19106021010

YAYASAN WAHID HASYIM


UNIVERSITAS WAHID HASYIM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
SEMARANG
2021
2

PROPOSAL

NAMA : LISMAAULIARAHMAH
NIM : 19106021010
PRODI : MUAMALAT/HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS : AGAMA ISLAM
JUDUL : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP

PRESENTASE BAGI HASIL DALAM PRAKTIK MUZARAAH


(Studi Kasus di Kecamatan Boja Kabupaten Kendal)
3

A. Latar Belakang Masalah


Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan oleh Allah untuk
menjadi khalifah-Nya di muka bumi. Sebagai makhluk sosial, ia didesain
tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, dan saling memerlukan satu
sama lain. Sebab itu, diperlukan adanya transaksi, entah itu jual beli, upah-
mengupah, pinjam-meminjam, maupun yang sebagainya, guna mem-
peroleh kebutuhan tersebut dari orang lain. Adapun sebagai khalifah,
manusia diperintah menjalankan segala aktifitas, baik yang berhubungan
dengan Allah (ibadah) maupun dengan sesama (muamalah), sesuai aturan-
aturan yang telah digariskan-Nya.
Aturan-aturan tersebut secara umum dan mendasar telah disebutkan di
dalam Alquran dan sunah Nabi. Hanya, biasanya kedua dasar hukum Islam
itu cenderung menjelaskan secara ijmal saja, khususnya saat berbicara
mengenai praktik-praktik muamalah.1 Alquran dan sunah memang lebih
sering meninggalkan hukum dalam keadaan umum seperti itu dan
menyerahkan perinciannya di tangan para mujtahid, sehingga meng-
hasilkan berbagai macam kaul dan pendapat yang diharapkan dapat
menjadi pilihan dan memudahkan umat.
Salah satu transaksi yang cukup sering dipraktikkan di dunia nyata
adalah akad ijarah (sewa-menyewa atau upah-mengupah). Dalam
kehidupan sehari-hari, seseorang sering kali dituntut menggunakan
berbagai jenis sarana, sementara ia tidak memiliki sarana itu, pun tidak
mempunyai cukup uang untuk membelinya. Misalnya kendaraan, rumah,
pelayan dan lain sebagainya.2
Ada pula berbagai macam pekerjaan yang harus dikerjakan, sementara
ia tidak mampu melakukannya sendiri, seperti mengerjakan pekerjaan-
pekerjaan rumah tangga, memproduksi barang jumlah banyak, memangkas
rambut, memijat badan, dan lain sebagainya. Melalui akad muzaraah,

1
Muhammad Khudhary Beik, Tarikh at-Tasyri' al-Islami, (Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyah,
2007), hlm. 63.
2
Abu Bakr bin Muhammad Syatho, I'anah at-Thalibin, juz 3, (Kairo: Dar Ihya' al-Kutub al-
Arabiyah, t.th.), hlm. 108.
4

kebutuhan-kebutuhan itu mampu dipenuhi dengan cukup efektif dan


efisien dan berdaya hasil
Selain berguna bagi orang-orang yang membutuhkan dalam hal ini
adalah si pemilik tanah yang sibuk dengan pekerjaan namun ingin
tanahnya di fungsikan dan menghasilkan uang, akad muzaaraah adalah
salah satu jalan yang bisa di lalui untuk memenuhi keinginan tersebut.

Hukum muamalah Islam mempunyai prinsip-prinsip yang dapat


dirumuskan sebagai berikut (1) Pada dasarnya segala bentuk muamalah
adalah mubah, kecuali yang ditentukan lain oleh Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul (2) Muamalah dilakukan atas dasar suka rela, tanpa
mengandung unsur-unsur paksaan (3) Muamalah dilakukan atas dasar
pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindarkan mudharat dalam
hidup masyarakat (4) Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai
keadilan, menghindari unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur
pengambilan kesempatan dalam kesempitan

B. Alasan Pemilihan Judul


Dalam penyusunan proposal ini, peneliti sengaja memilih judul
Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Presentase Bagi Hasil dalam
Praktek Akad Muzaraah (Studi Kasus di Kecamatan Boja Kabupaten
Kendal) dengan alasan dan pertimbangan sebagai berikut:
1. Secara objektif, terdapat cukup banyak praktikakad muzaraah ini
bahkan sampai ke pelosok pelosok desa. Bahkan tidak banyak yang tau
bahwa praktik muzaraah ini diatur hukumnya oleh syariat islam.
karena tidak banyak dari mereka paham betul dengan ilmu-ilmu
syariah. Lalu pertanyaanya apakah praktik muzaraah yang mereka
lakukan selama ini sudah sesuai dengan apa yang diajarkan di agama
islam? Ataukah hanya
5

sebatas praktek tanpa tau dasar hukumnya? Ini menjadi pertanyaan


besar bagi kita semua , mengingat sebagian besar penduduk Indonesia
adlah muslim, dan sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani .
2. Secara subjektif, ditinjau dari aspek bahasan, judul yang diajukan ini
sesuai dengan disiplin ilmu yang dipelajari di bidang Hukum Ekonomi
Syariah atau Muamalat Fakultas Agama Islam Universitas Wahid
Hasyim Semarang.

C. Telaah Pustaka
Berbagai sumber pustaka yang memiliki hubungan dan keterkaitan
dengan penelitian ini telah ditelusuri oleh peneliti guna memperoleh
gambaran teori sebagai bahan pertimbangan sebelum membangun
kerangka dasar pemikiran skripsi yang akan ditulis. Selain itu, peneliti
juga ingin memastikan bahwa penelitian yang akan dilakukan ini berikut
hasilnya merupakan penelitian yang baru dan bukan merupakan
pengulangan terhadap penelitian yang sudah ada sebelumnya.
Adapun beberapa penelitian yang telah ditelusuri antara lain sebagai
berikut:
1 Musyarofah (2008) dengan judul skripsi Sistem Paroan Sawah
a. (Muzaro’ah) Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa
Kragan Kelurahan Kragan Kecamatan Gondangrejo Kabaupaten
Karanganyar). Fakultas Agama Islam, Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Adapun kesimpulan dalam penelitian
ini adalah: dasar hukum bagi hasil yaitu hadist dari Ibnu Umar.
Dalam muzaro’ah juga ada rukun, syarat-syarat dan pembagian
hasil yang sesuai dengan hukum Islam. Kelurahan Kragan
memiliki luas wilayah 319.951.5 Ha, arealnya merupakan dataran
rendah yang terwujud dalam sebagian hamparan pertanian yang
kebanyakan ditanami padi. Meskipun sebagian masyarakat bekerja
sebagai petani, bukan berarti hanya mengandalkan pertanian saja
sebagai mata pencaharian penduduk desa Kragan dalam memenuhi
kebutuhan hidup mereka di bidang ekonomi, mereka juga menjadi
guru, wiraswasta, pertukangan atau lainnya.
b. Dalam praktek pelaksanaan muzaro’ah, perjanjian hanya dilakukan
secara lisan. Dan dalam perjanjian juga tidak ditentukan berapa
6

tahun penggarapan sawah, tetapi tergantung pada kesanggupan


pengelola atau penggarap. Meskipun dalam perjanjian tidak ada
bukti yang lebih menguatkan tetapi dilaksanakan dengan kejujuran
dan tanggung jawab. Mereka lebih mengutamakan kepercayaan
atas usaha seseorang dalam pengolahan tanah sawah. Dimana
antara pemilik lahan dan penggarap saling membutuhkan sehingga
tanpa disadari hal ini menjadikan suatu hubungan ukhuwah yang
didasari oleh rasa saling tolong menolong antar sesama di dalam
memenuhi kebutuhan perekonomian rumah tangga atau yang
lainnya.
c. Dengan adanya penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa
sistem paroan sawah (muzaro’ah) tidak bertentangan dengan
syariat Islam dan dapat mengetahui hak masing-masing pihak serta
bagi hasil yang jelas sehingga terwujud suatu keadilan.
2 Masfuk Zuhdi ( 1997) menulis sebuah buku dengan judul akad bagi hasil

tananam (musaqoh).” Dalam buku ini disimpulkan bahwa musaqoh

merupakan kerjasama antara pemilik pohon dengan pemelihara pohon

dengan perjanjian bagi hasil menurut kesepakatan bersama atau paroan.

Pemilik pohon dan pemelihara mempunyai hak dan kewajiban

masingmasing. Mendapat jumhur (kebanyakan ulama) membolehkan akad

musaqoh, baik secara terpisah atau secara bersamaan (muzara’ah) karena

akad ini menguntungkan kedua belah pihak.

3 Abu Bakar Jabir El Jazairi (1991) menulis sebuah buku dengan judul

“Mudhorobah (kerjasama bagi hasil)”. Dalam buku itu disimpulkan

bahwa mudhorobah ini ialah pemberiaan harta tertentu kepada orang lain

supaya dijadikan modal usaha dan keuntungan dibagi berdasarkan syarat

yang disepakati. Sedangkan kerugiaan yang terjadi hanya tanggungan

pihak yang mempunyai modal, yang mengusahakanya cukuplah hanya


7

rugi dalam usahanya saja , dia tidak dibebani kerugian lainnya.

Berdasarkan ijma (kesepakatan) para sahabat dan para imam

a. memperbolehkan kerjasasama bagi hasil ( mudhorobah) ini.


4 Eko setyono (UMS, 2011) dalam penelitian skripsinya yang bebrjudul

analisis factor yang mempengaruhi pemberian dana PUAP terhadap

petani di kabupaten boyolali. Yang menyimpulkan tingkatan penghasilan

petani, luas tanah serta personal kelompok sangat berpengaruh signifikan

terhadap keputusan pemberian dana PUAP, tetapi yang paling menentukan

sebenarnya dalam memutuskan pemberian dana PUAP adalah luas tanah

sangat berpengaruh besar.

5 Siti Romdiyah (2002) dalam penelitiannya dengan judul Analisis

kesesuaian potensi, produksi dan produktifitas pertanian padi sawah di

Kabupaten Klaten tahun 2000, dengan tujuan mengetahui distribusi

potensi, produksi dan produktifitas pertanian padi sawah dan tingkat

kesesuaiannya pada tingkat kecamatan di Kabupaten Klaten, mengetahui

besarnya pengaruh ketiga faktor potensi pertanian tersebut terhadap

produktifitas pertanian padi sawah secara individu dan bersama-sama,

mengetahui faktor potensi pertanian yang paling berpengaruh terhadap

produktifitas padi sawah di Kabupaten Klaten.

D. Penegasan Istilah
Untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan penafsiran judul
dalam proposal skripsi ini, peneliti merasa perlu membuat batasan dan
penegasan istilah sebagai berikut:
8

1. Tinjauan, menurut Kamus Bahasa Indonesia, berarti: hasil meninjau;


pandangan; pendapat (sesudah menyelidiki, mempelajari, dsb.);
perbuatan meninjau.3 Adapun dalam judul ini, secara spesifik tinjauan
berarti pandangan atau pendapat tentang sebuah persoalan yang
berusaha dipecahkan sesudah adanya upaya untuk menyelidiki dan
mempelajari persoalan tersebut.
2. Hukum Islam yang dimaksud di sini ialah hukum Islam terkait akad
ijarah yang secara khusus dijadikan landasan teori untuk meninjau
kasus yang terjadi di lapangan, yang dalam hal ini adalah mengulik
Presentase Bagi Hasil dari akad Muzaraah di desa Kliris.
3. Presentase. Arti dari kata persentase sendiri adalah: (1) bagian dari
keutuhan yang dinyatakan dengan persen; (2) bagian yang
diperkirakan; (3) angka persen (perseratus).
4. Bagi Hasil , Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti bagi
hasil adalah pembagian hasil pertanian antara pemilik tanah dan
penggarap.

5. Praktik di sini berarti menjalanlan pekerjaan. 4 Kata yang sama sering


digunakan untuk menunjukkan pekerjaan yang dijalankan oleh dokter,
pengacara, dan sebagainya.
6. Muzaraah, Secara etimologi al-muzara’ah berarti kerjasama di bidang

pertanian antara pemilik tanah dengan petani penggarap. Sedangkan

dalam terminologi fiqih terdapat beberapa definisi. Ulama

Malikiyah mendifinisikan al-muzara’ah sebagai perserikatan

dalam pertanian. Menurut ulama Habilah al-muzar’ah adalah

penyerahan tanah pertanian kepada seseorang petani untuk digarap dan

hasilnya dibagi dua(Harun, ttp: 275). Adapun yang

dimaksud al-muzara’ah dalam skripsi ini adalah kerjasama di bidang


3
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pen-
didikan Nasional, 2008), hlm. 1529.
4
Agung D. E., Op. Cit., hlm. 381.
9

pertanian antara pemilik tanah dengan petani penggarap dengan

ketentuan bagi hasil yang telah disepakati besama.

7. Studi Kasus adalah eksplorasi mendalam dari sistem terikat


berdasarkan pengumpulan data yang luas. Studi kasus melibatkan
investigasi kasus yang dapat didefinisikan sebagai suatu entitas atau
objek studi yang dibatasi, atau terpisah untuk penelitian dalam hal
waktu, tempat, atau batas-batas fisik.5
8. Kecamatan Boja adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kendal
Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan ini berjarak sekitar 27 Km dari ibu
kota Kabupaten Kendal ke arah tenggara. Pusat pemerintahannya
berada di Desa Boja. Di Boja terdapat patung yang bernama Patung
Kawedanan Boja.

E. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
diidentifikasi rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana praktik pelaksanaan akad muzaraah di desa Kliris?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik pelaksanaan akad
muzaraah di Desa Kliris?
F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dua rumusan masalah di atas, maka dapat dipahami
bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini meliputi:
1. Mengetahui praktik akad muzaraah di Desa Kliris
2. Mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap presentase bagi hasil dari
akad muzaraah.
G. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang membutuhkan, baik secara teoretis maupun praktis sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
5
Muh. Fitrah dan Luthfiyah, Metodologi Penelitian: Penelitian Kualitatif, Tindakan Kelas dan
Studi Kasus, (Sukabumi: CV Jejak, 2017), hlm. 37.
10

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberi sum-


bangan pengetahuan yang baru atau orisinal sekaligus bahan referensi
atau data ilmiah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang
akad yang berlaku pada praktik akad muzaraah yang notabene
pelakunya dalah umat islam sendiri.
2. Manfaat Praktis
Terdapat beberapa pihak yang diharapkan dapat memperoleh
manfaat praktis dari penelitian ini, yang meliputi:
a. Bagi Peneliti
Kegiatan penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis sendiri .
dengan meneliti dan menulis akan membuat peneliti memiliki pola
piker yang kritis dan bisa memberikan pengalaman spiritual dan
fisik. meskipun dalam kenyataannya sangat menyita waktu dan
tenaga. Semoga apa yang telah peneliti tulis bisa membayar banyak
waktu yang telah dikorbankan dan bisa menjadi kepuasan sendiri
bagi penulis.
b. Bagi pelaku pelaksana akad muzaraah
Penelitian yang akan dilakukan ini dapat menjadi landasan
hukum sekaligus legalitas syariat atas praktik pelaksanaan akad
muzaraah di Desa Kliris selama ini, tentunya jika hasil penelitian
nantinya menyimpulkan bahwa praktik tersebut tidak menyalahi
aturan syariat. Sebaliknya, jika hasil penelitian menemukan adanya
penyelewengan, maka pihak-pihak terkait dapat memanfaatkannya
sebagai pemantik untuk berbenah dan melakukan perbaikan.
c. Bagi Peneliti Lanjutan
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan perbandingan dalam
penelitian-penelitian serupa maupun orientasi arah bagi penelitian
selanjutnya yang memiliki topik yang sama.

H. Landasan Teori
11

Sebelum penelitian terkait praktik jasa pijat dengan tarif yang tidak
ditentukan atau tarif seikhlasnya dilakukan, dan supaya penelitian itu
memiliki arah pemecahan masalah, maka peneliti menyusun teori dasar
yang dapat dijadikan landasan sebagai berikut:
1. Akad
a. Pengertian Akad
Akad dalam hukum Islam diartikan sebagai ikatan antara para
pihak dalam melakukan suatu hubungan dua arah.6 Hubungan ini
dapat terkait materi berupa benda maupun manfaat atau jasa.
b. Prinsip Akad
Prinsip akad adalah aturan-aturan atau norma dasar yang harus
wujud pada setiap transaksi yang dilakukan. Prinsip-prinsip
tersebut antara lain: prinsip keadilan, prinsip al-musawah dan
prinsip kerelaan (taradhi).7
Prinsip keadilan mengharuskan setiap pihak untuk tidak
melakukan tindakan yang mengandung unsur zalim, seperti
mengambil yang bukan haknya, teledor dalam menjaga barang
yang diamanahkan, dan lain sebagainya. Sedangkan prinsip al-
musawah atau persamaan menegaskan bahwa dalam menjalankan
akad, setiap orang memiliki kedudukan yang sama tanpa ada
diskriminasi. Bahkan, orang kafir pun dapat mengambil peran
dalam melakukan akad bersama orang-orang muslim, tentunya
sebatas tidak terdapat hal-hal yang melanggar prinsip dasar syarial
Islam.
Adapun prinsip kerelaan dimaksudkan agar tidak ada paksaan
dalam setiap akad yang dijalankan. Segenap pihak harus
melakukan akad berdasarkan ikhtiarnya masing-masing. Prinsip ini
yang kemudian melahirkan rukun sighat dalam berbagai akad
sebagai indikator kerelaan yang tidak dapat dilihat secara lahir.
6
Ridwan Nurdin, Fiqh Muamalah: Sejarah, Hukum dan Perkembangannya, (Banda Aceh:
Yayasan PeNa, 2014), hlm. 21.
7
Ibid., hlm. 25-26.
12

c. Syarat Akad
Para ulama cenderung tidak ketat menentukan syarat dalam
praktik-praktik muamalah, dan lebih melepaskan perkembangan
akad kepada dinamika pasar atau kebudayaan manusia. Ketentuan
umum tentang syarat yang secara prinsip dapat ditemukan dalam
Alquran adalah konsep untuk berlaku adil, yaitu tidak melakukan
aniaya. Sedangkan dalam hadis, menetapkan syarat tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan yang termaktub dalam Alquran.8
Meski demikian, tidak dipungkiri adanya beberapa aturan yang
secara khusus dijelaskan oleh Nabi terkait akad-akad tertentu.
d. Rukun Akad
Ulama fikih berbeda pendapat dalam menempatkan rukun
akad. Secara umum mereka terbagi dua, yaitu mazhab Hanafi
dengan konsep bahwa rukun dalam akad hanyalah ijab dan kabul,
sementara yang lain ditempatkan sebagai syarat. Sedangkan
jumhur ulama yang mencakup mazhab Maliki, Syafii dan Hanbali
menempatkan rukun akad adalah ijab kabul (sighat), para pihak
yang bertransaksi (‘aqid) dan objek akad (mahal al-aqd). Adapun
istilah syarat menurut jumhur ulama dimaksudkan untuk syarat
rukun, bukan syarat akad.9
2. Muzaraah
Kata al- muzara‟ah merupakan bentuk kata dasar (infinitif : mashdar)
dari kata al-zar‟u yang secara harfiah berarti menanam atau menumbuhkan
(alinbat). Adapun pengertian Muzara‟ah secara istilah dijelaskan oleh ulama
sebagai berikut:

1. Dalam kitab al-bada‟i, tabyin al-Haqa‟iq, al-Dur al-Muhtar dan Takmilah


al-Fath yang dimaksud dengan Muzara‟ah secara istilah adalah: perjanjian
mengenai pengolahan (penanaman pohon pada) lahan dengan (upah yang
diambil) dari sebagian hasilnya.

8
Ibid., hlm. 30.
9
Ibid.
13

2. Dalamkitab al-Syarh al-Kabir dan al-Qawanin al-Faqhiyyah, ulama


Malikiyah menjelaskan bahwa yang dimaksud akad al- Muzara‟ah secara
istilah adalah kerjasama dalam mengolah dan menanani lahan.
3. Dalam kitab al-mughni dan Kasyaf al-Qina, Ulama Hanabilah menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan akad Muzara‟ah secara istilah adalah
penyerahan suatu lahan kepada pengelola (penggarap) yang akan mengolah
serta menanaminya, hasilnya akan dibagi antara pemilik lahan dan
pengelola.10

Muzara‟ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan


dan penggarap dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si
penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu
(persentase) dari hasil panen. muzara‟ah seringkali diidentikkan dengan
mukhabarah, diantara keduanya terdapat sedikit perbedaan yaitu Al-
muzara‟ah menggunakan benih dari pemilik lahan sedangkan mukhabarah
menggunakan benih dari penggarap.11

Menurut Hanabilah muzara‟ah adalah pemilik tanah yang sebenarnya


menyerahkan tanahnya untuk ditanami dan bekerja diberi bibit. Menurut
Malikiyah muzara‟ah adalah bersekutu dalam akad. Lebih lanjut dari
pengertian tersebut dinyatakan bahwa muzara‟ah adalah menjadikan harga
sewaan tanah dari uang, hewan atau barang-barang perdagangan.12

Penjelasan di atas dapat dipahami bahwa muzara‟ah adalah perjanjian


kerja sama antara pemilik lahan pertanian dengan petani penggarap yang
upahnya diambil dari hasil pertanian yang sedang diusahakan, dan pembagian
hasilnya tergantung dari kesepakatan antara kedua belah pihak. Muzara‟ah
adalah seseorang menyuruh orang lain untuk menggarap sawah atau ladangnya
untuk ditanami apa saja dan benihnya dari yang punya tanah dengan perjanjian,
hasilnya setengah atau sepertiga untuk orang yang menggarap tanah itu.

B. Dasar Hukum Muzara’ah

Muzara‟ah adalah perjanjian kerja sama antara pemilik lahan pertanian


dengan petani penggarap yang upahnya diambil dari hasil pertanian yang
sedang diusahakan dan pembagian hasilnya tergantung dari kesepakatan antara

10
Jaih Mubarok dan Hasanudin, Fikih Mu‟amalah Maliyyah, (Bandung : Simbiosa
Rekatama, 2019), h.251.
11
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2001), h.99.
12
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer ,(Jakarta: Galia Indonesia,
2012), h.161.
14

kedua belah pihak. Namun hal tersebut tentunya memiliki dasar hukum untuk
menghindari aktivitas yang dilarang oleh ajaran syariat Islam.

Dasar hukum yang digunakan untuk pelaksanaan muzara‟ah sebagai berikut:

1. Al-Qur’an

Pendapat Jumhur ulama diantaranya Imam Malik, para ulama

Syafiiyyah, Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan (dua murid Imam Abu
Hanifah), Imam Hanbali dan Dawud Ad-Dzâhiry. Mereka menyatakan
bahwa akad muzara‟ah diperbolehkan dalam Islam. Pendapat mereka
didasarkan pada al-Quran, sunnah, Ijma‟ dan dalil „aqli. Sebagaimana
dalam

firman Allah SWT dalam surah Al-Muzammil ayat 20 sebagai berikut:

‫ضرب ُۡونَ فى ااۡل َ ۡرض ي ۡبتَ ُغ ۡونَ م ۡن فَ ۡ هّٰللا‬ ٰ


ِ‌ۙ ‫ض ِل‬ ِ َ ِ ِ ِ ۡ َ‫َوا َخر ُۡونَ ي‬

Artinya : “…dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari

sebagian karunia Allah…”13

Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam surah Surat Al-Zukhruf


ayat 32 sebagai berikut:

‫ق‬َ ْ‫ضهُ ْم فَو‬ َ ‫اَهُ ْم يَ ْق ِس ُموْ نَ َرحْ َمتَ َرب ِّۗكَ نَحْ نُ قَ َس ْمنَا بَ ْينَهُ ْم َّم ِع ْي َشتَهُ ْم فِى ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْنيَ ۙا َو َرفَ ْعنَا بَ ْع‬
َ‫ك َخ ْي ٌر ِّم َّما يَجْ َمعُوْ ن‬َ ِّ‫ت َرب‬ ُ ‫ضهُ ْم بَ ْعضًا س ُْخ ِريًّا َۗو َرحْ َم‬ ُ ‫ت لِّيَتَّ ِخ َذ بَ ْع‬ ٍ ‫ْض َد َر ٰج‬ ٍ ‫بَع‬

Artinya : “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami

telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam

kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian

mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian

mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat

Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.14

13
Q,S Al-Muzammil (73) : 20
14
Q,S Al-Zukhruf (43) : 32
15

2 Hadis

Muzara‟ah atau yang dikenal ddalam masyarakat sebagai bagi hasil


dalam pengolahan pertanian antara pemilih lahan/sawah dan penggarap
lahan/sawah tersebut hal ini juga dilakukan Rasulullah SAW dan dilakukan
para sahabat beliau sesudah itu. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah
sebagai berikut:

Artinya:“Barang siapa yang mempunyai tanah, hendaklah ia menanaminya

atau hendaklah ia menyuruh saudaranya untuk menanaminya.15”

(Hadits Riwayat Bukhari).

Artinya : Dari Abdullah bin Umar R.A. mempekerjakan penduduk Khaibar

dan mereka mendapatkan separuh dari hasil buah-buahan dan

tanaman yang dihasilkannya.16 (HR. Bukhari).

Kesimpulan hadist:

1. Diperbolehkan muzara‟ah dan musaqat dengan upah tertentu dari hasil


buah-buahan dan tanaman.

2. Menurut zhahir hadis ini bahwa tidak ada syarat bahwa benih harus
disediakan pemilik tanah dan inilah pendapat yang benar, yang berbeda
dengan masyhur dari mazhab kami, yang mensyaratkan penyediaan benih
dari pemilik tanah.

15
Al-Jazairy, „Abdurrahman, al-Fiqh „alal Madzahib al-Arba‟a, Dar el-Bayan al-
„Arobiyy, Mesir, 2005, hal.5
16
Mardani, Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, (Jakarta : Raja Grafondo Persada,
2017), h. 151
16

3. Jika diketahui bagian penggrap maka tidak perlu disebutkan bagian


pemilik tanah atau pohon karena perjanjian hanya untuh kedua belah
pihak.

4. Diperbolehkan memadukan musaqat dan muzara‟ah disatu lahan, bahwa


penggarap harus mengairi pohon dengan uah tertentu dan juga
menggarap tanah dengan upah tertentu pula.

5. Diperbolehkan mu‟amalah dengan orang-orang kafir dalam pertanian,


perniagaan, tukar-menukar informasi dalam bidang arsitektur dan
perindustrian atau lain-lainnya dari berbagai jenis muamalah.17

3 Ijma’

Bukhari mngatakan bahwa telah berkata Abu Jafar “Tidak ada satu
rumah pun di Madinah kecuali penghuninya mengolah tanah secara
muzara‟ah dengan pembagian hasil 1/3 dan ¼. Hal ini dilakukan oleh

Sayyidina Ali, Sa‟ad bin Abi Waqash, Ibnu Mas‟ud, Umar bin Abdul Aziz,
Qasim, Urwah keluarga Abu Bakar dan keluarga Ali”.18
Banyak sekali riwayat yang menerangkan bahwa para sahabat telah
melakukan praktek muzara‟ah dan tidak ada dari mereka yang mengingkari
kebolehannya. Tidak adanya pengingkaran terhadap diperbolehkannya
muzâra‟ah dan praktek yang mereka lakukan dianggap sebagai ijma‟.

Muzâra‟ah merupakan suatu bentuk akad kerjasama yang


mensinergikan antara harta dan pekerjaan, maka hal ini diperbolehkan
sebagaimana diperbolehkannya mudarabah untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Sering kali kita temukan seseorang memiliki harta (lahan) tapi
tidak memiliki keterampilan khusus dalam bercocok tanam ataupun
sebaliknya. Ajaran Islam memberikan solusi terbaik untuk kedua pihak agar
bisa bersinergi dan bekerjasama sehingga keuntungannya pun bisa dirasakan
oleh kedua pihak. Simbiosis mutualisme antara pemilik tanah dan
penggarap ini akan menjadikan produktivitas di bidang pertanian dan
perkebunan semakin meningkat.

C. Syarat dan Rukun Muzara’ah


17
Ibid.
18
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah, h.99.
17

Al-muzara‟ah hukumnya dapat dikatakan sah apabila pelaksanaannya


sudah seusia rukun dan syarat, oleh karena itu al-muzara‟ah harus memenuhi
syarat dan rukunnya. Rukun muzara‟ah, sebagai berikut:

1. Pemilik lahan

2. Petani penggarap (pengelola)

3. Objek muzara‟ah yaitu antara manfaat lahan dan hasil kerja

pengelola

4. Ijab dan kabul.19

Pendapat lain mengatakan bahwa rukun muzara‟ah, Jumhur ulama


membolehkan akad muzara‟ah mengemukakan rukun yang harus dipenuhi,

agar akad itu menjadi sah, adalah :

1 Penggarap dan pemilik tanah (akid). Akid adalah seseorang yang


mengadakan akad, disini berperan sebagai penggarap atau pemilik tanah
pihak-pihak yang mengadakan akid, maka para mujtahid sepakat bahwa
akad muzara‟ah atau mukhabarah sah apabila dilakukan oleh : seseorang
yemg telah mencapai umur, seseorang berakal sempurna dan seseorang yang
telah mampu berihtiar.
2 Obyek muzara‟ah dan mukhabarah (ma‟qud ilaih), adalah benda yang
berlaku pada hukum akad atau barang yang dijadikan obyek pada akad, hal
ini dikarenakan kedua belah pihak telah mengetahui wujud barangnya, sifat
keduanya serta harganya dan manfaat apa yang diambil.
3 Harus ada ketentuan bagi hasil, menurut ketentuan dalam akad muzara‟ah
atau mukhabarah perlu diperhatikan ketentuan pembagian hasil seperti
setengah, sepertiga, seperempat, lebih banyak atau lebih sedikit dari itu.
4 Ijab dan Qabul, suatu akad akan terjadi apabila ada ijab dan qabul, baik
dalam bentuk perkataan atau dalam bentuk persyaratan yang menunjukkan
adanya persetujuan kedua belah pihak dalam melakukan akad tersebut.20

Penjelasan di atas dapat peneliti jelaskan bahwa rukun muzara‟ah,


menurut Jumhur ulama diperbolehkan namun harus sesuai dengan rukun ajaran
agama Islam, yaitu pertama terdapat pemilik tanah (akid) yang menyediakan

19
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari‟ah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008)., h.72.
20
Suhwardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakrta : Sinar Grafika, 2000), h. 148.
18

lahan untuk digarap, kedua harus terdapat obyek muzara‟ah yaitu lahan atau
sawah selain itu kedua belah pihak mengetahui keberadaan dan wujud
lahan/sawah tersebut. hal ini dikarenakan untuk dimanfaatkan hasil
sawah/lahan tersebut. Ketiga kedua belah pihak harus menentukan bagi hasil
dalam penggarapan lahan/sawah tersebut seperti setengah, sepertiga,
seperempat, lebih banyak atau lebih sedikit dari itu. Keempat adanya Ijab dan
Qabul (akad/perjanjian), yang dilakukan kedua belah pihak tanpa paksaan dan
berdasarkan rasa tolong menolong.

Dalam kegiatan muzara‟ah harus sesuai dengan syarat-syarat muzara‟ah


sebagai berikut:

1. Syarat yang bertalian dengan „aqidain yaitu harus berakal.


2. Syarat yang berkaitan dengan tanaman yaitu diisyaratkan adanya
penentuan macamnya saja yang akan ditanam.
3. Hal yang beraikan dengan perolehan hasil dari tanaman sebagai berikut:
a. Bagian masing-masing harus disebutkan jumlahnya atau
persentasesnya ketika akad.
b. Hasil adalah milik bersama.
c. Bagian antara „amil dan malik adalah satu jenis barang yang sama,
misalnya kapas, bila malik bagiannya padi kemudian „amil
bagiannya singkong maka hal itu tidak sah.
d. Bagian kedua belah pihak sudah dapat diketahui.
e. Tidak diisyaratkan bagi salah satunya ada penambahan yang telah
diketahui.
4. Hal yang berhubungan dengan tanah akan ditanami sebagai berikut:
a. Tanah tersebut dapat ditanami.
b. tanah tersebut dapat diketahui batas-batasnya.
5. Hal yang berkaitan dengan waktu, syarat-syaratnya sebagai berikut:
a. Waktu yang telah ditentukan.
b. Waktu itu memungkinkan untuk menanam tanaman yang
dimaksud seperti menanam padi waktunya kurang lebih 4 bulan
(bergantung pada teknologi yang dipakainya termasuk kebiasaan
setempat).
c. Waktu tersebut memungkinkan kedua belah pihak hidup menurut
kebiasaann
6. Hal yang berkaitan dengan alat-alat muzara‟ah ada satu adalah ijab dan
kabul, boleh dilakukan dengan lafadz apa saja yang
menunjukkan adanya ijab dan kabul dan bahkan muzara‟ah sah
dilafadzkan dengan lafadz ijarah .21

21
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah, h.163.
19

I. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (field research)
yaitu penelitian yang dilakukan pada kehidupan yang nyata
(masyarakat), khususnya penelitian yang mengungkap realitas sosial
(masalah sosial).22 Penelitian lapangan dilakukan dengan cara terjun
langsung ke lokasi untuk melihat dan mempelajari persoalan yang
hendak diteliti secara langsung. Penelitian jenis ini dilakukan demi
memperoleh data-data yang akurat, sehingga kesimpulan yang ditarik
di akhir penelitian nantinya tepat sasaran.
Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan penelitian
kualitatif yang merupakan penelitian yang temuan-temuannya tidak
diperoleh melalui prosedur kuantifikasi, perhitungan statistik, atau
bentuk cara lainnya yang menggunakan ukuran angka. Penelitian
kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menggunakan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
pelaku yang dapat diamati. Kualitatif berarti sesuatu yang berkaitan
dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang terdapat di balik fakta. 23
Sebab itu, hasil dari penelitian kualitatif tidak diungkapkan meng-
gunakan bilangan, angka, nilai atau yang sebagainya, tetapi melalui
penafsiran dalam kalimat bersifat naratif.
Dalam kaitannya dengan jenis penelitian lapangan (field research)
sebagaimana yang telah diuraikan di atas, peneliti akan mendatangi
langsung sejumlah tempat praktik pijat tunanetra yang berlokasi di
Kecamatan Gajahmungkur untuk mengumpulkan data-data di
lapangan. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara
dan dokumentasi. Adapun terkait pendekatan kualitatif, peneliti
nantinya akan memeriksa dan mengamati data-data yang sudah
22
Ardhariksa Zukhruf Kurniullah, dkk., Metode Penelitian Sosial, (Medan: Yayasan Kita
Menulis, 2021), hlm. 28.
23
Muh. Fitrah dan Luthfiyah, Op. Cit., hlm. 44.
20

terkumpul, termasuk mempelajari situasi dan kondisi yang ada di


lapangan, sebelum kemudian menarik kesimpulan mengenai tinjauan
hukum Islam terhadap praktik pengupahan tersebut.
2. Sumber Data
Sumber data yang akan menjadi dasar kajian dalam penelitian ini
mencakup data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer pada penelitian ini bersumber dari pihak-pihak
yang berkaitan langsung dengan praktik pengupahan tukang pijat
di Kecamatan Gajahmungkur, yang mencakup para penyedia jasa
(tukang pijat) dan pengguna jasa (pelanggan).
b. Data Sekunder
Data sekunder akan diperoleh dari beragam sumber informasi,
seperti Alquran, hadis, kitab-kitab fikih, buku, dan literatur-
literatur lainnya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang akan digunakan untuk mengumpulkan data-data di
atas adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi berarti pengamatan atau peninjauan.24 Dalam hal ini,
agar dapat memahami secara efektif bagaimana para penggarap
sawah memberikan presentase hasil panen dari akad muzaraah
kepada si pemilik tanah. Apakah sudah sesuai dengan hukum atau
belum.

b. Wawancara
Wawancara adalah mengadakan tanya jawab mengenai hal-hal
yang dianggap penting untuk diketahui.25 Dalam kaitannya dengan

24
Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cit., hlm. 1014.
25
Ibid., hlm. 1619.
21

persoalan ini, peneliti akan melakukan wawancara secara langsung


kepada para responden, yaitu beberapa pelanggan serta para tukang
pijat tunanetra itu sendiri.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah upaya pengumpulan, pemilihan, peng-
olahan dan penyimpanan dokumen dalam bidang pengetahuan.
Dokumen sendiri merupakan data-data yang mudah diakses demi
kelangsungan penelitian.26 Di sini peneliti akan mengumpulkan
data dari berbagai sumber untuk menjawab persoalan yang akan
diteliti, yakni seputar praktik pengupahan tukang pijat tunanetra di
Kecamatan Gajahmungkur.
4. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang tidak boleh dilupakan oleh
setiap orang yang melakukan penelitian. Karena tanpa analisis, data
akan tetap mentah dan tidak memiliki arti. Analisis data sendiri
merupakan proses pemecahan data menjadi komponen-komponen
yang lebih kecil berdasarkan elemen dan struktur tertentu.27
Metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah metode analisis kualitatif, yaitu upaya mengorganisasi data-data
yang sudah terkumpul, lalu memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, untuk kemudian disintesiskan dan dicari polanya
masing-masing sebelum akhirnya disimpulkan dan disampaikan
kepada orang lain.28
Adapun tahapan-tahapan yang akan dilewati oleh peneliti terkait
proses analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengkaji dan menelaah seluruh data yang sudah terkumpul, baik
data primer maupun sekunder.

26
Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Sukabumi: CV Jejak,
2018), hlm. 145.
27
Ibid., hlm. 236.
28
Sandu Siyoto dan Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Literasi Media Pu-
blishing, 2015), hlm. 120.
22

b. Menyederhanakan data-data tersebut dengan cara mengklasi-


fikasikannya sesuai persoalan yang tengah diteliti.
c. Mencari keterkaitan dan memadukan data-data yang sudah
terklasifikasi sesuai persoalan yang tengah diteliti.
d. Menarik kesimpulan dari data-data yang sudah dipadukan dengan
memperhatikan rumusan masalah yang ada.
5. Penyajian Data
Penyajian data hasil deduksi pada penelitian ini akan dilakukan
secara deskriptif dalam bentuk uraian naratif dengan dikelompokkan
sesuai kategori masing-masing. Penyajian data dalam bentuk yang
demikian diharapkan memudahkan peneliti memahami kasus dan
persoalan yang terjadi untuk kemudian merencanakan kerja penelitian
selanjutnya.

J. Sistematika Penyusunan Skripsi


Agar penelitian ini dapat berjalan pada jalur yang semestinya dan
mengarah pada sasaran, serta mencapai tujuan yang diharapkan, maka
peneliti akan menyusun skripsi menggunakan sistematika sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, telaah
pustaka, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan
manfaat penelitian yang meliputi manfaat teoretis dan praktis.
Bab II: Landasan Teori
Pada bab ini, peneliti akan mengemukakan teori dan konsep dari
berbagai sumber yang mendukung fokus penelitian dan diharap mampu
mengurai persoalan yang akan diteliti.

Bab III: Laporan Hasil Penelitian


Peneliti akan memaparkan hasil penelitian lapangan terkait
penyediaan jasa pijat dengan tarif yang tidak ditentukan atau seikhlasnya,
23

termasuk perjanjian maupun kesepakatan yang terjalin antara penyedia dan


pengguna jasa jika ada.
Bab IV: Analisis Hasil Penelitian
Pada bab keempat ini, teori dan konsep pada bab kedua dan hasil
penelitian pada bab ketiga akan dipertemukan dengan melakukan analisis
yang dilanjutkan dengan mengonfirmasi keserasian atau pun kesenjangan
di antara keduanya.
Bab V: Penutup
Terakhir, pada bab penutup ini, peneliti akan memberikan kesimpulan
berupa hasil akhir dari penelitian yang dilakukan, serta saran dan kata
penutup.
24

DAFTAR PUSTAKA

Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhari, Damaskus: Dar Ibn


Katsir, 2002.
Al-Kaff, Hasan bin Ahmad bin Muhammad, at-Taqrirat as-Sadidah fi al-Masail
al-Mufidah Qism al-Buyu' wa al-Faraidl, Tarim: Dar al-Mirats an-Nabawi,
2013.
Anggito, Albi, dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, Sukabumi:
CV Jejak, 2018.
Asy-Syathiri, Ahmad bin Umar, al-Yaqut an-Nafis fi Mazhab Ibn Idris, Surabaya:
Al-Hidayah, t.th.
Beik, Muhammad Khudhary, Tarikh at-Tasyri' al-Islami, Jakarta: Dar al-Kutub
al-Islamiyah, 2007.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, 2008.
E., Agung D., Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2017.
Fitrah, Muh., dan Luthfiyah, Metodologi Penelitian: Penelitian Kualitatif,
Tindakan Kelas dan Studi Kasus, Sukabumi: CV Jejak, 2017.
Kurniullah, Ardhariksa Zukhruf, dkk., Metode Penelitian Sosial, Medan: Yayasan
Kita Menulis, 2021.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya, t.t.:
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019.
Maskun, Praktik Akad Ijarah Kaum Difabel (Studi Kasus di Panti Pijat
Tunanetra Segar Bugar Ngaliyan), Skripsi, Semarang: Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2017.
Mochtar, Syaiful, Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Jual Beli yang
Dilakukan oleh Orang Tunanetra di Panti Asuhan Tunanetra Terpadu
Aisyiyah Ponorogo, Skripsi, Ponorogo: Fakultas Syariah Institut Agama
Islam Negeri Ponorogo, 2017.
Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, jilid 1, Riyadl: Dar Taibah, 2016.
25

Muzazanah, Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Pengupahan Ternak


Kambing (Studi Kasus di Kelurahan Mangunharjo Kecamatan Tugu Kota
Semarang), Skripsi, Semarang: Fakultas Agama Islam Universitas Wahid
Hasyim Semarang, 2018.
Nurdin, Ridwan, Fiqh Muamalah: Sejarah, Hukum dan Perkembangannya, Banda
Aceh: Yayasan PeNa, 2014.
Siyoto, Sandu, dan Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Literasi
Media Publishing, 2015.
Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, jilid 1, Jakarta: Kencana, 2011.
Syatho, Abu Bakr bin Muhammad, I’anah at-Thalibin, juz 3, Kairo: Dar Ihya’ al-
Kutub al-Arabiyah, t.th.
26

INSTRUMEN PENELITIAN

A. Daftar Pertanyaan untuk Pemilik Tanah

B. Daftar Pertanyaan untuk Para Penggarap Tanah


27

LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI

Identitas Mahasiswa
Nama : Lismaauliarahmah
NIM : 19106021010
Judul :
Dinyatakan bahwa proposal skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh
Dosen Pembimbing I dan Dosen Pembimbing II Skripsi Program Studi
Muamalat/Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Wahid
Hasyim Semarang.
Berdasarkan persetujuan tersebut, dengan ini Dosen Pembimbing I dan Dosen
Pembimbing II merekomendasikan mahasiswa yang bersangkutan untuk
melanjutkan penelitian dalam rangka penyusunan skripsi sesuai dengan proposal
yang telah disetujui.

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Anda mungkin juga menyukai