Anda di halaman 1dari 16

FALAH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah E-ISSN : 2774-3292

Vol. 2 Nomor 1 2022: h.1-16


HUKUM ISLAM PRAKTEK BAGI HASIL ATARA PEMILIK
TANAH DAN PENGELOLA TANAH PADA PETANI KEBUN KOPI.
(Studi Kasus Desa Tanjung Raya, Dusun Air Putih II Lampung Barat)

Kunhaniah Mabruroh
Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah Sultan Fatah Bukit Kemuning
haniah459@gmail.com

Abstrak
Pada dasarnya manusia hidup akan saling membutuhkan satu sama lain baik
itu untuk dirinya sendiri, keluarga dan sosial. Seperti halnya dalam bermuamalah,
pada hal ini Ekonomi sangatlah terlibat dan tidak dapat diisahkan bagi kehidupan
manusia sehari-hari. Dengan kita menjaga Ekonomi yang baik maka akan baik
juga kesetabilan bangsa dan negara, maka dari itu kesjahteraan Ekonomi dalam
kehidupan sangatlah penting. Bertani adalah mayoritas profesi yang sudah di
geluti oleh mayoritas masyarakat Lampung Barat khususnya di Desa Air Putih II
Tanjung Raya Kecamatan Way Tenung, yang mana sebagian besar berkebun kopi
baik dikejakan sendiri maupun digarap oleh orang lain dengan perjanjian bagi
hasil yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang bersangkutan. Hal ini
yang sudah sering dilakukan oleh masyarakat setempat, bentuk akad (perjanjian)
kedua belah pihak yang sering dilakukan berupa lisan dan ini sudah menjadi
kebiasaan masyarakat setempat. Dalam masalah pengelolaan kebun dan lain
sebagainya ditanggung oleh penggarap kebun dan kebanyakan masa peggarapan
kebun tersebut tidak terbatas oleh waktu.
Penelian ini termasuk kedalam jenis penelitian lapangan (field reserch)
yang dilakukan di Desa Air Putih II, Kec Way Tenong Lampung Barat. Dalam
pengumpulan data peneliti menggunakan metode wawancara, observasi dan
dokumentasi. Setelah data terkumpul dilakukannya analisis menggunakan metode
kualitatif dengan metode berfikir menggunkan induktif.
Berdasarkan hasil penelitan, bahwa praktek musaqoh kerjasama bagi hasil
perkebunan kopi yang dilakukan antara pemilik dan penggarap(pengelola)
dilakukan secara lisan tanpa tertulis, dan tanpa adanya saksi atas dasar saling
percaya satu sama lain. Dalam batas watku tidak ditentukan pada prakteknya ada
yang 2 tahun sampai 7 tahun. Mengenai hasil dibagi dua bisa berupa kopi atau
uang tergantung kesepakat dan adat (kebiasaan) yang dilakukan. Pandangan islam
mengenai musaqoh ini belum sesuai dengan konsep islam yang sesungguhnya
karna akad yang digunakan berupa akad lisan dan jangka waktu yang tidak
ditetukan lamanya. Islam mengajarkan apabila bermu’amalah secara tunai
hendaklah menggunakan waktu yang ditentukan begitupun menggunakan
perjajian tertusil beserta saksi. Hal ini sangat dianjurkan oleh islam karena guna
menjaga prilaku dan hubungan sesama manusia agar tetap berjalan dengan baik.
Dikhawatirkan lupa atas kesepakatan yang dibuat sehingga akan erjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan dan dapat merugikan satu belah pihak.

Kata kunci: Praktek bagi hasil, pemilik tanah dan penggarap (pengelola) tanah.

1
FALAH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah E-ISSN : 2774-3292
Vol. 2 Nomor 1 2022: h.1-16

A. PENDAHULUAN.
Manusia adalah mahluk sosial yang mana saling membutuhkan satu sama
lain seperti halnya dalam kehidupan sehari-hari, Ciri manusia yang baik yaitu
saling tolong menolong dan saling berbagi. Istilah gramatikalnya menurut
syara’ yaitu musaqoh. Musaqoh adalah kerjasama perawatan tanaman seperti
menyirami dan lain sebagainya dengan perjanjian bagi hasil atas buah dari
manfaat yang dilaksanakan.1 Akad musaqoh terjadi juga terkadang pemilik
tanah kurang berkopeten dalam memeliharanya, atau dia tidak memiliki waktu
luang untuk menangani sendiri. Sementara seseorang yang pandai dan
memiliki banyak kesempatan terkadang tidak memiliki tanaman. Dengan kata
lain, orang pertama membutuhkan tenaga kerja sementara orang yang kedua
membutuhkan pekerjaan.2
Musaqoh kedudukannya hampir serupa dengan mudorobah dalam segi
tugas menangani sesuatu dengan nilai tukar berupa sebagian hasil, dan dalam
segi tidak jelas nilai tukar. Musaqoh juga serupa dengan sewa-menyewa
(ijarah) dalam segi meningkat dan pembatasan waktu.3 Menutut Kamus Besar
Bahasa Indonesia Petani adalah otrang yang pekerjaannya bercocok tanam.4
Sedangkan kopi adalah sejenis pohon yang banyak ditanam oleh orang. Yang
buahnya bisa diolang menjadi suatu minuman khas indonesia yang sangat
populer bagi kalangan kaum pria, dengan cara memetik buahnya kemudian
melalui beberapa tahap proses, di tumbuk di haluskan agar dapat di konsumsi
sebagai bahan campuran minuman.5 Jadi petani kopi yang dimaksudkan oleh
penulis disini yaitu penduduk Dusun Air Putih II yang berprofesi sebagai
penanam kopi.

1
Wahbah Zuhaili. Fiqih Imam Syafi’i (Mengupas Masalah Fiqihiyah Berdasarkan Al-
Qur’an dan Hadis ). Cet 1. Almahira. (Jakarta: 2010). H. 289.
2
Wahbah Zuhaili, 2, h. 290
3
Wahbah Zuhaili, 3, h. 289
4
Depertemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3, (Jakarta:
Balai Pustaka 2002), h. 1141
5
Departemen Pendidikan Nasional, 2, h. 594

2
FALAH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah E-ISSN : 2774-3292
Vol. 2 Nomor 1 2022: h.1-16
Yang dimaksud Hukum islam adalah peraturan berdasarkan wahyu Allah
dan sunnah rasul tentang tingkahlaku manusia mukallaf yang diakui dan
diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama islam.6
Berdasarkan uraian beberapa pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa
maksud dan tujuan dari penulis adalah Hukum Islam Tentang Praktek
Musaqoh antara petani kopi dan pemikil kebun kopi, yaitu pemilik kebun dan
petani penggarap yang berlokasi di Desa Tanjungraya Dusun Airu Putih II,
Lampung Barat.
Kerjasama bagi hasil ini merupakan suatu kegiatan yang didalamnya
terdiri dua pihak atau lebih untuk mendapatkan suatu keuntungan, dalam
membagi keuntungan harus sesuai dengan perjanjian yang tidak menyimpang
dari koridor hukum islam itu sendiri. Akan tetapi usaha manusia ini tidak
selalu berhasil. Hal ini disebabkan keterbatasan akan kemampuan akal dan
pengetahuan manusia. Untuk mengimbangi keterbatasan itu diperlukannya
kerjasama yang baik anatar dua belah pihak.
Diantaranya bertani kopi merupakan salah satu profesi yang banyak
dilakukan oleh masyarakat pedesaan Desa Tanjungraya Dusun Airu Putih II,
Lampung Barat, baik dikelola sendiri maupun dipercayakan kepada orang lain
dengan perjanjian kerjasama bagi hasil keuntungan yang diperoleh atau yang
biasanya dikenal dengan sebutan bagi hasil, hal inilah yang dilakukan oleh
sebagian besar masyarakat setempat. Tujuan utama peneliti adalah untuk
mengkaji dan menganalisis praktek bagi hasil petani kopi dan penggarap
apakah sudah sesuai dengan Hukum Islam yang tertera di Desa Tanjungraya
Dusun Airu Putih II, Lampung Barat.

B. Metode Penelitian
Salah satu metode penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu
menggunakan metode riset lapangan (field researc), yaitu suatu penelitian
yang dilakukan di lapangan seperti terjadinya kerjasama bagi hasil.7 Yang
mana peneliti menanyakan langsung kepada pemilik lahan dan penggarap

6
Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, Crtak Ketiga (Jakarta: Bumi Askara,
1999), h. 17
7
Kartini Kartono, Pengantar Metode Riset, (Bandung: Mandar Maju, 1986), h.27

3
FALAH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah E-ISSN : 2774-3292
Vol. 2 Nomor 1 2022: h.1-16
kebun kopi yang melakukan kerjasama bagi hasil perkebunan kopi. disebut
juga penelitian deskriptif kualitatif, yaitu jenis penelitian yang menghasilkan
data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari sesuatu yang
diamati.8

C. Kajian Teori
1. Pengertian Akad
Dalam kegiatan muamalah, hal yang aling signifikan meyangkut
keabsahan hukum tersebut adalah akad. Alkad menentukan sah tidaknya.
Dan ini merupakan syarat yang harus diprnuhi dan harus benar-benar
dipahami guna kegiatan yang dilakukan sah secara hukum islam. Tidak
sahnya akad transaksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak maka itu
akan dilarang oleh islam. Rukun (terdiri dari pelaku, objek, dan ijab
qabul) dan syaratnya tidak terpeni, terjadi ta’alluq (dua akad yang saling
berkaitan), atau terjadinya dua akad sekaligus, sedangkan aturan-aturan
akad tersebut telah ditetapkan dalam hukum islam yang bersumber pada
Al-Qur’an dan Hadis.
Akad brsal dari bahasa Arab (‫ )العقد‬yang artinya perikatan, perjanjian,
dan pemufakatan.9 Pertalian iajb qobul (pernyataan melakukan ikatan)
dan qobul (pernyataan menerima ikatan), sesuai dengan kehendak syari’at
yang berpengaruh pada objek perikatan. Menurut pasal 262 Mursid al-
Hairan, akad merupaan “pertemuan ijab yang diajukanoleh salah satu
pihak dengan kabul dari pihak lain yang menimbulkan akibat hukum dari
akad. Menurut Prof. Dr.Syamsul Anwar akad adalah “pertemuan ijab dan
qabul sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau lebih untk melahirkan
suatu akibat hukum pada objeknya.”10
2. Pengertian Musaqoh

8
Sudaryanto, Metode Penelitian Lingguistik: Kearah Memahami Metodelogi Lingguistik,
(Yogyakarta: Universitas Gajahmada Press, 1992), h. 62
9
A. Warson Al-Munawir, Kamu Arab Indonesia Al-Munawir. (Yogyakarta: ponpes Al-
Munawir, 1984), h.197
10
Syamsul Anwar, Hukum Perjnjian Syari’ah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010),
h.68

4
FALAH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah E-ISSN : 2774-3292
Vol. 2 Nomor 1 2022: h.1-16
Musyaqoh berasal dari bahasa Arab ‫مساقة‬-‫يساقى‬-‫سقى‬ yang artiya
11
memberi minum. Musaqoh artinya kejasama antara pemilik pohon
dengan pemeliharanya bdasarkan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya
disepakati bersama.
Secara bahasa musaqoh adalah salah sat bentuk penyiraman,
penduduk madinah menyebutnya dengan istilah muamalah.12 musqoh
dia,bil dari kata al-saqo, yaitu seseorang bekerja pada pohon tamar,
anggur (mengrusnya), atau pohon-pohon yang ainnya supaya
mendapatkan kemaslahatan dan menapatkan bagian tertentu dari hasil
yang diurus sebagai imbalan. 13

D. Hasil dan Pembahasan


1. Gambaran Umum Dusun Air Putih II, Lampung Brat.
Air Putih II adalah sebuah desa yang terletak di dataran tinggi,
lebih tepatnya perbatasan antara Lampug Utara dan Lampung Barat.
Hampir mayoritas pengasilan dan pencarian penduduk Lampung Barat
yaitu berkebun, umumnya petani kopi. Khususnya di Air Putih II
penduduknya bersuku Jawa dalam berkomunikasi sehari-hari mereke
menggunakan Bahasa Jawa. Hasil kebub yang di dapat terdiri atas:
kopi, lada, cengkeh, sayuran, serta buah-buahan lainnya.
Jumlah penduduk di Desa Tanjungraya sebanyak 4420 jiwa, terdiri
dari 2138 laki-laki dan 2282 perempuan dengan jumlah kepala
keluarga sebanyak 1256 KK. Sedangkan di Dusun Air Putih II sendiri
terdapat 450 jiwa, terdiri 150 laki-laki dan 250 perempuan dengan
jumlah kepala keluarga sebanyak 85 KK. Mayoritas penduduk pada
Dusun ini yaitu sebagai seorang petani, hanya ada 10% yang
berprofesi lain. Yang mana batasan penelitian atau d sebut juga batasan
masalah yang diambil oleh peneliti pada akan Desa Air Putih II, karena
pada desa ini terdapat banyak kerjasama bagi hasil dalam penggarapan

11
Atabik Ali Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia (Yayasan Ali
Maksum Pondok Pesantren Krapyak: 1996), h.1037
12
Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fiqih Muamalah, (bogor: Ghalia Indonesia,
2011), h.205
13
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persda, 2014), h.145

5
FALAH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah E-ISSN : 2774-3292
Vol. 2 Nomor 1 2022: h.1-16
kebun kopi yang dilakukan oleh dua belah pihak antara pemilik dan
penggarap. Baik itu dari unsur persaudraan atau unsur kerjasama saling
membantu dikerenakan sang pemilik tidak mempunyai waktu
(kemampuan dalam mengelola kebun yang dimilikinya).
2. Pelaksanaan Musaqoh/ Kerjasama Bagi Hasil
Setiap manusia tidak pernah lepas dari bantuan orang lain,
demikian juga praktek musaqoh pada petani kopi. Untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari masyarakat melakukan kerjasama dengan
pemilik kebun kopi, baik perawatan, penanaman, dan bagi hasil
perkebunan kopi tersebut.
Pelaksanaan mesaqqoh atau kerjasama pengelolaan perkebunan
kopi ini ada dua pihak yang terlibat didalamnya, yaitu: pemilik kebun
kopi dan penggarap kebun kopi. Pemilik kebun kopi adalah orang yang
memiliki hak penuh atas perkebunan kopi.
Adapun pengelola kebun kopi adalah orang yang melakukan
pekerjaan untuk membantu pemilik kebun, dalam hal ini mengelola
dan memanen hasil perkebunan kopi. Sedangkan mengenai proses
yang terjadi pada masyarakat hanya ada di beberapa desa saja .
masalah akad hanya dilakukan secara lisa (tidak tertulis) dan tanpa
saksi, atas dasar suku sama suku, rela sama rela yaitu dengan cara
pemilik lahan menemui petani penggarap dan mengatakan ingin lahan
dan kebunnya digarap, yang mana akad tersebut sudah dianggap sah
walaupun tanpa adanya perjanjian tertulis.14
Kemudian dalam hal ini yang terlibat kerjasama bagi hasil
perkebunan kopi yaitu hanya pemilik dan penggarap kebun kopi saja
tanpa adanya campur tangan orang lain atau saksi. Dan juga tidak ada
syarat-syarat khusu pemilikan kebun hanya saja menyerahkan
kebunnya kepada penggarap kebun untuk dikelola dengan baik yang
kemudian hasilnya dibagi dua berdasarkan kesepakatan. 15

14
Wawancara dengan Sugimin, Penggrap Kebun Kopi, Dusun Air Putih II, Lampung
Barat
15
Wawancara dengan Giri, Penggrap Kebun Kopi, Dusun Air Putih II, Lampung Barat

6
FALAH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah E-ISSN : 2774-3292
Vol. 2 Nomor 1 2022: h.1-16
Kerjasama ini pada umunya yaitu pemilik lahan mencari orang
yang dipercaya untuk mengelola dan menggara kebun kopi miliknya,
namun terkadang penggarap yang mencari tanah kebun kopi untuk
dimintai dan dikelola oleh penggarap. Akan tetapi, hal yang terpenting
dari kerjasama tersebut kesepakatan antar keduanya, dimana sang
pemilik tanah menyerahkan kebun kopinya kepada penggarap untuk
dikelola dan dirawat, kemudian hasil yang diperoleh dari kebun
tersebut dibagi dengan kesepakatan sebelumnya. 16
Setelah terjadi kesepakata anatara pemilik kebun dan penggarap
kebun kopi, maka pada sat itu juga penggarap kebun kopi memiliki
tanggung jawab untuk merawat, mengelola, dan menjual hasil panen.
Sedangkan untuk pemilik lahan menyerahkan sepenuhnya kepada
penggarap kebun kopi baik itu perawatan, peralatan, obat-obatan,
hingga kebun kopi tersebut menghasilkan dan dijual oleh penggarap.
Dan apabila kebun kopi ini telah memperoleh hasil pengelolaannya,
maka sebagian hasil dari penjualnya dipotong untuk biyaya-biyaya
perawatan kebun, seperti pupuk, obat-obatan dan lain sebainya.17
Sedangkan untuk jangka waktu penggarapannya kebanyakan tidak
ditentukan berapa lama jangka waktunya, tetapi pemilik kebun hanya
memberikan amanat kepada penggarap untuk menjaga dan
merawatnya, dan kemudian hasilnya dibagi menjadi dua. Dalam
praktek lamanya kerjasama ini yaitu 2 sampai 7 tahun. 18
Penggarap juga menjelaskan sistem perawatan dan pembagiannya,
karna hasilnya dibagi dua maka penggarap bertanggungjawab penuh
atas pemeliharaan kebun tersebut dengan memotong hasil panen,
dengan cara menghitung berapa jumlah kebutuhan selama perawatan
kebuh satu tahunnya kemudian setelah panen penggarap kebun
menjumlah seluruh pengeluaran perawatan kebun . seteal hasil panen

16
Wawancara dengan Iswanto, Penggrap Kebun Kopi, Dusun Air Putih II, Lampung
Barat
17
Wawancara dengan Karmanak, Penggrap Kebun Kopi, Dusun Air Putih II, Lampung
Barat
18
Hasil olahan data yang diambil oleh penulis dari hasil wawancara dengan beberapa
penggarap kebun kopi, diantaranya, Sugimin, Giri, Iswanto, Karman

7
FALAH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah E-ISSN : 2774-3292
Vol. 2 Nomor 1 2022: h.1-16
dipotong kemudian hasil bersihnya dibagi menjadi dua yaitu dengan
pemilik kebun dan penggarap kebun berdasarkan atas kesepakatan
bersama.
Namun tidak semua penggarap kebun melakukan perjanjian
pengelolaan dan bagi hasil seperti dia atas ada beberapa yang
menggunakan perhitungan yang berbeda tetapi sama halnya melakukan
kesepakatan yang di setujui oleh kedua pihak, baik itu pemilik kebun
dan penggarap kebun.
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa pemilik tanah dan
penggarap kebun kopi diperoleh satu data bahwa ada beberapa alasan
terjadinya kerjasama bagi hasil perkebunan kopi yaitu menurut bapak
Sumar selaku pemilik tanah kebun kopi menjelaskan bahwa alasan
melakukan kerjasama bagi hasil dikarenakan letak lahan perkebuban
kopi jauh dari tempat tinggalnya, sehingga bapak Sumar menyerahkan
lahan dan kebun kopi kepada petani penggarap untuk mengurusnya,
mengelola, memanen, dan menjual hasil kebun kopi. 19
Menurut bapak Fandil bahwa alasan melaksanakan kerjasama bagi
hasil perkebunan kopi yaitu tidak adanya waktu untuk mengelola
dikarenakan bapak Fandil seorang guru sibuk mengajar, selain itu
setak lahannya juga terlalu jauh dari tempat tinggalnya sehingga bapak
Fandil menyerahkan kebunnya kepada petani penggarap untuk
mengurusnya hingga sampai memanennya. 20
Alasan yang lainnya juga di ungkapkan oleh bapak Herman
mengapa kebunnya juga di percayakan oleh penggarap dikarekan
bapak Herman sibuk dengan pekerjaan kantor selain itu bapak Herman
tidak mempunyai keahlian khusus dalam hal bertani terutama bertani
kopi, sehingga bapak Herman memutuskan untuk menggarapkan
kebun kopi miliknya hingga panen.

19
Wawancara dengan bapak Sugimin, Pemilik Kebun Kopi, Dusun Air Putih II,
Lampung Barat.
20
Wawancara dengan bapak Iswanto, Pemilik Kebun Kopi, Dusun Air Putih II, Lampung
Barat.

8
FALAH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah E-ISSN : 2774-3292
Vol. 2 Nomor 1 2022: h.1-16
Dari beberapa alasan yang telah di ungkapkan oleh pemilik kebun,
disimpulkan oleh bapak Sumar sang penggarap kebun bahwasanya
terjadinya kerjasama ini dikarenakan keterbatasan kemampuan dalam
mengelolanya, dikarnakan sudah cukup tua, sehingga dipercayakannya
oleh penggarap kebun. Selain itu perjanjian ini hanya dilaksanakan
dengan lisan berlandasakan dengan kepercayaan. 21
Selain dari beberapa alasan pemilik tanah kebun kopi di atas, para
petani penggarap kebun kopi juga memiliki beberapa asalan untuk
melaksanakan kerjasama tersebut, yaitu:
1. Petani penggarap kebun kopi tidak mempunyai lahan untuk di
tanami kopi, walaupun mereka mempunyai keahlian dalam
mengalola dan merawat kebun kopi, sehingga mereka
melaksanakan kerjasama dengan pemilik kebun kopi untuk
dikelola dan dirawat.
2. Petani penggarap hanya memiliki lahan sedikit, sehingga mereka
melaksanakan kerjasama bagi hasil kebun kopi untuk menambah
penghasilan demi memenuhi kebutuhan keluarga.
3. Selain memenuhi kebutuhan sehari-hari, petani penggarap kebun
kopi memiliki alasan untuk membantu antar sesamanya, khususnya
bagi petani yang mempunyai lahan kebun kopi akan tetapi tidak
memiliki waktu dan keahlian untuk merawat serta mengelola
kebun kopi miliknya, sehingga penggarap membantu
menggarapnya dengan imbalan bagi hasl panen kopi tersebut.
Kemudian dilihat dari sisi ekonomi, tingkat pendapatan masyarakat
yang pada awalnya mastyarakat bermata pencaharian sebagai buruh
tani mengalami peningkatan, dengan diadakannya kerjasama bagi hasil
perkebunan kopi. Sisitem bagi hasil perkebunan ini merupakan
peluang bisnis alternatif yang dapat diusahakan petani untuk
keluarganya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa responden, diperoleh
suatu data bahwa dalam melaksanakan kerjasama bagi hasil

21
Wawancara dengan bapak Sugiri, Pemilik Kebun Kopi, Dusun Air Putih II, Lampung
Barat.

9
FALAH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah E-ISSN : 2774-3292
Vol. 2 Nomor 1 2022: h.1-16
pengelolaan kebun kopiantara pemilik dan penggarap kebun kopi,
hanya didasari pada unsur tolong menolong. Unsur kepercayaan ini
lebih berperan dibandingkan unsur yang lainnya. Hal ini terlihat
kepada pemilik lahan yang tidak terlalu memperhatikan keahlian yang
dimilikinya dalam mengelola dan merawat kebun kopi, akan tetapi
lebih mementingkan kepercayaan terhadap penggarap dalam
mengelola lahan miliknya. Mekanisme pembagian hasil panen yaitu,
mengikuti kesapakatan yang telah dibicaran sebelumnya, dan pada
umumnya bagi hasil ini dibagi dua bisa berupa uang atau kopi.
Jika ada kerugian maka yang bertanggungjawab adalah pemilik
kebun, tetapi apabila kerugian tersebut berdasarkan pada unsur
kesengajaan, seperi adanya kecurangan yang dilakukan diantara salah
satu pihak. Apabila terjadi salah satu pihak sedang berseteru
melakukan kerjasama dengan sistim bagi hasil tersebut meninggal
dunia, maka pelaksanaan bagi hasil tersebut bisa digantikan oleh ahli
waris atau kerabat saudaranya. Meski hal tersebut tidak disebutkan
dalam perjanjian akad. Semua masyarakat Air putih II sudah sadar
apabila terjadi hal seperti ini maka sudah menjadi tanggung jawab ahli
waris.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis bahwa
sistim praktek bagi hasil antara pemilik kebun kopi dan penggarap
kebun kopi, bahwa sistim ini memiliki relevansi dengan sistim
musaqoh dalam islam, walaupun dalam pandangan islam ada beberapa
persyaratan yang belum terpenuhi dalam pelaksanaan kerjasama bagi
hasil antara pemilik kebun dan penggarap kebun kopi tersebut.
Hasil observasi peneliti tentang beberapa kasus yang telah
diuraikan di atas adalah jelas mempunyai tujuan yang sama
bahwasanya masyarakat yang hanya menggunakan sistem bagi hasil
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

3. Praktek Bagi Hasil

10
FALAH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah E-ISSN : 2774-3292
Vol. 2 Nomor 1 2022: h.1-16
Praktek kerjasama bagi hasil ini sudah sesuai dalam ruang lingkup
musaqoh, yaitu sistem bagi hasil objeknya adalah pertaniah khususnya
perkebunan yang tanamannya minimal usia tanamannya lebih dari satu
tahun dan termasuk jenis tanaman keras seperti kopi. Perjanjian ini
juga ada relevansinya dengan mu’amalah secara umum, yaitu hasil
panen yang didapatkan dibagi menjadi dua sesuai dengan kesepakatan
yang telah disetujui, yang terpenting adalah mengenai akad yang yang
menetukan berlangsungnya atau tidak suatu perjanjian tersebut.
Setelah melakukan observasi secara langsung tentang sistem bagi
hasil yang dilakukan oleh masyarakat Air Putih II yang terjadi di
lapangan dengan tujuan untuk memperjelas syari’at islam dalam
kegiaatan bermu’amalah untuk menghindari perselisihan dikemudian
hari, kedua belah pihak yaitu penggarap lahan dan pemilik lahan.
Dalam agama islam kegiatan bermu’amalah sudah diatur
diantaranya mengenai sitim bagi hasil, dalam sistim bagi hasil tersebut
adabeberapa macam yaitu sistim bagi hasil dengan objek perdagangan
dan konsep mu’amalah, dengan pembagian hasil dan keuntungan
sesuai pada kesepakatan duabelah pihak yaitu pemilik modal dan
pengelola modal sedangkan yang akan penulis analisa yaitu bagi hasil
mengenai perkebunan kopi yang menurut konsep muamalah sebagai
berikut:
Pada dasarnya musaqoh adalah dikhususkan untuk tanaman
perkebunan yang pohonnya berakar kuat dan berusia minimal lebih
dari I tahun maka dalam hal ini kopi termasuk pada jenis tanaman yang
disebut dengan musaqoh. Bentuk akad yang banyak terjadi yaitu
dilakukan secara lisan dan saling percaya, Allah SWT menyebutkan
dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 282 yang artinya, “Apabila
kamu bermu’amalah secara tunai dan waktu yang ditentukan
hendaklah kamu menuliskannya dan hendaklah seseorang penulis
diantara kamu menuliskannya dengan benar ”.Dalam islam diajarkan
akad kerjasama harus melakukan secara tertulis dan tidak dilakukan

11
FALAH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah E-ISSN : 2774-3292
Vol. 2 Nomor 1 2022: h.1-16
secara lisan agar tidak terjadi hal-hal yang bisa merugikan dalam suatu
kerjasama.
Akan tetapi yang sering dilakukan oleh masyarakat yaitu akad
kebiasaan yang sudah berlangsung lama dan turun menurun dari zaman
nenek moyang terdahulu padahal akad ini seharusnya sudah diperbaiki
dengan cara musyawarah demi kebaikan kedua belah pihak dengan
tidak adanya pihak yang dirugikan.
Apabila dilihat dari kacamata Hukum Islam konsep yang dilakukan
oleh mayoritas Masyarakat Air Putih II ini belum sesuai dengan ajaran
yang telah di jelaskan dalam tatacara bermuwasaqoh dan
bermuamalah, begitupun dari segi akad dan jangka waktu belum sesuai
dengan Hukum Islam karna masih memegang teguh dengan kebiasaan
yang sudah serng dilakuakn oleh masyarakat setempat yang
dikhawatirkan kedepannya akan merugikan salah satu pihak meskipun
sudah disepakati yang mana dalah hal ini juga belum sesuai dengan
ajaran yang tertera dalam fiqh mu’amalah.

4. Pandangan Hukum Islam.


Salah satu bentuk kerjasama antara pemilik dan penggarap
perkebunan kopi adalah bagi hasil yang dilandasi tolong menolong dan
kepercayaan satu sama lain. Sebab ada beberapa orang yang memiliki
kebun tapitidaak memiliki keahlian dalam menjalani usaha
perkebunan. Adajuga orang yang tidak mempunyai modal tetapi
memiliki keahlian, dengan demikian apabila ada kerjasama dengan
menggerakkan roda perekonomian, maka kedua belahpihak akan
mendapatkan keuntungan modal dan keahlian dipadukan menjadi satu.
Seperti yang dijelaskan dalam ayat.
ِ ‫اَل ِْْث والْع ْدو‬
ِ ۖ
....‫ان‬ ‫َوتَ َع َاونُ ْوا َعلَى الِ ِر‬
َ ُ َ ْ ‫ْب َوالتَّ ْق ٰوى َوََل تَ َع َاونُ ْوا َعلَى‬

12
FALAH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah E-ISSN : 2774-3292
Vol. 2 Nomor 1 2022: h.1-16
Artinya: Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. (Q.S al-Maidah (5):2)22
Dalam konsep mu’amalah musaqoh yaitu penyerahan pohon
kepada penggarap untuk dipelihara dan disiram dengan pembagian
hasil dari kebun tersebut.
Berdasarkan kebiasaan bagihasil ini dilakukan sejak zaman
Rasulullah berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Shohih Muslim:

‫ج ِم ْن َها ِم ْن ََشَ ِر‬ ِ َ ِ‫َِّب صلَى هللا َعلَي ِه وسلَّم َعامل اَ ْهل َخيب ب‬ ِ
ُ ‫ش ْرط َما ََيُْر‬ ََ ْ ُ َ َ َ َ َ ْ ُ َ َّ ِ‫َع ْن ابْ ِن عُ َم َرا ْن الن‬

‫ رواه مسلم‬.‫اَ ْوَز ْرٍع‬

“Dari Ibnu Umar, Sesungguhnya Nabi SAW telah memberikan kebun


beliau kepada penduduk Khaibar agar mereka plihara dengan
perjanjian mereka dan diberi sebagian dari penghasilan, bak dari
buah-buahan, maupun dari hasil tanaman (palawija)” (H.R. Muslim)
Setelah memperhatikan penjelasan dan uraian tentang musaqoh,
tapi kenyataan yang terjadi dilapangan tentang bagi hasil masyarakat
petani kopi ini berdasarkan kebiasaan orang-orang terdahulu dan
mengenai akad adalah tidak jelas atau samar karena mengikuti akad
orag terdahulu. Sebagaimana yang menjadi kebiasaan masyarakat juga
disebut faktor yang menyebabkan tidak sesuai dengan teori yang ada
menggunakan konsep mu’amalah.
Kerjasama bagi hasil merupakan kerjasama antara dua orang atau
lebih (pemilik kebun dan penggarap kebun) dalam melakukan suatu
pekerjaan dimana hasilnya akan dibagi berdasarkan kesepakatan yang
telah ditentukan bersama.
Kerjasama ini dilakukan kedua belah pihak dengan keikhlasan hati,
sehingga tidak ada yang merasa terpaksa atau dirugikan, hal ini sesuai
dengan nasg Al Qur’an yang memegang prinsipbahwa dalam transaksi
mu’amalah harus didasarkan pada kerelaan kedua belah pihak,

22
Wawancara dengan bapak Sumar, Pemilik Kebun Kopi, Dusun Air Putih II, Lampung
Barat.

13
FALAH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah E-ISSN : 2774-3292
Vol. 2 Nomor 1 2022: h.1-16
keadilan dan kemaslahatan serta menghindari dari bentuk yang dapat
merugikan,
Dapat diketahui bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum islam
yang pertama telah memberikan ketentuan-ketentuan yang masih
bersifat global, hal tersebut dimaksudkan agar manusia dapat
mengikuti sunnah Rasul. Segala sesuatu yang belum ada ketentuannya,
tetapi muncul dan berkembang di masyarakat dapat menjadi kebiasaan
tersendiri.
Syari’at memperbolehkan kerjasama bagi hasil ini agar masing-
masing dari keduanya mendapatkan manfaat. Kerjasama bagi hasil
perkebunan kopi yang dilak ukan oleh masybaarakagt juga membawa
manfaat bagi pemili kebun dan juga penggarap kebun. Selain itu
syari’at juga menganjurkan apabila bermu’amalah tidak secara tunai
dengan waktu yang ditentukan hendaknya ditulis, hal ini dianjurkan
karena islam benar-benar menjaga perilaku dan hubungan sesama
manusia agar tetap berjalan dengan baik, katena dikhawatirkan salah
satu pihak lupa atau lalai terhadap perjanjian kerjasama sehingga
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan dapat merugikan salah satu
pihak.
Berdasarkan penjelasan diatas penulis dapat menjelaskan
bahwakerjasama bagi hasil antara pemilik dan penggarapkebub kopi
dari sisi pembagian bagi hasil perkebunan merupakan kerjasama yang
diperbolehkan dalam hukum islam. Akan tetapi jika dilihat dari sudut
pandang jangka waktu kerjasama penggarap kebun kopi tersebut, maka
praktek kerjasama ini belum sesuai dengan hukum islam, karena tidak
ada kejelasan dalam jangka waktu penggarapan. Begitujuga dengan
perjanjian yang tidak tertulis merupakan kerjasama yang tidak sesuai
dengan hukum Islam.

E. Kesimpulan dan Saran


Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian tentang Hukum Islam
Praktek Bagi Hasil Antara Pemilik Tanah Dan Pengelola Tanah Petani

14
FALAH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah E-ISSN : 2774-3292
Vol. 2 Nomor 1 2022: h.1-16
Kebun Kopi Dusun Air Putih II Lampung Barat dapat dikemukakan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Praktek musaqoh untuk kejasama perkebunan kopi dilakukan antara
pemilik dan penggarap/pengelola kebun kopi secara lisan (tidak
tertulis) dan tanpa saksi hanya didasari saling percaya, sedangkan batas
waktunya tidak ditentukan dalam prakteknya ada 2 sampai 7 tahun.
Mengenai pembagian hasil kebun di bagi menjadi dua, bisa berupa
uang atau hasil panen tersebut sesuai dengan kesepakatan yang
dilakukan di awal. Dan biasanya mengikuti kebiasaan yang dilakukan
pada masyarakat tersebut.
2. Pandangan hukum islam tentang musyaqoh dan bagi hasil perkebuna
kopi merupakan kerjasama yang belum sesuai dengan konsep islam,
karena akad yang digunakan yaitu akad lisan dan jangka waktu tidak
ditentukan. Islam menganjurkan apabila bermu’amalah secara tunai
untuk waktu yang ditentukan hendaknya ditulis dan islam juga
menjelaskan bahwa dalm usaha atau sejenisnya harus memiliki jangka
waktu yang ditentukan maksudnya adalah dalm suatu perjanjian
hendaknya menggunakan batas waktu. Hal ini dianjurkan karena islam
benar-benar menjaga prilaku dan hubungan sesama manusia agar tetap
berjalan dengan baik, karena dikhawatirkan salah satu pihak lupa atau
lalai terhadap perjanjian kerjasama sehingga terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan dan dapat merugikan salah satu pihak.
Adanya saran yang di paparkan oleh peneliti dari beberapa uraian
yang telah dijelaskan di atas sebagai berikut:
1. Dalam melakukan musaqoh atau kerjasama bagi hasil perkebunan
kopi, antara pemilik perkebunan dan penggarap perkebunan kopi
sebaiknya ada perjanjian yang tertulis, supaya apabila salah satu
pihak melakukan pelanggaran maka ada kejelasan saksi dan sesuai
dengan kejelasan islam.
2. Dalm penggarapan perkebunan kopi penggarap tidak boleh
melakukan perbuatan kecurangan yang tidak diketahui oleh pemilik

15
FALAH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah E-ISSN : 2774-3292
Vol. 2 Nomor 1 2022: h.1-16
kebun agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan harus
mengutamakan sifat kejujuran dan keadilan.

F. Daftar Pustaka
A Warson Al-Munawir, Kamus Arab Indonesia Al-Munawir. (Yogyakarta:
ponpes Al-Munawir, 1984
Atabik Ali Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia
(Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak: 1996.
Depertemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
3, (Jakarta: Balai Pustaka 2002.
Hasil olahan data yang diambil oleh penulis dari hasil wawancara
dengan beberapa penggarap kebun kopi, diantaranya, Sugimin,
Giri, Iswanto, Karman
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persda, 2014
Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, Crtak Ketiga (Jakarta:
Bumi Askara, 1999.
Kartini Kartono, Pengantar Metode Riset, (Bandung: Mandar Maju, 1986.
Prof. Dr. Wahbah Zuhaili. Fiqih Imam Syafi’i (Mengupas Masalah
Fiqihiyah Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis ). Cet 1. Almahira.
(Jakarta: 2010.
Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fiqih Muamalah, (bogor: Ghalia
Indonesia, 2011.
Sudaryanto, Metode Penelitian Lingguistik: Kearah Memahami
Metodelogi Lingguistik, (Yogyakarta: Universitas Gajahmada
Press, 1992.
Syamsul Anwar, Hukum Perjnjian Syari’ah, (Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2010.

16

Anda mungkin juga menyukai