Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL

PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN (PBL) TAHAP II

DI UPTD PUSKESMAS BAHAGIA

KABUPATEN BEKASI JAWA BARAT

GAMBARAN RESIKO DIARE PADA BALITA USIA (0-59 BULAN) DI WILAYAH


KERJA UPTD PUSKESMAS BAHAGIA DESA BAHAGIA KECAMATAN BABELAN
KABUPATEN BEKASI TAHUN 2022

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk melengkapi tugas laporan Mata Kuliah Praktek belajar
lapangan (PBL) tahap 2

Di Susun oleh:

Dinda Listiani Kartika (1813201005)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

INSTITUT KESEHATAN INDONESIA

JAKARTA

2022
PROPOSAL

PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN (PBL) TAHAP II

DI UPTD PUSKESMAS BAHAGIA

KABUPATEN BEKASI JAWA BARAT

GAMBARAN RESIKO DIARE PADA BALITA USIA (0-59 BULAN) DI WILAYAH


KERJA UPTD PUSKESMAS BAHAGIA DESA BAHAGIA KECAMATAN BABELAN
KABUPATEN BEKASI TAHUN 2022

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk melengkapi tugas laporan Mata Kuliah Praktek belajar
lapangan (PBL) tahap 2

Dosen Mata Kuliah:

1. Nurusysyarifah Aliyah, SKM.,MKM


2. Vebby Amellia Edwin,SKM.,MKM.
3. Rina Veronica, AMKeb, SKM.,MKM
4. Sukarsi Rusti, SKM.,MKM

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

INSTITUT KESEHATAN INDONESIA

JAKARTA

2022
Halaman Pengesahan

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk melengkapi tugas laporan Mata Kuliah Praktek belajar
lapangan (PBL) tahap 2

GAMBARAN RESIKO DIARE PADA BALITA USIA (0-59 BULAN) DI WILAYAH


KERJA UPTD PUSKESMAS BAHAGIA DESA BAHAGIA KECAMATAN BABELAN
KABUPATEN BEKASI TAHUN 2022

Di susun oleh:

Dinda Listiani Kartika (1813201005)

Di Setujui Oleh:

Dosen Kepala Program studi

Pembimbing Akademik Kesehatan Masyarakat

(Vebby Amellia Edwin,SKM.,MKM) (Nurusysyarifah Aliyah, SKM,.MKM)


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Diare menjadi penyebab menurunkan usia harapan hidup 1,97 tahun pada
penderitanya,dibawah penyakit infeksi saluran pernapasan bawah (2,09 tahun). Secara global
pada tahun 2016, air minum yang tidak sehat, sanitasi buruk, dan lingkungan kurang bersih
menjadi faktor utama terhadap kematian 0,9 juta jiwa termasuk lebih dari 470.000 kematian
bayi yang disebabkan oleh diare. Oleh karena itu diare menjadi pekerjaan rumah bagi
pemerintah bahkan organisasi dunia untuk menanggulanginya (WHO, 2019).
Penyebab utama diare pada balita yaitu gizi buruk. Setiap tahunnya ada 1,7 miliyar
kasus penyakit diare yang terjadi pada anak-anak. Kebanyakan orang yang mengalami
dehidrasi parah yang bisa menyebabkan diare, akan tetapi sekarang penyebab lain diare
adalah infeksi bakteri septik yang menyebabkan kematian berhubungan dengan diare. Diare
merupakan gejala infeksi paa saluran usus yang dapat disebabkan oleh berbagai infeksi
bakteri, virus dan parasite. Infeksi menyebarkan melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi, atau orang ke orang sebagai akibat dari sanitasi buruk (Iryanto agus andika
dkk,2021)
Diare merupakan penyakit epidemis khususnya di negara berkembang seperti di
indonesia dan penyakit yang berpotensi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering
di sertai dengan kematian (Kemenkes RI, 2020).
Secara global peningkatan kejadian diare dan kematian akibat diare pada balita dari
tahun 2015-2017. Pada tahun 2015, diare menyebabkan sekitar 688 juta orang sakit dan
499.000 kematian di seluruh dunia terjadi pada anak-anak dibawah 5 Tahun. Secara global
terjadi peningakatan kasus diare yang menyebabkan kematian pada balita. Menyatakan
bahwa terdapat sekitar 1,7 miliyar kasus diare pada balita dan menyebabkan kematian
sebanyak 525.000 balita setiap tahunnya (WHO,2017)
Di Indonesia, diare merupakan penyakit endemis dan penyakit potensial kejadian luar
biasa yang sering berhubungan dengan kematian. Pada tahun 2016, penderita diare semua
umur yang dilayani di fasilitas kesehatan sejumlah 3.176.079 jiwa pada tahun 2017
meningkat menjadi 4.274.790 jiwa. Ditahun tersebut telah terjadi 21 kali KLB yang terbesar
di 12 Provinsi, 17 Kabupate/Kota. Di tahun 2017, cakupan pelayanan penderita diare di
Indonesia sebesar 40,07% dengan tertinggi Nusa Tenggara Barat (96,94%). Tidak berbeda
dengan sebelumnya, tahun 2018 kasus diare juga meningkat menjadi 4.504.524 jiwa yang
terdata di fasilitas kesehatan. Telah terjadi 10 kali KLB yang tersebar di 8 Provinsi, 8
provinsi Kabupaten/kota. Pada tahun 2018 cakupan pelayan penderita balita di Indonesia
sebesar 40,9% dengan tertinggi Nusa tenggara Barat (75,88%). Dan pada Tahun 2019 kasus
diare mengalami penurunan sedikit dari pada Tahun sebelumnya menjadi 4.485.513 Jiwa
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018 yang diselenggarakan oleh kementrian
kesehatan menyatakan prevalensi diare berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan 6,8% dan
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala yang pernah dialami sebesar 8%.
Kelompok umur dengan prevalensi diare (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan) tertinggi
yaitu pada kelompok usia (0-59) bulan sebesar 11,5% dan pada bayi sebesar 9%. Kelompok
umur 75 tahun ke atas juga merupakan kelompok umur dengan prevalensi tinggi (7,2%)
Prevalensi pada perempuan, daerah perdesaan, pendidikan rendah, dan nelayan relatif lebih
tinggi dibandingkan pada kelompok lainnya Berdasarkan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia (Kemenkes RI) prevalensi diare pada tahun 2018 sebanyak 37,88% atau sekitar
1.516.438 kasus pada balita (Ditjen P2P, Kemenkes RI 2020). Prevalensi diare lebih banyak
terjadi pada kelompok balita yang terdiri 11,4% atau sekitar 47.764 kasus pada laki-laki dan
10,5% atau sekitar 45.855 kasus pada perempuan (Riskesdas 2018). Menurut Riset Keshatan
Dasar (Riskesdas) Tahun 2018 prevalensi diare pada balita berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan menurut provinsi Jawa Barat sebanyak 12,8. Jumlah kasus di Provinsi Jawa Barat
khususnya Kabupaten Bekasi berjumlah 14.503 orang pada Tahun 2019.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 Provinsi Jawa Barat sendiri
untuk penggolongan balita umur 0-59 bulan berkisar 6,2%-7,0% kasus diare. Sedangkan
dalam lingkup UPTD Puseksmas Bahagia Desa Bahagia berdasarkan profi kesehatan UPTD
Puskesmas Bahagia, Pada tahun 2021 jumlah balita di Desa Bahagia Kecamatan Babelan
terdapat 233 (17,2%) kasus diare pada balita 0-59 bulan dari 1.358 jumlah balita jumlah
kasus. Penelitian ini dilakukan di wilayah Desa Bahagia Kecamatan Babelan Kabupaten
Bekasi karena kasus diare balita 0-59 bulan di Desa Bahagia tinggi, serta mudahnya akses
peneliti untuk melakukan penelitian di Kelurahan Bahagia Kecamatan Babelan Kabupaten
Bekasi.
Penyebab diare adalah bakteri, virus, dan organisme parasit yang tersebar melalui air.
Mikroorganisme tersebut menyebabkan sanitasi dan kebersihan air yang dikonsumsi sehari-
hari bekurang. Faktor resiko diare pada balita antara lain faktor lingkungan meliputi
kebesihan. Pengetahuan, nutrisi dan pereilaku ibu: faktor anak meliputi status gizi dan
pemberian ASI eksklusif. (Shafira Aurelia dkk, 2019)
Menurut Kemenkes Tahun 2018, Target cakupan pelayanan penderita diare balita yang
datang ke sarana kesehatan adalah 20% dari perkiraan jumlah penderita diare balita. Tahun
2018 jumlah penderita diare balita yang dilayani di sarana kesehatan sebanyak 1.637,708 dari
perkiraan diare di saran kesehatan.
Puskesmas Bahagia terletak di pusat pemerintahan Kecamatan Babelan dengan wilayah
kerja 9 Desa atau Kelurahan diantaranya Kelurahan Babelan Kota, Kelurahan Bahagia,
Kelurahan Bumi Bakti, Kelurahan Hirup Jaya, Kelurahan Kebalen, Kelurahan Kedung
Pengawas, Kelurahan Kedung Jaya, kelurahan Muara Bakti, dan Kelurahan Pantai Hirup.
Kelurahan Bahagia berada di bagian Utara Kabupaten Bekasi. Kelurahan Bahagia termasuk
dalam Kecamatan Babelan Kabupaten bekasi (Profil Puskesmas Bahagia, 2021)
Berdasarkan data Kunjungan Pasien di Puskesmas Bahagia terdapat 233 balita (17,2%)
di Puskesmas Bahagia menjadi permasalahan kesehatan di wilayah Kelurahan Bahagia. Dari
data tersebut dapat di lihat bahwa kejadian penyakit tertinggi menunjukan bahwa perilaku ibu
lingkungan masih harus di perbaiki.
Oleh karena itu, kami sebagai mahasiswa Indonesia Institut Kesehatan Indonesia
Program Studi Kesehatan Masyarakat dalam hal ini ingin Melakukan Praktek Belajar
Lapangan Tahap 2 ingin mengindentifikasi tentang gambaran resiko diare pada balita usia 0-
59 bulan, hasil analisis, dan hasil intervensi serta memberikan saran dan tindakan lanjut
terkait kesehatan dan kselamatan masyarakat seperti pengetahuan ibu, lingkungan, pola hidup
dan pola makan untuk mencegah atau membantu mengurangi penyakit diare sebagai salah
satu bentuk upaya dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Wilayah Kerja
UPTD Puskesmas Bahagia Kabupaten Bekasi Tahun 2022.

1.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam laporan Praktek
Belajar Lapangan (PBL) 2 ini adalah bagaimana gambaran resiko diare pada balita usia (0-
59) bulan di wilayah kerja UPTD Puskesmas bahagia. Karena diare di UPTD Puskesmas
Bahagia menjadi penyakit tertiggi di Wilayah kerja UPTD Puskesmas Bahagia, kemudian
diare terus meningkat sejak pandemi covid-19. Salah satu gejala covid-19 adalah fringitis,
diare dan demam. Oleh sebab itu peneliti membahas penyakit diare di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas bahagia, Kec babelan kabupaten bekasi Tahun 2022
1.2 Tujuan
Tujuan umum dari praktek belajar lapangan (PBL) Tahap 2 ini terbagi tujuan umum
dan tujuan Khusus.
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari Praktek Belajar Lapangan (PBL) Tahap 2 ini adalah untuk
mengetahui gambaran resiko diare pada balita usia 0-59 bulan di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Bahagia, Desa Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi 2022
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui karaktekristik subyek umur anak, jenis kelamin anak, pemberian ASI
eksklusif, status gizi, status pekerjaan ibu, pendidikan ibu, perilaku cuci tangan.
2. Mengetahui faktor yang paling berpengaruh dengan kejadian diare pada anak 0-59
bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi
Tahun 2022.
3. Mengetahui penyebab penyakit diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bahagia
Kabupaten Bekasi Tahun 2022

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup dari Praktek Belajar Lapangan (PBL) Tahap 2 ini adalah untuk mengetahui
gambaran resiko diare pada balita usia 0-59 bulan di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Bahagia, Desa Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi 2022 meliputi kegiatan
pengumpulan data primer dengan wawancara dan observasi diare pada balita dan
pengumpulan data skunder. Praktek Belajar Lapangan (PBL) Tahap 2 ini dilaksanakan pada
bulan Febuari sampai dengan bulan Maret Tahun 2022. Subjek penelitian ini adalah balita
usia 0-59 bulan di lingkup UPTD puskesmas bahagia.

1.4 Manfaat
Manfaat dari Praktek Belajar Lapangan (PBL) Tahap 2 ini terbagi menjadi manfaat bagi
mahasiswa, masyarakat, dan manfaat bagi institusi pendidikan.
1.4.1 Manfaat bagi mahasiswa
Manfaat bagi mahasiswa dari Praktek Belajar Lapangan (PBL) Tahap 2 ini adalah
sebagai berikut:
a. Mendapatkan informasi tentang kasus penyakit diare 0-59 bulan di wilayah UPTD
Puskesmas Bahagia.
b. Mendapatkan pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu yang didapatkan di Institut
Kesehatan Indonesia Program Studi Kesehatan Masyarakat.
c. Mendapatkan pengalaman kerja nyata dalam bidang penelitian terutama perumusan
masalah, anaisis data, dan intervensi yang harus dibuat.
d. Membentuk keterampilan unutk menerapkan pendekatan yang spesifik atas masalah
yang terdapat di masyarakat.
1.4.2 Manfaat bagi UPTD Puskesmas Bahagia Kabupaten Bekasi Jawa Barat.
Manfaat bagi UPTD Puskesmas Bahagia Kabupaten Bekasi dari Praktek Belajar
Lapangan (PBL) Tahap 2 ini adalah sebagai berikut:
a. Dapat memberikan pengetahuan berupa informasi gambaran resiko diare pada balita 0-
59 bulan di UPTD Puskesmas Bahagia, Desa Bahagia, Kecamatan babelan Kabupaten
Bekasi.
b. Dapat sebagai masukan untuk tenaga kesehatan agar lebih efektif dalam memantau
perkembangan penyakit diare pada balita di UPTD Puskesmas Bahagia, Desa Bahagia,
Kecamatan babelan Kabupaten Bekasi.
c. Dapat sebagai bahan referensi data awal program pencegahan diare pada balita 0-59
bulan.
1.4.3 Manfaat bagi Institusi Pendidikan
Manfaat bagi Institusi pendidikan dari Praktek Belajar Lapangan (PBL) Tahap 2 ini
adalah sebagai berikut:
a. Mendapatkan masukan dan penjelasan permasalahan kesehatan masyarakat di unit
pelaksanaan kegiatan beserta solusi pemecahannya.
b. Mendapatkan gagasan bagi mahasiswa upaya peningkatan pengembangan derajat
kesehatan masyarakat.
c. Terjalinnya kerjasama antara pihak atau tokoh masyarakat wilayah desa bahagia
dengan menjadikan desa binaan program studi Kesehatan Masyarakat Institut
Kesehatan Indonesia, Jakarta.
d. Sebagai bahan untuk evaluasi dan perencanaan program Kesehatan Masyarakat di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Bahagia
1.5 Sistematika Laporan
Sistematik hasil laporan praktek belajar lapangan 2 ini di susun dalam 8 bab dimana
setiap bab tersebut akan dibagi menjadi sub bab yang akan dibahas secara terinci. Berikut
merupakan sistematika dari masing-masing bab dan keterangan singkatnya.

1. Bab 1: Pendahuluan
Pada bab ini akan dibahas tentang gambaran untuk praktek belajar lapangan 2 (PBL2),
diantaranya: Latar belakang, Rumusan masalah, Tujuan (umumm dan khusus), Ruang
lingkup, manfaat (mahasiswa, institusi pendidikan, dan UPTD Puskesmas Bahagia) dan
sistematika laporan.
2. Bab 2: Gambaran Umum
Pada bab ini akan dibahas tentang gambaran untuk praktek belajar lapangan 2 (PBL 2)
diantaranya: Profil Instusi, Struktur Organisasi Insitusi, proses kegiatan Institusi, Jadwal
kegiatan PBL tahap 2.
3. Bab 3: Tinjauan Pustaka
Pada bab ini akan dibahas tentang gambaran untuk praktek belajar lapangan 2 (PBL 2)
diantaranya: Studi literatur dan pengamatan terhadap hasil-hasil penelitian para peneliti
terdahulu.
4. Bab 4: Kerangka teori, kerangka konsep, definisi operasional
Pada bab ini akan dibahas tentang gambaran untuk praktek belajar lapangan 2 (PBL 2)
diantaranya: Kerangka Teori, Kerangka Konsep, Definisi operasional.
5. Bab 5: Metodologi Praktek Belajar Lapangan
Pada bab ini akan dibahas tentang gambaran untuk praktek belajar lapangan 2 (PBL 2)
diantaranya: Desain studi, waktu dan tempat, populasi sampel, cara pengumpulan data,
pengolahan dan analisis data, penyajian data
6. Bab 6: Hasil Analisis data PBL tahap 2
Pada bab ini akan dibahas tentang hasil analisis data untuk Praktek Belajar Lapangan
Tahap 2 (PBL 2)
7. Bab 7: Pembahasan
Pada bab ini akan dibahas tentang pembahasan dari hasil analisis data PBL Tahap 2
8. Bab 8: Penutup
Pada bab ini akan dibahas tentang gambaran umum Praktek kerja Lapangan (PBL)
Tahap 2 diantaranya kesimpulan dan saran
BAB 2

GAMBARAN UMUM
2.1 Institusi PBL Tahap 2
2.1.1 Profil Institusi UPTD Puskesmas Bahagia Kabupaten Bekasi
1. Visi dan misi Puskesmas UPTD Bahagia Kabupaten Bekasi
Pembangunan kesehatan Kelurahan Bahagia Kecamatan Babelan secara
umum bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan
indikator meningkatnya umur harapan hidup, meningkatnya kesejahteraan
keluarga dan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat. Disamping
itu pembangunan bidang kesehatan diarahkan untuk memelihara mutu lembaga
pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara
berkelanjutan, sarana dan prasarana dalam bidang medis termasuk obat yang
terjangkau oleh masyarakat.
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan khususnya di Kelurahan
Bahagia, maka Puskesmas Bahagia mempunyai visi kementrian kesehatan
“masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan” dan adapun misinya yaitu:
1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat,
termasuk swasta dan masyarakat madani
2. Melindungi kesehatan masyrakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan
yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan
4. Menciptakan tata kelola kepemrintahan yang baik.

2. Strategi Puskesmas Bahagia

Strategi pembangun kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas


adalah mendukung visi dan misi pembangunan Nasional. Puskesmas Bahagia
telah berupaya menyusun strategi pembangunan program kesehatan yang sesuai
dengan situasi dan kondisi masyarakat di Wilayah Puskesmas Bahagia.
Untuk mendukung visi dan misi tersebut puskesmas Bahagia menyusun
strateginya sebagai berikut:

1. Memelihara hubungan baik dengan mitra kerja yang sudah ada. Dan senantiasa
mencari peluang untuk menjalin kemitraan dengan berbagai pihak.
2. Menjalin hubungan baik dg masyarakat (RT/RW & Kader posyandu & PKK),
hadir dalam pertemuan kader & agenda rutin posyandu/ pertemuan masyarakat
lainnya
3. Pelayanan yang berkualitas sesuai SOP, membuat SOP untuk setiap pelayanan &
merevisi / up-date SOP yang sudah tidak sesuai serta meningkatkan disiplin staf.
4. Menerapkan manajemen yang transparan & akuntabel

3. Kondisi Geografis
Secara geografis Kelurahan Bahagia berada di bahagia berada di bagian utara
Kabupaten Bekasi Kelurahan Bahagia termasuk kedalam kecamatan babelan
Kabupaten Bekasi dengan posisi latitude -6.189110 dan posisi longitude 107.0244.
Gambar 2.1
Peta Wilayah Kelurahan Bahagia
4. Batas Wilayah
Secara administratif Kelurahan Bahagia terdiri dari 1 Kelurahan dengan
luas wilayah 618 ha atau ± 6 Km². Kelurahan Bahagia memiliki batas wilayah
sebagai berikut:
Utara : Desa Babelan Kota Kecamatan Babelan Kabupaten
Bekasi
Selatan : Kelurahan Teluk Pucung Kecematan Bekasi Utara Kota
Bekasi
Barat : Kelurahan Kaliabang Tengah Kecamatan Bekasi Utara
Timur : Kelurahan Kabelan Kecamatan Babelan Kabupaten
Bekasi

5. Keadaan Iklim
Suhu rata-rata : 280C -320C
Curah Hujan : 1635 mm
Rata-rata hari hujan : 100 hari
Ketinggian Lokasi : 6-115 m
Kemiringan : 0 – 25° .
Karena berbatasan dengan Kota Bekasi, akibatnya kelurahan bahagia menjadi
spesifik apabila dibandingkan dengan Kelurahan atau desa lain di Kecamatan
Babelan Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat. Spesifitas ini terutama dalam hal
perkembangan pembangunan yang begitu pesat yang diikuti pula dengan
perkembangan masalah pola penyakit serta masalah-masalah kesehatan lainnya.
2.1.2 Struktur Organisasi Puskesmas Bahagia

Gambar 2.2
STRUKTUR ORGANISASI UPTD PUSKESMAS BAHAGIA

Kepala UPTD
Puskesmas

KEPALA SUB BAGIAN TATA

MUTU RUMAH
SIMPUS KEPEGAWAIAN
TANGGA

KEUANGAN

JKN PENGURUS
BOK
BOP
BARANG

KORDINATOR
UPAYA KESEHATAN UPAYA KESEHATAN
JARINGAN DAN
MASYARAKAT PERORANGAN (UKP) JEJARING
PELAYANAN
PUSKESMAS

 Periksa Umum
ESENSIAL & PENGEMBANGAN  Kes. Gigi dan
KEPERAWATAN
mulut
KESEHATAN  Gawat darurat
JEJARING
MASYARAKAT  Pelayanan BIDAN DESA
FASILITAS
 Kes. Olahraga Bersalin
PELAYANAN KES
 Kes. Gigi  Laboraturium
 Promkes/ UKS Masyarakat  Kefarmasian
 Kesling  Kes. Indra  KB/KIA yang
 KIA/KB yang  Kes
bersifat UKM Tradisional
 P2p  Kes. Jiwa
2.1.3 Proses kegiatan Institusi

Gambar 2.3

ALUR PELAYANAN UPTD PUSKESMAS BAHAGIA

GAWAT
PASIEN RUANG TINDAKAN
DARURAT

LOKET
KELUARGA
PENDAFTA
PASIEN KE
RAN
PENDAFTARAN

NURSE STATION

PEMERIKSA PEMERIKSAA KIA DAN KB IMUNISASI MTBS


AN UMUM N GIGI DAN
MULUT

LABORATURIUM TB PARU/ KUSTA KONSELING

RUMAH SAKIT
BILA RUJUKAN
RUANG FARMASI

Puskesmas Bahagia hanya melayani pelayanan rawat jalan. Proses kegiatan pelayanan
pasien yang pertama ketika datang ke puskesmas adalah loket pendaftaran. Di loket pendaftaran
pasien mendaftar serta memberikan nomor antrian , setelah itu pasien menuju nurse
PULANGstation. Di
nurse station ini petugas petugas puskesmas mengukur tensi pasien yang datang, dan
menanyakan gejala yang di alami lalu dimasukan kedalam form screening. Kemudian pasien
menunggu dipanggil. Kemudian pasien dapat menuju poli yang di inginkan. Setelah dari poli,
pasien selanjutnya akan menuju ke bagian farmasi untuk mengambil obat-obatan dan selanjutnya
pasien dapat keluar dari puskesmas.

2.1.4 Jadwal Kegiatan PBL Tahap 2

Tabel 1.1 Jadwal Kegiatan PBL Tahap 2

Minggu Ke
Kegiatan
1 2 3 4
Mencari Observasi Kasus
Penyusunan Proposal

Vaksinasi

Penyuluhan

Penyusunan Laporan

Bimbingan Dosen
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Diare
3.1 Pengertian Diare
Diare menjadi penyebab menurunkan usia harapan hidup 1,97 tahun pada
penderitanya,dibawah penyakit infeksi saluran pernapasan bawah (2,09 tahun). Secara
global pada tahun 2016, air minum yang tidak sehat, sanitasi buruk, dan lingkungan
kurang bersih menjadi faktor utama terhadap kematian 0,9 juta jiwa termasuk lebih dari
470.000 kematian bayi yang disebabkan oleh diare. Oleh karena itu diare menjadi
pekerjaan rumah bagi pemerintah bahkan organisasi dunia untuk menanggulanginya
(WHO, 2019).
Penyebab utama diare pada balita yaitu gizi buruk. Setiap tahunnya ada 1,7
miliyar kasus penyakit diare yang terjadi pada anak-anak. Kebanyakan orang yang
mengalami dehidrasi parah yang bisa menyebabkan diare, akan tetapi sekarang penyebab
lain diare adalah infeksi bakteri septik yang menyebabkan kematian berhubungan dengan
diare. Diare merupakan gejala infeksi paa saluran usus yang dapat disebabkan oleh
berbagai infeksi bakteri, virus dan parasite. Infeksi menyebarkan melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi, atau orang ke orang sebagai akibat dari sanitasi buruk
(Iryanto agus andika dkk,2021)
Hendrik L. Blum mengungkapkan bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4
faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik (Blum, 1981). Ke
empat faktor ini penyebab timbulnya penyakit. Diare merupakan penyakit menular yang
sering terjadi dan diakibatkan oleh ke empat faktor tersebut. Ole karena itu faktor tersebut
dipaparkan menjadi faktor sosial ekonomi, faktor kondisi balita, faktor lingkungan, faktor
pola asuh orang tua, dan faktor pelayanan kesehatan (Hamzah, dkk 2020)
3.2. Penanganan Diare
a. Terapi A tanpa dehidrasi
Buang air besar 3-4 kali sehari atau disebut mulai mencret, pengobatan
dirumah dapat dilakukan oleh ibu yaitu:
 Memberikan makanan dan minuman yang ada dirumah sepeti air kelapa,
larutan garam, memberikan cairan lebih banyak
 Memberikan makanan dan minuman secara terus menerus
 Membawa ke petugas kesehatan bila tidak baik dalam 3 hari.
b. Pemberian makanan
Pemberian makanan seperti semula, namun dalam penanganan didare,
makanan yang dikonsumsi dipastikan kebersihan baik dalam mengolah
maupun menyajikan hingga boleh menjadi penyembuh bagi penderita diare
c. Antibiotik bila perlu
Tidak semua yang mengalami diare harus menggunakan antibiotic karena
sebagiam penyebab diare adala rotavirus yang tidak memerlukan antibiotik
dalam penatalaksanaan kasus diare, karena tidak bermanfaat dan efek
sampingnya dapat merugikan
d. Pemberian zinc
Merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh, zinc dapat
mengahambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide), dimana ekskresi enzim ini
meningkatkan selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus

Faktor faktor lain yang berhubungan dengan kejadian diare. Faktor dominan
penyebab diare yaitu sarana air bersih dan tempat pembuangan ninja. Kedua faktor ini
akan berinteraksi bersama derngan erilaku manusia, faktor lingkungan yang tidak sehat
karena tercampur kuman kuman diare ber akumulasi dengan perilaku manusia yang tidak
sehat akan menimbulkan penyakit diare (Asrimaity, 2013)

3.3 Faktor-faktor Resiko Pada balita


Penyakit diare dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lingkungan, agen
penyebab penyakit, dan pejamu. Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang penting karena merupakan ketiga angka kesakitan dan kematian anak di
berbagai negara termasuk Indonesia. Diare merupakan suatu penyakit berbasis
lingkungan. Ada 2 faktor yang dominan yaitu sarana air bersih, diare dapat terjadi bila
seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar dari sumbernya. Selama
perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah,
pencemaran dirumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan
yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan dan
melalui pembuangan tinja. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau bakteri
dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut d hinggapi oleh binatang dan binatang tersebut
hinggap di makanan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang
memakannya (Kasman, Nuning,. 2018).
Ada beberapa perilaku yang dapat meningkatkan resiko terjadinya diare yaitu
tidak memberika ASI secara penuh hingga umur 4-6 bulan pertama kehidupan,
menggunakan botol susu formula, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, air
minum tercemar pada bakteri tinja, tidak mencuci tangan sebelum menjamah makanan
(Muhziadi, 2012).
Penularan penyakit diare pada balita dapat melalui jalur fecal oral terutama:
1. Fecal oral makanan dan minuman yang tercemar kuman
2. Kontak langsung dengan tangan penderita yang kotor pada saat menyentuh makanan atau
lalat pada makanan yang tidak di tutup
3. Perilaku orang tua sendiri yang tidak mencuci tangan sebelum kontak dengan bahan
makanan dan setelah kontak dengan barang kotor atau tercemar (Kasman, Nuning. 2018).

3.4 Tingkat pengetahuan Ibu dengan kejadian Diare

Pengetahuan ibu tentang diare merupakan peranan yang terpenting terhadap kejadian
diare, seperti pengetahuan perilaku hidup bersih dan sehat, pengetahuan dalam mencegah
resiko kejadian diare. Tingkat pengetahuan kaitan erat dengan tingkat pendidikan, pada
umumnya tingkat pendidikan rendah anak berbanding lurus dengantingkat pengetahuan
seseorang ( Yura, dkk. 2021)
 Usia
Usia dapat mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang, dimana seiring
bertambahnya usia maka semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Setelah melewati usia (40-60 tahun), daya tangkap dan pola pikir seseorang
semakin menurun.
 Pendidikan
Tingkat kemampuan seseorang dalam memahami dan menyerap pengetahuan yang telah
di perolehnya dapat ditentukan dengan tingkat pendidikan seseorang. Umumnya,
pendidikan mempengaruhi suatu proses pembelajaran, semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin baik tingkat pengetahuanya.
 Sikap
Menurut penelitian Adisasminto (2007) menyatakan bahwa faktor resiko diare pada anak
terdiri dari anak, faktor sosioekonomi, faktor lingkungan, dan akhir sekali faktor ibu.
Oleh demikian faktor perilaku ibu sangat penting bagi pencegahan diare pada balita.
Menurut asumsi peneliti terdapat kesamaan bermakna antara hubungan sikap dengan
kejadian daire pada balita. Ini membuktikan bhawa sikap yang kurang baik merupakan
faktor resiko terjadinya kejadian diare pada balita. Sikap merupakan suatu perilaku yang
dimiliki seseorang sebelum mengambil tindakan. Jika sikap masyarakat sudah baik, maka
akan mudah untuk melakukan perbuatan yang baik.
 Pengalaman
Pengalaman adalah suatu proses dimana dalam memperoleh kebenaran pengetahuan
dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang telah di peroleh dalam memecahkan
masalah yang dihadapi saat masa lalu dan dapat digunakan dalam upaya memperoleh
pengetahuan.
 Lingkungan
Lingkungan sangat berpengaruh dalam proses penyerapan pengetahuan yang berada
dalam suatu lingkungan. Hal ini terjadi karena adanya interaksi yang akan di respon
sebagai pengetahuan oleh setiap individu
 Sosial budaya dan ekonomi
Tradisi atau kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat dpaat meningkatkan
pengetahuannya. Selain itu, status ekonomi juga dapat mempengaruhi pengetahuan
dengan ketersediannya suatu fasilitas yang dibutuhkan oleh seseorang ( Malvin, 2021)

3.4.1 Pemberian ASI dengan kejadian diare


Pemberian ASI dalam sumber pertama menjadi faktor resiko terhadap kejadian diare.
Beberapa alasan yang mendasari seperti seperti pada saat kelahiran awal ASI belum
keluar. Paradigma ibu tentang penambahan makanan sebelum waktunya, serta anggapan
susu formula lebih baik dari pada ASI.
Resiko kejadian diare pada balita meningkat sesuai dengan pola pemberian ASI. Hal ini
di tunjukan dengan relative risk (RR) pada kelompok ASI predominan sebesar 1,26
kelompok ASI parsial sebesar 1, 68 dan kelompok non ASI sebesar 2,65. Resiko diare
yang dilihat dari angka prevalensi juga meningkat secara bermakna menurut pola
pemberian ASI. Teori yang disampaikan oleh Suharjo (1992) bahwa pola pemberian ASI
merupakan kebiasaan ibu menyusui berdassarkan banyaknya seseorang ibu menyusui
anaknya. Menyusui merupakan suatu proses alamiah yang sangat diperlukan oleh seorang
anak karena air susu ibu merupakan cairan hidup yang mengandung zat protektif guna
meningkatkan kekebalan tubuh yang akan mengalami anak dari berbagai infeksi bakteri,
virus, parasit dan jamur. Sehingga anak yang disusui oleh ibunya secara penuh selama
enam bulan (pola ASI Ekslusif) lebih sehat dan lebih jarang sakit dibanding dengan anak
yang tidak mendapatkan ASI Ekslusif (Rahmawati, A. 2019)
3.4.2 Kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare
Karakteristik pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status sosial dan
status sosial ekonomi. Hasil analisa diperoleh bahwa kondisi air bersih yang memenuhi
syarat menunjukan kejadian diare terbanyak pada kategori sering dan tidak ada kejadian
diare. Sedangkan kondisi sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat menunjukan
kejadian diare terbanyak pada kategori selalu dan terendah pada kategori jarang.
Pemnfaatan sarana sanitasi lingkungan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
masyarakat. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah menjadikan mereka sulit
diajarkan mengenai pentingnya air bersih dan sanitasi lingkungan untuk mencegahnya
penyakit menular. Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang
berkaitan dengan kejadian diare, sebagai kuman infeksius penyebab diare di tularkan
melalu jalur fekal oral. Diare sering menyebabkan wabah yang dapat membahayakan
bagi penderita maupun orang-orang di sekitarnya yang bertempat tinggal di daerah-
daerah yang sanitasi lingkungannya kurang memenuhi syarat kesehatan. Penyediaan
sarana air bersih masyarakat terutama dalam pelaksanaan tidaklah mudah. Karena
menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya sangat erat kaitannya dengan perilaku,
tingkat ekonomi, kebudayaan dan pendidikan (Utama, A. Dkk. 2019)
3.4.3 Kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun dengan kejadian diare
Mencuci tangan menggunakan sabun adalah perilaku yang sangat penting bagi upaya
pencegahan diare. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah membuang air bersih,
setelah membantu anak BAB (menceboki anak), sebelum menyuapi anak makan,
sebelum mengelola makanan (sebelum memasak) dan sebelum makan.mencuci tangan
dengan air bersih dan air mengalir menggunakan sabun dapat membersihkan kotoran dan
membunuh kuman (Suda Dapa, Dkk. 2019)
Menurut jurnal jurnal yang peneliti baca sebagian dasar penelitian ini banyak
mengemukakan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian diare itu relevan, ada
hubungannya. Pada umumnya bahwa perilaku ibu tentang cuci tangan ada hubungannya
dengan kejadian diare pada balita. Semakin baik perilaku ibu mencuci tangan di air bersih
dan mengalir menggunakan sabun akan semakin rendah kejadian diare. Beberapa riset
menunjukan bahwa promosi perilaku mencuci tangan, peningkatan kualitas air bersih dan
sanitasi lingkungan telah terbukti mengurangi kejadian diare (Setyobudi Ilham, Dkk.
2020)
3.4.4 Mencuci peralatan makan balita dengan kejadian diare
Tindakan atau kegiatan yang perlu dilakukan adalah untuk membebaskan minuman atau
makanan dari segala bahaya yang dapat menggangu kesehatan, dapat dimulai sebelum
menyiapkan minuman, tempat minum atau makanan tersebut harus di cuci atau disterill
untuk menghindari kontaminasi mikro organisme penyebab penyakit yaitu diare.
3.4.5 Kondisi jamban dengan kejadian diare
Kondisi jamban keluarga yang belum memenuhi syarat, dapat menyebabkan timbulnya
diare pada balita responden yang disebabkan kotoran tinja yang tidak terkubur rapat akan
mengundang lalat maupun tikus yang akan berdampak terhadap kesehatan lingkungan.
Masalah penyehatan lingkungan merupakan salah satu dari berbagai masalah kesehatan
masalah yang perlu mendapatkan prioritas karena dapat menjadi media bibit penyakit.
Diare sering menyebabkan wabah yang dapat membahayakan bagi penderita maupun
orang-orang di sekitarnya yang bertempat tinggal di daerah-daerah yang sanitasnya
lingkungannya kurang memenuhi syarat kesehatan (Utama, A. Dkk 2019).
3.5 Pencegahan dan penanganan penyakit diare

3.5.1 Pencegahan penyakit diare

Faktor ibu yang sering di teliti adalah perilaku ibu, sedangkan faktor pada anak
yang sering di teliti adalah status gizi dan pemberian ASI Eksklusif. Peran ibu sangatlah
penting bagi kesehatan balita, karena ibu adalah orangterdekat dengan balita bai pada saat
makan, mandi, dan main ibu lebih banyak terlibat. Kesehatan anak bisa dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah dari faktor orang tua terutama ibu. Perilaku
kesehatan di pengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan
adalah pelayanan keehatan, genetik, perilaku, dan lingkungan. Mencegah penyebaran
penyakit infeksi dan diare dapat dilakukan dengan cara:

 Memperbaiki perilaku cuci tangan menggunakan sabun dengan cara yang


benar dan menggunakan air bersih mengalir
 Pemberian ASI, meningkatnya kualitas makanan pendamping ASI
 Membuang tinja bayi secara benar
 Mencuci botol susu secara benar dan pemberian imunisasi campak (Carita
Bidari, 2017).
 Mengkonsumsi air minum yang telah dimasak terlebih dahulu
 Pengelolaan sampah yang baik.
BAB 4
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI
OPERASIONAL

4.1 Kerangka Teori

Kerangka teori dari laporan Praktek Belajar Lapangan (PBL) Tahap 2 ini merupakan hasil
modifikasi dari beberapa teori serta mengambil dari beberapa hasil penelitian sebelumnya yang
berkaitan dengan Gambaran resiko diare pada balita usia 0-59 Bulan, Berikut merupakan
kerangka teori dari Laporan Praktek Belajar Lapangan (PBL)

Kejadian diare pada balita

 Lingkungan
 Umur
 Perilaku
 Tingkat pendidikan
 Pelayanan Kesehatan
 Pengetahuan ibu
 Genetik
4.2 Kerangka Konsep  ASI Eksklusif
Gambar 4.1 Kerangka teori

Hendrik L. Blum (1981)

4.2 Kerangka Konsep

Variable Independen Variable dependen

Pengetahuan

Kebiasaan mencuci
tangan

Kejadian Diare pada


Balita
ASI Ekslusif

Tingkat pendidikan

Umur balita
Gambar 4.2 Kerangka konsep

4.3 Definisi Operasional

Tabel 4.3.1 Definisi Operasional

NO VARIABEL DEFINISI ALAT UKUR HASIL UKUR


OPERASIONAL

1. Pengetahuan ibu Pengetahuan ibu tentang Kuesioner 1. Diare


penyakit diare 2. Tidak diare

2. Kebiasan mencuci Mencuci tangan sebelum Kuesioner 1. Ya mencuci


tangan memberikan makanan tangan
kepada balita 2. Tidak

3. ASI Eksklusif Riwayat pemberian ASI Kuesioner 1. Tidak ASI


saja tanpa pemberian Eklusif (balita
makanan tambahan pada diberi makanan
balita selama 6 bulan tambahan pada
pertama setelah lahir usia < 6 bulan)
2. ASI Ekslusif
( balita diberikan
ASI saja sampai
umur 6 bulan)

4. Tingkat Pendidikan Pembagian responden Kuesioner 1. Tidak sekolah


berdasarkan pendidikan 2. Tidak lulus SD
terakhir yang pernah 3. SD/sederajat
4. SMP/sederajat
ditempuh
5. SMA/sederajat
6. Perguruan Tinggi
5. Umur balita Jumlah tahu sejak lahir Wawancara dan 1. Umur <3 Tahun
sampai pendataan kuesioner 2. Umur >3 Tahun
berlangsung

BAB 5

METODOLOGI PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN

5.1 Desain Studi

Jenis laporan praktek belajar lapangan tahap 2 ini merupakan laporan dengan studi
deskriptif kuantitatif yaitu laporan praktek belajar lapangan (PBL) tahap 2 yang bertujuan untuk
menjelaskan penyebab diare di Wilayah kerja UPTD Puskesmas Bahagia, Kecamatan Babelan
Kabupaten Bekasi. Data yang di inginkan diperoleh dengan pengumpulan data primer dengan
cara wawancara dengan bantuan kuesioner dan observasi atau pengamatan langsung dengan
form checklist dan dengan pengumpulan data sekunder dari UPTD Puskesmas Bahagia,
Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi dan instansi lainnya.

5.2 Waktu dan Tempat

5.2.1 Waktu

Laporan Praktek Belajar Lapangan (PBL) Tahap 2 ini dilaksanakan pada bulan
Febuari sampai Maret 2022

5.2.2 Tempat

Dilaksanakan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Bahagia, Kecamatan


Babelan, Kabupaten Bekasi Jawa Barat.
5.3 Populasi dan Sampel

5.3.1 Populasi

Populasi dalam Laporan Praktek Belajar Lapangan (PBL) Tahap 2 ini yaitu ibu
yang mempunyai balita 0-59 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Bahagia,
Kabupaten Bekasi yaitu berjumlah 1.358 balita.

5.3.2 Sampel

Secara Keseluruhan besar sampel yang di ambil dalam Laporan Praktek


Belajar Lapangan (PBL) Tahap 2 menggunakan Rumus Slovin, yaitu sebagai
berikut:

N
n=1+ N ( e)2

Keterangan:

n = Jumlah Sampel

N = Jumlah Populasi

d = Derajat Kepercayaan (0,05)

Berdasarkan rumus di atas maka besar sampel dapat di hitung sebagai berikut:

N
n = 1+ N (e)
2

1. 358
n = 1+ 1.358(0,1)2

1.358
n = 1+ 13,58❑
1.358
n = 13,59

n = 93,14
Jadi, jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 93 ibu yang mempunyai balita di Wilayah kerja
UPTD Puskesmas Bahagia Tahun 2022. Teknik pengambilan data menggunakan kuesioner

5.4 Cara Pengumpulan Data

Jenis-jenis data yang dikumpulkan dalam Laporan Praktek Belajar Lapangan (PBL)
Tahap 2 adalah sebagai berikut:

1. Data Primer
a. Wawancara
Pengumpulan data Primer dengan melakukan kepada ibu yang mempunyai balita
0-59 bulan Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Bahagia, Kecamatan Babelan,
Kabupaten Bekasi. Penilaian menggunakan kuesioner meliputi ibu yang mempunyai
balita (tingkat pendidikan, pengetahuan, umur).
b. Alat Ukur
Alat ukur yang kamis gunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan
metode Wawancara

2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak di peroleh secara langsung dari objek
penelitian dalam Laporan Praktek Belajar Lapangan (PBL) Tahap 2 ini data
sekunder diperoleh dari instasi-instasi seperti:
a. Data sekuner di dapatkan UPTD Puskesmas Bahagia Berupa profil UPTD
Puskesmas Bahagia Tahun 2021
b. Data sekunder di dapatkan dari website dari instasi terkait guna memperoleh
informasi tambahan berkaitan dengan oenelitian yang akan dilakukan.

5.5 Pengolahan data dan Analisis data


5.5.1 Pengolahan data

Setelah melakukan pengambilan data dengan kuesioner mengenai gambaran


resiko diare pada balita usia 0-59 bulan di UPTD Puskesmas Bahagia, Kabupaten
Bekasi, maka selanjutnya dilakukan pengolahan data yang sudah di dapat
menggunakan SPSS dengan cara:

1. Editing
Editing yaitu mengumpulkan, mengoreksi, serta memperbaiki data dari
wawancara untuk kelengkapan dan kejelasan relevan jawaban yang
ditanyakan kepada responden
2. Cooding
Coding yaitu memberi kode jawaban-jawaban dari hasil wawancara dan
kepada setiap responden dengan mengelompokkan data yang telah ada
agar mudah diolah.
3. Entri Data
Entri Data yaitu kegiatan memasukkan data yang sudah di kode kedalam
program computer.

5.5.2 Analisis data


Untuk perhitungan kuesioner gambar kejadian penyakit diare adalah dengan
mengidentifikasi dan menganalisis gaya hidup serta kebiasaan ibu yang
mempunyai balita kerja UPTD Puskesmas Bahagai Kabupaten Bekasi Jawa
barat.
Lampiran 1

KUESIONER

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU IBU YANG MEMILIKI


BALITA TERHADAP PENYAKIT DIARE DI UPTD PUSKESMAS BAHAGIA
KELURAHAN BAHAGIA KECAMATAN BABELAN KABUPATEN BEKASI TAHUN
2022

IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama Responden :
2. Umur balita :
e. 0-6 bulan
f. 6-12 bulan
g. 1-2 tahun
h. 2-3 tahun
i. 3-4 tahun
j. 4-5 tahun
3. Umur responden :
a. <20 Tahun
b. 21-30 Tahun
c. 31-40 Tahun
d. 41-50 Tahun
e. >51 Tahun
4. Pendidikan formal terakhir
a. Tidak sekolah/Tidak tamat SD
b. Sekolah dasar/ sederajat
c. Sekolah menengah pertama/sederajat
d. Sekolah menengah atas/sederajat
e. Perguruan tinggi/akademi
5. Pekerjaan responden
a. Pegawai Negri/TNI/POLRI
b. Pegawai swasta
c. Wiraswasta
d. Pedagang
e. Buruh
f. Ibu rumah tangga
g. Lain lain
6. Banyaknya anggota dalam satu rumah
a. 3 -4 orang
b. 5-6 orang
c. 7-8 orang
d. 9-10 orang

PENGETAHUAN

1. Apakah anda pernah mendengar penyakit diare?


a. Pernah
b. Tidak pernah
2. Jka pernah apakah anda tahu, apa saja yang dimaksud dengan penyakit diare?
a. Muntah
b. Mencret
c. Muntah dan mencret
d. Tidak tahu
3. Apakah anda tahu penyebab penyakit diare?
a. Ya, tahu
b. Tidak tahu
4. Jawaban no.3 ya, apa saja yang dapat menyebabkan diare?
a. Kuman penyakit
b. Salah makan pada balita
c. Air yang kotor
d. Bawaan sejak lahir
e. Makanan yang mengandung kuman
f. Lain-lain/tidak tahu
5. Menurut anda, diare dapat menularkan melalui apa saja?
a. Air
b. Udara
c. Makanan dan minuman
d. Susu sapi
e. Melalui cipratan batuk
f. Tidak tahu
6. Menurut anda berapa kali buang air besar dalam sehari hingga dengan disebut penyakit
diare?
a. 1-3 kali
b. >3 kali
c. Beberapa kali asalkan tinja encer
d. Tidak tahu
7. Bagaimana cara mencegah diare
a. Selalu menjaga kebersihan makanan dan minuman
b. Selalu mencuci tangan
c. Berolahraga dengan balita secara rutin
d. Memasak air hingga mendidih
e. Tidak tahu
8. Apa pertama kali harus diberikan kepada penderita diare?
a. Oralit
b. Pengganti oralit (larutan gula-garam, air tajina)
c. Obat anti diare
d. Lain-lain
e. Tidak tahu

SIKAP

1. Apakah anda setuju, akan pemberian oralit pada penderita diare?


a. Setuju
b. Tidak setuju, alasanya...
2. Apakah anda setuju bahwa penderita diare balita harus segera dibawa ke dokter?
a. Setuju
b. Tidak setuju, alasannya?...
3. Apakah anda setuju bahwa sebelum makan harus mencuci tangan dengan sabun?
a. Setuju
b. Tidak setuju, alasannya?......
4. Mencuci tangan dengan sabun di air mengalir lebih efektif dari memakai handsanitizer?
a. Setuju
b. Tidak setuju, alasannya?.....

PERILAKU

1. Apakah air minum yang anda minum dimasak sampai mendidih?


a. Ya
b. Tidak, alasanya?......
2. Apa jenis sarana air bersih yang digunakan anda untuk keperluan minum sehari-hari?
a. PAM
b. Sumur gali
c. Air kemasan
3. Apakah anda melakukan tindakan untuk mencegah penyakit diare?
a. Ya
b. Tidak, alasannya?.....
4. Dimana anda menyimpan makanan yang telah dimasak?
a. Dimeja dan di tutup
b. Di meja tidak ditutup
c. Di lemari tidak ditutup
d. Biarkan dalam wajan dan terbuka
e. Lain-lain
Daftar Pustaka

Kemenkes RI. (2018). Laporan Nasional Riskesdas 2018 Jakarta: Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi. (2021). Profil Kesehatan Kabupaten Bekasi
2020. Bekasi: Dinas Kesehatan Bekasi.
Kemenkes RI. 2020. Profil Kesehatan Indonesia 2019. Jakarta: Kemenkes RI.
2020.
Shafira,Aurelia. Usep Abdullah Husin., dan Dyana Eka Hadiati. 2019.
Gambaran Faktor Resiko Diare pada Balita (0-59 Bulan) di Wilayah Kerja
Puskesmas Bojongsoang Tahun 2019. Bandung: Fakultas kedokteran
Universitas Islam Bandung
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta: Kemenkes RI.2019
WHO. Monitoring Health for the SDGs, sustainable Development Goals.
Ganeva: World Health Organization; 2019
WHO. Diarrhoel Disease. 2017.
Kememtrian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2017. Vol. 1227. 2018.
496 p.
Kementrian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2018. 2019. 207 p.
Iryanto Agus Andika, Tri Joko, Mursid Raharjo. 2021. Faktor Resiko Kejadian
Diare Pada Balita Di Indonesia.
Indriyani, D.P.R., Putra, I.G.N.S. 2020. Penangan Terkini Diare pada anak
Tinjauan Pustaka.
Asrimiaty F. Hubungan perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan)pembuangan
Tinja Masyarakat dengan Kejadian diare di pemukiman Nelayan. Tahun 2013.
Kasman,. Nuning, I.I. 2018. Faktor Resiko Kejadian Diare Pada Balita Di Kota
Banjarmasin. 2018.
Kasman,. Nuning, I.I. 2018. Kepemilikan jamban terhadap kejadian diare pada
balita di kota banjarmasin.
Carita Bidari Hendrastuti,. 2018. Hubungan Tindakan pencegahan ibu dengan
kejadian diare pada balita. Surabaya.
Firmansyah Witsqa, Y,. Muhammad, F. R,. Mirza,. F.F,. Nurjazuli, N. 2021.
Faktor faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada balita. 2021.
Malvin Thanniel. 2021. Skripsi Gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang diare
pada balita di kota medan tahun 2020.
Rahmawati, A. (2019) Pemberian ASI Ekslusif dan status gizi serta
hubungannya terhadap kejadian diare pada balita di wilayah kerja puskesmas
Juntinyuat.
Utama Saktya Yudha, Aini Inayati, Sugianto. 2019. Hubungan kondisi jamban
dan sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Arosbaya Bangkalan.
Setyo Budi, Fitri Pribadiani, Anita Dyah Listyarini. 2020. Analisis perilaku ibu
tentang cuci tangan dengan kejadian diare pada balita di Rumah Sakit Mardi
Rahayu Kudus.
Suda Dapa Enousius, Engelina N, Indriati A. Tedju. H. 2019. Faktor faktor yang
berhubungan dengan kejadian diare pada balita di desa Buru Kaghu Kecamatan
Wewewa Selatan Kabupaten Sumba barat daya.
Hamzah Wardiah, Fatma.A. G, Nasruddin, S. 2020. Kejadian diare pada balita
berdasarkan teori Hendrik L. Blum di kota Makasar.

Anda mungkin juga menyukai