Anda di halaman 1dari 20

EVALUASI PELAKSANAAN BULAN IMUNISASI ANAK SEKOLAH

(BIAS) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LENDAH 2


TAHUN 2021

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH :
LUCIA EKO MURNIATI, S.S.T., Bdn.
NIP: 19650201 198410 2005

UPT PUSKESMAS LENDAH II


KABUPATEN KULON PROGO
YOGYAKARTA
2022
HALAMAN PERSETUJUAN

EVALUASI PELAKSANAAN BULAN IMUNISASI ANAK SEKOLAH


(BIAS) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LENDAH 2
TAHUN 2021

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Oleh:
LUCIA EKO MURNIATI, S.S.T., Bdn.
NIP: 19650201 198410 2005
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Mengajukan
Daftar Usulan Penilaian Angka Kredit (DUPAK)

Oleh:
Kepala Puskesmas Lendah II :
Tanggal :
Tanda Tangan :
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allat SWT yang melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat Menyusun dan menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan
judul “Evaluasi Pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (Bias) Di Wilayah Kerja
Puskesmas Lendah 2 Tahun 2021”. Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai syarat kenaikan
pangkat/golongan PNS, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Mm
2. ..
3. ,,,
4. …
5. ,,,

Penulis menyadari sepenuhnya jika karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca snagatlah penulis
harapkan.

Kulon Progo. Juni 2022


ABSTRAK

Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit
campak pada anak karena termasuk penyakit menular. Salah satu upaya yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya penyakit campak adalah Imunisasi lanjutan yang diberikan pada
program Bulan Imunisasi Anak Sekolah yang selanjutnya disebut BIAS. BIAS dilaksanakan
diseluruh SD/MI/SDLB negeri dan Swasta dan dilaksanakan pada bulan tertentu dengan
sasaran semua anak kelas 1,2 dan 3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
mendeskripsikan peraturan program BIAS pada anak sekolah dasar, untuk mengetahui dan
mendeskripsikan pelaksanaan program BIAS sesuai dengan hak asasi anak, untuk
mengetahui hambatan yang dialami dan upaya yang dilakukan dalam pelaksanaan program
BIAS pada anak sekolah dasar. Desain penelitian yang dipilih adalah penelitian yang bersifat
deskriptif analitis. Metode pengumpulan data primer diperoleh melalui wawancara dengan
narasumber Data sekunder diperoleh dari penelaahan pustaka dari berbagai literatur. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Cakupan imunisasi campak, DT, dan td pada siswa
SD/MI/SLB yang sudah memenuhi target pemerintah yaitu minimal 95% TT4. Cakupan
imunisasi campak Siswa SD/MI/SLB kelas I sebesar 99,55%. Cakupan imunisasi DT Siswa
SD/MI/SLB kelas I sebesar 99,09%. Cakupan imunisasi td Siswa SD/MI/SLB kelas II
sebesar 99,29%. Pada pelaksanaan BIAS masih ada beberapa anak yang menolak
diimunisasi, dengan ini hak anak dalam mendapat perlindungan penyakit menular belum
terpenuhi.

Kata kunci: Campak, Imunisasi, BIAS


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan di Indonesia memiliki beban ganda (double burden),
dimana penyakit menular masih masalah karena tidak mengenal batas wilayah administrasi
sehingga tidak mudah untuk memberantasnya. Salah satu upaya yang dilakukan untuk
menurunkan angka kesakitan, kematian, kecacatan dari penyakit menular dan penyakit tidak
menular adalah imunisasi. Upaya imunisasi telah diselenggarakan di Indonesia sejak tahun
1956. Mulai tahun 1977 upaya imunisasi dikembangkan menjadi progam pengembangan
imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi. (PD31) yaitu tuberculosis, difteria, pertussis, campak, polio, tetanus dan hepatitis
B.
World Health Organization (WHO) mulai menetapkan program imunisasi sebagai
upaya global dengan Expanded Program on Immunization (EPI), yang diresolusikan oleh
World Health Assembly (WHA). Trobosan ini menempatkan EPI sebagai komponen penting
pelayanan kesehatan ibu dan anak, khususnya dalam pelayanan Kesehatan primer. Imunisasi
yang telah diperoleh dari bayi belum cukup untuk melindungi terhadap penyakit, sejak anak
mulai memasuki usia sekolah dasar terjadi penurunan terhadap tingkat kekebalan yang
diperoleh saat imunisasi ketika bayi, pada usia sekolah anak-anak mulai berinteraksi dengan
lingkungan baru dan bertemu dengan lebih banyak orang sehingga beresiko tertular atau
menularkan penyakit, maka pemerintah melalui kementerian kesehatan republik indonesia
sejak tahun 1984 telah mulai melaksanakan program imunisasi pada anak sekolah. Program
ini kemudian dikenal dengan istilah Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) diresmikan pada
14 November 1987 melalui surat keputusan Bersama yang dari Menteri Kesehatan, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri. Sesuai dengan
keputusan Menteri kesehatan republik indonesia Nomor 1611/MENKES/SK/XI/2005 tentang
pedoman penyelenggaraan imunisasi (Mujiati, 2015).
Bulan imunisasi anak sekolah yang selanjutnya disebut BIAS adalah bentuk
operasional dari imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu.
setiap tahunnya dengan sasaran semua anak kelas 1,2 dan 3 di seluruh Indonesia.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015, Indonesia termasuk 10
negara dengan jumlah kasus campak terbesar di dunia. Kementerian Kesehatan mencatat
jumlah kasus campak dan rubella di Indonesia sangat banyak dan cenderung meningkat
dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Adapun jumlah kasus suspek campak-rubella yang
dilaporkan antara 2014 sampai dengan Juli 2018 sebanyak 57.056 kasus, di mana 8.964 di
antaranya positif campak dan 5.737 positif rubella.
Tahun 2014 tercatat ada 12.943 kasus suspek, terdiri dari 2.241positif campak dan
906 rubella. Jumlah ini bertambah mencapai 15.104 kasus suspek di 2017, di mana 2.949 di
antaranya positif campak, dan 1.341 positif rubella. Hingga Juli 2018 ini sudah tercatat 2.389
kasus suspek, terdiri dari 383 positif campak dan 732 positif rubella. Lebih dari tiga per
empat dari total kasus yang dilaporkan, baik campak 88 persen maupun rubella 77 persen,
diderita oleh anak usia di bawah 15 tahun. Pemberian imunisasi atau vaksin kepada anak
sekolah ini merupakan kebijakan pemerintah pusat yang harus dilaksanakan di seluruh
Indonesia (Chin, 2006).
Imunisasi untuk menimbulkan atau adalah suatu cara meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan
penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut. Imunisasi lanjutan adalah imunisasi
ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan di atas ambang perlindungan atau untuk
memperpanjang masa perlindungan. Pelaksanaan kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah
(BIAS) dilaksanakan oleh puskesmas dan monitoring dilakukan oleh dinas kesehatan.
Berdasarkan kasus tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
"Evaluasi Pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) Di Wilayah Kerja Puskesmas
Lendah 2 Tahun 2021".

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana cakupan setelah program sweeping program Bulan Imunisasi Anak
sekolah (BIAS) pada anak sekolah dasar di Kecamatan Lendah tersebut
2. Bagaimana pelaksanaan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) sesuai
dengan tupoksi di Wilayah Puskesmas Lendah 2.
3. Bagaimana hambatan yang dialami dan upaya yang dilakukan dalam pelaksanaan
progam Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) pada anak sekolah dasar di Wilayah
Puskesmas Lendah 2.

C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Bagi pembuat kebijakan
Sebagai masukan dan evaluasi dalam membuat kebijakan tersebut.
b. Bagi Puskesmas
Sebagai evaluasi dalam pelaksanaan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah
(BIAS)
c. Bagi Instansi Sekolah
Sebagai informasi bahwa pentingnya imunisasi bagi anak akan mewujudkan
generasi bangsa yang sehat dan berkualitas

2. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, teori,
dan konsep dalam pelaksanaan progam pemerintah yaitu Bulan Imunisasi Anak
Sekolah (BIAS) sesuai dengan Permenkes RI No 42 Tahun 2013
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Campak (Morbili)
1) Pengertian
Campak (measless atau morbili) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus
campak dan sangat menular. Manusia merupakan satu-satunya hospes alami virus ini.
Virus campak termasuk famili paramyxovirus genus morbillivirus yang berukuran
diameter 140 milimikron virus morbili sangat peka terhadap temperatur, tidak tahan
panas dan akan mati pada pH kurang 4,5. Menurut WHO, penyakit campak
merupakan penyakit menular dengan gejala bercak kemerahan berbentuk
makulopopular, selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya didahului panas badan
38°C atau lebih, juga disertai salah satu gejala batuk, pilek atau mata merah. Virus
campak dikenal hanya mempunyai satu antigen. Struktur virus ini mirip dengan virus
penyebab parotitis endemika dan parainfluenza. Setelah timbulnya ruam kulit, virus
ini dapat ditemukan pada secret nasopharing, darah dan air kencing dalam waktu
sekitar 34 jam pada suhu kamar, penyakit ini mudah ditularkan melalui saluran
pernapasan pada saat penderita batuk, bersin atau sekresi dari pernapasan. Virus
campak dapat bertahan selama beberapa hari pada temperatur 0°C dan selama 15
minggu pada sediaan beku, diluar tubuh manusia virus ini mudah mati. Pada suhu
kamar, virus ini akan kehilangan infektifitasnya sekitar 60% selama 3-5 hari. Virus
campak mudah hancur oleh sinar ultraviolet (Harahap, 2014).
Sebelum diperkenalkan vaksin campak pada tahun 1963 dan vaksinasi yang luas,
epidemi besar terjadi kira-kira setiap 2-3 tahun dan campak menyebabkan sekitar 2,6
juta kematian setiap tahunnya. Penyakit ini tetap menjadi salah satu penyebab utama
kematian dikalangan anak muda diseluruh dunia, meski tersedianya vaksin yang aman
dan efektif. Secara global, sekitar 89.780 orang meninggal akibat campak pada tahun
2016, yang kebanyakan adalah anak dibawah usia 5 tahun (Giarsawan et al., 2012).
Angka kesakitan diseluruh dunia mencapai 5-10 kasus per 10.000 penduduk. Di
Indonesia angka kesakitan campak sebesar 5 per 100.000 penduduk, dengan kejadian
KLB masih terus dilaporkan sebanyak 129 kali frekwensi KLB dengan total kasus
sebanyak 1.511 kasus.Sebelum penggunaan vaksin campak, penyakit ini biasanya
menyerang anak yang berusia 5-10 tahun, setelah masa imunisasi tahun 1977 campak
sering menyerang anak usia remaja dan orang dewasa muda yang tidak mendapat
vaksinasi sewaktu kecil, atau mereka yang diimunisasi pada saat usia lebih dari 15
bulan (Irianto, 2014).

2. Patogenesis
Penyakit campak terutama menyerang anak-anak melalui saluran napas. Masa
inkubasi penyakit 10-14 hari, masa prodormal 2-3 hari dengan gejala batuk, pilek
demam dan konjungtivitis, diikuti ruam makulopapular yang khas pada kulit
bersamaan dengan munculnya respon imun.Bila sembuh dari penyakit, maka
penderita mempunyai imunitas terhadap infeksi ulang virus campak dalam rentang
waktu yang panjang. Virus campak menyebar lewat udara kemudian masuk ketubuh
melalui saluran napas dan menginfeksi orang yang rentan terhadap penyakit. Virus
berreplikasi pada saluran napas, selanjutnya menyebar ke jaringan limpa disekitarnya.
Bertambahnya virus dalam kelenjar limpa mengakibatkan terjadinya viremia primer
dan menyebar ke berbagai jaringan dan organ limfoid termasuk kulit saluran cerna
dan hati.
Sel pertama yang diinfeksi dalam darah adalah monosit, sel-sel leukosit selain
monosit dapat juga diinfeksi yang juga dapat membantu untuk menyebarkan infeksi.
Organ limfoid (thymus, lien, kelenjar limfe) dan jaringan limfoid (apendik dan tonsil)
merupakan lokasi utama replikasi virus, ruam kulit yang muncul diseluruh tubuh
disebabkan oleh respon sel T terhadap virus campak yang menginfeksi sel didalam
pembuluh kapiler, karena gejala ini tidak muncul pada anak-anak yang menderita
immunodefisiensi sel T.
Infeksi alami karena penyakit campak cenderung menimbulkan antibody lebih
baik dibanding antibodi yang terbentuk karena vaksinasi campak. Setelah terjadi
infeksi virus, dalam tubuh segera terjadi respon seluler yang kemudian diikuti oleh
respon imunitas pada saat timbulnya ruam kulit. Bila pada seorang anak tidak
terdeteksi adanya titer antibodi campak, maka anak tersebut termasuk kelompok
rentan. Dinegara sedang berkembang hampir semua ibu telah terserang penyakit
campak pada masa kecilnya sehingga bayi memiliki maternal antibodi, biasanya anak-
anak akan terlindung dari penyakit campak untuk beberapa bulan, kadar antibodi akan
berangsur menurun sehingga perlindungan yang didapat anak pada saat berumur 6-9
bulan pertama kelahiran, setelah 9 bulan anak menjadi rentan terhadap penyakit
campak. Suatu infeksi dengan kadar virus yang tinggi kadang kala dapat melampaui
tingkat perlindungan dari maternal antibodi sehingga anak dapat terserang penyakit
campak saat usia 3-4 bulan (Wiarto, 2013).
3. Diagnosis
a. Gejala klinis
Gejala penyakit campak terdiri atas 3 stadium, yaitu:
1) Stadium Prodormal
Pada stadium ini ditandai dengan panas tinggi, biasanya > 38°C selama 3
hari atau lebih, disertai gejala 3C (coryza/pilek, conjungtivitis, dan cough).
Pada pemeriksaan mulut dapat dijumpai koplik's spot dan kadang disertai
diare. Pada stadium ini membedakan campak dengan influenza (common cold)
cukup sulit.
2) Stadium erupsi
Timbul ruam makulopapular eritromateus, pada saat suhu tubuh sedang
tinggi, namun bercak tak langsung muncul diseluruh tubuh melainkan bertahap
dan merambat. Mulai pada daerah kepala, belakang leher, kemudian ke badan
dan anggota badan atas, selanjutnya ke anggota badan bawah. Warnanya khas;
merah dengan ukuran yang tidak terlalu besar, bercak inemenuhi seluruh tubuh
dalam waktu satu minggu.
3) Staudium konvalesen
Pada stadium konvalensi, bercak kemerahan makulopapular berubah
menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) disertai kulit bersisik. Untuk kasus yang
telah menunjukkan hiperpigmentasi perlu dianamnesis dengan teliti, dan
apabila pada masa akut (permulaan sakit) terdapat gejala- gejala tersebut diatas
maka kasus tersebut termasuk kasus campak klinis.
b. Laboratorium
Untuk diagnosis pasti diperlukan pemeriksaan serologi biakan darah.
Antibodi bisa terdeteksi bila sudah keluar ruam dan terdapat 4 kali kenaikan titer
yaitu saat rekonvalesen dibandingkan dengan titer pada saat prodormal. Virus
campak dapat ditemukan melalui biakan darah dan hapusan tenggorok.
Pemeriksaan serologi untuk membantu menegakkan diagnosa campak yang dapat
dilakukan, misalnya uji antibody immunofluoresen, uji netralisasi, uji fiksasi
komplemen dan uji hemaglutinasi inhibisi.

4. Komplikasi Campak
Sebagian besar penderita campak akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada
anak usia < 5 tahun dan penderita dewasa usia > 20 tahun. Kasus campak pada
penderita malnutrisi dan defisiensi vitamin A serta defisiensi imunitas pada HIV,
kematian pada penyakit campak bukan karena penyakitnya, melainkan karena
komplikasinya. Komplikasi yang sering terjadi yaitu :
a. Diare, bronchopneumonia, malnutrisi, otitis media, kebutaan, encephalitis,
measless ecephalitis hanya ditemukan 1 kasus dari 1000 penderita campak,
Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE), hanya ditemukan 1 dari 100.000
penderita campak dan ulcus mucosa mulut.

5. Pengobatan
Tidak ada obat spesifik untuk mengobati penyakit campak. Obat yang diberikan
hanya untuk mengurangi keluhan pasien (demam, batuk, diare dan kejang). 22 Obat
simtomatik yang perlu diberikan antara lain:
a. Antipiretik, antitusif
b. Vitamin A
Vitamin A dosis tinggi diberikan sebanyak 2 kapsul (kapsul pertama
diberikan saat penderita ditemukan, kapsul kedua diberikan keesokan harinya,
dosis sesuai umur penderita).

Tabel 2.1. Ketentuan pemberian vitamin A


Umur Dosis segera Dosis hari ke-2
0-6 bulan *) 50.000 IU 50.000 IU
7-11 bulan 100.000 IU 100.000 IU
12-59 bulan 200.000 IU 200.000 IU
*) Bagi bayi yang tidak mendapat ASI
Bila ada komplikasi pada mata, diberikan vitamin A dosis ke 3, 2 minggu kemudian sesuai
dengan dosis di atas.
Penderita campak yang berumur < 6 bulan yang mendapatkan ASI tidak perlu
diberikan vitamin A, karena kebutuhan vitamin A sudah terpenuhi melalui ASI, sehingga
ibu nifas (1-42 hari setelah melahirkan) perlu diberikan vitamin A dosis tinggi melalui
program.
c. Antibiotik diberikan jika ada indikasi, biasanya diberikan pada kasus campak dengan
komplikasi. Apabila keadaan penderita cukup berat, segera dirujuk ke rumah sakit

B. Imunisasi
1. Pengertian
Imunisasi Adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan
dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Imunisasi merupakan proses untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara
memasukkan vaksin, yakni virus atau bakteri yang dilemahkan, dibunuh, atau bagian-
bagian dari bakteri (virus) tersebut telah dimodifikasi.
Tujuan imunisasi campak adalah melindungi anak dari penyakit campak dengan
meningkatkan derajat imunitas, imunisasi rutin untuk campak diberikan pada saat
umur 9-12 bulan, dan imunisasi lanjutan (booster) diberikan pada anak usia sekolah
yakni imunisasi campak satu kali pada anak kelas 1 SD atau sederajat dilaksanakan
pada saat BIAS. Tujuan pemberian booster untuk mempertahankan tingkat kekebalan
dan memperpanjang perlindungan anak yang sudah mendapatkan imunisasi dasar.
Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai eliminasi campak dan pengendalian
rubella/Congenital Rubella Syndrome (CRS) pada tahun 2020, yang merupakan tindak
lanjut dari rencana strategi WHO dalam Global Measles and Rubella Strategic Plan
2012-2020. Strategi yang ditempuh adalah dengan pemberian imunisasi Measles
Rubella (MR) untuk anak usia 9 bulan sampai 15 tahun. Kriteria untuk mencapai
eliminasi campak dan penegndalian rubella tahun 2020 yaitu: cakupan imunisasi
campak rutin dan dosis tambahan ≥95%.

2. Pelaksanaan BIAS
Pelaksanaan BIAS merupakan keterpaduan lintas program dan lintas sector
terkait sebagai salah satu upaya mengurangi angka morbiditas dan mortalitas penyakit
PD31. Pemberian imunisasi pada anak sekolah bertujuan sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif, meningkatkan kemampuan hidup
sehat bagi peserta didik dan menciptakan lingkungan hidup yang sehat sehingga
peserta didik dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal
menjadi sumber daya manusia yang lebih berkualitas.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2017 tentang penyelenggaraan imunisasi, BIAS adalah bentuk operasional dari
imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu setiap
tahunnya dengan sasaran semua anak kelas 1,2 dan 5 Sekolah Dasar (SD) atau
sederajat diseluruh Indonesia. BIAS diselenggarakan melalui wadah yang sudah ada
yaitu tim pembina UKS, dimana imunisasi merupakan salah satu komponen kegiatan
UKS.

Tabel 2.2. Jadwal imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah SD


Sasaran Imunisasi Waktu Pelaksanaan
Kelas 1 SD Campak Agustus
DT November
Kelas II SD Td November
Kelas V SD Td November
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Metode penelitian ini adalah studi kuantitatif deskriptif dengan teknik
pengambilan data secara purposive sampling. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif analitik yaitu dengan cara
mencari informasi tentang gejala yang ada, didefinisikan dengan jelas tujuan yang
akan dicapai, merencanakan cara pendekatannya, mengumpulkan data sebagai bahan
untuk membuat laporan (Timmreck, 2003).

B. Populasi dan Sampel


Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas I dan kelas II SD/MI/SLB/
yang ada di wilayah kecamatan Lendah. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas I
dan kelas II SD/MI/SLB/ yang ada di wilayah kecamatan Lendah yang belum
mendapatkan imunisasi di wilayah kerja puskesmas lendah 2. Teknik sampling dalam
penelitian ini adalah cara probability sampling menggunakan teknik purposive
sampling.

C. Tempat Penelitian, Metode, Pengambilan Data dan Analisis Data


Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas lendah 2, Kabapaten
Kulon Progo yang dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Desember 2021.
Data status imunisasi anak sekolah diperoleh melalui data kohort pelaksanaan
imunisasi BIAS tahun 2021 yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang dengan
kemudian seluruh data dianalisis menggunakan uji univariat dan disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi. Berdasarkan Notoadmodjo (2003),
langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data yaitu editing, coding, scoring,
dan tabulating
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum dan Wilayah Kerja Puskesmas Lendah 2


1. Data Wilayah
Puskesmas Lendah 2 memiliki wilayah kerja seluas wilayah Kecamatan Lendah 2
yaitu seluas XXX ha dengan data wilayah sebagai berikut :
a. Tinggi wilayah kerja Puskesmas Lendah 2 adalah XXX meter di atas permukaan
air laut.
b. Suhu minimum :
Suhu Maksimum :
c. Curah hujan : Jumlah hari dengan curah hujan terbanyak adalah XX hari dan
banyaknya curah hujan adalah XXXX mm/tahun.
d. Bentuk wilayah:
1) Datar sampai berombak :
2) Berombak sampai berbukit:
3) Berbukit sampai bergunung:

2. Batas Wilayah
Utara :
Timur :
Selatan :
Barat :
3. Wilayah Kerja Puskesmas Lendah 2
Wilayah Kecamatan Lendah 2 hampir semuanya datar sampai berombak, dengan luas
wilayah desa sebagai berikut :
Tabel 1. Luas Wilayah Kerja Puskesmas Lendah 2
No. Desa Luas Wilayah (Km2) % Dari Jumlah Luas
Kecamatan

Gambar 1. Peta Wilayah Kecamatan Lendah


Tabel 2. Dusun Wilayah Kerja Binaan dan Pelayanan Puskesmas Lendah 2

4. Puskesmas Lendah 2 dibangun tahun XXXX dengan luas tanah : XXXX m2


Luas Bangunan Puskesmas Induk :
Luas Bangunan Rawat Inap :
Jumlah TT :

B. KEADAAN DEMOGRAFI
Di bawah ini disajikan grafik komposisi penduduk di Kecamatan Lendah Tahun 2021
menurut jenis kelamin:

Gambar 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Lendah Tahun


2021

C. VISI, MISI, STRATEGI, DAN MOTTO PUSKESMAS


1. Visi Puskesmas Lendah 2
Puskesmas Lendah 2 blablabla
2. Misi Puskesmas Lendah 2
Untuk mewujudkan visi tersebut, blab la bla

D. MOTTO PUSKESMAS LENDAH 2


E. FASILITAS DAN JENIS PELAYANAN PUSKESMAS LENDAH 2
F. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Subjek Penelitian, Cakupan Imunisasi
Campak, Imunisasi DT, Imunisasi Td Siswa
Tabel 1. Distribusi frekuensi cakupan imunisasi campak kelas I SD/MI/SDLB/Pondok
Tabel 2. Distribusi frekuensi cakupan imunisasi DT (Difteri Tetanus) kelas I
SD/MI/SDLB/Pondok
Tabel 3. Distribusi frekuensi cakupan imunisasi td (tetanus difteri) kelas I
SD/MI/SDLB/Pondok

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cakupan imunisasi dampak, DT, dan td pada
siswa SD/MI/SDLB/Pondok yang sudah memenuhi target pemerintah yaitu minimal 95%
TT4. Cakupan imunisasi campak Siswa SD/MI/SLB kelas I sebesar 99,55%.Cakupan
imunisasi DT Siswa SD/MI/SLB kelas I sebesar 99,09%. Cakupan imunisasi td Siswa
SD/MI/SLB kelas II sebesar 99,29%.
Faktor penghambat dan upaya yang dilakukan dalam pelaksanaan program Bulan
Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) Dalam pelaksanaan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah
(BIAS) ada faktor penghambatnya yaitu Adanya penolakan dari orangtua murid atau siswa
sakit pada saat pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), kurangnya penyuluhan
atau promosi pada masyarakat tentang pentingnya imunisasi, Kurangnya partisipasi dari
dokter yang praktik sendiri dalam pelaksanaan program BIAS di sekolah dasar, tidak adanya
sanksi untuk orangtua yang menolak anaknya diimunisasi dan sweeping tidak optimal,
kurangnya pengetahuan dari orangtua anak dan tidak adamya sanksi pada orangtua yang tidak
memperbolehkan anaknya diimunisasi.
Upaya yang dilakukan adalah perlu sosialisai atau adanya pemberitahuan atau informed
consent dari guru ke oran murid, sosialisasi atau penyuluhan atau promosi tentang pentingnya
imunisasi secara lebih luas, koordinasi dengan dokter yang praktik mandiri untuk
memberikan laporan data pasien yang sudah diimunisasi ditempat praktiknya ke Dinkas
Kesehatan dan memberitahu kepada dokter supaya mengikuti program pemerintah yaitu
BIAS di sekolah, adanya sanksi untuk orangtua yang menolak anaknya diimunisasi,
mengoptimalkan sweeping seperti kerjasama antara puskesmas, Dinkes dan pemerintah
daerah bantul dalam memberikan pemahaman yang lebih luas bagi yang belum diimunisasi
supanya mau untuk diimunisasi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Cakupan imunisasi campak, DT, dan td pada
siswa SD/MI/SLB yang sudah memenuhi target pemerintah yaitu minimal 95%
Cakupan imunisasi campak Siswa SD/MI/SLB kelas I sebesar 99,55%. Cakupan
imunisasi DT Siswa SD/MI/SLB kelas 1 sebesar 99,09 %. Cakupan imunisasi td
Siswa
SD/MI/SLB kelas II sebesar 99,29%
B. Saran
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo
a. Untuk meningkatkan cakupan imunisasi campak di Kabupaten Kulon Progo
hendaknya diperhatikan faktor-faktor berikut : keberadaan tenaga pelaksana
imunisasi di puskesmas, ketersediaan vaksin, motivasi kerja tenaga pelaksana,
system pencatatan dan pelaporan, evaluasi pelaksanaan imunisasi campak di
puskesmas, supervisi Dinas Kesehatan, serta motivasi masyarakat dalam
imunisasi.
b. Tingkatkan kualitas supervisi bagi pelaksanaan imunisasi campak.
2. Bagi Puskesmas Lendah 2
Tingkatkan kualitas pelayanan Puskesmas Lendah 2, khususnya dalam hal
melayani imunisasi campak, DT, td sehingga motivasi masyarakat untuk
melakukan imunisasi akan meningkat.
3. Bagi peneliti lain
Fokuskan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
cakupan imunisasi di Kecamatan Lendah.
DAFTAR PUSTAKA

Achmzdi, UF. 2006. Imunisasi Mengapa Perlu?. Jakarta Buku Kompas.


Caesari.2003. Faktor Risiko Kejadian Penyakit Campak Di Kabupaten Kendal
Chin, J. 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta Infomedika. Dinkes Jawa
Tengah.2013. Petunjuk Teknis Introduksi Imunisasi DTP- HB-Hib Pada Bayi Dan
Pelaksanaan Imunisasi Lanjutan Pada Anak Balita. Semarang: Dinkes Prov Jawa
Tengah.
Fatwa MUI. 2016. Imunisasi. Jakarta: Fatwa Majelis Ulama Indonesia.
Giarsawan N, I Wayan S A, Anysiah EY, 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian
Campak Di Wilayah Puskesmas Tejakula I Kecamatan Tejakula Kecamatan Buleleng.
Jurnal Kesehatan Lingkungan 4 (2): 140-145.
Gibney, M J. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC.
Hadinegoro, SR. 2011. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
Harahap, AY. 2014. Hubungan Lingkungan Rumah dan Status Imunisasi Terhadap Kejadian
Kasus Campak Pada Anak Dan Balita Di Desa Hutaimbaru Kecamatan Barumun
Kabupaten Padang Lawas Tahun 2013. [Skripsi]. Sumatera: Universitas Sumatera
Utara.
Irianto, K. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular Dan Tidak Menular Panduan Klinis.
Bandung: Alfabeta. Kementerian Kesehatan RI. 2015. Profil Kesehatan Tahun 2014.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Khotimah, H. 2008. Hubungan Status Gizi Dan Imunisasi Dengan Kejadian Campak Pada
Balita. Jurnal Obstretika Scientia. ISSN 2337-6120: 23-32
Lemeshow s, Hosmer J., Klar J.,Lwang S.K., 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian
Kesehatan (Terjemahan). Yogyakarta: UGM Press.
Mujiati, E. 2015. Faktor Risiko Kejadian Campak Pada Anak Usia 1-14 Tahun Di Kecamatan
Metro Pusat Provinsi Lampung Tahun 2013-2014. [Skripsi). Sriwijaya: Universitas
Sriwijaya.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nugrahaeni, DK. 2012. Konsep Dasar Epidemiologi. Jakarta: BGC.
Proverawati A. 2010.Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta: Nuha Medika.
Putri, RP. 2014. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Campak Di Wilayah
Kerja Puskesmas Merdeka Kota Palembang Tahun 2013. Jurnal Epidemiologi Bina
Husada. 2 (1): 37-44. Oktober 2014.
Rahmayanti, LM. 2015. Hubungan Status Imunisasi Campak Dan Perilaku Pencegahan
Penyakit Campak Dengan Kejadian Campak Pada Bayi Dan Balita Di Puskesmas
Kabupaten Bantul Tahun 2013-2014. [Skripsi). Yogyakarta: STIKES Yogyakarta.
Sastroasmoro S dan Ismael Dasar-Dasar Penelitian Klinis. Jakarta Binarupa Aksara.
Setiawan, IM. 2008. Penyakit Campak. Jakarta: IKAPI. Seto, S. 2012. Konsep Dasar
Vaksinasi. Jakarta: IKPI.
Timmreck. TC. 2003. Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi 2. Jakarta: EGC.
Wiarto, G. 2013. Budaya Hidup Sehat. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Widagdo. 2012, Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam. Jakarta: IKAPI
Yanti, TB. 2015. Hubungan Pemberian Vitamin A dan Umur Saat Pemberian Imunisasi
Campak Dengan Kejadian Campak Pada Bayi dan Balita Di Kabupaten Bantul Tahun
2013-2014. [Skripsi]. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah.

Anda mungkin juga menyukai